Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Berbicara Untuk Keperluan Akademik

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia yang di ampu
oleh :

Faishol Hidayatulloh, S.pd.,M.pd

Disusun Oleh kelompok 2:

Ulfi Nur Izzah A.F (1902040835)


Moh. Hakimi Mustofah (1902040860)
Muhammad Imam Khulaifi R (1902040863)
Arjuna Andriyanto C.N (1902040865)
Wanda Meiliawati (1902050641)
M. Marzuki (1902050643)
Ahmad Qomarudin Ahsan (1902050645)

UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH

FAKULTAS TEHNIK INFORMATIKA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Dan terimakasih kepada
dosen kami Faishol Hidayatulloh, S.pd.,M.pd, karena saran dan bimbingan dari beliau sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini, meskipun masih terdapat banyak kekurangan dalam
makalah ini.

Adapun yang kami uraikan dalam makalah ini yaitu, Berbicara Untuk Keperlan
Akademik. Oleh karena itu, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca agar kesadaran
kita akan pentingnya pendidikan dapat ditingkatkan terutama di lingkungan UNWAHA ini, agar
kita semua mampu berbicara dengan lancer demi kepentingan akademik masing-masing.

Namun, tak lepas dari itu semua kami memerlukan saran dan kritikan dari pembaca,
karena kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari dosa dan kesalahan sehingga kami bisa
menyempurnakan makalah ini dengan baik.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Terima Kasih,

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................1

BAB I...............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN..........................................................................................................................3

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................3

1.2. Rumusan masalah.............................................................................................................3

1.3. Tujuan................................................................................................................................3

1.4. Manfaat..............................................................................................................................3

BAB II.............................................................................................................................................4

PEMBAHASAN.............................................................................................................................4

2.1. Pengertian Berbicara........................................................................................................4

2.2. Menganalisis Situasi Pendengar......................................................................................4

2.3. Penyusunan Bahan Bicara...............................................................................................6

2.4. Berbicara untuk Presentasi..............................................................................................7

3.1. Berbicara untuk Seminar...............................................................................................13

3.2. Menyiapkan Seminar......................................................................................................17

3.3. Materi Seminar...............................................................................................................19

3.4. Alat Bantu Peraga [Visual Aids]....................................................................................20

3.5. Berbicara dalam Situasi Formal....................................................................................22

BAB III.........................................................................................................................................23

PENUTUP....................................................................................................................................23

4.1. Kesimpulan......................................................................................................................23

4.2. Saran................................................................................................................................23

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring berjalannya waktu dan seiring perubahan zaman, manusia telah sangat
berkembang mulai dari penggunaan fasilitas dan juga cara berbicaranya. Dengan berbicara
manusia bisa menjalin hubungan atau saling berkomunikasi baik melalui facebook, tweeter, dll.
Manusia juga bisa saling berbicara melalui alat komunikasi. Dengan berbicara saja kita mampu
mengubah pola pikir kita dan mengubah kehidupan kita. Dengan berbicara manusia terkadang
menyinggung sehingga menimbulkan dampak negatif. Berbicara juga diperlukan pada saat
berpresentasi ataupun seminar, namun masih banyak orang yang belum mampu berbicara dengan
baik di depan umum sehingga manusia masih perlu belajar berbicara dengan baik di depan
umum ataupun untuk keperluan akademiknya.
1.2. Rumusan masalah
1. Apa saja yang termasuk dalam berbicara untuk keperluan akademik?
2. Bagaimana cara membuat presentasi yang baik?
3. Bagaimana cara membuat sebuah seminar yang baik?

1.3. Tujuan
1. Dapat mengetahui keperluan akademik
2. Agar mahasiswa dapat berbicara saat presentasi dengan baik
3. Dapat membuat seminar yang baik

1.4. Manfaat
Diharapkan agar para mahasiswa, terutama mahasisa UNWAHA dapat mengetahui
keperluan akademiknya.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Berbicara
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan buny-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
(Tarigan,2003:15). Sebagai perluasan dari Batasan ini dapat kita katakana bahwa berbicara
merupakan suatu system tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan ayng kelihatan (visible),
yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan
gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu
bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantic
dan linguistic sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia
yang paling penting bagi control social.

2.2. Menganalisis Situasi Pendengar


1. Menganalisa Situasi
Seringkali pembicara terlalu yakin bahwa apa yang dibicarakan sebegitu
pentingnya sehingga lupa memperhatikan siapa pendengarnya, bagaimana latar belakang
kehidupan mereka, serta bagaimana situasi yang ada pada waktu presentasi oralnya
berlangsung. Karena kealpaannya memperhatikan hal-hal tersebut, maksudnya tidak
tercapai dan tujuannya tidak mengenai sasaran.
Untuk itu sebelum mulai berbicara, pembicara harus menganalisa situasi yang
mungkin pada waktu akan dilangsungkan presentasi oralnya. Dalam menganalisa situasi
ini, akan muncul persoalan-persoalan berikut :
a. Apa maksud hadirin semua berkumpul untuk mendengarkan uraian itu? Apakah
pembicara menghadapi anggota-anggota perkumpulannya atau suatu massa yang
berkumpul dengan maksud tertentu? Atau apakah mereka berkumpul itu secara
kebetulan saja?
b. Pertanyaan kedua adalah : adat kebiasaan atau tata cara mana yang mengikat
mereka? Apakah mereka senang dan berani mengajukan pertanyaan? Apakah
mereka senang pembicaraan formal atau informal?

4
c. Apakah ada acara-acara yang mendahului atau mengikuti pembicaraan itu?
bilamana berlangsung pembicaraan itu? kalau ada acara lain yang mendahului,
acara mana yang lebih menarik perhatian? Semua unsur situasi itu dapat
dipergunakan dalam pembicaraan dan pasti mempunyai daya tarik tersendiri
untuk memikat para pendengar.
d. Dimana pembicaraan itu akan dilangsungkan? Di alam terbuka atau dalam sebuah
Gedung? Apakah pada saat itu hujan, mendung atau panas terik? Hadirin duduk
atau berdiri? Apakah suara pembicara dapat didengar dengan baik atau tidak
dalam ruangan atau Gedung tersebut? Mengapa?
Bila pembicara berusaha sungguh-sungguh untuk menjawab semua pertanyaan di atas
maka ia sungguh-sungguh telah berusaha untuk menganalisa situasi yang mungkin ada
pada waktu pembicaraan akan berlangsung.
2. Menganalisa Pendengar
Ada beberapa topik yang dapat dipakai untuk menganalisa pendengar yang akan
dihadapi. Pembicara umumnya telah diberitahu, siapa pendengar yang akan hadir dalam
pertemuan tersebut. Untuk itu sebelum ia menganalisa pendengar berdasarkan beberapa
topik khusus, ia harus mulai dengan data-data umum.
a. Data-data umum
Data umum yang dapat dipakai untuk menganalisa para hadirin adalah : jumlah,
usia, pekerjaan, dan keanggotaan politik atau social.
b. Data-data khusus
Disamping faktor umum sebagai dikemukakan diatas, pembicara harus
memperhatikan pula data khusus untuk lebih mendekatkan dirinya dengan situasi
pendengar yang sebenarnya.
Data-data khusus tersebut meliputi :
o Pengetahuan pendengar mengenai topik yang dibawakan
o Minat dan keinginan pendengar
o Sikap pendengar

5
2.3. Penyusunan Bahan Bicara
Penyusunan bahan-bahan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (a) mengumpulkan bahan,
(b) membuat kerangka karangan, dan (c) menguraikan secara mendetail. Dalam bagian ini akan
dikemukakan beberapa aspek tambahan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan untuk
disampaikan secara lisan.
Bila diadakan perbandingan mengenai sikap pembaca pada komposisi tertulis dan sikap
pendengar pada komposisi lisan, maka setiap pembaca biasanya akan membaca terus selama ia
masih tertarik akan isi bacaannya, atau memilih bagian-bagian tertentu saya ynag dianggapnya
baik. Bila sama sekali tidak menarik maka segera akan ditinggalkannya. Sebaliknya para hadirin
bagaimanapun harus tetap mendengar uraian lisan sampai selesai, tetapi sikap yang ada pada tiap
pendengar akan berlainan. Kecenderungan psikologis yang umum yang dapat dicatat ialah para
pendengar biasanya tertarik pada apa yang dikatakan pada awal pembicaraan. Sesudah itu
konsentrasi mereka akan menurun secara berangsur-angsur walaupun mungkin subjeknya
sebenar-benarnya semakin menarik. Baru ketika pembicaraan akan mendekati titik akhir minat
mereka akan sedikit meningkat kembali.
Pembicara yang baik dan berpengalaman akan memanfaatkan aspek psikologis ini
sebaik-baiknya. Bila ia mulai dengan ucapan-ucapan yang tidak menarik atau mulai dengan
menyampaikan topik yang tidak ada kaitan dengan kepentingan pendengar maka sebenarnya ia
sudah memadamkan perhatian mereka sebelum berkembang. Sebab itu ia harus memulai
uraiannya dengan sesuatu yang betul-betul menarik dan merangsang. Cara ini harus diperbaharui
setiap kali dari waktu ke waktu selama menyampaikan uraiannya itu.
Teknik susunan ini sebenarnya mencoba untuk memanfaatkan kecenderungan alamiah
yang ada pada setiap manusia bahwa apa yang dikatakan pertama kali akan menggugah hati
setiap orang dan apa yang diucapkan terakhir kali akan lebih berkesan daripada bagian-bagian
lainnya. Untuk mrmanfaatkan aspek psikologis tersebut pembicara dapat mempergunakan
Teknik berikut untuk menyusun materinya :
 Pertama-tama, dalam bagian pengantar uraiannya, ia menyampaikan suatu orientasi
mengenai apa yang diuraikannya, serta bagaimana usaha untuk menjelaskan tiap bagian
itu, Bila pendengar telah mendapatkan gambaran dan kesan yang baik mengenai urutan
penyajiannya beserta kepentingan materi pembicaraannya maka mereka akan lebih siap
untuk mengikuti uraian itu dengan cermat dan penuh perhatian.

6
 Sesudah memasuki materi uraian, tiap kali pembicara harus menonjolkan bagian-bagian
yang penting sebagai sudah dikemukakan pada awal orientasinya. Tiap bagian yang
ditonjolkan itu kemudian diikuti dengan penjelasan, ilustrasi, atau keterangan-keterangan
yang sifatnya kurang penting karena sudah ada motivasi maka setiap pendengar ingin
mengetahui perinciannya itu. Demikian dilakukan berulang kali dengan topik-topik
penting berikutnya.
 Pada akhir uraian, sekali lagi pembicara menyampaikan ikhtisar seluruh uraiannya tadi,
agar hadirin dapat memperoleh gambaran secara utuh sekali lagi mengenai seluruh
masalah yang baru saja selesai dibicarakan itu.

2.4. Berbicara untuk Presentasi

Keterampilan berbicara di depan umum (public speaking) atau melakukan presentasi


(presentation) secara efektif dengan bahasa lisan (verbal) adalah kebutuhan untuk orang-orang
yang ingin sukses. Apa pun profesi atau pekerjaan seseorang : politisi, pejabat pemerintah,
manajer perusahaan, pegawai atau karyawan, professional, ilmuwan, pengusaha, dan guru, suatu
saat pasti dituntut untuk berbicara atau memberi presentasi di depan orang banyak dan
kemampuannya berbicara itu secara langsung maupun tidak langsung akan membawa dampak
bagi pekerjaan atau diri pribadinya. Orang yang cakap berbicara di depan orang banyak pada
umumnya mendapat respek dan penghargaan orang banyak. Sebaliknya, orang yang tidak cakap
berbicara di depan orang banyak, sekalipun yang bersangkutan ilmuwan dan berpangkat akan
kurang mendapat penghargaan dengan posisinya.
Hal-hal perlu diperhatikan dalam berbicara di depan umum adalah :
o Bagaimana berhasil berbicara di depan umum
o Komunikasi efektif
o Mempersiapkan materi pembicaraan di depan umum
o Teknik berbicara di depan umum
o Tanggung jawab pembicara
o Lima kesalahan besar selaku pembicara

7
1) Bagaimana berhasil menjadi pembicara di depan umum
Larry King, dikutip oleh MS Hidayat memberi delapan fitur-fitur pembicara tebaik, yaitu :
Memandang suatu dari sudut baru, mengambil titik pandang yang tak terduga dari subjek
umum.
a) Memiliki cakrawala luas, memikirkan dan membicarakan isu-isu dan pengalaman
muas di luar kehidupan mereka sehari-hari. Antusias menunjukkan minat besar pada
apa yang mereka perbuat dalam kehidupan mereka dan pada apa yang katakana pada
kesempatan berbicara.
b) Tidak asyik sendiri, peka, peduli, dan memperhatikan respon pendengar
c) Sangat ingin tahu, terus belajar dan menggali hal-hal baru
d) Memberi ketegasan, membuat hubungan yang kuat dengan pendengar, berusaha
menempatkan diri pada posisi pendengar untuk lebih memahami apa yang diinginkan
oleh pendengar
e) Memiliki selera humor, tidak terus-terusan serius, tetapi berusaha menciptakan
suasana lucu dan menyenangkan, bahkan kadang-kadang tidak keberatan mengolok-
olok diri sendiri.
f) Memiliki gaya berbicara sendiri, memberikan gambaran bahwa gaya bicara orang
berbeda-beda, tetapi masing-masing berhasil karena suatu gaya yang cocok untuk
seorang pembicara. Yang penting, pembicaran yakin bahwa dia berbicara efektif.
2) Komunikasi Efektif
Berbicara di depan umum (public speaking) pada hakikatnya adalah seni berkomunikasi
lisan secara efektif di depan umum. Komunikasi yang efektif dapat tercapai apabila maksud
pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dipahami dengan baik oleh komunikasi, dan
komunikan memberikan umpan balik (feedback) sesuai dengan yang diharapkan oleh
komikator.
Komunikasi efektif paling tidak menimbulkan lima hal (menurut Stewat L.Tubbs dan Syivia
Moss, seperti dikutip Jalaluddin Rakhmat dalam Psikologi Komunikasi, 1993) :
 Pengertian, adanya pengertian dari komunikan seperti yang dimaksud oleh komunikator
 Kesenangan, adanya kesenangan yang muncul untuk komunikan dan komunikator

8
 Pengaruh pada sikap, adanya pengaruh pada sikap atau tindakan komunikan sebagai
akibat pesan yang disampaikan oleh komunikator
 Terjalinnya hubungan social yang semakin baik sebagai dampak pesan yang disampaikan
oelh komunikator
 Adanya tindakan nyata dari komunikan sebagaimana dikehendaki komunikator
3) Merancang Materi Pembicaraan di Depan Umum
Hal yang perlu dipersiapkan sebagai materi pembicaraan di depan public, yaitu :
a. Topik (topic) – pokok atau subjek pembicaraan, seharusnya dipilih berdasarkan
pertimbangan karena menarik minat dan perhatian (baik pendengar maupun
pembicara), dibutuhkan, atau sesuai dengan permintaan
b. Tujuan umum (general purpose), tujuan khusus (specific purpose), dan ide sentral
(central idea) – tujuan umum suatu pembicaraan antara lain menyampaikan
informasi, membujuk, meyakinkan, atau memberi instruksi kepada pendengar; tujuan
khusus tergantung dari tujjuan umum; dan ide sentral adalah inti dari pembicaraan,
biasanya dikemas hanya dalam satu kalimat yang mudah diserap dan diingat oleh
pendengar
c. Pendahuluan (introduction) – tambahan bekerja sebagai penganar kea rah pokok
pembicaraan atau permasalahan yang akan dibahas dan sebagai upaya
mempersiapkan mental pendengar. Pada bagian tambahan ini, rebutlah perhatian
pendengar Anda dan buat mereka untuk selalu ingin mendengar sampai kalimat
terakhir dari pembicaraan Anda. Jadi, pembicara harus dapat memberikan kesan
pertama (first impression) yang baik kepada pendengar
d. Batang tubuh (body) – batang tubuh pembicaraan hendaknya dibagi menjadi dua atau
tiga bagian utama yang akan menjelaskan atau membuktikan ide sentral
e. Kesimpulan/penutup (conclusion) – kesimpulan merupakan ringkasan dari butir-butir
utama dan bisa jadi merupakan seruan terakhir kepada pendengar, meminta
pendengar memperhatikan secara khusus dan melakukan tindakan sepatutnya.
Kesimpulan bukanlah rangkuman dari semua bagian pembicaraan. Kesimpulan harus
singakt, sederhana, tidak berbelit-belit, tidak mengemukakan fakta baru, dan dikemas
sedemikian rupa sehingga menjadi pesan yang mengesankan pendengar

9
4) Teknik berbicara di depan umum dan presentasi
Menurut beberapa pakar public speaking, seorang pembicara public perlu memperhatikan
hal-hal berikut ini :
a. Pendekatan dan permulaan
Begitu Anda berdiri di depan mimbar (di depan pendengar), pergunakan waktu
sejenak dengan sangat tenang (untuk menatap sekilas semua pendengar dan mungkin
untuk menempatkan catatan/bahan), lalu untuk menyampaikan kalimat pertama yang
meyakinkan untuk diucapkan.
Ada beberapa pilihan cara memulai pembicaraan, tergantung suasana pendengar Anda.
Misalnya, bisa dengan mengajukan pertanyaan, bisa dengan menyampaikan cerita singkat
atau pengalaman, yang nanti ada kaitannya dengan materi pembicaraan, bisa dengan
sebuah permainan, atau langsung dengan mengutarakan gambaran umum tentang materi
pembicaraan.
b. Mengatasi kegugupan di depan panggung
Gugup dan demam panggung adalah hal yang normal dialami setiap pembicara di
depan umum, bahkan pembicara terbaik pun pernah mengalami gugup atau demam
panggung pada saat mereka pertama kali berbicara di depan umum. Rasa gugup dan
demam panggung hanya bisa diatasi dengan banyak-banyak berlatih.
c. Membuat ketertarikan pendengar
Unsur penting yang membuat orang tertarik mendengarkan pembicara adalah :
hal-hal baru (materi pembicara menarik). Pembicaraan masuk akal; jangan pernah
meminta maaf pada para pendengar sebab itu tidak menarik (jadi pandanglah bahwa
pendengar menyenangi Anda dan pembicaraan Anda); segar, actual, dan kadang-kadang
diselingi humor.
d. Menjaga ketepatan berbicara, kejernihan, dan volume suara
Ucapkan kata-kata Anda dengan jelas dan bicara dengan suara yang cukup kuat
agar semua pendengar dapat mendengar suara Anda dengan jelas. Bicara secara tepat,
tidak terlalu lambat dan tidak teralu cepat – memudahkan pendengar menerima ide Anda.
Suara Anda harus terdengar mengasikkan (expressiveness), seperti halnya jika Anda
berbicara kepada sahabat karib Anda.
10
e. Mempercayai kemampuan sendiri
Anda harus menghilangkan semua keraguan mengenai kemampuan yang Anda
miliki untuk maju. Mahir berbicara di depan umum membutuhkan keahlian dan
pelatihan.
f. Memperbanyak perbendaharaan kata-kata
Penguasaan perbendaharaan kata-kata dan pemilihan kata-kata yang tepat akan
mampu meningkatkan kelancaran dan ketepatan berbicara. Isi pembicaraan bertambah
variative sehingga tidak membosankan.
g. Memberi tekanan dalam pembicaraan dan bersemangat (antusias)
Semua gerakan Anda – mata, ekspresi wajah, gerakan tubuh, suara – harus Anda
tunjukkan kepada pendengar Anda dengan penuh semangat. Anda harus selalu tampak
penuh perhatian dalam mengkomunikasikan ide Anda. Bicaralah dengan penuh energi,
bergairah, dan tidak ragu. Jangan bicara setengah-setengah, khawatir, apalagi dengan
mulut setengah terbuka. Cara bicara yang tepat adalah dengan suara yang bulat dan
penekanan yang baik.
h. Tepat waktu
Berhentilah berbicara sebelum pendengar mengharapkan Anda untuk segera
berhenti berbicara atau turun dari panggung. Tepatlah waktu yang telah ditetapkan.
i. Memiliki kelancaran berbicara dan rasa hormat
Untuk berbicara dengan lancer, Anda harus berbicara dengan santai, rileks, dan
tidak kaku. Dalam hamper setiap pembicaraan yang efektif harus ada sedikit unsur
humor, yaitu sesuatu yang lucu atau menggelikan hati sehingga dapat menimbulkan
tertawa.
j. Berbicara dengan menyenangkan dan wajar
Jika tenggorokan Anda kering, minumlah sedikit. Jika mulut Anda berbusa atau
Anda berkeringat dan Anda harus mengelapnya, gunakanlah saputangan, itu untuk
menjaga agar Anda tetap berbicara dengan menyenangkan. Kemudian, Anda harus
bersikap wajar atau tidak berlebihan dalam menyampaikan kata-kata atau informasi. Hal
yang juga penting, pada umumnya pendengar menginginkan seseorang berbicara dengan
jelas, sederhana, dan nyata. Mereka tidak menyukai kata-kata yang tidak jelas artinya.

11
k. Menggerakkan tubuh secara alami
Gerakan tubuh, apabila dilakkukan dengan baik dan sesuai atau alami akan
melipatgandakan kemampuan pembicara karena lebih menarik untuk dipandang. Gerakan
tubuh adalah bahasa nonverbal. Untuk penyampaian pikiran dan perasaan tertentu,
gerakan tubuh jauh berarti dari kata-kata.
l. Memakai pakaian yang sopan
Pepatah mengatakan bahwa pakaian mencerminkan kepribadian seseorang.
Pendengar akan menaruh hormat (respect) terhadap pembicara yang memakai pakaian
yang serasi dalam hal potongan, warna, ikat pinggang, sepatu, dasi, dan sebagainya.
m. Penutupan dan Pengakhiran
Setelah Panjang lebar menyampaikan poin-poin penting, berhenti sejenak
(pergunakan transisi yang tepat), lalu mungkin mengatakan “Sekarang saya sampai pada
kesimpulan” atau “Apakah di antara Anda (masih) ada yang dipertanyakan?”, jangan lupa
kata-kata terakhir “Terima kasih”. Kemudian meninggalkan mimbar dengan senyuman
manis.
5) Tanggung jawab Pembicara Publik
Pembicara yang sedang berbicara di depan umum memiliki sejumlah tanggung jawab
bahwa ia harus menerima sebagai seorang yang berhati-hati, bersungguh-sungguh, adil,
dan teliti. Terkait dengan ini, beberapa hal harus diperhatikan pembicara public, yaitu :
 Pembicara memiliki etika yang baik dengan tidak menyampaikan kebohongan
dan memutarbalikkan informasi, serta hormati pendengar
 Pembicara hendaknya menghindari mengejek atau menyudutkan kelompok
tertentu
 Pendengar sudah memberi waktu (dan mungkin uang) untuk mendengarkan Anda
maka pembicara harus memberi apa yang dibutuhkanpendengar. Anda harus
berupaya memberikan informasi yang menakjubkan yang akan memuaskan
keingintahuan intelektual pendengar, atau Anda mungkin akan menghibur dengan
beberapa anekdot yang menyegarkan dan mengalihkan mereka dari kerja keras
sehari-hari maka semua pesan Anda merupakan hadiah yang berguna bagi
pendengar.
 Pembicara yang baik akan melakukan yang terbaik

12
6) Lima Kesalahan Besar Selaku Pembicara
Menurut Hamilton Gregory, dalam suatu survei yang dilakukan terhadap 64 pebisnis
dan professional yang diminta menyebutkan kesalahan yang paling besar yang dilakukan
oleh pembicara di depan umum (public speaker) di AS, tercatat sebagai berikut :
 Kesalahan dalam menyiapkan bahan pembicaraan yang sesuai dengan kebutuhan
dan keinginan pendengar
 Kekurangan dalam persiapan
 Penyampaian materi pembicaraan yang terlalu banyak
 Kesalahan dalam memelihara kontak mata (contact eye)
 Pembicaraan yang tumpul

3.1. Berbicara untuk Seminar


Seminar, Lokakarya atau Temu Tugas Seminar atau pertemuan formal lainnya merupakan
wahana bertukaran ide dan informasi dalam bidang tertentu, yang dilakukan oleh akademisi atau
professional, saat berbagai ide ditanam dan dipupuk, sedangkan lainnya dan dianggap tidak
bermanfaat dipangkas atau dibuang. Berdasarkan efektifitasnya, seminar dapat diklarifikasikan
ke dalam dua kategori, yaitu Seminar yang tak efektif dan Seminar yang efektif. Dalam Seminar
yang tak efektif, meskipun pada akhirnya pendengar memberikan penghargaan dengan tepuk
tangan gemuruh, pendengar yang sama mungkin keluar ruangan sambil bertanya pada diri
sendiri, apa yang seyogyanya dilakukan agar waktu yang baru saja berlalu dapat dimanfaatkan
lebih baik lagi. Sebaliknya, Seminar yang efektif merupakan wahana komunikasi dua arah
(timbal balik) dan bermanfaat bagi penyaji maupun pendengarnya.
a. Seminar yang Tidak Efektf
Bercakap-cakap dengan peserta lain, membaca surat kabar atau artikel lain,
melamun, mengantuk dan bahkan tertidur, telah merupakan peristiwa umum yang sering
terjadi dalam Seminar. Tak jarang bahkan, yang “mempengaruhi” suasana demikian
adalah para peserta atau pendengar itu sendiri. Secara keseluruhan, sering terjadi bahwa
informasi dan peraga yang disampaikan kurang menarik, dilanjutkan dengan periode
tanya jawab yang membosankan, dan para peserta yang telah datang membayar dan
mungkin juga untuk memperoleh nilai kredit yang dibutuhkan, gagal membangun
komunikasi yang diharapkan.

13
Seminar demikian tidak bermanfaat baik bagi peserta seminar maupun penyaji itu
sendiri, dan oleh karenanya lebih merupakan suatu “batu loncatan” daripada sebagai
suatu wahana pertukaran informasi atau latihan ilmiah.
Menurut seorang praktisi, alasan utama terjadinya Seminar yang tak efektif adalah
karena penyaji menganggap ringan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk
menghasilkan Seminar yang efektif, atau dengan kata lain, penyaji kurang
mempersiapkan diri dengan baik. Untuk menjadi penyaji yang efektif, seorang penyaji
harus banyak belajar. Bahkan, upaya-upaya yang lebih luas perlu dilakukan untuk
menentukan pemilihan topik yang diminati, dan dengan alat peraga ditambah dengan cara
berbicara yang dapat menyebabkan adanya “hubungan komunikasi” dengan
pendengarnya. Penyaji membutuhkan kemampuan meramu Teknik berbicara dengan
penyajian yang baik, termasuk penggunaan alat peraga.
Berbagai factor lain yang juga turut berperan pada Seminar yang kurang berhasil
adalah :
 Sikap penyaji itu sendiri terhadap Seminar, misalnya hanya menganggap sebagai
sarana memperoleh nilai kredit, sehingga tidak memerlukan persiapan dan
latihan yang sungguh-sungguh. Hal ini memprihatinkan karena keterampilan
mengomunikasikan informasi secara verbal berperan sangat penting dalam
menunjang perolehan pekerjaan dan kemajuan karier.
 Penyaji menilai dirinya sebagai pemikir yang bebas/mandiri, mempersiapkan
Seminar dengan pendekatan yang dapat dikatakan, cukup dengan meniru apa
yang dilakukan oleh penyaji lain, termasuk meniru penyaji lain yang tidak siap,
dan
 Jumlah latihan atau kesempatan yang kurang memadai, misalnya hanya satu atau
dua kali Seminar, bagaimana mungkin latihan menjadi sempurna?. Tambahan
pula, waktu penyampaian Seminar yang kurang tepat, misalnya siang atau sore
hari, saat para peserta lebih menghendaki istirahat daripada menghadiri Seminar.
Sampai dengan tahap ini, diharapkan bahwa calon penyaji telah menyadari
bagaimana menghindari Seminar yang tak menjanjikan. Namun, sebelum
mempertimbangkan berbagai petunjuk yang dapat membantu menyiapkan dan
menyampaikan Seminar yang menarik minat, penyaji pertama-tama harus

14
mendefinisikan apakah yang disebut Seminar yang efektif atau berhasil. Layak
untuk diingat bahwa kegagalan mendefinisikan tujuan yang diharapkan
merupakan produk pola pikir yang kabur atau tidak jelas. Pola pikir yang tidak
jelas menghasilkan tindakan yang tidak jelas, dan tindakan yang tidak jelas
menyebabkan frustasi dan kadang-kadang kegagalan.

b. Seminar yang Efektif


Kata Seminar berasal dari bahasa Latin Seminarium, yang berarti persemaian.
Jadi, dalam definisi operasional mungkin berarti suatu pertemuan akademis atau
prefesional saat berbagai ide ditanam dan dipupuk, sedangkan yang lainnya dipotong.
Definisi yang lebih bebas adalah Seminar merupakan pertemuan untuk pertukaran ide
dalam bidang tertentu. Layak dicatat bahwa kata pertukaran berarti membagi dan
menerima secara berbalasan.
Dengan kata lain, Seminar harus memberi manfaat baik bagi penyaji maupun
pendengarnya. Namun, hal ini hanya akan terjadi bila peserta mendengarkan dan
mengerti. Oleh karena itu, komunikasi akan sangat bergantung pada topik ilmiah penyaji
dan Teknik penyajian.
c. Penyaji yang Efektif
Menjadi penyaji yang efektif, bukan hanya masalah berlatih. Penyaji sekali lagi
harus memiliki tujuan dan mendefinisikan apa yang disebut penyaji yang efektif. Sekali
penyaji mengerti apa yang menjadikan seorang penyaji efektif maka penyaji dapat
berlatih dengan lebih cerdik dan efektif, dan apabila rajin berlatih maka penyaji tersebut
dapat menjadi penyaji yang efektif. Definisi-definisi berikut diringkas dari A Syllabus of
Speech Fundamentals dari Mardell Clemens dan Anna Lioyd Neal.
Definisi-definisi ini penting, sehingga mungkin baik dapat dihafalkan. Kriteria
berikut ini bagi semua pembicara umum tanpa menghiraukan pengalaman maupun
profesi mereka. Penyaji yang efektif adalah seseorang yang :
1) Memiliki karakter pengetahuan dan pertimbangan yang menimbulkan rasa
hormat.

15
2) Mengetahui bahwa dia memiliki pesan yang akan disampaikan, mempunyai
tujuan yang jelas dalam menyampaikan pesan, merasa bertanggung jawab bahwa
pesan dapat tersampaikan dan telah menyelesaikan tujuan tersebut.
3) Menyadari bahwa tujuan utama penyajian tersebut adalah komunikasi ide dan
perasaan untuk memperoleh respon yang diinginkan.
4) Mampu menganalisa dan menyesuaikan dengan setiap situasi penyajian.
5) Mampu memilih topik yang jelas dan layak saji.
6) Mampu membaca dan mendengarkan berbagai perbedaan tidak membuta
menerima saran ataupun keras kepala selalu menolak pertimbangan yang
berlawanan dengan idenya.
7) Mampu menjaga fakta dan pendapat melalui penyelidikan yang rinci dan
pemikiran yang hati-hati sehingga penyajiannya baik dalam forum terbatas
ataupun umum, bernilai bagi pendengarnya.
8) Mampu memilih dan mengatur bahan-bahan sehingga membentuk suatu
penggabungan yang saling terkait.
9) Mampu menggunakan bahasa yang jelas, langsung, layak dan nyata.

Mampu membuat penyajiannya vital dan bebas dari unsur-unsur pengganggu. Kriteria ini
mampu membuat penyaji mempertahankan suasana atau hubungan komunikasi antara penyaji
dengan pendengarnya. Rapport dapat diartikan sebagai suatu konsep kepercayaan mutualistic
atau keakraban emosional antara penyaji dan pendengarnya dan merupakan dasar komunikasi
dalam konteks kemmpuan bicara dimuka umum sehingga menjadi suatu keharusan bagi para
penyaji untuk memahami konsep ini.

Bila penyaji telah dapat membangun rapport, penyaji dapat merasakan minat dari
pendengarnya. Secara psikologis, hal ini menjadi dorongan semangat bagi penyaji untuk
berpenampilan lebih baik. Sama halnya, pendengar juga dapat merasakan pengetahuan,
kemampuan dan antusiasme penyaji dalam berkomunikasi atau menyampaikan informasi bagi
mereka. Sebaliknya, apabila penyaji gagal menciptakan rapport, atau kehilangan suasana
tersebut walaupun telah terciptakan, minat pendengar berkurang dan suasana membosankan
timbul. Bila atmosfer tersebut terbentuk, penyaji sebaiknya tidak melanjutkan penyajiannya
karena komunikasi telah terputus. Jadi, singkatnya, penyaji yang efektif adalah penyaji yang

16
mampu membangun dan mempertahankan rapport atau suasana komunikatif dengan
pendengarnya.

3.2. Menyiapkan Seminar

Pada umunya, tahap pertama dalam mempersiapkan bahan untuk Seminar adalah dengan
membuat garis-garis besar (Outline) dari topik yang akan disajikan. Disatu pihak, Outline
berguna untuk pentaan informasi, tetapi dilain pihak Outline kuranng menarik dan kurang
membangkitkan komunikasi, apalagi bila kurang sistematis dan kurang informatif. Hal ini dapat
terjadi apabila pemilihan kata untuk Outline tidak membangkitkan minat peserta Seminar.
Alternative lain adalah dengan mengembangkan Outline yang bersifat naratif dan komunikatif.
Informasi naratif mudah dikembangkan melalui salah satu penemuan terbesar umat manusia,
yaitu kertas computer. Yang diperlukan, awalnya mungkin hanya 4-5 lembar kertas yang
bersambung.
Tahap pertama yang dilakukan adalah menata informasi dalam bentuk Outline, kemudian
mengembangkan liputannya dalam bentuk kerangka konsep naratif dengan menata seluruh ide
secara kronologis dan sistematis. Apabila kerangka ini telah terbentuk, akan sangat mudah
melakukan penyuntingan [editing], penataan [reorganizing] maupun pengembangannya
[development].
Setelah alur ide tersusun, tahap berikutnya adalah menyisipkan data/fakta/ringkasan
informasi yang akan disampaikan. Apabila konsep naratif telah dikembangkan, maka saatnya
untuk berpikir alat peraga [visual aids] yang akan digunakan untuk menggambarkan informasi
tersebut. Alat peraga yang paling sederhana dan umum digunakan adalah slide dan OHP
transparansi, atau pada era saat ini adalah dengan langsung menggunakan computer yang
dilengkapi dengan transformator-proyektor, dengan programnya antara lain Microsoft Power
Point. Namun demikian, dalam memilih alat bantu peraga yang akan digunakan, selain
diperlukan pemahaman mengenai kelebihan dan kelemahan masing-masing alat peraga tersebut,
serta rasional dibalik pembuatan peraga tersebut. Prinsip ini harus digunakan dalam

17
mengembangkan alat bantu peraga sesuai dengan kebutuhan narasi yang akan disajikan, yang
pada intinya adalah suatu orchestra yang sinkron antara berbicara dan berperaga.
Dalam bahasa yang lebih sederhana dan relevan dengan kemampuan menyajikan
informasi dalam seminar, dapat dikatakan bahwa penyaji yang tak dapat mengekspresikan buah
pikirannya ada dalam kesulitan besar. Oleh karena itu, ada baiknya untuk menuliskan terlebih
dahulu seluruh informasi yang akan dikatakan dalam Seminar. Hal ini akan memaksa penyaji
untuk berpikir kritis mengenai kegiatan yang dilakukan dan akan disajikan dalam Seminar.
Namun demikian, teks tulisan tersebut bukan untuk dihafal.
Untuk memperoleh hasil terbaik, cara berbicara dalam penyampaian materi Seminar
sebaiknya bebas dari keterkaitan teks, dalam arti yang dikemukakan bukan merupakan hasil
hafalan yang telah disiapkan atau dilatih sebelumnya. Kelemahan dalam penyajian ilmiah yang
dihafalkan sebelumnya adalah bahwa menghafal dan berbicara tekstual menyebabkan sulitnya
mengembangkan rapport dengan pendengar.
Tambahan pula, apabila penyaji menghafal materi yang akan disajikan, pada suatu saat
dapat terjadi penyaji lupa dengan materi yang akan dikatakan. Hal ini dapat menyebabkan
kegugupan dan kacaunya sistematika penyajian. Actor-aktor perfilman biasanya belajar sedikit
verbal yang membuat mereka dapat mengatasi situasi lupa teks.
Namun, harus diakui bahwa para penyaji Seminar bukanlah actor, dan oleh karenanya
belum tentu mampu mengatasi situasi semacam ini akibatnya kemampuan menguasai suasana
Seminar mendadak hilang. Perlu senantiasa diingat bahwa penyaji yang efektif adalah penyaji
yang memiliki pengetahuan yang dapat dihargai, dalam arti bahwa ia menguasai materi Seminar
meskipun materi tersebut tidak dihafalkan.
Karena kemungkinan penyaji menjadi actor sama besarnya dengan kemungkinan menjadi
pembaca berita ditelevisi, lebih baik kemungkinan menjadi ahli membaca manuskrip itu
diserahkan kepada ahlinya. Merupakan kesulitan tersendiri untuk dapat menjalin kontak mata
dengan seluruh peserta Seminar, entah karena intensitas cahaya yang kurang atau sebab-sebab
lainnya, yang juga menyulitkan peserta untuk memandang wajah penyaji. Menatap dan membaca
teks secara terus-menerus membuat masalah menjadi lebih kompleks, meskipun mungkin
mengasyikkan bagi penyaji, sangat membosankan bagi para peserta siding. Secara ringkas,
berbicara dihadapan peserta Seminar sebaiknya dengan pendekatan bebas, tanpa keterikatan
dengan hafalan, atau bahkan membaca materi Seminar. Hal ini juga meningkatkan rasa percaya

18
diri penyaji sebagai pembicara. Rasa percaya diri, seperti juga penampilan yang meyakinkan,
merupakan hasil dari latihan yang terus menerus. Penyaji harus selalu berlatih dihadapan para
peserta yang kritis, tak perlu jumlah peserta yang banyak, cukup dari rekan-rekan sekerja dan
bila mungkin ditambah dengan satu atau dua orang senior yang dirasakan mampu memberi
masukan dan kritik. Latihan perlu dilakukan pada waktu-waktu awal, sehingga masih cukup
waktu untuk perubahan-perubahan bila diperlukan, termasuk memperbaiki alat bantu peraga
yang digunakan.
Latihan diperlukan, juga untuk menghilangkan demam panggung. Semakin sering berlatih
biasanya semakin meningkat rasa percaya diri.
Namun, latihan ynag terlalu sering juga dapat menurunkan gairah penyaji dan akan
menyebabkan kebosanan pada penyaji yang mengakibatkan sulitnya membangun rapport dengan
peserta seminar. Sebagai kesimpulan, setiap orang dapat menjadi penyaji yang efektif selama
mereka menyadari dan memahami arti Seminar, memiliki dan mencoba memiliki karakter-
karakter penyaji yang efektif, mampu memilih atau membuat alat bantu peraga yang sesuai dan
rajin berlatih.
Tips Dalam Penyajian Seminar Untuk membantu kelancaran seminar dan penyaji mampu
menguasai “suasana seminar” perlu diperhatikan beberapa hal pada saat penyaji berbicara
dihadapkan peserta seminar, yaitu :
a) Kontak mata
b) Intonasi suara
c) Sikap penyaji
d) Penggunaan tata bahasa
e) Penggunaan catatan
f) Lama penyajian
g) Entusiasme penyaji
h) Penampilan umum (membangkitkan rasa hormat)

3.3. Materi Seminar

Materi seminar umumnya berupa Ulasan, yang biasanya diminta untuk sesi gabungan dan
hasil-hasil penelitian primer. Penyusunan materi Ulasan setelah Judul, Penulis, Institusi

19
Pelaksana dan Pendahuluan pada umumnya, biasannya bersifat bebas bergantung pada topik
bahasan. Untuk materi hasil penelitian primer, biasanya lebih baku dan tersusun sebagai berikut :

 Judul
 Penulis
 Institusi pelaksana
 Pendahuluan
 Tujuan dan Hipotesis
 Metodologi
 Hasil dan Pembahasan
 Kesimpulan dan Saran

3.4. Alat Bantu Peraga [Visual Aids]

Alat bantu peraga [ABP] memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu
penyajian dan oleh karena itu diperlukan persiapan yang matang serta hati-hati dalam pembuatan
ABP. Alat bantu peraga dapat membantu mencapai hasil yang diharapkan apabila :

 Mampu menjelaskan ide yang terkandung dalam materi bahasan


 Mampu menekankan topik-topik yang ingin disampaikan
 Meningkatkan minat dan perhatian peserta seminar

Alat bantu peraga yang tidak memenuhi kriteria tersebut, mungkin hanya akan membuat
peserta seminar mengalihkan perhatiannya atau bahkan tertidur. Berbagai jenis ABP yang paling
umum digunakan adalah slide dan tranparansi, karena dianggap paling murah, ketersediaan
bahan mudah didapat, pembuatannya sederhana dan praktis.

Peralatan yang lebih canggih digunakan adalah computer dan perlengkapannya, dengan
program yang khusus untuk tujuan penyajian, misalnya MS Power Point. Namun, selain mahal,
dan membutuhkan keterampilan dalam opersionalnya, tak semua institusi memiliki peralatan ini,
sehingga menjadi tidak praktis. Dalam pembuatan ABP sendiri perlu diperhatikan berbagai hal
seperti :

20
a) Besar-kecilnnya huruf/angka yang digunakan
b) Tata letak kalimat/kata
c) Tabel, dan
d) Grafik
e) Kombinasi warna (jika digunakan), dan juga
f) Intensitas cahaya dalam ruang seminar

Yang sangat perlu diperhatikan dalam pembuatan ABP adalah agar isi ABP tersebut dapat
terbaca oleh para peserta seminar/pertemuan. Harus selalu diasumsikan bahwa ABP tersebut
disediakan bagi peserta yang duduk paling jauh dari layer proyeksi.

Penyebab kegagalan yang paling sering terjadi dalam penyajian ABP adalah :

a) Terlalu banyaknya materi dalam satu ABP dan


b) Adanya anggapan bahwa apa yang bisa dibaca dalam bentuk cetakan (misal, buku atau
makalah), juga bisa dibaca dalam bentuk slide/transparansi.

Artinya bahwa satu halaman makalah mudah dibaca, kemudian ditransfer ke dalam bentuk
transparansi (satu halaman penuh), yang akibatnya peserta tak dapat membaca dengan jelas dan
bahkan menjadi segan untuk membacanya. Sebab jika disajikan adalah bentuk sedemikian, lebih
mudah diberikan fotokopi makalah tersebut kepada peserta dan peserta cukup menyimak dari
makalah tersebut. Dalam seminar atau pertemuan, dapat diperkirakan bahwa penyaji telah
memiliki informasi yang akan disampaikan. Suasana yang ideal adalah apabila terjadi umpan
balik yang melibatkan penyaji, informasi yang disampaikan, dan peserta/pendengarnya.

Oleh karena itu, selain beberapa hal yang telah disebut diatas, dalam mempersiapkan ABP
harus senantiasa diingat peserta yang hadir disana, misalnya :

 Siapa peserta, pendengarnya


 Seberapa jauh mereka mengerti topik yang akan disajikan
 Mengapa mereka hadir/mau mendengarkan topik yang disajikan
 Bagaimana supaya mereka terlibat

21
 Apakah mereka setuju dengan materi dan kesimpulan yang disajikan, ataukah penyaji
harus lebih meyakinkan pendengarnya
 Sejauh mana peserta atau pendengar dapat mengerti isi materi yang disajikan

Bila penyaji dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan tepat dan dapat menyusun
penyajian sebagaimana jawaban tersebut, maka penyaji telah berbuat cukup banyak bagi peserta
untuk menaruh perhatian pada penyajian tersebut.

Sistematika materi yang akan disajikan dapat disusun sebagai berikut : Mulai dengan
menjelaskan tujuan dan luas cakupan materi seminar. Hal ini dapat membantu mengarahkan
perhatian pendengar. Sajikan maksud atau pokok utama dalam urutan yang bertahap dan masuk
akal, kemudian ringkasan seluruh penyajian tersebut dalam satu kesimpulan.

Kesimpulan harus memperkuat pesan yang merupakan sesuatu yang akan diingat sampai
pendengarnya pulang. Alat bantu peraga dapat dipergunakan pada setiap tahapan ini untuk
membantu penyaji melengkapi tugasnya. Namun demikian, jika tidak cukup upaya untuk
mempersiapkan setiap ABP maka alat peraga yang diharapkan membantu bahkan akan menjadi
ABP yang menghambat.

3.5. Berbicara dalam Situasi Formal

Berbicara dalam situasi formal, tidaklah semudah yang dibayangkan orang, walaupun
secara alamiah setiap orang mampu berbicara. Namun, berbicara secara formal atau dalam situasi
resmi sering meninggalkan kegugupan sehingga gagasan yang dikemukakan tidak teratur dan
akhirnya bahasanya pun menjadi tidak teratur. Bahkan ada yang tidak berani berbicara sama
sekali.
Berbicara dalam situasi yang formal memerlukan persiapan dan menuntut keterampilan.
Kemampuan ini tidak dapat hanya dicapai begitu saja, tetapi menuntut bimbingan dan
latihan yang intensif.
Dalam kegiatan berbicara formal, persiapan ini snagat penting.
 Hubungan kemampuan berbicara dengan kemampuan berbahasa yang lain
 Berbicara : komunikasi dua arah
 Hubungan kemampuan berbicara dengan kemampuan menulis

22
 Persiapan pembicaraan formal
 Memilih topik pembicaraan
 Menentukan tujuan, bahan dan kerangka
- Menentukan tujuan
- Mengumpulkan bahan
- Kartu informasi
- Menyusun kerangka

3.6.

23
BAB III
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk


mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Tujuan
utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Untuk dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, selayaknyalah pembicara memahami makna atau segala sesuatu yang ingin
dikomunikasikan.
Tiga factor penting yang menentukan keberhasilan seseorang ketika tampil berbicara di
depan umum untuk kepentingan apa pun, yaitu :
1. Kesiapan diri
2. Kesiapan materi
3. Kesiapan hadirin

Berbagai jenis berbicara untuk keperluan akademik seperti, berbicara untuk presentasi,
berbicara untuk seminar, dan berbicara dalam situasi formal.

4.2. Saran
Tetaplah berusaha melatih dirimu untuk berbicara di depan umum jangan biarkan rasa
malu dan sifat pesimis menghantui dan mengatur dirimu untuk malas belajar berbicara di depan
umum ataupun di depan orang banyak, kesuksesan seseorang tergantung dari gaya berbicara atau
cara beretorikanya. Jangan pernah katakana tidak bisa karena tidak ada yang tidak bisa kita
lakukan di dunia jika kita berusaha.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arsjad, Midar G dan Mukti U.S 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.
Bandung : Erlangga

Arifin, E. Zaenal dan S Amran Tasai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta : Akapress

Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Flores : Nusa Indah

Taringan, Henry Guntur. 1993. Berbicara. Bandung : Angkasa

http://saungukhuwah.blogspot.com/2012-04-01-archive.html.

http://kepribadianquranioche.blogspot.com/

http://roufibnumuthi.blogspot.com/2009/12/berbicara-untuk-keperluan-akademik.html

25

Anda mungkin juga menyukai