Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Enzim adalah protein yang berfungsi sebagai biokatalisator reaksi kimia pada sel
makhluk hidup yang penggunaanya telah dilakukan pada berbagai bidang industri, baik
untuk produk makanan, pertanian, kimia maupun farmasi (Rachmawati., dkk, 2013).
Spesifikasi enzim terhadap substratnya teramat tinggi dalam mempercepat reaksi kimia
tanpa produk samping (Wuryani, 2006). Penggunaan enzim untuk pengolahan limbah
juga dapat dilakukan. Pengolahan limbah dilakukan untuk meminimalisir pencemaran
limbah di lingkungan sekitar industri. Salah satu industri yang memberikan kontribusi
pencemaran adalah industri tahu dimana limbah cairnya mencemari lingkungan perairan
dan berbau tak sedap.

Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di Indonesia,


yang digemari hampir seluruh lapisan masyarakat. Selain mengandung gizi yang baik,
pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Rasanya enak serta harganya
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Usaha tahu di Indonesia rata-rata masih
dilakukan dengan teknologi yang sederhana sehingga tingkat efisiensi penggunaan
sumber daya (air dan bahan baku) dirasakan masih rendah dan tingkat produksi
limbahnya juga relatif tinggi. Kegiatan industri tahu di Indonesia didominasi oleh usaha-
usaha skala kecil dengan modal yang terbatas, sehingga belum banyak yang melakukan
pengolahan limbah. Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah.
Limbah cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan
pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Limbah cair
tahu dengan karakteristik mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD, COD yang
cukup tinggi pula, jika langsung dibuang ke lingkungan sekitar akan menimbulkan
pencemaran. Sehingga diperlukan pengolahan limbah dengan tujuan mengurangi
pencemaran lingkungan. (Subekti, 2011)
Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka kadar oksigen
akan menurun. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan yang ada di dalam
perairan yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dan mengurangi perkembangannya
serta air berperan sebagai pembawa penyakit (Setiyono dan Yudo S, 2008).
2

Air limbah tahu memiliki kandungan BOD 5643-6870 mg/l, COD 6870-10500 mg/l,
P-Tot 80,5 - 82,6 mg/l jika dibandingkan dengan PERMEN LH Nomor 15 Tahun 2008
tentang baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pengolahan kedelai. Dengan batas
kandungan BOD 100 mg/l, COD 300 mg/l maka perlu adanya pengolahan limbah cair
karena air limbah tahu sudah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan (Alimsyah,
2013).

Mengingat industri tahu merupakan industri dengan skala kecil, maka membutuhkan
instalasi pengolahan limbah dengan perangkat sederhana. Berbagai teknologi pengolahan
limbah yang sudah ada, maka akan dilakukan kajian untuk mengetahui teknologi
pengolahan limbah tahu yang efektif dan efisien beserta kelebihan dan kekurangannya,
dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan. Indonesia memiliki potensi
kekayaan alam yang sangat melimpah salah satunya yaitu nanas. Nanas mengandung
enzim bromelin pada setiap bagiannya.

Enzim bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease yang mampu
menghidrolisis ikatan peptida pada protein menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam
amino sehingga mudah di cerna tubuh. Sekitar setengah dari protein dalam nanas
mengandung protease bromelin (wuryanti, 2004). Pada penelitian ini untuk amobilisasi
enzim bromelin dari kulit nanas dengan menggunakan matriks pendukung karagenan
untuk pengurangan kandungan protein pada limbah cair pabrik tahu. Uji aktivitas enzim
dilakukan dengan optimasi jumlah enzim amobil dan waktu inkubasi. Diharapan enzim
bromelin amobil dengan karagenan sebagai pengamobil dapat mendegradasi kandungan
protein pada limbah cair pabrik tahu lebih banyak dan lebih sempurna dari penelitian
sebelumnya.

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan pada
penelitian ini adalah:

1. Apakah enzim bromelin teramobilisasi matriks karagenan dapat mendegradasi


kandungan protein pada limbah cair pabrik tahu ?
2. Bagaimana hubungan antara protein terdegradasi dengan aktivitas enzim bromelin
amobil ?
3. Bagaimana performa dari enzim bromelin teramobil pada beragam massa dan lama
waktu inkubasi untuk mendegradasi protein pada limbah cair industri tahu ?
3

1.3 Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa enzim bromelin yang
teramobilisasi matriks karagenan untuk mengurangi kandungan protein pada limbah cair
pabrik tahu dengan beragam massa enzim bromelin amobil dan waktu inkubasi.

1.4 Ruang Lingkup dan Variabel Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengisolasi enzim bromelin yang berasal dari kulit
nanas (Ananas comosus L.Merr.) yang di amobilisasi dengan karagenan. Ada beberapa
variabel yang akan dianalisis yaitu limbah cair pabrik tahu dan aktivitas enzim bromelin
sebagai variabel terikat, volume dalam limbah cair tahu sebagai variabel tetap, dan massa
enzim bromelin sebagai variabel bebas.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Nanas (Ananas comosus L.Merr.)


Nanas berasal dari Brazilia ( Amerika Selatan ) di kawasan lembah sungai
Parana, Paraguay. Nanas jenis Ananas comosus L.Merr dengan rasa yang enak membuat
bangsa Indian menjadikan hasil seleksi dari berbagai jenis nanas sehingga sekarang di
budidayakan secara luas diseluruh dunia (Joni, 2019). Tanaman Nanas merupakan salah
satu produk unggulan pada sub sektor holtikultura yang sangat populer di Indonesia.
Tanaman nanas tersebar merata di seluruh Indonesia, Karena wilayah Indonesia memiliki
keragaman agroklimat sehingga banyak jenis tanaman yang dapat tumbuh, salah satunya
tanaman nanas. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung merupakan
penghasil buah nanas terbesar di Indonesia, yaitu sebesar 27 persen, diikuti oleh provinsi
Jawa Tengah 10 persen, Jawa Barat 10 persen, Jawa Timur 9 persen, Riau 8 persen, dan
yang lainnya. Produksi nanas di Provinsi Lampung mengalami penurunan dari tahun
2019 ke tahun 2020.
Lokasi dengan sinar matahari yang cukup hingga ketinggian 500 m dari
permukaan laut adalah daerah yang cocok ditanami tanaman nanas. Daunnya berbentuk
taji, tepi berduri, dan ada juga yang tidak berduri didalamnya terdapat serat yang banyak
sekali untuk talli atau bahan kain. Buahnnya bulat panjang dan dagingnya berwarna
kuning muda. klasifikasi dari tanaman nanas adalah sebagai beriikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyte
Kelas : Angiospermae
Sub Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Farinosae
Family : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Anana Comosus L.Merr.
5

Gambar 2.1 Tanaman nanas (Mifyatul, 2020)

Nanas memiliki manfaat kesehatan yang luar biasa. Nanas segar mengandung enzim
bromelain yang digunakan untuk melawan radikal bebas yang menyerang dan merusak
sel. Bromelain telah menunjukkan efek anti-inflamasi yang signifikan, mengurangi
pembengkakan pada kondisi peradangan seperti sinusitis akut, sakit tenggorokan, radang
sendi dan asam urat dan mempercepat pemulihan dari cedera dan operasi. Enzim nanas
telah digunakan dengan sukses untuk mengobati rheumatoid arthritis dan untuk
mempercepat perbaikan jaringan akibat cedera, ulkus diabetes dan operasi umum. Nanas
mengurangi pembekuan darah dan membantu menghilangkan plak dari dinding arteri.
Studi menunjukkan bahwa enzim nanas dapat meningkatkan sirkulasi pada mereka
dengan arteri yang menyempit, seperti penderita angina. Nanas digunakan untuk
membantu menyembuhkan bronkitis dan infeksi tenggorokan. Hal ini efisien dalam
pengobatan arterioscleroses dan anemia. Nanas memiliki manfaat baik untuk otak, yaitu
dapat memerangi kehilangan memori, kesedihan dan melankolis (Joy,2010).

2.2 Enzim

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 70-an telah


menyadari, bahwa enzim akan memiliki peranan penting dalam industri. Enzim adalah
protein tidak beracun namun mampu mempercepat laju reaksi kimia dalam suhu dan
derajat keasaman yang sesuai. Enzim akan menghasilkan produk yang sangat spesifik
sehingga dapat diperhitungkan dengan mudah. Pada saat ini dan bahkan di masa yang
akan datang, enzim menjadi primadona industri karena melalui penggunaannya, energi
dapat dihemat dan akrab dengan lingkungan. Saat ini penggunaan enzim dalam industri
6

makanan dan minuman, industri tekstil, industri kulit dan kertas di Indonesia semakin
meningkat.
Enzim merupakan golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup
dan mempunyai fungsi penting sebagai biokatalisator pada reaksi-reaksi biokimia. Salah
satu enzim yang berperan di dalam industri adalah enzim protease karena enzim ini
banyak digunakan baik untuk pangan maupun non pangan. Protease merupakan enzim
penting yang digunakan secara luas pada aplikasi industri dan merupakan 65% dari total
penjualan enzim di dunia. Protease digunakan pada beberapa industri seperti detergen,
farmasi, produk – produk kulit, pengempukan daging, hidrolisat protein, produk-produk
makanan, dan proses pengolahan limbah industri. Kebutuhan akan enzim protease di
Indonesia cukup tinggi, namun kebutuhan ini masih tergantung pada produksi impor.
Salah satu cara mengantisipasi ketergantungan terhadap produksi impor tersebut adalah
perlu adanya usaha untuk memproduksi enzim protease secara mandiri.
Mikroorganisme merupakan sumber enzim dan lebih menguntungkan karena
pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada substrat yang murah, lebih mudah
ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi pertumbuhan dan rekayasa genetika,
serta mampu menghasilkan enzim yang ekstrim (Yusriah,2013).
Protease adalah enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada molekul protein
yang menghasilkan peptida atau asam amino. Protein terdiri atas molekul asam amino
yang bervariasi jumlahnya, berkisar antara 10 sampai ribuan yang berfungsi sebagai unit
penyusun polimer protein yang terangkai melalui ikatan peptida. Protein yang memiliki
lebih dari 10 asam amino disebut polipeptida, sedangkan istilah protein ditujukan bagi
polimer asam amino dengan jumlah di atas 100 (Yusriah,2013).
Enzim protease terdapat 4 golongan yaitu yang pertama protease serin
merupakan endopeptidase. Golongan protease serin memiliki asam amino serin pada sisi
katalitiknya. Jika asam amino serin ini dimodifikasi dengan memfosforilasi gugus –OH
asam amino serin tersebut maka aktivitas enzimatik akan lenyap. Contoh protease serin
adalah tripsin, kimotripsin dan elastase. Lalu ada protease sistein, sifat katalitik
kelompok enzim ini ditentukan oleh asam amino sistein. Enzim ini tidak akan hilang
aktivitasnya dengan fosforilasi tetapi akan hilang kemampuan katalitiknya dengan
alkilasi. Contoh enzim ini adalah bromelin, papain dan katerpin. Protease jenis ini
mempunyai aktivitas optimal pada pH netral, dan sangat dipengaruhi oleh logam
pengkelat. Selanjutnya ada protease aspartat, enzim ini memiliki urutan asam amino
yang kaya akan aspartat dan glutamat. Asam aspartat diperlukan keberadaanya ditempat
7

interaksi dengan molekul. Jika aspartat di tempat tersebut diubah menjadi amida maka
sifat katalitik enzim akan hilang. Protease aspartat sering disebut juga protease karboksil,
karena memerlukan gugus karboksil bebas dalam residu asam amino tertentu yang ada di
bagian enzim tersebut berinteraksi dengan protein substrat dan memecahnya. Banyaknya
asam amino asam ini juga menerangkan, mengapa protease golongan ini bekerja pada pH
rendah, yaitu berkisar antara 2-6 dan memiliki titik isolistrik pada selang pH 3-5. Contoh
enzim ini adalah kelompok pepsin yang meliputi enzim-enzim pencernaan seperti pepsin,
kimosin dan reni. Terakhir ada protease logam atau metaloprotease, memerlukan adanya
logam untuk aktivitasnya. Enzim ini berperan penting dalam sel-sel fagosit, seperti
leukosit dan makrofag. Enzim ini berperan penting dalam perusakan rawan sendi dalam
penyakit-penyakit sendi. Kelompok metaloprotease Zn, merupakan salah satu kelompok
protease yang sering ditemukan pada bakteri dan jamur (Ward, 1983).
Aplikasi protease mikroorganisme di dalam industri sudah sangat luas. Baik
industri pangan maupun non pangan. Penggunaan di dalam industri non pangan yaitu
pada industri detergen dan industri kulit. Di dalam industri pangan, digunakan pada
industri roti, industri keju, industri daging, industri bir dan industri protein hidrolisat.
1. Industri detergen
Enzim yang diaplikasikan pada detergen harus memilliki karakteristik
yang mendukung seperti pH basa, stabilitas suhu yang baik, ketahanan
terhadap senyawa pengoksidasi dan pengkeat, serta memiliki spesifitas yang
luas (Ward, 1983).

2. Industri kulit
Enzim protease ditambahkan untuk membantu membebaskan bulu-
bulu pada kulit dan melangsungkan hidrolisis sebagian protein untuk
melunakkan kulit. Penambahan protease juga mengurangi kebutuhan akan
pereaksi sulfida, sehingga mengurangi limbah bersulfur dan mengurangi biaya
untuk pengolahan limbah. Disamping itu juga pemakaian enzim protease dapat
mempercepat waktu proses penghilangna bulu (Ward, 1983).

3. Industri kue dan roti


Protease akan mengubah sifat-sifat viskoelastik adonan dengan
menghidrolisis ikatan peptida pada interior gluten sehingga mempersingkat
waktu pengembangan gluten. Enzim protease juga akan membebaskan asam
8

amino dari gluten yang akan bereaksi dengan gula selama pembakaran roti
sehingga menimbulkan aroma dan warna yang diinginkan (Suhartono, 1989).

4. Industri keju
Protease ini digunakan untuk menggumpalkan susu pada industri keju.
Protease renin dari anak sapi telah mulai digantikan oleh Endothia, Mucor
pusillus dan Mucor meithei (Suhartono, 1989).

5. Industri bir

Pada proses pembuatan bir, enzim protease ditambahkan untuk


mendegradasikan komponen protein penyebab kekeruhan, sehingga akan
meningkatkan mutu produk (Suhartono, 1989).

6. Industri protein hidrolisat

Penggunaan protease dalam hal ini bertujuan untuk menghasilkan


produk hidrolisis dari protein nabati, hidrolisis protein ikan, dan daging.
Adanya beberapa kelemahan dalam pembuatan protein hidrolisat dengan asam
dan basa membawa pada suatu alternatif lain yang dinilai cukup baik, yaitu
pembuatan protein hidrolisat secara enzimatis. Proses netralisasi yang
dilakukan pada pembuatan protein hidrolisat dengan asam akan menghasilkan
kadar garam yang tinggi, sedangkan dengan penambahan basa menyebabkan
kerusakan pada asam amino sistein, arginin, dan lisin. Berbeda dari hidrolisis
oleh asam dan basa, hidrolisis enzimatis tidak akan memisahkan gugus
fungsional lain yang melekat pada protein selain asam amino (Suhartono,
1989).

7. Industri daging

Penggunaan enzim protease pada industri daging bertujuan untuk


melunakkan daging. Cara kerja enzim ini yaitu dengan menghidrolisis serabut
otot, elastin dan kolagen (Suhartono, 1989).

2.2.1 Enzim Bromelin

Bromelin adalah enzim yang diekstrak dari buah nanas (Ananas comosus).
9

Bromelin diisolasi dari buah nanas dengan menghancurkan daging buah untuk
mendapatkan ekstrak kasar enzim bromelin. Bromelin ini berbentuk serbuk
amori dengan warna putih bening sampai kekuning-kuningan, berbau has, larut
sebagian dalam aseton, eter, dan CHCl3. Penggunaan nama bromelin untuk
enzim pemecah protein yang berasal dari nanas sekilas menimbulkan kesan tidak
taat asas, karena nama nanas adalah Ananas comosus, walaupun tanaman ini
termasuk tanaman Bromeliaceae. Tampaknya, penamaan enzim menurut
organisme sumber ini hanya berhasil dilakukan terhadap enzim tumbuh-
tumbuhan dan itupun jumlahnya tidak banyak. Bersamaan dengan itu,
penggunaan akhiran – in pada nama enzim mulai ditinggalkan dan hanya
bertahan pada enzim yang sudah terlanjur dikenal dengan tatanama seperti itu
(Sadikin, 2002).
Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease sulfhidril yang mempu
menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida menjadi molekul
yang lebih kecil, yaitu enzim amino (Nur, 2017). Bromelin biasa dimanfaatkan
dalam industri pangan atau non pangan seperti pembuatan minuman bir dan
daging kalengan (Herdyastuti, 2006). Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu
diketahui bahwa nanas beserta limbahnya (batang dan kulit) dapat, menghasilkan
enzim bromelin. Enzim ini dapat diisolasi dari daging buah, kulit buah, bonggol
(hati), tangkai daun, dan daun (Suhermiyati dan Sylvia JS, 2005).
Buah nanas yang muda maupun yang tua juga mengandung enzim bromelin.
Buah nanas muda mengandung enzim bromelin lebih banyak. Sedangkan buah
nanas yang matang enzim bromelin lebih sedikit dibandingkan yang muda (Hairi,
2010). Bromelin ini berbentuk serbuk amori dengan warna putih bening samapai
kekuning-kuningan, berbau khas, larut sebagian dalam: Aseton, Eter, dan

CHCl3, stabil pada pH 3,0 – 5,5. Suhu optimum enzim bromelin adalah 50o C –

80o C (Nur, 2017). Enzim bromelin terdapat dalam semua jaringan tanaman
nenas yaitu sekitar setengah dari protein dalam nenas mengandung protease
bromelin (Wuryanti, 2006). Di antara berbagai jenis buah, nenas merupakan
sumber protease dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak
(Purwaningsih, 2017). Distribusi bromelin pada batang nanas tidak merata dan
tergantung pada umur tanaman, sehingga kandungan bromelin pada jaringan
yang umurnya belum tua terutama yang bergetah sangat sedikit sekali bahkan
10

kadang-kadang tidak ada sama sekali (Herdyastuti, 2006).


Bromelin termasuk ke dalam golongan sufrihidil yang mengandung enzim
proteolitik. Selain itu juga mengandung peroksida, asam fosfat, beberapa
protease inhibitor, dan organik yang mengikat kalsium. Enzim bromelin
menghidrolisis protein yang mengandung ikatan peptida menjadi asam amino
yang lebih sederhana. Dalam hal ini sistein endopeptidase secara khusus
memotong ikatan peptida pada gugus karbonil seperti yang ditemukan dalam
ariginin atau asam amino aromatik yaitu fenilalanin atau tirosin. Enzim
bromelain termasuk golongan glikoprotein yaitu protein yang mengandung satu
bagian oligosakarida pada tiap molekul, yang terikat secara kovalen dengan
rantai polipeptida enzim tersebut. Adapun deretan asam amino disekitar lokasi
aktifnya: -Cys – Gly – Ala – Cys – Trp-Asn – Gly – Asp – Pro – Cys – Gly –
Ala – Cys – Cys – Trp. Sistein (Cys) menunjukkan tempat lokasi aktifnya
(Gautam et al., 2010).
Enzim bromelin merupakan enzim protease seperti halnya renin (renet),
papain dan fisin yang mempunyai sifat menghidrolisis protein. Hidrolisis yang
terjadi dengan enzim protease adalah putusnya ikatan peptida dari ikatan
substrat, di mana enzim protease bertugas sebagai katalisator di dalam sel dan
bersifat khas (Suhermiyati dan Sylvia JS, 2005).
Uji Bradford merupakan suatu uji dengan tujuan untuk mengukur
konsentrasi protein total secara kolorimetri dalam suatu larutan. Pada uji
Bradford melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB) yang akan
berikatan dengan protein dalam suatu larutan. Dari warna yang dihasilkan,
secara kolorimetri maka dapat diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometri (Lambert‐ Beer) pada panjang gelombang 465‐595 nm
(cahaya tampak) (Bradford, 1976).

2.3 Kasein

Kasein memiliki berbagai fungsi khususnya dalam penelitian Biokimia maupun


bidang penelitian lainnya yang serumpun. Kasein digunakan sebagai substrat standar
untuk menguji aktivitas enzim protease yang banyak dilakukan di kajian Biokimia
(Pratama., 2019). Protease merupakan salah satu enzim industri yang paling penting dan
memiliki nilai komersial mencapai 60% dari total penjualan enzim seluruh dunia
11

serta merupakan salah satu produk andalan dari enzim termofilik yang banyak
dipakai pada industri pengolahan makanan, detergen dan farmasi (Marnolia, 2016).
Kasein sering digunakan sebagai bahan pembuatan lem dan roti. Hidrolisat kasein atau
kasein yang telah diproses oleh enzim diketahui dapat mempunyai fungsi emulsifikasi,
pengikatan air, dan penciptaan busa dalam makanan. Penambahan kasein yang
dihidrolisis oleh asam telah dilaporkan mampu meningkatkan kualitas roti (Pratama,
2019).

2.3 Tahu

Tahu merupakan salah satu bentuk olahan yang terbuat dari kedelai bersifat non-
fermentasi dan sudah dikenali di seluruh dunia. Kedelai memiliki kadar protein yang
tinggi, yaitu rata-rata 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-44%. Protein
kedelai memiliki sususan asam amino esensial lengkap, serta daya cerna yang sangat
baik. Kandungan asam amino pada kedelai terutama adalah metionin dan sistein,
sedangkan kandungan lisin dan treonin sangat tinggi (Endra, 2017). Di Indonesia tahu
menjadi makanan tradisional yang di gemari masyarakat karena harganya yang murah
dan juga bergizi. Tahu memiliki kandungan protein yang berasal dari ekstrak kedelai
yang di koagulasi dengan berbagai jenis koagulan (Warochmah, 2017). Ada tiga jenis
koagulan yang dapat digunakan dalam koagulasi protein kedelai pada tahu yaitu: garam
(CaCl2, CaSO4, MgCl2), proteinase dan asam (Asam Asetat, Glukano δ-lactone).

Konsumen tahu di Indonesia yang banyak membuat produksi tahu semakin pesat,
dengan demikian kontribusi limbah tahu akan semakin banyak. Pada proses pembuatan
tahu menggunakan air untuk proses sortasi, perendaman, pengupasan kulit kedelai,
pencucian, penggilingan, perebusan, dan penyaringan tahu dimana pada proses tersebut
menghasilkan limbah padat dan limbah cair (Warochmah, 2017). Limbah padat yang
berupa kulit kedelai dan selaput lendir yang selalu dimanfaatkan untuk pakan ternak,
sedangkan limbah cair dibuang begitu saja, sehingga mencemari lingkungan
(Warochmah, 2017).

2.4 Limbah Cair Pabrik Tahu

Industri tahu merupakan industri yang berkembang dengan pesat di masyarakat.


Industri tahu kebanyakan merupakan industri kecil yang dikelola secara mandiri
menggunakan teknologi sederhana. Proses pembuatan tahu menghasilkan limbah yang
12

dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu limbah padat dan limbah cair.
Input berupa bahan baku dengan suatu proses akan menghasilkan suatu hasil
yaitu output, dimana dalam proses perubahan tersebut memerlukan energi dan
teknologi. Selanjutnya output berupa hasil akan digunakan oleh manusia. Pada
perubahan proses dari input menjadi output akan menghasilkan sampah. Sampah akan
dihasilkan pula dari sisa penggunaan manusia. Sampah apabila diolah dapat
dikonversikan akan berguna dan merupakan bahan baku baru untuk input yang lain.
Sampah dapat terdekomposisi atau diurai oleh bakteri menjadi bagian tertentu dan
yang tidak dapat terurai akan ditumpuk dialam. Dalam proses pembuatan tahu, bahan
baku atau input berupa kedelai dengan bantuan air, akan menghasilkan tahu, sedang
hasil sampingnya berupa ampas tahu dan limbah cair berupa whey. Ampas tahu dapat
dikonversikan sebagai bahan makanan ternak dan ikan serta omcom, sedangkan whey
sebagaian besar belum dapat dimanfaatkan (kadang-kadang digunakan sebagai biang),
di alam akan berupa limbah (sampah organik) yang kemudian akan diuraikan oleh
bakteri. Limbah cair tahu memiliki kandungan BOD (Biological Oxygen Demand)
sebesar 5000-10.000 mg/l dan COD (Cemical Oxygen Demand) 7000-12.000mg/l
serta tingkat kemasaman yang sangat rendah, yaitu 4-5 (Sato et al., 2015). Suhu dari
limbah tahu dapat mencapai 40-46O C dan dapat mempengaruhi kehidupan biologis,
kelarutan oksigen, dan gas lainnya, juga kerapatan air, viskositas, dan tegangan
permukaan. Limbah cair tahu memiliki kandungan senyawa-senyawa organik. Bahan
organik yang terkandung dalam limbah tahu berupa karbohidrat sebesar 25-50%,
protein sebanyak 40-60%, lemak sebesar 10% dan minyak.
Limbah cair industri tahu memiliki karakteristik kandungan COD mencapai
11628 ppm, pH 4,5 dengan warna kuning keruh secara visual. Selain itu juga memiliki
bau yang menyengat (Ratnani, 2012). Sementara itu penelitian (Bangun, Aminah,
Hutahaean, & Ritonga, 2013), menyatakan kandungan COD pada limbah industri tahu
mencapai 6785 mg/l, pH 4 dan TSS sebesar 3100 mg/l. Nilai-nilai tersebut melebihi
baku mutu yang dipersyaratkan oleh pemerintah dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah dimana
baku mutu kegiatan pengolahan tahu untuk COD sebesar 300 mg/l, TSS sebesar 200
mg/l dan pH sebesar 6-9.
Limbah tahu memberikan pengaruh terhadap air sungai dibuktikan dari
meningkatnya kadar amonia, BOD, dan COD dari saat sebelum air sungai bercampur
dengan limbah tahu hingga titik percampuran air sungai dengan air limbah tahu.
13

Limbah cair tahu juga mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut yang jika
dibiarkan akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau
busuk tersebut dapat penyebabkan gangguan pernapasan dan jika limbah tersebut
dibuang ke sungai kemudian digunakan oleh manusia untuk aktivitas sehari-hari
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gatal, diare, kolera, radang usus,
dan penyakit lainnya (Kumaunang, 2011).
Limbah tahu memiliki kandungan organik tinggi. Protein dalam limbah cair tahu
jika terurai oleh mikroba tanah akan melepaskan senyawa N yang akhirnya akan
diserap oleh akar tanaman sehingga limbah tahu memiliki potensi untuk dijadikan
pupuk organik. Pemanfaatan berbagai limbah menjadi pupuk organik merupakan
salah satu upaya untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, dengan bahan
organiknya yang tinggi, limbah dapat bertindak sebagai sumber organik makanan oleh
pertumbuhan mikroba (Rosalina, 2015).
Limbah cair tahu mengandung bahan-bahan organik berupa protein 60%,
karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10% dan dapat segera terurai dalam lingkungan
menjadi senyawa-senyawa turunan yang dapat mencemari lingkungan. Menurut
(Wati, 2015), nilai gizi dalam 1 liter limbah cair tahu adalah protein 7,1253 mg, pati 7
mg, Ca 0,2247 mg, Fe 0,0024 mg, Na 1,3535 mg, K 0,5945 mg, dan vitamin B1 0,20.
Senyawa organik yang ada pada limbah adalah senyawa yang dapat diuraikan secara
sempurna melalui proses biologi baik aerob maupun anaerob. Sedangkan senyawa
organik pada limbah adalah senyawa yang tidak dapat diuraikan melalui proses
biologi (Latifah, 2011). Limbah cair pabrik tahu mengandung bahan organik berupa
protein yang dapat terdegradasi menjadi bahan anorganik. Degradasi bahan organik
melalui proses oksidasi aerobakan menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih stabil.
Didapatkan asam amino dan hasil hydrogen sulfida yang kemudian diuraikan lagi
menjadi asam sulfat. Asam sulfat akan mudah diserap tanaman jika dalam bentuk ion
sulfat. Dalam penguraian protein, karbohidrat, lemak akan dihasilkan unsur-unsur
antara lain C, H, O, S. Unsur tersebut diubah menjadi unsur makro yang dibutuhkan
tanaman, dan juga unsur-unsur P, K, Ca, Fe, Cu (Kesuma, 2013). Dari keterangan
dapat diketahui bahwa kandungan limbah cair tahu cukup banyak, hanya saja waktu
lama untuk terurai menjadi unsur-unsur yang lebih sederhana sehingga dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan
limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD, dan TSS yang tinggi (Rosalina,
2015).
14

2.6 Amobilisasi enzim

Amobilisasi enzim merupakan pembatasan enzim sehingga enzim dapat


digunakan secara kontinyu. Enzim yang diamobilisasi memiliki keuntungan karena dapat
dipisahkan dari campuran reaksinya dengan cepat, produksi hasil reaksi dapat diperoleh
tanpa terkontaminasi enzim dan enzim yang diperoleh kembali dapat dipakai lagi. Secara
tradisional enzim digunakan secara langsung, dengan melarutkan enzim bebas ke dalam
larutan substrat. Penggunaan secara langsung dari enzim bebas pada skala besar
mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
1. Enzim bebas hanya dapat digunakan untuk satu kali proses karena enzim sukar
dipisahkan dari produknya.

2. Diperlukan proses inaktivasi enzim pada akhir reaksi, sehingga enzim dapat
digunakan lebih efisien dan berulang kali. Pada suatu proses industri digunakan
enzim amobil.

Oleh karena kelemahan dalam penggunaan enzim secara langsung maka digunakan
metoda amobilisasi. Beberapa metoda amobilisasi yang dapat digunakan adalah
amobilisasi melalui pembentukan ikatan kovalen, adsorpsi, penjebakan dan pembentukan
ikatan silang. Teknik amobilisasi enzim, sel mikrobia sel tanaman maupun sel hewan
pada prinsipnya hampir sama dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
metode ikatan dengan matriks, metode ikatan silang dan metode penjebakan.

1. Metode ikatan dengan matriks


Metode ini merupakan metode amobilisasi pertama yang ditemukan. Metode ini
didasarkan pada pengikatan enzim langsung pada matriks yang tidak larut dalam air
dan dapat dibedakan lagi atas tiga macam berdasarkan cara pengikatanny, yaitu
adsorbsi fisik, ikatan ionik, dan ikatan kovalen. Matriks yang dapat digunakan untuk
amobilisasi dengan sistem ikatan diantaranya polisakarida tidak larut air (selulosa,
dekstran, dan turunan agarosa), protein (gelatin dan albumin), polimer sintetik (resin
ion exchange dan gel poliakrilamida), bahan organik (gelas berpori, silica, ion metal
dan tanah alkali). Pemilihan teknik ini tergantung pada enzim itu sendiri. Beberapa
15

aspek yang perlu diperhatikan adalah ukuran partikel, luas permukaan, rasio molar
termasuik hidrolfilik atau hidrofobik dan komposisi kimia.

Metode baru ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu enzim dapat dipakai secara
berulang, memudahkan kontrol reaksi, kualitas produk terjaga, proses dapat
berlangsung secara berkesinambungan, tanpa kontaiminasi enzim (protein) lain,
memudahkan pemisahan enzim dari produk, enzim akan mempunyai fungsi katalitik
pada kisaran pH yang lebih tinggi dan kurang sensitif terhadap panas. Metode
amobilisasi enzim ikatan Carier (Carier Binding) yaitu metode yang akan mengikat
enzim pada matriks yang tidak larut dalam air.

2. Metode ikatan silang


Metode ikatan silang didasarkan atas pembentukan ikatan kimia, seperti pada metode
ikatan kovalen, tetapi tidak menggunakan matriks yang tidak larut. Amobilisasi enzim
terjadi melalui komponen bi-atau multifungsional. Sebagai komponen pengikat dapat
digunakan gluraldehida, turunan bis-diazobenzidin, dan lain-lain. Enzim yang
diamobilisasi dengan metode ini sering bersifat gel sehingga sukar ditangani. Enzim
dapat diamobilisasi sebagai bagian dari suatu kopolimerisasi dengan anhidrida maleat
dan etilen yang sebelumnya telah direaksikan dengan etilendiamin.

Pada metode ini tidak menggunakan matriks yang tidak larut dalam air, amobilisasi
didasarkan pada pembentukan ikatan kimia antara molekul enzim dengan
menggunakan reaksi multi / fungsional. Gugus fungsional yang ikut dalam reaksi ini
adalah amino pada asam amino terminal, gugus dari lisin, gugus fenolik dari tyrusin,
gugus sulfidril dari sistem serta imidazole dan histidine. Bahan atau solid support
yang digunakan intuk membentuk ikatan silang adalah heksametal endisocyanat yang
akan bereaksi dengan enzim membentuk ikatan peptida.

3. Metode penjebakan
Metode penjebakan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu

a. Penjebakan di dalam kapsul (mikroenkapsulasi), yang merupakan pemasukan


enzim ke dalam membran polimer semipermeabel. Hasil mikroenkapsulasi
umumnya mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari satu mikron sampai
beberapa mikron. Kondisi ini dapat mencegah enzim keluar dari kapsul,
sedangkan substrat dengan berat molekul kecil dapat mencapai enzim.
b. Penjebakan di dalam matriks polimer
16

Enzim yang diamobilisasi dijerat di dalam polimer sintetik atau alami. Metode
yang telah terbukti sangat memuaskan untuk amobilisasi enzim adalah
penjebakan.

Metode ini didasarkan pada penempatan enzim dalam kisi atau suatu ruang dalam
suatu polimer atau dalam membran semi permeable yang pertama digolongkan ke
dalam jenis kisi sedang yang kedua digolongkan ke dalam jenis microcapsule. Bahan
yang digunakan sebagai penjebak antara lain K-caragenan, Ca- alginate, dan
poliacrilamida dari ketiga bahan tersebut poliacrilamida merupakan bahan pendukung
yang paling stabil dan tidak terlalu mempengaruhi sifat enzim. Faktor-faktor yang
harus diperhatikan untuk amobilisasi enzim adalah matriks yang digunakan dan
terjadinya ikatan antara enzim dan matriks. Berdasarkan komposisi kimianya, matriks
ini dapat digolongkan menjadi polimer alami dan sintetik. Beberapa jenis matriks
dapat digolongkan sebagai gel. Pemakaian gel sebagai matriks pengamobil dapat
digunakan baik untuk sistem penjeratan (entraping) maupun pengikat, apabila
memilih permukaan yang luas terutama pada bagian internalnya. Keuntungan yang
dapat diperoleh dari penggunaan gel ini adalah bentuk sesuai dengan konformasi yang
diinginkan seperti bentuk membran atau bentuk partikel. Bahan yang paling banyak
digunakan sebagai matriks dalam amobilisasi adalah polisakarida, terutama dari algae,
dan selulosa. Keduanya digunakan dalam metode penjebakan (seperti alginat,
poliakrilamida dan karagenan).

Kelebihan enzim amobil adalah dapat digunakan berulang-ulang, penghentian reaksi dapat
dikerjakan secara cepat dengan memindahkan enzim dari larutan reaksi. Dalam banyak hal,
enzim distabilkan oleh ikatan, dalam proses ini larutan tidak terkontaminasi dengan enzim.
Pada proses analitik waktu paruh panjang, kecepatan peluruhan yang dapat diramalkan dan
pembuatan reagen dapat dihemat (Wuryanti,2017).

2.7 Karagenan
Dari jenis rumput laut yang tersebar di perairan pantai terdapat 23 jenis yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu jenis rumput laut yang cukup potensial dan
banyak dijumpai di perairan Indonesia adalah Eucheuma cottonii (termasuk alga merah)
yang dapat menghasilkan karagenan. Karaginan adalah campuran yang kompleks dari
beberapa polisakarida. Ada tiga jenis karaginan, yaitu lambda, kappa dan iota. Pada
17

Industri, karaginan dipakai sebagai stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengemulsi,


pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan ataupun minuman, farmasi,
kosmetik lain- lain. Rumput laut diketahui kaya akan essential seperti enzim, asam
nukleat, asam amino, mineral, trace elements, dan vitamin A, B, C, D, E dan K. Rumput
laut (sea weeds) atau yang biasa juga disebut ganggang (algae) merupakan tumbuhan
berklorofil dimana seluruh bagian tanaman dapat menyerupai akar, batang, daun, atau
buah semuanya disebut talus. Beberapa produk yang menggunakan karaginan adalah jeli,
jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget dan produk
susu. Karagenan juga digunakan di industri kosmetika, tekstil, cat, obat dan pakan ternak
(Meiyasa, 2016)

2.8 Faktor yang mempengaruhi kerja enzim

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah konsentrasi enzim,


substrat, pH, suhu, senyawa inhibitor dan aktivator. Selain itu juga penentuan berat
molekul, titik isoelektrik dan struktur enzim tersebut untuk mengetahui golongan
fungsional pada lokasi aktif dan urutan asam amino enzim. Semua enzim adalah
protein, dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai
protein. Seperti halnya protein lain, enzim mempunyai berat molekul berkisar 12.000
sampai 1 juta. Oleh karena itu enzim berukuran besar dibandingkan dengan substrat
atau gugus fungsional targetnya. Penataan tertentu pada rantai samping asam amino
suatu enzim di sisi aktifnya menentukan tipe molekul yang dapat terikat dan bereaksi.
Biasanya ada sekitar lima rantai samping dalam enzim apapun. Selain itu banyak enzim
yang molekul molekul non protein kecil yang terhubung dengan sisi aktif atau
didekatnya. Molkul molekul ini disebut kofaktor atau koenzim (Ngili, 2009). Beberapa
enzim memerlukan kofaktor atau kooezim untuk aktifitas katalitiknya. Bagian
holoenzim (koenzi dan ion) bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian
apoenzim (protein) terdenaturasi oleh panas.
1. Suhu
Suhu sangat menentukan aktivitas enzim pada waktu mengkatalisa
suatu reaksi. Seluruh enzim memerlukan jumlah panas tertentu untuk
dapat aktif. Sejalan dengan meningkatnya suhu, makin meningkat pula
aktifitas enzim. Secara umum, setiap peningkatan sebesar 10 oC diatas suhu
minimum, aktivitas enzim akan meningkat sebanyak dua kali lipat.
Aktivitas enzim meningkat pada kecepatan ini hingga mencapai kondisi
18

optimum. Peningkatan suhu melebihi suhu optimumnya menyebabkan


lemahnya ikatan di dalam enzim secara sruktural (Pratiwi, 2008). Pada
suhu maksimum enzim akan terdenaturasi karena struktur protein terbuka
dan gugus non polar yang berada didalam molekul menjadi terbuka keluar,
kelarutan protein di dalam air yang polar menjadi turun, sehingga aktivitas
enzim juga akan turun.
Suhu dari limbah tahu dapat mencapai 40-46O C dan dapat
mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen, dan gas lainnya,
juga kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

2. Aktivitas enzim dipengaruhi pula oleh konsentrasi substrat.


Pada konsentrasi substrat rendah, enzim tidak mencapai konversi
maksimum akibat sulitnya enzim menemukan substrat yang akan direaksikan.
Seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, kecepatan reaksi juga akan
meningkat akibat makin banyaknya substrat terikat dengan enzim.
Peningkatan konsentrasi substrat pada titik-titik jenuh tidak dapat lagi
meningkatkan kecepatan laju reaksi ( Pratiwi, 2008).

3. pH
pH lingkungan berpengaruh tehadap kecepatan aktivitas enzim dalam
mengkatalis suatu reaksi. Hal ini disebabkan konsentrasi ion hidrogen
mempengaruhi struktur tiga dimensi enzim dan akivitasnya. Setiap enzim
memiliki pH optimum dimana pada pH tersebut struktur tiga dimensinya
paling kondusif untuk mengikat subsrat. Bila konsentrasi ion hidrogen
berubah dari konsentrasi optimal, aktifitas enzim secara progresif hilang
sampai akhirnya enzim menjadi tidak fungsional (Lehninger, 1997).
Enzim menyediakan banyak tempat untuk pengikatan proton karena enzim
adalah protein yang tersusun oleh asam amino yang dapat mengikat proton pada
gugus amino, karboksil dan gugus fungsional lain. Gugus fungsional pada sisi
aktif yang dapat terionisasi yang dikatalisa oleh enzim (Suhartono, 1989).
Gugus fungsional yang memegang peranan penting pada suatu reaksi yang
dikatalisis oleh enzim terdapat pada rantai asam amino basa dan asam amino
asam (Whitaker, 1994). Pada skala deviasi pH yang besar, perubahan pH akan
mengakibatkan enzim mengalami denaturasi karena adanya gangguan terhadap
19

berbagai interaksi non kovalen yang menjaga kestabilan stuktur 3 dimensi


enzim (Baehaki, dkk., 2005). Bromelin merupakan termasuk golongan
kelompok enzim sistein yang sifat katalitiknya ditentukan oleh asam amino
sistein. Protease jenis ini mempunyai aktivitas optimal pada pH netral, dan
sangat dipengaruhi oleh logam pengkelat. Hal ini dikarenakan pada pH yang
lebih rendah atau lebih tinggi aktivitas enzim akan menurun, rantai samping
beberapa asam amino berperan sebagai asam atau basa lemah yang melakukan
fungsi kritis pada sisi aktif enzim sehingga enzim menjadi inaktif. Hal ini
menyebabkan perubahan pH mengakibatkan perubahan intramolekuler dari
enzim (Lehninger, 2009). Selain itu penurunan aktivitas enzim juga dipengaruhi
oleh lingkungan di sekitar sisi aktif enzim mengalami kekurangan jumlah
proton. Pada umumnya aktivitas maksimum enzim berada pada kisaran pH
optimum 4,5-8,0. pH optimum enzim bromelin dari ekstrak kasar bonggol
nanas berbeda dengan pH optimum enzim bromelin yang didapatkan dari
ekstrak kasar batang nanas. Menurut Nurhidayah (2013) pH optimum enzim
bromelin dari ekstrak kasar dari batang nanas berada pada pH 6 sedangkan pH
optimum enzim bromelin yang diisolasi dari ekstrak kasar bonggol nanas
berada pada pH 7. Hal tersebut di karenakan sumber enzim diisolasi dari organ
yang berbeda meskipun enzimnya sama. Menurut Winarmo (1986) enzim
tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat sempit. Di sekitar pH
optimum mempunyai stabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, enzim yang sama
sering kali pH optimumnya berbeda tergantung dari sumber enzim tersebut.

4. Ada tidaknya aktivator dan inhibitor.


Jika terdapat pengurangan laju reaksi oleh suatu senyawa, senyawa
tersebut dinamakan inhibitor. Inhibitor dapat bersaing dengan substrat dalam
berikatan dengan enzim, sehingga menghalangi substrat terikat pada tapak
aktif enzim. Peningkatan laju reaksi yang disebabkan oleh aktifator adalah
kebalikan dari efek inhibitor (Poedjiaji dan Supriyanti, 1994).
Kecepatan reaksi enzimatis dipengaruhi juga oleh keberadaan ion
logam (Suhartono 1989). Ion logam dapat berfungsi sebagai aktifaktor atau
inhibitor. Secara kimiawi, suatu kofaktor tidak dapat dibedakan dari inhibitor.
Setelah enzim dan substrat berinteraksi, barulah dapat dilihat perbedaannya.
Adanya aktifaktor yang berikatan dengan enzim dapat menyebabkan kenaikan
20

kecepatan reaksi enzim sedangkan inhibitor jika berikatan dengan enzim


menyebabkan penurunan kecepatan reaksi enzimatis.

5. Pengaruh Kadar Garam

Kadar elektrolit yang tinggi umumnya mempengaruhi kelarutan


protein. Karena itu garam sering digunakan untuk melarutkan beberapa
jenis protein. Peristiwa tersebut sering disebut dengan istilah salting in.
Sebaliknya beberapa jenis larutan garam lain dapat digunakan untuk
membuat protein atau enzim menjadi tidak larut. Proses ini disebut
dengan istilah salting out, yang dapat dimanfaatkan untuk mengisolasi
enzim (Kurnia, 2010).
Garam ammonium sulfat sering digunakan untuk fraksinasi dan
isolasi enzim karena sifat kelarutannya dalam air yang tinggi dan tidak
mengganggu bentuk dan fungsi enzim (Kurnia, 2010).

2.9 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

Judul penelitian Hasil penelitian Relevansi


Amobilisasi enzim bromelin penelitian amobilisasi enzim Penelitian yang dilakukan
dari buah nanas (Ananas bromelin dari buah nanas memiliki relevansi yaitu
comosus L.Merr) menggunakan matriks sama-sama membahas
menggunakan matriks kitosan dengan variasi massa tentang penggunaan enzim
kitosan untuk pengurangan enzim bromelin amobil 2 mg; bromelin untuk pengurangan
kandungan protein pada air 3 mg; 4 mg; dan 5 mg dan kandungan protein pada
limbah pabrik tahu variasi waktu inkubasi 2 jam; limbah pabrik tahu. Namun,
(Warochmah M, 2017) 4 jam; 6 jam; 8 jam; dan 10 perbedaannya pada penelitian
jam untuk pengurangan terdahulu menggunakan
kandungan protein pada air kitosan sebagai matriks
limbah pabrik tahu. amobil pada enzim bromelin
Diperoleh hasil bahwa enzim sedangkan penelitian yang
bromelin amobil dengan akan diteliti menggunakan
menggunakan matriks karagenan sebagai matriks
21

pendukung kitosan dapat pendukung amobil enzim


mengurangi kandungan bromelin.
protein dalam air limbah
pabrik tahu. Hasil dari 2 mg
enzim bromelin amobil
mendegradasi protein sebesar
89,50617% (7,91377 mg)
selama 10 jam waktu
inkubasi adalah kondisi
optimum dari penelitian ini.
Ketika penambahan jumlah
enzim amobil berlebih dapat
menurunkan jumlah protein
yang terdegradasi. Degradasi
protein dapat optimum jika
waktu inkubasi lebih lama,
tetapi dapat menurunkan
aktivitas enzim.

Comparative study of Hasil studi menyimpulkan Pada penelitian ini memiliki


extraction, purification and bahwa bromelain yang relevansi yaitu sama-sama
estimation of bromelin from berasal dari batang nanas membahas tentang isolasi
stem and fruit of pineapple memiliki aktivitas GDU yang enzim bromelin dengan
plant (Gautam., et al, 2010) lebih baik dibandingkan salting out menggunakan
bromelain pada bagian buah. ammonium sulfat sebanyak
Fraksi sentrifugal 6,6 gram untuk setiap 15 ml
menunjukkan aktivitas supernatan.
enzimatik yang lebih baik
daripada ekstrak kasar tetapi
lebih rendah dibandingkan
dengan eluat penukar ion,
menunjukkan bahwa teknik
ini perlu dioptimalkan untuk
22

menghasilkan bromelain
dengan aktivitas proteolitik
yang lebih baik. Selain itu
banyak upaya yang harus
dilakukan untuk
mengembangkan teknik yang
sederhana, ekonomis dan
efektif untuk menghasilkan
bromelain kelas ultra murni.
Isolasi dan pengukuran Penentuan kadar protein Hasil dari penelitian ini
aktivitas enzim bromelin dari dilakukan dengan dengan aktivitas enzim
ekstrak kasar batang nanas menggunakan metode bromelin tertinggi pada
(Ananas Comosus) Bradford, yaitu untuk penggunaan pH 6 sehingga
berdasarkan variasi pH mengukur konsentrasi penelitian yang akan
(Nurhidayah, 2013) protein total secara dilakukan menggunakan
kalorimetri dalam suatu larutan buffer pH 6.
larutan. Dalam uji Bradford
melibatkan pewarna
Coomassie Brilliant Blue
(CBB) yang berikatan
dengan protein dalam suatu
larutan yang bersifat asam
sehingga memberikan warna
(kebiruan). Dan
absorbansinya diukur pada λ
595 μm. Hasil penelitian ini
yaitu, Kadar protein tertinggi
hasil ekstraksi dari batang
nanas berdasarkan variasi
ammonium sulfat yaitu pada
konsentrasi 60% dengan
kadar protein sebesar 37,785
mg/ml. Aktivitas optimum
23

enzim bromelin yang di


ekstrak dari batang nanas
yaitu pada pH 6 yang
merupakan aktivitas tertinggi
dengan aktivitas 1,021 U/gr.
Amobilisasi enzim bromelin Enzim bromelin dari batang Relevansi dari penelitian ini
yang diisolasi dari batang buah nanas dapat dengan penelitian yang akan
nanas dengan menggunakan diamobilisasi dengan dilakukan yaitu sama sama
karagenan (Kumaunang M menggunakan karagenan. menggunakan karagenan
dan Tabaga A, 2011) Temperatur optimum enzim sebagai matriks pendukung

bromelin dari batang buah amobilisasi enzim bromelin.

nanas, adalah 65 oC dengan


aktivitas sebelum
diamobilisasi sebesar 1,239
unit/menit dan sesudah
diamobilisasi memiliki
aktivitas sebesar 0,982
unit/menit; sedangkan pH
optimum enzim bromelin
adalah 6,5 dengan aktivitas
sebelum diamobilisasi
sebesar 0,907 unit/menit dan
sesudah diamobilisasi
memiliki aktivitas sebesar
2,758 unit/menit.
24

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada bulan maret 2022 di Laboratorium Teknik Kimia
Universitas Lampung.
3.2 Alat
Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini, antara lain:
1. Centrifuge
Centrifuge digunakan untuk memutar sampel dalam kecepatan tinggi.
2. Shaker
Shaker digunakan untuk mengocok suatu campuran bahan (nutrient/medium)
dengan sampel yang memerlukan temperatur dan kecepatan (rpm).
3. Spectrophotometer UV-Vis
digunakan untuk mengukur transmitan atau absorban sampel.
4. Magnetic stirrer
Magnetic stirrer digunakan untuk pengadukan.
5. Hot Plate
Hot Plate untuk memanaskan dan mengaduk larutan satu dengan larutan lain.
6. Lemari Es
Lemari Es untuk menurunkan suhu.
7. Blender
Blender untuk menghaluskan kulit nanas.
8. Neraca Analitik
Neraca Analitik untuk menimbang massa bahan.
9. Erlenmeyer
Erlenmeyer berfungsi sebagai tempat filtrat.
10. Beaker Glass
Beaker Glass untuk wadah sebagai tempat mengaduk, mecampur, memanaskan
bahan.
11. Gelas Ukur
25

Gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah larutan yang akan digunakan.
12. Labu Ukur
Labu Ukur untuk mengencerkan zat tertentu hingga batas leher.
13. Pipet Tetes
Pipet tetes digunakan untuk mengambil bahan.
14. Pipet Volume
Pipet Volume untuk memindahkan cairan-cairan yang digunakan dalam proses
pengujian dengan jumlah mulai sangat kecil.
15. Cawan Petri
Cawan Petri untuk wadah mendinginkan enzim amobil.
16. Pengaduk
Pengaduk untuk mengaduk campuran bahan.
17. Termometer
Termometer untuk mengukur suhu pada sampel.
18. pH meter
pH meter untuk mengukur pH pada sampel.
19. Stop Watch
Stop Watch digunakan untuk menghitung waktu.
20. Freeze Dryer
Untuk megeringkan enzim dengan suhu dingin.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: kulit nanas,
karagenan, limbah cair tahu, NaOH, kasein, reagen biuret, ammonium sulfat, asam
asetat, natrium asetat, NaCl 0,85%, dan aquades
1. Kulit Nanas
Kulit nanas digunakan sebagai bahan baku pembuatan Enzim Bromelin.
2. Karagenan
Digunakan untuk amobilisasi enzim bromelin.
3. Limbah Cair Tahu
Limbah Cair Tahu digunakan sebagai sampel uji degradasi protein.
4. NaOH
Sebagai pelarut kasein.
5. Kasein
Digunakan sebagai substrat standar untuk menguji aktivitas enzim bromelin.
26

6. Ammonium sulfat
Digunakan untuk pelarut ekstrak kulit nanas.
7. Asam asetat
Digunakan sebagai bahan pembuatan buffer.
8. Natrium asetat
Untuk membuat buffer.
9. Aquades
Digunakan untuk pelarut.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.2 Sampel Air Limbah Pabrik Tahu


Masukkan kedalam botol limbah cair pabrik tahu, lalu letakkan sampel ke
dalam sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit. Supernatan
dipisahkan dari residunya dengan cara dekantasi, supernatan yang didapatkan
tersebut disimpan dan digunakan sebagai substrat, kemudian ditentukan kandungan
proteinnya dengan cara kolorimetri.

3.4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Standar


Larutan Kasein
Penentuan Kandungan Protein dalam Air Limbah Pabrik Tahu secara
Kolorimetri. Pertama dengan membuat aquades basa dari 10mL NaOH 0,4N yang
dilarutkankan dalam 100 mL aquades, kemudian ambil 5 mL dicampurkan dengan
kasein sebanyak 5 g dan diencerkan dengan aquades sampai 100 mL. Larutan
kasein yang telah dibuat sebelumnya diambil 7 mL dan ditambahkan 3 mL reagen
biuret, kemudian diaduk sampai homogen dan diinkubasi selama 20 menit pada
suhu ruang. Untuk menentukan panjang gelombang maksimum, larutan kasein
standar diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500-590 nm dengan
menggunakan blanko dari campuran 7 mL aquades dan 3 mL reagen biuret.
Stok larutan kasein sebelumnya (5000 ppm) kemudian ditambahkan 3 mL
reagen biuret dan diencerkan dengan aquades sampai 10 mL. Larutan diaduk dan
diinkubasi selama 20 menit pada suhu ruang, diukur absorbansi pada panjang
gelombang maksimum yang telah diperoleh sebelumnya dan dibuat kurva kalibrasi
antara konsentrasi larutan kasein dengan absorbansinya.
27

3.4.3 Penentuan Kandungan Protein Limbah Cair Pabrik Tahu

Limbah cair pabrik tahu diambil sebanyak 7 mL dan ditambahkan reagen


biuret sebanyak 3 mL, kemudian diaduk dan diinkubasi selama 5 menit dalam suhu
ruang. Kandungan protein air limbah pabrik tahu ditentukan dengan mengukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer sesuai λmaks yang telah diperoleh
sebelumnya. Absorbansi yang peroleh dikonversikan dengan hasil kurva standar
yang telah dibuat dengan persamaan garis regresi dan dikalikan dengan faktor
pengenceran reagen biuret.

3.4.4 Isolasi Enzim Bromelin dari Buah Nanas

Kulit nanas sebanyak 2400 gram dicuci bersih, diblender sampai halus
dan disaring. Selanjutnya dihomogenisasi dengan 363 ml larutan buffer phospat
(pH 6), lalu disaring. Ekstrak disentrifugasi selama 15 menit pada 5000 rpm
untuk memisahkan supernatant dari residunya. Supernatant berwarna kuning
dipisahkan dari residunya yang juga berwarna kuning dengan cara dekantasi.
Supernatant sari kulit nanas sebanyak 1640 ml dan diendapkan dengan
ammonium sulfat jenuh sebanyak 600,6 gram. Larutan disimpan dalam lemari es
semalaman. Endapan yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm
selama 15 menit, kemudian endapan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi di
simpan dalam freeze dryer hingga 10 jam.

3.4.5 Amobilisasi Enzim Bromelin dengan Matriks Karagenan


3,5 gram karagenan ditambah dengan 80 ml NaCl 0,85% dimasukkan dalam
glass beaker 100 ml. Campuran tersebut dipanaskan pada hoteplate hingga suhu
mencapai 80oC lalu didinginkan hingga suhu 55oC. Untuk campuran kedua yaitu
0,5 gram enzim bromelin ditambahkan 5 ml NaCl 0,85% pada gelas beaker 50 ml
dipanaskan hingga suhu 37oC. Kedua campuran tersebut dicampurkan lalu
dibiarkan hingga suhu kamar selama 10 menit.

3.4.6 Pengurangan Kandungan Protein pada Air Limbah

Air limbah pabrik tahu diambil 20 ml sebanyak lima kali, masing-masing


dimasukkan ke dalam Erlenmeyer A, B, C, D, dan E, untuk larutan di Erlenmeyer
A sebagai larutan kontrol yang tanpa ditambahkan enzim bromelin. Larutan
28

cuplikan pada Erlenmeyer B, C, D, dan E ditambahkan enzim bromelin amobil (1


mg, 2 mg, 3 mg) yang telah dibuat sebelumnya. Masing-masing campuran dalam
Erlenmeyer dimasukkan ke dalam shaker dengan kecepatan 110 rpm pada variasi
waktu inkubasi 3 jam; 6 jam; 9 jam; dan 12 jam. Penentuan kandungan protein
dalam air limbah pabrik tahu dilakukan sesuai dengan prosedur sebelumnya.
Pengurangan kandungan protein pada air limbah pabrik tahu dengan enzim
bromelin amobil akan diperoleh jumlah enzim bromelin amobil dan waktu inkubasi
optimum.

Isolasi enzim bromelin Preparasi sampel limbah pabrik tahu

Amobilisasi enzim Penentuan gelombang maksimum

Penentuan kandungan protein


limbah cair pabrik tahu

Pengurangan kadar protein

Gambar 3.1 Diagram alir


29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh massa enzim bromelin amobil terhadap kandungan protein limbah cair
pabrik tahu

Proses salting out dengan ammonium sulfat sering digunakan untuk fraksinasi dan
isolasi enzim karena sifat kelarutannya dalam air yang tinggi dan tidak mengganggu
bentuk dan fungsi enzim (Rosirda Dianty DK,2010). Seperti yang sudah dilakukan oleh
Gautam (2010) proses salting out di lakukan dengan menggunakan 6,6 g untuk setiap 15
ml supernatan yang dihasilkan.
Enzim bromelin menghidrolisis protein yang mengandung ikatan peptida menjadi
asam amino yang lebih sederhana. Enzim bromelin didapat dari dekstrak buah nanas
(Ananas comosus L.Merr.) yang termasuk ke dalam golongan protease sistein yang sifat
katalitiknya dilihat dari asam amino sistein. Dalam hal ini sistein endopeptidase secara
khusus memotong ikatan peptida pada gugus karbonil seperti yang ditemukan dalam
arginin atau asam amino aromatik yaitu fenilalanin atau tirosin (Gautam et al., 2010).
Amobilisasi enzim adalah matriks yang digunakan dan terjadinya ikatan antara
enzim dan matriks. Pada pengamatan ini dilakukan amobilisasi enzim bromelin dengan
matriks karagenan. Matriks ini dapat digolongkan menjadi polimer alami sebagai matriks
pengamobil dapat digunakan baik untuk sistem penjeratan (entraping) maupun pengikat.
Dimana didasarkan sistem penjeratan yaitu didasarkan pada penempatan enzim dalam kisi
atau suatu ruang dalam suatu polimer atau dalam membran semi permeable yang pertama
digolongkan ke dalam jenis kisi sedang yang kedua digolongkan ke dalam jenis
microcapsule. Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan gel ini adalah bentuk
sesuai dengan konformasi yang diinginkan seperti bentuk membran atau bentuk partikel.
Amobilisasi yang di lakukan menguntungkan karena dapat menggunakan enzim bromelin
secara berulang. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Kumaunang M dan Tabaga
A (2011) yaitu enzim bromelin dari batang buah nanas dapat diamobilisasi dengan
menggunakan karagenan dengan aktivitas sebelum diamobilisasi sebesar 1,239 unit/menit
dan sesudah diamobilisasi memiliki aktivitas sebesar 0,982 unit/menit. Sama hal-nya
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Wuryanti (2006) yaitu enzim bromelin dari
bonggol nanas dapat distabilkan dengan proses amobilisasi dengan matriks karagenan.
30

Lalu pengamatan dilakukan untuk mengetahui pengaruh massa enzim bromelin terhadap
kandungan protein limbah cair pabrik tahu. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah berat protein terdegradasi dengan massa enzim bromelin amobil

Waktu berat protein terdegradasi (mg)

inkubas E. Amobil E. Amobil E. Amobil


i (jam) 1mg 2mg 3mg

Kontrol 18,77 18,77 18,77


3 4,49 6,26 7,86
6 7,86 8,66 10,75
9 10,59 12,35 12,83
12 12,83 15,40 17,00

Pada pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil pada tabel 4.1 yaitu berat
protein terdegradasi pada limbah cair tahu dengan penambahan enzim bromelin amobil.
Berat protein terdegradasi yang paling banyak pada setiap penambahan massa enzim
bromelin amobil yaitu pada waktu inkubasi 12 jam. Limbah cair pabrik tahu
mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai dengan waktu yang
lebih lama dibandingkan jika ditambahkan enzim bromelin amobil. Hal tersebut
karena enzim bromelin amobil dapat mempercepat penguraian protein yang
terkandung pada limbah cair pabrik tahu. Sehingga waktu inkubasi yang lebih lama
dapat menguraikan protein yang terkandung lebih banyak. Mempercepat reaksi yang
dilakukan oleh enzim yang merupakan biokatalisator sehingga pada penambahan 3
mg enzim bromelin amobil lebih banyak protein terdegradasi dibandingkan dengan
penambahan enzim bromelin amobil sebanyak 1 mg. Pada penelitian ini Penentuan
kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Bradford, yaitu untuk mengukur
konsentrasi protein total secara kalorimetri dalam suatu larutan. Dalam uji Bradford
melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB) yang berikatan dengan protein
dalam suatu larutan yang bersifat asam sehingga memberikan warna (kebiruan)
(Nurhidayah, 2013).
31

1 mg 2 mg 3 mg
20.00
18.00

Berat Protein Terdegradasi (mg)


16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
3 6 9 12
Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 4.1 Kurva protein terdegradasi pada pengurangan kandungan protein air limbah
pabrik tahu terhadap waktu inkubasi.

Bila dibuat hubungan berat protein terdegradasi dengan waktu inkubasi,


ditunjukkan pada Gambar 4.1 bahwa semakin banyak penambahan jumlah enzim
bromelin amobil, semakin banyak jumlah berat protein terdegradasi. Begitu juga dengan
penambahan waktu inkubasi mampu meningkatkan jumlah berat protein yang
terdegradasi. Dari hasil penelitian ini berat enzim bromelin amobil yang mampu
mengurangi kandungan protein pada air limbah tahu secara maksimal adalah 3 mg
enzim bromelin amobil dengan waktu inkubasi 12 jam karena berat protein mula-mula
yaitu 18,98 mg menjadi 1,76 mg, sehingga diketahui protein terdegradasi sebesar 17,19
mg.

Tabel 4.2 Aktivitas enzim dengan massa enzim bromelin amobil


Waktu aktivitas enzim (unit)
inkubasi E. Amobil E. Amobil E. Amobil
(jam) 1mg 2mg 3mg
3 24,95 17,38 14,56
6 21,83 12,03 9,95
9 19,61 11,44 7,92
12 17,82 10,69 7,87
32

Pada tabel 4.2 bahwa aktivitas enzim terbesar pada waktu inkubasi 3 jam. Dengan
aktivitas enzim sebesar 24,95 unit/jam. Hal ini karena banyak faktor yang memengaruhi
kerja enzim salah satunya yaitu konsentrasi substrat. Dalam penelitian ini juga
menggunakan limbah tahu sebagai substrat dimana diketahui bahwa limbah tahu berasal
dari sisa proses pembuatan tahu bersifat non-fermentasi yang memiliki kadar protein
yang tinggi, yaitu rata-rata 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-44%.
Protein kedelai memiliki sususan asam amino esensial lengkap, serta daya cerna yang
sangat baik. Kandungan asam amino pada kedelai terutama adalah metionin dan sistein,
sedangkan kandungan lisin dan treonin sangat tinggi (Endra F, 2017). Faktor lainnya
yang dapat memengaruhi aktivitas enzim yaitu pH. Limbah cair industri tahu memiliki
karakteristik pH 4,5 dengan warna kuning keruh secara visual, selain itu juga memiliki
bau yang menyengat (Ratnani, 2012). Sedangkan Menurut Nurhidayah (2013) telah
dilakukan penelitian dengan menunjukkan bahwa kondisi optimum enzim bromelin
diperoleh pada pH 6,0 dengan aktivitas 1,021 U/gr dengan substrat terhidrolisis sebesar
37,011 gr/ml yang selanjutnya mengalami penurunan pada pH 7 dan pH 8 dimana hal ini
terjadi karena adanya pengaruh oleh konsentrasi ion H+, atau dengan kata lain, derajat
keasaman dari pelarut yang mengelilingi protein enzim bromelin sehingga pada kondisi
pH yang tepat, terjadi perubahan gugus ion pada sisi aktif enzim sehingga konformasi
enzim lebih efektif dalam mengikat dan mengubah substrat menjadi produk. pH
optimum merupakan pH saat gugus pemberi dan penerima proton (ion positif) yang
berperan penting pada sisi katalitik enzim atau pada sisi pengikat substrat berada dalam
tingkat ionisasi yang diinginkan, sehingga substrat lebih mudah berinteraksi dengan sisi
katalitik enzim (Nurhidayah, 2013).
33

1 mg 2 mg 3 mg
30.00

25.00

Aktivitas enzim (Unit) 20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
3 6 9 12
Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 4.2 Kurva aktivitas enzim bromelin pada pengurangan air limbah pabrik
terhadap waktu inkubasi

Lalu bila dibuat hubungan aktivitas enzim dengan waktu inkubasi, ditunjukkan pada Gambar
4.2. bahwa jumlah enzim bromelin amobil yang digunakan paling baik untuk mendegradasi
protein dalam pengurangan kandungan protein limbah cair pabrik tahu dapat menurunkan
aktivitas enzim tersebut dalam per satuan unit adalah 3 mg. Dari hasil penelitian ini pada
umumnya diperoleh aktivitas enzim optimum.
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa enzim bromelin amobil dengan matriks
karagenan mampu mendegradasi protein pada air limbah pabrik tahu sebesar 90,59 % pada
kondisi jumlah enzim amobil 3 mg dan 12 jam waktu inkubasi. Sedangkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh warochmah (2017) diperoleh enzim bromelin amobil dengan
matriks kitosan mampu mendegradasi protein dalam air limbah pabrik tahu sebesar 89,506%
pada kondisi jumlah enzim amobil 2 mg dan 10jam waktu inkubasi. Jadi, terjadi kenaikan
aktivitas enzim dengan matriks karagenan.
34

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
1. Enzim bromelin amobil dengan menggunakan matriks pendukung karagenan dapat
mengurangi kandungan protein dalam limbah cair pabrik tahu.
2. Dapat diketahui bahwa semakin banyak penambahan jumlah enzim bromelin
amobil, semakin turun jumlah berat protein terdegradasi. Begitu juga dengan
penambahan waktu inkubasi mampu meningkatkan jumlah berat protein yang
terdegradasi.
3. Dari hasil penelitian ini berat enzim bromelin amobil yang mampu mengurangi
kandungan protein pada air limbah tahu secara maksimal adalah 3 mg enzim
bromelin amobil dengan waktu inkubasi 12 jam karena berat protein mula-mula
yaitu 18,77 mg menjadi 1,76 mg, sehingga diketahui protein terdegradasi sebesar
17,1 mg.
4. Pada umumnya dapat diperoleh aktivitas enzim optimum terjadi ada kondisi 1 mg
enzim bromelin amobil dalam kurun waktu inkubasi 3 jam, yaitu aktivitas enzimnya
sebesar 24,95 unit.
5. Enzim bromelin amobil dengan matriks karagenan mampu mendegradasi protein
pada air limbah pabrik tahu sebesar 90,59 % pada kondisi jumlah enzim amobil 3
mg dan 12 jam waktu inkubasi.

Anda mungkin juga menyukai