Anda di halaman 1dari 16

SISTEM PENDIDIKAN DI JERMAN

Juliani
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Majene
Email: juliani050523@gmail.com

Reski Mulyana
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Majene
Email: rmulyana031103@gmail.com

Masitha Almukarramah,
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Majene
Email: masitapolman94@gmail.com

Nur Afika
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Majene
Email: nurafikaafika760@gmail.com

Zakiah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Majene
Email: jizakiah@gmail.com

Dr. Muslimin
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Majene
Email: muslimin21@gmail.com

Abstract

This research aims to find out how the education system in Germany. This
type of research is qualitative, while the data collection technique of this
research is Library research. The results of this study indicate that the education
system in Germany and Indonesia has a significant difference that we can see
from the flow of education in Germany. Elementary school students in Germany
only take 4 years, while in Indonesia for 6 years. In addition, the structure of the
education system in Germany formally includes: primary education, lower
secondary education, and higher education. And there are several 3 secondary
schools: Hauptschule, Realschule or Gymnasium.
Keywords: System, Education, Germany
Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pendidikan


yang ada di Jerman. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, adapun teknik
pengumpulan data dari penelitian ini adalah dengan Library research. Hasil
penelitian ini menunjukkan sistem pendidikan di Jerman dan Indonesia memiliki
perbedaan yang signifikan dapat kita lihat dari pada alur pendidikan di Jerman.
Siswa sekolah dasar di Jerman hanya menempuh waktu selama 4 tahun,
sedangkan di Indonesia selama 6 tahun. Selain itu struktur sistem pendidikan di
jerman secara formal meliputi : pendidikan dasar (primary education),
pendidikan menengah (lower secondary education), dan pendidikan tinggi. Dan
terdapat beberapa 3 sekolah menengah: Hauptschule, Realschule atau
Gymnasium.
Kata Kunci : Sistem, Pendidikan, Jerman

PENDAHULUAN

Setiap pendidikan di negara manapun memiliki keunikan tersendiri,


termasuk pendidikan di Jerman. Jerman dikenal memiliki standar pendidikan
yang sangat tinggi karena memiliki sistem pendidikan yang terstruktur
dengan baik dan ketat. Siswa di sana juga diuji dan dievaluasi secara
menyeluruh di setiap tahap sekolah, sehingga jika seseorang gagal mencapai
nilai minimal yang disyaratkan di 2 kelas atau lebih, ia harus mengulang satu
tahun penuh untuk memastikan bahwa ia selalu memenuhi persyaratan untuk
naik ke tingkat kelas berikutnya.
Sistem pendidikan di Jerman dikenal memiliki keamanan kerja yang
tinggi, guru-guru yang terspesialisasi, biaya pendidikan gratis, tingkat
pengangguran yang rendah, pelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa,
sekolah khusus yang tersedia dan pekerjaan kasar yang diakui secara positif.
Namun, Jerman masih memiliki masalah terkait sistem pendidikannya.
Salah satu aspek penting dalam proses kehidupan dan pengembangan
diri adalah “ membanding”. Manusia, sadar atau tidak sadar, pada dasarnya
selalu melakukan penilaian terhadap dirinya dengan melihat aspek kehidupan
yang sama pada orang lain. Tanpa perbandingan, proses kehidupan mungkin
akan berjalan lamban, atau mungkin pula hampir-hampir tidak pernah
berubah ke arah yang lebih baik.
Studi perbandingan pendidikan sebagai salah satu bagian dalam
bidang pendidikan memiliki manfaat nyata, terutama sebagai bahan
pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di suatu Negara.
Dengan melihat dan mengkaji keunggulan-keunggulan system pendidikan di
Negara lain, kita bisa belajar berbagai hal dari Negara tersebut dan
memanfaatkannya demi kemajuan pendidikan di tanah air. Untuk itulah pada
kesempatan kali ini, penulis mencoba menguraikan perbandingan sistem
pendidikan di Negara Jerman

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan menggunakan penelitian kepustakaan
sehingga metode yang digunakan dalam penelitian adalah studi pustaka. Ciri
khusus yang yang digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan
pengetahuan penelitian antara lain; penelitian ini dihadapkan langsung
dengan data atau teks yang disajikan, bukan dengan data lapangan atau
melalui saksi mata berupa kejadian, peneliti hanya berhadapan langsung
dengan sumber yang sudah ada di perpustakaan atau data bersifat siap
pakai, serta data-data sekunder yang digunakan (Snyder, 2019). Mendes,
Wohlin, Felizardo dan Kalinowski, (2020) menyatakan proses penelitian
kepustakaan dilakukan dengan meninjau literatur dan menganalisis topik
relevan yang digabungkan. Penelususran pustaka dapat memanfaatkan sumber
berupa jurnal, buku, kamus, dokumen, majalah dan sumber lain tanpa
melakukan riset lapangan.

PEMBAHASAN

Sistem Pendidikan di Jerman

Pada awal pendidikan Jerman senantiasa dipengaruhi oleh dua lembaga


besar yaitu, negara dan agama. Selain itu, negara bagian juga ikut menuntut
wewenang untuk mengatur pola pendidikan secara mandiri. Sejak
dikumandangkannya wajib belajar pada abad ke-17, masalah pendidikan
lambat laun mulai bergeser menjadi kewajiban negara (Nur Syah, 2001).
Saat ini, wajib belajar berlangsung mulai usia 6 tahun sampai 18 tahun, jadi
selama 12-13 tahun. Untuk memenuhi wajib belajar harus dikunjungi sebuah
sekolah penuh-waktu selama 9 tahun (dinegara bagian tertentu 10 tahun) dan
setelah itu memasuki sekolah kejuruan paruh waktu dan sekolah penuh-waktu
yang lain. Dengan demikian, pola pendidikan Jerman kurang lebih negara
bagian membutuhkan waktu lama dibandingkan dengan Indonesia.

1. Tujuan Pendidikan Jerman


Sesuai dengan Konstitusi (Grundgesetz),5 Republik Federasi Jerman
adalah sebuah 'republik, sebuah demokrasi, sebuah federal, secara sosial
dan konstitutional adalah negara bagian yang bertanggungjawab. Dengan
konstitusi pendidikan yang menjamin : 'kebebasan untuk seni dan ilmu
pengetahuan, penelitian dan mengajar, kebebasan untuk percaya,
menyakini (conscience) dan menyatakan suatu agama, kebebasan untuk
memilih sebuah tempat tinggal dan tempat belajar atau pelatihan,
persamaan hukum dan hak asasi dasar dari orang tua untuk memperhatikan
dan mendidik anak-anak mereka. Tujuan pendidikan di Jerman ditentukan
oleh Negara bagian masingmasing, Negara federal tidak ikut campur
tangan dalam urusan pendidikan secara langsung.

2. Struktur dan Jenis Pendidikan


Struktur sistem pendidikan Jerman secara formal meliputi : pendidikan
dasar (primary education), pendidikan menengah (lower secondary
education), dan pendidikan tinggi Tergantung dari Negara bagian, wajib
sekolah di Jerman berlaku Sembilan atau sepuluh tahun, dengan normal
anak masuk sekolah pada usia enam tahun. Namun demikian, sebagian
anak-anak Jerman ada yang mengikuti pendidikan pra-sekolah
(Kindergarten) secara sukarela pada usia 3-5 tahun. Adapun sistem
pendidikan Jerman dapat divisualisasikan sebagai berikut: Pendidikan
dasar (primary school) dengan lama pendidikan umumnya 4 tahun (usia 69
tahun) kecuali ibu kota Negara (Berlin) melaksanakan system 6 tahun,
sementara beberapa Negara bagian yang lain melaksanakan pengajaran
tambahan 2 tahun pada grade 5 dan 6 dalam suatu lembaga perantara yang
memberikan berbagai jenis pelajaran sebagai persiapan masuk ke
programprogram sekolah menengah. Negara bagian lain menyediakan
bentuk yang lain pula dengan memberikan pelajaran-pelajaran khusus pada
grade 5 dan 6, dan siswa dapat dengan mudah pindah dari sekolah satu ke
sekolah yang lainnya sesuai dengan program yang diingini. Pada akhir
grade 4 (atau grade 6 pada beberapa tempat), siswa diarahkan ke
programprogram berbeda seperti yang tersedia di sekolah menengah.
Sekolah menengah (lower secondary education) di Jerman dapat
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: Hauptschule/Restschule, Realschule/Mitt
elsvhule, Gymnasium dan Gesamtschule.
Haupschule/Restschule merupakan jenis sekolah menengah yang
memberikan pengajaran yang diarahkan untuk memasuki pemagangan
setelah siswa menerima sertifikat tamat belajar. Program ini memberikan
pelajaran khusus untuk mempersiapkan siswa menghadapi kariernya di
masa mendatang, dan juga mengajarkan bahasa asing (biasanya bahasa
Inggris). Program houptschule dikategorikan sebagai program yang paling
ringan tuntutan akademiknya di Jerman pada grade 7 sampai 9.
Realschule merupakan program sekolah yang mempersiapkan siswa
untuk memasuki karier sebagai pegawai atau buruh kelas menengah.
Program ini memiliki tuntutan akademik yang lebih tinggi daripada
houpschule. Semenjak tahun 1970-an, tamatan sekolah ini telah menjadi
persyaratan untuk memasuki program-program pemagangan. Sertifikat
dari sekolah ini juga menjadi kunci untuk memasuki berbagai jalur
pendidikan yang lebih tinggi.
Gymnasium, bertujuan untuk mempersiapkan siswa ke pendidikan
tinggi, walaupun tidak semua lulusannya melanjutkan ke perguruan tinggi.
Pada grade 5 sampai 10, isi kurikulum bervariasi sesuai dengan jenis
sekolah yang dimasuki. Mulai grade 11, siswa dapat memilih spesialisasi
dalam susunan yang agak rumit. Setelah berhasil menyelesaikan ujian pada
grade 13 siswa berhak memasuki perguruan tinggi.
Gesamtschule merupakan sekolah yang menekankan program secara
komprehensif bagi semua anak dalam suatu bidang, dan anak-anak akan
memperoleh sertifikat yang berbeda sesuai dengan bidang yang dipilihnya.
Namun karena terjadi banyak kontroversi pada program sekolah jenis ini,
maka tidak semua daerah yang membuka sekolah ini (hanya dibuka di
daerah dibawah lander yang beraliran sosial demokrat).
Selanjutnya, lembaga pendidikan tinggi di Jerman terdiri dari dua jenis,
yaitu: Pertama, akademi / politeknik / Fachhoschulen yang ditempuh
selama 12 tahun pendidikan lengkap); Kedua, Universitas. Tidak ada
persyaratan program tertentu untuk memasuki universitas, dan tidak ada
perbedaan yang jelas antara program sarjana dan program pascasarjana.
Sertifikat Pertama dapat diperoleh setelah 4 atau enam tahun pelajaran.
Pada tahun 1996 Angka Pendidikan Murni (APM) murid SD adalah
86%, sedangkan angka melanjutkan ke sekolah menengah adalah 88%,
Selain pendidikan formal, di Jerman juga berkembang pendidikan non
formal yang berupa pendidikan vokasional, teknik, dan bisnis yang
diwajibkan bagi anak-anak yang tamat dengan ijasah pendidikan umum
pada tingkat Hoptschule atau Realschule dan juga yang tidak dapat ijasah
setelah tamat belajar 9 tahun. Pendidikan ini merupakan prasyarat untuk
mendapatkan pekerjaan, dan pelaksanaannya dapat diikuti secara paruh
waktu atau purna waktu. Pendidikan non formal yang lain yaitu berupa
pendidikan orang dewasa yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat, sesuai dengan tuntuntan zaman dan perubahan
ekonomi, sosial, dan politik yang sangat cepat. Program pendidikan orang
dewasa dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu umum, vokasional
(termasuk teknik dan keuangan) dan politik.
3. Manajemen pendidikan di Jerman
Sistem pendidikan di Jerman adalah desentralisasi, mulai dari level SD
sampai dengan sekolah menengah. Beberapa Lander (penguasa daerah)
membuat berbagai ketentuan konstitusi mereka masing-masing mengenai
pengaturan masalah-masalah pendidikan, dan seluruhnya melalui proses
legislative. Pengaturan ini meliputi penetapan tujuan pendidikan, struktur,
isi pengajaran, dan prosedur dalam system daerah mereka masing-masing.
Adapun yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan di
dalam Negara bagian adalah kementrian kabinet atau Kementrian
Kebudayaan (Kultusministerium). Pada Negara-negara bagian yang luas
daerhanya, sekolah tidak dikontrol secara langsung oleh kementrian
Negara bagian, tetapi melalui badan administrasi regional yang merupakan
bagian dari badan ekskutif. Masyarakat setempat biasanya juga punya
tanggung jawab menyediakan infra-struktur yang diperlukan dan
adakalanya juga terlibat dalam pengangkatan staf.
a. Biaya Pendidikan. Alokasi biaya pendidikan sepenuhnya bersumber
dari Lander (Daerah) dan masyarakat setempat, kecuali untuk
pendidikan tinggi. Menjadi tanggung jawab pemerintah federal.
Hampir semua program pendidikan di jerman bersifat gratis (termasuk
pembebasan uang kuliah di pendidikan tinggi). Pemerintah federal
juga memberikan bantuan uang kepada sebagian siswa sekolah
menengah dan mahasiswa perguruan tinggi. Kebanyakan
sekolahsekolah swasta yang kecil, kira-kira 90% dari biaya
operasional sekolah dibantu oleh pemerintah federal Pengeluaran
pemerintah federal pada tahun 1990 untuk anggaran pendidikan
mencapai total 9,3% dari GNP.
b. Personalia. Hanya guru-guru Gymnasium dan sebagian guru-guru
specialis untuk bidang keuangan yang dididik di tingkat Universitas
(S1), dengan tekanan utama bidang keahlian daripada bidang
keguruan. Namun demikian. sejak tahun 1960, telah mulai
dicanangkan persyaratan kualifikasi yang sama untuk semua guru,
minimal telah di didik di Universitas. Untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam menerapkan metode mengajar ditempuh
melalui in-service training.
c. Kurikulum. Kurikulum dirumuskan oleh Kementrian Pendidikan
sesuai Negara bagian masing-masing di bawah kendali Lander
(pemerintah daerah), Sebagian besar Lander mewajibkan mata
pelajaran di primary education sebagai berikut: German; mathematics;
social studies (usually taught as Sachunterricht); history (usually
taught as Sachunterricht ) geography (usually taught as
Sachunterricht); biology (aspects of biology are taught within science,
which is usually taught as Sachunterricht ); physics (aspects of physics
are taught within science, which is usually taught as Sachunterricht);
chemistry (aspects of chemistry are taught within science, which is
usually taught as Sachunterricht ); art; music; sport; religion; and
modern foreign languages. Sedangkan untuk sekolah menengah,
kurikulum berbeda-beda penekannannya, sesuai jenis sekolah. Namun
paling tidak pada setiap jenis sekolah menengah tersebut memuat
materi pelajaran sebagai berikut: German; mathematics; one foreign
language (usually English); natural and social sciences; music; art;
and sport.
d. Sistem Ujian dan Sertifikasi. Penilaian akhir tahun siswa di dasarkan
pada hasil analisis terhadap kinerja siswa. Dari Grade 2 (primer, umur
tujuh) dan seterusnya, hanya terdapat laporan setengah-tahunan
meliputi komentar terhadap kemajuan dan nilai yang diperoleh dengan
membandingkan kinerja mereka dengan apa ada pada selain dalam
sebuah kelompok pengajaran. Terdapat satu kecenderungan ke arah
pelaporan proses belajar dan kinerja, dan terhadap keikutsertaan kelas
serta perilaku sosial di sekolah. Anak-anak yang nilainya dan hal
lainnya tidak cukup harus (dapat memilih) untuk mengulang kembali
di awal tahun baru. Tidak ada nilai ujian atau ijasah di sekolah dasar,
yang ada hanya sebuah laporan kinerja siswa pada akhir tahun.
4. Pendidikan di Jerman membangun rasa kebangsaan
Pola pendidikan di Jerman yang mengukir keasan kuat di luar negeri
sebenarnya merupakan pola pendidikan Prusia, yang merupakansalah satu
negara bagian Jerman yang tetap merdeka selama hampir sepanjang abad
lalu. Prusia dan negara-negara Jerman lainnya pada abad ke 16 sudah
sesuai dengan reformasi. Salah satu dampak yang terpenting dari perhatian
umat Protestan atas Alkitab sebagai otoritas bagi semua keyakinan
Kristiani adalah pengenalan membaca kepada masyarakat.
Seiring dengan berkembangnya antusiasme agama- agama baru,
didirikan pulalah sekolah- sekolah baru. Setiap negara kini berharap paling
sedikit memiliki satu universitas. Dengan demikian, muncullah kebutuhan
untuk mengadakan pengajaran persiapan. Beberapa negara di Jerman
memperkenalkan program pendidikan yang sangat bagus; Bavaria
kemudian memimpin dengan mendirikan sekolah untuk melayani
kebutuhan praktis atau kebutuhan religius masyarakat. Di Prusia sendiri,
kawal sekolah yang datang di sekolah yang mengajarkan bahasa daerah
yang tidak lupa dengan pelajaran agama yang bertujuan untuk mencetak
pejabat gereja tetap. Banyak inovasi yang lahir di Prusia meskipun tanpa
pembiayaan resmi karena sejumlah raja mengingatkan gereja agar lebih
giat dalam upaya pendidikan. Beberapa inovasi yang secara dramatis
pentingnya pendidikan untuk meningkatkan derajat sosial dan
moralbangsa.
Termotivasi dengan latar belakang religius untuk meningkatkan
derajat masyarakat dan menentukan sekolah yang menjadi kemajuan
penting, melebhi sekolah paroki biasa dalam hal metode dan
kurikulumnya. Pembaruan yang paling menarik adalah pendidikan yang
dikembangkan oleh Johann Heinrich Pestalozzi di Swiss. Walaupun sangat
religius, Pestalozzi percaya bahwa prinsip yang penting untuk
mengembangkan karakter yang kuat dan tujuan hidup yang layak dapat
diberlakukan dengan baik yang berkembang secara induktif dan
pengalamn indrawi siswa sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan di Jerman

1. Faktor Natural (alami) yakni faktor yang berasal dari warisan biologis atau
faktor yang tumbuh dari negara itu sendiri.
a. Bahasa
Bahasa Jerman merupakan bahasa yang dipergunakan dalam
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi dengan pengecualiaan di
beberapa sekolah swasta yang menerapkan kelas bilingual.
Pengecualiaan juga ditujukan kepada kelompok minoritas Denmark di
Schleswig-Holstein yang dapat memilih sekolah swasta khusus
Erzatzschulen yang menjadikan bahasa Denmark sebagai bahasa
utama. Minoritas Sorbia yang tinggal di daerah Bradenburg dan
Sachsen juga termasuk yang mendapat pengecualian. Kurikulum di
setiap negara bagian seperti telah dijelaskan di atas, dapat
berbedabeda karena setiap negara bagian mempunyai otonomi dalam
pendidikan. Namun begitu, untuk koordinasi dan harmonisasi
antarnegara bagian diadakan sebuah forum pertemuan yaitu
Kultusminister Konferenz (KMK).
b. Pengaruh Gereja dan Negara
Sejarah pendidikan di Jerman berasal dari dua sumber utama,
yaitu gereja dan negara. Pada awalnya, pendidikan di Jerman
dipengaruhi oleh gereja dan negara, tetapi sejak akhir abad ke-17,
pendidikan resmi menjadi tanggung jawab negara, sehingga pengaruh
gereja secara umum mulai berkurang.
c. Desentralisasi

Konstitusi federal Jerman memberikan kewenangan pengaturan


sistem pendidikan kepada negara bagian. Hal ini mengakibatkan
otoritas penuh dari pemerintahan negara bagian untuk menentukan
kebijakan sistem pendidikan, sehingga pengaturan masalah pendidikan
dirumuskan melalui lembaga legislatif tingkat negara bagian.
2. Faktor Religius
a. Pelajaran Agama
Di Jerman, sekolah-sekolah memiliki pilihan pelajaran agama,
termasuk Islam. Meskipun ada peluang untuk mempelajari agama
Islam, jumlah siswa yang memilih pelajaran agama Islam masih
relativamente sedikit
b. Pengaruh Gereja
Gereja dan masyarakat memiliki peranan dalam pendidikan
agama di Jerman. Siswa di sekolah-sekolah diberi kesempatan untuk
memilih iman agama mereka sendiri, dengan guru yang
berpengalaman dalam mengajarkan agama Islam
c. Kurikulum Pendidikan Agama
Kurikulum pendidikan agama di Jerman didasarkan pada tiga
pilar, yaitu keluarga, masyarakat (dengan kata lain, gereja atau
masjid), dan sekolah. Di sekolah-sekolah, siswa diberi kesempatan
untuk mendidik siswa ke usia kedewasaan agama sehingga mereka
berada dalam posisi untuk memilih iman mereka sendiri.

3. Faktor Sekuler
Sistem pendidikan di Jerman dipengaruhi oleh berbagai faktor sekuler
yang meliputi humanisme, sosialisme, nasionalisme, dan demokrasi.
a. Humanisme
Sistem pendidikan di Jerman mengadopsi pendekatan
humanistik, yang menekankan pengembangan pribadi dan sosial
siswa. Guru di Jerman diharapkan menerapkan pendekatan
berorientasi ke siswa dan menyiapkan mereka untuk melanjutkan
pendidikan kesekolah kejuruan, sementara Gymnasium
merefleksikan pandangan humanistik.
b. Sosialisme
Pendidikan di Jerman Timur pada masa lalu dipengaruhi oleh
ideologi sosialis, yang menekankan kesetaraan dan keadilan sosial.
Meskipun Jerman Timur telah bersatu kembali dengan Jerman Barat,
pengaruh sosialis masih dapat dilihat dalam beberapa aspek
pendidikan.
c. Nasionalisme
Pendidikan di Jerman pada masa lalu juga dipengaruhi oleh
nasionalisme, yang menekankan identitas nasional dan kebanggaan
terhadap negara. Pengaruh ini tercermin dalam kurikulum
pendidikan dan pendekatan terhadap pembentukan rasa kebangsaan.
d. Demokrasi
Sistem pendidikan di Jerman juga menekankan nilai-nilai
demokrasi, seperti partisipasi, kebebasan, dan hak asasi manusia.
Pendidikan di Jerman juga mencerminkan komitmen terhadap
pengembangan guru, pendekatan vokasional yang kuat, kurikulum
yang relevan, investasi dalam riset, dan evaluasi yang holistik.

Perbandingan Pendidikan di Negara Jerman dan Indonesia


1. Alur Pendidikan
Siswa sekolah dasar di Jerman hanya menempuh waktu selama 4 tahun,
sedangkan Indonesia selama 6 tahun. Dan semua siswa di sana mendapatkan
pelajaran yang sama. Selain itu, di Jerman tidak ada ujian nasional. Nilai akhir
siswa ditentukan oleh prestasi selama mengikuti pelajaran.
Di akhir sekolah, guru akan memberikan rekomendasi untuk siswa
melanjutkan pendidikannya. Terdapat 3 sekolah menengah: Hauptschule,
Realschule atau Gymnasium. Guru akan memberikan rekomendasi yang tepat
berdasarkan prestasi, minat dan bakat.
Hauptschule dan Realschule lebih cenderung mempersiapkan siswa
untuk kerja atau usaha mandiri. Sedangkan Gymnasium untuk mempersiapkan
siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
2. Mengenai Biaya
Di Indonesia, biaya sekolah sejak sekolah dasar (SD) hingga Sekolah
Menengah Atas (SMA) mungkin gratis. Bahkan, siswa yang dirasa kurang
mampu dalam segi ekonomi, bisa menamatkan pendidikannya di SMA.
Pada saat SMA, siswa memang akan dipungut biaya perbulan, itu pun cukup
terjangkau. Karena sekolah negeri di Indonesia telah mendapatkan subsidi dari
pemerintah.
Sedangkan Jerman, biaya sekolah gratis berlaku sejak sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Perbedaan ini semakin kentara jika kita lihat dari
biaya kuliah.
Di Indonesia, baik di Universitas Negeri maupun Swasta, mahasiswa
diwajibkan membayar uang semester atau SPP hingga belasan bahkan puluhan
juta. Alasan mengapa biaya kuliah PTN di Indonesia bisa sangat mahal, karena
pemerintah tidak lagi memberikan subsidi. Kecuali, mungkin anda
mendapatkan beasiswa.
Berbeda dengan Jerman, di sana, hampir semua universitas tidak
memungut biaya kuliah, kecuali di dua negara bagian saja. Yaitu di negara
bagian Bayern dan Baden Wurttrenberg. Dan kuliah gratis ini berlaku pula
untuk mahasiswa asing.

3. Istilah Sekolah Unggulan


Kita seringkali pilih-pilih dalam masuk sekolah, seolah sudah ada kelas
dan kualitas dari sekolah yang berbeda-beda. Namun, kita tidak bisa lepas dari
kenyataan yang benar itu. Orangtua ingin sekali anaknya masuk ke sekolah
yang unggul, yang berkualitas, demi masa depan anaknya.
Jika anda ingin tahu, istilah tersebut tidak ada di Jerman. Karena kualitas
tiap sekolah disamakan, mulai dari fasilitas, guru, dan kemampuan siswanya.
Hal ini sudah terjadi selama bertahun-tahun.
Sedangkan di Indonesia, kita bisa lihat sendiri. Pada tahun 2019 telah
dimulai usaha meratakan kualitas sekolah. Hal ini dimulai dengan adanya
sistem zonasi pada penerimaan siswa baru di SMP maupun SMA.
Waalu demikian, sistem pendidikan di Jerman lebih diakui secara
Internasional, namun sistem tersebut tidak semuanya bisa diadopsi ke dalam
pendidikan kita. Diperlukan diskusi untuk mengkaji lebih dalam mengenai
penerapan sistem pendidikan tersebut.

4. Tujuan Pendidikan
Dalam pendidikan di Indonesia, siswa dididik mulai dari moral, etika dan
agama, serta peneraoannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga hal tersebut
mendapatkan pengajaran yang cukup besar.
Siswa diajarkan bagaimana cara sopan santun terhadap guru dan lain
sebagainya, agama pun demikian. Selain itu, siswa juga mendapat bimbingan
dari orangtua maupun guru.
Berbeda dengan pembelajaran di Jerman. Di sana lebih mengutamakan
kepada kemandirian. Pendidikan di sana menuntut kepada tiap individu untuk
mampu berpikir kreatif, logis dan mampu bertanggung jawab.
Itu sebabnya mengapa anak di Jerman diberikan kebebasan untuk
mengembangkan dirinya dan tidak serta merta dibimbing oleh orangtua dan
guru.
Anak-anak di jerman bisa dikatakan tidak terlalu mengutamakan
pendidikan agama, mereka punya cara masing-masing untuk hidup dan
bersosialisi.

5. Wajib Belajar
Tiap negara memiliki aturannya masing-masing menyoal waktu berapa
lama wajib belajar. Di sini, Indonesia dan Jerman sama-sama menerapkan
wajib belajar selama 9 tahun. Ketika selesai menempuh wajib belajar, siswa
indonesia kebanyakan melanjutkan ke jenjang lebi tinggi seperti SMA dan
SMK.
Hal itu tentu berbeda dengan Jerman. Setelah wajib belajar dalam usia
kurang lebih 15 tahun, kebanyakan dari mereka lebih memilih magang selama
3 tahun. Bukan hanya mendapatkan pengalaman kerja saja, siswa juga sudah
mampu mendapatkan gaji selama menjalani magang.

Isu-isu pendidikan di jerman


Masalah pendidikan di jerman pada tahun 1990-an berkisar masalah
reunifikasi pendidikan jerman barat dan jerman timur. Jerman barat dikenal
dengan system pendidikannya yang sangat mementingkat kualitas (Tradition
Quality), jerman timur lemah dalam hal itu. Di lain pihak jerman timur
memiliki keunggulan, misalnya dalam system dukungan terhadap siswa-siswa
yang memiliki keunggulan atau keistimewaan. Persoalan utamanya berpusat
pada kebutuhan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada
masyarakat di kedua negara bagian jerman.

PENUTUP
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas yaitu sistem
pendidikan di Jerman dan Indonesia memiliki perbedaan yang signifikan dapat
kita lihat dari pada alur pendidikan di Jerman. Siswa sekolah dasar di Jerman
hanya menempuh waktu selama 4 tahun, sedangkan di Indonesia selama 6 tahun.
Selain itu struktur sistem pendidikan di jerman secara formal meliputi :
pendidikan dasar (primary education), pendidikan menengah (lower secondary
education), dan pendidikan tinggi. Dan terdapat beberapa 3 sekolah menengah:
Hauptschule, Realschule atau Gymnasium. Tujuan daripada Hauptschule dan
Realschule lebih cenderung mempersiapkan siswa untuk kerja atau usaha
mandiri. Sedangkan Gymnasium untuk mempersiapkan siswa untuk melanjutkan
studi ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan sistem pendidikan di Indonesia
secara formal: meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Selain terdapat beberapa perbedaan terdapat
juga persamaan dimana wajib belajar sekolah di negara jerman dan di Indonesia
sama-sama berlaku 9 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Muhtadi, A. (2008). Studi Komparatif Sistem Pendidikan di Jerman dan Korea
Selatan. Dinamika Pendidikan, 15(1).

Pringgar, R. F., & Sujatmiko, B. (2020). Penelitian Kepustakaan (Library


Research) Modul Pembelajaran Berbasis Augmented Reality Pada
Pembelajaran Siswa. IT-Edu: Jurnal Information Technology and
Education, 5(01), 317-329.

Sunusi, S. (2020). Tinjauan Sistem Pendidikan Sekolah Kerja, Pendidikan di


Jerman dan Pendidikan di Cina. Jurnal Venus, 8(1), 20-39.

Yahya AD. (2011). Mengenal Ilmu Perbandingan Pendidikan. Fakta Press Bandar
Lampung

Wahyudi, R. (2020). Perbedaan Pendidikan di Indonesia dan Jerman Beserta


Penerapannya. Retrieved November Selasa, 2023, from Balerumah.com:
https://www.balerumah.com/2020/05/pendidikan-indonesia-
danjerman.html

Anda mungkin juga menyukai