BAB I
PENDAHULUAN
Air limbah tahu memiliki kandungan BOD 5643-6870 mg/l, COD 6870-10500 mg/l,
P-Tot 80,5 - 82,6 mg/l jika dibandingkan dengan PERMEN LH Nomor 15 Tahun 2008
tentang baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pengolahan kedelai. Dengan batas
kandungan BOD 100 mg/l, COD 300 mg/l maka perlu adanya pengolahan limbah cair
karena air limbah tahu sudah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan (Alimsyah,
2013).
Mengingat industri tahu merupakan industri dengan skala kecil, maka membutuhkan
instalasi pengolahan limbah dengan perangkat sederhana. Berbagai teknologi pengolahan
limbah yang sudah ada, maka akan dilakukan kajian untuk mengetahui teknologi
pengolahan limbah tahu yang efektif dan efisien beserta kelebihan dan kekurangannya,
dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan. Indonesia memiliki potensi
kekayaan alam yang sangat melimpah salah satunya yaitu nanas. Nanas mengandung
enzim bromelin pada setiap bagiannya.
Enzim bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu
menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam
amino sehingga mudah di cerna tubuh. Sekitar setengah dari protein dalam nanas
mengandung protease bromelin (wuryanti, 2004). Pada penelitian ini untuk amobilisasi
enzim bromelin dari kulit nanas dengan menggunakan matriks pendukung karagenan
untuk pengurangan kandungan protein pada limbah cair pabrik tahu. Uji aktivitas enzim
dilakukan dengan optimasi jumlah enzim amobil dan waktu inkubasi. Diharapan enzim
bromelin amobil dengan karagenan sebagai pengamobil dapat mendegradasi kandungan
protein pada limbah cair pabrik tahu lebih banyak dan lebih sempurna dari penelitian
sebelumnya.
Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa enzim bromelin yang
teramobilisasi matriks karagenan untuk mengurangi kandungan protein pada limbah cair
pabrik tahu dengan beragam massa enzim bromelin amobil dan waktu inkubasi.
Penelitian ini dilakukan dengan mengisolasi enzim bromelin yang berasal dari kulit
nanas (Ananas comosus L.Merr.) yang di amobilisasi dengan karagenan. Ada beberapa
variabel yang akan dianalisis yaitu limbah cair pabrik tahu dan aktivitas enzim bromelin
sebagai variabel terikat, volume dalam limbah cair tahu sebagai variabel tetap, dan massa
enzim bromelin sebagai variabel bebas.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nanas memiliki manfaat kesehatan yang luar biasa. Nanas segar mengandung enzim
bromelain yang digunakan untuk melawan radikal bebas yang menyerang dan merusak
sel. Bromelain telah menunjukkan efek anti-inflamasi yang signifikan, mengurangi
pembengkakan pada kondisi peradangan seperti sinusitis akut, sakit tenggorokan, radang
sendi dan asam urat dan mempercepat pemulihan dari cedera dan operasi. Enzim nanas
telah digunakan dengan sukses untuk mengobati rheumatoid arthritis dan untuk
mempercepat perbaikan jaringan akibat cedera, ulkus diabetes dan operasi umum. Nanas
mengurangi pembekuan darah dan membantu menghilangkan plak dari dinding arteri.
Studi menunjukkan bahwa enzim nanas dapat meningkatkan sirkulasi pada mereka
dengan arteri yang menyempit, seperti penderita angina. Nanas digunakan untuk
membantu menyembuhkan bronkitis dan infeksi tenggorokan. Hal ini efisien dalam
pengobatan arterioscleroses dan anemia. Nanas memiliki manfaat baik untuk otak, yaitu
dapat memerangi kehilangan memori, kesedihan dan melankolis (Joy,2010).
2.2 Enzim
makanan dan minuman, industri tekstil, industri kulit dan kertas di Indonesia semakin
meningkat.
Enzim merupakan golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup
dan mempunyai fungsi penting sebagai biokatalisator pada reaksi-reaksi biokimia. Salah
satu enzim yang berperan di dalam industri adalah enzim protease karena enzim ini
banyak digunakan baik untuk pangan maupun non pangan. Protease merupakan enzim
penting yang digunakan secara luas pada aplikasi industri dan merupakan 65% dari total
penjualan enzim di dunia. Protease digunakan pada beberapa industri seperti detergen,
farmasi, produk – produk kulit, pengempukan daging, hidrolisat protein, produk-produk
makanan, dan proses pengolahan limbah industri. Kebutuhan akan enzim protease di
Indonesia cukup tinggi, namun kebutuhan ini masih tergantung pada produksi impor.
Salah satu cara mengantisipasi ketergantungan terhadap produksi impor tersebut adalah
perlu adanya usaha untuk memproduksi enzim protease secara mandiri.
Mikroorganisme merupakan sumber enzim dan lebih menguntungkan karena
pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada substrat yang murah, lebih mudah
ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi pertumbuhan dan rekayasa genetika,
serta mampu menghasilkan enzim yang ekstrim (Yusriah,2013).
Protease adalah enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada molekul protein
yang menghasilkan peptida atau asam amino. Protein terdiri atas molekul asam amino
yang bervariasi jumlahnya, berkisar antara 10 sampai ribuan yang berfungsi sebagai unit
penyusun polimer protein yang terangkai melalui ikatan peptida. Protein yang memiliki
lebih dari 10 asam amino disebut polipeptida, sedangkan istilah protein ditujukan bagi
polimer asam amino dengan jumlah di atas 100 (Yusriah,2013).
Enzim protease terdapat 4 golongan yaitu yang pertama protease serin
merupakan endopeptidase. Golongan protease serin memiliki asam amino serin pada sisi
katalitiknya. Jika asam amino serin ini dimodifikasi dengan memfosforilasi gugus –OH
asam amino serin tersebut maka aktivitas enzimatik akan lenyap. Contoh protease serin
adalah tripsin, kimotripsin dan elastase. Lalu ada protease sistein, sifat katalitik
kelompok enzim ini ditentukan oleh asam amino sistein. Enzim ini tidak akan hilang
aktivitasnya dengan fosforilasi tetapi akan hilang kemampuan katalitiknya dengan
alkilasi. Contoh enzim ini adalah bromelin, papain dan katerpin. Protease jenis ini
mempunyai aktivitas optimal pada pH netral, dan sangat dipengaruhi oleh logam
pengkelat. Selanjutnya ada protease aspartat, enzim ini memiliki urutan asam amino
yang kaya akan aspartat dan glutamat. Asam aspartat diperlukan keberadaanya ditempat
7
interaksi dengan molekul. Jika aspartat di tempat tersebut diubah menjadi amida maka
sifat katalitik enzim akan hilang. Protease aspartat sering disebut juga protease karboksil,
karena memerlukan gugus karboksil bebas dalam residu asam amino tertentu yang ada di
bagian enzim tersebut berinteraksi dengan protein substrat dan memecahnya. Banyaknya
asam amino asam ini juga menerangkan, mengapa protease golongan ini bekerja pada pH
rendah, yaitu berkisar antara 2-6 dan memiliki titik isolistrik pada selang pH 3-5. Contoh
enzim ini adalah kelompok pepsin yang meliputi enzim-enzim pencernaan seperti pepsin,
kimosin dan reni. Terakhir ada protease logam atau metaloprotease, memerlukan adanya
logam untuk aktivitasnya. Enzim ini berperan penting dalam sel-sel fagosit, seperti
leukosit dan makrofag. Enzim ini berperan penting dalam perusakan rawan sendi dalam
penyakit-penyakit sendi. Kelompok metaloprotease Zn, merupakan salah satu kelompok
protease yang sering ditemukan pada bakteri dan jamur (Ward, 1983).
Aplikasi protease mikroorganisme di dalam industri sudah sangat luas. Baik
industri pangan maupun non pangan. Penggunaan di dalam industri non pangan yaitu
pada industri detergen dan industri kulit. Di dalam industri pangan, digunakan pada
industri roti, industri keju, industri daging, industri bir dan industri protein hidrolisat.
1. Industri detergen
Enzim yang diaplikasikan pada detergen harus memilliki karakteristik
yang mendukung seperti pH basa, stabilitas suhu yang baik, ketahanan
terhadap senyawa pengoksidasi dan pengkeat, serta memiliki spesifitas yang
luas (Ward, 1983).
2. Industri kulit
Enzim protease ditambahkan untuk membantu membebaskan bulu-
bulu pada kulit dan melangsungkan hidrolisis sebagian protein untuk
melunakkan kulit. Penambahan protease juga mengurangi kebutuhan akan
pereaksi sulfida, sehingga mengurangi limbah bersulfur dan mengurangi biaya
untuk pengolahan limbah. Disamping itu juga pemakaian enzim protease dapat
mempercepat waktu proses penghilangna bulu (Ward, 1983).
amino dari gluten yang akan bereaksi dengan gula selama pembakaran roti
sehingga menimbulkan aroma dan warna yang diinginkan (Suhartono, 1989).
4. Industri keju
Protease ini digunakan untuk menggumpalkan susu pada industri keju.
Protease renin dari anak sapi telah mulai digantikan oleh Endothia, Mucor
pusillus dan Mucor meithei (Suhartono, 1989).
5. Industri bir
7. Industri daging
Bromelin adalah enzim yang diekstrak dari buah nanas (Ananas comosus).
9
Bromelin diisolasi dari buah nanas dengan menghancurkan daging buah untuk
mendapatkan ekstrak kasar enzim bromelin. Bromelin ini berbentuk serbuk
amori dengan warna putih bening sampai kekuning-kuningan, berbau has, larut
sebagian dalam aseton, eter, dan CHCl3. Penggunaan nama bromelin untuk
enzim pemecah protein yang berasal dari nanas sekilas menimbulkan kesan tidak
taat asas, karena nama nanas adalah Ananas comosus, walaupun tanaman ini
termasuk tanaman Bromeliaceae. Tampaknya, penamaan enzim menurut
organisme sumber ini hanya berhasil dilakukan terhadap enzim tumbuh-
tumbuhan dan itupun jumlahnya tidak banyak. Bersamaan dengan itu,
penggunaan akhiran – in pada nama enzim mulai ditinggalkan dan hanya
bertahan pada enzim yang sudah terlanjur dikenal dengan tatanama seperti itu
(Sadikin, 2002).
Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease sulfhidril yang mempu
menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi molekul
yang lebih kecil, yaitu enzim amino (Nur, 2017). Bromelin biasa dimanfaatkan
dalam industri pangan atau non pangan seperti pembuatan minuman bir dan
daging kalengan (Herdyastuti, 2006). Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu
diketahui bahwa nanas beserta limbahnya (batang dan kulit) dapat, menghasilkan
enzim bromelin. Enzim ini dapat diisolasi dari daging buah, kulit buah, bonggol
(hati), tangkai daun, dan daun (Suhermiyati dan Sylvia JS, 2005).
Buah nanas yang muda maupun yang tua juga mengandung enzim bromelin.
Buah nanas muda mengandung enzim bromelin lebih banyak. Sedangkan buah
nanas yang matang enzim bromelin lebih sedikit dibandingkan yang muda (Hairi,
2010). Bromelin ini berbentuk serbuk amori dengan warna putih bening samapai
kekuning-kuningan, berbau khas, larut sebagian dalam: Aseton, Eter, dan
CHCl3, stabil pada pH 3,0 – 5,5. Suhu optimum enzim bromelin adalah 50o C –
80o C (Nur, 2017). Enzim bromelin terdapat dalam semua jaringan tanaman
nenas yaitu sekitar setengah dari protein dalam nenas mengandung protease
bromelin (Wuryanti, 2006). Di antara berbagai jenis buah, nenas merupakan
sumber protease dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak
(Purwaningsih, 2017). Distribusi bromelin pada batang nanas tidak merata dan
tergantung pada umur tanaman, sehingga kandungan bromelin pada jaringan
yang umurnya belum tua terutama yang bergetah sangat sedikit sekali bahkan
10
2.3 Kasein
serta merupakan salah satu produk andalan dari enzim termofilik yang banyak
dipakai pada industri pengolahan makanan, detergen dan farmasi (Marnolia, 2016).
Kasein sering digunakan sebagai bahan pembuatan lem dan roti. Hidrolisat kasein atau
kasein yang telah diproses oleh enzim diketahui dapat mempunyai fungsi emulsifikasi,
pengikatan air, dan penciptaan busa dalam makanan. Penambahan kasein yang
dihidrolisis oleh asam telah dilaporkan mampu meningkatkan kualitas roti (Pratama,
2019).
2.3 Tahu
Tahu merupakan salah satu bentuk olahan yang terbuat dari kedelai bersifat non-
fermentasi dan sudah dikenali di seluruh dunia. Kedelai memiliki kadar protein yang
tinggi, yaitu rata-rata 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-44%. Protein
kedelai memiliki sususan asam amino esensial lengkap, serta daya cerna yang sangat
baik. Kandungan asam amino pada kedelai terutama adalah metionin dan sistein,
sedangkan kandungan lisin dan treonin sangat tinggi (Endra, 2017). Di Indonesia tahu
menjadi makanan tradisional yang di gemari masyarakat karena harganya yang murah
dan juga bergizi. Tahu memiliki kandungan protein yang berasal dari ekstrak kedelai
yang di koagulasi dengan berbagai jenis koagulan (Warochmah, 2017). Ada tiga jenis
koagulan yang dapat digunakan dalam koagulasi protein kedelai pada tahu yaitu: garam
(CaCl2, CaSO4, MgCl2), proteinase dan asam (Asam Asetat, Glukano δ-lactone).
Konsumen tahu di Indonesia yang banyak membuat produksi tahu semakin pesat,
dengan demikian kontribusi limbah tahu akan semakin banyak. Pada proses pembuatan
tahu menggunakan air untuk proses sortasi, perendaman, pengupasan kulit kedelai,
pencucian, penggilingan, perebusan, dan penyaringan tahu dimana pada proses tersebut
menghasilkan limbah padat dan limbah cair (Warochmah, 2017). Limbah padat yang
berupa kulit kedelai dan selaput lendir yang selalu dimanfaatkan untuk pakan ternak,
sedangkan limbah cair dibuang begitu saja, sehingga mencemari lingkungan
(Warochmah, 2017).
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu limbah padat dan limbah cair.
Input berupa bahan baku dengan suatu proses akan menghasilkan suatu hasil
yaitu output, dimana dalam proses perubahan tersebut memerlukan energi dan
teknologi. Selanjutnya output berupa hasil akan digunakan oleh manusia. Pada
perubahan proses dari input menjadi output akan menghasilkan sampah. Sampah akan
dihasilkan pula dari sisa penggunaan manusia. Sampah apabila diolah dapat
dikonversikan akan berguna dan merupakan bahan baku baru untuk input yang lain.
Sampah dapat terdekomposisi atau diurai oleh bakteri menjadi bagian tertentu dan
yang tidak dapat terurai akan ditumpuk dialam. Dalam proses pembuatan tahu, bahan
baku atau input berupa kedelai dengan bantuan air, akan menghasilkan tahu, sedang
hasil sampingnya berupa ampas tahu dan limbah cair berupa whey. Ampas tahu dapat
dikonversikan sebagai bahan makanan ternak dan ikan serta omcom, sedangkan whey
sebagaian besar belum dapat dimanfaatkan (kadang-kadang digunakan sebagai biang),
di alam akan berupa limbah (sampah organik) yang kemudian akan diuraikan oleh
bakteri. Limbah cair tahu memiliki kandungan BOD (Biological Oxygen Demand)
sebesar 5000-10.000 mg/l dan COD (Cemical Oxygen Demand) 7000-12.000mg/l
serta tingkat kemasaman yang sangat rendah, yaitu 4-5 (Sato et al., 2015). Suhu dari
limbah tahu dapat mencapai 40-46O C dan dapat mempengaruhi kehidupan biologis,
kelarutan oksigen, dan gas lainnya, juga kerapatan air, viskositas, dan tegangan
permukaan. Limbah cair tahu memiliki kandungan senyawa-senyawa organik. Bahan
organik yang terkandung dalam limbah tahu berupa karbohidrat sebesar 25-50%,
protein sebanyak 40-60%, lemak sebesar 10% dan minyak.
Limbah cair industri tahu memiliki karakteristik kandungan COD mencapai
11628 ppm, pH 4,5 dengan warna kuning keruh secara visual. Selain itu juga memiliki
bau yang menyengat (Ratnani, 2012). Sementara itu penelitian (Bangun, Aminah,
Hutahaean, & Ritonga, 2013), menyatakan kandungan COD pada limbah industri tahu
mencapai 6785 mg/l, pH 4 dan TSS sebesar 3100 mg/l. Nilai-nilai tersebut melebihi
baku mutu yang dipersyaratkan oleh pemerintah dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah dimana
baku mutu kegiatan pengolahan tahu untuk COD sebesar 300 mg/l, TSS sebesar 200
mg/l dan pH sebesar 6-9.
Limbah tahu memberikan pengaruh terhadap air sungai dibuktikan dari
meningkatnya kadar amonia, BOD, dan COD dari saat sebelum air sungai bercampur
dengan limbah tahu hingga titik percampuran air sungai dengan air limbah tahu.
13
Limbah cair tahu juga mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut yang jika
dibiarkan akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau
busuk tersebut dapat penyebabkan gangguan pernapasan dan jika limbah tersebut
dibuang ke sungai kemudian digunakan oleh manusia untuk aktivitas sehari-hari
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gatal, diare, kolera, radang usus,
dan penyakit lainnya (Kumaunang, 2011).
Limbah tahu memiliki kandungan organik tinggi. Protein dalam limbah cair tahu
jika terurai oleh mikroba tanah akan melepaskan senyawa N yang akhirnya akan
diserap oleh akar tanaman sehingga limbah tahu memiliki potensi untuk dijadikan
pupuk organik. Pemanfaatan berbagai limbah menjadi pupuk organik merupakan
salah satu upaya untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, dengan bahan
organiknya yang tinggi, limbah dapat bertindak sebagai sumber organik makanan oleh
pertumbuhan mikroba (Rosalina, 2015).
Limbah cair tahu mengandung bahan-bahan organik berupa protein 60%,
karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10% dan dapat segera terurai dalam lingkungan
menjadi senyawa-senyawa turunan yang dapat mencemari lingkungan. Menurut
(Wati, 2015), nilai gizi dalam 1 liter limbah cair tahu adalah protein 7,1253 mg, pati 7
mg, Ca 0,2247 mg, Fe 0,0024 mg, Na 1,3535 mg, K 0,5945 mg, dan vitamin B1 0,20.
Senyawa organik yang ada pada limbah adalah senyawa yang dapat diuraikan secara
sempurna melalui proses biologi baik aerob maupun anaerob. Sedangkan senyawa
organik pada limbah adalah senyawa yang tidak dapat diuraikan melalui proses
biologi (Latifah, 2011). Limbah cair pabrik tahu mengandung bahan organik berupa
protein yang dapat terdegradasi menjadi bahan anorganik. Degradasi bahan organik
melalui proses oksidasi aerobakan menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih stabil.
Didapatkan asam amino dan hasil hydrogen sulfida yang kemudian diuraikan lagi
menjadi asam sulfat. Asam sulfat akan mudah diserap tanaman jika dalam bentuk ion
sulfat. Dalam penguraian protein, karbohidrat, lemak akan dihasilkan unsur-unsur
antara lain C, H, O, S. Unsur tersebut diubah menjadi unsur makro yang dibutuhkan
tanaman, dan juga unsur-unsur P, K, Ca, Fe, Cu (Kesuma, 2013). Dari keterangan
dapat diketahui bahwa kandungan limbah cair tahu cukup banyak, hanya saja waktu
lama untuk terurai menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana sehingga dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan
limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi (Rosalina,
2015).
14
2. Diperlukan proses inaktivasi enzim pada akhir reaksi, sehingga enzim dapat
digunakan lebih efisien dan berulang kali. Pada suatu proses industri digunakan
enzim amobil.
Oleh karena kelemahan dalam penggunaan enzim secara langsung maka digunakan
metoda amobilisasi. Beberapa metoda amobilisasi yang dapat digunakan adalah
amobilisasi melalui pembentukan ikatan kovalen, adsorpsi, penjebakan dan pembentukan
ikatan silang. Teknik amobilisasi enzim, sel mikrobia sel tanaman maupun sel hewan
pada prinsipnya hampir sama dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
metode ikatan dengan matriks, metode ikatan silang dan metode penjebakan.
aspek yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel, luas permukaan, rasio molar
termasuik hidrolfilik atau hidrofobik dan komposisi kimia.
Metode baru ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu enzim dapat dipakai secara
berulang, memudahkan kontrol reaksi, kualitas produk terjaga, proses dapat
berlangsung secara berkesinambungan, tanpa kontaiminasi enzim (protein) lain,
memudahkan pemisahan enzim dari produk, enzim akan mempunyai fungsi katalitik
pada kisaran pH yang lebih tinggi dan kurang sensitif terhadap panas. Metode
amobilisasi enzim ikatan Carier (Carier Binding) yaitu metode yang akan mengikat
enzim pada matriks yang tidak larut dalam air.
Pada metode ini tidak menggunakan matriks yang tidak larut dalam air, amobilisasi
didasarkan pada pembentukan ikatan kimia antara molekul enzim dengan
menggunakan reaksi multi / fungsional. Gugus fungsional yang ikut dalam reaksi ini
adalah amino pada asam amino terminal, gugus dari lisin, gugus fenolik dari tyrusin,
gugus sulfidril dari sistem serta imidazole dan histidine. Bahan atau solid support
yang digunakan intuk membentuk ikatan silang adalah heksametal endisocyanat yang
akan bereaksi dengan enzim membentuk ikatan peptida.
3. Metode penjebakan
Metode penjebakan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu
Enzim yang diamobilisasi dijerat di dalam polimer sintetik atau alami. Metode
yang telah terbukti sangat memuaskan untuk amobilisasi enzim adalah
penjebakan.
Metode ini didasarkan pada penempatan enzim dalam kisi atau suatu ruang dalam
suatu polimer atau dalam membran semi permeable yang pertama digolongkan ke
dalam jenis kisi sedang yang kedua digolongkan ke dalam jenis microcapsule. Bahan
yang digunakan sebagai penjebak antara lain K-caragenan, Ca- alginate, dan
poliacrilamida dari ketiga bahan tersebut poliacrilamida merupakan bahan pendukung
yang paling stabil dan tidak terlalu mempengaruhi sifat enzim. Faktor-faktor yang
harus diperhatikan untuk amobilisasi enzim adalah matriks yang digunakan dan
terjadinya ikatan antara enzim dan matriks. Berdasarkan komposisi kimianya, matriks
ini dapat digolongkan menjadi polimer alami dan sintetik. Beberapa jenis matriks
dapat digolongkan sebagai gel. Pemakaian gel sebagai matriks pengamobil dapat
digunakan baik untuk sistem penjeratan (entraping) maupun pengikat, apabila
memilih permukaan yang luas terutama pada bagian internalnya. Keuntungan yang
dapat diperoleh dari penggunaan gel ini adalah bentuk sesuai dengan konformasi yang
diinginkan seperti bentuk membran atau bentuk partikel. Bahan yang paling banyak
digunakan sebagai matriks dalam amobilisasi adalah polisakarida, terutama dari algae,
dan selulosa. Keduanya digunakan dalam metode penjebakan (seperti alginat,
poliakrilamida dan karagenan).
Kelebihan enzim amobil adalah dapat digunakan berulang-ulang, penghentian reaksi dapat
dikerjakan secara cepat dengan memindahkan enzim dari larutan reaksi. Dalam banyak hal,
enzim distabilkan oleh ikatan, dalam proses ini larutan tidak terkontaminasi dengan enzim.
Pada proses analitik waktu paruh panjang, kecepatan peluruhan yang dapat diramalkan dan
pembuatan reagen dapat dihemat (Wuryanti,2017).
2.7 Karagenan
Dari jenis rumput laut yang tersebar di perairan pantai terdapat 23 jenis yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu jenis rumput laut yang cukup potensial dan
banyak dijumpai di perairan Indonesia adalah Eucheuma cottonii (termasuk alga merah)
yang dapat menghasilkan karagenan. Karaginan adalah campuran yang kompleks dari
beberapa polisakarida. Ada tiga jenis karaginan, yaitu lambda, kappa dan iota. Pada
17
3. pH
pH lingkungan berpengaruh tehadap kecepatan aktivitas enzim dalam
mengkatalis suatu reaksi. Hal ini disebabkan konsentrasi ion hidrogen
mempengaruhi struktur tiga dimensi enzim dan akivitasnya. Setiap enzim
memiliki pH optimum dimana pada pH tersebut struktur tiga dimensinya
paling kondusif untuk mengikat subsrat. Bila konsentrasi ion hidrogen
berubah dari konsentrasi optimal, aktifitas enzim secara progresif hilang
sampai akhirnya enzim menjadi tidak fungsional (Lehninger, 1997).
Enzim menyediakan banyak tempat untuk pengikatan proton karena enzim
adalah protein yang tersusun oleh asam amino yang dapat mengikat proton pada
gugus amino, karboksil dan gugus fungsional lain. Gugus fungsional pada sisi
aktif yang dapat terionisasi yang dikatalisa oleh enzim (Suhartono, 1989).
Gugus fungsional yang memegang peranan penting pada suatu reaksi yang
dikatalisis oleh enzim terdapat pada rantai asam amino basa dan asam amino
asam (Whitaker, 1994). Pada skala deviasi pH yang besar, perubahan pH akan
mengakibatkan enzim mengalami denaturasi karena adanya gangguan terhadap
19
menghasilkan bromelain
dengan aktivitas proteolitik
yang lebih baik. Selain itu
banyak upaya yang harus
dilakukan untuk
mengembangkan teknik yang
sederhana, ekonomis dan
efektif untuk menghasilkan
bromelain kelas ultra murni.
Isolasi dan pengukuran Penentuan kadar protein Hasil dari penelitian ini
aktivitas enzim bromelin dari dilakukan dengan dengan aktivitas enzim
ekstrak kasar batang nanas menggunakan metode bromelin tertinggi pada
(Ananas Comosus) Bradford, yaitu untuk penggunaan pH 6 sehingga
berdasarkan variasi pH mengukur konsentrasi penelitian yang akan
(Nurhidayah, 2013) protein total secara dilakukan menggunakan
kalorimetri dalam suatu larutan buffer pH 6.
larutan. Dalam uji Bradford
melibatkan pewarna
Coomassie Brilliant Blue
(CBB) yang berikatan
dengan protein dalam suatu
larutan yang bersifat asam
sehingga memberikan warna
(kebiruan). Dan
absorbansinya diukur pada λ
595 μm. Hasil penelitian ini
yaitu, Kadar protein tertinggi
hasil ekstraksi dari batang
nanas berdasarkan variasi
ammonium sulfat yaitu pada
konsentrasi 60% dengan
kadar protein sebesar 37,785
mg/ml. Aktivitas optimum
23
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah larutan yang akan digunakan.
12. Labu Ukur
Labu Ukur untuk mengencerkan zat tertentu hingga batas leher.
13. Pipet Tetes
Pipet tetes digunakan untuk mengambil bahan.
14. Pipet Volume
Pipet Volume untuk memindahkan cairan-cairan yang digunakan dalam proses
pengujian dengan jumlah mulai sangat kecil.
15. Cawan Petri
Cawan Petri untuk wadah mendinginkan enzim amobil.
16. Pengaduk
Pengaduk untuk mengaduk campuran bahan.
17. Termometer
Termometer untuk mengukur suhu pada sampel.
18. pH meter
pH meter untuk mengukur pH pada sampel.
19. Stop Watch
Stop Watch digunakan untuk menghitung waktu.
20. Freeze Dryer
Untuk megeringkan enzim dengan suhu dingin.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: kulit nanas,
karagenan, limbah cair tahu, NaOH, kasein, reagen biuret, ammonium sulfat, asam
asetat, natrium asetat, NaCl 0,85%, dan aquades
1. Kulit Nanas
Kulit nanas digunakan sebagai bahan baku pembuatan Enzim Bromelin.
2. Karagenan
Digunakan untuk amobilisasi enzim bromelin.
3. Limbah Cair Tahu
Limbah Cair Tahu digunakan sebagai sampel uji degradasi protein.
4. NaOH
Sebagai pelarut kasein.
5. Kasein
Digunakan sebagai substrat standar untuk menguji aktivitas enzim bromelin.
26
6. Ammonium sulfat
Digunakan untuk pelarut ekstrak kulit nanas.
7. Asam asetat
Digunakan sebagai bahan pembuatan buffer.
8. Natrium asetat
Untuk membuat buffer.
9. Aquades
Digunakan untuk pelarut.
Kulit nanas sebanyak 2400 gram dicuci bersih, diblender sampai halus
dan disaring. Selanjutnya dihomogenisasi dengan 363 ml larutan buffer phospat
(pH 6), lalu disaring. Ekstrak disentrifugasi selama 15 menit pada 5000 rpm
untuk memisahkan supernatant dari residunya. Supernatant berwarna kuning
dipisahkan dari residunya yang juga berwarna kuning dengan cara dekantasi.
Supernatant sari kulit nanas sebanyak 1640 ml dan diendapkan dengan
ammonium sulfat jenuh sebanyak 600,6 gram. Larutan disimpan dalam lemari es
semalaman. Endapan yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm
selama 15 menit, kemudian endapan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi di
simpan dalam freeze dryer hingga 10 jam.
BAB IV
4.1 Pengaruh massa enzim bromelin amobil terhadap kandungan protein limbah cair
pabrik tahu
Proses salting out dengan ammonium sulfat sering digunakan untuk fraksinasi dan
isolasi enzim karena sifat kelarutannya dalam air yang tinggi dan tidak mengganggu
bentuk dan fungsi enzim (Rosirda Dianty DK,2010). Seperti yang sudah dilakukan oleh
Gautam (2010) proses salting out di lakukan dengan menggunakan 6,6 g untuk setiap 15
ml supernatan yang dihasilkan.
Enzim bromelin menghidrolisis protein yang mengandung ikatan peptida menjadi
asam amino yang lebih sederhana. Enzim bromelin didapat dari dekstrak buah nanas
(Ananas comosus L.Merr.) yang termasuk ke dalam golongan protease sistein yang sifat
katalitiknya dilihat dari asam amino sistein. Dalam hal ini sistein endopeptidase secara
khusus memotong ikatan peptida pada gugus karbonil seperti yang ditemukan dalam
arginin atau asam amino aromatik yaitu fenilalanin atau tirosin (Gautam et al., 2010).
Amobilisasi enzim adalah matriks yang digunakan dan terjadinya ikatan antara
enzim dan matriks. Pada pengamatan ini dilakukan amobilisasi enzim bromelin dengan
matriks karagenan. Matriks ini dapat digolongkan menjadi polimer alami sebagai matriks
pengamobil dapat digunakan baik untuk sistem penjeratan (entraping) maupun pengikat.
Dimana didasarkan sistem penjeratan yaitu didasarkan pada penempatan enzim dalam kisi
atau suatu ruang dalam suatu polimer atau dalam membran semi permeable yang pertama
digolongkan ke dalam jenis kisi sedang yang kedua digolongkan ke dalam jenis
microcapsule. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan gel ini adalah bentuk
sesuai dengan konformasi yang diinginkan seperti bentuk membran atau bentuk partikel.
Amobilisasi yang di lakukan menguntungkan karena dapat menggunakan enzim bromelin
secara berulang. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Kumaunang M dan Tabaga
A (2011) yaitu enzim bromelin dari batang buah nanas dapat diamobilisasi dengan
menggunakan karagenan dengan aktivitas sebelum diamobilisasi sebesar 1,239 unit/menit
dan sesudah diamobilisasi memiliki aktivitas sebesar 0,982 unit/menit. Sama hal-nya
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wuryanti (2006) yaitu enzim bromelin dari
bonggol nanas dapat distabilkan dengan proses amobilisasi dengan matriks karagenan.
30
Lalu pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengaruh massa enzim bromelin terhadap
kandungan protein limbah cair pabrik tahu. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1 Jumlah berat protein terdegradasi dengan massa enzim bromelin amobil
Pada pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil pada tabel 4.1 yaitu berat
protein terdegradasi pada limbah cair tahu dengan penambahan enzim bromelin amobil.
Berat protein terdegradasi yang paling banyak pada setiap penambahan massa enzim
bromelin amobil yaitu pada waktu inkubasi 12 jam. Limbah cair pabrik tahu
mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai dengan waktu yang
lebih lama dibandingkan jika ditambahkan enzim bromelin amobil. Hal tersebut
karena enzim bromelin amobil dapat mempercepat penguraian protein yang
terkandung pada limbah cair pabrik tahu. Sehingga waktu inkubasi yang lebih lama
dapat menguraikan protein yang terkandung lebih banyak. Mempercepat reaksi yang
dilakukan oleh enzim yang merupakan biokatalisator sehingga pada penambahan 3
mg enzim bromelin amobil lebih banyak protein terdegradasi dibandingkan dengan
penambahan enzim bromelin amobil sebanyak 1 mg. Pada penelitian ini Penentuan
kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Bradford, yaitu untuk mengukur
konsentrasi protein total secara kalorimetri dalam suatu larutan. Dalam uji Bradford
melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB) yang berikatan dengan protein
dalam suatu larutan yang bersifat asam sehingga memberikan warna (kebiruan)
(Nurhidayah, 2013).
31
1 mg 2 mg 3 mg
20.00
18.00
Gambar 4.1 Kurva protein terdegradasi pada pengurangan kandungan protein air limbah
pabrik tahu terhadap waktu inkubasi.
Pada tabel 4.2 bahwa aktivitas enzim terbesar pada waktu inkubasi 3 jam. Dengan
aktivitas enzim sebesar 24,95 unit/jam. Hal ini karena banyak faktor yang memengaruhi
kerja enzim salah satunya yaitu konsentrasi substrat. Dalam penelitian ini juga
menggunakan limbah tahu sebagai substrat dimana diketahui bahwa limbah tahu berasal
dari sisa proses pembuatan tahu bersifat non-fermentasi yang memiliki kadar protein
yang tinggi, yaitu rata-rata 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-44%.
Protein kedelai memiliki sususan asam amino esensial lengkap, serta daya cerna yang
sangat baik. Kandungan asam amino pada kedelai terutama adalah metionin dan sistein,
sedangkan kandungan lisin dan treonin sangat tinggi (Endra F, 2017). Faktor lainnya
yang dapat memengaruhi aktivitas enzim yaitu pH. Limbah cair industri tahu memiliki
karakteristik pH 4,5 dengan warna kuning keruh secara visual, selain itu juga memiliki
bau yang menyengat (Ratnani, 2012). Sedangkan Menurut Nurhidayah (2013) telah
dilakukan penelitian dengan menunjukkan bahwa kondisi optimum enzim bromelin
diperoleh pada pH 6,0 dengan aktivitas 1,021 U/gr dengan substrat terhidrolisis sebesar
37,011 gr/ml yang selanjutnya mengalami penurunan pada pH 7 dan pH 8 dimana hal ini
terjadi karena adanya pengaruh oleh konsentrasi ion H+, atau dengan kata lain, derajat
keasaman dari pelarut yang mengelilingi protein enzim bromelin sehingga pada kondisi
pH yang tepat, terjadi perubahan gugus ion pada sisi aktif enzim sehingga konformasi
enzim lebih efektif dalam mengikat dan mengubah substrat menjadi produk. pH
optimum merupakan pH saat gugus pemberi dan penerima proton (ion positif) yang
berperan penting pada sisi katalitik enzim atau pada sisi pengikat substrat berada dalam
tingkat ionisasi yang diinginkan, sehingga substrat lebih mudah berinteraksi dengan sisi
katalitik enzim (Nurhidayah, 2013).
33
1 mg 2 mg 3 mg
30.00
25.00
15.00
10.00
5.00
0.00
3 6 9 12
Waktu Inkubasi (Jam)
Gambar 4.2 Kurva aktivitas enzim bromelin pada pengurangan air limbah pabrik
terhadap waktu inkubasi
Lalu bila dibuat hubungan aktivitas enzim dengan waktu inkubasi, ditunjukkan pada Gambar
4.2. bahwa jumlah enzim bromelin amobil yang digunakan paling baik untuk mendegradasi
protein dalam pengurangan kandungan protein limbah cair pabrik tahu dapat menurunkan
aktivitas enzim tersebut dalam per satuan unit adalah 3 mg. Dari hasil penelitian ini pada
umumnya diperoleh aktivitas enzim optimum.
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa enzim bromelin amobil dengan matriks
karagenan mampu mendegradasi protein pada air limbah pabrik tahu sebesar 90,59 % pada
kondisi jumlah enzim amobil 3 mg dan 12 jam waktu inkubasi. Sedangkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh warochmah (2017) diperoleh enzim bromelin amobil dengan
matriks kitosan mampu mendegradasi protein dalam air limbah pabrik tahu sebesar 89,506%
pada kondisi jumlah enzim amobil 2 mg dan 10jam waktu inkubasi. Jadi, terjadi kenaikan
aktivitas enzim dengan matriks karagenan.
34
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
1. Enzim bromelin amobil dengan menggunakan matriks pendukung karagenan dapat
mengurangi kandungan protein dalam limbah cair pabrik tahu.
2. Dapat diketahui bahwa semakin banyak penambahan jumlah enzim bromelin
amobil, semakin turun jumlah berat protein terdegradasi. Begitu juga dengan
penambahan waktu inkubasi mampu meningkatkan jumlah berat protein yang
terdegradasi.
3. Dari hasil penelitian ini berat enzim bromelin amobil yang mampu mengurangi
kandungan protein pada air limbah tahu secara maksimal adalah 3 mg enzim
bromelin amobil dengan waktu inkubasi 12 jam karena berat protein mula-mula
yaitu 18,77 mg menjadi 1,76 mg, sehingga diketahui protein terdegradasi sebesar
17,1 mg.
4. Pada umumnya dapat diperoleh aktivitas enzim optimum terjadi ada kondisi 1 mg
enzim bromelin amobil dalam kurun waktu inkubasi 3 jam, yaitu aktivitas enzimnya
sebesar 24,95 unit.
5. Enzim bromelin amobil dengan matriks karagenan mampu mendegradasi protein
pada air limbah pabrik tahu sebesar 90,59 % pada kondisi jumlah enzim amobil 3
mg dan 12 jam waktu inkubasi.