Anda di halaman 1dari 5

LIKA-LIKU PERSAHABATAN

‘’Kelak suatu saat nanti, ku akan mencari kau meski ku harus berjalan beribu ribu kilometer
selayaknya Nabi Adam mencari Siti Hawa’’. Kalimat tersebut terus bergeming ditelinga Afifah.
Momen-momen terakhir bertemu dengan sahabat nya Hassan masih melekat didalam benaknya.
Bukan tanpa alasan, dirinya dan Hassan sudah menjalin ikatan persahabatan selama belasan tahun
lamanya. Tentu melepas kepergian sang sahabat membuat dirinya terus merenung dan berandai
andai.

Kata kata yang dilontarkan Hassan dihangeout terakhir mereka membuat tanda tanya besar
didalam hati kecilnya. Kalimat ‘’selayaknya Nabi Adam mencari istrinya Siti Hawa’’ yang paling
melekat di ingatannya. Kalimat tersebut seakan akan mengisyaratkan sesuatu yang special pada
perasaan Hassan terhadap Afifa. Setaunya, Hassan tak memiliki perasaan lain terhadap dirinya. Dan
juga Afifa merasa pesahabatannya dengan Hassan selama ini berlangsung normal-normal saja.
Namun, apapun itu Afifa masih merasa hidupnya kelabu setelah ditinggal pergi orang yang selalu
berbagi cerita bersamanya.

‘’Eh, neng cantik jangan berangan angan terus dong’’, salah satu teman baik Afifa
mengagetkannya.

‘’Ah, oh... ternyata kamu Qis, maaf aku sedang kurang mood hari ini’’

‘’Sudahlah Fa, memikirkan Hassan tak ada gunanya. Itu hanya membuat kamu merasa pusing’’

‘’Kalau melamun terus bisa kerasukan, loh’’ sambung salah satu gadis yg sengaja menggoda Afifa.

‘’Qis, kalau menurutmu apakah Hassan memiliki pearsaan lain kepadaku?’’

‘’Entahlah. Tapi katanya, katanya nih... diantara persahabatn laki laki dengan perempuan tidak
mungking bagi kedua belah pihak tidak memiliki perasaan, meskipun hanya salah seorang pihak mau
itu dari laki laki atau perempuan’’

‘’Aku juga bingung, selama ini aku merasa Hassan hanya menganggapku sebagai sahabatnya
semata, tidak lebih tidak kurang’’

‘’Itulah mengapa kamu tidak boleh terlalu dalam memikirkannya, kan ada kami sebagai teman
dekatmu. Toh, kalau kebanyakan mikirin Hassan nanti tugas kuliahmu menjadi korban’’

Afifa tersenyum tipis, perkataan Bilqis memang benar adanya. Akhirnya Afifa bangkit dari
lamunannya dan memilih untuk berwudhu dan melaksanakan sholat dhuha bersama teman
temannya. Toh, melamun hanya membuang waktu nya sia sia, lebih baik ia melaksanakan shalat
agar membawa kedamaian pada hatinya.

Keesokan pagi nya, bertepatan dengan hari Minggu, Afifa memulai pagi nya dengan sedikit lari lari
kecil di daerah tempat dia nge-kost. Hitunga hitung untuk menghilangkan pikiran pikiran tentang
Hassan yang selama ini mengganggu aktifitasnya. Walau butiran butiran kecil kenangan bersama
Hassan yang terkadang melintas didalam pikirannya.

‘’Aku sungguh tidak menyangka kehilangan 1 sahabat baik itu terasa lebih pedih dibandingkan
kehilangan 2 jari di tanganku’’, gumamnya.
Tak sampai 10 menit, Afifa merasa tubuh nya menolak untuk melanjutkan lari paginya, ia akhirnya
pulang dengan langkah yang sedikit lambat. Masih digentayangi pikiran terhadap Hassan, semakin
memperlambat gerak Afifa. Hingga tanpa ia sadari ia kembali melamun. Dalam lamunannya,
tergambar peristiwa sekitar 11 tahun yg lalu. Saat itu Afifa masih duduk kira kira dibangku kelas 5 SD.
Afifa adalah yang sangat pendiam, tak pernah mau membaur dengan anak anak lain disekolahnya.
Kalaupun ada yang ingin mengajak bicara, Afifa selalu mencoba menghindar. Ia sangat takut untuk
memiliki teman, dikarenakan anak anak yang ada ditempat tinggalnya senang membully Afifah.

Bertahun tahun, Afifa selalu bermain sendiri dengan imajinasinya. Tak ada satupun anak yang
berhasil membujuknya untuk bermain bersama. Namun, tampaknya ada 1 anak yang pernah bicara
sebentar dengan Afifa. Ia adalah Hassan Halqi, anak laki-laki aktif yang cenderung gampang akrab
dengan orang lain. Dikabarkan Hassan pernah bertanya kepada Afifa dan Afifa menjawabnya. Meski
jawabannya cukup singkat, hal tersebut merupakan fenomana yang ‘langka’ bagi murid murid lain
kala itu.

‘’Halo, boleh tanya kamu sedang membaca apa?’’

‘’Cerita para Nabi dan Rasul’’

‘’Wah, keren sekali. Siapa kisah Nabi yg menurutmu paling menarik?’’

‘’Adam A.S’’

‘’Ah, aku juga suka membaca kisah Nabi Adam A.S, apalagi saat ia berhasil menemukan istrinya Siti
Hawa’’

‘’Ya’’

’’Aku Hassan Halqi, panggil saja Hassan, kamu?’’

‘’Afifa, Afifa Nur Myesha’’

‘’Senang bisa bicara dengan mu Afifa’’

‘’Ya’’

Meski baru pindah disekolah Afifa selama 2 bulan, kemampuan Hassan dalam berteman benar
benar sangat patut diacungi jempol. Dia bahkan hanya membutuhkan waktu 4 hari setelah pindah
untuk bisa akrab dengan teman sekelasnya. Kecuali Afifa yang seperti biasanya sering menutup diri
dari pergaulan.

Perkenalannya dengan Hassan ternyata terus berlanjut, kian lama mereka semakin dekat. Afifa
dengan bantuan Hassan kini dapat mulai membuka diri dalam dunia pertemanan. Dan kian ber-
angsur angsur sampai pertemanan mereka mulai kuat. Hingga pada saatnya mereka menjadi sahabat
yg sangat sulit dipisahkan. Tali persahabatan mereka bagai terikat dengan rantai besi yg kuat.

Jauh dalam lamunannya, tanpa sadar Afifa sudah melewati rumah kost nya. Dan disaat itu pula ia
berpapasan dengan seorang pemuda yg seperti dikenalnya. Semakin dekat ia memandangi pemuda
itu, semakin memperjelas rupa wajah pemuda itu. Pemuda itu juga tampaknya mengenal Afifa.
Mereka akhirnya berhenti dan memandang satu sama lain.

‘’Afifa?’’

‘’Bayu?’’
Secara tak sengaja mereka berbicara hampir bersamaan. Bayu adalah teman yang cukup dekat
dengan Afifa dimasa SMA. Rambut keriting serta senyum besar yang selalu mengambang diwajahnya
adalah ciri khas laki laki dari Makassar itu. Bayu juga adalah tetangga Hassan ketika Bayu masih
menetap dirumah sang paman pada saat itu.

‘’Sudah lama sampai di Jakarta, Yu?’’

‘’Tidak juga Afifah, aku baru saja sampai seminggu lalu. Btw, apa kabar?’’

‘’Ah, maaf aku lupa menanyakan kabar, alhamdulillah kabar ku baik’’

‘’Syukurlah kalau begitu, dan kelihatannya kamu terlihat baik baik saja tanpa Hassan’’

Kaget, Afifa tak mengira bahwa Bayu yg selama setahun telah lost contact dengan nya dan Hassan
bisa tau dengan kepergian Hassan.

‘’Bagaimana kau tau? Seingatku terakhir kali kau berbicara dengan nya adalah disaat pesta ulang
tahun Bu Guru Asrih, dan kau juga pulang ke Sulawesi secara tiba tiba’’

‘’Hey, santai saja, aku dan Hassan tidak sengaja berpapasan ketika sedang mampir di toko emas.
Kala itu aku menemani sepupu perempuan ku beserta tunangannya membeli sebuah perhiasan
untuk acara pernikahannya nanti, disitulah aku bertemu dan menyapa Hassan’’

‘’Pernikahan? Ah, jadi kau datang ke Jakarta untuk menghadiri sepupu mu. Lantas, apa yang
sedang Hassan lakukan? Setauku dia tidak suka memakai perhiasan, apalagai emas’’

‘’Memang bukan, tapi sepertinya ia bersama seorang wanita dan wanita paruh baya, kalau tak
salah mereka hendak membeli cincin’’

Afifa semakin penasaran, ia kemudian melontarkan begitu banyak pertanyaan kepada Bayu. Bayu
dengan senang hati menjawab seluruh pertanyaan Afifa, dengan senyuman lebar tentunya.

‘’Cincin? Untuk apa Hassan membeli cincin? Oh, ya.. apa kamu tau cincin model apa yg ia beli?’’

‘’Kurang tau, yg ku ingat dua cincin emas polos dengan sebiji kecil safir sebagai hiasannya’’

‘’Lalu, siapa kedua wanita yg bersamanya? Apa tujuan mereka membeli cincin? Dan kenapa Hassan
masih berada di Jakarta, lalu kenapa...’’

Tanpa sadar Bayu menutup mulut Afifa yg sedari tadi membanjiri nya dengan pertanyaan
pertanyaan yang seharusnya bukan urusannya. Afifa yang sadar bahwa perbuatan nya sudah
keterlaluan lantas hanya bisa menunduk dan menahan malu.

‘’Aku tau kalau kamu tak senang Hassan pergi, namun tak seharusnya kau bertanya semua
pertanyaan tadi terhadap ku, jujur saja aku sama sekali tak ada hubungannya dengan semua itu’’

‘’Aku minta maaf telah berbuat lancang, seharusnya aku bisa menahan seluruh rasa penasaran ku
itu, maaf Yu’’

Bayu lagi lagi tersenyum, ia kemudian kembali membawa sifat ceria nya. Bukan Bayu namanya kalau
tidak bisa menyebarkan aura kebahaagiaan bagi orang orang disekitarnya.

‘’Kamu tampaknya sangat kepo terhadap Hassan, apa jangan jangan kamu menyu-‘’, belum sempat
Bayu menggoda Afifa, Afifa sudah terlebih dulu melayangkan pukulan sakti ke arah lengan Bayu.
Seminggu setelah pertemuan singkat Afifa dengan Bayu, masih membuat Afifa tak sabaran
mengetahui segala penjelasan dari cerita Hassan yang disampaikan Bayu. Tampaknya Afifa benar
benar penasaran dengan keberadaan sahabat baik nya yang satu itu. Hingga membuat Afifa
membayangkan konspirasi-konspirasi yg malah menambah stres nya. Salah satunya, Afifa
beranggapan bahwa Hassan akan menikah dengan si ‘wanita’ dan pindah dari Jakarta. Namun, jika
demikian, mengapa Hassan berkata di hari terakhir pertemuannya dengan Afifa kalau ia akan
mencari Afifa dimana pun berada? Pembawaan kisah Nabi Adam A.S dan Siti Hawa menambah kesan
bahwa sebenarnya Hassan menyukai sahabatnya sendiri.

Tak ada satupun jawaban yang terlintas dipikirannya, Afifa lagi lagi hanya bermain dengan imajinasi
imajinasi konyol nya sendiri. Bahkan tugas kuliahnya banyak ketinggalan karena memikirkan Hassan.
Ia akhirnya hanya bisa pasrah dengan keadaan. Kembali terhanyut dalam lamunan imajinasinya
sendiri, adalah lumrah baginya. Hingga pada saat seseorang mengetuk pintu kost-an nya, ia sadar.
Sudah 3 kali suara ketukan terdengar, Afifa mengambil mukena sebagai ganti jilbab dan berlari
terbirit birit bagai anak ayam mengejar induknya.

‘’Apakah diluar itu seorang pria? Seingatku paket yang ku pesan baru akan datang lusa depan’’

Afifa membuka pintu dengan sopan dan menemukan sosok laki laki tinggi yg selama ini membuat
pikiran nya gundah.

‘’HASSAN?!’’

Bak baru saja mendapat mukzizat, Afifa seakan tak percaya dengan seseorang yg kini berdiri tegap
didepan nya. Dengan degup jantung berdetak cepat dan nafas yg terengah engah Afifa mengucap
‘Alhamdulillah’ berkali kali. Hassan hanya bisa terkekeh melihat tingkah sahabatnya itu. Ditambah
segudang pertanyaan yg sudah Afifah siapkan dari dalam pikirannya.

‘’Tampaknya kamu sangat bahagia’’, ucap Hassan yg masih terkekeh pelan.

‘’Kamu menghilang dan datang dengan cara yang tak terduga, bagaimana aku tidak gila begini?’’

‘’Hey, kamu berlebihan menganggap dirimu gila’’

Dalam kondisi seperti ini Afifa sudah terbiasa berbicara berdua dengan Hassan, bahkan dalam
ruangan sunyi sekalipun. Ia percaya bahwa Hassan tidak akan berani berbuat yg tidak-tidak terhadap
dirinya. Ditambah Hassan adalah seorang lelaki shalih dan berpendidikan tinggi, memantapkan Afifa
untuk terus menjalin persahabatan dengan Hassan.

‘’Kenapa kamu masih di Jakarta? Pindahnya tidak jadi, ya?’’

‘’Kepindahan ku diundur 5 minggu lagi’’

‘’Kalau begitu kapan kau-‘’ tiba tiba terasa seperti ada batu besar yg menghalangi kerongkongan
Afifa, ia mengundur pertanyaannya karena entah mengapa tak bisa ia katakan. Namun,
bagaimanapun itu kehadiran sahabatnya didekatnya sudah membuat hatinya merasa puas.

‘’Kamu terlihat kacau akhir akhir ini, pasti tugas kuliahmu banyak, bukan?

‘’Ya, begitulah, aku sangat alergi terhadap tugas, setiap menyentuhnya bisa bisa aku ‘hachoo’ tak
henti hentinya’’

‘’Ah, oh... maksud mu bersin mu yg membuat bulu kuduk ku berdiri itu ya? Hahaha’’
Walau jawaban Hassan sedikit membuat jengkel Afifa, ia merasa lebih baik dengan candaan
candaan Hassan. Tertawa dan bercanda bersaama inilah yang sangat ia rindukan. Mungkin, saat ini
Afifa benar benar akan memanfaatkan waktunya dengan bermain bersama sahabatnya, termasuk
beberapa teman-teman dekat lainnya. Pertanyaan nya tentang cerita Bayu masih disimpan nya
sampai suatu saat yang tepat baru ia tanyakan.

Kedatangan Hassan mengembalikan sinar dari jiwa Afifa yang sebelumnya gelap kelabu. Kedua
sahabat ini benar benar tak bisa dilepaskan. Tawa kebahagiaan yang keluar dari mulut mereka bak
sumber kuatnya tali persahabatan. Suka duka dijalani bersama sama selalu berjalan bagai arus
sungai, penuh hambatan namun selalu akan mengalir sendirinya.

Sudah hampir seminggu lagi waktu Hassan untuk pindah, Afifa mengurangi jalan jalan bersama
Hassan dengan teman teman yang lainnya. Minggu terakhir ini, Afifa lebih memilih untuk ngobrol
ngobrol santai berdua bareng Hassan. Baginya, ini adalah saat yg tepat untuk bertanya seluruh
pertanyaan yang sudah lama tersimpan di benaknya. Hati nya sudah puas menghabisi waktu dengan
bermain, jalan jalan, bahkan berkemah bersama Hassan dan yang lainnya.

‘’Kau bilang ada banyak pertanyaan yang ingin kau ajukan, lantas silahkan’’, Hassan menawarkan
dirinya sambil bersandar disofa sederhana yang ada di kost-an Afifa.

‘’Kau bilang kau akan pindah, aku tak tau kau akan pindah kemana, serta alasanmu’’

‘’Bukankah sudah jelas, waktu itu aku bilang sebelum wisuda nanti aku akan pindah karena
mendapat pekerjaan, kabarnya aku akan di pindahkan ke Pontianak, Kalimantan’’

‘’Ah, benar, lalu soal kalimat yg kau katakan waktu itu...’’

‘’Yg mana?’’

‘’Eh, oh... aku tak terlalu ingat sekarang, yang jelas kau bilang kau akan mencari ku kesegala penjuru
dunia meski harus melalui perjalanan rumit seperti perjalanan Nabi Adam mencari Hawa’’

‘’Ah, ya benar, karena kita akan berpisah’’

‘’Afifa, tak ingatkah kau dengan mimpi ayahmu ketika kau SMA?’’

Afifa menggeleng, ia tak mengerti dengan perkataan Hassan.

‘’Kau akan disekolahkan dan bekerja diluar negeri, lantas yg akan pergi jauh adalah kau bukan aku’’

Afifa akhirnya mengingat janji nya terhadap ayahnya sebelum meninggal.

‘’Itulah mengapa aku akan mencari mu, aku sebenarnya ingin kita berdua sukses, namun kutau
tekadmu begitu bulat untuk mewujudkan impian ayahmu, layaknya Adam dan Hawa, mereka
dipisahkan bertahun tahun lama nya, namun pada akhirnya mereka bersatu kembali atas izin Allah’’

Perkataan Hassan membuat Afifa tertegun, namun ia kagum, betapa beruntung ia mendapat
sahabat yang luar biasa baik dan peduli terhadap masa depannya.

‘’Kau benar San, dengan tekad kita, kita pasti bisa menjalin persahabatan yang lebih kuat lagi,
persahabatan bukan berarti terpisah oleh jarak, karena dalam hati kita, kita selalu bersama,
selamanya...’’

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai