Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN KARDIOLOGI REFARAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER JANUARI 2024


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Hubungan Hipertensi Terhadap Kejadian Penyakit

Jantung Koroner

OLEH
ANNISA NABILA
111 2022 2180

PEMBIMBING
dr. Andi Muhammad Reis. Saiby, Sp. JP-FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan refarat ini dengan judul “Hubungan Hipertensi Terhadap
Kejadian Penyakit Jantung Koroner ” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Kardiologi.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis
mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan,
saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya refarat ini dapat terselesaikan
serta tak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan
rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan refarat ini. Saya berharap sekiranya refarat ini
dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Makassar, Januari 2024
Hormat Saya,

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Annisa Nabila

NIM : 111 2022 2180

Judul : Hubungan Hipertensi Terhadap Kejadian Penyakit

Jantung Koroner

Telah menyelesaikan Refarat yang berjudul ”Hubungan Hipertensi

Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner” dan telah disetujui serta

telah dibacakan dihadapan supervisor pembimbing dalam rangka

kepaniteraan klinik pada bagian Kardiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Januari 2024


Menyetujui,
Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Andi Muhammad Reis. Saiby, Sp. JP-FIHA Annisa Nabila


11120222180

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi dengan

tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90

mmHg. Tekanan darah pada manusia secara alami berfluktuasi setiap

harinya. Tekanan darah tinggi dianggap bermasalah apabila tekanan

tersebut bersifat persisten. Hipertensi tersebut, apabila tidak terkontrol atau

tidak diberi perhatian khusus dapat menyebabkan berbagai komplikasi

seperti bila mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard,

jantung koroner, gagal jantung kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke,

ensefalopati hipertensif, dan bila mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis,

sedangkan bila mengenai mata akan terjadi retinopati hipertensif. (1)

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang selalu mendapat

perhatian didunia, pasalnya penyakit hipertensi ini merupakan salah satu

penyebab morbiditas terbesar didunia. Penderita hipertensi diperkirakan

mencapai 1,5 miliar pada tahun 2025 dari total seluruh penduduk dunia dan

mortalitas yang disebabkan dapat mencapai 9,4 juta individu.(2) Hipertensi

kerap dijuluki silent killer karena gejala dari hipertensi sulit dikenali atau

bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali.(3) Berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar prevalensi hipertensi sebesar 34,1%. Angka tersebut

menunjukkan peningkatan dari sebelumnya yang dilakukan oleh Riskesdas

pada tahun 2013 yakni sebesar 25,%. Dari sekian banyak penderita

5
hipertensi tersebut di Indonesia, diperkirakan hanya sebanyak 1/3 kasus

hipertensi yang dapat didiganosis, sisanya tidak terdiagnosis.(4)

Penumpukkan flak dalam arteri koroner membawa oksigen ke otot

jantung bisa menimbulkan penyakit jantung koroner (PJK). WHO

mengatakan bahwah penyakit jantung serta pembuluh darah menjadi

penyebab kematian di dunia peringkat satu. 17,9 juta orang meninggal

akibat PJK di tahun 2016 yakni 31% dari semua kematian global. Lebih dari

tiga perempat kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah di

negara berkembang. Tahun 2016 PJK menyebBkan 36,32% penyebab

kematian. Prevalensi penyakit jantung didiagnosis dokter di smeua

kelompok umur tahun 2018 Indonesia sebesar 1,5%. Provinsi Kalimantan

Utara tahun 2018 diagnosis gejala penyakit ini yaitu 2,2%. (5)

Kematian akibat penyakit jantung koroner Akana meningkatan tahun

2030 menjadi 25 juta di dunia. PJK bukan penyakit menular namun jika

dibiarkan dapat terjadinya penurunan produktifitas masyarakat akibat tidak

bisa melakukan aktivitas. PJK belum diketahui secara jelas dapat

disembuhkan namun bisa dikendalikan rasa sakit dan serangan jantung.

Keadaan ini bisa mempengaruhi kualitas hidup penderita. Beberapa

penyebab PJk seperti usia, jenis kelamin. Pada pria relatif banyak

ditemukan menderita PJK dibandingkan wanita. Namun wanita akan

meningkat resikonya jika setelah mencapai menopause (50 tahun). Orang

yang (>60 tahun) dinyatakan 20% laki-laki menderita PJK serta 12%

ditemukan pada perempuan. Umur yang bertambah akan mengakibatkan

6
meningkat pula akan beresiko menderita PJK dikarenakan pembuluh darah

berubah secara progresif dalam waktu lama. Perubahan yang tampak

dirasakan setelah usia 20 tahun dan arteli mulai berubah jika usia sudah 40

tahun serta pada pria usia 35-44 tahun. Penelitian menunjukkan adanya

hubungan usia dengan kadar kolesterol meningkat akibat usia semakin

meningkat.(5)

Hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koronerakibat

adanya kenaikan tekanan darah yang berpengaruh terhadap peningkatan

tekanan pada dinding arteri. Jika keadaan ini terjadi secara terus

menerus selama beberapa kurun waktu tertentu maka akan merusak

endotel yang pada akhirnya memicu aterosklerosis.(6)

7
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi

Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan

darah ≥140/90 mmHg. Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah

tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal

yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.

Belakangan ini, hipertensi masih menjadi tantangan terbesar di Indonesia.

Bagaimana tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering didapatkan

pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu dikarenakan masalah

kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8% (7)

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas

di Indonesia sebesar 25,8% dan survei Riskesnas tahun 2016 mencatat

peningkatan hipertensi menjadi 30,9%. Profil kesehatan Provinsi Jawa

Tengah tahun 2014-2016 menunjukkan hipertensi masih menempati

proporsi terbesar dari seluruh penyakit tidak menular (PTM) yaitu sebesar

57,89% (2014); 57,87% (2015) dan 60% (2016). Proporsi hipertensi untuk

area pelabuhan berdasarkan laporan kunjungan poliklinik KKP Kelas II

Semarang tahun 2016 adalah 16,65% dan mengalami peningkatan pada

8
tahun 2017 menjadi 21,09%.Proporsi hipertensi berdasarkan hasil survei

deteksi dini pegawai kantor di wilayah perimeter sebagai sasaran target

adalah 33,68% yang lebih besar daripada kejadian hipertensi pada pegawai

berdasarkan Riskesdas tahun 2013 yaitu sebesar 20,6% dan prevalensi

hipertensi pada pekerja di pelabuhan pada tahun 2011 yaitu 21,88%. (8)

2.1.3 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme

(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan

darah. Darah mengandung angiostensinogen yang diproduksi di hati.

Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi

angiostensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah

manjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci

dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. (9)

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antidiuretik

(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan

bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.

Meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh

(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk

mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan

cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah

meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi

kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

9
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari

tubulus ginjal. (9)

Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial

merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor tersebut

merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat

meliputi mediator hormon, latihan vaskuler, volume sirkulasi 10 darah,

kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh

darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu

oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet,

tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi (9).

2.1.4 Klasifikasi

Pembagian derajat keparahan hipertensi merupakan salah satu

dasar penentuan tatalaksana pada pasien hipertensi. Disadur dari The

Eighth Joint National Committee (JNC8) (10)

10
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah

Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Pre- Hipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥160 atau ≥100

2.1.5 Manifestasi Klinis

Hipertensi dikenal sebagai “silent killer” karena biasanya tidak

memiliki tanda atau gejala peringatan, dan banyak orang yang tidak

mengetahui bahwa mereka memiliki hipertensi. Bahkan ketika tingkat

tekanan darah sangat tinggi, kebanyakan orang tidak memiliki tanda atau

gejala. Sebagian kecil mungkin mengalami gejala seperti nyeri kepala

seperti diikat, muntah, pusing, dan mimisan. Gejala ini biasanya tidak terjadi

sampai tingkat tekanan darah mencapai stadium yang parah atau

mengancam jiwa. Satu-satunya cara unutk mengetahui dengan pasti

apakah seseorang memiliki hipertensi adalah dengan mengukur tekanan

darah yang dilakukan oleh dokter atau tenaga medis lainnya. (11)

11
2.2 Penyakit Jantung Koroner

2.2.1 Definisi

Serangan jantung adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba

terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang

menyebabkan ototjantung (miokardium) mati karena kekurangan oksigen.

Serangan jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri coroner

menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian

dari jantung. (12)

Penyakit jantung coroner adalah perubahan variable intima arteri

yang merupakan pokok lemak (lipid), pokok komplek Karbohidrat darah dan

hasil produk darah, jaringan fibrus dan defosir kalsium yang kemudian

diikuti dengan perubahan lapisan media (13)

Penyakit jantung coroner adalah penyakit dimana pembuluh darah

yang meyuplai makanan dan oksigen untuk otot jantung mengalami

sumbatan. Sumbatan paling sering terjadi diakibatkan karena adanya

penumpukan kolestrol di dinding pembuluh darah coroner. (14)

2.2.2 Epidemiologi

WHO mengatakan bahwah penyakit jantung serta pembuluh darah

menjadi penyebab kematian di dunia peringkat satu. 17,9 juta orang

meninggal akibat PJK di tahun 2016 yakni 31% dari semua kematian global.

Lebih dari tiga perempat kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh

darah di negara berkembang . Tahun 2016 PJK menyebkan 36,32%

12
penyebab kematian. Prevalensi penyakit jantung didiagnosis dokter di

smeua kelompok umur tahun 2018 Indonesia sebesar 1,5%. Provinsi

Kalimantan Utara tahun 2018 diagnosis gejala penyakit ini yaitu 2,2%. (15)

2.2.3 Etiologi

Penyebab penyakit jantung koroner karena adanya penyempitan,

penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan dan

penyumbatan tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung

yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan

jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem

pengontrol irama jantung dan berakhir dengan kematian.(16)

2.2.4 Faktor Resiko

Faktor risiko PJK terbagi menjadi faktor risiko yang dapat diubah dan

faktor risiko yang tidak dapat diubah.Faktor risiko yang tidak dapat diubah

memiliki nilai prognosis 63% hingga 80% dibandingkan dengan faktor risiko

yang dapat diubah memiliki kontribusi yang sedikit. (17)

2.2.4.1 Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dirubah

a. Umur

Peningkatan prevalensi PJK terjadi setelah umur 35 tahun

pada wanita dan pria. Risiko terjadinya PJK pada umur lebih dari 40

pada pria adalah 49% dan pada wanita 32%. Pada wanita masa

premenopause dan postmenopause menunjukkan perbedaan faktor

risiko terhadap kardiak terkait dengan hormon seksual yaitu

13
esterogen, dimana hormon esterogen menunjukkan potensial

aktivitas kardioprotektif. (17)

b. Jenis Kelamin

Laki-laki lebih berisiko mengalami PJK dibandingkan

wanita.hal ini sering dikaitkan dengan hormon seksual dan reseptor

yang terkait. (17)

c. Etnik

Etnik hitam, hispanik, latin, dan asia selatan merupakan etnik

dengan risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. (17)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kejadian PJK adalah riwayat penyakit keluarga. Peningkatan risiko

mortalitas terdapat pada seseorang dengan riwayat penyakit jantung

prematur pada usia kurang dari 50 tahun. Risiko terkait hal ini dapat

dinilai pada munculnya diagnosis PJK Ayah dan kakak laki-laki yang

didiagnosis PJK sebelum umur 55 tahun dan ibu atau kakak

perempuan sebelum umur 65 tahun. (17)

2.2.4.2 Faktor Resiko Yang Dapat Dirubah

a. Hipertensi

Satu dari 3 pasien mengalami hipertensi. Hipertensi dan merokok

merupakan faktor risiko kematian terbesar pada tahun 2009

dibanding faktor risiko yang dapat diubah lainnya. Hipertensi

merupakan faktor risiko mayor dari penyakit jantung koroner

14
dikarenakan oleh stres oksidatif dan mekanis pada dinding arteri.

(17)

b. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan faktor risiko yang dapat diubah dan

merupakan faktor kedua paling beresiko terjadi penyakit jantung

iskemik. Menurut WHO hiperlipidemia merupakan menyebabkan 2.6

juta kematian didunia.(17)

Hasil penelitian cross sectional menunjukkan bahwa skor

kalsium koroner mengindikasikan prevalensi tinggi dari 55%

hiperkolesterolemia, 41% hiperlipidemia dan 20% rendahnya HLD-c.

Peningkatan kadar trigliserida juga berdampak pada PJK.

Hubungannya komplek sering bersamaan dengan faktor risiko lain

seperti obesitas adipositas, resistensi insulin dan diet yang buruk.

Sehingga kadar trigliserida memiliki efek terhadap PJK. (17)

c. Diabetes Mellitus

Center for Disease Control menunjukkan bahwa satu dari 3

pasien dewasa di Amerika serikat merupakan prediabetes, yang

memiliki risiko dalam terjadinya diabetes tipe 2, penyakit jantung dan

stroke.1 Penyakit jantung memiliki risiko 2.5 kali lebih besar pada

pria dan 2.4 kali pada wanita dewasa dengan diabetes dibandingkan

dengan pria dan wanita yang tidak mengalami diabetes. (17)

Penelitian meta analisis menunjukkan bahwa pasien diabetes

dengan kadar HbA1C>7.0 memiliki kemungkinan mortalitas akibat

15
kardiovaskular sebesar 1.85 kali dibandingkan dengan HbA1C 6.0%

maka 50% memiliki kemungkinan angka mortalitas kardiovaskular

dibandingkan dengan HbA1C. Penyebab utama terjadi mortalitas

pada pasien diabetes adalah penyakit kardiovaskular. (17)

d. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko PJK dan meningkatkan

faktor risiko lain dari PJK, termasuk hipertensi, hiperlipidemia dan

diabetes mellitus.(17)

Penelitian oleh Ndumelle tahun 2016 dkk menunjukkan

bahwa pasien yang mengalami obesitas memiliki kemungkinan

penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar setelah dilakukan

penyesuaian data demografis, merokok, aktivitas fisik dan intake

alcohol. (17)

Pada obesity paradox dilaporkan dari hasil penelitian Akin I

tahun 2015 walaupun sudah didapatkan banyak bukti bahwa

obesitas merupakan salah satu faktor independen dari morbiditas

kardiovaskular, tetapi beberapa penelitian lain menunjukkan

outcome yang baik pada pasien yang memiliki berat badan berlebih

dan obesitas. Hal ini masih merupakan perdebatan dan belum ada

data mengenai hal ini. (17)

e. Merokok

Merokok menyebabkan peningkatan risiko dari PJK sampai

51% pada pasien dengan diabetes. Penelitian meta analisis oleh

16
Mons dkk menunjukkan bahwa merokok meningkatkan penyakit

kardiovaskular hingga dua kali lipat pada perokok dan 37% pada

pasien yang pernah merokok, pada pasien dengan usia >60 tahun.

Pasien yang perokok pasif memiliki risiko 25-39% terhadap PJK. (17)

f. Diet Yang buruk

Hubungan konsumsi dari lemak jenuh dan PJK pada awalnya

merupakan faktor risiko signifikan dalam berkembangnya PJK,

penelitian terbaru menunjukkan adanya keraguan dalam hubungan

ini, dimana menekankan bahwa gula halus merupakan faktor risko

utama. (17)

Penelitian menunjukkan bahwa lemak trans dapat

meninggkatkan risiko PJK, efek samping pada lipid, fungsi

endotelial, resistensi insulin dan inflamasi. Setiap 2% kalori yang

dikonsumsi dari lemak trans merupakan peningkatan risiko PJK

hingga 23%. (17)

Tinjauan sistemik dari minuman soda dan manis memiliki

risiko 22% dari infark miokard. Penelitian kohort menunjukkan

kemungkinan lebih tinggi yaitu 30% dan 175% dari mortalitas akibat

kardiovaskular pada grup yang mengkonsumsi 10% -24.9% kalori

dari gula tambahan dibandingkan dengan grup yang mengkonsumsi

kurang dari 10% gula tambahan. Sirup dengan tinggi fruktosa,

sukrosa dan gula dapur memiliki peran yang signifikan dalam

penyakit jantung koroner.(17)

17
Penelitian Brown J tahun 2021 menunjukkan bahwa daging

merah dan daging olahan terjadi peningkatan risiko yang terlihat

pada daging olahan yaitu 23-42% dan pada daging merah 15-29%.

Penelitian Alshahrani dkk yang menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara daging merah dengan PJK.Penelitian Alshahrani S

ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dari daging

olahan dan mortalitas, kombinasi dari daging olahan dan daging

merah berhubungan dengan peningkatan risiko 23%.(17)

g. Sedentary Lifestyle

Olahraga merupakan faktor protektif dari pencegahan dan

berkembangnya PJK. Penelitian Yusuf S et all desain case control di

52 negara yang merujuk pada setiap benua dan mengikut sertakan

15.152 kasus dan 14.820 kontol menunjukkan bahwa aktivitas fisik

merupakan risiko yang berhubungan dengan infark miokard hingga

12.2%.(17)

Penelitian Hajar R tahun 2017 dengan desain observasional

menunjukkan bahwa individu dengan olahraga teratur menunjukkan

penurunan mortalitas dan morbiditas PJK. Mekanisme ini

berhubungan dengan produksi dari nitrous oxide pada endotelial,

deaktivasi efektif dari spesies oksigen reaktif dan perbaikan dari

vaskulogenesis.(17)

2.2.5 Gejala Penyakit Jantung Koroner

Berikut ini adalah gejala-gejala Penyakit Jantung Koroner :

18
a. Angina Pectoris yaitu rasa nyeri dada dan sesak napas yang

disebabkan gangguan suplai oksigen yang tidak mencukupi

kebutuhan otot jantung. Sakit angina yang khas itu adalah sesak

napas di tengah dada yang bisa menyebar sampai leher dan rahang,

pundak kiri atau kanan, lengan, dan bahkan sampai punggung.

Keadaan ini terutama terjadi pada saat latihan fisik atau adanya

stres. Angina merupakan sebuah tanda (simptom) bahwa terdapat

penyempitan urat nadi koroner yang mengakibatkan suplai darah

tidak cukup ke otot jantung pada waktu terjadi upaya ekstra. Tetapi

tidak semua nyeri selalu disebabkan oleh angina, mungkin oleh

penyakit yang disebut cardiac neurosis.

b. Angina Pectoris tidak stabil yaitu bila nyeri timbul untuk pertama kali,

sakit dada yang tiba-tiba terasa pada waktu istirahat atau terjadi lebih

berat secara mendadak atau bila angina pectoris sudah ada

sebelumnya namun menjadi lebih berat. Biasanya dicetuskan oleh

faktor yang lebih ringan dibanding sebelumnya. Keadaan ini harus

diwaspadai karena bisa berlanjut menjadi berat, bahkan menjadi

infark miokard.

c. Bentuk lain Angina (Infark Miokard) yaitu kerusakan otot jantung

akibat blokade arteri koroner yang terjadi secara total dan

mendadak. Biasanya terjadi akibat ruptur plak aterosklerosis di

dalam arteri koroner. Secara klinis ditandai dengan nyeri dada

seperti pada angina pectoris, namun lebih berat dan berlangsung

19
lebih lama sampai beberapa jam. Tidak seperti angina pectoris yang

dicetuskan oleh latihan dan dapat hilang dengan pemakaian obat

nitrat di bawah lidah, pada infark miokard biasanya terjadi tanpa

dicetuskan oleh latihan dan tidak hilang dengan pemakaian nitrat.

Biasanya disertai komplikasi seperti : gangguan irama jantung,

renjatan jantung (syok kardiogenik), gagal jantung kiri, bahkan

kematian mendadak (sudden death)

d. Sindrom koroner akut yaitu spektrum klinis yang terjadi mulai dari

angina pektoris tidak stabil sampai terjadi infark miokard akut.

e. Mudah lelah Jika jantung tidak efektif memompa darah maka aliran

darah ke otot selama melakukan aktivitas akan berkurang sehingga

menyebabkan penderita merasa elah dan lemah.

f. Pusing dan pingsan Penurunan aliran darah karena denyut jantung

atau irama jantung yang abnormal atau karena kemampuan

memompa darah sangat buruk, bisa menyebabkan pusing dan

pingsan. Emosi atau nyeri kuat yang mengaktifkan sistem saraf juga

bisa menyebabkan pingsan. Namun, tidak semua pingsan

merupakan gejala penyakit jantung. Jadi harus diperhatikan pula

gejala-gejala lain yang menyertainya

20
2.3 Hubungan Hipertensi terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner

Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus menyebabkan

kerusakan sistem pembuluh darah arteri dengan perlahan –lahan. Arteri

tersebut mengalami pengerasan yang disebabkan oleh endapan lemak

pada dinding, sehingga menyempitka lumen yang terdapat di dalam

pembulu darah menyebabkan terjadinya PJK. Peningkatan tekanan darah

sistemik akibat hipertensi meningkatkan resistensi terhadap pemompaan

darah dari vertikel kiri, sehingga beban kerja jantung bertambah.(18)

Berdasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Windy G. Amisi (2018)

menyatakan bahwa terdapat adanya hubungan hipertensi dengan PJK,

dimana pada penelitian ini responden yang mengalami hipertensi berisiko

lebih meningkat 2,6 kali mengalami PJK dibanding yang tidak mengalami

hipertensi. Apabila tekanan darah sistemik mengalami peningkatan akan

terjadi pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung

meningkat dan dapat menimbulkan hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi

kekuatan kontraksi yang akhirnya akan terjadi dilatasi dan payah jantung.

Aterosklerosis terjadi didahului oleh adanya jejas endotel kronis yang

dikarenakan oleh gaya regang yang timbul akibat tekanan darah itu sendiri.

Jejas sering terjadi pada daerah percabangan yang terdapat di arteri

koroner. Jika proses aterosklerosis terus berlanjut, maka suplai oksigen

pada miokardium akan menurun sedangkan kebutuhan oksigen dalam

miokardium meningkat disebabkan oleh hipertrofi ventrikel dan beban kerja

jantung, sehingga akan terjadi infark miokard. Pasien umumnya menderita

21
hipertensi dalam jangka waktu >10 tahun sebelum akhirnya terkena PJK.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ice J. Johanis (2019), hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian

PJK dengan riwayat hipertensi. Orang yang memiliki riwayat hipertensi

beresiko 65,753 kali terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan

yang tidak memiliki riwayat hipertensi.(19)

Hasil penelitian lain dari Fika Minata (2019) secara statistik

menjelaskan terdapat adanya hubungan bermakna antara hipertensi

dengan PJK. Pada penelitian ini hipertensi terbagi menjadi dua kategori,

yaitu berisiko jika tekanan darah (≥ 140/90) dan tidak berisiko jika tekanan

darah (< α (0,05) yang artinya ada hubungan antara hipertensi dan kadar

kolesterol dengan PJK. (19)

Dari penelitian Titi Saparina (2017) mengatakan bahwa hipertensi

mempunyai hubungan yang sedang terhadap kejadian PJK. Dimana

hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan darah secara abnormal

dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus. Hal ini terjadi bila

arteriol-arteriol kontriksi. Kontriksi arteriole mengakibatkan darah sukar

untuk mengalir dan menyebabkan peningkatan tekanan terhadap dinding

arteri. Serta hipertensi meningkatkan usaha kerja jantung, jika berlanjut bisa

mengakibatkan kerusakan pembuluh darah serta jantung.(19)

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Pakpahan

Jun Edy S (2018) menunjukkan dari total jumlah 60 responden, terdapat 22

22
responden menderita PJK dan mengalami hipertensi (73,3%) dan terdapat

13 responden tidak menderita PJK dan mengalami hipertensi (43,3%).

Kemudian dari hasil analisis didapat nilai OR = 3,59 hal ini menunjukkan

bahwa kemungkinan penderita PJK memiliki riwayat hipertensi 3,59 kali

lebih besar dibanding orang yang tidak menderita PJK. Peningkatan

tekanan darah mempercepat aterosklerosis, sehingga ruptur terjadi sekitar

20 tahun lebih cepat dari pada orang normal. Sejumlah mekanisme terlibat

dalam proses peninggian tekanan menyebabkan perubahan struktur di

dalam arteri, tetapi tekanan sendiri dalam beberapa cara terlibat langsung.

Akibatnya, lebih tinggi tekanan lebih besar jumlah kerusakan pembuluh

darah.(19)

23
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan

darah ≥140/90 mmHg. Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah

tinggi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas normal

yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.

Prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di

Indonesia sebesar 25,8% dan survei Riskesnas tahun 2016 mencatat

peningkatan hipertensi menjadi 30,9%

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya

angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme

(ACE). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiostensin I diubah manjadi

angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam

menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama Aksi pertama adalah

meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus. Aksi

kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Hipertensi dikenal sebagai “silent killer” karena biasanya tidak

memiliki tanda atau gejala peringatan, dan banyak orang yang tidak

mengetahui bahwa mereka memiliki hipertensi. Sebagian kecil mungkin

mengalami gejala seperti nyeri kepala seperti diikat, muntah, pusing, dan

mimisan

24
Penyakit jantung coroner adalah penyakit dimana pembuluh darah

yang meyuplai makanan dan oksigen untuk otot jantung mengalami

sumbatan. Sumbatan paling sering terjadi diakibatkan karena adanya

penumpukan kolestrol di dinding pembuluh darah coroner.

WHO mengatakan bahwah penyakit jantung serta pembuluh darah

menjadi penyebab kematian di dunia peringkat satu. 17,9 juta orang

meninggal akibat PJK di tahun 2016 yakni 31% dari semua kematian global.

Penyebab penyakit jantung koroner karena adanya penyempitan,

penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan dan

penyumbatan tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung

yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan

jantung memompa darah dapat hilang.

Berdasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Windy G. Amisi (2018)

menyatakan bahwa terdapat adanya hubungan hipertensi dengan PJK,

dimana pada penelitian ini responden yang mengalami hipertensi berisiko

lebih meningkat 2,6 kali mengalami PJK dibanding yang tidak mengalami

hipertensi. Apabila tekanan darah sistemik mengalami peningkatan akan

terjadi pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung

meningkat dan dapat menimbulkan hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi

kekuatan kontraksi yang akhirnya akan terjadi dilatasi dan payah jantung.

Berdasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Windy G. Amisi (2018)

menyatakan bahwa terdapat adanya hubungan hipertensi dengan PJK,

25
dimana pada penelitian ini responden yang mengalami hipertensi berisiko

lebih meningkat 2,6 kali mengalami PJK dibanding yang tidak mengalami

hipertensi. Apabila tekanan darah sistemik mengalami peningkatan akan

terjadi pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban kerja jantung

meningkat dan dapat menimbulkan hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi

kekuatan kontraksi yang akhirnya akan terjadi dilatasi dan payah jantung.

Arteri tersebut mengalami pengerasan yang disebabkan oleh endapan

lemak pada dinding, sehingga menyempitka lumen yang terdapat di dalam

pembulu darah menyebabkan terjadinya PJK.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Tika TT. Pengaruh Pemberian Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Pada Penyakit Hipertensi. J Med [Internet]. 2021;03(01):1260–5.

2. Adrian SJ, Tommy. Hipertensi Esensial : Diagnosis dan Tatalaksana

Terbaru pada Dewasa. CDK-274. 2019; 46(3) :172-178

3. Kumanan T, Guruparan M, Sreeharan. HYPERTENSION: "The

Silent Killer". Colombo : Kumaran Book House ;2018

4. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Jakarta: Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2018.

5. Wahidah. PJK (Penyakit Jantung Koroner) dan SKA (Sindrome

Koroner Akut) dari Prespektif Epidemiologi CHD (Coronary Heart

Disease) and ACS (Acute Coronary Syndrome) from an

Epidemiological Perspective. J Kesehat Masy. 2019;6(1):54–65

6. Mudyawati Kamaruddin, Nurhidayat Triananinsi, Nurqalbi Sampara,

Sumarni, Minarti AMR. Media kesehatan masyarakat. Media

Kesehat Masy [Internet]. 2020;16(1):116–26.

7. Nuraini B. Risk Factors of Hypertension. J Major. 2015;4(5):10–9.

8. Oktaviarini E, Hadisaputro S, Suwondo A, Setyawan H. Beberapa

Faktor yang Berisiko Terhadap Hipertensi pada Pegawai di Wilayah

Perimeter Pelabuhan (Studi Kasus Kontrol di Kantor Kesehatan

Pelabuhan Kelas II Semarang). J Epidemiol Kesehat Komunitas.

2019;4(1):35.

27
9. Lukitaningtys D, Cahyono EA. Hipertensi ; Artikel Review. J

Pengemb ilmu dan Prakt Kesehat [Internet]. 2023;2(April):1–14.

10. James, P A, et al. 2014. 2014 Evidence Based Guideline for The

Management of High Blood Pressure in Adults.

11. Rahmah Muthia 2018. Hipertensi. Univ Yars Fak Kedokt. 2018;1–26.

12. Utaminingsih, W. R. 2015. Mengenal dan mencegah penyakit

diabetes, hipertensi, jantung dan stroke untuk hidup lebih

berkualitas. Yogyakarta: Media Ilmu

13. Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan medikal bedah 1.

Yogyakarta: nuha Medika

14. Kurniadi, H. 2015. Stop Gejala Penyakit Jantung Koroner, Kolestrol

Tinggi, Diabetes Melitus, Hipertensi. Yogyakarta: Istana Media

15. Wahidah. PJK (Penyakit Jantung Koroner) dan SKA (Sindrome

Koroner Akut) dari Prespektif Epidemiologi CHD (Coronary Heart

Disease) and ACS (Acute Coronary Syndrome) from an

Epidemiological Perspective. J Kesehat Masy. 2019;6(1):54–65

16. Wongkar AH, Yalume RAS. Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit

Jantung Koroner Di Ruangan Poliklinik Jantung Rs. Bhayangkara Tk.

Iii Manado. J Community Emerg. 2019;7(1):27–41

17. Ramadhan MH. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK). J

Kedokt Syariah Kuala. 2022;1–15.

18. Amisi WG, Nelwan JE, Kolibu FK. Hubungan antara Hipertensi

dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Pasien yang

28
Berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado. Kesmas. 2018;7(4):1–7.

19. Alyssia N, Amalia N. Scoping Review : Pengaruh Penyakit Jantung

Koroner Hipertensi terhadap. Pros Kedokt [Internet].

2021;7(1):29825. Available from:

http://hdl.handle.net/123456789/29825

29
30

Anda mungkin juga menyukai