Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN ASESMEN KLINIS

Tahap di dalam proses asesmen (psikologi) klinis meliputi proses statistik dan judgemental
hingga menghasilkan keputusan tentang bagaimana informasi diorganisasikan dan diteruskan
kepada orang lain dalam bentuk tertulis atau oral, dan yang terakhir menghasilkan formulasi
klinis untuk mendisain dan mengimplementasikan tindakan-tindakan seperti psikoterapi.

Pengaruh-pengaruh pada Fase-fase Akhir Asesmen

Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi fase akhir asesmen, salah satu faktor yang
terpenting adalah konteks di mana asesmen itu berlangsung, terutama setting dan peran
klinisi di dalamnya, misalnya praktek pribadi, RS, pusat kesehatan mental, institusi
pemerintah, institusi militer, pedesaan, perkotaan, dll. Peran klinisi dalam asesmen akan
berpengaruh pada seberapa besar tanggung jawab klinisi untuk menangani klien, cara
penulisan laporan, serta penggunaan laporan.

Faktor lain yang penting adalah orientasi teoritis dan praktis klinisi (behavioral, kognitif,
psikodinamis, humanis). Pada kebanyakan setting klinis, klinisi diharapkan untuk menguasai
bahasa yang diterima oleh system diagnostik psikiatrik, khususnya versi terbaru DSM.
Tetapi, ada banyak pertimbangan di baliknya.

Tidak membantu bagi klinisi bila hanya memperhatikan detail-detail dan rekomendasi
perilaku bila orang-orang yang akan melaksanakan pekerjaan selanjutnya dengan klien
condong ke pendekatan psikodinamik atau humanistik. Hal terkait yang harus
dipertimbangkan adalah siapa yang akan membaca dan menggunakan laporannya. Apakah
pembacanya adalah psikolog, klien, anggota keluarga, hakim, polisi, dan sebagainya di mana
pertimbangan penulisan pun menjadi berbeda-beda.

Memaknai Hasil Asesmen

Setelah semua informasi tentang seseorang atau sebuah situasi dikumpulkan, pekerjaan klinis
yang berupa penginterpretasian dan pengintegrasian sejumlah data yang beragam menjadi
titik fokusnya. Klinisi tidak hanya melaporkan informasi itu, ia juga menciptakan sebuah
working image (gambaran kerja) yang menginformasikan rencana dan rekomendasi
selanjutnya. Artinya, gambaran kerja yang terbentuk memberikan semacam pedoman tentang
apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Dalam setting medis, klinisi biasanya menetapkan sebuah diagnosis, memberikan impresinya
mengenai etiologi dan prognosis gangguan itu, mengusulkan sebuah rencana penanganan dan
pada banyak kasus mengimplementasikan porsi terapeutik dari rencana penanganan yang
telah ditetapkan. Pada banyak situasi, terutama dalam setting hukum, klinisi harus siap untuk
memperkuat atau mendukung berbagai kesimpulan dan berargumentasi tentang berbagai
kasus dengan pihak-pihak lain dalam berbagai pertemuan atau di ruang sidang. Pada
beberapa praktek pribadi, klinisi mungkin hanya melaksanakan asesmen informal dan singkat
dan langsung memasuki terapi tanpa memanfaatkan evaluasi dan diskusi dengan rekan
sejawatnya.
Apakah kasusnya sederhana atau kompleks, ada cukup banyak informasi yang sampai ke
tangan klinisi. Apa yang diketahui klinisi dapat dibagi menjadi tiga kategori besar:

a. Informasi tentang klien:

 Pandangan klien tentang berbagai masalah


 Penampilan dan perilaku
 Hasil tes
 Riwayat perkembangan & psikologis
 Fungsi fisiologis berdasarkan laporan medis atau informasi lain.

b. Informasi tentang sistem yang lebih besar:

 Hubungan dengan significant others


 Aspek lingkungan fisik

c. Informasi dari ahli-ahli lain:

 Psikolog
 Dokter

Memilih Hal yang Penting

Di antara sekian banyak informasi yang diperoleh selama asesmen, apa yang dianggap
penting? Salah satu hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah relevansi informasi
dengan tujuan asesmen dan formulasi klinis. Seberapa penting data klinis itu sangat
ditentukan oleh orientasi umum klinisi untuk pekerjaan klinisnya dan perpektif teoritis klinisi.

Pertimbangan kedua adalah penyimpangan dari norma. Norma yang dimaksud mungkin
berupa norma-norma statistik bila kasusnya adalah tes-tes yang distandardisasikan, atau
norma-norma subjektif, seperti yang lazim pada situasi klinis. Penyimpangan dari norma
yang menjadi perhatian klinisi itu dapat positif maupun negative. Sebagai contoh, berkenaan
dengan pasien tertentu, fitur tertentu mungkin sangat tidak lazim, misalnya ingatan yang
sangat buruk atau ketrampilan yang luar biasa dalam aktivitas tertentu.

Tetapi, ketika mempertimbangkan penyimpangan norma, penting untuk diingat bahwa klinisi,
seperti semua manusia lainnya, memiliki nilai-nilai personal dan professional yang telah
mendapatkan pengaruh budaya dan latihan profesionalnya. Akibatnya, klinisi memperoleh
ide-ide subjektif tentang perilaku seperti apa yang dianggapnya normal dan abnormal, adaptif
atau maladaptive, sehat atau tidak sehat, dapat diterima atau tidak dapat diterima, dan
sebagainya.

Elemen ketiga yang perlu dipertimbangkan adalah prominensi atrau salience (kemenonjolan).
Seperti pemandangan alam yang mungkin didominasi oleh sebuah bukit atau danau, berbagai
aspek fungsi psikologis, kepribadian atau riwayat personal mungkin lebih menonjol
dibandingkan yang lain. Itu dapat berupa cara atau gaya bicara atau penampilan, perilaku
yang diulang-ulang atau kejadian tunggal seperti inses pada masa kanak-kanak.

Karakteristik-karakteristik yang berpotensi menonjol nyaris tak terhingga banyaknya. Serupa


dengan proses-proses yang terlibat dalam menetapkan penyimpangan dari norma,
kemenonjolan karakteristik tertentu sangat mungkin dipengaruhi oleh ketrampilan
observasional klinisi dan nilai-nilai professional maupun personal klinisi dan klien.

Pertimbangan penting yang keempat adalah konfirmasi multisumber informasi. Klinisi perlu
menghindari kecenderungan untuk memberi bobot yang terlalu berat pada sebuah informasi
yang menonjol dan mengabaikan pola-pola informasi yang bertentangan. Tetapi bila klinisi
mencatat bukti-bukti untuk masalah atau asset tertentu di beberapa tempat yang berbeda –
laporan diri klien, observasi klinis, atau beberapa tes- maka informasi tersebut memiliki
signifikansi lebih. Cara bicara yang lamban, penampilan yang muram, dan pemakaian warna-
warna gelap pada Rorschach menunjukkan indikasi yang kuat terhadap keberadaan gangguan
depresif.

Pewawancara klinis belajar menggunakan laporan klien mengenai berbagai kejadian


sebagaimana adanya- persepsi yang dilaporkan mengenai dunia sekeliling dan mengenai diri
sendiri yang ingin disampaikan oleh klien. Jelas bahwa sebagian criminal akan berbohong
atau menghindar untuk tidak menceritakan aktivitasnya, dan klinisi yang berhadapan dengan
populasi seperti ini sering dapat menengarainya. Tetapi, penghindaran yang tampak nyata dan
sikap defensive yang tak disadari muncul dengan tingkat tertentu pada sebagian klien. Selain
itu, sebagian orang adalah pengamat yang buruk dan tidak mampu membuat perbandingan
yang akurat antara dirinya dengan orang lain.

Formulasi Klinis

Setelah data terkumpul, berbagai macam pola diidentifikasi, signifikansi berbagai gejala dan
karakteristik ditetapkan, label diagnostic diterapkan, dan gambaran kerja dibentuk, berarti
dua langkah pertama formulasi klinis telah selesai. Formulasi klinis adalah alat yang
digunakan oleh klinisi untuk mengusung pengetahuan teoritisnya ke dalam berbagai kegiatan
klinis. Dengan kata lain, terapis harus mengambil teori-teori umum dan menerapkannya ke
situasi-situasi nyata yang kompleks.

Dalam situasi-situasi tersebut, banyaknya informasi yang ada mungkin membanjir hingga
membuat kewalahan, saling bertentangan satu sama lain dan ambigu. Berbeda dengan tugas
diagnostik yang sederhana, pengembangan sebuah formulasi klinis mengharuskan klinisi
untuk membuat rencana tindakan yang relevan, hipotesis tentang efektivitasnya dan rencana
untuk mengevaluasi kegunaan intervensi yang disarankan.

Formulasi klinis yang dikonstruksikan dengan baik berusaha menjelaskan tentang masa lalu,
masa sekarang dan memberikan saran-saran tentang cara mempengaruhi masa depan.

Peran Kesimpulan dalam Formulasi Klinis


Pada semua titik dalam proses formulasi klinis, asesor dan terapis harus menarik kesimpulan
berdasarkan pola (atau ketiadaan pola) yang ditemukan dalam data yang terkumpul, dan
tindakan-tindakan dasar menyusul kesimpulan itu. Pada penyimpulan tingkat rendah,
tindakan itu mungkin hanya sekedar menempatkan orang itu ke dalam sebuah kategori.
Sebagai contoh, seseorang mungkin ditempatkan di sebuah kelompok terapi berdasarkan
jenis kelamin, keluhan yang ada, dan ketersediaan kelompok.
Tingkat penyimpulan yang kedua adalah tingkat di mana banyak kesimpulan klinis terjadi.
Informasi tentang klien digunakan untuk membuat generalisasi mengenai kecenderungan
seseorang untuk berperilaku dalam situasi-situasi yang mirip. Sebagai contoh. Berdasarkan
data tes, observasi dan wawancara, klinisi melaporkan gambarannya mengenai orang itu,
merekomendasikan sebuah diagnosis dan mempertimbangkan berbagai opsi penanganan dan
berbagai kemungkinan efek yang mungkin timbul dari penanganan tersebut.

Pada penyimpulan tingkat ketiga dan tertinggi, klinisi melangkah lebih jauh, melampaui
tingkat ke dua, dengan mengembangkan sebuah teori yang terintegrasi dan konsisten tentang
orang itu dan situasi serta riwayatnya. Tingkat ini melibatkan cukup banyak spekulasi,
biasanya yang terkait dengan teori penting dan diterapkan kepada orang itu secara terperinci.
Penyimpulan ini cenderung dilakukan setelah periode asesmen yang panjang dengan riwayat
hidup dan pengetesan yang ekstensif, atau selama serangkaian sesi terapi. Tingkat
penyimpulan yang tinggi ini juga menghasilkan tindakan-tindakan klinis yang lebih jauh,
misalnya arah baru dalam terapi, perujukan ke program lain dan sebagainya.

Kedua penyimpulan yang lebih rendah hanya digunakan dalam situasi-situasi yang sederhana
di mana sebuah formula atau kebijakan institusional yang jelas sudah ada di sana. Semakin
tinggi tingkat penyimpulannya, dibutuhkan keberanian yang semakin besar pula dari klinisi
untuk merumuskan formulasi klinisnya. Klinisi pada umumnya telah mengembangkan
keyakinan berdasarkan latihan dan pengalaman hidupnya. Banyak keyakinan mereka yang
tidak diuji dengan baik, atau sama sekali tidak pernah diuji. Jadi, klinisi perlu bersikap
skeptis tentang kesimpulannya.

Pengkomunikasian

Setelah klinisi menginterpretasikan temuannya, ia sampai pada sebuah tahap penting dalam
proses klinism yaitu menyampaikan impresi dan rekomendasinya kepada orang lain. Laporan
tertulis seringkali dibutuhkan. Contohnya antara lain berupa catatan-catatan pendek atau
analisis panjang yang mencantumkan grafik pasien, surat untuk pengacara atau hakim, atau
ikhtisar rencana penanganan untuk didiskusikan dengan seorang klien atau dengan keluarga,
dan sebagainya. Laporan yang lazim untuk catatan pasien terdiri atas satu sampai tiga
halaman.
Pada kebanyakan situasi, laporan tertulis bukan satu-satunya alat komunikasi, klinisi yang
mengases juga berbicara langsung dengan perawat, psikiater, atau pekerja social yang
menangani pasien atau keluarganya.

Menulis Laporan

Laporan klinis memiliki beberapa karakteristik, yaitu:


 Adekuat dalam hal cakupan tugas dan tujuan
 Diorganisasikan dengan baik, jelas dan mudah dipahami
 Realistis
 Bijak & kreatif dalam menyelesaikan masalah
 Bebas dari pendapat atau hipotesis yang tidak berdasar

Isi Laporan

Laporan asesmen klinis biasanya mencerminkan atau berisi informasi-informasi yang penting
yang saling berkaitan. Pertama, laporan asesmen klinis biasanya mencerminkan orientasi
umum asesmen dan formulasi klinis, dan pendekatan teoritis spesifik yang menjadi pegangan
klinisi dalam menulis laporan. Kedua, laporan klinis yang banyak ditulis oleh klinisi berisi
rangkuman asesmen klinis yang dilaksanakan pada klien.

Laporan ini semestinya mencakup riwayat perkembangan dan riwayat medis, riwayat
masalahnya saat ini, deskripsi alat-alat asesmen yang digunakan, dan rangkuman data yang
dihasilkan. Informasi ini semestinya lalu digunakan untuk mengintegrasikan dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan sentral. Ini biasanya dilakukan dengan memenuhi ketiga fungsi utama
asesmen: (a) mengambil keputusan, (b) membentuk gambaran kerja dan (c) menguji
hipotesis.

Ketiga, laporan yang dikonstruksikan dengan baik memfasilitasi pelayanan yang efektif
kepada klien dengan mengarahkan proses-proses formulasi klinisnya. Sintesis yang adekuat
dari informasi-informasi yang tersedia biasanya disertai dengan saran mengenai langkah-
langkah selanjutnya dan diskusi mengenai hasil-hasil yang mungkin diperoleh dari langkah-
langkah itu, maupun sebuah rencana untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas intervensi
klinisi yang diusulkan.

Komponen Laporan Asesmen

 Mengidentifikasi informasi dasar (data diri)


 Maksud, waktu dan tempat asesmen, termasuk pertanyaan rujukan dan klarifikasi
yang relevan tentang itu, dan riwayat masalah klien saat ini.
 Observasi selama asesmen
 Hasil tes
 Rangkuman & interpretasi terhadap data asesmen termasuk diagnosis
 Rekomendasi

Laporan Psikologi yang Efektif


Klinisi memiliki tanggungjawab etis untuk menyusun laporannya sedemikian rupa untuk
memaksimalkan kemungkinan dipahami dan meminimalkan kemungkinan terjadinya salah
pengertian atau penyalahgunaan informasi. Klinisi juga harus mampu memberikan penjelasan
yang adekuat, dapat dimengerti dan sekaligus lengkap dan interpretasi data kasar tes yang
digunakannya kepada mereka yang secara hukum berhak menerima informasi tersebut.

Selain itu, informasi yang dimasukkan dalam laporan asesmen tentunya akan sangat
tergantung pada tahap manakah asesmen dan intervensi terhadap klien sedang berlangsung
saat itu. Laporan asesmen awal akan berbeda dengan laporan kemajuan penanganan yang
kemungkinan besar juga berbeda dengan laporan akhir dan intervensi. Dalam proses
mengkonstruksikan dan menulis laporan asesmen klinis, produk akhirnya harus memenuhi
kriteria kejelasan, relevansi dan kegunaan.

Keterangan:

1. Kejelasan:

 Hindari jargon
 Ringkas

2. Relevansi :

 Sesuai tujuan asesmen

3. Kegunaan:

 Apakah menambahkan informasi baru?


 Isu-isu etis
 Klienlah yang memiliki informasi yang diperoleh selama asesmen.
 Klinisi tidak boleh melepaskan data mentah asesmen
 Klinisi harus kompeten dalam tingkat pendidikan/latihan
 Klien harus diberitahu tentang tes & prosedur asesmen
 Informed consent

Kesalahan dalam Penulisan Laporan

 Terlalu banyak jargon


 Kesalahan dalam integrasi hasil tes
 Tidak melakukan individualisasi laporan
 Latihan
 Identifikasi Permasalahan/fokus treatment:

Seorang anak laki-laki (6th) dibawa ke klinik psikologi untuk evaluasi masalah pemusatan
perhatian & impuls. Selama proses evaluasi tampak bahwa kemungkinan besar ayahnya
mengalami depresi klinis dan ibunya telah memutuskan untuk meninggalkan perkawinan
karena ayahnya tidak mau mencari bantuan untuk depresinya.

Latihan

Komunikasikan secara sederhana:

 Selain guna memenuhi kebutuhan dependensi, dalam aspek interpersonal, F juga


berusaha untuk memenuhi kebutuhan afeksinya.
 Klien memiliki low self-esteem yang mengakibatkan timbulnya inferiority dan
perasaan insecure dalam menghadapi lingkungan.
 S mempunyai tingkat inteligensi dalam kategori significantly above average, aspek-
aspek yang menonjol adalah kemampuan memory auditori jangka pendek dan
kemampuan non verbal yang cukup baik serta akurasi yang cukup tinggi dalam
kemampuan klerikal.
 Subyek mempunyai kecenderungan represi, terutama dalam dorongan agresivitas
dengan tujuan agar hubungan interpersonal tidak terganggu, namun demikian hal ini
menyebabkan tingkat anxiety semakin meningkat dan subyek cenderung bersikap
pasif-agresif.
 K memiliki konsep diri yang negatif, ia juga cenderung introvert, immature, dan
beberapa perilaku menampakkan kecenderungan patologis, misalnya perilaku
infantil.

© Memaknai Hasil Asesmen Psikologi Klinis dan Cara Laporan yang Efektif - Universitas
Psikologi | Warning - Copyright! Sumber
Tulisan: file:///D:/mATKUL%20pSI%20kLINIS/Memaknai%20Hasil%20Asesmen
%20Psikologi%20Klinis%20dan%20Cara%20Laporan%20yang%20Efektif%20-
%20Universitas%20Psikologi.html
PSIKODIAGNOSTIKA

CONTOH LAPORAN ASESMAN PSIKOLOGI KLINIS


BY BEARTOPIA - 7:15 PM

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS

1. IDENTITAS SUBYEK/KLIEN

A. Orang tua (Ayah)

a. Nama : NS

b. Nama Panggilan :

c. Tempat/Tanggal lahir :

e. Pekerjaan :

g. Tanggal pemeriksaan : 28 Mei 2015

B. Orang tua (Ayah)

a. Nama :

b. Tempat/tanggal lahir :

c. Pendidikan :

d. Pekerjaan :
e. Alamat :

C. Orang tua (Ibu)

a. Nama :

b. Tempat/tanggal lahir :

c. Pendidikan :

d. Pekerjaan :

e. Alamat :

2. TUJUAN PEMERIKSA

a. Tujuan pemeriksaan dilakukan

Untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami permasalahan yang di alami sejak kecil
hingga dewasa.

b. Alasan atau tujuan perujukan

Alasan pertama saya ingin menjadikan dia sebagai klien saya karena klien pernah bercerita
kepada saya tentang masa kecilnya.

3. INFORMASI KHUSUS yang berkaitan atau relevan dengan tujuan pemeriksaan :

a. Riwayat Perkembangan

Klien adalah anak ketiga dari 4 bersaudara. Klien adalah anak perempuan yang tomboy. Sangat
tomboy dan merupakan gadis yang sangat aktif. Sejak kecil klien mengatakan ia diperlakukan sangat
baik oleh keluarganya, ia sangat di perhatikan oleh kedua orang tuanya namun pada saat klien
menginjak bangku SD kelas 5 orang tuanya bercerai dan sekarang klien memiliki ibu tiri dan ayah
tiri. Keadaan ekonomi klien bisa dikatakan cukup berada. Semasa SD ia sering berpindah sekolah
karena sang ayah yang sering pindah tugas.

b. Latar Belakang Pendidikan

Klien masuk dalam dunia pendidikan dari umur 6 tahun (masa SD). Usia 12 tahun masuk
SMP. Usia 15 tahun masuk SMK. Ketika mau masuk perkuliahan ia terpaksa istirahat setahun karena
klien masih bimbang ingin memilih jurusan apa dan kuliah dimana. Dan sekarang klien aktif kuliah di
Akademi Komunikasi Radya Binatama Yogyakarta jurusan Broadcasting.

c. Riwayat Pekerjaan atau pengalaman kerja

Klien mengatakan bahwa ia belum pernah bekerja. Jadi ia belum bisa memberitahukan
pengalaman kerjanya.
d. Riwayat kesehatan

Klien mengatakan semasa kecilnya ia tidak pernah sakit parah dan tidak pernah masuk rumah
sakit, paling hanya terkena flu dan demam. Saat usia 17 tahun klien mengalami kecelakaan motor
yang mengakibatkan luka pada bagian lutut.

e. Latar Belakang keluarga

Ayah klien lulusan S1 Ilmu komunikasi, ibunya lulusan SMP, kakak pertamanya lulusan S1 Ilmu
Pemerintahan, kakak kedua masih kuliah di Universitas Tomakaka, Mamuju jurusan Fisipol, klien
sudah kuliah, dan adik klien masih SMP. Klien mengatakan bahwa latar belakang keluarganya adalah
keluarga yang disiplin dan penuh dengan aturan, klien memiliki 2 orang kakak laki-laki jadi klien
merasa sangat disiplin dan di jaga. Keluarga klien memiliki peraturan yang sangat keras yaitu tidak
boleh pulang terlambat ke rumah, apalagi jika tidak mengatakan izin pada orang tua.

Klien mengatakan bahwa ia sangat dekat dengan keluarga ibu dibanding ayah. Sebab kata klien
keluarga dari ayah tinggal jauh dari keluarganya.

4. HASIL PENGAMATAN / OBSERVASI :

a. Penampilan fisik

Klien adalah anak sangat tomboy. Sangat memperhatikan penampilan. Penampilan klien sangat
serupa dengan penampilan seorang laki-laki.

b. Pola perilaku secara umum

Klien merupakan orang yang suka bergaul dengan siapa saja. Sangat percaya diri dalam segala
hal. Lebih suka bercanda tawa ria dengan teman-teman dibanding hanya duduk sendiri ataupun
sibuk dengan ponselnya sendiri. Klien adalah orang yang cukup terbuka. Klien sering menceritakan
kisah-kisah sedihnya dan masalah yang ia hadapi kepada teman-teman dekatnya. Bahkan kepada
saya klien tidak ragu untuk bercerita.

c. Pola reaksi (Kemampuan komunikasi verbal maupun non-verbalnya)

Kemampuan komunikasinya bisa verbal dan non verbal. Namun jika sedang bersama dengan
teman-teman dekatnya ia akan lebih sering menggunakan bahasa non verbal. Sedangkan ketika
bersama orangtua, keluarga dan orang yang baru ia kenal klien tetap menggunakan bahasa
verbalnya. Saat menjadi klien saya ia menggunakan bahasa verbal.

d. Penyimpangan yang nampak

Klien adalah seorang yang ringan tangan dan emosional, namun seumur hidup klien dia tidak
pernah ikut demo atau semacamnya. Hanya saja dia emosional dan mudah marah. Klien memiliki
cara tersendiri apabila sedang bosan yaitu bermain gitar dan berteriak sekencang-kencangnya.
Saat saya mengajukan beberapa pertanyaan yang agak sulit di mengerti olehnya raut wajahnya
akan berubah jadi bingung dan ia akan tertawa dan berkata “Maksudnya? Aku tidak mengerti?”.
Masih sangat bimbang dalam menjawab pertanyaan yang saya berikan. Bahkan kadang ia akan
langsung mengatakan “entah” atau “tidak tau” tentang pertanyaan yang saya ajukan.

5. HASIL TEST PSIKOLOGI

Berdasarkan hasil tes atau assesment yang telah diberikan lebih dari 93% klien lebih aktif
dibandingkan berdiam diri.

6. INTERPRETASI

Dari hasil wawancara dan beberapa pertanyaan yang saya ajukan, ada beberapa hal yang
klien masih ragu untuk menjawab. Terbukti dari beberapa pertanyaan yang saya ajukan kepadanya
ia masih saja susah menjawab. Masih banyak hal yang klien rahasiakan dan tak ingin orang lain
mengetahuinya. Klien sempat menangis ketika menceritakan tentang keluarganya.

Klien memiliki sifat periang, keras kepala, cepat tersentuh hatinya apalagi menyangkut
tentang keluarga, cepat marah/ emosional, optimis, kadang pemberani tapi kadang juga sangat
penakut.

Kadang jika sedang mengerjakan sesuatu ia mencari bantuan orang lain tapi pada akhirnya ia
dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sendiri. Sebelum mengambil suatu keputusan ia akan
memikirkannya dahulu dengan matang. Orang yang sosialnya tinggi. Sangat suka berkumpul dengan
orang banyak. Klien adalah seorang yang konstruktif. Klien suka mengeluh dengan keadaan
tubuhnya tapi tidak selalu.

6. IDENTITAS PEMERIKSA :

a. Nama :

b. Tempat/tanggal lahir :

c. Pendidikan :

ktek :

Yogyakarta, 28 Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai