Disusun oleh :
M.Renaldi Rahmat
Pepi Lestari
Mahin Usman
Miftah
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Etika dan Profesi Keguruan
berupa pembuatan makalah yang berjudul “Peran KUA Terhadap Minimalisasi
Perceraian’ Tidak lupa sholawat serta salam kami curah limpahkan kepada beginda kita
yakni Habibana Wanabiyana Muhammad SAW, kepada seluruh keluarganya, para
sahabatnya, para tabi’in tabi’atnya, serta insyaa allah sampai kepada kita selaku umatnya
hingga akhir zaman.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin dan sebaik-baiknya serta
mendapat bantuan dari berbagai pihak dan referensi dari berbagai sumber. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu yang telah memotivasi kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, serta tidak lupa juga terima kasih kepada
semua pihak lain yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, sehingga setiap
kendala dalam pembuatan makalah ini dapat dengan mudah dan lebih cepat diselesaikan.
Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah ilmu bagi
pembacanya. Kami selaku penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca demi
penyusunan yang lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................1
B. PEMBAHASAN...........................................................................................................3
C. SIMPULAN..................................................................................................................5
ii
A. LATAR BELAKANG
Perkawinan tidak hanya menyangkut masalah pribadi dari para pihak yang
menjalankan perkawinan, melainkan juga menyangkut masalah keluarga, kerabat
bahkan masyarakat. Pada dasarnya tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal, untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi,
agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya serta membantu dan
mencapai kesejahteraan baik secara spiritual maupun materiil (Penjelasan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Namun mewujudkan sebuah
rumah tangga/keluarga yang harmonis bukan persoalan yang mudah, berbagai
perselisihan dan masalah yang timbul antara suami dan istri dapat memicu
pertengkaran hingga berujung proses perceraian dan anak-anak merupakan pihak yang
akan merasakan akibatnya. Pada hakikatnya putusnya perkawinan adalah istilah hukum
yang digunakan dalam UU Perkawinan untuk menjelaskan perceraian atau berakhirnya
hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang telah hidup
sebagai suami istri (Amir Syarifuddin, 2009). Berdasarkan ketantuan Pasal 38 UU
Perkawinan, bahwa Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian;
b. Perceraian dan
c. Atas keputusan Pengadilan.
Sedangkan ketentuan Pasal 39 ayat
(1) UU Perkawinan menerangkan bahwa Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Sebuah ironi melihat angka perceraian yang cukup
tinggi. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 39 UU Perkawinan Jo. pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 tentang Perkawinan. Pada prinsipnya perceraian merupakan lepasnya ikatan
perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri, yang
dilakukan di depan sidang Pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri untuk non muslim dan
Pengadilan Agama untuk yang beragama Islam. Dalam Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Perkawinan menyebutkan alasan perceraian
di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang
membahayakan pihak lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam mengurangi angka perceraian tentu membutuhkan peran serta dari para pihak
terutama dari Kantor Urusan Agama yang memiliki tugas pencatatan perkawinan
sekaligus pelestarian dan pembinaan perkawinan.
Rumusan Masalah
1
Bagaimanakah peran Kantor Urusan Agama dalam mengurangi tingginya angka
perceraian?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peran Kantor Urusan Agama dalam mengurangi tingginya angka
perceraian.
2
B . PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang telah didapatkan dari Seksi BIMAS Islam Kantor
Kementerian Agama dan Kantor Urusan Agama Kecamatan telah memiliki beberapa
program bimbingan yang dilaksanakan dalam memberikan pemahaman berumah
tangga supaya tidak mudah untuk memutuskan hubungan rumah tangga dengan sebuah
perceraian. Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan kepada individu atau
kelompok supaya dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, sehingga
selalu berjalan dengan baik dan tidak kehilangan arah. Peranan Kementerian Agama
dan KUA dalam mengurangi angka perceraian adalah sebagai berikut :
3
mawaddah dan rahmah.
4. Mengantisipasi permasalahan yang kurang baik seperti gagalnya membentuk
keluarga bahagia dan sejahtera.
5. Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik tentang essestensi
pernikahan untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera, memberikan
solusi alternatif dari kondisi yang rapuh dan rentannya rumah tangga yang
berujung perceraian.
6. Merencanakan keluarga yang baik dan berkualitas
4
C. SIMPULAN
Bahwa peran dari Kementerian Agama Kabupaten dan Kantor Urusan
Agama (KUA) dalam upaya mengurangi angka perceraian sudah dioptimalkan
dengan beberapa kebijakan di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Program Bimbingan Perkawinan (BINWIN);
b. Program Penasehatan Pra-Nikah Non Calon Pengantin (Non Catin);
c. Penasehatan Pra-Nikah bagi Calon Pengantin (Pemeriksaan
Perkawinan/Rapak);
d. Penyuluhan Keluarga Sakinah.
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Marzuki Peter. (2009). Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana Prenada Media
Group
Syarifuddin Amir. (2009). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia “Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan”. Jakarta. Kencana
Ashshofa Burhan. (2010). Metode Penelitian Hukum. Jakarta. Rieneka Cipta
Syaifuddin Muhammad dkk. (2013). Hukum Percerian. Jakarta. Sinar Grafika
Fajar Mukti, Achmad Yulianto. (2017). Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Yogyakarta. Pustaka Pelajar