Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LAPORAN DAN ANALISA HASIL KUNJUNGAN


PENGADILAN AGAMA BANDUNG PADA
KASUS CERAI GUGAT DENGAN NO PERKARA 5349/Pdt.G/2022/PA.Badg
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Peradilan Agama

Dosen Pengampu:
Atang Hidayat, S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Vianka Meisya Azzahra
41151010200002
A1/5

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu terucap kepada Allah SWT yang sampai saat ini telah memberikan
nikmat sehat, sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini tanpa terkendala masalah
yang berarti. Sebagai mahasiswa, saya menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, saya secara pribadi memohon maaf atas kesalahan yang mungkin
ada pada isi makalah. Saya harap isi makalah yang berjudul “LAPORAN DAN ANALISA
HASIL KUNJUNGAN PENGADILAN AGAMA BANDUNG PADA KASUS CERAI GUGAT
DENGAN NO PERKARA 5349/Pdt.G/2022/PA.Badg” ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Mohon untuk memaklumi jika terdapat penjelasan yang sulit untuk dimengerti. Untuk itu saya
mengharapkan kritik maupun saran, sehingga saya bisa memperbaikinya dikemudian hari.
Terima kasih atas perhatian dan waktunya untuk segan membaca makalah yang saya buat.

Vianka Meisya Azzahra

Minggu, 15 Januari 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................................2
1.5 Metode Penelitian............................................................................................................................3
1.6 Lokasi Penelitian..............................................................................................................................3
BAB 2.........................................................................................................................................................4
LANDASAN TEORI.................................................................................................................................4
2.1 Peradilan Agama.............................................................................................................................4
2.2 Pengertian Peradilan Agama..........................................................................................................4
2.3 Sumber Hukum Acara Peradilan Agama......................................................................................6
2.4 Pengertian Perceraian.....................................................................................................................7
2.5 Pengertian Cerai Gugat..................................................................................................................7
2.6 Dasar Hukum Perceraian...............................................................................................................7
2.7 Dasar Hukum Cerai Gugat.............................................................................................................8
2.8 Faktor-Faktor Terjadinya Perceraian...........................................................................................8
BAB 3.......................................................................................................................................................10
ISI.............................................................................................................................................................10
3.1 Analisa Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Bandung........................................................10
BAB 4.......................................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................................14
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................................14
4.2 Lampiran Foto...............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................16

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebuah keluarga yang menjalani kehidupan tidak selamanya
keadaan berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan, tetapi ada hal-hal lainnya
yang secara sengaja atau tidak sengaja menjadi penghambat dan akhirnya menjadi masalah
ditengah jalannya keharmonisan dan kedamaian keluarga tersebut. Walaupun begitu dalam
kenyataannya sering terjadi putusnya hubungan suami istri tersebut. Permasalahan-permasalahan
kecil yang terakumulasi karena tidak adanya penyelesaian yang baik akhirnya dapat menjadi
masalah dan hambatan besar. Apabila segala jalan dan upaya sudah ditempuh untuk
menyingkirkan hambatan-hambatan dan menyelesaikan segala permasalahan tersebut tetapi
ternyata tidak berhasil, maka jalan terbaik yang ditempuh adalah perceraian. Perceraian dianggap
sebagai jalan instan untuk membereskan segala hambatan dan permasalahan yang terjadi dalam
rumah tangga, perceraian bukan lagi dianggap sebuah hal yang tabu untuk dijalani. Perceraian
adalah hal yang lumrah dan biasa dan memasyarakat. Pasangan suami istri terkadang kurang
bahkan tidak memikirkan dan memperhitungkan segala akibat dan konsekwensi yang terjadi
saat mereka memutuskan melakukan perceraian.‘Yang penting bercerai dulu, urusan lainnya
dipikirkan belakangan sambil jalan’, kata-kata itu mungkin yang ada dalam pikiran pasangan
yang hendak bercerai.Mereka menganggap segala permasalahan baru yang akan terjadi pasca
perceraian akan dapat diselesaikan, padahal kenyataan yang ada tidak sesederhana itu. Perceraian
bukan saja akan merugikan beberapa pihak namun perceraian juga sudah jelas dilarang oleh
agama, tetapi pada kenyataannya perceraian dikalangan masyarakat terus saja terjadi.
Perkawinan dapat putus karena : Kematian, Perceraian, Keputusan Pengadilan. Sehingga
dalam perkembangannya diperlukan penanganan yang khusus tentang perceraian yang hanya
dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak Banyaknya kasus perceraian yang melanda
pasangan suami istri saat ini merupakan suatu pelajaran bagi kita untuk lebih seleksi dan
instrospeksi diri dalam memilih pasangan untuk membentuk dan menjalin rumah tangga yang
bahagia. 1 Pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus tentang perceraian adalah bagi
mereka yang beragama Islam di Pengadilan Agama dan bagi agama selain Islam di Pengadilan
Negeri. Untuk dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan harus disertai alasan-alasan
yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Adapun hal-hal yang dapat dipakai untuk
mengajukan gugatan perceraian diatur dalam Pasal 39 ayat 2 beserta penjelasannya dan
dipertegas lagi di dalam Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, jo. Pasal 134
Kompilasi Hukum Islam sebagai landasan hukum.

1
Saifullah, M. (2014). Integrasi Mediasi Kasus Perceraian dalam Beracara di Pengadilan Agama. Al-Ahkam, 24(2), 243-262.

iv
Penyebab perceraian bisa bermacam-macam, yaitu antara lain gagal berkomunikasi
sehingga menimbulkan pertengkaran, ketidaksetiaan, kekerasan dalam rumah tangga, masalah
ekonomi, pernikahan usia dini, perubahan budaya, dan lain sebagainya. Setelah perceraian ada
penyesuain-penyesuain yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak ( mantan suami dan mantan
istri ) terhadap kehidupan mereka yang baru. Terutama masalah finansial , apalagi perkawinan
dari mereka telah dilahirkan seorang anak. Banyak konsekwensi negatif yang terjadi sebagai
akibat dari adanya perceraian, salah satu korbannya adalah menimpa pada si anak, sebagai buah
dari hasil perkawinan pasangan yang bercerai tersebut. Secara psikis, perceraian akan sangat
mempengaruhi pada perkembangan si anak, baik itu ketika masih anak-anak atau ketika si anak
itu bertumbuh remaja hingga dewasa. Selain masalah tentang anak, masalah-masalah lain yang
tidak kalah beratnya juga pasti timbul sebagai akibat dari perceraian, masalah gangguan emosi
dari pasangan yang bercerai, masalah keuangan, masalah pengasuh anak, dan masalah-masalah
lainnya, yang pasti perceraian akan menimbulkan permasalahan yang berat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apasajakah faktor-faktor dari terjadinya sebuah perceraian?


2. Bagaimana hasil Analisa kasus perceraian di Pengadilan Agama Bandung dengan no
perkara 5349/Pdt.G/2022/PA.Badg?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui serta memahami faktor apa saja yang menyebabkan sebuah perceraian
2. Untuk mengetahui serta memahami hasil analisis dari kasus perceraian di Pengadilan
Agama Bandung dengan no perkara 5349/Pdt.G/2022/PA.Badg

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini di harapkan dapat memberi manfaat bagi:
a. Pribadi/ individu (peneliti):
1. Untuk menambah pengetahuan, pengalaman, dan/ pedoman dalam berumah
tangga.
2. Dengan adanya riset ini, maka jika terjadi masalah dalam berumah tangga kita
dapat menyelesaikannya sendiri.

b. Masyarakat:
1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa perkawinan bukanlah sesuatu
hal yang dapat dipermainkan tetapi sesuatu yang sakral dalam kehidupan
manusia.

v
2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang makna dan tujuan dari
perkawinan sehingga dengan memahami hal itu, maka perceraian akan berkurang.

c. Ilmu Pengetahuan:
Menambah wawasan mengenai ilmu hukum peradilan agama, khususnya
mengenai sebuah perceraian.

1.5 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif sebagai
metode ilmiah sering digunakan dan dilaksanakan oleh sekelompok peneliti dalam bidang ilmu social,
termasuk juga ilmu pendidikan. Sejumlah alasan juga dikemukakan yang intinya bahwa penelitian
kualitatif memperkaya hasil penelitian kuantitaif. Penelitian kualitatif dilaksanakan untuk membangun
pengetahuan melalui pemahaman dan penemuan. Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu proses
penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metode yang menyelidiki suatu fenomena social dan
masalah manusia. Pada penelitian ini peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata,
laporan terinci dan melakukan studi pada situasi yang alami.2

1.6 Lokasi Penelitian


Lokasi yaitu tempat diadakannya penelitian tersebut. Dalam hal ini
penulis melakukan penelitian di Daerah Wilayah Pengadilan Agama Bandung. Karena peneliti
bertempat tinggal di wilayah tersebut, sehingga mudah di jangkau.

2
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka
Setia, 2009) cet.1, h.88

vi
BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Peradilan Agama


Dalam Undang-undang diatur susunan, kekuasaan hukum acara, dab kedudukan hakim
serta segi-segi administrasi pada peradilan agama dan pengadilan tinggi agama. Kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh:
- Pengadilan Agama
- Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan agama berkedudukan di ibukota kabupaten, kota dan daerah hukumnya
meliputi wilayah provinsi, peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama islam sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat Banding yang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara yang diputus oleh pengadilan agama dan
merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakir mengedai sengketa kewenangan mengadili
antar pengadilan agama di daerah hukumnya.

2.2 Pengertian Peradilan Agama


Bagi umat Islam keberadaan lembaga peradilan merupakan conditio sine quanon, yakni
sesuatu yang mutlak adanya. Ia ada berbanding lurus dengan adanya Islam dan pemeluknya.
Sehingga dimanapun ada Islam dan pemeluknya Maka disitu pasti ada lembaga peradilan.
Karena ia berfungsi sebagai lembaga yang akan menyelesaikan sengketa.3
Peradilan Agama adalah salah satu dari Peradilan Negara Indonesia yang sah, yang
bersifat Peradilan Khusus, yang berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu, bagi
orang-orang islam di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa Peradilan Agama adalah
Peradilan Perdata dan Peradilan islam di Indonesia jadi ia harus mengindahkan peraturan
perundangundangan negara dan syariat islam sekaligus. Oleh karena itu, rumusan Acara
Peradilan Agama diusulkan sebagai berikut:
“Segala peraturan baik yang bersumber dari peraturan perundang-undangan negara maupun dari
syariat islam yang mengatur bagaimana cara bertindak ke muka Pengadilan Agama tersebut
menyelesaikan perkaranya, untuk mewujudkan hukum material islam yang menjadi kekuasaan
peradilan Agama4.”
Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di pengadilan yang
berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara dengan menerapkan
3
Jaenal Aripin, Jejak Langkah Peradilan Agama Di Indonesia. (Jakarta, PT. Kharisma Putra Utama) 2013. Hlm 1.
4
Ibid, Hlm 10.

vii
hukum dan atau menemukan hukun ‘’In cancerto’’ (hakim menerapkan peraturan hukum kepada
halhal yang nyata yang dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk
mempertahaknakn dan menjamin ditaatinya hukum materil, dengan menggunakan cara
prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
Kata pengadilan dan peradilan memiliki kata dasar yang sama yakni ‘’’adil’’ yang
memiliki pengertian:
- Proses mengadili
- Upaya untuk mencari keadilan
- Penyelesaian sengketa hukum
- Berdasar hukum yang berlaku
Peradilan agama berwenang memeriksa berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan
menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai ketentuan peraturan
Perundang-undangan. Kewenangan pengadilan agama sebagaimana diatur dalam UU No 3 tahun
2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang peradiilan agama yaitu :
- Perkawinan
- Waris
- Wasiat
- Hibah
- Zakat
- Infaq
- Shodaqoh
- Ekonomi Syariah
Undang-undang aturan Hukum Acara Peradilan Agama disebutkan pada bab IV undang-
undang Peradilan Agama. Diantaranya bahwa Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama
Adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang Peradilan Agama.5

5
H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, rajawali pers, Hlm 273.

viii
2.3 Sumber Hukum Acara Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah Peradilan Islam di Indonesia, yang wewenangnya memeriksa
memutuskan dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama islam dibidang:
1. Perkawinan
2. Kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum islam
3. Wakaf dan shadaqah
Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, Peradilan Agama mempergunakan Acara yang
terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan, bahkan juga Acara dalam hukum tidak
tertulis(Maksudnya hukum formal islam yang belum diwujudkan dalam bentuk peraturan
perundangundangan negara Indonesia). Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7
tahun 1989, maka Hukum Acara Peradilan Agama sudah kongkrit, yaitu: “Hukum Acara yang
berlaku di Pengadilan Agama Adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-
undang Peradilan Agama”.
Menurut pasal di atas, Hukum Acara Peradilan Agama sekarang besumber (garis
besarnya) kepada dua aturan, yaitu:
1. Yang terdapat dalam UU Nomor 7 tahun 1989.
2. Yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum.
3. Peraturan perundang-undangan menjadi inti Hukum Acara Perdata Peradilan Umum,
antara lain:
a) HIR (Het Herziene Inlandsche Reglement) atau disebut juga RIB (Reglement
Indonesia yang di Baharui)
b) Rgb (Rechts Reglement Buitengewesten) atau disebut juga Reglement untuk
daerah Seberang, maksudnya untuk luar Jawa-Madura
c) Rsv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda
dahulu berlaku untuk Raad van Justitie.
d) BW (Burgerlijke Wetboek) atau disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Eropa
e) Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989, tentang peradilan umum
Peraturan perundang-undangan tentang Acara Perdata yang sama-sama berlaku bagi
lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama, adalah:
a. UU Nomor 48 tahun 2009, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
b. UU Nomor 14 tahun 1985, tentang Mahkamah Agung
c. UU Nomor 1 tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975, tentang perkawinan dan
pelaksanaannya.
Jika demikian halnya, maka Peradilan Agama dalam Hukum Acara minimal harus
memperhatikan UU Nomor 7 tahun 1989, ditambah dengan 8 macam peraturan perundang-
undangan yang telah disebutkan. Selain itu, Peradilan Agama masih harus memperhatikan
hukum proses menurut Islam. Kesemuanya inilah yang dinamakan sumber Hukum Acara
Peradilan Agama.6

6
H. Roihan A. Rasyid, Op. Cit., Hlm 20-21.

ix
2.4 Pengertian Perceraian
Perceraian merupakan putusnya ikatan dalam hubungan suami istri berarti putusnya
hukum perkawinan sehingga keduanya tidak lagi berkedudukan sebagai suami istri dan tidak lagi
menjalani kehidupan bersama dalam suatu rumah tangga.
Cerai dalam kamus besar bahasa indonesia adalah pisah, putus hubungan sebagai suami
istri atau lepasnya ikatan perkawinan. Inilah pemahaman umum terkait dengan istilah cerai.
Perceraian bukanlah kesepakatan oleh karena itu, perceraian perkawinan tidak boleh
didasarkan pada adanya kesepakatan untuk bercerai. Perceraian merupakan pintu darurat atau
alternatif terakhir yang bisa dipilih untuk menyelesaikan persengketaan dalam perkawinan.
(Dr.Djoko, 2016):
Perceraian boleh dilakukan dengan satu alasan hukum saja di antara beberapa alasan
hukum yang di tentukan dalam pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975. Jadi, secara yuridis, alasan-alasan hukum perceraian
tersebut bersifat alternatif, dalam arti suami istri dapat mengajukan tuntutan perceraian cukup
dengan salah satu alasan hukum saja. Selain itu, enumeratif, dalam arti penafsiran, penjabaran
dan penerapan hukum secara lebih kongkret tentang masing-masing alasan hukum perceraian
merupakan wewenang hakim di pengadilan.7

2.5 Pengertian Cerai Gugat


Cerai gugat adalah tuntutan hak ke pengadilan (bisa dalam bentuk tulisan atau lisan) yang
di ajukan oleh seorang istri untuk bercerai dari suaminya. Penggugat adalah istri yang
mengajukan perceraian, dan Tergugat adalah suami.
Gugatan diajukan oleh pengugat pada ketua pengadilan agama yang berwenang, yang
memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung sengketa dan merupakan suatu landasan
pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.

2.6 Dasar Hukum Perceraian


Dasar hukum perceraian dapat ditemui dalam al-Qur’an banyak ayat yang berbicara
tentang masalah perceraian. Diantaranya ayat-ayat yang menjadi landasan hukum perceraian
adalah firman Allah SWT:
‫ن َقَها َفإَّ لَ ح َۡب ع دِ م ن ل لَ تَ ل ف َط َقَها َي َ تََ ََ اَ ج ن ن ََإفَ ۡغ يََ هً جاَ ۡز و نِ كَ ح تَّ تَّ لَ ل َط جَناَ ح َف ِ َهماِ نَ عا أ‬
‫ عَۡل ي ا إَ ما أن َظَّن َّ ل ح دوَ د ي ِقيَ ك ٱلۡ َّ ل ح دو دَ وِتل ن َها يَ ب ٱلِ ِل َ ق ي موَ نۡ علَ يۡ وم‬٢٣٠َ
Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu
tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri)
7
Syaifuddin, 2014

x
untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum Allah. Itulah
hukumhukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (QS. AlBaqarah
ayat 230).

2.7 Dasar Hukum Cerai Gugat


Dalam konteks hukum islam (yang terdapat dalam KHI), istilah cerai gugat berbeda
dengan yang terdapat dalam UUP maupun PP 9/175. Jika dalam UUP dan PP 9/1975 dikatakan
bahwa gugatan cerai dapat diajukan oelah suami atau istri, mengenai gugatan cerai menurut KHI
adalah gugatan yang diajukan oleh istri yang terdapat dalam pasal 132 ayat (1) KHI yang
berbunyi:
“gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya pada pengadilan agama, yang didaerah
hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali istri meninggalkan tempat kediaman
suami tanpa izin suami.”
Gugatan perceraian dapat diterima oleh tergugat pernyataan atau tidak sikap mau lagi
kembali kerumah kediaman bersama (Pasal 132 ayat [2] KHI)
Dasar Hukum:
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 TENTANG Perkawinan
2. Peraturan pemerintah No.9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan
3. Intruksi presiden No.1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Komplikasi Hukum Islam.

2.8 Faktor-Faktor Terjadinya Perceraian


Banyak sekali alasan orang bercerai, kebanyakan alasan yang ada bersifat subyektif,tetapi
ada alasan lain bagi pasangan suami istri dalam mengambil keputusan untuk bercerai antara
lain8:
1. Pendidikan
Di Amerika Serikat, penelitian menunjukkan bahwa angka perceraian di kalangan
mereka yang berpendidikan rendah, sebesar 55% dari angka perkawinan bercerai(1984,
Glick P.C. :Marriage, Divorce and Living Arrangements”. Journal of FamilyIssues). Di
Indonesia angka perceraian di kalangan masyarakat kurang berpendidikan banyak
ditemukan didesa-desa, dan variabelnya dengan pernikahan dini dengan tingkat
pendapatan yang rendah.
2. Pendapatan/pekerjaan
Penelitian Glick dan Norton di Amerika memperlihatkan bahwa perceraian dikalangan
pasangan dengan pendapatan rendah tiga kali lebih banyak disbanding dikalangan
pasangan dengan pendapatan yang cukup. (Glick and Norton, 1971,“Frequency,
Duration and Probability of Marriage and Divorce”. Journal ofMarriage and
8
Robert P. Borrong, Etika Seksual Kontemporer, 2006, (Bandung: Ink Media), Hlm. 68.

xi
Family). Masalah ekonomi sering menjadi alasan orang bercerai. Terlebih kalau sang
suami tak punya pekerjaan tetap.
3. Perkawinan dini
Penelitian Spanier dan Glick di Amerika menunjukkan bahwa perkawinan dini
menghadapi resiko dan dapat menjadi penyebab perceraian yang serius. Perempuan muda
yang menikah pada usia 18 tahun tiga kali cenderung bercerai disbandingkan dengan
perempuan yang menikah pada usia 20 tahun keatas. Bahkan mereka yang menikah
pada usia 18 sampai 19 tahun 50% mengalami kegagalan pernikahan. Kecenderungan
yang sama juga dialami pada pria yang menikah terlalu nuda (Glickand Norton, 1976,
“Marital Instability, Past, Present, and Future”. Journal of SocialIssues).
4. Kekerasan dalam rumah tangga
Perlakuan yang diterima dari salah satu pasangan baik itu suami kepada istrinya atau
sebaliknya istri kepada suaminya berupa kekerasan fisik yang berkepanjangan turut
menyumbang terjadinya perceraian.
5. Perselingkuhan
Perselingkuhan yang dilakukan salah satu pasangan baik istri ataupun suami yang dapat
terjadi karena berbagai sebab, sehingga menimbulkan perceraian.
6. Kondisi tertentu
Perceraian juga dapat terjadi karena suami atau isteri tidak mampu memuaskan
pasangannya karena penyakit tertentu.
7. Motivasi yang keliru dalam menikah
Pernikahan karena ada motivasi dan tujuan tertentu.

xii
BAB 3

ISI

3.1 Analisa Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Bandung

A. Data Umum
a. Tanggal Pendaftaran : Jumat, 11 November, 2022
b. Klasifikasi Perkara : Cerai Gugat
c. Nomor Perkara : 5349/Pdt.G/2022/PA.Badg
d. Tanggal Surat : Rabu, 09 November, 2022
e. Para Pihak
1. Penggugat : Erisha Danuarda binti Mahesa
2. Tergugat : Jae Aksa Anuradha bin Laksamana Jendra
f. Penetapan Hakim :
1. Ketua Majelis : Drs. Muhadir, S.H., M.H
2. Hakim Anggota : Drs.H.Ilham Suhrowardi, MH
3. Hakim Anggota : Drs. H. Z. Zainal Arifin, M.H.
g. Panitera Pengganti : Muzakir Walad, S.H.I.
h. Lama Proses : 45 hari
i. Status Perkara : Minutasi

B. Riwayat Perkara :

No Tanggal Tahapan Proses


1 Jumat, 11 Nov. 2022 Pendaftaran Perkara Pendaftaran Perkara
2 Jumat, 11 Nov. 2022 Penetapan Penetapan Majelis Hakim/Hakim
3 Senin, 26 Des. 2022 Penetapan Penetapan Kembali Majelis
Hakim/Hakim
4 Jumat, 11 Nov. 2022 Penetapan Penunjukan Panitera Pengganti
5 Jumat, 11 Nov. 2022 Penetapan Penunjukan Jurusita
6 Jumat, 11 Nov. 2022 Penetapan Penetapan Hari Sidang Pertama
7 Senin, 28 Nov. 2022 Penetapan Sidang pertama
8 Senin, 26 Des. 2022 Persidangan Persidangan
9 Senin, 26 Des. 2022 Putusan Putusan
10 Senin, 26 Des. 2022 Putusan Minutasi

xiii
C. Biaya Perkara :
No Tanggal Uraian Nominal Keterangan
Transaksi Pemasukan Pengeluaran Sisa
1 Jumat, Panjar Biaya Perkara Rp. Rp.810.000 198452922211100533
11 Nov. 810.000
2022
2 Jumat, Biaya Pendaftaran/PNBP Rp. 30.000 Rp.780.000
11 Nov.
2022
3 Jumat, Biaya Pemberkasan/ATK Rp. 75.000 Rp.705.000 ec
11 Nov.
2022
4 Selasa, Biaya Panggilan Tergugat/ Rp. 175.000 Rp.530.000
15 Nov. Terlawan/Pelawan/
2022 Iklan/Radio/Pengumuman
5 Selasa, PNBP Relaas Panggilan Rp. 10.000 Rp.520.000
15 Nov. Pertama Kepada
2022 Tergugat/Terlawan/Pelawan
6 Selasa, Biaya Panggilan Rp. 0 Rp.520.000
15 Nov. Penggugat/Pelawan/Terlawan
2022
7 Selasa, PNBP Relaas Panggilan Rp. 10.000 Rp.510.000
15 Nov. Pertama Kepada
2022 Penggugat/Pelawan/Pembantah
8 Selasa, Biaya Panggilan Rp. 175.000 Rp.335.000
29 Nov. Tergugat/Terlawan/Pelawan
2022 /Iklan/Radio/Pengumuman
9 Selasa, Biaya Panggilan Rp. 175.000 Rp.160.000
13 Des. Tergugat/Terlawan/Pelawan
2022 /Iklan/Radio/Pengumuman
10 Senin, 26 Tambahan Panjar Biaya Perkara Rp. 45.000 Rp.205.000
Des.
2022
11 Senin, 26 Redaksi Rp. 10.000 Rp.195.000
Des.
2022
12 Selasa, Materai Rp. 10.000 Rp.185.000
27 Des.
2022
13 Selasa, Biaya Rp. 175.000 Rp. 10.000
27 Des. Pemberitahuan/Penyampaian/
202 Putusan/Iklan

xiv
14 Selasa, PNBP Relaas Pemberitahuan Rp. 10.000 Rp. 0 27/12/22
27 Des. Putusan Kepada
202 Tergugat/Terlawan/Terbantah
Total Rp.855.000 Rp. 855.000 Rp. 0

D. Duduk Perkara :
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat pernah menikah yang dilaksanakan di wilayah
Kantor Urusan Agama Kecamatan X Pada tanggal 11 April 2022, tercatat sesuai
dengan Nomor Akta Nikah: XXX, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama
Kecamatan X, tertanggal 11 April 2022.
2. Bahwa Penggugat dan Tergugat awalnya harmonis dan tinggal di alamat. Kab
Bandung Jawa Barat.
3. Bahwa dari perkawinan antara Penggugat dan Tergugat para Pihak mengaku
Perkawinannya telah dikaruniai 1 (satu) orang anak yang bernama:
3.1 Haikal Aksa
Bahwa semula rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat dalam keadaan rukun
dan harmonis sebagaimana layaknya suatu rumah tangga yang baik dan harmonis,
akan tetapi sejak awal mulai perselisihan terjadi pada awal bulan Februari 2018
kemudian saat itu rumah tangga Penggugat dengan Tergugat mulai goyah,
dikarenakan sering terjadi perselisihan danpertengkaran.
4. Bahwa pertengkaran dan perselisihan tersebut disebabkan karena beberapa hal yaitu:
5.1 Bahwa Tergugat memiliki hutang tanpa sepengetahuan Penggugat.
5.2 Bahwa Tergugat melakukan Penggelapan harta bersama dengan menjual barang
tanpa sepengetahuan Penggugat.
5.3 Bahwa Tergugat sering berbohong terhadap Penggugat.
5. Bahwa puncaknya sejak bulan Mei 2022 dimana antara Penggugat dan Tergugat
berselisih dan bertengkar terus menerus dan sulit untuk didamaikan, sehingga
mengakibatkan rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat sudah benar-benar
tidak rukun lagi, dan menyebabkan Penggugat dan Tergugat pisah rumah selama
kurang lebih 6(enam) bulan.
6. Bahwa Penggugat telah berusaha Untuk mempertahankan rumah tangga
bersama Tergugat, akan tetapi dari pihak Tergugat tidak ada upaya untuk
mempertahankan rumah tangga nya
7. Bahwa oleh karena itu telah menimbulkan mudlorot, sudah pisah rumahselama
kurang lebih 6 (enam) bulan tidak melaksanakan tugas selaku suami
istri, rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat menjadi benar-benar
rapuh. Dan telah memenuhi ketentuan yang dapat membuat rumah tangga
yang tidak dapat rukun lagi sebagaimana di atur dalam pasal 19 huruf (f)
peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975. Jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi
Hukum Islam.

xv
E. Putusan :
a. Tanggal Putusan : Senin, 26 Des. 2022
b. Putusan Verstek : Ya
c. Sumber Hukum : Kompilasi Hukum Islam
d. Status Putusan : Dikabulkan
e. Amar Putusan : Disamarkan
f. Tanggal Minutasi : Senin, 26 Des. 2022
g. Putusan :
1) Menyatakan Tergugat yang telah dipanggil dengan resmi dan patut untuk
menghadap di persidangan, tidak hadir
2) Mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek
3) Menjatuhkan talak satu bain shughra Tergugat (TERGUGAT) terhadap
Penggugat (PENGGUGAT)
4) Membebankan biaya perkara kepada Penggugat sejumlah Rp. 670.000,-
(enam ratus tujuh puluh ribu rupiah)

xvi
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan fakta analisis di atas, Majelis berpendapat rumah tangga Penggugat dengan
Tergugat tidak harmonis lagi prilaku Tergugat tersebut menjadi pemicu terjadinya percekcokan
sehingga hubungan Penggugat dan Tergugat semakin tidak baik, dengan demikian Majelis
berkesimpulan keadaan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat telah pecah sedemikian rupa
sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (vide pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)
dan atau keluarga yang sakinah, penuh mawaddah dan rahmah (vide pasal 3 Kompilasi Hukum
Islam) telah tidak terwujud dalam rumah tangga Penggugat dengan Tergugat;
Bahwa unsur pokok tegaknya suatu bangunan rumah tangga adalah adanya ikatan lahir
batin yang kokoh antara suami dan isteri. Apabila terjadi perselisihan dan pertengkaran antara
suami-isteri yang berakibat kepada tidak lagi saling peduli dan telah diupayakan untuk rukun
kembali tetapi tidak berhasil maka hal tersebut mengindikasikan bahwa ikatan lahir-batin
diantara suami-isteri tersebut telah sedemikian rapuh atau bahkan telah lepas sama sekali,
sehingga telah tidak ada lagi kecocokan dan kesamaan kehendak diantara keduanya.
Bahwa mempertahankan rumah tangga yang telah pecah sedemikian rupa adalah sia-sia
belaka, bahkan apabila keadaannya seperti sekarang ini jika dipaksakan atau dibiarkan maka
justru akan menimbulkan mudharat dan penderitaan lahir batin yang berkepanjangan bagi
Penggugat, sehingga oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa rumah tangga Penggugat
dengan Tergugat telah tidak dapat dipertahankan lagi.

xvii
4.2 Lampiran Foto

xviii
DAFTAR PUSTAKA

http://sipp.pa-bandung.go.id/detil_perkara, diakses pada Minggu, 15 Januari 2023


https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/
zaed7c5bacb721188f71313633343239.html, diakses pada Minggu, 15 Januari
2023

xix

Anda mungkin juga menyukai