Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN IKM -IKK Referat

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2020

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

HIPERTENSI

Disusun Oleh:

Aulia Adi Putri MS

111 2018 2099

Supervisor:

dr. Armanto Makmun, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN IKM-IKK

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Aulia Adi Putri MS

Stambuk : 111 2018 2099

Judul Referat : Hipertensi

Telah menyelesaikan tugas Referat dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada Bagian IKM-
IKK Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, September 2020

Pembimbing

dr. Armanto Makmun, M.Kes

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka Referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Salam dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga
akhir zaman.
Referat yang berjudul “Hipertensi” ini penulis susun sebagai persyaratan untuk memenuhi
kelengkapan bagian. Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama
penyusunan Referat ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut penulis
sampaikan kepada dr. Armanto Makmun, M.Kes sebagai pembimbing dalam penulisan
Referat ini.

Penulis menyadari bahwa Referat ini belum sempurna, untuk saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan penulisan Referat ini. Terakhir penulis
berharap, semoga Referat ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Makassar, September 2020

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pola penyakit di Indonesia mengalami transisi epidemiologi selama dua dekade
terakhir, yakni dari penyakit menular yang semula menjadi beban utama kemudian
mulai beralih menjadi penyakit tidak menular. Kecenderungan ini meningkat dan mulai
mengancam sejak usia muda. Penyakit tidak menular yang utama di antaranya
hipertensi, diabetes melitus, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronik. 1,21 Menurut
laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH dari 69,43 tahun pada
tahun 2010 menjadi 69,65 tahun pada tahun 2011 dengan persentase populasi lansia
adalah 7,58% dari total penduduk Indonesia. Lansia perempuan lebih banyak daripada
laki-laki. Jenis keluhan yang paling banyak dialami lansia terkait dengan penyakit
kronis, seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan diabetes. Penyakit
yang paling banyak diderita oleh pasien rawat jalan dalam kelompok usia 45-64 tahun
dan di atas 65 tahun adalah hipertensi

Hipertensi atau secara awam disebut sebagai tekanan darah tinggi adalah masalah
kesehatan global, termasuk di Indonesia karena prevalensinya tinggi, meskipun
berbeda- beda di berbagai negara. Tekanan darah tinggi akan sangat berbahaya karena
membuat jantung bekerja terlalu keras, mengeraskan dinding arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan otak atau menyebabkan yang tidak baik bagi fungsi ginjal
atau bahkan tidak dapat berfungsi lagi. Jika tidak dikendalikan, tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan penyakit jantung, ginjal, stroke, dan kebutaan.1,2

Hipertensi tidak memberikan keluhan khas. Keluhan seperti tengkuk pegal atau
pusing bisa disebabkan oleh gangguan lain. Oleh karena itu, penderita hipertensi tidak
sadar bahwa dia menderita hipertensi, sehingga tidak memeriksakan diri atau tidak
patuh berobat. padahal, terapi hipertensi yang adekuat dapat menurunkan risiko stroke
sebesar 40% dan risiko miokard infark sampai 15%. Terapi farmakologik cukup penting
dalam mencapai target ini, tetapi modifikasi asupan makanan sehari-hari merupakan
salah satu bagian modifikasi gaya hidup yang mempunyai peran yang besar dalam
mencegah kenaikan tekanan darah pada individu yang tidak menderita hipertensi, serta
menurunkan tekanan darah pada prehipertensi dan penderita hipertensi. Dewasa ini

4
berbagai penelitian menunjukkan beberapa zat gizi, bahan makanan tertentu, pola
asupan makanan sehari-hari/diet berperan dalam pencegahan dan terapi hipertensi.

Pada laporannya yang ketujuh, Joint National Committee on Prevention,


Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC) menganjurkan
modifikasi gaya hidup yang termasuk penurunan berat badan dan penerapan diet, dalam
mencegah dan menangani tekanan darah tinggi, selain terapi dengan obat. Modifikasi
gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Pengobatan
penderita hipertensi harus mencakup upaya non-farmakologik dan dimana terdapat
indikasi, digabung dengan upaya farmakologik. Upaya farmakologik dapat berupa
pemberian obat - obat antihipertensi, seperti diuretik, ACE Inhibitor, Beta blocker dan
Calcium Channels Blocker. Masing-masing mempunyai efek penurunan tekanan darah
yang berperan dalam pencegahan komplikasi hipertensi dan bila dijalankan secara
bersamaan akan mempunyai efek penurunan tekanan darah yang lebih nyata
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025, dari sejumlah 639 juta kasus di tahun
2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan
pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. Hal ini
diperparah dengan 7 dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
secara adekuat.3,4
Di Indonesia, hipertensi didapatkan pada 83 per 1000 anggota rumah tangga.
Prevalensi tekanan darah tinggi meningkat dengan seiring dengan peningkatan usia.
Banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang
merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50%
diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka  cenderung
untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor
risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Hal itu merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai dengan data
Riskesdas 2013.

5
Di Sulawesi Selatan sendiri penderita hipertensi terdapat kurang lebih 29% dari
total penduduk yang ada. Angka ini akan terus bertambah apabila tidak diimbangi
dengan edukasi dan terapi hipertensi yang adekuat.4,5,6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum tentang Hipertensi

1.1.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang).7 Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih
tinggi dari 140 / 90 mmHg.22 Hipertensi merupakan penyakit yang timbul
akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor
pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat
keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh.23 Hipertensi dapat mengakibatkan
komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK),
gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ
vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan
kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah
satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung
(cardiovascular).2

1.1.2 Faktor Resiko dan Etiologi


Mengetahui faktor penyebab atau faktor risiko terjadinya hipertensi
merupakan hal penting untuk pencegahan dan penatalaksanaan hipertensi yang
adekuat dalam upaya menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.8
Faktor risiko adalah kondisi atau perilaku yang meningkatkan kesempatan
anda untuk mengembangkan penyakit. Faktor risiko terjadinya hipertensi dapat
dikelompokkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, seperti usia, gender,

6
ras; dan yang dapat dimodifikasi, yaitu gaya hidup. Penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa modifikasi gaya hidup dapat menurunkan
tekanan darah serta meningkatkan efektivitas terapi farmakologik.8

Beberapa faktor resiko kejadian hipertensi antara lain:6

1. Usia
Semakin bertambahnya umur maka tekanan darah juga akan mengalami
peningkatan. Dinding arteri akan mengalami penebalan yang disebabkan oleh
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga mengakibatkan pembuluh
darah menyempit dan menjadi kaku setelah umur 40 tahun. Pernyataan ini
didukung juga oleh penelitian yang dilakukan di Desa Tarabita Kecamatan
Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berumur ≥ 40 tahun mengalami hipertensi23
2. Kurang olahraga/aktifitas fisik
Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan yang memberikan banyak
keuntungan seperti berkurangnya berat badan, tekanan darah, kolesterol serta
penyakit jantung. Dalam kaitannya dengan Hipertensi, olahraga teratur dapat
mengurangi kekakuan pembuluh darah dan meningkatkan daya tahan jantung
dan paru-paru sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
3. Faktor genetik dan riwayat keluarga
Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang dipengaruhi
faktor genetik dan lingkungan. Pengaruh genetik ini sangat bervariasi,
dilaporkan sekitar 15% pada populasi tertentu sampai dengan 60% pada
populasi lainnya. Peranan faktor genetik pada etiologi Hipertensi didukung oleh
penelitian yang membuktikan bahwa Hipertensi terjadi di antara keluarga
terdekat walaupun dalam lingkungan yang berbeda. Faktor keturunan memang
memiliki peran yang besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti
dengan ditemukannya bahwa kejadian hipertensi lebih banyak terjadi ada
kembar monozigot dibanding heterozigot (berasal dari sel telur berbeda). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Raihan (2014) terdapat hubungan antara
responden yang memiliki riwayat keluarga hipertensi dengan hipertensi pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir.27
4. Berat badan/obesitas

7
Seseorang lebih berisiko mengalami pra-Hipertensi maupun menderita
Hipertensi jika memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Istilah “berat badan
berlebih” dan "obesitas" merujuk pada berat badan yang lebih besar dari apa
yang dianggap sehat untuk tinggi badan tertentu.29
5. Asupan natrium
Diet yang terlalu tinggi natrium dan terlalu rendah kalium dapat
meningkatkan risiko terserang Hipertensi. Makan terlalu banyak unsur natrium
dalam garam dapat meningkatkan tekanan darah. Sebagian besar natrium kita
dapatkan berasal dari makanan olahan dan makanan restoran. Tidak cukup
makan kalium juga bisa meningkatkan tekanan darah. Zat kalium dapat
ditemukan pada makanan seperti pisang, kentang, kacang-kacangan, dan yogurt.
Konsumsi natrium yang berlebih akan meningkatkan ekstraseluler dan cara
untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat dan akibat dari meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah yang
berdampak pada timbulnya hipertensi.29
6. Konsumsi alkohol dan merokok
Hipertensi akan meninggi jika meminum alkohol lebih dari tiga kali dalam
sehari. Dan mengkonsumsi alkohol sedang (moderate) diperkirakan punya efek
protektif.29
7. Stress
Stress terjadi karena ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi
mental, fisik, emosional, dan spiritual seseorang. Kondisi tersebut pada suatu
saat akan mempengaruhi kesehatan fisik seseorang. Stress sering disebut
berkaitan dengan kerja atau beban kerja seseorang tetapi Masa kerja tidak
terbukti berisiko terhadap hipertensi sejalan dengan penelitian Harianto tahun
2011 yang menyatakan bahwa masa kerja 6–12 tahun dan masa kerja > 12 tahun
tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi.16 Masa
kerja ≥ 10 tahun yang diduga merupakan faktor risiko hipertensi dalam
penelitian ini memiliki persentase yang sama pada kelompok kasus dan
kelompok kontrol.28 Hubungan stress dengan Hipertensi, diduga terjadi melalui
saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermitten (tidak menentu) Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.30

8
Untuk etiologi dari hipertensi, dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu;
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi ini besarannya 95% dari total kasus hipertensi. Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi esensial seperti hiperaktif susunan saraf
adrenergik, kelainan pertumbuhan pada sistem kardiovaskular dan ginjal,
gangguan sistem RAA, gangguan natruresis, gangguan pertukaran ion positif
lingkungan, kegemukan, merokok, alkohol, dan lain-lain. Hipertensi jenis ini
tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai.12,13
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat pada 5% dari kasus
hipertensi. Penyebab spesifiknya seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hiperaldosteronisme, kehamilan, sindrom cushing, feokromositoma dan lain-
lain.13

1.1.3 Klasifikasi Hipertensi


Tekanan darah bersifat kontinu, namun batas tekanan darah normal ditentukan
secara konsensus berdasarkan data epidemiologik . Pada masa ini ada 2
klasifikasi yang banyak dianut, yaitu yang berdasarkan pedoman The Joint
National Commision dari Amerika Serikat dan yang dikeluarkan oleh The
European Society Of Hypertensin (ESC) tahun 2007, yang sama dengan
klasifikasi The International Society Of Hypertension (ISH). Berikut adalah
lampiran tabel klasifikasi hipertensi.1

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan darah (ESH/ESC)


Category Sistolic Diastolic Blood
Blood Pressure
Pressure
Optimal <120 ± <80
Normal 120 - 129 ± 80 - 84
Sumber : JNC 8.7
High Normal 130 -139 ± 85 - 89
Hipertensi Grade 1 140 - 159 ± 90 - 99

Hipertensi Grade 2 160 - 179 ± 100 - 109


Hipertensi Grade 3 ≥180 ± ≥110
Hipertensi Isolasi ≥140 ± <90
Sistolik
9
Sumber : WHO/ISH

Sekitar dua pertiga dari orang di atas usia 65 memiliki tekanan darah tinggi.
Jika tekanan darah anda adalah antara 120/80 mmHg dan 139/89 mmHg, maka
anda memiliki prehipertensi. Ini berarti bahwa Anda tidak memiliki tekanan
darah tinggi sekarang tapi mungkin untuk mengembangkannya di masa depan
kecuali anda mengadopsi perubahan gaya hidup sehat.2

1.1.4 Patofisiologi Hipertensi


Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi
segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem
yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama
ginjal.

1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan


penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan
berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini
disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan
memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,
pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal
yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium
banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.

2) Sistem renin-angiotensin

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II


dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II

10
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama.

a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan


meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.

3) Sistem saraf simpatis


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

11
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

1.1.5 Tanda dan Gejala Hipertensi


Tekanan darah tinggi disebut "silent killer" karena sering tidak memiliki
tanda-tanda peringatan atau gejala, dan banyak orang tidak tahu mereka
memilikinya, bahkan jika pembacaan tekanan darah sudah mencapai tingkat
yang membahayakan. Beberapa orang dengan tekanan darah tinggi mungkin
memiliki sakit kepala, sesak napas atau mimisan, tapi tanda-tanda dan gejala
tidak spesifik dan bisa disebabkan oleh berbagai gangguan lain. Biasanya gejala
tidak terjadi sampai tekanan darah tinggi telah mencapai tahap yang parah atau
yang mengancam jiwa.1,15,16
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin
tak menunjukkan gejala selama bertahun - tahun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila
terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik. 17
Pada hipertensi primer yang belum mengalami komplikasi, pasien biasanya
tidak bergejala atau hanya mengeluh sakit kepala dan tegang dibelakang leher.
Apabila sudah terjadi kerusakan target organ, barulah timbul gejala sesuai

12
dengan organ yang terganggu. Pada hipertensi sekunder biasanya keluhan
mengarah ke penyakit penyebabnya (underlying disorder). 12
Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh :
A. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar - debar, rasa
melayang (dizzy) dan impoten.
B. Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti cepat capek, sesak napas, sakit
dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut,
hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral
ischemic.
C. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder : polidipsia, poliuria, dan
hipokalemia, kramp, dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer,
peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom cushing,
feokromositoma dapat muncul dengan palpitasi, keringat, synkope dan
rasa melayang saat berdiri (posturan dizzy).18

1.1.6 Diagnosis Hipertensi


Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali
pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja
dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya
setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien
diharapkan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat
mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol,
alkohol dan sebagainya.42 Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan
tindakan lebih lanjut yakni :
1) Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita Tujuan pertama
program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh mana penyakit ini
telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak, apakah arteri dan
organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain.
2) Mengisolasi penyebabnya
Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab
spesifiknya.
3) Pencarian faktor risiko tambahan

13
Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu pencarian faktor-faktor
risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan.
4) Pemeriksaan dasar
Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan dasar,
seperti kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (electrocardiography) dan
rontgen.
5) Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain adalah : a. X- ray khusus (angiografi) yang
mencakup penyuntikan suatu zat warna yang digunakan untuk memvisualisasi
jaringan arteri aorta, renal dan adrenal. b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer
dengan suatu alat electroencefalografi (EEG), alat ini menyerupai
electrocardiography (ECG atau EKG).

1.1.7 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang
berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri,
serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup
penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya
kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.28
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation,
dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi
transforming growth factor-β (TGF-β).45 Umumnya, hipertensi dapat
menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah:

14
1) Jantung - hipertrofi ventrikel kiri - angina atau infark miokardium - gagal
jantung
2) Otak - stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
5) Retinopati

1.1.8 Penatalaksanaan Hipertensi


Penatalaksanaan hipertensi dilakukan sebagai upaya pengurangan resiko
naiknya tekanan darah dan pengobatannya. Dalam penatalaksanaan hipertensi
upaya yang dilakukan berupa upaya farmokologis (obat-obatan) dan upaya
nonfarmakologis (memodifikasi gaya hidup). Beberapa pola hidup sehat yang
dianjurkan oleh banyak guidelines (pedoman) adalah dengan penurunan berat
badan, mengurangi asupan garam, olah raga yang dilakukan secara teratur,
mengurangi konsumsi alkohol dan berhenti merokok.26 Tujuan pengendalian
hipertensi adalah untuk mencegah kerusakan terhadap organ - organ sasaran
atau komplikasi dan menurunkan mortaliti. Penderita hipertensi diobati secara
keseluruhan, tapi ada sasaran tekanan darah yang harus dicapai berdasarkan
kondisi yang ada pada penderita. Selain itu, para ahli juga menganjurkan jangan
hanya memusatkan perhatian pada angka tekanan darah, namun juga harus
ditelusuri faktor-faktor risiko kadiovaskular lainnya, adanya kerusakan target
organ serta adanya penyakit penyerta (komorbiditas). Dengan perkataan lain
para ahli menyarankan pendekatan holistik dalam tata laksana hipertensi.1,11

15
Gambar 2.1. Algoritma Managemen Hipertensi.19

Gambar 2.2 Tabel stratifikasi resiko hipertensi.19

16
Gambar 2.3 Manifestasi dari kerusakan atau komplikasi organ target.19

Tekanan darah harus dipantau dan pengobatan disesuaikan sampai tekanan


darah sasaran tercapai. Obat ketiga harus ditambahkan jika perlu. Penyerahan
untuk dokter dengan keahlian mengobati hipertensi mungkin diperlukan untuk
pasien yang tidak mencapai target tekanan darah menggunakan strategi ini.
Orang dewasa dengan penyakit ginjal kronik dan hipertensi harus menerima
ACE inhibitor atau ARB sebagai terapi tambahan, berdasarkan moderat bukti
bahwa obat ini meningkatkan hasil terkait ginjal pada pasien ini. 20
Untuk pasien dengan hipertensi tahap 1, periode pengamatan tiga sampai
enam bulan dianjurkan kecuali, keterlibatan organ target sudah jelas. Selama
periode ini, saran yang tepat harus diberikan pada modifikasi gaya hidup.
Tindak lanjut pada saat ini harus sekitar dua bulanan sehingga akan ada antara
satu sampai tiga kunjungan selama periode tersebut dan khasiat intervensi dari
pengobatan harus dinilai. 19
Berbagai aspek gaya hidup bisa diperbaiki untuk menurunkan tekanan darah.
Ini disebut juga upaya non-farmakologik yang meliputi penurunan berat badan
bila obes, makanan, aktifitas fisik/olahraga, mengurangi asupan garam dan
alkohol.20 Pengetahuan dan sikap pasien hipertensi mempengaruhi kepatuhan
pengontrolan tekanan darah, dan angka morbiditas serta mortalitas penyakit
hipertensi. Pasien yang memiliki pengetahuan baik tentang hipertensi dapat
meningkatkan kepatuhannya dalam pelaksanaan program terapi.24

17
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi dikenal sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki


tekanan darah diatas normal. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab
gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat juga berakibat
terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular.

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas


kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg
diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Terapi non farmakologi antara lain
mengurangi asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan,
dapat dimulai sebelum atau bersama-sama dengan obat farmakologi.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Riantono L. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
2. National Heart, Lung and BI. Lowering Your Blood Pressure With DASH. NIH
Public Access. 2015:64. doi:10.1037/e566492010-001.
3. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Maj
Kedokt Indones. 2009;59(12):580-587.
4. Amiruddin AAR. Hipertensi dan faktor risikonya dalam kajian epidemiologi. 2007.
https://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-risikonya-
dalam-kajian-epidemiologi/. Published 2007.
5. Appel LJ, Brands MW, Daniels SR, Karanja N, Elmer PJ, Sacks FM. Dietary
approaches to prevent and treat hypertension: A scientific statement from the
American Heart Association. Hypertension. 2006;47(2):296-308.
doi:10.1161/01.HYP.0000202568.01167.B6.
6. Ridjab D a. Modifikasi Gaya Hidup dan Tekanan Darah. :159-166.
Widyanto, F.C, dan Triwibowo, C., 2013. Trend Disease. Jakarta : CV. Trans Info Media
7. Bell K, Twiggs J, Olin BR. Hypertension : The Silent Killer : Updated JNC-8
Guideline Recommendations. Alabama Pharm Assoc. 2015:1-8. doi:0178-0000-15-
104-H01-P.
8. Kumala M. Peram Diet Dalam Pencegahan dan Terapi Hipertensi. DAMIANUS J Med.
2014;13(1):50-61.
9. U.S. DEPARTMENT OF HEALTH AND HUMAN SERVICES. Your Guide to
Lowering Blood Pressure. Blood Press. 2003:8-11.
https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/public/heart/hbp_low.pdf.
10. Kresnawan T. ASUHAN GIZI PADA HIPERTENSI 1 Instalasi Triyani Kresnawan 1
Gizi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Blood Press. 2011;34(2):143-147.
11. Pustaka T. Tata Laksana Hipertensi. 2012;39(4):251-255.
12. Peter Kabo. Bagaimana Menggunakan Obat - Obat Kardiovaskular Secara Rasional.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
13. Harahap, Heryudarini ; Hardinsyah ; Setiawan, Budi ; Effendi I. hubungan Indeks
Massa Tubuh, Jenis Kelamin, Usia, Golongan Darah dan Riwayat Keturunan dengan
Tekanan darah pada Pegawai Negeri Sipil di Pekan Baru. 2008;31(2):55.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=87061&val=4888.
14. Esc C, Cifkova R, Bo M, et al. 2013 ESH / ESC Guidelines for the management of

19
arterial hypertension The Task Force for the management of arterial hypertension of
the European Society of Hypertension ( ESH ) and of the European Society.
2013:2159-2219. doi:10.1093/eurheartj/eht151.
15. Prevention C for DC and. High Blood Pressure. CDC. 2014.
http://www.cdc.gov/bloodpressure/index.htm.
16. Research M foundation for MeE and. High Blood Pressure (HTN). Mayo Clin. 2014.
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/high-bloodpressure/basics/definition/
con-20019580.
17. Sylvia A P. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2005.
18. Panggabean M. Penyakit Jantung Hipertensi. In: Ilmu Ajar Penyakit Dalam. Ed6 Jilid .
Jakarta: Interna Publishing; 2015.
19. Edition H. Management of Hypertension. 2008;08(February).
20. Association J of the AM. JNC 8 Guideline for the Management hypertension of Adult.
2013. http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1791497.

21. Sudarsono EKR, Sasmita JFA, Handyasto AB, Kuswantiningsih N, Arissaputra SS.
Peningkatan Pengetahuan Terkait Hipertensi Guna Perbaikan Tekanan Darah pada
Pemuda di Dusun Japanan, Margodadi, Seyegan, Sleman, Yogyakarta. J Pengabdi Kpd
Masy (Indonesian J Community Engag. 2017;3(1):26–38.

22. Amanda D, Martini S. The Relationship between Demographical Characteristic and


Central Obesity with Hypertension. J Berk Epidemiol. 2018;6(1):43.

23. Tarigan AR, Lubis Z, Syarifah S. Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan
Keluarga Terhadap Diet Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu Tahun
2016. J Kesehat. 2018;11(1):9–17.

24. Linda L. the Risk Factors of Hypertension Disease. J Kesehat Prima. 2018;11(2):150.

25. Cahyono A. Hubungan Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Sikap Perawatan


Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. J AKP. 2015;06:224–32.

26. Dedullah RF, Malonda NSH, Joseph WBS. Hubungan antara faktor risiko hipertensi
dengan kejadian hipertensi pada masyarakat di Kelurahan Motoboi Kecil Kecamatan
Kotamobagu Selatan Kota Kotamobagu. J Kesmas. 2015;4(2):111–8.

27. Oktaviarini E, Hadisaputro S, Suwondo A, Setyawan H. Beberapa Faktor yang


Berisiko Terhadap Hipertensi pada Pegawai di Wilayah Perimeter Pelabuhan (Studi
Kasus Kontrol di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang). J Epidemiol
Kesehat Komunitas. 2019;4(1):35.

20
28. , et al. Assessment of Knowledge on Hypertension among Hypertensive Patients in
Bandung City: A Preliminary Study. Indonesia J Clin Pharm. 2017;6(4):290–7.

29. Mahmudah S, Maryusman T, Arini FA, Malkan I. Hubungan Gaya Hidup Dan Pola
Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Kelurahan Sawangan Baru Kota
Depok Tahun 2015. Biomedika. 2017;8(2):43–51.

30. Arum YTG. Hipertensi pada Penduduk Usia Produktif (15-64 Tahun). HIGEIA
(Journal Public Heal Res Dev. 2019;3(3):345–56.

21

Anda mungkin juga menyukai