Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun

2003 ditegaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu

manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan

berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan

jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa

tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional juga mengakomodir

keberadaan madrasah sama dengan sekolah. Pengembangan madrasah

mengakomodasikan tiga kepentingan. Pertama, bagaimana menjadikan

madrasah sebagai wahana untuk membina ruh atau praktek hidup

berdasarkan nilai-nilai keislaman. Kedua, madrasah sebagai ajang membina

warga negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian. Ketiga,

mengarahkan madrasah agar dapat merespon terhadap tuntutan-tuntutan

masa depan (Departemen Agama RI, 2005).

Lembaga pendidikan Islam baru di akui sejak dikeluarkannya SKB

3 menteri tgl. 24 Maret 1975. Pokok-pokok pikiran yang melandasi kebijakan

dalam pemberdayaan dan pencerahan madrasah adalah UU SPN No. 2/1989

1
2

kemudian diikuti dengan PP. 27,28 dan 29 tahun 1990, PP 72 dan 73 tahun

1991, dan sebagai tindak lanjut PP tersebut. Khusus MA adalah adanya Surat

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992 tentang

Madrasah Tsanawiyah yang merupakan Sekolah Menengah Umum yang

berdiri khas Agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.

Adanya keputusan menteri tersebut dapat membangkitkan pengetahuan

masyarakat tentang keberadaan Madrasah Tsanawiyah yang sejajar dengan

Sekolah Menengah Umum lainnya. Demikian halnya, Madrasah Tsanawiyah

Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar merupakan lembaga

pendidikan bercirikan Islam.

Kerja guru merupakan kumpulan dari berbagai tugas untuk mencapai

tujuan pendidikan. Motivasi dalam menjalankan tugas merupakan aspek

penting bagi kinerja atau produktivitas seseorang, ini disebabkan sebagian

besar waktu guru digunakan untuk bekerja. Pada umumnya pekerjaan guru

dibagi dua yakni pekerjaan berhubungan dengan tugas-tugas mengajar,

mendidik dan tugas - tugas kemasyarakatan (sosial). Di lingkungan sekolah,

guru mengemban tugas sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar,

guru memberikan pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (efektif), dan

keterampilan (psikomotorik). Guru memiliki tugas dan tanggung jawab moral

yang besar terhadap keberhasilan siswa, namun demikian guru bukanlah

satu-satunya faktor penunjang keberhasilan siswa.


3

B. Perumusan Masalah

Studi empiris pada Madrasah Tsanawiyah Hikmat Tuttula di Kabupaten

Polewali Mandar mencakup pelaksanaan pembelajaran, laporan evaluasi

pembelajaran, laporan ekstrakuler, laporan kelulusan dan laporan prestasi

siswa, sehingga begitu pentingnya motivasi, maka pimpinan dituntut untuk

peka terhadap kepentingan bawahannya. Disini pendekatan bukan hanya

terhadap guru tetapi juga terhadap keluarga dan lingkungan. Sehingga

pimpinan tahu apa yang menyebabkan karyawan termotivasi dalam bekerja.

Jadi motivasi merupakan salah satu faktor penentu dalam mencapai kinerja.

Motivasi merupakan hal yang sangat diharapkan sebuah organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi yang diinginkan oleh Madrasah Tsanawiyah

Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Apakah motivasi kerja guru yang meliputi motif, harapan, dan insentif

berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Madrasah Tsanawiyah

Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar?

2. Diantara ketiga variabel motivasi di atas, variabel manakah yang paling

dominan berpengaruh terhadap kinerja guru Madrasah Tsanawiyah

Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:


4

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh motivasi kerja guru yang

meliputi motif, harapan dan insentif terhadap kinerja guru Madrasah

Tsanawiyah Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor motivasi yang paling

dominan berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru Madrasah

Tsanawiyah Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar.

Diharapkan bahwa hasil penelitian ini memberikan manfaat untuk :

1. Menjadi bahan masukan bagi pihak – pihak, khususnya bagi pihak – pihak

yang berkompeten dalam peningkatan kinerja guru Madrasah Tsanawiyah

Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar,

2. Dapat memberikan informasi bagi masyarakat luas mengenai pengaruh

motivasi guru terhadap kinerja guru Madrasah Tsanawiyah Hikmat Tuttula

di Kabupaten Polewali Mandar,

3. Dapat dijadikan sebagai wahana informasi bagi pembaca, khususnya bagi

mahasiswa dalam penyusunan karya ilmiah yang sempurna dalam bidang

Manajemen Pendidikan.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Teori Manajemen

a. Definisi dan Pengertian Manajemen

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.

Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari

fungsifungsi manajemen itu. Jadi manajemen itu suatu proses untuk

mewujudkan tujuan yang diinginkan. Ada beberapa definisi tentang

manajemen pada umumnya, walaupun definisi itu beragam bunyinya, tetapi

pada pokoknya unsur-unsur yang ada didalamnya adalah sama diantaranya

adalah :

Hasibuan (1996 : 2) mendefinisikan manajemen sebagai berikut :

"Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber

daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk

mencapai suatu tujuan tertentu".

Koontz dan O'Donnel (Hasibuan, 1996 : 3) mengemukakan manajemen

sebagai berikut : "Management is getting things done through the people"

Definisi di atas menjelaskan manajemen adalah usaha mencapai

tujuan tertentu melalui kegiatan orang-orang.

5
6

Dalam definisi ini manajemen menitik-beratkan pada usaha

memanfaatkan orang lain dalam pencapaian tujuan tersebut, maka orang-

orang dalam organisasi harus jelas wewenang, tugas dan tanggung jawab

pekerjaannya.

Terry (Hasibuan, 1996 : 2) memberikan definisi sebagai berikut :

"Management is a distinct process consisting of planning, organizing,

actuating and controlling performed to determine and accomplish stated

objectives by the use human being and other resources".

Apabila diterjemahkan secara bebas maka pengertian manajemen

adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang

dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah

ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber

lainnya.

Pengertian dari masing-masing proses tersebut adalah sebagai

berikut :

1. Perencanaan, berarti bahwa pada manajer memikirkan kegiatan-kegiatan

mereka sebelum dilaksanakan. Berbagai kegiatan ini biasanya didasarkan

pada berbagai metode, rencana atau logika, bukan hanya atas dasar

dugaan atau firasat.

2. Pengorganisasian, berarti bahwa para manajer mengkoordinasikan

sumber daya, sumber daya manusia dan material organisasi. Semakin


7

terkoordinasi dan terintegrasi kerja organisasi, semakin efektif pencapaian

tujuan-tujuan organisasi. Pengkoordinasian merupakan bagian vital

pekerjaan manajer.

3. Pengarahan, berarti bahwa para manajer mengarahkan, memimpin dan

mempengaruhi bawahan. Manajer tidak melakukan semua kegiatan

sendiri, tetapi menyelesaikan tugas-tugas melalui orang-orang lain.

Mereka juga tidak sekedar memberikan perintah, tetapi menciptakan iklim

yang dapat membantu para bawahan melakukan pekerjaan secara paling

baik.

1. Pengawasan, berarti para manajer berupaya untuk menjamin bahwa

organisasi bergerak ke arah tujuan-tujuannya. Bila beberapa bagian

organisasi ada pada jalur yang salah, manajer harus membetulkannya.

Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Manajemen merupakan perpaduan antara ilmu dan seni.

2. Manajemen merupakan proses yang sistematis, terkoordinasi, kooperatif,

dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya (men, money,

methods, materials, machines and market, yang disingkat 6M).

3. Manajemen terdiri dari beberapa fungsi, yaitu perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), dan pengendalian

(controlling).

4. Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.


8

b. Manajemen Sumber Daya Manusia

Sebelum penulis membahas pengertian tentang manajemen sumber

daya manusia dan fungsi-fungsinya, terlebih dahulu akan penulis kemukakan

pengertian manajemen personalia yang mendasar.

Adapun pengertian manajemen menurut Terry yang dialihbahasakan

oleh Winardi (1994 : 4) adalah : "Manajemen merupakan sebuah proses yang

khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,

penggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta

mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya

manusia dan sumber-sumber

Sedangkan pengertian personalia menurut Manulang (1987 : 16) yang

disebut dengan istilah kepegawaian adalah : "Kepegawaian yang

mengandung arti keseluruhan orang-orang yang dipekerjakan dalam suatu

badan tertentu, baik di lembaga-lembaga pemerintahan maupun dalam

badan-badan usaha".

Adapun pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia, penulis kutip

dari beberapa pendapat ahli sebagai berikut :

1. Ranupanojo dan Husnan (1993 : 5) mengemukakan bahwa :

"Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan,

pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja


9

dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu

dan masyarakat".

2. Flippo (1987 : 5) mengemukakan bahwa :

"Personnel management is the planning, organizing, directing, and

controlling of the procurement, development, compesation, integration,

maintenance and separation of human resource to the end that individual

organization, and social objectives are accomplished".

3. Manulang (1987 : 14) mengemukakan bahwa :

"Manajemen personalia adalah seni dan ilmu memperoleh, memajukan

dan memanfaatkan tenaga kerja, sehingga tujuan organisasi dapat

direalisir secara daya guna sekaligus adanya penggairahan bekerja dan

para pekerja".

4. Nitisemito (1991 : 10) mengemukakan bahwa :

"Manajemen personalia adalah ilmu dan seni untuk melaksanakan antara

planning, organizing, controlling sehingga efektivitas dan efisiensi

personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam pencapaian

tujuan".

5. Hasibuan (2001 : 10) mengemukakan bahwa : "Manajemen personalia

adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan sumber agar efektif

dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan

masyarakat".
10

Dari beberapa pengertian di alas maka Manajemen Personalia

merupakan bagian dari manajemen yang menitik-beratkan kapada urusan

kepegawaian atau seni mengatur dalam hal kepegawaian dengan

melaksanakan proses pencapaian, pelaksanaan dan pengontrolan yang

berhubungan dengan mendapatkan, mengembangkan, memelihara dan

memanfaatkan. Ini berarti meliputi kegiatan mulai dari penentuan, penarikan,

menseleksi, menempatkan, mendidik dan melatih, memberikan balas jasa

sampai kepada memotivasi para pegawai untuk mendapatkan kepuasan kerja

sehingga menimbulkan semangat kerj a yang tinggi terhadap para pegawai

dalam pencapaian tujuan. Dalam perkataan lain Manajemen Personalia

menyangkut usaha penciptaan kondisi pekerjaan yang lebih baik serta

hubungan kemanusiaan yang layak, sehingga tujuan perusahaan, pegawai

dan masyarakat dapat terwujud.

2. Motivasi

Dalam kehidupan sehari–hari, istilah motivasi memiliki pengertian yang

beragam, baik yang berhubungan dengan perilaku individu maupun perilaku

organisasi. Namun, apapun pengertiannya motivasi merupakan unsur penting

dalam diri manusia, yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha

atau pekerjaan manusia. Untuk mempermudah pemahaman tentang motif,

motivasi dan motivasi kerja, maka selanjutnya akan dikemukakan pengertian

motivasi kerja.
11

Dasar utama pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah

pengetahuan dan perhatian terhadap perilaku manusia yang dipimpinnya

sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi. Oleh karena sebagai

faktor penentu keberhasilan, maka perlu adanya perhatian serius pada semua

permasahalan kebutuhan. Seorang pemimpin yang berhasil melaksanakan

fungsi motivasi adalah pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk

merelisasikan adanya sinkronisasi antara tujuan pribadi para anggota dengan

tujuan organisasi itu sendiri.

Teori Motivasi-Higiene yang intinya terletak pada pemahaman dua

sumber motivasi, yaitu yang bersumber dari dalam diri pekerja yang

bersangkutan yang mendatangkan kepuasan baginya dan yang bersumber

dari organisasi yang berperan sebagai ”katub pengaman” agar para pekerja

mentaati berbagai ketentuan yang berlaku dalam organisasi.

Dengan demikian, pimpinan merasa penting untuk memberikan

bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu guru yang akan mendukung

kelancaran pelaksanaan pekerjaan, seperti memberikan bantuan kendaraan

kepada guru secara operasional. Secara jelas, proses motivasi digambarkan

sebagai berikut :
12

1. Kebutuhan yang
tidak dipenuhi

6. Kebutuhan yang tidak 2. Mencari jalan untuk


dipenuhi dinilai kembali oleh memenuhi kebutuhan
pegawai (motif)

pegawai

5. Imbalan atau 3. Perilaku yang


hukuman berorientasi pada tujuan
(harapan)
4. Hasil karya (evaluasi
diri tujuan yang tercapai)

Gambar 1.

Proses Motivasi

Sumber : Hasibuan (2001:150)

Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan

kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif

dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Siagian mendefinisikan “Motivasi sebagai keseluruhan proses

pemberian motif kerja kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka

mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif

dan efisien”.

George R. . Terry (1991: 24) mengemukakan bahwa “Motivasi adalah

keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya

untuk melakukan tindakan – tindakan”.


13

Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa motivasi sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam

diri guru yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara

perilaku berkaitan dengan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah dorongan

dari diri guru untuk memenuhi kebutuhan yang stimulasi berorientasi kepada

tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian diimplementasikan

kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat.

Pelaksanaan motivasi memerlukan penerapan prinsip–prinsip motivasi,

yaitu sebagai berikut :

a. Prinsip mengikutsertakan bawahan

Dengan diberi kesempatan dalam memberikan ide, gagasan, dan

pembuatan keputusan, maka para guru ikut bertanggung jawab dan

disiplin kerja meningkat.

b. Prinsip komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang penting dalam organisasi melalui

komunikasi yang baik, maka motivasi untuk mencapai hasil–hasil

mempunyai kecenderungan kerja meningkat.

c. Prinsip pengakuan

Pemimpin yang mengakui hasil pekerjaan guru dan memberi

penghargaan atas sumbangan terhadap hasil yang dicapai, maka

semangat akan meningkat.


14

d. Prinsip wewenang yang didelegasikan

Pemberian tugas pekerjaan dan wewenang pertanda kepercayaan

pemimpin terhadap guru yang bersangkutan. Dengan kepercayaan ini,

motivasi guru akan meningkat dan akan tercipta hasil kerja yang baik.

e. Prinsip timbal balik

Perhatian timbal balik dari pemimpin bisa merupakan

pengembangan karir, pemberian insentif atau pemberian fasilitas dapat

memotivasi guru untuk berprestasi.

Pelaksanaan prinsip–prinsip motivasi ini adalah upaya untuk

membantu penggerakan guru supaya dapat menjalankan organisasi dengan

menggunakan tenaga guru untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Pada saat pelaksanaan motivasi diperlukan prinsip–prinsip motivasi

sebagai panduan agar dalam pelaksanaannya diperoleh hasil yang optimal.

Yang perlu diketahui lebih mendalam adalah mengenai kebutuhan–kebutuhan

yang dikehendaki guru. Dengan mengetahui hal ini, maka pelaksanaan

prinsip–prinsip mempunyai kecenderungan berhasil.

Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan

dorongan dari dalam diri (drive arousal). Hal ini akan lebih jelas dikemukakan

oleh Cormick (1985: 268) dalam hubungannya dengan lingkungan kerja,

mengemukakan bahwa “ Work motivation is defined as conditions which

influence the arousal, direction, and maintenance of behaviour relevanti in

work setting”. Artinya motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang


15

berpengaruh dan membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku

yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Selanjutnya motivasi tidak

terlepas dari kebutuhan, dan kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu

kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan

dorongan yang ada dalam diri. Apabila kebutuhan guru tidak terpenuhi, maka

guru akan menunjukkan perilaku kecewa, sebaliknya jika kebutuhannya

terpenuhi maka guru tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira

sebagai manifestasi dari rasa kepuasan dirinya.

Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku guru. Kita

sebagai pimpinan tidak mungkin memahami perilaku guru tanpa mengerti

kebutuhannya. Abraham Maslow mengemukakan bahwa hirarki kebutuhan

manusia adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhana untuk makan,

minum, perlindungan fisik, seksual (biologis). Kebutuhan ini merupakan

kebutuhan tingkat terendah (kebutuhan paling dasar),

b. Kebutuhan Rasa aman (safety and security needs), yaitu kebutuhan akan

perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan dan lingkungan hidup,

c. Kebutuhan untuk merasa memiliki (belongingness needs), yaitu kebutuhan

untuk diterima oleh kelompok, berafililasi, berinteraksi, dan kebutuhan

untuk mencintai serta dicintai,

d. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yaitu kebutuhan untuk

dihormati dan dihargai oleh orang lain,


16

e. Kebutuhan yang mengaktualisasikan diri (self actualization needs), yaitu

kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi.

Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide – ide

memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.

Maslow (1970 : 245) mengemukakan bahwa orang dewasa secara

moral memuaskan kira – kira 85% kebutuhan fisiologis, 70% kebutuhan rasa

aman, 50% kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40% kebutuhan harga

diri dan 10% kebutuhan aktualisasi diri.

Dalam studi motivasi dikemukakan ada tiga macam kebutuhan adalah

sebagai berikut:

a. Need for achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan

refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah.

Seorang guru yang mempunyai kebutuhan akan berpartisipasi tinggi

cenderung akan berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi

adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada

sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi,

b. Need for affiliation, yaitu kebutuhan untuk berhubungan sosial, yang

merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain atau berada

bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang

lain,
17

c. Need to power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi

dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk memiliki pengaruh orang

lain.

Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan tadi,

maka dalam penulisan ini hanya diambil beberapa teori motivasi yang

dianggap relevan dengan penelitian, yaitu teori motivasi dari Mc. Clelland’s

Achievement Motivation Theory (Teori motivasi prestasi Mc. Clelland’s).

Pendapat dari teori motivasi ini bahwa guru mempunyai cadangan energi

potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada

kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang

tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh guru karena didorong oleh motif,

harapan dan insentif. Supaya lebih jelas, dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Motif (motif) adalah suatu perangsang keinginan (want) dan

daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai

tujuan tertentu yang ingin dicapai.

b. Harapan (Expectancy) adalah suatu kesempatan yang

diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan.

c. Insentif (Incentive) yaitu memotivasi (merangsang) bawahan

dengan memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi

diatas prestasi standar. Dengan demikian semangat kerja bawahan akan

meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik

saja. (Hasibuan, 2001:149-167).


18

a. Motif

Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak

kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang

ingin dicapai. Suatu dorongan didalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau

motif–motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk

menempuh sesuatu. Dorongan untuk melaksanakn suatu perbuatan tertentu

tersebut dapat diakibatkan oleh hasil proses pemikiran dari dalam diri guru

maupun berasal dari luar dirinya.

Yang dimaksud dengan motif adalah daya pendorong yang

mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela berkorban untuk

mengerahkan kemauan dalam bentuk keahlian dan ketrampilan yang menjadi

tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka

pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan

sebelumnya (Siagian, 2004:138). Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa alasan–

alasan yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu dikarenakan

mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan manusia dapat dibagi

menjadi tiga kebutuhan, yaitu (1) kebutuhan akan prestasi (need for

achievement); (2) kebutuhan akan apiliasi (need for affliation); (3) kebutuhan

akan kekuatan (need for power).

1). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) merupakan daya

penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu

kebutuhan akan berprestasi akan mendorong seseorang untuk kreatifitas


19

dan menggerakan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya, demi

mencapai prestasi kerja yang maksimal. Guru akan antusias untuk

berprestasi tinggi asalkan kemungkinan untuk itu diberikan kesempatan.

Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang

tinggi, maka mereka akan memperoleh pendapatan yang besar. Dengan

pendapatan yang besar maka mereka dapat memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya.

2). Kebutuhan akan affiliasi (need for affiliation), menjadi daya penggerak

yang akan memotivasi semangat kerja seseorang. Oleh karena itu

kebutuhan akan affiliasi ini akan merangsang gairah bekerja guru karena

setiap orang menginginkan hal – hal sebagai berikut:

a. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang – orang lain di

lingkungan ia tinggal dan bekerja ( sense of belonging ),

b. Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa

dirinya penting ( sense of importance ),

c. Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal ( sense of

achievement),

d. Kebutuhan akan perasaan ikut serta ( sense of participation ).

Seseorang karena kebutuhan affiliasi akan memotivasi dan

mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk

menyelesaikan tugas – tugasnya. Jadi, seseorang termotivasi oleh

kebutuhan akan affiliasi ini.


20

3). Kebutuhan akan kekuatan ( need for power ) merupakan daya penggerak

yang memotivasi semangat kerja guru. Kebutuhan kekuatan akan

merangsang dan memotivasi gairah kerja guru serta menggerakkan

semua kemampuannya guna mencapai kekuatan atau kedudukan yang

terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehingga

akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditimbulkan secara sehat oleh

pimpinan dalam memotivasi bawahan, supaya mereka termotivasi untuk

bekerja giat.

Dalam memotivasi para guru, pimpinan hendaknya menyediakan

peralatan guna menciptakan suasana pekerjaan yang baik dan memberikan

kesempatan untuk promosi. Dengan demikian, memungkinkan para guru

meningkatkan semangat kerjanya untuk mencapai kebutuhan prestasi, affiliasi

dan kekuatan yang diinginkannya, yang merupakan daya penggerak untuk

memotivasi guru dalam menggerakkan semua potensi yang dimilikinya.

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan

yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan kerjanya.

Dapat diukur dengan indikator – indikator sebagai berikut :

a. Upah yang adil dan layak,

b. Kesempatan untuk maju,

c. Pengakuan sebagai individu,

d. Keamanan bekerja,

e. Tempat kerja yang baik,


21

f. Penerimaan oleh kelompok,

g. Perlakuan yang wajar,

h. Pengakuan atas prestasi. (Siagian, 2004:140)

b. Harapan

Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena

perilaku untuk tercapainya tujuan. Secara umum harapan dapat diartikan

sebagai suatu keyakinan sementara pada diri seseorang, bahwa suatu

tindakan tertentu akan diikuti oleh hasil atau tindakan berikutnya. Dalam

konsep ini, harapan tersebut dapat dinilai nol ( harapan sama sekali tidak

ada), tetapi dapat pula dinilai satu bila sangat yakin bahwa hasilnya pasti

positif ada. Secara sederhana teori ini menyatakan bahwa motivasi seseorang

dalam organisasi sangat bergantung pada harapannya. Seseorang akan

mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi tinggi dalam organisasi, jika ia

berkeyakinan bahwa prestasinya itu dapat mengharapkan imbalan yang lebih

besar, sebaliknya seseorang yang tidak mempunyai harapan bahwa

prestasinya akan dihargai lebih tinggi tidak akan pula berusaha meningkatkan

prestasinya.

Sejalan dengan uraian diatas, Gibson memberikan gambaran

mengenai hasil tingkat pertama dan kedua dari teori harapan yang

dikemukakan oleh Vroom yang telah meneliti lebih dari 50 penelitian yang

dilakukan untuk menguji kecocokan teori harapan dalam meramalkan perilaku

guru. Hasil tingkat pertama yang diperoleh dari perilaku adalah hasil yang
22

berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan itu sendiri, hasil itu mencakup

produktifitas, absen pergantian nama guru dan mutu produktifitas. Hasil

tingkat kedua adalah hasil berupa kejadian (penghargaan atau hukuman),

yang kemungkinan diakibatkan oleh hasil pertama seperti kebaikan, kenaikan

upah, penerimaan atau penolakan dari kelompok dan promosi (Gibson,

1996:145-146).

Teori harapan ini dibahas secara khusus oleh Victor Vroom dalam

Gibson yang telah menformalisasikan teori harapan yang mendasarinya

kepada tiga konsep penting, yaitu (1) instumentalitas, (2) valensi, dan (3)

harapan, yang selanjutnya oleh Gibson dijelaskan sebagai berikut:

1). Instrumentalitas, yaitu kadar keyakinan seseorang bahwa suatu tindakan

menuju pada hasil kedua. Konsep teori harapan ini dimana seseorang

menganggap bahwa ada hubungan antara hasil tingkat pertama

(produktivitas keabsenan pergantian guru dan mutu produktivitas) dengan

hasil tingkat kedua (kebaikan, kenaikan upah, penerimaan atau penolakan

dari kelompok dan promosi).

2). Valensi, adalah kekuatan keinginan seseorang untuk mencapai hasil

tertentu. Suatu hasil mempunyai valensi nol apabila hasil tersebut bagi

individu tidak bernilai untuk dicapat atau tidak tercapai. Konsep valensi

berlaku bagi tingkat pertama dan tingkat kedua. Maksudnya seseorang

mungkin memilih menjadi guru yang tinggi prestasi kerjanya (Hasil tingkat
23

pertama), karena ia menganggap bahwa hal itu akan menyebabkan

kenaikan upah (Hasil tingkat kedua).

3). Harapan, adalah seseorang mempunyai harapan atau suatu keyakinan

bahwa ada kesempatan dimana usaha tertentu akan mengarah pada

suatu tingkat prestasi tertentu. Inilah harapan prestasi upaya, ia juga

mempunyai harapan (keyakinan) bahwa prestasi akan mengarah pada hal

tertentu. Hasil tertentu dari harapan prestasi upaya berkaitan dengan

keyakinan individu mengenai kemungkinan atau kemungkinan subyektif

bahwa suatu perilaku tertentu akan diikuti oleh suatu hasil tertentu.

Teori harapan yang intinya terletak pada ajaran yang berkata bahwa

kuatnya kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu sangat

tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh

suatu hasil tertentu dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang

bersangkutan. Teori ini mengandung tiga variabel, yaitu (1) daya tarik, (2)

hubungan antara prestasi kerja dengan imbalan, dan (3) kaitan antara usaha

dan prestasi kerja.

1) Daya tarik, adalah sampai sejauh mana seseorang merasa pentingnya

hasil atau imbalan yang diperoleh dalam penyelesaian tugasnya,

2) Kaitan antara prestasi kerja dan imbalan, adalah tingkat keyakinan

seseorang tentang hubungan antara tingkat prestasi kerjanya dengan

pencapaian hasil tertentu,


24

3) Kaitan antara usaha dan prestasi kerja, adalah persepsi seseorang

tentang kemungkinan bahwa usaha tertentu akan menjurus kepada

prestasi kerja (Siagian, 2004:180).

Berkaitan dengan teori harapan tersebut, Hersey mengemukakan

indikator–indikator tentang harapan (hal–hal yang diinginkan) para guru

sebagai berikut :

a. Kondisi kerja yang baik,

b. Perasaan ikut “terlibat”,

c. Pendisiplinan yang bijaksana,

d. Penghargaan penuh atas penyelesaian pekerjaan,

e. Loyalitas pimpinan terhadap karyawan,

f. Pemahaman yang simpatik atas persoalan – persoalan pribadi,

g. Jaminan pekerjaan ( Hersey, 1995:49 ).

Jadi, teori harapan berkenaan dengan harapan seseorang dan

pengaruhnya terhadap perilaku (tindakan). Salah satu nilai teori ini ialah

bahwa ia dapat menyediakan pimpinan dengan suatu sarana untuk

menunjukkan dengan tepat perolehan yang diharapkan atau tidak diharapkan

yang dihubungkan dengan prestasi tugas pelayanan kepada masyarakat,

khususnya kesehatan.

c. Insentif

Insentif adalah suatu memotivasi (merangsang), bahwa dengan

memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi di atas


25

prestasi standar. Dengan demikian, semangat kerja bawahan akan meningkat

karena umumnya manusia senang menerima yang baik–baik saja.

Perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada guru dengan

tujuan ikut membangun, memelihara dan memperkuat harapan–harapan guru

agar dalam diri guru timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi

organisasi.

Lawler dalam Gibson (1994:170-171), menyimpulkan tentang pengaruh

imbalan terhadap keputusan seseorang sebagai berikut :

1) Keputusan imbalan adalah merupakan fungsi dari banyaknya imbalan

yang diterima dan berapa banyak menurut perasaan individu yang

bersangkutan harus diterima,

2) Perasaan individu tentang kepuasan dipengaruhi oleh perbandingan apa

yang terjadi pada mereka dengan orang lain,

3) Kepuasan dipengaruhi oleh rasa puas guru dengan imbalan intrinsik dan

ekstrinsik,

4) Orang berbeda dalam imbalan yang mereka inginkan dan segi pentingnya

imbalan yang berbeda untuk mereka,

5) Beberapa imbalan ekstrinsik memuaskan karena imbalan tersebut

mengarah pada imbalan lain.

Imbalan intrinsik adalah imbalan dinilai di dalam dan dari diri mereka

sendiri serta berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan, sedangkan imbalan

ekstrinsik adalah berasal dari pekerjaan. Ada beberapa kriteria ukuran


26

(indikator–indikator) tentang imbalan intrinsik dan ekstrinsik yang

dikemukakan oleh Gibson adalah sebagai berikut :

1) Instrinsik

a. Penyelesaian pekerjaan,

b. Pencapaian / prestasi.

2) Ekstrinsik

c. Finansial

● Gaji dan upah,

● Tunjangan

b. Antar pribadi

c. Promosi. ( Gibson, 1994: 176-177 ).

Sasaran utama proses pemberian imbalan adalah untuk menarik

orang-orang menjadi anggota organisasi, mempertahankan mereka untuk

tetap datang bekerja dan memotivasi mereka untuk berprestasi tinggi. Proses

pemberian imbalan tertentu harus dibahas jika ingin mencapai sasaran, yaitu

harus ada imbalan merupakan masalah yang penting dipertimbangkan. Para

pimpinan mempunyai banyak sarana untuk mengelola imbalan intrinsik dan

ekstrinsik. Tiga dari metode yang popular adalah penguatan positif,

permodelan dan penetapan prinsip–prinsip harapan.

3. Kinerja

Kinerja karyawan (job performance) mencakup sejumlah hasil yang

tidak lain merupakan manifestasi kerja yang dilakukan oleh karyawan atau
27

organisasi yang biasanya digunakan sebagai dasar penilaian atas pekerjaan

atau organisasi kerja. Kinerja merupakan tindakan – tindakan atau

pelaksanaan kerja yang dapat diukur (Seimour, dalam Swasto, 1996 dan

Susiati, 2001).

Dharma (1995, dalam Susiati 2001) mendefinisikan kinerja sebagai

sesuatu yang dikerjakan atau produk/ jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh

seseorang kepada sekelompok orang. Sedangkan menurut Stoner (1986)

mendefinisikan kinerja sebagai kuantitas dan kualitas pekerjaan yang

dihasilkan oleh individu, kelompok atau organisasi.

Selanjutnya menurut Mitchel dan Larson (1988, dalam Susiati 2001),

bahwa kinerja menunjukkan hasil-hasil perilaku yang dinilai oleh beberapa

kriteria atau standar mutu. Dengan demikian kinerja terdapat dua dimensi baik

atau buruk, artinya apabila perilaku seseorang memberikan hasil pekerjaan

yang sesuai dengan standar atau kriteria yang telah dibakukan oleh

organisasi, maka kinerja yang dimiliki orang tersebut tergolong baik. Jika

sebaliknya berarti kinerja buruk.

Kinerja merupakan perilaku yang ditampakkan oleh individu atau

kelompok yang menurut Siagian (1985) dikatakan bahwa ditinjau dari segi

perilaku, kepribadian seseorang sering menampakkan dirinya dalam berbagai

bentuk sikap, cara berpikir dan cara bertindak. Berbagai hal mempengaruhi

kepribadian seseorang manusia organisasional yang tercermin dalam

perilakunya, yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kinerjanya.


28

Dari batasan – batasan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksud

dengan kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang

berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.

a. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Kinerja yang berbeda antara karyawan satu dengan karyawan yang

lain secara garis besar menurut Marat (1982, dalam Susiati 2001) dipengaruhi

oleh dua hal yaitu : a) faktor individu, dan b) faktor situasi. Dijelaskan bahwa

kinerja yang dihasilkan oleh para karyawan tersebut berbeda karena adanya

faktor – faktor individu yang berbeda seperti misalnya adanya perbedaan

kemampuan fisik, motivasi dan faktor – faktor individual lainnya.

Faktor – faktor situasi juga berpengaruh terhadap tingkat kinerja yang

dicapai seseorang, situasi yang mendukung misalnya adanya kondisi sarana

usaha yang baik, ruangan yang tenang, pengakuan atas pendapat rekan kerja

yang lain, pemimpin yang mengerti kebutuhan karyawan dan tidak otoriter

tetapi demokratis. Sistem kerja yang mendukung tentunya akan mendorong

pencapaian kinerja yang tinggi daripada kondisi kerja yang tidak mendukung

dimana terdapat pemimpin kerja yang otoriter, pelayanan yang kurang

memuaskan, tekanan terhadap peranan tentu akan menimbulkan kinerja

karyawan yang rendah.

Hal yang sama menurut Siagian (1985) bahwa kinerja seseorang

dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Seseorang yang memiliki kondisi yang

mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi yang pada gilirannya tercermin
29

pada kegairahan bekerja dengan tingkat produktivitas yang tinggi, dan

sebaliknya. Disamping itu kinerja individu juga berhubungan dengan

kemampuan yang harus dimiliki oleh individu agar ia berperan dalam

organisasi.

b. Penilaian Kinerja Guru

Menurut Mitchell dan Larson (1998, dalam Susiati 2001) kinerja bisa

ditunjukkan dalam berbagai cara antara lain :

a. Kinerja bisa menunjukkan perilaku yang sama yang berlangsung

sepanjang waktu

b. Kinerja bisa menunjukkan perilaku berbeda yang ditunjukkan dengan

tingkat konseptualisasi yang tinggi.

c. Kinerja bisa menunjukkan perolehan – perolehan (outcomes) yang tidak

erat kaitannya dengan tindakan – tindakan tertentu.

d. Kinerja bisa didefinisikan dalam istilah yang umum yang menunjukkan sifat

– sifat global daripada perilaku spesifik.

e. Kinerja bisa didefinisikan sebagai hasil - hasil perilaku kelompok daripada

perilaku individual.

Kinerja menurut Lopez (dalam Swasto, 1996 dan Susiati 2001) diukur

dalam beberapa ukuran kerja secara umum yang diterjemahkan dalam

penilaian perilaku secara mendasar meliputi :kuantitas kerja, kualitas kerja,

pengetahuan tentang pekerjaan, pendapat atau pernyataan yang


30

disampaikan, keputusan yang diambil, perencanaan kerja dan daerah

organisasi kerja.

Menurut Dharma (2000, dalam Susiati 2001) cara pengukuran kinerja

guru didasarkan pada beberapa kriteria yaitu :

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan.(baik atau tidak)

3. Ketepatan atau kesesuaian waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu

yang direncanakan.

Hasil pekerjaan dapat bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Perbedaan

antara hasil intrinsik dan hasil ekstrinsik penting untuk memahami reaksi para

karyawan terhadap pekerjaan mereka. Secara umum hasil intrinsik adalah

obyek atau kejadian yang timbul dari usaha karyawan sendiri dan tidak

menuntut keterlibatan orang lain. Secara lebih sederhana, ia adalah hasil

yang jelas berhubungan dengan tindakan yang dilakukan karyawan (Brief dan

Aldag, 1997, dalam Susiati 2001) hasil semacam ini dianggap khas yang

hanya ada pada pekerjaan profesional dan teknis, namun pada dasarnya

semua pekerjaan dapat menimbulkan hasil intrinsik, yang melibatkan

perasaan tanggung jawab, tantangan dan pengakuan dan merupakan hasil

dari ciri khas kerja seperti keragaman, otonomi identitas dan arti. Sebaliknya

hasil ekstrinsik merupakan obyek atau kejadian yang mengikuti usaha

karyawan sendiri sehubungan dengan faktor – faktor lain yang tidak terlibat

secara langsung dalam pekerjaan itu sendiri. Potongan harga, bonus, kondisi
31

kerja, rekan kerja, dan bahkan menyelia ialah ciri khas tempat kerja yang

merupakan bagian fundamental dari pekerjaan itu sendiri.

Salah satu yang sulit dalam analisa kinerja organisasi adalah memilih

perangkat ukuran kinerja berdasarkan hasil yang seimbang untuk mengukur

kesuksesan dalam memenuhi tujuan dan sasaran organisasi, terutama yang

berhubungan dengan kinerja organisasi, dimana hal tersebut dirasakan oleh

para pelanggan secara keseluruhan.

Kesulitan pengukuran kinerja organisasi publik dikemukakan oleh

Dwiyanto (1995:127) yang menyatakan kesulitan dalam mengukur kinerja

organisasi pelayanan publik sebagian muncul karena tujuan dan misi

organisasi acap kali tidak hanya sangat kabur akan tetapi juga sifat multi

dimensional. Organisasi publik memiliki stakeholder privat. Karena

stakeholder dari organisasi publik seringkali memiliki kepentingan yang

bersinggungan satu sama lain, yang mengakibatkan ukuran kinerja organisasi

publik dimata para stakeholder juga menjadi berbeda-beda.

Livine, dkk (1990) masih dalam Dwiyanto ( 1995;13) mengemukakan 3

konsep yang dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja

organisasi publik, yakni responsivitas (responsiveness), responsibilitas

(responsibility) dan akuntabilitas (accountabilitay). Responsivitas mengacu

kepada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan yang diberikan

oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang

diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik maka kinerja organisasi


32

tersebut dinilai semakin baik. Sementara responsibilitas menjelaskan

sejauhmana pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilaksanakan sesuai

dengan prinsip-prinsip baik yang implisit atau eksplisit. Semakin kegiatan

organisasi publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi,

peraturan dan kebijakan organisasi maka kinerja dinilai semakin baik.

Sedangkan akuntabilitas mengacu kepada seberapa besar pejabat publik dan

kegiatan organisasi publik tunduk kepada pejabat politik yang dipilih oleh

rakyat, oleh karena itu kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan

tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini

karyawan bisa belajar seberapa besar kinerja yang mereka lakukan secara

informal, seperti komentator yang baik dari mitra kerja.

Namun demikian, penilaian kinerja mengacu pada suatu sistim formal

dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang

berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat kehadiran

( Schuler, 1996). Fokus penilaian kinerja adalah untuk mengetahui seberapa

produktif seorang karyawan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif

pada masa yang akan datang.

Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai serta merujuk pada

tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta

stolovic dan Keeps (1992:4). Kinerja merujuk kepada suatu pencapaian

karyawan atas tugas yang diberikan Cascio (1992:267). Kinerja merupakan


33

suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau

pekerjaan seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kesediaan

tertentu, kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk

mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan

dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey dan Blanchard

1993 :406).

Kinerja adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan atau

ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O);

yaitu kinerja = f (AxMxO); (Robbins, 1993). Artinya kinerja merupakan fungsi

dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Dengan kata lain, kinerja

ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan.

Kesempatan kinerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi sebagian

merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan pengendali karyawan itu.

Bila sampai pada penilaian mengapa seorang karyawan tidak

menghasilkan kinerja pada suatu tingkat yang seharusnya dia mampu, maka

perlu diperiksa lingkungan kerjanya untuk melihat apakah mendukung atau

tidak terhadap pelaksanaan pekerjaannya. Jadi kinerja yang optimal selain

didorong oleh kuatnya motivasi seseorang dan tingkat kemampuan yang

memadai, juga didukung oleh lingkungan yang kondusif. Sebuah studi tentang

kinerja menunjukkan beberapa karakteristik karyawan yang mempunyai

kinerja tinggi, yaitu : (1) Berorientasi pada prestasi. Karyawan yang kinerjanya

tinggi memiliki keinginan yang kuat membangun sebuah mimpi tentang apa
34

yang mereka inginkan untuk dirinya, (2) Percaya diri, Karyawan yang

kinerjanya tinggi memiliki sikap mental positif yang mengarahkan untuk

bertindak dengan tingkat percaya diri yang tinggi, (3) Pengendalian diri.

Karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai rasa disiplin diri sangat tinggi,

(4) Kompetensi. Karyawan yang kinerjanya tinggi telah mengembangkan

kemampuan spesifik atau kompetensi berprestasi dalam daerah pilihan

mereka, (5) Presisten. Karyawan yang kinerjanya tinggi mempunyai piranti

pekerjaan didukung oleh suasana psikologis, dan bekerja keras terus

menerus untuk mencapai tujuan. (Mink,1993:51-52).

Kinerja merupakan salah satu alat ukur bagi pencapaian tujuan

organisasi. Kinerja dapat dipandang sebagai ‘ thing done’ Joko Widodo

(2002 :206) dalam satuan organisasi, ia mengutip Prawisosentono (1999:2)

mengemukakan, bahwa kinerja hakekatnya suatu hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka

mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai

dengan moral dan etika. Sementara itu, Lembaga Administrasi Negara

(2000:3) menegaskan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program/kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi. Keduanya menganggap,

bahwa kinerja merupakan parameter bagi pengukuran akuntabilitas bagi

individu sesuai dengan kewenangan yang diberikan. Baik keberhasilan atau


35

kegagalan pelaksanaan tugas individu dalam suatu organisasi ditentukan oleh

kinerja yang dicapainya selama kurun waktu tertentu.

Menurut Johnson dan Lewin (1991: 188), pengukuran kinerja dapat

dipahami dari dua model normative, yaitu political performance dan services

delivery. Political performance merujuk pada pilihan kolektif dan keadilan yang

dapat digunakan untuk membuat desain pilihan institusi politik. Sedangkan

model kedua merujuk pada upaya untuk memperbaiki tingkat efektivitas dan

efisiensi. Bagi pejabat fungsional guru yang berada dalam satuan lembaga

pelayanan publik, maka model kedua sangat relevan sebagai struktur mediasi

untuk mengukur kinerjanya. Pengukuran kinerja dalam suatu jabatan

fungsional sama pentingnya dengan pengukuran kinerja organisasi secara

keseluruhan.

Menurut Vincent Caspersz (2002:68) menegaskan, bahwa kinerja

memainkan peran bagi peningkatan suatu kemajuan atau perubahan ke arah

yang lebih baik yaitu terhadap pengukuran fakta-fakta yang akan

menghasilkan data dan kemudian apabila data itu dianalisis secara tepat akan

memberikan informasi yang akurat sehingga informasi itu akan berguna bagi

peningkatan pengetahuan para pimpinan dalam pengambilan keputusan.

Pengukuran kinerja haruslah memperhatikan unsure – unsure (a) biaya yang

dikeluarkan untuk pengukuran seyogyanya tidak lebih besar dari manfaat

yang diterima (b) dimulai dari permulaan program (c) terkait langsung dengan

tujuan strategis (d) sederhana serta memunculkan data yang mudah untuk
36

digunakan (e) dapat diulang secara terus menerus sepanjang waktu,

sehingga dapat diperbandingkan antara pengukuran pada satu titik waktu

dengan waktu lainnya (f) dilakukan pada system secara keseluruhan yang

menjadi lingkup program (g) digunakan untuk menetapkan target mengarah

pada peningkatan kinerja mendatang (h) ukuran kinerja harus dipahami

secara jelas oleh setiap individu yang terlibat (i) pelibatan setiap individu

dalam setiap pengukuran kinerja (j) pengukuran kinerja harus memenuhi

persyaratan reliabilitas dan validitas dan (k) pengukuran harus berfokus pada

tindakan korektif dan peningkatan, bukan sekedar pada pemantauan atau

pengendalian. Mempelajari berbagai teori dan uraian di atas ditemukan

bahwa kinerja memperlihatkan perilaku seseorang yang dapat diamati, yaitu :

(1) ia tidak diam tapi bertindak; melaksanakan suatu pekerjaan; (2) melakukan

dengan cara-cara tertentu; (3) mengarah pada hasil yang hendak dicapai

sehingga kinerja sesungguhnya bersifat faktual. Dengan demikian dapat

disimpulkan konsepsi kinerja yang pada hakikatnya merupakan suatu cara

atau perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai

hasil tertentu. Perbuatan tersebut mencakup penampilan, kecakapan melalui

proses atau prosedur tertentu yang berfokus pada tujuan yang hendak

dicapai, serta dengan terpenuhinya standar pelaksanaan dan kualitas yang

diharapkan.
37

4. Hubungan Motivasi dengan Kinerja

Memahami nilai dari motivasi guru yang bernilai dengan menggunakan

reward dan punishment banyak pimpinan organisasi publik yang gagal karena

terbentur dengan peraturan-peraturan yang ada. Motivasi merupakan akibat

dari interaksi individu dan situasi.

Tentunya individu-individu berbeda dalam dorongan motivasi dasarnya.

Motivasi didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu

intensitas, arah dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan.

Unsur intensitas menyangkut seberapa kerasnya seseorang berusaha. Unsur

ini merupakan unsur yang paling difokuskan, bila membicarakan tentang

motivasi. Akan tetapi, intensitas yang tinggi tidak akan membawa hasil yang

diinginkan kecuali kalau upaya itu diarahkan ke suatu tujuan yang

menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan kualitas

dari upaya itu maupun intensitasnya. Upaya yang diarahkan menuju konsisten

dengan tujuan-tujuan organisasi adalah upaya yang seharusnya diusahakan.

Akhirnya, motivasi memiliki dimensi ketekunan. Ini merupakan ukuran tentang

berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu

yang termotivasi tetap bertahan pada pekerjaan cukup lama untuk mencapai

tujuan mereka. Menurut teori motivasi yang paling dikenal baik adalah Teori

Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow, dengan hipotesanya bahwa di

dalam diri semua manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu :


38

1. Kebutuhan Fisiologis, antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian

dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lain;

2. Kebutuhan Keamanan, antara lain : keselamatan dan perlindungan

terhadap kerugian fisik dan emosional;

3. Kebutuhan Sosial, antara lain mencakup kasih sayang, rasa dimiliki,

diterima baik, dan persahabatan;

4. Kebutuhan Penghargaan, antara lain : mencakup faktor rasa hormat

internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor hormat

eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian;

5. Kebutuhan Aktualisasi diri merupakan dorongan untuk menjadi apa yang

ia mampu menjadi, mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya dan

pemenuhan diri

Begitu tiap kebutuhan ini cukup banyak dipuaskan, kebutuhan

berikutnya menjadi dominan. Dimana individu bergerak naik mengikuti anak-

anak tangga hierarki. Dari titik pandang motivasi, teori ini mengatakan bahwa

meskipun tidak ada kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, namun

suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak (substansial) tidak lagi

termotivasi. Maksudnya, sebelum memotivasi perlu memahami sedang

berada pada anak tangga manakah organ itu, dan menfokuskan pada

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang tetap atau kebutuhan di atas

tingkatannya.
39

Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai tingkat tinggi dan

tingkat rendah. Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan

digambarkan sebagai kebutuhan tingkat rendah, sedangkan kebutuhan sosial,

kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat

tinggi. Perbedaan antara kedua tingkat itu berdasarkan alasan bahwa

kebutuhan tingkat tinggi dipenuhi secara internal (dalam diri orang),

sedangkan kebutuhan tingkat rendah terutama dipenuhi secara eksternal

(dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja). Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa dari klasifikasi Maslow adalah dalam masa-masa

kecukupan ekonomi, hampir semua pekerja yang dipekerjakan secara

permanen telah dipenuhi sebagian besar kebutuhan tingkat rendahnya.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Edi Sofiantho (2003). Dengan judul “Pengaruh Motivasi dan Prestasi

Kerja Individu Terhadap Kepuasan Karyawan pada Kantor Daerah Pelayanan

Telekomunikasi Makassar”. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa

1) motivasi dan prestasi kerja individu berpengaruh secara signifikan terhadap

kepuasan kerja karyawan pada Kantor Daerah Pelayanan Telekomunikasi

Makassar, dimana variabel motivasi mempunyai pengaruh yang lebih besar

dibandingkan variabel prestasi kerja individu, dan 2) Variabel motivasi sangat

dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada Kantor Daerah

Telekomunikasi Makassar.
40

Nur Hidayah (2004). Dengan judul “Pengaruh kemampuan dan

motivasi paramedis terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit

umum daerah Kabupaten Bulukumba”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

1) terdapat pengaruh kemampuan dan motivasi paramedis secara bersama-

sama terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit umum daerah

Kabupaten Bulukumba, dan 2) Motivasi merupakan faktor dominan

berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit umum

daerah kabupaten Bulukumba.

Edy Sudiro (2004). Dengan judul “Analisis pengaruh faktor motivasi

dan kemampuan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Hutama Karya di Kota

Makassar”. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut :1) Dari hasil

penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda, diketahui bahwa

variabel “Motif”, “Harapan”, dan “Insentif” yang merupakan indikator “Motivasi”

berpengaruh terhadap “Kinerja Pegawai”, dan 2) Faktor kemampuan pegawai

berupa tingkat pendidikan, jenis pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja pegawai PT. Hutama Karya Cabang

Makassar, dan 3) Berdasarkan hasil penelitian melalui kuesioner mengenai

kinerja pegawai dengan tiga indikator, yaitu kuantitas pekerjaan, kualitas

pekerjaan dan ketetapan waktu diperoleh gambaran bahwa karyawan PT.

Hutama Karya Cabang Makassar dengan kinerja yang sangat tinggi sudah

mencapai 21,95% dan kategori tinggi sebanyak 41,46 %. Sedangkan dengan

kategori sedang dan rendah masing-masing 26,92 % dan 10,41 %.


41

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual

Motivasi diartikan Mangkunegara (2000:93) bahwa : Motivation as an

energizing condition of the organism that serves to direct that organism toward

the goal of a certain class” artinya motivasi adalah suatu kondisi yang

menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Maslow (1970:35)

mengartikan motivasi adalah dorongan berbagai kebutuhan hidup manusia

dari mulai fisik, rasa aman, sosial, penghargaan, aktualisasi diri. Dari

pendapat di atas dapat dikatakan bahwa motivasi dapat pula dikatakan

sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam diri (drive arousal).

Selanjutnya untuk meningkatkan gairah kerja karyawan dapat dilakukan

melalui peningkatan kemampuan yang memadai sesuai standar kinerja.

Sedangkan teori motivasi yang digunakan dalam penelitian adalah teori

motivasi dari Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory (Teori motivasi

prestasi Mc. Clelland’s) meliputi motif, harapan dan insentif (Hasibuan, 2001).

Kinerja yang baik yang menimbulkan kesan yang baik berupa

kepuasan pelanggan untuk memperoleh pelayanan yang prima dapat

diupayakan oleh pimpinan dengan pemenuhan kebutuhan karyawan yang

baik secara fisik maupun non fisik. Karena pada dasarnya kinerja karyawan

dipengaruhi oleh motivasi kerja untuk menghasilkan pelayanan yang prima.

41
42

Selanjutnya untuk memudahkan pemahaman dari gambaran di atas,

maka ditunjukkan model kajian yang digunakan dalam penelitian ini dengan

kerangka proses berpikir penelitian, yaitu :

MOTIVASI GURU
SMAN 1 WONOMULYO

Motif (X1)
Kebutuhan ekonomis
Kesempatan
Keamanan

KINERJA (Y)
Harapan (X2) (Kualitas, kuantitas
Kondisi Kerja dan Sikap)
Pemahaman
Jaminan

Insentif (X3)
Gaji
Tunjangan
Promosi

Gambar 2.

Kerangka Konseptual Penelitian

B. Hipotesis

Dengan melihat kerangka pemikiran di atas, maka penulis mengajukan

hipotesis sebagai berikut :


43

1. Motivasi kerja guru yang meliputi motif, harapan dan insentif berpengaruh

signifikan terhadap kinerja guru SMAN 1 Wonomulyo di Kabupaten

Polewali Mandar.

2. Faktor insentif yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja guru

SMAN 1 Wonomulyo di Kabupaten Polewali Mandar.


44

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Madrasah Tsanawiyah Hikmat Tuttula di

Kabupaten Polewali Mandar dengan waktu penelitian selama dua (2) bulan

yaitu pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2015

Bertolak dari permasalahan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai,

penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan metode survei dengan

teknik analisis korelasional untuk mengetahui pengaruh antara variabel terikat

dan variabel bebas. Oleh karena itu variabel bebas dan variabel terikat dalam

penelitian ini tidak direkayasa, dengan kata lain penelitian ini berupa hasil

pengisian instrument di lapangan.

B. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas variabel

dependent atau terikat (Y), yaitu kinerja dan variabel independent atau bebas

(X), yang terdiri atas faktor motivasi yang meliputi motif (X 1), harapan (X2), dan

insentif (X3) guru.

44
45

2. Skala Pengukuran Variabel

Alat ukur penelitian ini berbentuk angket, dengan tingkat pengukuran

ordinal. Kategori jawaban terdiri atas lima (5) tingkatan dengan menggunakan

skala likert. Untuk analisis secara kuantitatif, maka alternatif jawaban tersebut

diberi skor dari nilai 1 sampai 5, dimana ada lima alternatif jawaban untuk

variabel motivasi kerja dan kinerja yaitu :

5 = selalu atau sangat tinggi

4 = sering atau tinggi

3 = kadang-kadang atau cukup tinggi

2 = jarang atau rendah

1 = tidak pernah atau rendah sekali

C. Populasi dan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Populasi dalam data penelitian adalah seluruh guru Madrasah

Tsanawiyah Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar yang berjumlah 58

orang dan cara penarikan sample dengan mengambil keseluruhan populasi

atau dengan kata lain (n = N).Teknik pengambilan data melalui kuesioner atau

daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari

berbagai publikasi resmi seperti catatan-catatan dan laporan tahunan

perusahaan. Jadi, populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada

suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kaitan

dengan masalah yang diteliti. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah
46

seluruh guru Madrasah Tsanawiyah Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali

Mandar sebanyak 58 orang.

Arikunto (1998:107) mengemukakan bahwa untuk sekedar ancer-ancer

maka apabila subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua,

sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.

Memperhatikan pernyataan di atas, menurut Surakhmad (1994:100)

menyarankan apabila ukuran populasi sebanyak kurang atau sama dengan

100, pengambilan sample sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi.

Apabila ukuran populasi sana dengan atau lebih dari 1000, ukuran sample

diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi. Dalam penelitian

ini jumlah populasi sebanyak 58 orang guru MA. Jadi jumlah sample

58 responden guru MA yang diambil dengan teknik sampling jenuh (sensus),

yaitu pengambilan sampel kepada seluruh guru Madrasah Tsanawiyah

Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar.

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini, meliputi dua jenis data

yaitu data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun yang

bersifat kuantitatif.

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini, diperoleh dengan mengadakan

wawancara langsung dan menyebarkan kuesioner kepada para guru

Madrasah Tsanawiyah Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar.


47

Dalam menyusun kuesioner, penulis menggunakan skala perbedaan

semantik, dimana teknik diferensiasi semantik dapat dimanfaatkan sebagai

salah satu sarana pengukuran psikologis dalam berbagai aspek, seperti

kepribadian, sikap, komunikasi, dan sebagainya (Aswar, 1997 : 168).

Selanjutnya untuk skala perbedaan semantik ini adalah skala interval,

dimana dalam skala interval dipakai rata-rata hitung sebagai ukuran sentral.

Sehingga untuk prosedur perhitungan menggunakan regresi linear berganda

dengan menggunakan SPSS.12

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang dikumpulkan

melalui studi pustaka dengan mempelajari literatur-literatur, jurnal, dan hasil

penelitian pihak lain yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya

manusia. Disamping itu juga penulis mengambil data dari berbagai peraturan-

peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Survei

Penelitian survei yaitu penelitian yang dilakukan untuk populasi besar

maupun kecil, tetapi data yang diambil adalah data sampel dari populasi

yang representatif.
48

2. Kuesioner

Daftar pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh data dalam penelitian di

mana kuesioner tersebut diajukan hal-hal yang relevan dan berkaitan

dengan tujuan penelitian. Kuesioner disebarkan untuk memperoleh data

pembobotan nilai motivasi guru terhadap kinerja guru Madrasah

Tsanawiyah Hikmat Tuttula di Kabupaten Polewali Mandar.

3. Wawancara

Wawancara dilaksanakan melalui percakapan dua arah atas inisiatif

pewawancara untuk memperoleh informasi dari responden. Wawancara

tersebut dilaksanakan pada Kepala Madrasah Tsanawiyah Hikmat Tuttula

di Kabupaten Polewali Mandar.

F. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Uji Validitas dan Reliabulitas

a. Uji Validitas

Uji validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan

suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain bahwa tes

atau instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat

tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai

dengan maksud dilakukannya pengukuran (Azwar, 1997 : 5). Dalam penelitian

ini penulis melakukan uji validitas internal yaitu sejauh mana perbedaan yang

didapatkan melalui alat pengukur mencerminkan perbedaan yang

sesungguhnya diantara responden yang diteliti. Untuk itu akan dilakukan


49

dengan analisis item dengan menggunakan metode korelasi Product Moment

Pearson yaitu mengkorelasikan skor jawaban yang diperoleh pada masing-

masing item dengan skor total dari keseluruhan item. Hasil korelasi tersebut

harus signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu. Koefisien korelasi yang

tinggi menunjukkan kesesuaian antara fungsi item dengan fungsi ukur secara

keseluruhan atau instrumen tersebut valid.

b. Uji Reliabilitas

Selain valid, maka instrumen penelitian juga harus reliabel (dapat

diandalkan). Instrumen tersebut mempunyai hasil yang konsisten, dengan

demikian maka instrumen ini dapat dipakai dengan aman karena dapat

bekerja dengan baik pada waktu yang berbeda dan kondisi yang berbeda pula

(Cooper dan Emory,1996 : 164). Dengan kata lain bahwa reliabilitas

menunjukkan sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil yang tidak

berbeda bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama.

Dalam penelitian ini akan dilakukan uji reliabilitas konsistensi internal dengan

menggunakan koefisien Alpha Cronbach (). Suatu instrumen dapat disebut

re-liable apabila lebih besar dari 0,60 (Nunnally dalam Zeithaml, Berry dan

Parasuraman 1996).
50

2. Analisis Regresi

Dalam penelitian, analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik

statistik analisis regresi berganda (multiple regression analysis), dengan

persamaan sebagai berikut :.

Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + ei

Dimana :

Y = Kinerja

X1 = Motif

X2 = Harapan

X3 = Insentif

0 = Intercept

1, 2, 3, n = Koefisien regresi

ei = Faktor Pengganggu (random error)

Untuk memudahkan dalam perhitungan analisis data, maka digunakan

alat Bantu komputer dengan program SPSS Vers. 15.00.

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel bebas

dengan variabel tidak bebas secara simultan, dapat dilihat hasil uji koefisien

korelasi multiple R sedangkan tingkat pengaruh dapat dilihat hasil uji koefisien

Determinasi R2. sedangkan signifikan tidaknya pengaruh tersebut dapat dilihat

dari hasil Uji – F serta tingkat probabilitas dengan tingkat kepercayaan 95%

atau alfa = 0,05. Jika Uji – F > F – table dan probabilitas < alfa 0,05 maka ada

pengaruh, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)
51

diterima, selanjutnya, jika Uji – F < F - table dan probabilitas . alfa 0,05 maka

tidak ada pengaruh maka hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha)

ditolak.

Di samping itu juga dapat dilakukan uji – t (uji – student) yaitu untuk

mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap

variabel tidak bebasnya dengan tingkat kepercayaan 95% atau alfa = 0,05.

Jika Uji – t > t – table dan probabilitas < 0,05 maka ada pengaruh sehingga

hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Selanjutnya

jika uji = t<t = tabel probabilitas > 0,05 maka tidak ada pengaruh. Sehingga

hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis (Ha) ditolak.

G. Definisi Operasional Variabel

Secara operasional variabel perlu didefinisikan yang bertujuan

menjelaskan makna variabel penelitian. Adapun operasionalisasi variabel

adalah sebagai berikut :

a. Motif (X1) adalah persepsi guru tentang perangsang keinginan (want) dan

daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai

tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dengan indikator :

1. Kebutuhan ekonomis

2. Rasa aman dalam bekerja

3. Kepuasan dalam melaksanakan pekerjaan

4. Mengembangkan diri untuk berkarier dan memperoleh kemajuan

5. Rasa ingin tahu pekerjaan


52

6. Menggunakan cara-cara baru

7. Melaksanakan suatu pekerjaan dengan rekan-rekan

b. Harapan (X2) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena

perilaku untuk tercapainya tujuan. Dengan indikator.

1. Adanya kebijakan kepala sekolah

2. Adil dalam segala bidang

3. Rasa aman dalam bekerja

4. Adanya penghargaan prestasi

c. Insentif (X3) yaitu memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan

hadiah (imbalan) kepada guru yang berprestasi diatas prestasi standar.

Dengan demikian semangat kerja bawahan akan meningkat karena

umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. Dengan

indikator.

1. Gaji yang sepadan

2. Jaminan kesehatan

3. Pemberian bonus

4. Jaminan hari tua

d. Kinerja guru (Y) yaitu suatu prestasi kerja/hasil kerja yang dicapai oleh

seorang guru dalam melaksanakan tugasnya, dilihat dari segi kualitas

maupun kuantitas serta ketepatan waktu dalam penyelesaian tugas yang

diberikan oleh atasan atau sesuai job description. Indikator meliputi :


53

1. Kualitas kerja

2. Kuantitas kerja

3. Ketepatan waktu
54

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Cetakan Ke-8, Rhineka Cipta. Yogyakarta.

Ernest J. Mc Cormick (1985). Industrial Psychology. Prentice-Hall, Inc. New


York.

Edi Sofiantho (2003). Pengaruh Motivasi dan Prestasi Kerja Individu Terhadap
Kepuasan Karyawan pada Kantor Daerah Pelayanan Telekomunikasi
Makassar. Tesis. Program Pascasarjana Unhas. Makassar. Tidak
Dipublikasikan.

Edy Sudiro (2004). Analisis Pengaruh Faktor Motivasi dan Kemampuan Kerja
terhadap Kinerja Karyawan PT. Hutama Karya di kota makassar. Tesis.
Program Pascasarjana Unhas. Makassar. Tidak Dipublikan.

Fitzsimmons, James A. And Mona J. Fitzsimmons (1994). Service


Management for Competitive Advantage. Mc Grow-Hill International
Edition. New York.

Gaspersz, Vincent (1997). Manajemen Kualitas, Penerapan Konsep-konsep


Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Gerson F. Richard. (1993). Mengukur Kepuasan Pelanggan. Hesti


Widyaningrum. PPM. Jakarta.

Hasibuan, Malayu SP. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi


Revisi, penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Hersey, Paul, Kenneth H Blancard, (1995), Manajemen Prilaku Organisasi;


Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Terjemahan, Edisi 4, Erlangga,
Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81


Tahun 1983 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum.

L. Gibson, Jemes. (1994). Organisasi dan Manajemen. Erlangga. Jakarta.

Lovelock, Christoper H. (1992). Managing Service: Marketing, Operations and


Human Resource. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.

54
55

Mangkunegara, A.A.Anwar Prabu. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. Rosdakarya. Bandung.

Mangkunegara, A.A.Anwar Prabu. (2005). Evaluasi Kinerja Sumber Daya


Manusia. Refika Aditama. Bandung.

Maslow,A.H. (1970). Motivation and Personality. Harper and Row. New York.

Moenir. (1995) Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bumi Aksara.


Jakarta.

Nazir. (1988). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nur Hidayah (2004). Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Paramedis


Terhadap Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Bulukumba. Tesis. Program Pascasarjana STIA YAPPANN
Jakarta. Tidak Dipublikasikan.

Irawan D. Handi (2002). 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media


Komputindo. Jakarta.

R. Terry, George. (1991). Prinsip-prinsip Manajemen. Bumi Aksara. Jakarta.

Siagian Sondang, P. (1992). Fungsi-fungsi Manajemen. Bumi Aksara. Jakarta.

Siagian Sondang, P. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Rhineka Cipta.


Jakarta.

Sugiono. (2003). Metode Penelitian Administrasi. Alfabetha. Bandung

Winardi, J. (2002). Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen, Rajawali


Press. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai