Anda di halaman 1dari 154

PERANAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT


(Studi Kasus: Program Paket C pada PKBM Santika, Kelurahan Bambu Apus,
Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta)

Oleh:
Andhini Nurul Fatimah
A14204048

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PERANAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)
DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT
(Studi Kasus: Program Paket C pada PKBM Santika, Kelurahan Bambu Apus,
Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta)

Oleh:
Andhini Nurul Fatimah
A14204048

SKRIPSI
Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
pada
Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2008
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:


Nama Mahasiswa : Andhini Nurul Fatimah
Nomor Pokok : A14204048
Judul : Peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Dalam
Rangka Pengembangan Masyarakat

Dapat diterima sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program
Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Menyetujui
Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi.


NIP. 131 841 726

Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr.


NIP. 131 124 019

Tanggal kelulusan:_____________________
LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PERANAN PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM)

DALAM RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT” BENAR-BENAR

HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI KARYA ILMIAH (SKRIPSI) PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT

DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA

MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juni 2008

ANDHINI NURUL FATIMAH


A14204048
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 3 Maret 1987 dari pasangan H. Agus

Salim Hamid (Ayah) dan Hj. Siti Aisyah (Ibu). Penulis merupakan anak kedua

dari lima bersaudara dengan kakak bernama Tendry Zulfah Maharani, dan tiga

orang adik bernama Karina Rodwiyah, Lulu Chairizah, dan Muhammad Arya

Thoriq.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah tahun 1992-1994 SD Islam

Bhakti Ibu Jakarta, 1994-1998 SDN Dukuh 03 Jakarta, SLTP Negeri 24 Jakarta

dan lulus pada tahun 2001, SMU Negeri 48 dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun

yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di Program Studi Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis memiliki beberapa

pengalaman, baik dalam kegiatan organisasi maupun kegiatan kepanitiaan.

Organisasi yang pernah dimasuki penulis adalah MISETA pada periode 2006-

2007. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan, seperti Rabuan Dosen KPM dan Dies

Natalis FEMA (MC) pada tahun 2006, POROS, dan ZONE A pada tahun 2006.

Selain itu, penulis juga pernah mengikuti English Journalistic Training pada

tahun 2007.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena atas rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Dalam Rangka Pengembangan

Masyarakat”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar

sarjana pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada :

1. Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi sebagai dosen pembimbing studi pustaka dan

skripsi, yang telah berkenan memberikan banyak masukan, arahan, pemikiran,

bimbingan, maupun koreksi kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

2. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS yang telah berkenan menjadi dosen penguji

utama dalam sidang skripsi.

3. Martua Sihaloho, MSi sebagai dosen penguji skripsi perwakilan dari komisi

pendidikan.

4. Keluarga tercinta (My super “Mom”, Papa, Ka’ Endi, Kiyna, Lulu, dan Yaya),

atas kasih sayang, motivasi, teguran, dan sejuta kisah berwarna yang telah

menjadikan hidup penulis menjadi lebih bermakna.

5. Teman-temanku, Elin, Anyu, Ucie, Fanty, Pibi, Ntep, Nia, Christin, Putri,

Lala, Bu Ratih, dan Bunda, atas dukungan yang diberikan kepada penulis.
6. Dwi Retno Hapsari, rekan seperjuangan dalam penyusunan skripsi.

7. Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kerabat serta

seluruh pihak yang telah memberikan dorongan semangat serta doa sehingga

penyelesaian skripsi ini dapat terwujud.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang terkait.

Bogor, Juni 2008

Andhini Nurul Fatimah


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................... i

DAFTAR TABEL....................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... vii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah..................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………. 7

1.4 Kegunaan Penelitian..................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Jenis Program Pendidikan Nonformal.................. 9

2.2. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat............................................... 11

2.2.1 Pengertian dan Jenis Program PKBM.................................. 11

2.2.2 Urgensi Keberadaan PKBM................................................. 13

2.2.3 Implementasi Azas dan Konsep Pendidikan Orang Dewasa


dalam PKBM........................................................................ 14

2.3. Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat ......................... 22

2.4 Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat.................................. 27

2.5 Kerangka Pemikiran....................................................................... 31

2.6 Hipotesis Pengarah......................................................................... 34


III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian............................................................................ 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................... 37

3.3 Penentuan Subjek Penelitian............................................................ 38

3.4 Teknik Pengumpulan Data............................................................... 39

3.5 Teknik Analisis Data........................................................................ 41

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Singkat PKBM Santika..................................................... 44

4.2 Visi dan Misi PKBM Santika........................................................ 46

4.3 Struktur Personal PKBM Santika dan Profil Pemilik Yayasan...... 47

4.4 Kerjasama dengan Pihak Luar....................................................... 51

4.5 Karakteristik Warga Belajar pada PKBM Santika.......................... 52

4.6 Profil Wilayah dan Komunitas Setempat......................................... 54

V. URGENSI KEBERADAAN PKBM BAGI MASYARAKAT SEKITAR


WILAYAH CIPAYUNG

5.1 Penanda Urgensi Keberadaan PKBM Santika………...................... 58

5.1.1 Penyesuaian Prioritas Calon Warga Belajar Oleh


PKBM Santika………………………………………................... 58

5.1.2 Perolehan Ijazah dan Tuntutan “Pasar”........................................ 62

5.2 Kilasan Keberadaan PKBM “Semu” di Wilayah Cipayung............ 64

5.3 Ikhtisar............................................................................................. 65
VI. PERANAN PKBM SANTIKA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN
MASYARAKAT

6.1 Refleksi Peranan PKBM Melalui Azas-Azas yang Dianut


PKBM Santika……………………………………….………….. 67

6.1.1 Azas Kemanfaatan................................................................ 67

6.1.2 Azas Kebermaknaan…………………………………….... 70

6.1.3 Azas Kebersamaan………………………………………... 74

6.1.4 Azas Kemandirian............................................................... 78

6.1.5 Azas Keselarasan................................................................. 80

6.1.6 Azas Kebutuhan................................................................... 81

6.1.7 Azas Tolong Menolong........................................................ 83

6.1.8 Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam Azas-


Azas yang Dianut PKBM Santika......................................... 85

6.2 Konsep Pendidikan Orang Dewasa dalam Penerapan Proses


Pembelajaran pada PKBM Santika.................................................. 87

6.2.1 Metode Pembelajaran bagi Warga Belajar Paket C


di PKBM Santika.................................................................. 88

6.2.2 Kegiatan Tutorial di PKBM Santika..................................... 91

6.3 Ikhtisar............................................................................................. 95

VII. HAMBATAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN PADA


PKBM SANTIKA DAN UPAYA PENYELESAIANNYA DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN MASYARAKAT

7.1 Hambatan Pelaksanaan Pendidikan dalam Rangka


Pengembangan Masyarakat oleh PKBM Santika……………..... 97

7.1.1 Keterbatasan Waktu Pembelajaran....................................... 98


7.1.2 Minimnya Atensi Warga Belajar terhadap Proses
Pembelajaran....................................................................... 99

7.2 Upaya Penyelesaian Beragam Hambatan Pelaksanaan

Pendidikan dalam rangka PM oleh PKBM Santika.................. 100

7.2.1 Pembenahan Sistem Pendidikan oleh Pihak Pengelola..... 101

7.2.2 Penggunaan Strategi Pembelajaran oleh Tutor.................. 101

7.2.3 Inisiatif dari Para Warga Belajar....................................... 102

7.3 Ikhtisar........................................................................................ 103

VIII. PENDIDIKAN BERBASIS KOMUNITAS DENGAN


PENDEKATAN PARTISIPATIF DALAM KERANGKA
GOOD GOVERNANCE SYSTEM.................................................. 104

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan.................................................................................. 110

9.2 Saran ........................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 114

LAMPIRAN................................................................................................ 116
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1 Nama Tutor PKBM Santika dan Mata Ajaran yang


Diasuhnya....................................................................... 49

Tabel 2 Jumlah Penduduk Kelurahan Bambu Apus Sasaran


Pendidikan Nonformal Berdasarkan Kelompok Usia
Tertentu (16-44 tahun) Tahun 2007............................... 57

Tabel 3 Perkembangan Jumlah Warga Belajar yang Mengikuti


Ujian Nasional Program Kesetaraan Paket C pada
PKBM Santika................................................................ 71

Tabel 4 Standar Alokasi Pembiayaan yang Dikenakan Bagi


Warga Belajar Paket C.................................................... 77

Tabel 5 Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam Azas-


Azas yang Dianut PKBM Santika................................... 86

Tabel 6 Alokasi Waktu Pembelajaran untuk Satu Jam Pelajaran


pada Program Paket C PKBM Santika............................ 92
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran............................................ 33

Gambar 2 Situasi Wawancara Mendalam dengan Tutor


PKBM Santika................................................................ 40

Gambar 3 Panti Belajar PKBM Santika.......................................... 44

Gambar 4 Situasi Belajar pada Kursus Komputer di PKBM


Santika.............................................................................. 46

Gambar 5 Struktur Personal PKBM Santika..................................... 48

Gambar 6 Persentase Jumlah Warga Belajar Program Paket C


di PKBM Santika Tahun 2007/2008 Berdasarkan
Karakteristik Pekerjaan..................................................... 53

Gambar 7 Situasi Persiapan Pasar Malam di Kelurahan Bambu


Apus.................................................................................. 56

Gambar 8 Gedung PKBM X.............................................................. 64

Gambar 9 Situasi Belajar di PKBM Santika...................................... 69

Gambar 10 Suasana Diskusi Antar Warga Belajar PKBM Santika..... 90

Gambar 11 Hubungan Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Pendidikan


Berbasis Komunitas dan Bentuk Peran Serta Setiap Aktor
dalam Kerangka Good Governance System....................... 107
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Sketsa Lokasi Penelitian..................................................... 117

Lampiran 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian........................................... 119

Lampiran 3 Teknik Pengumpulan Data dan Kebutuhan Data bagi


Penelitian............................................................................. 120

Lampiran 4 Panduan Pertanyaan Penelitian........................................... 124

Lampiran 5 Jadwal Kegiatan Belajar Mengajar Program Paket C


Tahun Ajaran 2007/ 2008................................................... 128

Lampiran 6 Profil Tutor PKBM Santika.............................................. 129

Lampiran 7 Daftar Nama PKBM di Wilayah Jakarta Timur Tahun


2007................................................................................... 130

Lampiran 8 Catatan Wawancara Mendalam dengan Warga Belajar


Paket C.............................................................................. 131

Lampiran 9 Catatan Wawancara Mendalam dengan Tutor


PKBM Santika.................................................................. 133

Lampiran 10 Catatan Wawancara Mendalam dengan Ketua Pengelola


PKBM Santika.................................................................. 135

Lampiran 11 Laporan Pengamatan Berperanserta di PKBM Santika.... 138

Lampiran 12 Daftar Responden dan Informan………………………… 140


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh semua manusia di

dalam hidupnya. Menurut Hasbullah (2006), pendidikan menunjukkan suatu

proses bimbingan, tuntunan, atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-

unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya. Dalam konteks

historisnya, pendidikan telah ada sejak awal adanya manusia, jauh sebelum

munculnya Ilmu Pendidikan pada sekitar abad 19. Saat itu aktivitas mendidik

dilakukan dengan mengandalkan intuisi ataupun pengalaman.

Semua kegiatan tak terkecuali pendidikan selalu bermuara pada tujuan-

tujuan yang hendak dicapai. Tanpa tujuan yang pasti sepertinya suatu usaha yang

kita lakukan tidak akan menjadi berarti. Sama halnya dengan perumpamaan

tentang makan. Jika kita tidak pernah memiliki rasa kenyang dan puas terhadap

apa yang kita makan, aktivitas yang kita sebut “makan” tampaknya tidak akan

senikmat sekarang, selezat apapun makanan yang kita santap. Berdasarkan analogi

tersebut, adapun tujuan dari pendidikan adalah perubahan-perubahan pola tingkah

laku yang diinginkan (Soeitoe, 1982).

Membahas Pendidikan di masa kini, tampaknya skema kita akan beralih

pada lembaga pendidikan; tempat berlangsungnya proses ajar didik. Lembaga

pendidikan formal (sekolah) merupakan salah satu lembaga pendidikan di

samping keluarga. Namun, pada dasarnya pendidikan di sekolah juga merupakan

bagian dari pendidikan keluarga (Hasbullah, 2006).


Pada konteks kekinian, pendidikan tidak hanya terbatas pada pendidikan formal

melainkan telah berkembang sampai ke jalur pendidikan nonformal (pendidikan

luar sekolah) maupun informal. Berdasarkan Undang-undang No.20 tahun 2003,

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan salah satu jalur penyelenggaraan

pendidikan nasional di samping pendidikan sekolah.

Pendidikan Luar Sekolah merupakan instansi yang bertanggung jawab

untuk membina kegiatan pendidikan masyarakat. Berbagai jenis program

pendidikan nonformal telah diupayakan oleh pendidikan luar sekolah. Beberapa

jenis program pendidikan yang sedang dikembangkan PLS saat ini mengacu pada

pemaparan dari Tim FKIP (2007), meliputi: pendidikan Kecakapan Hidup, Anak

Usia Dini, Kepemudaan, Pemberdayaan Perempuan, Keaksaraan, Keterampilan

dan Pelatihan Kerja, Kesetaraan, dan pendidikan sejenis lainnya yang ditujukan

untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Salah satu upaya yang ditempuh PLS dilakukan dalam bentuk pendekatan

yang berbasis masyarakat dengan wadah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) yang berperan dalam menjalankan pendidikan nonformal di perdesaan

maupun perkotaan. Kebijakan awal mengenai penyelenggaraan PKBM bermula

dari hasil pertemuan antara Kepala Bidang Dikmas se Indonesia dengan Direktur

Dikmas di Bali awal tahun 1998. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa

kesepakatan diantaranya (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2003):


1. Penyelenggaraan Program Dikmas yang sebelumnya cenderung terpencar

pencar lokasinya perlu diatur kembali penempatannya agar memudahkan

bagi para petugas untuk membina dan memantaunya.

2. Memperhatikan laporan dari para Penilik (Pengawas Fungsional PLS.P)

bahwa hampir setiap kecamatan terdapat bangunan sekolah yang kosong

atau kurang dimanfaatkan, maka hal tersebut dipandang sebagai peluang

bagi kepentingan belajar masyarakat.

Berdasarkan kesepakatan tadi maka Ditjen Diklusepora sejak pertengahan

tahun 1998 mengeluarkan kebijakan sebagai berikut:

- Setiap Kepala Bidang Dikmas diharapkan mulai merintis Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di wilayahnya

- Kegiatan Belajar Dikmas di PKBM tidak terbatas hanya program yang

sudah dicanangkan oleh Dikmas saja tetapi bisa kegiatan belajar apa

saja yang dibutuhkan masyarakat

- PKBM yang menggunakan Gedung SD kosong atau bangunan kosong

lainnya harus disertai izin pemakaian minimal selama lima tahun dan

paling sedikit harus memiliki tiga lokal kelas

- Perlu diusahakan agar PKBM yang akan dibentuk berada di tengah-

tengah pemukiman atau tempat tinggal calon warga belajar atau tidak

terlalu jauh dari tempat tinggal mereka

- PKBM tidak perlu menggunakan atribut Dikmas atau Pemerintah,

supaya benar-benar menjadi milik masyarakat.


Menurut Sihombing (1999), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang

pemberdayaan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa dengan

membuat suatu wadah atau lembaga PKBM, akan didapat potensi-potensi baru

yang dapat ditumbuhkembangkan serta dimanfaatkan atau didayagunakan,

melalui pendekatan-pendekatan kultural ataupun persuasif. Sejalan dengan

pernyataan tersebut, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) juga merupakan

suatu wadah berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat diarahkan pada

pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di bidang sosial,

ekonomi dan budaya1. Konsep dasar PKBM dari, oleh, dan untuk masyarakat

merujuk pada orientasinya yakni untuk pemberdayaan masyarakat agar mampu

meningkatkan kualitas hidupnya.

Setiap lembaga pendidikan memiliki sebuah sistem pendidikan yang

membentuknya. Tak terkecuali dengan PKBM sebagai salah satu lembaga

pendidikan nonformal yang bertujuan memperluas kesempatan warga masyarakat,

khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan

sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja mencari

nafkah. Salah satu komponen dari sistem tersebut adalah pendidik.

Tutor, sebagai salah satu komponen yang penting dalam sistem

pendidikan, sangat berperan sebagai pengajar yang baik. Usia warga belajar pada

PKBM (dalam hal ini pada program Kesetaraan) yang tergolong ke dalam

1
Direktorat PTK-PNF, Profil Direktorat PTK-PNF PKBM, http://www.jugaguru.com/profile/49/,
Diakses pada 28 Desember 2007.
kategori orang yang telah dewasa, menuntut para tutor untuk menerapkan konsep

pendidikan orang dewasa (Andragogy) dalam menjalankan metode pembelajaran.

Pendidikan orang dewasa berdasarkan rumusan Suprijanto (2007)

merupakan serangkaian aktivitas pendidikan bagi orang dewasa yang

menggunakan sebagian waktunya dan tanpa dipaksa ingin meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikapnya dalam rangka pengembangan

dirinya sebagai individu dan meningkatkan partisipasi dalam pengembangan

sosial, ekonomi, dan budaya secara seimbang dan utuh.

Sejalan dengan pemahaman tersebut, dalam konsepnya pengembangan

masyarakat dapat diartikan sebagai salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan

utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan

sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi

sosial (Suharto, 2006). Terkait pula dengan peranan tutor sebagai pendidik,

dewasa ini pengelolaan lembaga pendidikan nonformal secara profesional

termasuk pula di antaranya PKBM, sering dianggap melihat sekolah dan

pendidikan sebagai ajang bisnis dan kurang menempatkan anak didik sebagai

subyek.

Terkait dengan paradigma baru pendidikan yang menantang masyarakat

untuk lebih aktif bahkan proaktif dalam mengembangkan dirinya berdasarkan

prinsip-prinsip pengembangan masyarakat, fenomena tersebut hanya akan

menciptakan hambatan-hambatan baru bagi peran serta lembaga pendidikan

nonformal (dalam hal ini PKBM) untuk mendukung pengembangan masyarakat

khususnya di wilayah perkotaan.


Bagaimana peran yang sesungguhnya dijalankan oleh ”aktor-aktor

penggerak” (instansi pemerintah atau swasta maupun lembaga lainnya) dalam

PKBM khususnya di wilayah hunian komunitas yang sarat akan kesan

”komersial” seperti Jakarta?, peneliti kemudian terinspirasi untuk mengkaji lebih

dalam tentang peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka

pengembangan masyarakat dalam hal ini peranan PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Pemaparan teori dan data (fakta) di atas menggambarkan Pusat Kegiatan

Belajar Masyarakat (PKBM) sebagai salah satu wadah pelaksana pendidikan

nonformal (sering disebut juga pendidikan luar sekolah) merupakan pendekatan

baru yang dirancang sebagai basis koordinasi program-program pembelajaran di

masyarakat. Kenetralan sifat yang dimiliki PKBM, dimana terdapat keleluasaan

lembaga atau instansi pemerintah, swasta, LSM atau pihak lain untuk

memanfaatkan keberadaan PKBM sepanjang untuk kepentingan kemajuan

masyarakat, saat ini sering ”dicap” sebagai ajang bisnis.

Isu tersebut tampaknya sangat bertentangan dengan konsep PKBM yang

justru diintroduksikan sebagai alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang

pemberdayaan masyarakat. Sama halnya dengan wilayah perdesaan, wilayah

perkotaan seperti Jakarta, juga tidak terlepas dari fenomena keberadaan PKBM

(baik swasta maupun negeri) yang saat ini tengah aktif ”menjalarkan” beragam

program dan membentuk ”galur-galur” baru yang mencoba menumbuhkan

potensi-potensi masyarakat (khususnya di masyarakat sekitar PKBM) yang tidak

mampu atau belum sempat dikembangkan oleh jalur pendidikan formal.


Pertanyaan penelitian yang akan dikaji dalam penelitian ini, sebagai

berikut:

1. Bagaimana urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, Jakarta

Timur?

2. Bagaimana peranan yang dijalankan oleh PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan

konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan

dari PKBM Santika?

3. Sejauhmana upaya yang dijalankan oleh PKBM Santika untuk

menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan pendidikan dalam rangka

mengembangkan masyarakat pembelajarnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan di dalam penulisan penelitian ini, terkait dengan perumusan

masalah di atas, yaitu untuk:

1. Memahami urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, Jakarta

Timur

2. Menganalisis peranan yang dijalankan oleh PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan

konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan

dari PKBM Santika


3. Mendeskripsikan upaya yang dijalankan oleh PKBM Santika untuk

menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan pendidikan dalam rangka

mengembangkan masyarakat pembelajarnya.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademik maupun

praktis bagi para tutor dan pengelola PKBM sebagai sarana untuk

memperoleh pengetahuan, serta pemahaman yang lebih mendalam seputar

peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka

pengembangan masyarakat.

2. Bagi para tutor maupun pengelola PKBM, pemerintah setempat, serta

dinas-dinas pendidikan terkait diharapkan mampu bekerjasama dalam

upaya mengembangkan masyarakat (melalui pendidikan nonformal) yang

belum berkesempatan untuk memperoleh pendidikan formal.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Jenis Program Pendidikan Nonformal

Menurut Tim Penulis FKIP (2007), pendidikan masyarakat (community

education) merupakan salah satu dari berbagai istilah yang muncul dalam bidang

pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan masyarakat lebih

dikenal dengan pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah. Coombs

dalam Ihsan (2005) mengklasifikasikan pendidikan ke dalam tiga bagian, yaitu

pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal. Klasifikasi

pendidikan yang terakhir menurut teori Coombs yang dipaparkan Ihsan (2005),

yakni pendidikan nonformal secara lebih spesifik di sebut juga dengan pendidikan

luar sekolah yang dilembagakan. Pendidikan luar sekolah semacam ini adalah

bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan

berencana di luar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini, tenaga pengajar, fasilitas,

cara penyampaian, dan waktu yang dipakai, serta komponen-komponen lainnya

disesuaikan dengan keadaan peserta, atau peserta didik agar didapat hasil yang

memuaskan (Coombs dalam Ihsan, 2005).

Sejalan dengan pernyataan Coombs yang dikutip oleh Ihsan tersebut,

pendidikan nonformal juga dapat didefinisikan sebagai jalur pendidikan di luar

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang

menurut UU No. 20 tahun 2003.


Sesuai dengan definisi pendidikan nonformal yang tertuang dalam UU No. 20

tahun 2003, menurut pengertian Axin dalam Soedomo (1989) yang dikutip

Suprijanto (2007), pendidikan nonformal adalah kegiatan belajar yang disengaja

oleh warga belajar dan pembelajar di dalam suatu latar yang diorganisasi

(berstruktur) yang terjadi di luar sistem persekolahan.

Pendidikan nonformal terbagi ke dalam beberapa tipe umum (jenis)

program-program. Adapun empat kategori yang harus didiskusikan yakni: pusat-

pusat belajar berdasarkan sekolah, program-program pemuda nonformal,

pendidikan dasar orang dewasa dan pengembangan masyarakat, dan training

keterampilan kejuruan (Kadir, 1982). Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun

20032, pendidikan nonformal mencakup pendidikan Kecakapan Hidup, Anak Usia

Dini, Kepemudaan, Pemberdayaan Perempuan, Keaksaraan, Keterampilan dan

Pelatihan Kerja, Kesetaraan, dan pendidikan sejenis lainnya yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik. Selain itu, satuan pendidikan

nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat

kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang

sejenis.

Sejalan dengan isi UU No. 20 tahun 2003, menurut Sudjana (2006),

program-program pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan untuk keluarga,

pendidikan dalam keluarga, kelompok bermain, taman penitipan anak, kelompok

belajar keaksaraan fungsional, kelompok belajar paket (A, B, dan C), kelompok

belajar usaha, kelompok berlatih olahraga, kursus-kursus, pelatihan, pengajian,

2
Lembaran Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003, http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, Diakses pada 23 November 2007.
pesantren, penyuluhan, magang, bimbingan belajar, kegiatan ekstrakurikuler,

sanggar, padepokan, dan pembelajaran melalui media massa.

Sementara itu, adapun jenis-jenis pendidikan nonformal yang sekarang

sedang dan akan terus dikembangkan mencakup Pendidikan Kecakapan Hidup,

Anak Usia Dini, Kepemudaan, Pemberdayaan Perempuan, Keaksaraan,

Keterampilan dan Pelatihan Kerja, Kesetaraan, dan pendidikan sejenis lainnya

yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik (Tim FKIP,

2007).

Kesimpulan yang dapat dirumuskan, yakni: pengertian pendidikan

nonformal sama halnya dengan definisi pendidikan masyarakat maupun

pendidikan luar sekolah. Namun, berdasarkan klasifikasi Coombs yang tertuang

dalam buku Dasar-dasar Kependidikan, pendidikan luar sekolah yang berarti

pendidikan nonformal ialah pendidikan sekolah yang dilembagakan. Pendidikan

nonformal merupakan bentuk atau jalur pendidikan di luar sistem persekolahan

(pendidikan formal) yang terarah dan terencana, dilaksanakan dalam suatu

organisasi (terstruktur dan berjenjang) yang ditujukan untuk pengembangan

kemampuan peserta didik.

2.2 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)


2.2.1 Definisi dan Jenis Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu wadah

dari program-program yang diluncurkan dari Direktorat Pendidikan Masyarakat

Ditjen PLS.P. Berdasarkan definisi dari KNIU dan BP-PLS.P (2005), Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah suatu wadah yang menyediakan

informasi dan kegiatan belajar sepanjang hayat bagi setiap warga masyarakat agar
mereka dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat. PKBM menawarkan beberapa

keuntungan bagi para warganya, yakni: PKBM adalah tempat terjadinya kegiatan

pengembangan dan pembelajaran masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan

warga, PKBM menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan bagi warga sehingga

mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas

hidup dalam bidang pendidikan, pendapatan, kesehatan, lingkungan, agama, seni,

serta budaya, dan PKBM merangsang kemandirian warga yang memungkinkan

mereka berkontribusi terhadap pembangunan yang terjadi di lingkungan

masyarakatnya bahkan pada pembangunan bangsa.

PKBM memiliki beberapa jenis program yang terangkum di dalamnya

(Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2003), yakni:

1. Program Pengembangan Anak Dini Usia (PADU)

2. Program Pemberantasan Buta Huruf melalui Pendekatan Keaksaraan

Fungsional (KF)

3. Program Kesetaraan Pendidikan dasar melalui Paket A setara SD, Paket

B setara SLTP dan Paket C setara SMU

4. Program Pendidikan berkelanjutan antara lain Kelompok Belajar Usaha,

Beasiswa/ magang dan kursus-kursus

5. Program lintas sektoral lainnya.

Penjelasan di atas bermuara pada kesimpulan bahwa PKBM merupakan

suatu wadah yang didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Berbagai jenis

program yang dijalankan oleh PKBM bermuara pada tujuan untuk

memberdayakan masyarakat agar menjadi mandiri dan mampu memenuhi


kebutuhan belajarnya dalam rangka meningkatkan kualitas dan kesejahteraan

hidupnya.

2.2.2 Urgensi Keberadaan PKBM

Disadari atau tidak, masyarakat di manapun dan dalam kondisi

bagaimanapun, tetap merupakan sumber inspirasi dan kreativitas manusia. Dalam

konteks pendidikan nonformal, pola-pola pendekatan selama ini yang berpatokan

pada paradigma yang beranggapan bahwa pendidikan masyarakat harus bersifat

standar, berorientasi akademis, dan masyarakat hanya sebagai objek

pembangunan, harus bergeser ke arah yang lebih dinamis dengan menempatkan

masyarakat sebagai subjek pembangunan pendidikan masyarakat sekaligus

sebagai pihak yang sangat berhak menentukan jenis program yang akan dilakukan

serta untuk menikmati hasil-hasil pembangunan Indonesia tersebut, serta tidak

bersifat standar dan lebih berorientasi pada pasar. Kesadaran terhadap pentingnya

kedudukan masyarakat dalam proses pembangunan pendidikan, merupakan

tonggak sejarah yang penting dalam menghadapi era globalisasi. Saat yang tepat

ini bukan merupakan keterlambatan dalam mengambil keputusan untuk

peluncuran strategi baru yang lebih inovatif. Justru kesadaran ini merupakan

akumulasi beberapa keberhasilan sebelumnya (Sihombing, 1999).

Bentuk kongkrit dari lahirnya kesadaran tersebut diwujudkan melalui

pendekatan baru yang diharapkan dapat ditangkap oleh masyarakat sebagai

pilihan terbaik guna membangkitkan kekuatan besar yang selama ini terpendam

(Sihombing, 1999). Masih menurut pernyataan Sihombing (1999), pendekatan

yang dimaksud olehnya ialah pendekatan yang disebut pendekatan pendidikan

dengan basis masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), dengan harapan dapat dijadikan pijakan dan titik permulaan

bagi semua komponen pembangunan bagi semua komponen pembangunan untuk

memberdayakan potensi-potensi yang ada di dalam masyarakat.

Sihombing (1999) menyatakan bahwa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang

pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan pemikiran bahwa dengan

melembagakan PKBM, akan banyak potensi yang selama ini tidak tergali akan

dapat digali, ditumbuhkan, dimanfaatkan dan didaya gunakan melalui pendekatan-

pendekatan kultural dan persuasif. Selain itu, masih menurut Sihombing (1999),

PKBM juga diharapkan mampu menjadi sentra seluruh kegiatan pembelajaran

masyarakat; kemandirian dan kehandalannya perlu dijamin oleh semua pihak.

2.2.3 Implementasi Azas dan Konsep Pendidikan Orang Dewasa dalam


PKBM

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu wadah

bagi pelaksanaan program-program pendidikan nonformal. Terkait dengan situasi

yang dihadapi Indonesia saat ini, di masa yang akan datang pendidikan yang

dalam hal ini pendidikan nonformal harus berorientasi pada aspirasi masyarakat

(put customer first). Implementasi program-program pendidikan nonformal harus

mengenali siapa pelanggannya. Dari pengenalan pelanggan ini, pendidikan akan

memahami apa aspirasi dan kebutuhannya. Setelah mengetahui aspirasi dan

kebutuhan mereka, barulah ditentukan sistem pendidikan yang termasuk di

dalamnya kurikulum, tenaga pengajar, dan lain-lain yang berkaitan dengan

pendidikan (Chan, 2006).


Berkenaan dengan pernyataan tersebut, sebagai sebuah lembaga yang

dibentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat, secara kelembagaan, pada PKBM juga

melekat beberapa azas. Azas-azas yang dianut oleh PKBM dapat dibagi menjadi

tujuh azas, dan tidak menutup kemungkinan jika dikembangkan lagi dapat lebih

dari tujuh, sepanjang azas-azas itu tidak saling bertentangan dan sesuai dengan

misi yang harus diemban oleh PKBM. Azas-azas yang dimaksud meliputi

(Sihombing, 1999):

1) Azas kemanfaatan, setiap kehadiran PKBM harus benar-benar

memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dalam upaya

memperbaiki dan mempertahankan kehidupannya.

2) Azas kebermaknaan, PKBM dengan segala potensinya harus mampu

memberikan dan menciptakan program yang bermakna dan dapat

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitar.

3) Azas kebersamaan, PKBM merupakan lembaga yang dikelola secara

bersama-sama, bukan milik perorangan, bukan milik satu kelompok

atau golongan tertentu, dan bukan milik pemerintah. PKBM adalah

milik bersama, digunakan bersama, untuk kepentingan bersama.


4) Azas kemandirian, PKBM dalam pelaksanaan dan pengembangan

kegiatan harus mengutamakan kekuatan diri sendiri. Meminta dan

menerima bantuan dari pihak lain merupakan alternatif terakhir

apabila kemandirian belum dapat tercapai.

5) Azas keselarasan, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh PKBM

harus sesuai dan selaras dengan situasi dan kondisi masyarakat

sekitar.

6) Azas kebutuhan, setiap kegiatan atau program pembelajaran yang

dilaksanakan di PKBM harus dimulai dengan kegiatan pembelajaran

yang benar-benar paling mendesak dibutuhkan oleh masyarakat.

7) Azas tolong menolong, PKBM merupakan ajang belajar dan

pembelajaran masyarakat yang didasarkan atas rasa saling asah, asih,

dan asuh di antara sesama warga masyarakat.

Persyaratan yang diperlukan di dalam melaksanakan pendidikan

nonformal pada PKBM, yakni adanya 10 patokan pendidikan masyarakat yang

harus dimiliki (minimal tujuh komponen), meliputi (Dinas Pendidikan Provinsi

Jawa Barat, 2003):

1. Warga Belajar (WB)

Prioritas adalah WB sekitar PKBM usia 10-44 tahun, buta aksara,

putus sekolah: SD, SLTP, SLTA, dari keluarga kurang mampu atau

miskin, dan warga masyarakat sekitar PKBM yang ingin memperoleh

pengetahuan atau keterampilan di jalur pendidikan luar sekolah.


2. Kelompok Belajar

Kumpulan warga belajar yang terdiri dari minimal 3-5 orang, maksimal

20-40 orang yang diikat dalam satu kelompok belajar pendidikan luar

sekolah (KF, Paket A, Paket B, Paket C, Kejar Usaha, Beasiswa atau

Magang).

3. Sumber Belajar (Tutor)

Adalah warga masyarakat (guru) atau warga masyarakat yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan serta mau mengabdi kepada warga

masyarakat dengan jalan mengajar pendidikan dan keterampilan

tertentu.

4. Pamong Belajar (Penyelenggara, Pengelola, Pelaksana)

Adalah seseorang yang telah diserahi tanggung jawab

menyelenggarakan atau mengelola PKBM.

5. Sarana Belajar

Adalah semua sarana atau alat yang menunjang berjalannya kegiatan

proses belajar mengajar: (buku, alat tulis, alat peraga pendidikan, dan

sebagainya).

6. Panti Belajar

Adalah bangunan (gedung) yang digunakan sebagai tempat atau lokasi

PKBM, yaitu:
- Gedung sekolah atau bangunan lain yang tidak digunakan lagi.

- Gedung sekolah atau bangunan ada izin dari kepala sekolah atau

pemilik untuk digunakan sebagai PKBM minimal dalam jangka

waktu lima tahun.

- Gedung sekolah atau bangunan minimal memiliki dua ruangan

(kelas).

- Gedung sekolah atau bangunan letaknya tidak jauh dari warga

masyarakat yang akan belajar di PKBM.

7. Program Belajar

Beragam program pembelajaran yang dibutuhkan masyarakat.

8. Ragi Belajar

Sesuatu yang dapat memotivasi kegiatan atau meningkatkan prestasi

belajar warga masyarakat (warga belajar), seperti pujian, penghargaan,

lomba, dan dana insentif dalam rangka peningkatan mutu.

9. Dana Belajar

Dana yang diberikan kepada warga belajar untuk menunjang proses

kegiatan belajar keterampilan dalam upaya melatih warga belajar untuk

melakukan usaha produktif yang mengarah pada peningkatan mata

pencaharian (program yang dibiayai oleh pemerintah).


10. Hasil Belajar

Hasil yang telah dicapai oleh warga belajar baik kualitatif maupun

kuantitatif setelah warga belajar menyelesaikan program relajar atau

pendidikan tertentu di PKBM berupa:

- Hasil dari kegiatan belajar

- Hasil dari keterampilan warga belajar

- Pemasaran hasil keterampilan

Terkait dengan peranan yang dijalankan lembaga pendidikan nonformal seperti

PKBM, dalam pelaksanaan program-programnya, para sumber belajar (tutor)

perlu memahami dan menerapkan konsep dasar pendidikan orang dewasa

(Andragogy) yang dalam penelitian ini dibatasi hanya terfokus pada metode

pembelajaran yang diterapkan oleh tutor dan kegiatan pembelajaran yang

dilakukan terjadi di dalam kelas.

Pendidikan orang dewasa berdasarkan rumusan Suprijanto (2007)

merupakan serangkaian aktivitas pendidikan bagi orang dewasa yang

menggunakan sebagian waktunya dan tanpa dipaksa ingin meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikapnya dalam rangka pengembangan

dirinya sebagai individu dan meningkatkan partisipasi dalam pengembangan

sosial,ekonomi, dan budaya secara seimbang dan utuh. Pendidikan orang dewasa

berbeda dengan pendidikan anak-anak.

Menurut Suprijanto (2007), Pendidikan anak-anak berlangsung dalam

bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa

berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah.


Berdasarkan Permendiknas No.3 tahun 2008 dirumuskan bahwa metode

pembelajaran digunakan oleh pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau

seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran

disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap

indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

Berdasarkan rumusan tersebut, adapun penjelasan lebih lanjut mengenai

metode pembelajaran di PKBM dapat diketahui dari pemaparan metode penyajian

formal sebagai berikut. Menelaah paparan dari Suprijanto (2007), Ceramah atau

kuliah adalah penyajian secara lisan oleh pembicara dengan menggunakan

pemikiran dan ide yang terorganisasi. Masih menurut paparan Suprijanto (2007),

Kuliah adalah cara yang cepat untuk memberikan informasi dan dengan

menggunakan “catatan kuliah” dapat berpindah dari satu pemikiran ke pemikiran

lain secara logis. Namun, pada ceramah dan kuliah yang asli, peserta tidak aktif

sehingga pertemuan dinilai kurang positif (Morgan, et al., 1976 dalam Suprijanto,

2007).

Sejalan dengan peran tutor, kegiatan pembelajaran menurut penjabaran

Permendiknas No.3 tahun 2008 dibagi ke dalam tiga tahapan, yakni: pendahuluan,

inti dan penutup. Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu

pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan

memfokuskan perhatian peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Kegiatan inti, merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar.

Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan


ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan

bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini

dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan

konfirmasi. Tahapan kegiatan ketiga ialah penutup. Penutup merupakan kegiatan

yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan

dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian diri dan refleksi, umpan

balik, serta tindak lanjut.

Penjelasan di atas merumuskan bahwa PKBM sebagai wadah pendidikan

nonformal memiliki peranan sebagai fasilitator dalam rangka pengembangan

masyarakat. Berbagai jenis kegiatan yang mencakup Pendidikan, Keterampilan

kerja, Layanan informasi, Kesehatan dan Kebersihan, Peningkatan kualitas hidup,

Agama dan Budaya, dan kegiatan lainnya membuka kesempatan bagi setiap orang

untuk menggagas, membuat keputusan, dan bertindak menuju tujuan akhir:

Pemberdayaan masyarakat. Selain itu, dari penerapan azas-azas dan konsep

pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk pendidikan di PKBM

dapat dikaji lebih jauh mengenai peranan tiap-tiap komponen dalam rangka

pengembangan masyarakat khususnya masyarakat di sekitar lokasi PKBM.

Peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka

pengembangan masyarakat sekitar akan tercermin antara lain dari

keberhasilannya untuk mendorong masyarakat belajar secara mandiri,

membantu memperkuat pemberdayaan masyarakat dalam rangka pemenuhan

kebutuhannya serta kontribusi PKBM terhadap kelangsungan serta peningkatan

budaya masyarakat setempat melalui prinsip partisipasi sosial.


2.3 Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat

Pengembangan Masyarakat (community development) sebagai suatu

perencanaan sosial diartikan oleh Faisal (1981) dalam Suprijanto (2007) sebagai

usaha, proses atau gerakan yang dimaksudkan agar masyarakat sebagai satu

sistem sosial dapat berkembang menjadi mampu menolong diri sendiri dalam

rangka meningkatkan kualitas hidupnya baik dibidang ekonomi maupun sosial.

Seiring dengan pernyataan tersebut, Mardikanto (2003) dalam Suprijanto (2007)

memberi arti pengembangan masyarakat sebagai usaha yang dilakukan oleh suatu

komunitas (dengan atau tanpa bantuan pihak lain) untuk menumbuhkan

kesadaran, mengembangkan daya pikir, sikap, dan keterampilan masyarakat

setempat agar mereka secara mandiri mampu memanfaatkan potensi dan peluang

untuk mengelola program pembangunan demi perbaikan kualitas hidup mereka

secara berkelanjutan.

Menurut Suharto (2006), pengembangan masyarakat adalah salah satu metode

pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup

masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka

serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Pemerintah kolonial Inggris

pada tahun 1948 di Malaysia juga pernah mengartikan bahwa pengembangan

masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf

hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari

masyarakat (Brokensha dan Hodge, 1969 dalam Adi, 2003).


Beberapa pengertian pengembangan masyarakat dari tokoh-tokoh di atas,

menggambarkan bahwa pengembangan masyarakat adalah usaha, cara, ataupun

metode yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat agar mampu

meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan serta mencapai

kemandirian dan keberdayaan, melalui penekanan pada partisipasi aktif,

inisiatif, dan proses pencapaian yang berkelanjutan.

Selanjutnya, terdapat 22 prinsip pengembangan masyarakat yang saling

berkaitan seperti berikut ini3:

1. Integrated Development ( Pembangunan Terpadu)

Proses pengembangan masyarakat tidak berjalan secara parsial tetapi

merupakan satu kesatuan proses pembangunan yang mencakup aspek sosial,

ekonomi, politik, kebudayaan, lingkungan, dan personal.

2. Confronting Structural Disadvantage (Konfrontasi dengan Kebatilan

Struktural)

Prinsip ini mengakar pada perspektif keadilan sosial dalam pengembangan

masyarakat. Oleh karena itu, community workers harus waspada serta

memperhitungkan kompleksitas yang ditemukan dalam suatu komunitas.

3. Human Rights (Hak Asasi Manusia)

HAM sangat mendasar dan penting bagi community workers. Struktur

masyarakat dan program yang dikembangkan tidak melanggar hak-hak asasi

manusia. Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat harus

mengacu kepada prinsip-prinsip dasar HAM.

3
Jime Ife, “Community Development: creating community alternatives-vision, analysis and
practice”, di dalam Fredian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat (Bogor: Fakultas
Pertanian IPB, 2003), hlm. 37-45.
4. Sustainability (Keberlanjutan)

Program pengembangan masyarakat berada dalam kerangka sustainability

yang berupaya mengurangi ketergantungan kepada sumberdaya yang tidak

tergantikan dan menciptakan alternatif serta tatanan ekologis, sosial,

ekonomi, politik yang berkelanjutan di tingkat lokal.

5. Empowerment (Pemberdayaan)

Pemberdayaan harus menjadi tujuan program pengembangan masyarakat.

Makna pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumberdaya,

kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat

sehingga dapat berpartisipasi menentukan kapasitas mereka di masa depan.

6. The Personal and The Political (Pribadi dan Politik)

Pengembangan masyarakat perlu membangun keterkaitan antara aspek

pribadi dan politik, individu dan struktur, masalah pribadi dan isu umum.

7. Community Ownership (Kepemilikan Komunitas)

Kepemilikan komunitas menjadi aspek penting yang dapat membantu

menciptakan identitas dan memberikan alasan untuk aktif dalam program

pengembangan masyarakat dan mengefisienkan sumberdaya di tingkat

komunitas.

8. Self-Reliance (Kemandirian)

Prinsip ini mengimplikasikan agar warga komunitas mencari atau berusaha menggunakan sumberdaya sendiri apabila
memungkinkan daripada menyandarkan diri pada bantuan luar.

9. Independence from The State (Ketidaktergantungan pada Pemerintah)

Prinsip ini berkaitan erat dengan kemandirian dari suatu komunitas.

Community workers dan warga komunitas harus lebih berhati-hati sebelum


menerima bantuan pemerintah namun tanpa harus menciptakan kecurigaan

yang berlebihan terhadap pemerintah.

10. Immediate Goals and Ultimate Visions (Tujuan dan Visi)

Tindakan untuk tujuan langsung tidak dibenarkan bila tidak sesuai dengan

visi jangka panjang. Tindakan yang ditujukan untuk pencapaian visi jangka

panjang juga tidak dibenarkan jika bertentangan dengan pencapaian tujuan.

11. Organic Development (Pembangunan Bersifat Organik)

Community workers harus mampu menghargai dan menilai sikap tertentu

warga komunitas, mengizinkan dan mendorongnya untuk berkembang pada

jalannya yang memiliki keunikan masing-masing.

12. The Pace of Development (Kecepatan Gerak Pembangunan)

Prinsip ini menekankan agar proses pembangunan dibiarkan berjalan dengan

sendirinya tanpa dipercepat.

13. External Expertise (Keahlian Pihak Luar)

Pendekatan ini tidak boleh ditetapkan tetapi harus secara alami

dikembangkan dengan cara yang sesuai dengan situasi spesifik dan peka

terhadap kebudayaan, tradisi masyarakat setempat, dan lingkungan.

14. Community Building (Membangun Komunitas)


Pengembangan masyarakat membawa warga komunitas ke dalam kegiatan

bersama, penyelesaian masalah bersama, dan memperkuat interaksi yang

bersifat formal dan informal.

15. Process and Outcome (Proses dan Hasilnya)

Dalam pengembangan masyarakat, proses dan hasil adalah dua hal yang tak

terpisahkan dan saling menunjang sehingga keduanya menjadi penting.

16. The Integrity of The Process (Keterpaduan Proses)

Proses yang digunakan untuk mencapai tujuan harus sesuai dengan hasil-

hasil yang diharapkan, perihal keberlanjutan, keadilan sosial, dan lain-lain.

17. Non-Violence (Tanpa Kekerasan)

Pengembangan komunitas dilaksanakan tanpa kekerasan struktural, yakni

dengan cara tanpa mengubah lembaga yang ada dan struktur sosial

masyarakat, serta melakukan perubahan melalui proses tanpa kekerasan.

18. Inclusiveness (Inklusif)

Prinsip ini menekankan agar community workers tetap menghargai orang

lain walaupun orang tersebut berlawanan pandangan.

19. Consensus (Konsensus)

Penerapan prinsip ini ialah agar orang-orang yang terlibat dalam proses

mencari penyelesaian terhadap suatu permasalahan dapat mencapai

persetujuan dan betul-betul menyadari bahwa keputusan yang diambil

adalah yang baik.

20. Co-operation (Kerjasama)


Pendekatan pengembangan komunitas berusaha membuat kerjasama pada

tindakan masyarakat setempat, dengan cara membuat orang-orang bersama

dan mencari untuk memberi imbalan pada prilaku kerjasama.

21. Participation (Partisipasi)

Partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peran serta

yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut

dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat.

22. Defining Need (Mendefinisikan Kebutuhan)

Dalam pengembangan komunitas, pendekatan harus mencari persetujuan dari

berbagai macam kebutuhan. Untuk itu, peranan community workers yang

sangat penting adalah membangun konsensus dari beragam kebutuhan warga

komunitas.

2.4 Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat

Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam

pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal

mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (Ihsan,

2005). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak hanya dilihat sebagai usaha

penyampaian informasi dan pengajaran keterampilan semata, tetapi juga

mencakup usaha untuk menjawab kebutuhan dari tiap individu masyarakat.

Dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat merupakan sekumpulan

banyak orang dari beragam kualitas diri mulai dari yang tidak berpendidikan

sampai dengan yang berpendidikan tinggi.


Di lain pihak, dilihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut sebagai

lingkungan pendidikan nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja

dan berencana kepada seluruh anggotanya, tetapi tidak sistematis (Ihsan, 2005).

Masih menurut Ihsan (2005), masyarakat dan pendidikan memiliki keterkaitan

dan saling berperan. Hal ini didukung pula oleh realita di era sekarang ini di mana

setiap orang selalu menyadari akan peranan dan nilai pendidikan. Oleh karena itu,

seperti pernyataan Syam (1986) yang dikutip oleh Ihsan (2005), setiap warga

masyarakat bercita-cita dan aktif berpartisipasi untuk membina pendidikan karena

masyarakat maju karena pendidikan dan pendidikan yang maju hanya akan

ditemukan dalam masyarakat yang maju pula.

Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah: terdapat keterkaitan erat

antara pendidikan dan pengembangan masyarakat karena melalui pendidikan

diupayakan suatu proses pengembangan masyarakat melalui beragam pembekalan

yang berujung pada perbaikan kualitas hidup masyarakat dalam rangka

pencapaian tujuan yang mereka harapkan. Pada sisi lain, keberhasilan dari

pengembangan masyarakat pada suatu wilayah tertentu diharapkan akan mampu

mendorong terciptanya kualitas pendidikan masyarakat yang semakin maju pada

wilayah tersebut.

Menurut Ihsan (2005), masyarakat mempunyai peranan yang penting

dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Peran yang telah disumbangkan

dalam rangka tujuan pendidikan nasional yakni berupa ikut membantu

menyelenggarakan pendidikan, membantu pengadaan tenaga biaya, prasarana dan

sarana, menyediakan lapangan kerja, biaya, membantu pengembangan profesi

baik secara langsung maupun tidak langsung.


Masih berdasarkan paparan Ihsan (2005), peranan masyarakat tersebut

dilaksanakan melalui jalur perguruan swasta, dunia usaha, kelompok profesi dan

lembaga swasta nasional lainnya. Dalam sistem pendidikan nasional masyarakat

ini disebut ”Pendidikan Kemasyarakatan”.

Program-program pendidikan masyarakat, sesuai dengan namanya, telah

melebur dan bersenyawa dengan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan

masyarakat seharusnya meliputi: seluruh warga masyarakat, yang membutuhkan

pendidikan yang karena berbagai hal tidak mampu atau sempat untuk mengikuti

pendidikan di jalur sekolah sepenuhnya, warga masyarakat yang ingin

meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya yang tidak diperoleh pada jalur

sekolah, masyarakat yang sudah atau akan bekerja namun dituntut memiliki

kualifikasi tertentu yang tidak diperoleh dari jalur sekolah, serta masyarakat yang

ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Sihombing, 1999).

Beragam satuan pendidikan nonformal termasuk pula di dalamnya PKBM,

harus menghadapi berbagai hambatan terkait dengan kinerja program-program

yang dijalankan di dalamnya. Berbagai hambatan pendidikan masyarakat dapat

digambarkan sebagai berikut (Sihombing, 1999):


1. Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu yang memadai.

Misalnya, penilik Dikmas masih ada beberapa yang menangani lebih dari satu

kecamatan, dan dari kecamatan yang ada belum seluruhnya memiliki penilik

Dikmas. Demikian pula dengan kebutuhan akan tutor, sebagai contoh untuk

paket B setara SLTP, seharusnya membutuhkan rata-rata delapan orang tutor,

kenyataannya dilapangan baru dapat dipenuhi rata-rata lima orang tutor untuk

setiap kelompok belajar.

2. Ratio modul untuk warga belajar program kesetaraan (Paket A, B, C) masih

jauh dari mencukupi. Pada kenyataannya, ratio modul baru mencapai 1 : 3

(satu set modul untuk tiga orang warga belajar). Hal ini terjadi karena

pengadaan modul murni dari pemerintah.

3. Tidak ada tempat belajar yang pasti. Hal ini menyebabkan adanya kesukaran

pemantauan kebenaran pelaksanaan program pembelajaran.

4. Kualitas hasil pembelajaran sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur

tingkat keberhasilannya. Hal ini terjadi karena pemerintah di dalam

melaksanakan pembelajaran bisa di mana saja dan akan terjadi seperti apa

yang ditulis di atas kertas. Secara teoritis memang benar, tetapi dalam

pelaksanaannya sulit dipertanggung jawabkan.

5. Lemahnya akurasi data atau informasi tentang sasaran program. Kondisi ini

disebabkan terbatasnya tenaga di lapangan baik kuantitas maupun kualitas

serta sarana dan prasarana pendukungnya yang belum memadai.

6. Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dapat dilaksanakan

tepat waktu.
2.5 Kerangka Pemikiran

Pendidikan nonformal yang saat ini disebut juga dengan Pendidikan Luar

Sekolah (PLS), merupakan salah satu jalur pendidikan di samping pendidikan

formal. Berdasarkan latar belakang adanya life long educational program yang

merupakan program pendidikan seumur hidup yang pada intinya menekankan

bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar, dan adanya kesepakatan

Diklusepora pada tahun 1998 mengenai pentingnya dirintis suatu tempat

pembelajaran di tengah-tengah masyarakat, dengan program yang benar-benar

dibutuhkan oleh masyarakat, maka mulai sejak itu dirintis sebuah wadah

pelaksana pendidikan luar sekolah yang berwujud Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (PKBM).

PKBM Santika di wilayah Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung,

Jakarta Timur merupakan salah satu PKBM di wilayah perkotaan. Sejalan dengan

hal tersebut, urgensi keberadaan PKBM di wilayah Cipayung, Jakarta Timur

ditandai oleh beberapa kondisi diantaranya: penyesuaian prioritas calon warga

belajar oleh PKBM, dan adanya “pengikraran” ijazah sebagai penentu dari

peningkatan kualitas hidup masyarakat oleh “pasar”.

Beragam program dikembangkan oleh PKBM, salah satunya Program

Kesetaraan (Paket A, B, dan C). Program belajar merupakan salah satu dari 10

komponen pendidikan masyarakat yang dimiliki oleh setiap PKBM. Terkait

dengan pembahasan seputar keberadaan ijazah sebagai tuntutan “pasar”, adapun

program yang dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah Program Kesetaraan

Paket C. Secara umum, PKBM terbagi menjadi dua tipe, yaitu: PKBM negeri dan

PKBM swasta. Sesuai dengan penjabaran mengenai netralitas PKBM, dalam


penelitian ini tipe PKBM yang dikaji adalah PKBM swasta. Peranan yang

dijalankan PKBM Santika dalam mengembangkan masyarakat dikaji dengan

melihat realisasi azas-azas yang dianut PKBM yang mencerminkan prinsip

pengembangan masyarakat. Selain itu, peranan PKBM Santika juga dapat dikaji

dari penerapan konsep pendidikan orang dewasa dalam proses pembelajaran yang

sejalan dengan Permendiknas No.3 tahun 2008.

Upaya penguatan kinerja organisasi dan keswadayaan masyarakat

senantiasa dilakukan oleh PKBM agar mampu mengatasi beragam hambatan

dalam pelaksanaan pendidikan masyarakat, baik berupa hambatan organisasional

maupun manusiawi. Keberhasilan PKBM dalam rangka mendorong

pengembangan masyarakat (pemberdayaan warga belajar) tercermin dari beberapa

indikator pencapaian tujuan yang meliputi: partisipasi, pemberdayaan, dan

kemandirian.

Hasil pencapaian indikator tersebut ditandai oleh peranan PKBM dalam

hal penyelenggaraan, yakni: jumlah program semakin meningkat dan bermutu,

bertambahnya jumlah mitra kerja, dukungan pendanaan memadai yang mandiri,

sarana dan prasarana memadai, fungsi-fungsi organisasi berjalan lancar,

partisipasi masyarakat meningkat, dan kesesuaian program dengan kebutuhan

masyarakat, serta pengelolaan pembelajaran yang meliputi: proses pembelajaran

berjalan baik dan lancar, meningkatnya pengetahuan atau wawasan, keterampilan,

dan kemampuan warga belajar, meningkatnya kesadaran warga belajar akan

pentingnya pendidikan atau keterampilan, dan terbukanya kesempatan bagi

warga belajar untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan.


Pendidikan Nonformal
Penyesuaian
prioritas
Pengembangan calon WB
Keputusan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat oleh PKBM
Ditjen (PKBM)
Diklusepora Perolehan
Tahun 1998 Program Kesetaraan (Paket C)
ijazah dan
Di wilayah Cipayung kebutuhan
“pasar”

PKBM
swasta

Konsep andragogy
dalam
proses pembelajaran
Realisasi tujuh azas Upaya
Hambatan yang dianut PKBM penyelesaian
pelaksanaan beragam
pendidikan - Metode belajar hambatan oleh
PKBM

Mendorong Pengembangan
Masyarakat

Indikator:
- Partisipasi
- Pemberdayaan
Kemandirian

Keterangan:
: Berhubungan

: Mempengaruhi

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran


2.6 Hipotesis Pengarah

1. Urgensi Keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi

masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur

dikondisikan oleh pola-pola pendekatan yang selama ini yang berpatokan

pada paradigma yang beranggapan bahwa pendidikan masyarakat harus

bersifat standar, berorientasi akademis, dan masyarakat hanya sebagai

objek pembangunan, bergeser ke arah yang lebih dinamis dengan

menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan pendidikan

masyarakat sekaligus sebagai pihak yang sangat berhak menentukan jenis

program yang akan dilakukan serta untuk menikmati hasil-hasil

pembangunan Indonesia tersebut, serta tidak bersifat standar dan lebih

berorientasi pada pasar.

2. Peranan PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat ditunjukkan oleh

penerapan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang dikaji

berdasarkan realisasi azas-azas dan konsep pendidikan orang dewasa

(Andragogy) sebagai metode dan kegiatan pembelajaran di dalam

komponen pendidikan PKBM. Beragam komponen tersebut minimal

mencakup tujuh dari 10 komponen pendidikan. Peranan lembaga

pendidikan nonformal seperti PKBM dalam rangka pengembangan

masyarakat tercapai oleh kemampuannya untuk mencapai indikator

keberhasilan PKBM.
3. Beragam upaya yang sedang dilakukan oleh PKBM tampaknya masih

belum mampu mengatasi beragam hambatan pelaksanaan pendidikan yang

dihadapi PKBM, seperti: perkembangan program belum diimbangi jumlah

dan mutu yang memadai, ratio modul untuk warga belajar program

kesetaraan (Paket A, B, C) masih jauh dari mencukupi, Kualitas hasil

pembelajaran sulit dilihat kebenarannya dan sukar diukur tingkat

keberhasilannya, Lemahnya akurasi data atau informasi tentang sasaran

program, dan Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dapat

dilaksanakan tepat waktu. Namun, sejauh ini permasalahan seputar tidak

adanya tempat belajar yang pasti diduga sudah teratasi oleh adanya

PKBM. Selain itu, Sifat netral yang dimiliki oleh PKBM dalam upaya

penguatan kinerja organisasi dan keswadayaan masyarakat memberi kesan

bahwa PKBM hanya sebuah ajang bisnis yang kurang menempatkan

warga belajar sebagai subjek. Hal ini juga memungkinkan untuk

penciptaan masalah baru terkait peranan PKBM dalam pengembangan

masyarakat yang perlu diupayakan penyelesaiannya oleh PKBM.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih

karena dianggap mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci

berkenaan dengan suatu peristiwa atau gejala sosial yang dalam hal ini mengenai

peranan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka

pengembangan masyarakat sekitar. Selain itu, pendekatan kualitatif mampu

menggali berbagai realitas dan proses sosial maupun makna berdasarkan kepada

pemahaman (pada penelitian ini berkenaan dengan ilmu kependidikan dan

pengembangan masyarakat) yang berkembang dari para subjek penelitian.

Pendekatan kualitatif lebih memfokuskan kedalaman dan kecukupan informasi

sehingga dalam penelitian yang mengkaji lebih dalam tentang peranan Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan masyarakat,

jumlah responden bukan menjadi pertimbangan pokok.

Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Tipe studi

kasus yang dipilih ialah studi kasus instrumental, seperti yang dikemukakan oleh

Stake dalam Sitorus (1998), bahwa studi kasus instrumental merupakan kajian

atas suatu kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu atau wawasan

untuk penyempurnaan teori. Dalam hal ini kasus tersebut merupakan instrumen

bagi peneliti dalam memahami permasalahan tertentu. Kasus khusus yang dibahas

dalam penelitian ini adalah keberadaan sebuah wadah pendidikan nonformal

berwujud PKBM terkait dengan pengembangan masyarakat di sekitarnya.


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, yaitu di PKBM

Santika, Jl. Bambu Wulung No. 2, Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung,

Jakarta Timur. PKBM tersebut dipilih karena sangat terkait dengan kasus

penelitian, dengan alasan antara lain: pertama, PKBM Santika merupakan salah

satu PKBM di Kecamatan Cipayung yang aktif dalam hal kinerja program

(PKBM Santika menjalankan program kesetaraan paket B dan C, serta

keterampilan tambahan bagi warga belajar Paket C berupa kursus komputer).

Kedua, PKBM Santika merupakan PKBM swasta yang dikelola secara swadaya

oleh sebuah yayasan yang diharapkan sesuai untuk dijadikan tempat penelitian

dalam hal mengetahui peranan ”aktor penggerak” dalam PKBM, yakni pemilik

yayasan sebagai ketua pengelola PKBM yang juga hendak diteliti dalam

penelitian ini. Pemilihan lokasi diharapkan mampu membantu peneliti dalam

mencapai tujuan penelitian.

Fokus penelitian ini adalah warga belajar paket C yang sedang belajar di

kelas III. Hal ini dikarenakan, berdasarkan pada hasil penjajagan awal diperoleh

data bahwa: pertama, pada dasarnya semua program pendidikan nonformal pada

PKBM bertujuan untuk mengembangkan masyarakat sehingga peneliti diberi

keleluasaan untuk memilih jenis program apapun (pada PKBM) untuk dijadikan

kajian penelitian mengenai pengembangan masyarakat atau pemberdayaan.

Kedua, pemilihan warga belajar kelas III pada paket C di PKBM Santika, dengan

warga di dalamnya yang sebagian telah melewati pembelajaran pada tingkatan

kelas dibawahnya (kelas I dan II) di PKBM tersebut, serta dengan lebih

banyaknya jumlah warga belajar paket C diharapkan mampu membantu peneliti


untuk mendapat data yang lebih mendalam dan informasi yang lebih luas dari para

warga belajar program paket C tersebut.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2008. Kurun

waktu penelitian yang ditetapkan peneliti mencakup waktu semenjak peneliti

menyusun draft proposal penelitian sampai dengan terselesaikannya skripsi.

Proses pengenalan lapang tahap awal (penjajagan) termasuk ke dalam kurun

waktu tersebut yang telah dilakukan selama dua minggu pada bulan Februari,

sedangkan tahap pengumpulan data dilakukan selama satu bulan pada bulan April

(Lampiran 2).

3.3 Penentuan Subjek Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan fakta mengenai peranan

PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, yang menjadi

dasar pemilihan subjek penelitian bukanlah populasi melainkan keterwakilan

aspek permasalahan. Subjek penelitian dipilih secara purposif dengan jumlah yang

bergantung pada sumbangan pemahaman subjek terhadap kajian penelitian.

Satuan analisis dalam penelitian ini adalah dua komponen dalam struktur

organisasi PKBM Santika, yakni para pengurus PKBM dan komunitas warga

belajar di dalamnya; dalam hal ini mencakup tiga orang pengelola PKBM Santika

dan tiga orang tutor, serta enam orang warga belajar yang mengikuti program

kesetaraan paket C (setara SMU) pada PKBM Santika. Sementara, informan

dalam penelitian ini terdiri dari Ketua Pengelola PKBM Santika, Lulusan warga

belajar pada program Paket C di PKBM Santika, Kasi Dikmenti Kecamatan

Cipayung, dan informan lain yang diperoleh melalui teknik bola salju (snowball).

Informan lain diperoleh dengan menanyakan pada informan kunci tentang siapa
saja orang-orang yang dapat memberikan informasi sesuai dengan topik penelitian

(Lampiran 12). Responden dipilih secara sengaja (purposif), dengan rekomendasi

dari informan kunci yang juga menjadi responden dalam penelitian ini (Ketua

Pengelola PKBM Santika), dan merupakan temuan peneliti.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Denzin (1970) dalam Sitorus (1998) mengartikan triangulasi sebagai

kombinasi dari sumber data, tenaga peneliti, teori, dan metodologi dalam suatu

penelitian tentang gejala sosial. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menggunakan

teknik pengumpulan data triangulasi dengan memadukan teknik pengamatan,

wawancara, dan analisis dokumen untuk dapat memperoleh kombinasi data yang

akurat. Data kualitatif yang diperoleh dapat berupa data primer dan sekunder

(Lampiran 3).

Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam, dan pengamatan

berperanserta kepada sejumlah responden dan informan yang berada di PKBM

Santika serta informan di luar PKBM Santika, yakni Kasi Dikmenti Kecamatan

Cipayung, Jakarta Timur. Sebagai tahap awal pengumpulan data dilakukan

dengan cara sengaja (purposif), yakni dengan mendatangi lokasi penelitian dan

mewawancara pengelola PKBM sampai selanjutnya menggiring pada responden

dan juga informan lain. Wawancara mendalam pada tahap awal dilakukan dengan

pendekatan informal dengan responden dan sejumlah informan. Hal ini peneliti

lakukan untuk dapat membina Rapport (Lampiran 8, 9, dan 10).


Foto: Lulu Chairiza.

Gambar 2. Situasi Wawancara Mendalam dengan Tutor PKBM Santika

Pengamatan berperanserta terbatas juga dilakukan peneliti dengan

melibatkan diri ke dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas dan kegiatan

belajar komputer agar dapat mengamati partisipasi warga belajar pada program

paket C tersebut dengan lebih seksama dan penerapan metode pembelajaran yang

dilakukan oleh para tutor dan kegiatan tutorial yang dilakukan. Selain itu, selama

berada di lapangan, peneliti juga melakukan pengamatan berperanserta terbatas

untuk memahami aktivitas yang terjadi antara tutor, pengelola, dan warga belajar

di PKBM Santika setiap harinya.

Peneliti membuat panduan pertanyaan untuk wawancara mendalam agar

memudahkan penelitian. Hasil dari wawancara mendalam dan pengamatan ini

penulis tuangkan dalam bentuk catatan harian yang menjadi data primer di dalam

penelitian ini. Pencatatan hasil tersebut peneliti lakukan sesegera mungkin, yakni

sebelum 24 jam setelah peneliti selesai mengambil data setiap harinya. Hal ini

dilakukan agar memudahkan peneliti dalam mengingat data-data yang diperoleh.

Data sekunder merupakan data-data yang didapat dari dokumen-dokumen yang

terkait dengan penelitian. Dokumen tersebut diperoleh dari arsip-arsip PKBM

yang bersangkutan, antara lain: Persentase jumlah warga belajar Program Paket C
tahun 2007/2008, Struktur organisasi PKBM Santika, Profil tutor, Jadwal kegiatan

belajar Paket C, Perkembangan jumlah warga belajar yang mengikuti ujian

nasional Program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika, serta dokumen lain

yang terkait dengan penerapan pendidikan di PKBM Santika. Sementara, data-

data lain diperoleh dari data kependidikan di PLS setempat serta buku-buku

mengenai ilmu kependidikan dan pengembangan masyarakat ataupun jurnal

dalam internet yang terkait dengan topik penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Saat melakukan pengumpulan data di lapangan peneliti juga melakukan

analisis data. Semua data yang telah didapat kemudian diolah melalui tiga jalur

analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Tahapan analisis data primer dan

sekunder yang peneliti lakukan dijabarkan sebagai berikut:

- Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data ”kasar” yang

muncul dari beberapa catatan tertulis di lapangan. Catatan tertulis yang

disebut juga catatan harian diperoleh dari hasil wawancara maupun

hasil pengamatan berperanserta terbatas yang dipilih berdasar

kategorisasi data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian. Reduksi

dalam proses pengumpulan data mencakup kegiatan meringkas data,

mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi,

dan menulis memo (Sitorus, 1998). Reduksi ditujukan untuk

menajamkan, menggolongkan, mengeliminasi yang tidak perlu, dan

mengorganisir data untuk memperoleh kesimpulan akhir. Berdasarkan


konsep tersebut, data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian

dijadikan bahan acuan dalam menyusun tulisan, sedang data yang tidak

sesuai dengan pertanyaan penelitian tidak digunakan pada tahap

selanjutnya dari analisis data. Data kemudian diklasifikasi ke dalam

tiga kelompok sesuai dengan pertanyaan yang ingin dijawab melalui

penelitian. Tiga kelompok data tersebut adalah data-data mengenai

urgensi keberadaan PKBM bagi masyarakat sekitar wilayah

Kecamatan Cipayung, peranan PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan

konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk

pendidikan dari PKBM Santika, serta upaya yang dijalankan oleh

PKBM Santika untuk menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan

pendidikan dalam rangka mengembangkan masyarakat pembelajarnya.

- Penyajian data, data yang telah direduksi kemudian disajikan dengan

penyusunan sekumpulan informasi sehingga memungkinkan untuk

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyusunan tersebut

diawali dengan cara menghubungkan data-data ke dalam pertautan

antara kategori satu dengan kategori lainnya. Kategori-kategori

tersebut dijadikan sub bab pada skripsi ini. Tahap selanjutnya adalah

memaparkan hasil penelitian. Pemaparan dilakukan dengan tetap

berpijak pada sudut pandang tineliti memaknai peranan Pusat Kegiatan

Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan

masyarakat. Penyajian data tersebut dilakukan dalam bentuk: tabel,

gambar, serta berbagai kutipan penjelasan dari subyek yang seluruhnya


akan mengulas urgensi keberadaan PKBM bagi masyarakat sekitar

wilayah Kecamatan Cipayung, peranan PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat, mengacu kepada penerapan azas-azas dan

konsep pendidikan orang dewasa dalam komponen pembentuk

pendidikan dari PKBM Santika, serta upaya yang dijalankan oleh

PKBM Santika untuk menyelesaikan berbagai hambatan pelaksanaan

pendidikan dalam rangka mengembangkan masyarakat pembelajarnya.

- Penarikan kesimpulan, dalam hal ini juga meliputi verifikasi atas

kesimpulan tersebut. Artinya, selama penelitian berlangsung, yakni

sebelum merumuskan kesimpulan akhir peneliti melakukan proses lain

yang berupa upaya peninjauan kembali terhadap berbagai data dan

informasi yang telah diperoleh, baik berupa tinjauan pada catatan

lapang maupun konfirmasi beragam temuan yang telah disusun oleh

peneliti. Proses penelitian ini tidak tertutup pada perubahan. Oleh

karena itu, dalam memaparkan keseluruhan hasil penelitian, penulis

juga menyempurnakan atau merevisi kerangka pemikiran yang

disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Tujuannya adalah untuk

membantu penulis dalam menarik suatu kesimpulan yang

mengarahkan pada pengambilan kesimpulan berikutnya.


BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Singkat PKBM Santika

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Santika, merupakan salah

satu PKBM swasta yang terdapat di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Konsep

”PKBM swasta” dan ”PKBM negeri” merupakan kategorisasi yang diungkapkan

oleh pengelola Yayasan Santika pada saat wawancara mendalam. PKBM swasta

merupakan istilah untuk PKBM yang dikelola oleh instansi di luar pemerintah,

sementara PKBM negeri merupakan suatu istilah bagi PKBM yang dikelola oleh

pemerintah.

Foto: Andhini N.F

Gambar 3. Panti Belajar PKBM Santika

Berdasarkan wawancara tersebut juga diketahui bahwa pada awalnya, Pak

Suy (pemilik yayasan dan pengelola PKBM Santika) merupakan pengelola

program pendidikan persamaan tingkat SMP dan SMA. Saat itu, ia menempatkan

kegiatan belajar tersebut pada sebuah STM di daerah Bambu Apus. Pada tahun

2001, setelah pemerintah menghimbau pelembagaan PKBM pada tahun 2000, ia

pun mulai melembagakan PKBM Santika dan menjalankan kegiatan pembelajaran

untuk Program Kesetaraan Paket B dan C. Melalui program tersebut, dimulailah


beragam upaya untuk mem-PKBM-kan masyarakat dan memasyarakatkan PKBM

oleh PKBM Santika.

Sejak tahun 1994, ia pun telah mendirikan dan mengelola sebuah sekolah
formal (SMU Santika) yang masih berjalan sampai saat ini. Panti Belajar yang
saat ini digunakan oleh PKBM Santika merupakan gedung yang sama dengan
gedung penyelenggaraan kegiatan belajar pada SMU Santika. Kegiatan belajar
SMU dilaksanakan sejak pagi hingga siang hari. Sementara, untuk kegiatan
belajar di PKBM Santika dimulai sejak pukul 18.30-20.30 WIB. Kegiatan
belajar bagi program Paket C dilaksanakan secara rutin setiap hari Senin-
Jumat. Pada Program Paket B, kegiatan belajar-mengajar dilakukan setiap hari
Senin, Rabu, dan Jumat. Paparan lengkap mengenai jadwal kegiatan belajar di
PKBM khusus untuk Program Kesetaraan Paket C dapat dilihat pada Lampiran
5.
Beragam perkembangan telah dialami oleh PKBM Santika. Saat ini, panti

belajar tersebut telah mengalami perkembangan. Jumlah kelas yang pada awalnya

hanya berjumlah tiga kelas, saat ini telah bertambah menjadi tujuh lokal kelas.

Selain itu, saat ini kelompok belajar Paket C juga diberikan satu pelajaran

tambahan untuk meningkatkan keterampilan berupa kursus komputer. Kursus

tersebut dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jumat, pada pukul 15.00-17.00

WIB. Materi pelajaran untuk kursus mencakup program microsoft word dan excel.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola yayasan, diketahui bahwa saat ini

jumlah warga belajar untuk program paket C (kelas I, II, dan III) masing masing

berjumlah 24, 23, dan 115 orang.

Foto: Andhini N. F
Gambar 4. Situasi Belajar pada Kursus Komputer di PKBM Santika

Fenomena yang nantinya juga peneliti bahas pada bab selanjutnya terkait
dengan keberadaan PKBM Santika, salah satunya mengenai penjurusan yang
ada di PKBM Santika. Terhitung sejak awal pelembagaan PKBM tersebut,
pihak pengelola memutuskan untuk membuka kelas IPS untuk program Paket
C. Mata ajaran IPA hanya diberikan kepada kelompok belajar Paket C yang
duduk di kelas satu. Namun, pada tahun ajaran 2006/2007, PKBM Santika
sempat membuka kelas untuk jurusan IPA bagi 14 orang warga belajarnya.
4.2 Visi dan Misi PKBM Santika

Sejalan dengan visi dan misi PKBM secara umum, PKBM Santika

memiliki visi dan misi sebagai berikut.

• Visi

Terwujudnya masyarakat yang lebih cerdas, mandiri, terampil, berbudi

luhur, produktif yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan

dan hidup harmonis, serta selalu mengembangkan diri secara positif

sebagai manusia ciptaan Tuhan YME.

• Misi

Mengembangkan dan memfasilitasi usaha-usaha pembelajaran dan

pemberdayaan masyarakat di suatu komunitas tertentu secara dinamis

sesuai dengan kebutuhan setempat, serta memobilisasi sumber daya dan

partisipasi masyarakat (baik komunitas maupun masyarakat luas) dalam

upaya mendukung penyelenggaraan program pembelajaran dan

pemberdayaan masyarakat.

4.3 Struktur Personal PKBM Santika dan Profil Pemilik Yayasan


Klasifikasi pendidikan yang dipaparkan pada bab II, menurut teori

Coombs yang dipaparkan Ihsan (2005), yakni pendidikan nonformal secara lebih

spesifik di sebut juga dengan pendidikan luar sekolah yang dilembagakan.

Pendidikan luar sekolah semacam ini adalah bentuk pendidikan yang

diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan berencana di luar kegiatan

persekolahan.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan nonformal yang dibina oleh penilik

PLS (Dikmenti Kecamatan Cipayung), PKBM Santika juga memiliki struktur

personal yang tersusun dari beberapa tingkatan jabatan yang mencerminkan tugas

masing-masing komponen di dalamnya. Struktur personal PKBM Santika secara

lebih jelas dapat dilihat pada bagan berikut.


BID. PENDIDIKAN KASI. DIKMENTI

Yayasan Santika Penilik

Ketua

Tata Usaha

Pimpinan Paket B Pimpinan Paket C Pimpinan Kursus


Komputer

Tutor

Warga Belajar

Gambar 5. Struktur Personal PKBM Santika

Berikut merupakan penjabaran lengkap mengenai pengurus atau pengelola PKBM

Santika yang terdiri dari Ketua, Tata Usaha, dan Penanggung jawab tiap program.

- Pemilik Yayasan : Suy

- Staf Tata Usaha : Eyt

- Pimpinan Paket B : Sun

- Pimpinan Paket C : Rak

- Pimpinan Kursus : Krt


Sementara, nama tutor (inisial) PKBM Santika beserta mata ajaran

masing-masing, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Nama Tutor PKBM Santika dan Mata Ajaran yang Diasuhnya

No Nama Tutor Mata Ajaran


1. Sun Geografi, Sejarah
2. Sul PKn
3. Was Bahasa Indonesia
4. Ems Ekonomi
5. Ans Matematika
6. Not Bahasa Inggris
7. Jkl Tata Negara
8. Krt Sosiologi
9. Rar Kimia, Biologi, Fisika
Sumber: Arsip PKBM Santika.

Saat ini, dua dari sembilan tutor di atas berstatus non-aktif. Kedua orang

tutor tersebut yakni tutor untuk mata pelajaran Ekonomi dan Bahasa Inggris.

Kekosongan tersebut kemudian diatasi dengan cara menjadikan tutor lain dan

pemimpin program Paket C sebagai pengganti para tutor yang non-aktif. Pelajaran

Ekonomi di bimbing oleh Pimpinan Program Paket C, sementara untuk pelajaran

Bahasa Inggris para warga belajar dibimbing oleh Pak Krt yang merupakan putra

sulung dari pemilik Yayasan Santika. Akhirnya, saat ini PKBM Santika berjalan

dengan bantuan dari delapan orang tutor (Lampiran 6).

Sebagai sebuah PKBM yang dikelola oleh instansi non-pemerintah

(swasta), tentu saja PKBM Santika memiliki ”induk” yang berperan untuk

menyelenggarakan serangkaian program pendidikan yang dijalankannya. Dalam

hal ini, Yayasan Santika merupakan instansi swasta yang berperan mengatur
serangkaian kegiatan pada PKBM Santika. Sebagai sebuah instansi, tentu saja

Yayasan Santika sebagai penyelenggara kegiatan PKBM Santika, memiliki

”aktor penggerak utama” di dalam struktur organisasi yang biasa disebut Ketua

Yayasan. Pada kasus PKBM Santika, Bapak Suy merangkap sebagai ketua atau

pemilik yayasan sekaligus sebagai ketua pengelola PKBM Santika.

Sebelum beranjak ke bahasan lebih mendalam mengenai peranan yang

dijalankan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, pada bab ini

juga dipaparkan mengenai profil pemilik dan ketua pengelola PKBM Santika.

Bapak Suy merupakan seorang anak lurah Gombong yang lahir 59 tahun yang

lalu, tepatnya pada 17 Februari 1949. Bapak dari empat orang anak ini merupakan

warga Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Anak

sulungnya (Krt), telah aktif menjadi tutor dan pemimpin program tambahan

keterampilan (komputer) pada PKBM Santika sejak satu tahun yang lalu

(menggantikan posisi adiknya, Baj). Sementara, salah satu putri dari Bapak Suy,

Mah, saat ini dipercaya untuk menjadi Kepala Sekolah di SMU Santika.

Awal kariernya, Bapak Suy yang merupakan lulusan Pendidikan Sekolah

Guru Lanjutan Tingkat Pertama (PSG-LTP) setara D3 sempat menekuni usaha

sebagai supplier dengan mendirikan serta menjalankan sebuah CV. Namun,

karena usaha tersebut kurang berkembang, ia memutuskan untuk lebih menekuni

dunia pendidikan. Sebelum aktif mengelola Yayasan Santika, berbagai

pengalaman di bidang kependidikan telah dicapai oleh beliau. Beberapa

pengalaman beliau, yakni menjadi Kepala Sekolah di SMP Budi Siswa 2, SMA

Budi Siswa 1, dan SMP Manggarai, serta mendirikan berbagai sekolah,


diantaranya: SMA Budi Siswa 2, SMP Budi Siswa 2, STM YPMII, dan STM

Manggarai.

4.4 Kerjasama dengan Pihak Luar

Terhitung sejak awal menjalankan aktivitas sebagai sebuah lembaga

pendidikan nonformal hingga saat ini, PKBM Santika tidak pernah bekerjasama

dengan instansi lain (non-pemerintah). Namun, pada tahun 2002 PKBM Santika

sempat mengadakan kerjasama dengan Suku Dinas Pendidikan Menengah dan

Tinggi (Sudin Dikmenti) Jakarta Timur melalui proyek penyelenggaraan kursus

komputer (program tambahan keterampilan) yang berjalan selama tiga tahun. Saat

itu, pemerintah menyediakan tutor khusus yang diperuntukkan bagi warga belajar

paket C yang mengikuti kursus komputer di PKBM Santika.

Tahun 2005, PKBM Santika juga mendapatkan Block Grant dari

pemerintah yang dialokasikan untuk membeli 12 unit komputer untuk kebutuhan

kursus komputer para warga belajar. Akhirnya, saat ini PKBM Santika telah

mampu menjalankan kursus komputer secara mandiri. Berdasarkan hasil

wawancara mendalam dengan Ketua PKBM, diperoleh informasi bahwa alokasi

bantuan pemerintah diprioritaskan bagi ”PKBM negeri”, sedangkan PKBM yang

dikelola oleh pihak swasta umumnya dituntut untuk dapat menjalankan beragam

program secara swadaya. Namun peran pemerintah terlihat jelas dalam hal

penyelenggaraan ujian akhir nasional bagi para warga belajar Paket C.

”Kalau penyelenggaraan ujian nasional sepenuhnya dikerjakan oleh pemerintah,


mulai dari menyediakan tempat untuk ujian sampai data hasil ujian semua
mereka yang tangani. Tapi kalau bantuan-bantuan pengelolaan program untuk
PKBM swasta tidak banyak, kita memang benar-benar swadaya saja. Kalau
untuk bantuan pemerintah memang diutamakan ke PKBM negeri.” (Suy, 59
tahun)
Terkait dengan bahasan mengenai kerjasama dengan pihak luar, salah seorang

tutor yang peneliti wawancara secara gamblang memaparkan bahwa sebenarnya

pihak PKBM telah mengajukan beberapa proposal ke sejumlah instansi seperti

pengajuan ke salah satu perusahaan selular ternama di Indonesia untuk membantu

PKBM dalam mendidik keterampilan para warga belajar. Namun, sampai saat ini

belum ada respon dari instansi-instansi tersebut.

4.5 Karakteristik Warga Belajar pada PKBM Santika

Sesuai dengan pemaparan pada bab sebelumnya (bab III), yang menjadi

responden pada penelitian ini adalah warga belajar pada PKBM Santika yang

sedang mengikuti Program Kesetaraan Paket C di kelas III. Berdasarkan hasil

wawancara mendalam dan pengamatan berperan serta, adapun karakteristik warga

belajar pada PKBM Santika didominasi oleh masyarakat yang tinggal di luar

wilayah Kelurahan Cipayung dengan rentang usia 16-45 tahun. Ketua pengelola

PKBM Santika mengkategorisasikan warga belajar menjadi dua tipe; warga

belajar biasa, dan warga belajar istimewa. Kategori inilah yang selanjutnya

menjadi dasar penentuan responden (warga belajar) dalam penelitian. Penjabaran

selengkapnya mengenai persentase jumlah warga belajar Program Paket C di

PKBM Santika pada tahun 2007/2008 terurai dalam Gambar 6 berikut.


24.69%
Swasta dan Sipil ABRI
45.06%
Pekerja non staf

Anak putus sekolah


30.25%
Gambar 6. Persentase Jumlah Warga Belajar
Program Paket C di PKBM Santika Tahun 2007/2008
Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan

Terkait dengan Gambar 6, untuk tahun ajaran saat ini, jumlah warga belajar di

PKBM Santika, dalam hal ini untuk Program Paket C kelas I, II, dan III berjumlah

162 orang warga belajar. Berdasarkan karakteristik warga belajar dalam aspek

pekerjaan, dapat disimpulkan bahwa persentase jumlah warga belajar tertinggi

pada Program Paket C di PKBM Santika merupakan warga belajar yang berasal

dari kalangan anak putus sekolah (45,06 %). Sementara persentase jumlah warga

belajar terendah adalah warga belajar yang berasal dari kalangan pekerja swasta

(karyawan) dan sipil ABRI (24,69 %).

Sejalan dengan kategorisasi yang telah dijabarkan oleh pengelola PKBM,

warga belajar istimewa merupakan anggota masyarakat yang bekerja sebagai

karyawan tetap atau swasta (contoh: Pegawai swasta, Staf administrasi, Staf

pelaksana, dan sebagainya), dan anggota masyarakat usia sekolah yang tidak lulus

ujian nasional atau di-drop out dari sekolah formal. Sementara, warga belajar

biasa adalah warga belajar dengan karakteristik di luar karakteristik warga belajar

istimewa. Contohnya Sipil ABRI, anggota masyarakat yang kurang mampu secara

finansial, pekerja non-staf (Pesuruh, Petugas kebersihan, Pembantu rumah tangga,


dan sebagainya), maupun masyarakat usia sekolah yang ”enggan” mengikuti

sistem pendidikan formal yang dijalankan oleh sekolah reguler.

Berdasarkan hasil analisis dokumen berupa absensi warga belajar Paket C

(kelas III)/ Januari 2008, dari 115 orang warga belajar Paket C yang terdaftar,

hanya 9 sampai 22 orang yang hadir setiap harinya dalam kegiatan pembelajaran

di PKBM Santika. Kondisi ini menggambarkan kurangnya atensi warga belajar

akan pentingnya proses pembelajaran dalam sistem pendidikan. Hal ini diperkuat

oleh pendapat salah seorang tutor PKBM Santika.

”Yah seperti yang mbak liat saja setiap harinya, paling cuma belasan orang yang
datang. Apalagi kalau hujan.Tapi mau bagaimana, pikiran mereka juga sudah
tidak fokus rata-rata. Ada yang sudah ngantuklah, ada yang cape karena habis
kerja kan langsung datang ke PKBM. Jadi memang yang datang itu cuma yang
benar-benar semangat saja.” (Ans, 33 tahun)

4.6 Profil Wilayah dan Komunitas Setempat

Kelurahan Bambu Apus yang merupakan salah satu dari delapan

kelurahan di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur dengan luas wilayah 3,17 Km2,

berdasarkan registrasi penduduk tahun 20064 memiliki jumlah penduduk 15.389

jiwa yang terdiri dari 8.281 jiwa laki-laki dan 7.108 jiwa perempuan. Jumlah

Kepala Keluarga (KK) di kelurahan tersebut sebesar 2.961 KK. Berdasarkan

survei fisik perkotaan tahun 20065, Kelurahan Bambu Apus terdiri dari lima RT

dan 65 RW. Batas-batas wilayah Kelurahan Bambu Apus dapat dijabarkan

sebagai berikut6.

4
Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Timur, Cipayung dalam Angka (Jakarta: BPS-
Statistics, 2007), hlm. 23.
5
Ibid., hlm. 10.
6
Ibid., hlm. 1.
Batas Utara : Kelurahan Lubang Buaya

Batas Timur : Kelurahan Setu

Batas Selatan : Kelurahan Cipayung

Batas Barat : Kelurahan Ceger

Membahas seputar komunitas setempat, yakni komunitas Kelurahan

Bambu Apus, Berdasarkan demografi tahun 20037, mata pencaharian komunitas

kelurahan ini sebagian besar adalah pedagang dengan persentase 31,94 persen.

Selanjutnya adalah petani 19,38 persen, pegawai swasta 18,45 persen, PNS 12,43

persen, buruh 9,52 persen, dan TNI/POLRI sebesar 8,28 persen. Wilayah yang

terkenal dengan Kelompok Kesenian Lenong Betawi Norai Grup ini merupakan

sentra pengrajin sepatu Olah Raga lokal di RW 01. Selain itu juga terdapat

pengrajin keranjang buah dari bambu/rotan di lingkungan RW 01 dan 02, serta

pengrajin logam berupa jenis-jenis aksesoris di RW 02.

Terkait dengan kondisi keagamaan komunitas setempat, diketahui bahwa

mayoritas warga Kelurahan Bambu Apus, yakni sebanyak 15.001 orang beragama

Islam. Selanjutnya adalah umat Katolik sebanyak 214 orang, Protestan 121 orang,

Hindu 20 orang, dan umat Budha sebanyak 33 orang. Terkait dengan fakta

tersebut, belum terdapat sarana peribadatan bagi warga non-muslim. Saat ini, baru

terdapat sembilan masjid dan 11 langgar di wilayah Bambu Apus bagi warga

muslim di wilayah setempat8.

7
Rohmah, Profile Wilayah Kelurahan Bambu Apus, http://www.jaktim.beritajakarta.com/Info
Wilayah_Detail.asp, Diakses pada 3 Maret 2008.
8
Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Timur, op.cit., hlm. 44-45.
Sejalan dengan keberadaan kelompok kesenian, Komunitas Kelurahan

Bambu Apus juga masih mempertahankan tradisi berupa pertunjukan layar

tancap, dangdutan, blantek dan lenong setiap kali ada warga komunitas yang

menikah atau dikhitan, serta pasar malam yang masih relatif sering ditemukan di

wilayah tersebut.

Foto: Andhini N.F

Gambar 7. Situasi Persiapan Pasar Malam di Kelurahan Bambu Apus

Pendidikan, bagi komunitas Kelurahan Bambu Apus merupakan hal yang

perlu ditempuh oleh mereka dalam rangka memperbaiki kualitas hidup.

Pernyataan ini, diantaranya tercermin dari jumlah penduduk Kelurahan Bambu

Apus sasaran pendidikan nonformal berdasarkan kelompok usia tertentu (16-44

tahun) tahun 2007 pada Tabel 29.

9
BPPLSP Jayagiri, Sasaran Pendidikan Nonformal, http://bpplsp-reg2.info/pls1a.php2007,
Diakses pada 16 Juni 2008.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kelurahan Bambu Apus Sasaran Pendidikan Nonformal
Berdasarkan Kelompok Usia Tertentu (16-44 tahun) Tahun 2007

Jumlah Penduduk Sasaran Pendidikan Non Formal


Kelurahan 16-18 tahun 15-24 tahun 25-44 tahun
L P L P L P
Bambu
398 458 1009 981 2687 2365
Apus
Sumber: BPPLSP.

Tabel 2 menunjukkan jumlah penduduk Kelurahan Bambu Apus pada rentang

usia 16-44 tahun yang menjadi sasaran pendidikan nonformal tahun 2007 sebesar

7.898 jiwa. Angka ini membuktikan bahwa keberadaan PKBM Santika (dengan

Program Paket C) sebagai salah satu wadah pendidikan nonformal di wilayah

tersebut merupakan salah satu jawaban dari kebutuhan sebagian besar komunitas

setempat.
BAB V

URGENSI KEBERADAAN PKBM BAGI MASYARAKAT SEKITAR


WILAYAH CIPAYUNG

5.1 Penanda Urgensi Keberadaan PKBM Santika


Kajian mengenai urgensi keberadaan PKBM bagi masyarakat sekitar

wilayah Cipayung, dapat ditelusuri dengan melihat beberapa kondisi yang

menggambarkan urgensi tersebut pada PKBM Santika, yaitu: adanya penyesuaian

prioritas calon warga belajar oleh PKBM Santika, serta keterkaitan antara

perolehan ijazah dengan tuntutan “pasar”. Konteks masyarakat sekitar dalam

penelitian ini mencakup semua warga belajar PKBM Santika yang bertempat

tinggal pada radius maksimum 10 Km dari lokasi PKBM Santika. Paparan lebih

dalam mengenai urgensi keberadaan PKBM Santika bagi masyarakat di sekitarnya

dapat dilihat pada bahasan berikut.

5.1.1 Penyesuaian Prioritas Calon Warga Belajar Oleh PKBM Santika


Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya (bab IV), warga belajar

di PKBM Santika digolongkan ke dalam dua tipe, yakni Warga Belajar Biasa

(WBB) dan Warga Belajar Istimewa (WBI). Salah satu hal yang membedakan

kedua tipe warga belajar tersebut ialah dalam hal jumlah biaya yang mereka

keluarkan untuk mengikuti pembelajaran. WBI biasanya mengeluarkan biaya

minimum Rp. 1.750.000,- , sementara WBB biasanya mengeluarkan biaya 100

sampai 800 ribu rupiah ditambah iuran bulanan (SPP).

Kelurahan Bambu Apus merupakan satu dari delapan kelurahan yang

terdapat di Kecamatan Cipayung. Berdasarkan data wilayah Jakarta Timur,


kelurahan yang terletak di wilayah Kecamatan Cipayung, yakni: Lubang Buaya,

Cipayung, Munjul, Pondok Ranggon, Cilangkap, Setu, Ciracas, dan Bambu Apus.

Kecamatan Cipayung, dengan luas wilayah 27,36 Km persegi, merupakan satu

dari 10 kecamatan di wilayah Jakarta Timur10. Terkait dengan kondisi tersebut,

berdasarkan hasil analisis data sekunder (arsip PLS) keberadaan PKBM Santika

dan tujuh PKBM lainnya di Kecamatan Cipayung juga dibarengi dengan

menjamurnya 21 lembaga pendidikan formal SMU/SMK di wilayah tersebut.

Bahkan saat ini di Kelurahan Bambu Apus, tengah dibangun sebuah sekolah

negeri unggulan tingkat SMU oleh pemerintah DKI Jakarta.

Membahas lebih jauh ke dalam PKBM Santika, diketahui bahwa

komunitas warga belajar di PKBM tersebut juga diramaikan oleh masyarakat luar

wilayah PKBM. Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap warga belajar

Program Paket C, tutor, maupun pengelola, peneliti menemukan fakta bahwa

warga belajar berasal dari wilayah yang beragam. Mulai dari masyarakat yang

benar-benar tinggal di Kelurahan Bambu Apus, masyarakat yang tinggal di

beberapa kelurahan lainnya pada Kecamatan Cipayung, masyarakat yang tinggal

di kecamatan yang tersebar di wilayah Jakarta Timur, hingga masyarakat yang

tinggal di luar wilayah Jakarta Timur (Slipi, Kebon Jeruk, Cibinong, dan

sebagainya).

PKBM secara konseptual diprioritaskan bagi masyarakat yang tinggal di


sekitarnya, namun kasus penelitian ini diketahui bahwa pada PKBM swasta
seperti PKBM Santika (yang dikelola pihak yayasan), konsep tersebut mengalami
suatu penyesuaian. Dikatakan demikian karena berdasarkan data-data yang
diperoleh melalui wawancara mendalam yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa saat ini warga belajar yang merupakan masyarakat luar
10
Pemda Kotamadya Jakarta Timur, Profil Wilayah Jakarta Timur,
http://www.timurjakarta.go.id/, Diakses pada 28 Desember 2007.
wilayah PKBM juga banyak terdaftar di PKBM Santika. Hal ini tercermin dari
kutipan pernyataan salah seorang tutor di bawah ini.
“Kita ini sebagai PKBM swasta ya memang tidak mengandalkan bantuan
pemerintah. Karena PKBM swasta tentulah yang kita usahakan untuk bisa dapat
murid sebanyak mungkin. Dari awal memang PKBM ini berdiri bukan atas
dasar ini lokasi yang cocok atau tidak, tapi karena ini warisan dari pendidikan
persamaan yang dulu pernah ada itu kan. Tapi terus terang sekarang kita tidak
mencari murid, tapi mereka yang datang sendiri. Dan memang justru masyarakat
yang tinggalnya di luar Bambu Apus sekarang banyak sekali yang daftar di sini.
Kalau masyarakat sekitar banyak juga dari Cipayung, Ceger, Setu, Ciracas,
Lubang Buaya, dan Bambu Apus. Dan memang kalau yang dari Bambu Apus ya
tidak lebih dari 10 persen lah. Nah karena kita swadaya jadi ya tidak etis juga
kalau masyarakat luar kita tolak. Sekarang kita sudah lebih pakai penyesuaian
saja mbak.” (Krt, 35 tahun)

Penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM Santika tersebut

tampaknya menggambarkan urgensi keberadaan PKBM (dalam hal ini

direpresentasikan oleh PKBM Santika) di sekitar wilayah Kelurahan Bambu

Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur sebagai lembaga pendidikan

nonformal yang melengkapi keberadaan lembaga pendidikan formal yang terus

tumbuh di wilayah tersebut. Namun demikian, keberadaan PKBM Santika bagi

masyarakat sekitar juga masyarakat luar bukan sekedar pelengkap yang tidak

diperlukan tapi pelengkap yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dengan

berbagai alasan tertentu tidak mampu/ sempat mengikuti pembelajaran pada jalur

pendidikan formal.

Fakta seputar maraknya warga belajar yang berasal dari luar wilayah

PKBM Santika, menurut pengelola PKBM Santika dapat disebabkan karena

umumnya mereka yang hendak belajar di PKBM merasa “malu” jika warga di

sekitar tempat tinggal mereka mengetahui bahwa mereka (yang umumnya sudah

bekerja) mengikuti pembelajaran pada jalur nonformal (dalam hal ini Program

Paket C). Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk mendaftarkan diri pada

PKBM yang terletak jauh dari tempat tinggal mereka. Di sisi lain, dari hasil

wawancara mendalam dengan salah seorang warga belajar Paket C (WBI),


diketahui bahwa saat ini banyak PKBM di Jakarta yang mengenakan biaya yang

tinggi bagi para calon warga belajarnya. Ia menambahkan, PKBM Santika

merupakan sebuah PKBM yang menurutnya tergolong murah dalam pengenaan

biaya pembelajaran bagi masyarakat yang hendak mengikuti program paket yang

berjalan pada PKBM Santika.

”Beberapa PKBM yang di wilayah rumah aku, yang aku tahu si ternyata mahal
mbak, biaya masuknya rata-rata tiga jutaan. Trus sempat ada juga yang
menawari home schooling tapi per bulannya 600 ribu, mahal kan.” (Mjr, 19
tahun)

Beragam alasan seputar penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh

PKBM Santika yang diutarakan oleh beragam pihak tersebut, didukung pula oleh

fakta bahwa Kelurahan Bambu Apus merupakan wilayah yang tidak luas, yakni

hanya 3,17 kilometer persegi (berdasarkan hasil analisis data sekunder). Adanya

fakta tersebut, ditambah dengan banyaknya sekolah formal setingkat SMU di

Kecamatan Cipayung, kian memperkuat kesimpulan seputar urgensi keberadaan

PKBM bagi masyarakat sekitar sebagai hal yang tidak mutlak diperlukan, namun

tetap dibutuhkan oleh sebagian masyarakat sekitar yang tidak sempat atau belum

mampu mengikuti pembelajaran pada lembaga pendidikan formal. Analisis ini

didukung pula oleh pernyataan salah seorang tutor PKBM Santika berikut ini.

“Di bilang sangat mendesak keberadaannya juga tidak, namun dibilang perlu ya
memang diperlukan oleh sebagian masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun
masyarakat luar. Tapi memang masyarakat dari kelurahan sini tidak banyak
karna kan luas Kelurahan Bambu Apus kan kecil. Kalau untuk masyarakat
sekitar dalam artian se- Kecamatan Cipayung dan sebagian kelurahan di luar
wilayah kecamatan sini ya lumayan banyak juga.” (Ans, 33 tahun)

Menindak lanjuti pemahaman tersebut, berdasarkan hasil wawancara

mendalam dengan Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, diketahui bahwa

penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM swasta seperti PKBM

Santika, bukan merupakan suatu hal yang patut dipermasalahkan oleh PLS selaku
Pembina. Walaupun pada dasarnya penyesuaian tersebut terkesan berbeda dengan

konsep yang ada, namun selama penyesuaian tersebut mampu memfasilitasi lebih

banyak kebutuhan masyarakat, penyesuaian tersebut lebih dianggap sebagai

penyesuaian yang sifatnya tidak berlawanan dengan konsep dasar PKBM.

5.1.2 Perolehan Ijazah dan Tuntutan “Pasar”


Kondisi lain yang menggambarkan urgensi keberadaan PKBM bagi

masyarakat sekitar Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur,

terlihat dari adanya “pengikraran” ijazah sebagai penentu dari peningkatan

kualitas hidup masyarakat oleh “pasar”. “Pasar” dalam konteks penelitian ini

mengacu pada setiap pihak atau pelaku usaha maupun institusi yang terkait

dengan proses pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, “pasar” yang

dimaksud dapat berupa jalur pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi ataupun

beragam perusahaan perekrut tenaga kerja.

Paparan di atas merupakan hasil pengejawantahan dari pernyataan

beberapa responden (warga belajar) dalam wawancara mendalam yang dilakukan

oleh peneliti yang merepresentasi urgensi keberadaan PKBM bagi warga belajar

dalam konteks kepentingan personal mereka. Salah satu pernyataan responden

(warga belajar) tercantum pada pernyataan berikut ini.

“Karna saya berusaha untuk dapat penyesuaian dikerjaan saya, akhirnya saya
daftar di PKBM Santika ini mbak. Sebelumnya kan saya bekerja dengan
menggunakan ijazah SMP. Makanya saya ikut Paket C agar bisa dapat ijazah
dengan cara yang benar trus saya bisa dapat penyesuaian karir di kerjaan saya.”
(Sut, 31 tahun)

Pernyataan responden (warga belajar) lain yang juga menyoroti urgensi PKBM

bagi masyarakat sebagai jalan alternatif bagi mereka untuk melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tercermin dari pernyataan berikut ini
“Apa ya, kalau aku bisa lulus dan dapat ijazah trus aku bisa lanjutkan ke kuliah
mbak. Aku ingin sekali mbak jadi bidan. doain ya mbak agar bisa kuliah seperti
mbak.” (Rsd, 18 tahun)

Terkait dengan perolehan ijazah sebagai suatu kebutuhan masyarakat dan

tuntutan pasar, pengelola PKBM juga mengakui bahwa fenomena tersebut

merupakan alasan utama dari warga belajar dalam mengikuti Program Kesetaraan

(Paket C) dalam hal ini pada PKBM Santika. Pembahasan lebih lanjut mengenai

peranan PKBM Santika akan dikaji pada bab berikutnya mengenai peranan

PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat.

5.2 Kilasan Keberadaan PKBM “Semu” di Wilayah Cipayung

Foto: Andhini N. F.

Gambar 8. Gedung PKBM X

Pembahasan mengenai keberadaan PKBM X di Kecamatan Cipayung,

dipaparkan oleh peneliti sebagai tambahan pada bab ini untuk memberikan

gambaran mengenai wujud dari fenomena keberadaan PKBM di wilayah

Cipayung, yang “dimanfaatkan” oleh pihak swasta hanya sebagai “ajang bisnis”.

Kinerja PKBM X yang menjalankan Program Paket A, B, dan C ini peneliti

ketahui lebih dalam berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan tutor yang
pernah bekerja di PKBM X. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat

diketahui bahwa PKBM X hanya mengadakan pembelajaran sekali seminggu,

itupun tidak dihadiri oleh para warga belajar.

“Aku kan pernah ngajar di situ, Yayasan X yang di SMA dan di PKBMnya. Tapi
ternyata, upah yang PKBM tidak dibayarkan oleh pengelola. Ngajarnya tiap hari
minggu. Trus murid PKBMnya ndak ada yang datang. Malah anak SMAnya
yang disuruh datang. Saya jadi seperti kasih les ke anak SMA, bukannya ngajar
murid paket PKBMnya.” (Rar, 40 tahun)

Sejalan dengan fakta tersebut, secara kebetulan pada saat peneliti sedang

berada di kantor Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung, peneliti bertemu dengan

seorang pengurus PKBM X. Saat itu, ia hendak mengantarkan proposal pengajuan

dana bantuan (Block Grant) untuk paket B di PKBM X. Peneliti memutuskan

untuk menanyakan mengenai dana bantuan kepada Kasi Dikmenti Kecamatan

Cipayung dalam wawancara mendalam yang peneliti lakukan. Menurut Kasi

Dikmenti Kecamatan Cipayung yang merupakan salah satu informan dalam

penelitian, semua PKBM yang ada di Kecamatan Cipayung mendapat bantuan

dana dari pemerintah, tidak terkecuali bagi PKBM X.

Berdasarkan temuan ini, dapat disimpulkan bahwa “pemanfaatan” PKBM

swasta oleh aktor penggeraknya merupakan fenomena yang ada di wilayah

Cipayung, yang tercermin dari keberadaan PKBM seperti PKBM X. Namun,

bahasan ini tidak peneliti kaji lebih dalam karena berdasarkan hasil penjajagan

yang peneliti lakukan, diyakini bahwa kajian mendalam yang representatif

mengenai peranan PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat di wilayah

Cipayung tidak mampu dicapai dengan mengkaji kasus PKBM X.

5.3 Ikhtisar
Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) bagi

masyarakat sekitar Cipayung, Jakarta Timur, dimaknai sebagai pelengkap institusi

pendidikan formal yang masih dibutuhkan oleh komunitas setempat untuk dapat

mengubah kehidupan mereka menjadi lebih berdaya. Bahkan, urgensi PKBM di

wilayah tersebut juga dirasakan oleh sebagian anggota komunitas luar wilayah.

Kesatuan anggota komunitas yang menyatukan diri sebagai warga belajar

di PKBM Santika, terdiri dari individu-individu yang belum sempat/ tidak mampu

mengikuti pembelajaran pada jalur pendidikan formal. Program Paket C yang

dijalankan oleh PKBM Santika diyakini oleh sebagian anggota komunitas

setempat dan luar wilayah sebagai peluang yang potensial bagi mereka untuk

memperoleh ijazah yang mereka yakini sebagai syarat utama untuk dapat diterima

oleh ”pasar”.
BAB VI
PERANAN PKBM SANTIKA DALAM RANGKA
PENGEMBANGAN MASYARAKAT

6.1 Refleksi Peranan PKBM Melalui Azas-Azas yang Dianut PKBM Santika

Membahas lebih lanjut mengenai peranan PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat (PM), peneliti mengacu pada penerapan azas-azas

PKBM dan konsep Pendidikan Orang Dewasa (Andragogy) dalam jalannya sistem

pendidikan dari PKBM. Sistem pendidikan dari PKBM dalam hal ini terdiri dari

10 komponen pendidikan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya (bab II).

Sebagai bahasan pertama peneliti akan menganalisis lebih dalam mengenai

peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat, mengacu

kepada penerapan azas-azas yang dianut PKBM.

6.1.1 Azas Kemanfaatan

Azas kemanfaatan bermakna setiap kehadiran PKBM harus benar-benar

memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dalam upaya memperbaiki dan

mempertahankan hidupnya (Sihombing, 1999). Masyarakat sekitar, seperti yang

telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dalam hal ini dibatasi sebagai masyarakat

yang tinggal pada radius terjauh 10 Km dari lokasi PKBM Santika. Pembatasan

ini dilakukan untuk mempermudah pengkajian dalam penelitian.

Merujuk kepada konsep tersebut, dalam menjalankan peranannya sebagai

sebuah lembaga pendidikan nonformal, PKBM Santika (dengan Program

Kesetaraan Paket B, C, dan program keterampilan tambahan berupa kursus

komputer) telah menganut azas ini dalam rangka mengembangkan masyarakat.

Hal ini didasarkan pada analisis terhadap berbagai pernyataan yang diungkapkan
oleh para responden (warga belajar, tutor Paket C, dan pengelola) yang bermuara

pada suatu kepastian bahwa PKBM Santika, sebagai pelengkap pendidikan

formal, bermanfaat bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi masyarakat putus

sekolah yang terdiri dari masyarakat sekitar yang tidak lulus ujian nasional pada

jalur formal, dikeluarkan dari lembaga pendidikan formal (drop out) karena

beberapa alasan tertentu, “enggan” mengikuti kegiatan persekolahan, maupun

masyarakat sekitar yang kurang mampu. Salah satu pernyataan mengenai

kemanfaatan program pada PKBM Santika tertuang dalam kutipan pernyataan

salah seorang warga belajar kelas tiga Paket C yang tinggal di Kelurahan Bambu

Apus berikut.

“Sangat bermanfaat mbak untuk aku. Kan cita-cita aku mau jadi bidan, dan itu
kan butuh ijazah SMA. Ya tujuan aku supaya bisa dapat ijazah SMA untuk
melanjutkan sekolah kebidanan yang di Cikarang mbak. Trus kalau ikut kursus
komputer yang di PKBM Santika itu untuk nambah kemampuan. Ya kan nanti
kalau kerja mengetik jadi sudah bisa mbak.” (Rsd, 18 tahun)

Sejalan dengan pernyataan tersebut, kemanfaatan program-

program yang dijalankan oleh PKBM Santika, tidak hanya dirasakan oleh

masyarakat sekitar yang menjadi warga belajarnya, tetapi juga oleh masyarakat

luar yang banyak terdaftar sebagai warga belajar Paket C di PKBM Santika.

Manfaat yang dimaksud dalam hal ini lebih mengarah pada keberadaan atau

perolehan ijazah melalui Program Paket C di PKBM Santika bagi masyarakat

untuk peningkatan karir, memperoleh pekerjaan, atau untuk melanjutkan ke

jenjang perguruan tinggi.


Namun, jika dikaji lebih lanjut berdasarkan fakta yang didapat di lapang,

baik melalui wawancara mendalam, pengamatan berperanserta terbatas, maupun

analisis data sekunder (absensi warga belajar kelas III Paket C) diketahui bahwa

kemanfaatan dalam hal proses pembelajaran masih belum didapatkan oleh

sebagian besar warga belajar di PKBM Santika. Kondisi ini ditunjukkan oleh rata-

rata kehadiran warga belajar di kelas yang hanya berkisar pada angka 9 sampai 22

orang setiap harinya. Masyarakat luar yang terdaftar di PKBM Santika (pada

umumnya karyawan swasta) hampir dapat dipastikan tidak mengikuti

pembelajaran di kelas. Seperti pernyataan salah seorang informan berikut ini.

“Kebanyakan mereka kerja. Jadi tidak bisa dipaksakan juga untuk ikut
pembelajaran di kelas. Mencari nafkah memang tetap prioritas utama. Ada yang
seminggu sekali atau dua kali masih datang. Tapi untuk murid-murid yang
karyawan lebih banyak motivasinya kurang untuk hadir di kelas. Cuma hadir pas
ujian saja, sama dengan anak yang tidak lulus UN formal mereka tidak mau
datang.” (Suy, 59 tahun)

Begitupun dengan warga belajar yang berasal dari masyarakat yang tidak

lulus ujian nasional pada jalur pendidikan formal. Berdasarkan kutipan di atas

juga diketahui bahwa mereka sama sekali tidak menghadiri pembelajaran di

PKBM Santika. Mereka hanya hadir pada saat ujian nasional pendidikan

kesetaraan diselenggarakan.

Foto: Andhini N. F.

Gambar 9. Situasi Belajar di PKBM Santika


6.1.2 Azas Kebermaknaan

Azas kebermaknaan mencerminkan PKBM dengan segala potensinya

harus mampu memberikan dan menciptakan program yang bermakna dan dapat

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sekitar (Sihombing, 1999).

Menelisik lebih jauh mengenai azas kebermaknaan, dalam menjalankan

peranannya, PKBM Santika dengan program yang dijalankannya, telah memiliki

azas tersebut dalam rangka pengembangan masyarakat. Hal ini dapat dijelaskan

dengan menganalisis hasil belajar yang telah di capai oleh warga belajar. Hasil

belajar yang dimaksud mencakup perkembangan jumlah lulusan Program Paket C

pada PKBM Santika tahun 2005-2007, dan perkembangan lulusan Program Paket

C PKBM Santika.

Terkait dengan salah satu prinsip pengembangan masyarakat, yakni

pemberdayaan, tujuan akhir beragam program PKBM pada dasarnya ialah untuk

memberdayakan masyarakat dan beragam potensi yang dimilikinya.

Pemberdayaan oleh Ife (1995) dimaknai dengan “membantu” komunitas dengan

sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas

meningkat sehingga dapat berpartisipasi menentukan kapasitas mereka di masa

depan.

Berdasarkan pemaknaan di atas, bukti adanya azas kebermaknaan

dalam program yang dikembangkan oleh PKBM Santika terlihat dari

kemampuannya dan Program Paket C dalam meningkatkan kesempatan

komunitas warga belajar di dalamnya untuk meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat (sekitar maupun luar).


Hal ini tergambar dari hasil analisis data sekunder yang peneliti sajikan

dalam bentuk tabel mengenai perkembangan jumlah warga belajar yang mengikuti

ujian nasional Program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika tahun 2005-2007

di Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Warga Belajar yang Mengikuti Ujian Nasional


Program Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika tahun 2005-2007

Tahun 2005 2006 2007


Bulan Jun Nov Jun Nov Jun Nov
Jumlah IPS 108 168 120 115 153 100
Peserta IPA - - - 14 - -
Jumlah IPS 80 142 96 96 131 76
Lulusan IPA - - - 13 - -
% IPS 74,07 84,52 80,00 83,48 85,62 76,00
Kelulusan IPA - - - 92,86 - -
Sumber : Arsip PKBM Santika.
Keterangan: UN untuk Jurusan IPA hanya dilaksanakan 1 kali (November 2006).

Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam satu tahun, PKBM Santika membagi

pelaksanaan ujian nasional bagi warga belajar Paket C ke dalam dua periode

kelulusan, yakni bulan Juni dan November. Tabel tersebut juga menunjukkan

bahwa dalam kurun waktu tiga tahun, persentase rata-rata jumlah lulusan

PKBM Paket C untuk jurusan IPS berjumlah 81,28 persen Sementara,

persentase kelulusan untuk jurusan IPA (yang hanya dilaksanakan satu kali

pada November 2006) berjumlah 92,68 persen Berdasarkan data tersebut, dapat

disimpulkan bahwa secara kuantitas (hasil belajar warga belajar) PKBM

Santika mampu membuktikan peranannya dalam pencapaian tujuan, yakni

memberdayakan masyarakat pembelajar di dalamnya.


Terkait dengan perkembangan jumlah lulusan Paket C PKBM Santika, peneliti

juga menggali informasi melalui wawancara mendalam dengan beberapa

responden dan informan yang tahu persis mengenai kelanjutan studi maupun

karier masyarakat yang telah memperoleh ijazah setara SMU melalui Program

Paket C di PKBM Santika. Beberapa hasil wawancara tersebut

menggambarkan bahwa pada umumnya, para lulusan PKBM Santika

merasakan makna dari Program Paket C karena mereka berhasil melanjutkan

studi di berbagai perguruan tinggi, dan tidak sedikit pula yang berhasil

mendapatkan penyesuaian formasi jabatan atau kenaikan gaji pada karier

mereka masing-masing. Contohnya, seorang ABRI berijazah SMP yang pernah

mengikuti pembelajaran Paket C di PKBM Santika. Awalnya, ia hanya

menduduki pangkat terbawah. Namun setelah lulus dan mengantongi ijazah

Paket C dari PKBM Santika, ia pun diminta untuk mengikuti pendidikan

lanjutan oleh angkatannya sehingga sekarang ia telah berhasil mendapat

promosi untuk kenaikan pangkat.

Sejalan dengan hal di atas, peneliti juga sempat mewawancarai seorang

lulusan PKBM yang secara kebetulan peneliti temui pada saat sedang berada di

PKBM Santika. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan

tersebut (En, 35 tahun) didapat informasi seputar perkembangan lulusan PKBM.

Informan, yang merupakan ibu dari seorang putra tersebut, datang ke PKBM

untuk mengambil ijazahnya. Ia tercatat telah lulus dari Program Paket C pada

PKBM Santika di tahun 2007 lalu. Selama terdaftar sebagai warga belajar, ia

mengakui bahwa ia termasuk salah satu warga belajar yang rutin hadir pada

pembelajaran. Hari itu, menurut pengakuannya, besok ia hendak mendapatkan


penyesuaian karier pada perusahaan tempatnya bekerja. Saat ini, ia tercatat

sebagai salah seorang staf pada salah satu perseroan yang bergerak dibidang jasa.

Masih menurut pernyataan Ibu En, ijazah Paket C benar-benar tidak mendapat

pembedaan di perusahaannya bekerja. Hal ini terbukti dari keberhasilannya

memperoleh penyesuaian karier tersebut. Ia pun menyatakan dengan tegas bahwa

Program Paket C di PKBM Santika memiliki makna tersendiri baginya untuk

memperbaiki hidup. Selain itu, selain adanya keinginan untuk memperbaiki hidup,

pada awalnya ia memutuskan untuk mengikuti pembelajaran di kelas III Paket C

pada PKBM Santika karena putranya yang telah duduk di bangku SMP selalu

membahas pendidikan terakhir ibunya yang hanya mengandalkan ijazah SMP.

“ Ikut Paket C di sini berarti buat saya mbak. Setelah lulus saya sekarang bisa
dapat penyesuaian di kerjaan saya. Lumayan untuk menyekolahkan anak-anak
saya. Jadi tidak sesulit dulu. Dan jadi tidak malu lagi sama anak saya itu.” (En,
35 tahun)

Sebagai catatan, berdasarkan paparan dari Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung,

indikator keberhasilan jalannya peranan PKBM dalam memberdayakan

masyarakat, ditandai oleh banyaknya jumlah lulusan PKBM. Sementara, untuk

kompetensi warga belajar maupun lulusan bukan merupakan tolak ukur utama

karena proses pembelajaran di PKBM dengan segala keterbatasannya,

menempatkan kualitas lulusan PKBM pada konteks penilaian yang tidak mungkin

disejajarkan dengan kualitas pengetahuan lulusan sekolah formal (dengan waktu

belajar yang lebih banyak).

“Indikator dilihat dari banyaknya jumlah kelulusan. Dalam hal ini berarti bisa
diketahui bahwa PKBM Santika telah mencapai itu. Di samping itu, indikator
lainnya adalah kemampuan PKBM untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat yakni yang belajar di dalamnya. Seperti misalnya, untuk
penyesuaian jabatan dan untuk orang-orang yang ingin lanjut kuliah, ini sudah
terbukti. Malah ada beberapa lulusan PKBM yang diterima di universitas negeri.
Dan ABRI juga banyak yang naik pangkat setelah ambil Paket C di PKBM.”
(Mrt, 58 tahun)
Namun demikian, kebermaknaan Program Paket C pada PKBM Santika

dalam membantu peningkatan keahlian (melalui program tambahan keterampilan

berupa kursus komputer) dan pengetahuan para warga belajar melalui proses

pembelajaran pada Program Paket B dan C, masih perlu diusahakan

pengembangannya lebih lanjut agar keberdayaan yang didapat oleh setiap warga

belajar di dalamnya tidak sebatas keberdayaan secara kuantitas (peningkatan

kesempatan atau peluang untuk memperbaiki kualitas hidup) tapi juga kualitas

(peningkatan pengetahuan dan keterampilan). Kajian ini didasarkan adanya

penggunaan konsep fleksibilitas dari PKBM oleh warga belajar (dalam kajian ini

untuk kasus PKBM Santika) sebagai “pemakluman” untuk tidak mengikuti proses

pembelajaran di kelas.

6.1.3 Azas Kebersamaan

Azas kebersamaan pada PKBM menurut Sihombing (1999), artinya

PKBM merupakan lembaga yang dikelola secara bersama-sama, bukan milik

perorangan, bukan milik satu kelompok atau golongan tertentu, dan bukan milik

pemerintah. PKBM adalah milik bersama, digunakan bersama, untuk kepentingan

bersama. Terkait dengan rumusan tersebut, khusus dalam hal perencanaan, PKBM

Santika belum menunjukkan kemampuannya untuk mengelola PKBM dengan

menerapkan azas tersebut secara total. Namun demikian, saat ini peran serta

warga belajar PKBM Santika mulai mengalami peningkatan. Kondisi ini dapat

dianalisis lebih lanjut dengan mengkaji keterlibatan atau partisipasi warga belajar

dan tutor dalam serangkaian kinerja dan pengambilan keputusan dalam PKBM

Santika, serta serangkaian kepentingan masing-masing pihak di dalamnya.


Kategorisasi PKBM menjadi dua tipe (negeri dan swasta) telah

mempengaruhi konsep pengelolaan dalam PKBM Santika, sebagai representasi

dari PKBM swasta. Menelaah lebih dalam mengenai penerapan azas kebersamaan

dalam PKBM Santika, kajian seputar keterlibatan komunitas warga belajar dan

partisipasi mereka khususnya dalam pengambilan keputusan, adalah bahasan yang

tepat untuk mengawali analisis mengenai kebersamaan yang berjalan di PKBM

Santika. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (bab IV), terhitung sejak awal

pelembagaan PKBM Santika untuk Paket C, pihak pengelola memutuskan untuk

membuka kelas hanya bagi jurusan IPS saja. Mata pelajaran IPA hanya diberikan

kepada kelompok belajar Paket C yang duduk di kelas satu. Hal ini pada awalnya

memang hanya diputuskan secara sepihak oleh pihak pengelola dengan

mempertimbangkan kemampuan warga belajar mereka.

“Dari awal memang pihak yayasan sudah mengarahkan bahwa PKBM Santika
hanya membuka atau menyediakan kelas IPS. Mungkin didasarkan oleh
pertimbangan seputar kemampuan murid PKBM.” (Ans, 33 tahun)

Namun, dalam penentuan jurusan Paket C yang dibutuhkan, saat ini PKBM

Santika telah memberi kesempatan bagi warga belajar untuk mengajukan

pendapat mereka. Hal ini dibuktikan dari dibukanya jurusan IPA pada tahun

ajaran 2006/ 2007, atas pengajuan dari 14 orang warga belajar PKBM Santika.

Fakta tersebut menunjukkan mulai adanya penyertaan warga belajar dalam

pengambilan keputusan seputar kebutuhan program bagi mereka.


Masih terkait dengan partisipasi yang mencerminkan kebersamaan dalam

pemilikan PKBM, dalam hal penentuan waktu belajar mengajar, pengelola PKBM

Santika menjadwalkan kegiatan belajar mengajar dari hari Senin sampai Jumat.

Hal ini tentu tidak dijalankan secara “saklek” seperti jadwal belajar pada lembaga

pendidikan formal. warga belajar PKBM Santika diberikan keleluasaan untuk

menghadiri kegiatan pembelajaran, khususnya bagi mereka yang sudah bekerja.

Meskipun pada kenyataannya banyak dari mereka justru menyalahgunakan

“pemakluman” ini, setiap harinya kegiatan pembelajaran tetap dilaksanakan,

berapapun warga belajar yang hadir. Begitupun dalam hal penentuan jadwal

kursus komputer di PKBM Santika. warga belajar diberi kebebasan untuk

menentukan hari belajar yang mereka sanggup jalankan.

“Kita tidak etis juga kalau memaksa mereka hadir terus untuk belajar. Kan
prioritas utama mereka ya pastinya kerjaan dong. Paling seminggu satu atau dua
kali hadir juga sudah bagus sekali. Tapi kalau anak-anak usia sekolah yang rajin
ya tiap hari pasti datang. Seperti kursus komputer ini sebagai contoh, saya
memang memberi keleluasaan bagi mereka. Bisanya datang hari apa, ya silahkan
saja.” (Krt, 35 tahun)

Kegiatan pembelajaran di PKBM Santika juga telah memposisikan tutor

sebagai komponen yang memiliki peran penting di samping warga belajar.

Tanpanya, mustahil dapat terjadi interaksi belajar yang terarah dalam kelas. Pada

PKBM Santika, tutor pun diberi kesempatan untuk menentukan hari belajar yang

sanggup ia penuhi. Hal ini biasa di bahas dalam rapat tahunan yang rutin diadakan

oleh ketua PKBM yang diantaranya membahas tentang kinerja para tutor.
Terkait dengan azas kebersamaan dalam aspek partisipasi dalam

mengambil keputusan mengenai biaya masuk dan bulanan (SPP) di PKBM

Santika, pengelola PKBM tidak menerapkan azas kebersamaan di dalamnya.

“Awal masuk saya bayar seratus ribu trus untuk SPP bulanan beda mbak. Kelas
satu itu 50, kelas dua 75, trus sekarang 100. Memang sudah ditentukan begitu
mbak. Tapi saya ndak keberatan mbak, memang wajar, tidak terlalu
memberatkan saya selama ini.” (Inw, 19 tahun)

Hal ini ditunjukkan dari adanya standar biaya masuk yang telah ditetapkan PKBM

Santika. Selain itu, untuk kursus komputer, setiap warga belajar yang ikut

mendaftar dikenakan biaya Rp. 50.000,- untuk setiap program pembelajaran

(word dan excel). Standar tersebut secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 3.

Tabel 4. Standar Alokasi Pembiayaan yang Dikenakan bagi Warga Belajar Paket
C

Alokasi Biaya
No Kriteria Warga Keterangan
Biaya SPP Biaya
Belajar
masuk lain
Ujian:
1. Warga Belajar Rp. I : Rp.
Rp. 20.000,-
I, II, III :
100.000,- 50.000,- Tingkatan kelas
Biasa (WBB) sampai Ijazah:
II : Rp.
Rp. 100.000,-
Rp. 75.000,-
800.000,- III : Rp.
100.000,-
Ujian: SPP sudah
2. Warga Rp. 20.000,-
Belajar Minimum Rp. termasuk ke
Ijazah:
1.750.000,- dalam biaya
Istimewa Rp. 100.000,-
masuk
(WBI)
Sumber: Rumusan hasil wawancara mendalam

Sejalan dengan kondisi di atas, alokasi honor tutor juga telah memiliki standar

baku yang ditetapkan oleh pengelola PKBM. Fakta tersebut menunjukkan bentuk

pengelolaan sepihak yang diperankan oleh PKBM swasta seperti PKBM Santika.
“Honor tutor memang sudah ditentukan yayasan. Itulah, karena milik swasta jadi
kalau untuk masalah keuangan baik murid atau tutor tidak ada hak untuk campur
tangan sama sekali.” (Ans, 33 tahun)

Berdasarkan wawancara mendalam terhadap sejumlah tutor dan pengelola

PKBM Santika, diketahui bahwa tutor PKBM Santika memiliki honor yang lebih

besar dibanding honor tutor PKBM lainnya di wilayah Kecamatan Cipayung.

Setiap satu jam pelajaran para tutor mendapat honor sebesar Rp. 40.000,-.

“Honor tutor di sini bisa dicek paling besar diantara PKBM sekitar sini. Empat
puluh ribu per satu jam pelajaran.” (Krt, 35 tahun)

Namun demikian, ketetapan honor yang telah diberlakukan oleh pihak

pengelola PKBM dan standar biaya masuk PKBM Santika tersebut, tidak menjadi

suatu hambatan bagi para warga belajar dan tutor PKBM Santika. Mereka secara

tegas menyatakan bahwa PKBM Santika telah berhasil menjalankan kinerja secara

swadaya. Keswadayaan, secara lebih dalam akan dibahas pada bahasan

selanjutnya.

6.1.4 Azas Kemandirian

Sihombing (1999) menyatakan azas kemandirian menekankan PKBM

dalam pelaksanaan dan pengembangan kegiatan harus mengutamakan kekuatan

diri sendiri. Meminta dan menerima bantuan dari pihak lain merupakan alternatif

terakhir apabila kemandirian belum dapat tercapai. Berdasarkan hasil wawancara

mendalam dengan ketua pengelola PKBM Santika, seiring perkembangannya

dapat ditegaskan bahwa PKBM Santika telah mampu mengurangi ketergantungan

terhadap bantuan pihak lain (dalam hal ini pemerintah).

Hasil wawancara tesebut menunjukkan bahwa pada dasarnya bantuan

pemerintah untuk PKBM swasta tidaklah sebesar bantuan pemerintah untuk


PKBM negeri. Pada awalnya (2002), PKBM Santika masih mengandalkan

bantuan pemerintah melalui proyek bantuan kursus komputer.

Namun, saat ini PKBM Santika telah mampu menjalankan kursus komputer

secara swadaya dengan tutor yang berasal dari dalam PKBM.

Adanya swadaya dari masyarakat yang menjadi warga belajarnya,

khususnya dalam pembiayaan (yang sedikit dibantu oleh Block Grant) PKBM

Santika pantas untuk menyatakan kemampuannya untuk belajar berjalan secara

mandiri.

“Kalau dari pelaksanaan, misalnya pendanaan, untuk PKBM swasta hanya


diberi bantuan saja setiap tahun. Tapi kalau PKBM negeri ya memang benar-
benar full dibiayai dan dikelola oleh pemerintah mbak.” (Mrt, 58 tahun)

Ketersediaan tutor di PKBM Santika pun saat ini telah diperoleh secara mandiri.

Bahkan, dapat dikatakan bahwa mayoritas tutor PKBM Santika merupakan

masyarakat yang benar-benar sesuai dengan kriteria tutor dalam komponen

pendidikan PKBM.

Dikatakan demikian karena tutor-tutor PKBM Santika merupakan warga

masyarakat (guru) atau masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan

dan mau mengabdi kepada masyarakat melalui pembelajaran. Selain itu, para

masyarakat yang dipilih oleh PKBM Santika tersebut merupakan masyarakat yang

tinggal di sekitar lokasi PKBM Santika sehingga dapat disimpulkan pula bahwa

PKBM Santika telah mampu memberdayakan sumber daya di sekitar lokasi

PKBM Santika sebagai tutor.

Salah satu bukti nyata lainnya yang menggambarkan kemampuan PKBM

untuk berusaha mencapai kemandirian ialah sedang berjalannya renovasi gedung

atau panti belajar PKBM Santika. Meskipun dapat dipastikan bahwa renovasi ini
didukung pula oleh keberadaan lembaga pendidikan formal (SMA Santika) yang

dibawahi oleh Yayasan Santika, namun kemampuan warga belajar PKBM untuk

membiayai pembangunan gedung juga merupakan bukti adanya azas kemandirian

pada PKBM Santika.

Jumlah lokal kelas yang awalnya hanya berjumlah tiga kelas, saat ini

berkembang menjadi tujuh kelas. Gedung pun sekarang tampak lebih nyaman

karena telah berlantai keramik putih dan dinding telah terlapisi oleh cat tembok

berwarna putih bersih. Rencana ke depan, PKBM Santika hendak menyediakan

fasilitas internet bagi warga belajarnya.

“Kita sudah betul-betul swadaya sekali. Sudah tidak mengandalkan pemerintah.


Karena, memang PKBM swasta sejak awal tidak mendapat bantuan sebanyak
PKBM negeri. Kita hampir seluruhnya biaya swadaya masyarakat.” (Eyt, 28
tahun)

6.1.5 Azas Keselarasan

Azas keselarasan bermakna setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh PKBM

harus sesuai dan selaras dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar

(Sihombing, 1999). Mengacu kepada uraian tersebut, PKBM Santika telah

berperan dalam menyelaraskan program-programnya dengan situasi dan kondisi

masyarakat sekitar. Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya (bab V), diketahui

bahwa di Kecamatan Cipayung terdapat 21 SMA/SMK yang tersebar di beberapa

kelurahan. Sampai saat ini, perkembangan berbagai lembaga pendidikan formal

tersebut masih terus berjalan.

Perkembangan tersebut dibarengi dengan banyaknya jumlah anak putus

sekolah di sekitar wilayah Cipayung, yang terdaftar sebagai warga belajar PKBM.

Hal ini didasarkan pada pernyataan Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung

(informan) dalam suatu kesempatan wawancara mendalam.


“Sebetulnya PKBM bagi masyarakat sekitar khususnya masyarakat di
Kecamatan Cipayung sangat sesuai dalam rangka membelajarkan anak-anak
putus sekolah yang banyak terdapat di wilayah Jaktim. Putus sekolah ini dibagi
lagi, yaitu bisa putus sekolah karena tidak mampu atau anak yang tidak lulus
ujian formal.” (Mrt, 58 tahun).

Pada konteks tersebut, keberadaan PKBM Santika dan program-program

yang dijalankannya, pada akhirnya dapat dikatakan sesuai dengan situasi dan

kondisi masyarakat sekitar, yakni sebagai lembaga pendidikan pelengkap

pendidikan formal yang dibutuhkan masyarakat.

6.1.6 Azas Kebutuhan

Azas kebutuhan pada PKBM menurut Sihombing (1999) didefinisikan setiap

kegiatan atau program pembelajaran yang dilaksanakan di PKBM harus

dimulai dengan kegiatan pembelajaran yang benar-benar paling mendesak

dibutuhkan oleh masyarakat. Terkait dengan penjabaran makna dari azas

tersebut, ditambah dengan pemaparan pada azas-azas sebelumnya (azas

kemanfaatan dan kebermaknaan), sangat terlihat bahwa Program Paket C

ditambah dengan keterampilan tambahan (kursus komputer) merupakan

pembelajaran yang diselenggarakan sebagai jawaban atas kebutuhan

masyarakat.

Fakta ini dapat disoroti, antara lain melalui pernyataan dari sebagian besar

responden dan informan mengenai dibutuhkannya program-program pada PKBM

Santika oleh mereka dalam rangka menambah kesempatan untuk meningkatkan

kualitas hidup.

“Saya merasa butuh ikut Paket C karena untuk dapat ijazah gitu. Kan ingin bisa
lulus SMA biar dapat kerja saja, biar nasib tidak begini-begini saja.” (Soh, 21
tahun)
Menelisik lebih dalam mengenai penerapan azas kebutuhan oleh PKBM Santika,

seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya (bab IV) kebutuhan

masyarakat sekitar maupun masyarakat luar yang menjadi warga belajar mengarah

pada kebutuhan untuk memperoleh ijazah setara SMU. Berdasarkan hasil

wawancara mendalam dengan sejumlah warga belajar, definisi peningkatan

kualitas hidup dalam konteks penelitian ini dijabarkan sebagai: meningkatnya

peluang warga belajar untuk mendapat penyesuaian formasi jabatan di

pekerjaannya, terbukanya akses bagi warga belajar untuk melanjutkan studi ke

jenjang yang lebih tinggi, atau meningkatnya kesempatan bagi warga belajar

untuk mendapatkan pekerjaan.

“Iya jelas, kan rata-rata memang ngejarnya ijazah, termasuk saya yang ingin
dapat penyesuaian. Tapi selain itu memang wawasan jadi nambah juga, biar
kadang yang dijelasin masuk, kadang tidak.” (Hem, 19 tahun)

Sejalan dengan penjabaran di atas, program tambahan berupa kursus

komputer juga merupakan hasil konsensus antara pengelola, tutor, dan warga

belajar Paket C. Berdasarkan pernyataan tutor komputer di PKBM Santika,

diketahui bahwa kursus komputer baru mulai aktif dijalankan sejak Januari 2008.

Menurutnya, kursus didasarkan atas kebutuhan warga belajar sehingga ia tidak

mewajibkan kursus tersebut untuk diikuti oleh setiap warga belajar Paket C.

Pengakuan tersebut sejalan dengan pernyataan salah seorang warga belajar

berikut.

“Kalau kursus komputer ya saya butuh untuk saya nanti kalau misalnya bisa
kerja jadi sekertaris mbak, kan harus bisa mengetik.” (Inw, 19 tahun)
6.1.7 Azas Tolong Menolong

Azas tolong menolong bermakna PKBM merupakan ajang belajar dan

pembelajaran masyarakat yang didasarkan atas rasa saling asah, asih, dan asuh di

antara sesama warga masyarakat (Sihombing, 1999). Membahas mengenai

penerapan azas tolong menolong pada kinerja PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat (pemberdayaan komunitas), tampaknya PKBM

Santika telah mampu menerapkan azas tersebut dalam konteks interaksi antar

tutor, antar warga belajar, dan antara tutor dengan warga belajar.

Tolong menolong antar tutor terlihat dari kerjasama dan komunikasi yang

baik antar sesama pengajar dalam menyelesaikan beragam permasalahan terkait

pengelolaan PKBM Santika. Contoh nyata mengenai hal ini terlihat dari

penuturan salah seorang tutor mengenai konflik yang terjadi di dalam pengelolaan

administrasi PKBM Santika. Pada awal bergabungnya salah seorang tutor yang

merupakan putra dari pengelola dan pemilik Yayasan Santika di PKBM Santika,

wewenang pengelolaan uang SPP warga belajar sempat ditangani oleh tutor

tersebut. Namun, menurut pengakuan seorang tutor wewenang tersebut disalah

gunakan sehingga selama tiga bulan honor tutor tidak dibayarkan. Akhirnya,

setelah para tutor dan pengelola berunding, dan atas kerjasama yang baik maka

kondisi yang sempat memicu kemarahan tutor tersebut dapat diselesaikan secara

baik.

Tolong menolong antar murid ditunjukkan ketika warga belajar istimewa

yang sering tidak mengikuti pembelajaran diberikan salinan materi pelajaran oleh

warga belajar yang hadir pada pertemuan sebelumnya yang tidak mereka hadiri.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa mereka saling membantu dalam hal

pelaksanaan pembelajaran di PKBM Santika.

Sejalan dengan hal tersebut, azas tolong menolong juga tercermin dari

kerjasama antara tutor dengan warga belajar Paket C dalam hal interaksi belajar di

kelas. Rumusan ini didasarkan pada hasil pengamatan berperanserta terbatas, baik

pada saat pembelajaran warga belajar kelas tiga Paket C di dalam kelas maupun

pada saat pelaksanaan kursus komputer, serta hasil wawancara mendalam dengan

para tutor dan warga belajar Paket C di PKBM Santika. Keterbatasan waktu

belajar atau waktu belajar yang singkat, mendorong tutor untuk lebih “cerdik”

dalam mensiasati penyampaian inti materi pelajaran agar dapat ditangkap oleh

warga belajar.

“Guru di sini bagus mbak. Bagusnya tidak banyak teori, inti-inti pelajaran
dijelasin semua, padahal kan susah juga karena waktu kan terbatas mbak. Salut
deh makanya.” (Mjr, 19 tahun)

Begitupun sebaliknya, warga belajar senantiasa lebih menyadarkan posisi

mereka sebagai individu yang telah dianggap dewasa untuk mampu menghargai

kesediaan para tutor untuk mendampingi mereka.

“Kalau dikelas, interaksi murid ke tutor juga baik. Mereka pasti bertanya kalau materi belum mengerti,
mereka ndak diam saja. Jadi kami para tutor yang terbantulah.” (Rar, 40 tahun)

6.1.8 Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam Azas-Azas yang Dianut


PKBM Santika
Paparan mengenai refleksi peranan PKBM melalui azas-azas yang dianut

PKBM Santika di atas, mengidentifikasikan adanya tiga prinsip pengembangan

masyarakat yang dapat dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Tiga prinsip yang

dimaksud, yakni: partisipasi, pemberdayaan, dan kemandirian. Untuk itu, pada

paparan ini dibahas mengenai jalannya tiga prinsip tersebut dalam realisasi tujuh

azas yang dianut oleh PKBM Santika.

PKBM Santika dengan calon warga belajar yang terdiri dari anggota

komunitas setempat dan luar wilayah, berupaya memfasilitasi kebutuhan anggota

komunitasnya dengan prinsip keswadayaan. Berdasarkan paparan ketujuh azas

yang dianut PKBM Santika dapat dirumuskan pada dasarnya PKBM Santika

(dengan Program Paket C) mampu menjalankan peranannya sebagai salah satu

lembaga pendidikan nonformal yang memiliki tugas memberdayakan komunitas

pembelajarnya. Dalam hal ini, keberhasilan PKBM dalam rangka pemberdayaan

ditunjukkan oleh kemampuannya memperbesar peluang atau kesempatan

komunitas warga belajar (termasuk di dalamnya anggota komunitas setempat)

untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas hidup mereka.

Sejalan dengan hal itu, keswadayaan PKBM Santika juga menunjukkan

suatu bukti nyata masih adanya “aktor penggerak” PKBM (dari pihak swasta)

yang tidak memanfaatkan PKBM sebagai “ajang bisnis” semata, tapi berupaya

untuk membelajarkan masyarakat yang membutuhkan pendidikan nonformal

untuk mencapai tujuan yang mereka harapkan.

Keswadayaan yang berhasil diwujudkan oleh PKBM Santika juga tidak

terlepas dari adanya partisipasi masyarakat belajar terkait pengambilan keputusan


pada beberapa aspek di dalamnya. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa

hal seputar peranan PKBM Santika yang masih perlu dibenahi, terkait dengan

pengelolaan dan pembelajaran di PKBM Santika. Paparan mengenai jalannya tiga

prinsip pengembangan masyarakat dalam realisasi tujuh azas yang dianut oleh

PKBM Santika tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5. Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat dalam


Azas-Azas yang Dianut PKBM Santika

Tiga Prinsip Pengembangan Masyarakat yang Dikaji


Azas-Azas yang Dianut Partisipasi Pemberdayaan Kemandirian
PKBM Santika

Azas Kemanfaatan Manfaat program


belum dirasakan
seluruh komunitas
(warga belajar)
karena
keikutsertaan yang
minim dalam proses
pembelajaran dan
keterbatasan waktu
setiap anggota
komunitas yang
umumnya telah
bekerja.
Azas Kebermaknaan Program berhasil
meningkatkan
kesempatan
komunitas
memperbaiki
kualitas hidup.
Terbukti dari hasil
belajar dan
peningkatan
keberdayaan
lulusan PKBM dalam
perolehan akses
terhadap "pasar".
Azas Kebersamaan Komunitas dan tutor
tidak dilibatkan
dalam hal
perencanaan dan
pengambilan
keputusan. Namun,
peningkatan mulai
ditunjukkan dalam
hal penentuan
jurusan untuk Paket
C yang didasarkan
pada kepentingan
komunitas warga
belajar.
Azas Kemandirian Komunitas setempat
maupun luar
wilayah yang
tergabung di PKBM
mampu mencapai
kemandirian dalam
mengelola dan
membangun PKBM
tanpa bergantung
bantuan
pemerintah.
Azas Keselarasan Kehadiran PKBM di PKBM Santika
wilayah Bambu mampu
Apus melibatkan memfasilitasi
partisipasi sebagian kegiatan
anggota komunitas pemberdayaan
setempat dan luar komunitas setempat
wilayah yang tidak dengan
mampu/ belum memanfaatkan
sempat untuk sumber daya
mendapat potensial di wilayah
pendidikan pada tersebut sebagai
jalur formal. tutor.
Azas Kebutuhan Program Paket C di Anggota komunitas
PKBM menjawab yang mendapat
kebutuhan warga pembelajaran di
belajar. Warga PKBM menjadi lebih
belajar tidak hanya berdaya dalam
berasal dari konteks
anggota komunitas peningkatan
setempat tetapi keinginan/
anggota komunitas kesadaran
luar wilayah. (termasuk
kepercayaan diri)
untuk berubah.
Azas Tolong Menolong Tolong menolong
antar subjek
pendidikan di PKBM
terlihat dari peran
serta dan interaksi
antar anggota
komunitas warga
belajar serta antara
tutor dengan warga
belajar dalam
pembelajaran.

6.2 Konsep Pendidikan Orang Dewasa dalam Penerapan Proses


Pembelajaran pada PKBM Santika
Seperti yang dipaparkan pada tinjauan teoritis, konsep Pendidikan Orang

Dewasa (Andragogy) adalah serangkaian aktivitas bagi orang dewasa yang

menggunakan sebagian waktunya dan tanpa dipaksa ingin meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikapnya dalam rangka pengembangan

dirinya sebagai individu dan meningkatkan partisipasi dalam pengembangan

sosial, ekonomi, dan budaya secara seimbang dan utuh (Suprijanto, 2007).

Terkait dengan peranan PKBM santika dalam rangka pengembangan

masyarakat, jalannya proses pembelajaran (pada Program Paket C) oleh tutor,

merupakan hal yang patut dikaji lebih dalam. Dikatakan demikian karena dalam

rangka mengembangkan masyarakat secara total, mengacu pada konsep teoritis

harus diwujudkan tidak hanya sebatas hasil yang dicapai namun juga totalitas

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan warga belajar melalui proses

yang disebut pembelajaran.

Sejalan dengan hal tersebut, tutor merupakan komponen penting dalam

sistem pendidikan di PKBM. Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya

(bab II), tutor adalah sumber belajar yang merupakan warga masyarakat (guru)

atau warga masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta mau

mengabdi kepada warga masyarakat dengan jalan mengajar pendidikan dan

keterampilan tertentu. Mengacu pada konteks andragogy, tutor berperan bukan

sebagai pengajar yang memberi identifikasi dan peniruan kepada murid, namun

lebih berperan dalam upaya pengarahan diri warga belajar untuk memecahkan

masalah. Bab ini, akan mengkaji lebih lanjut mengenai metode pembelajaran dan

kegiatan pembelajaran (tutorial) yang diterapkan oleh tutor pada PKBM Santika.

6.2.1 Metode Pembelajaran bagi Warga Belajar Paket C di PKBM Santika


Seperti yang telah dijabarkan dalam Permendiknas No.3 tahun 2008,

metode pembelajaran digunakan oleh pendidikan untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar

atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran

disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap

indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

Hasil wawancara mendalam kepada tiga orang tutor PKBM Santika,

menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang mereka terapkan didasarkan pada

pertimbangan karakteristik warga belajar yang telah dianggap sebagai individu

dewasa. Selain itu, waktu belajar yang terbatas (lebih kurang 40 menit/ satu jam

pelajaran) ditambah dengan pelaksanaan pembelajaran pada malam hari juga ikut

mempengaruhi metode pembelajaran yang dijalankan.

Pada proses pembelajaran dapat dikatakan bahwa para tutor PKBM

Santika telah berperan dalam menerapkan konsep andragogy di dalam metode

pembelajaran mereka. Hal ini terlihat jelas dari adanya kesadaran para tutor

bahwa mereka bukanlah guru melainkan seorang pendamping bagi warga belajar

dewasa yang membutuhkan pembelajaran.

“Ya tentu beda dengan cara mengajar anak SD. Kebetulan saya juga mengajar di
SD. Kalau aku di sini hanya mendampingi saja. Yang pasti disesuaikan dengan
usia mereka.” (Ans, 33 tahun)

Masih menurut pengakuan para tutor PKBM Santika, metode

pembelajaran di PKBM Santika memang masih sejalan dengan pembelajaran pada

sekolah formal. Metode penyajian formal berupa ceramah atau kuliah yang

diselingi dengan diskusi masih menjadi pilihan bagi tutor PKBM Santika. Secara

teoritis, kuliah adalah cara yang cepat untuk memberikan informasi dan dengan
menggunakan “catatan kuliah” dapat berpindah dari satu pemikiran ke pemikiran

lain secara logis (Suprijanto, 2007).

Hal ini sesuai dengan pelaksanaan yang sebenarnya. Pada saat

memaparkan materi-materi pelajaran, para tutor PKBM Santika tidak hanya

menjelaskan tetapi juga merangkumkan materi dalam bentuk catatan kuliah.

Sejalan dengan fakta tersebut, sebagian besar tutor PKBM Santika juga

memberikan materi dalam bentuk lembaran salinan (foto copy). Menyadari

kekurangan dari metode penyajian formal berupa ceramah atau kuliah, para tutor

PKBM Santika juga selalu berusaha mengajak warga belajar ke dalam suatu

diskusi interaktif, baik dalam mata pelajaran sosial maupun mata pelajaran logika

seperti Matematika. Namun, untuk pelajaran logika, tutor yang bersangkutan

berusaha untuk menerapkan diskusi dalam bentuk pembahasan soal-soal bersama.

Berdasarkan hasil pengamatan berperanserta terbatas yang peneliti lakukan pada

kelas Matematika, terlihat jelas bahwa tutor tidak menempatkan diri sebagai

“guru” melainkan lebih sebagai “rekan” yang mendampingi pembelajaran warga

belajar.

“Bagus-bagus, ngajarnya enak. Seperti Pak Kr misalnya, dia mengajar Bahasa


Inggris. Pakai tanya jawab begitu, yang pasti guru-guru di sini mengajarnya
enak, aktif dan bisa diskusi-diskusi. Tidak mencatat terus, tidak teori-teori saja.”
(Hem, 19 tahun)

Meskipun tutor tidak memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran secara tertulis,

namun karena mayoritas telah berpengalaman sebagai guru, para tutor PKBM

Santika telah mampu menjalankan peranannya dengan baik, terkait dengan proses

pembelajaran bagi warga belajar Paket C.


Foto: Andhini N. F.

Gambar 10. Suasana Diskusi Antar Warga Belajar PKBM Santika

Hasil wawancara mendalam dengan Ketua Pengelola PKBM Santika,

menunjukkan bahwa totalitas pembelajaran yang belum tercapai pada program

Paket C sama sekali tidak disebabkan oleh faktor peranan tutor, namun lebih

disebabkan oleh minimnya kesadaran warga belajar untuk mengikuti proses

pembelajaran. Masih menurut beliau, adapun indikator atau kompetensi yang

hendak dicapai secara umum oleh Program Paket C adalah untuk menghasilkan

sebanyak mungkin lulusan program, meningkatkan konfidensi warga belajar, serta

meningkatkan penguasaan dan pemahaman materi dari warga belajar Paket C.

Terkait dengan metode pembelajaran oleh tutor pada Program Paket C,

dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor pada

program tambahan keterampilan tersebut juga telah menerapkan konsep

andragogy. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan pembelajaran, tutor tidak

sekedar memberi penjelasan teoritis, tetapi langsung mengajak warga belajar

mempraktekkan materi (Word dan Excel). Selama berjalannya pembelajaran

komputer, tutor lebih berperan sebagai pendamping yang interaktif dalam

membelajarkan warga belajar Paket C. Dalam kelas komputer, tutor biasanya

tetap memberikan copy-an materi agar warga belajar dapat mempraktekkan materi

yang diajarkan kapanpun mereka memiliki waktu luang.


6.2.2 Kegiatan Tutorial di PKBM Santika

Sejalan dengan metode pembelajaran yang diterapkan tutor, pada dasarnya

kegiatan tutorial dibagi ke dalam tiga tahapan pembelajaran, yaitu: kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup (Permendiknas No. 3 tahun

2008). Oleh karena itu, pada bahasan ini akan diuraikan mengenai tahapan

tersebut.

Tabel 6. Alokasi Waktu Pembelajaran untuk Satu Jam Pelajaran


pada Program Paket C PKBM Santika

No Jenis Kegiatan Alokasi Waktu per Tahapan Kegiatan


Belajar Pendahuluan Inti
Penutup
1. Program Pokok 5 menit 25 menit 10 menit
(kegiatan tutorial)
2. Program tambahan 10 menit 90 menit 20 menit
keterampilan
(kursus komputer)
Sumber: Rumusan dari hasil wawancara mendalam, dan pengamatan berperan serta di PKBM
Santika

Waktu pelaksanaan untuk program keterampilan rutin dilakukan pada

pukul 15.00-17.00 WIB setiap Senin sampai Jumat. Hal ini tentu saja sangat

mendukung kelancaran penyampaian materi kepada warga belajar. Sementara,

untuk kegiatan belajar pada program pokok (Paket C) di dalam kelas, alokasi

waktu belajar yang sempit (tiga jam pelajaran/hari, @40 menit) tentu saja

menyulitkan para tutor untuk mengoptimalkan kegiatan tutorial.

Terkait dengan Permendiknas No.3 tahun 2008, pemaparan selengkapnya

mengenai kegiatan tutorial pada masing-masing jenis kegiatan di PKBM Santika,

dipaparkan di bawah ini.


- Program Paket C (Pokok)

a. Kegiatan Pendahuluan

o Persiapan kondisi pembelajaran

o Pengisian absensi warga belajar

o Menyampaikan tujuan

b. Kegiatan Inti

o Penyampaian materi baik secara lisan ataupun tulisan

o Mengidentifikasi materi yang sulit

o Memberikan latihan sesuai dengan tingkat kesulitan yang dialami

warga belajar

o Pembahasan secara interaktif (diskusi atau tanya jawab)

c. Kegiatan Penutup

o Bersama-sama dengan warga belajar merangkum pelajaran

o Melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran

o Memotivasi warga belajar untuk mendalami materi pembelajaran

o Memberi kegiatan tindak lanjut (tugas terstruktur)

o Menyampaikan rencana pembelajaran berikutnya

- Program Keterampilan (komputer)

a. Kegiatan Pendahuluan

o Persiapan kondisi pembelajaran

o Pengisian absensi warga belajar


o Menyampaikan tujuan

b. Kegiatan Inti

o Pembagian lembar instruksi praktek

o Mengerjakan materi secara bersama-sama (tutor hanya

mendampingi)

o Memfasilitasi interaksi antar peserta didik

o Memberi feed back kepada warga belajar yang mengalami

kesulitan dalam melakukan praktek

c. Kegiatan Penutup

o Melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

dilakukan.

o Membuat kesimpulan tentang materi praktek bersama-sama dengan

warga belajar

o Memotivasi warga belajar untuk melatih keterampilan yang

diberikan selepas pembelajaran usai

o Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya

Penjabaran di atas didasarkan pada hasil pengamatan berperan serta terbatas yang

dilakukan peneliti dan hasil wawancara mendalam kepada sejumlah tutor yang

bersangkutan. Paparan tersebut menunjukkan kegiatan belajar yang dijalankan

oleh PKBM Santika berupa kegiatan tutorial. Terkait dengan istilah “tutorial”,

tutor dalam hal ini tentu memiliki peran yang penting dalam membelajarkan

masyarakat pembelajar yang telah dewasa.


Paparan kegiatan tutorial di atas, menunjukkan bahwa kegiatan

pembelajaran yang dilakukan dalam tutorial di PKBM Santika dapat dikatakan

telah mampu menempatkan warga belajar sebagai individu dewasa yang tidak

membutuhkan pengajaran tetapi pembelajaran. Sementara tutor, seperti yang telah

dipaparkan sebelumnya, telah mampu menempatkan diri sebagai pendamping dan

bukan sebagai pengajar yang “paling tahu”.

6.3 Ikhtisar

Keberhasilan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat

ditunjukkan oleh kemampuannya untuk mencapai indikator pencapaian tujuan

PKBM yakni partisipasi, pemberdayaan dan kemandirian. Pencapaian tersebut

(dalam hal penyelenggaraan) dapat dibuktikan dari jumlah program yang semakin

meningkat dan bermutu (azas kemanfaatan). Selain itu, saat ini PKBM Santika

telah memiliki dukungan pendanaan yang memadai secara mandiri, serta memiliki

sarana dan prasarana yang memadai (azas kemandirian). Pencapaian PKBM

Santika juga dapat ditunjukkan dari partisipasi masyarakat sekitar dalam

penyelenggaraan program yang semakin meningkat dalam hal penentuan jurusan

dalam Paket C (azas kebersamaan), juga dari adanya kesesuaian antara program

yang diselenggarakan dengan kebutuhan masyarakat sekitar (azas kebutuhan dan

azas keselarasan).

Sejalan dengan indikator dalam hal pengelolaan pembelajaran, peranan PKBM

Santika dalam pengembangan masyarakat ditunjukkan oleh berjalannya proses

pembelajaran dengan baik dan lancar, dimana setiap tutor maupun warga

belajar saling membantu dalam pencapaian hasil belajar yang optimal (azas

tolong menolong). Selain itu, meningkatnya pengetahuan atau wawasan,


keterampilan, dan kemampuan warga belajar yang mengikuti proses

pembelajaran di PKBM Santika, serta terbukanya kesempatan bagi warga

belajar untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraannya (azas

kebermaknaan) yang dibuktikan dengan banyaknya jumlah lulusan PKBM

Santika setiap tahunnya, telah menunjukkan tercapainya tujuan PKBM Santika

dalam rangka pengembangan masyarakat pembelajarnya.

Metode pembelajaran yang diterapkan PKBM Santika masih sejalan

dengan metode pembelajaran pada lembaga pendidikan formal, yakni penerapan

teknik penyajian formal berupa kuliah atau ceramah (adanya “catatan kuliah”)

dikombinasikan dengan teknik diskusi (untuk kursus komputer disertai praktek),

dan diimbangi dengan peran tutor PKBM Santika yang menempatkan diri sebagai

pendamping. Namun, masih terkait dengan proses pengelolaan pembelajaran,

masih terdapat beberapa peran PKBM yang belum mampu dijalankan dengan baik

oleh PKBM Santika, diantaranya: minimnya kesadaran warga belajar akan

pentingnya mengikuti proses pembelajaran dalam pendidikan, yang kemudian

membuat peningkatan pengetahuan atau wawasan, keterampilan dan kemampuan

warga belajar secara keseluruhan berjalan lambat.

Pada akhirnya, peranan PKBM Santika untuk mengembangkan

masyarakat terbukti dari keberhasilannya dalam memberdayakan masyarakat

pembelajarnya dalam hal peningkatan kesempatan untuk memperbaiki kualitas

hidup melalui peran serta dari setiap anggota komunitas dengan prinsip

kemandirian. Sejalan dengan itu, partisipasi komunitas sedang diupayakan

seoptimal mungkin oleh PKBM melalui usaha penyertaan komunitas setempat


dan luar wilayah yang menjadi warga belajar, ke dalam proses pengambilan

keputusan di PKBM Santika.

BAB VII
HAMBATAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN PADA PKBM SANTIKA
DAN UPAYA PENYELESAIANNYA DALAM RANGKA
PENGEMBANGAN MASYARAKAT

7.1 Hambatan Pelaksanaan Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Masyarakat


oleh PKBM Santika

Dalam rangka pengembangan masyarakat, beragam satuan pendidikan


nonformal, tak terkecuali PKBM Santika hampir pasti dihadapkan dengan
beragam hambatan, terkait dengan kinerja program-program yang dijalankannya.
Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya (bab II), menurut Sihombing
(1999), terdapat berbagai hambatan pendidikan masyarakat, antara lain:
1. Perkembangan program belum diimbangi jumlah dan mutu tenaga yang

memadai

2. Ratio modul untuk warga belajar program kesetaraan (Paket A, B, dan C)

jauh dari mencukupi

3. Tidak ada tempat belajar yang pasti


4. Kualitas hasil pembelajaran sulit dilihat kebenarannya dan sulit diukur

tingkat keberhasilannya

5. Lemahnya akurasi data atau info tentang sasaran program

6. Jadwal pelaksanaan belajar mengajar yang tidak selalu dapat dilaksanakan

tepat waktu

Terkait dengan paparan di atas, berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap warga belajar, tutor, dan pengelola
PKBM Santika, didukung pula dengan hasil pengamatan berperanserta terbatas dan hasil analisis data sekunder
(absensi warga belajar kelas tiga Paket C, data hasil belajar warga belajar pada Program Paket C, jadwal pelaksanaan
belajar mengajar, dan profil tutor), adapun hambatan pelaksanaan pendidikan yang dirasakan oleh para subjek tersebut
ialah keterbatasan waktu pembelajaran serta kurangnya atensi warga belajar akan pentingnya proses pembelajaran.

7.1.1 Keterbatasan Waktu Pembelajaran

Seperti yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, penyelenggaraan

pembelajaran pada malam hari, ditambah dengan waktu pembelajaran yang

terbatas, telah disepakati oleh para subjek pendidikan di PKBM Santika sebagai

hambatan utama dalam mengembangkan masyarakat (warga belajar). Menurut

penuturan para tutor, terbatasnya waktu pembelajaran membuat mereka kesulitan

untuk menyampaikan materi secara menyeluruh.

Menelisik alokasi waktu pembelajaran khususnya pada Program Pokok

Paket C, diketahui bahwa waktu yang dimiliki oleh setiap tutor untuk

menyampaikan inti pelajaran hanya berkisar 25 menit. Hal ini tentu saja

mendorong tutor untuk lebih berinisiatif dalam memanfaatkan waktu seoptimal

mungkin.

“Apa ya, hambatannya masalah waktu untuk mengajar yang sempit. Paling cuma
20menitan.” (Ans, 33 tahun)
Sejalan dengan fakta tersebut, warga belajar Paket C yang juga merupakan subjek

dalam sistem pendidikan di PKBM Santika, menegaskan kenyataan bahwa waktu

pembelajaran merupakan hambatan utama bagi mereka untuk bisa lebih

berkembang.

Hasil wawancara mendalam kepada seluruh responden warga belajar Paket


C menunjukkan bahwa singkatnya waktu untuk mereka melakukan pembelajaran
bersama tutor telah membuat mereka kesulitan untuk memahami isi materi secara
utuh. Mereka pun menyadari bahwa pemilihan waktu belajar pada malam hari
memang disesuaikan dengan kapasitas panti belajar yang memang pada siang hari
digunakan oleh SMU Santika untuk belajar. Selain itu, Pemilihan waktu tersebut
juga didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian warga belajar merupakan
orang-orang yang sudah bekerja. Hal inilah yang juga membuat 137 orang warga
belajar tidak berkesempatan untuk mengikuti program tambahan keterampilan
(komputer).
“Waktu saja hambatannya. Kan saya kerja dari jam 7 sampai jam 4 sore. Jadi
komputer juga tidak bisa ikut. Karena mulainya malam, jadi kalau di kelas sudah
ngantuk-ngantuk. Dan waktu belajarnya sedikit.” (Hem, 19 tahun)

7.1.2 Minimnya Atensi Warga Belajar terhadap Proses Pembelajaran

Terkait dengan hambatan tersebut, para pengelola dan tutor PKBM

Santika merasakan bahwa kurangnya atensi warga belajar akan pentingnya proses

pembelajaran juga semakin menghambat peranan PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat. Kurangnya atensi tersebut dibuktikan dari minimnya

jumlah kehadiran warga belajar pada kegiatan tutorial di dalam kelas. Seperti

yang telah diketahui sebelumnya, jumlah kehadiran warga belajar kelas tiga Paket

C, berdasarkan hasil analisis data sekunder berupa absen warga belajar, hanya

berkisar dari 9 sampai 22 orang setiap harinya.

Sementara, didaftar absen pun dari 115 orang warga belajar kelas tiga
Paket C yang terdaftar, hanya 46 orang warga belajar yang tercatat pernah hadir
(minimal satu kali) dikelas. Hal ini menunjukkan bahwa 69 orang warga belajar
kelas tiga Paket C dapat dipastikan belum pernah mengikuti proses pembelajaran.
“Motivasi murid yang rendah. Ini jelas terlihat dari kehadiran murid. Setiap hari
paling hanya belasan yang hadir. Paling banyak 20anlah. Apalagi murid yang
anak-anak tidak lulus UN sekolah formal, mereka sama sekali tidak ikut
pembelajaran. Untuk yang sudah kerja ya saya menekankan kepada mereka
untuk mengusahakan hadir walau sekali dua kali setiap bulannya. Tapi memang
pekerjaan mereka harus diprioritaskan.” (Suy, 59 tahun)

Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa minimnya atensi warga belajar akan

pentingnya proses pembelajaran terbukti menghambat peranan PKBM Santika

dalam rangka mengembangkan masyarakat pada konteks memberdayakan warga

belajar dari aspek peningkatan pengetahuan dan keterampilan.

7.2 Upaya Penyelesaian Beragam Hambatan Pelaksanaan Pendidikan dalam


Rangka Pengembangan Masyarakat oleh PKBM Santika

Serangkaian hambatan yang telah dipaparkan di atas, mendorong setiap

subjek dalam komponen pendidikan di PKBM Santika untuk melakukan beragam

upaya penyelesaian hambatan tersebut. Beragam upaya yang berbeda namun

bermuara pada tujuan yang sama, masing-masing dilakukan oleh para pengelola,

tutor, maupun warga belajar pada PKBM Santika. Paparan selengkapnya terurai

pada pembahasan berikut.

7.2.1 Pembenahan Sistem Pendidikan oleh Pihak Pengelola

Sejalan dengan beberapa hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam

rangka pengembangan masyarakat, para pengelola; baik ketua, bendahara atau

sekretaris, dan penanggung jawab masing-masing program, sepakat untuk

mengupayakan suatu penyelesaian. Upaya dikhususkan untuk menjawab

hambatan seputar minimnya atensi warga belajar akan pentingnya proses


pembelajaran. Upaya yang dimaksud adalah dengan cara selalu

mengkomunikasikan pentingnya hadir dalam pembelajaran, serta memberikan

paket-paket modul yang berisi rangkuman semua materi pembelajaran kepada

warga belajar yang jarang/ tidak pernah hadir dalam proses belajar.

“Dari awal kita selalu menyampaikan kepada mereka untuk mengusahakan


hadir, dan sebagai upaya lain, kita juga sudah memberikan modul berisi
rangkuman semua pelajaran. Ya baru sebatas itu saja. Karena sulit juga, mereka
kan sudah bekerja.” (Suy, 59 tahun)

Hal ini dimaksudkan sebagai upaya alternatif pembelajaran bagi warga belajar

(berupa belajar mandiri) yang dengan beberapa sebab tertentu tidak dapat

mengikuti proses pembelajaran.

7.2.2 Penggunan Strategi Pembelajaran oleh Tutor

Menelisik lebih lanjut mengenai upaya yang dijalankan oleh tutor untuk

mensiasati “sempitnya” waktu belajar yang tersedia, dapat diketahui bahwa

mereka berusaha menyesuaikan metode penyajian materi dengan waktu yang

tersedia. Dalam hal ini, strategi-penyampaian-inti-materi adalah pilihan yang

dianggap paling tepat oleh mereka. Strategi yang dimaksud merupakan cara

penyampaian materi pelajaran, dimana para tutor tidak menjelaskan penjabaran

materi secara keseluruhan namun lebih menekankan pada penyampaian materi-

materi yang dianggap sebagai inti dari keseluruhan materi. Selain itu,

pengulangan materi secara beturut-turut juga tidak jarang dilakukan oleh tutor

(khususnya tutor matematika) agar warga belajar benar-benar memahami poin-

poin penting dari setiap materi yang disampaikan. Namun demikian, semua materi

disampaikan secara urut dan tidak terpisah-pisah, sehingga para warga belajar

terbantu dalam hal pemahaman materi pada waktu yang terbatas.


“Karena keterbatasan waktu mengajar, daripada saya memaksakan mereka
mengerti semua bahasan, saya mengusahakan untuk lebih fokus pada inti materi
yang penting-penting saja. Karena memang tidak mungkin kalau kita tetap
bersikeras menjelaskan seperti kalau mengajar anak-anak. Malah kalau saya
kadang biasanya sebulan mengulang-ulang satu materi terus menerus supaya
mereka bisa benar-benar mengerti inti materi yang biasa keluar di ujian.” (Ans,
33 tahun)

7.2.3 Inisiatif dari Para Warga Belajar

Tidak hanya pengelola dan tutor yang melakukan sejumlah upaya

penyelesaian, tetapi warga belajar juga melakukan upaya-upaya terkait dengan

hambatan berupa keterbatasan waktu pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara

mendalam kepada para warga belajar, umumnya mereka mensiasati hambatan

tersebut dengan cara berinisiatif untuk menjalankan pembelajaran mandiri secara

rutin.

“Biasanya belajar dan baca-baca di rumah, jadi aku buat target gitu mbak. Setiap
hari minimal satu sampai dua jam aku harus belajar sendiri di rumah.” (Rsd, 18
tahun)

Sejalan dengan hal tersebut, para warga belajar yang terbatasi oleh alasan-alasan

seputar pekerjaan, memaparkan bahwa mereka selalu mengejar ketertinggalan

dalam belajar dengan cara meng-copy materi dari warga belajar lainnya yang

hadir di kelas.

“Untungnya waktu belajar di PKBM kan fleksibel. Kalau hambatan masalah


mengejar materi ya saya bisa baca-baca materi sendiri di rumah, sesempat
mungkinlah. Kan materi saya biasanya foto copy dari murid yang lain, kalau
misalnya hari itu saya tidak hadir saya pinjam foto copy-an mereka untuk saya
foto-copy lagi.” (Sut, 31 tahun)

7.3 Ikhtisar
PKBM Santika dalam menjalankan peranannya sebagai wadah pendidikan

nonformal senantiasa menghadapi sejumlah hambatan, antara lain: keterbatasan

waktu pembelajaran, dan minimnya atensi warga belajar terhadap pentingnya

proses pembelajaran. Penyelenggaraan pembelajaran pada malam hari,

ditambah dengan waktu pembelajaran yang terbatas, disepakati oleh para

subjek pendidikan di PKBM Santika sebagai salah satu hambatan utama dalam

mengembangkan komunitas. Selain itu, minimnya atensi warga belajar

terhadap proses pembelajaran yang ditunjukkan oleh rendahnya jumlah

kehadiran warga belajar dalam kegiatan tutorial setiap harinya, terbukti telah

menghambat peranan PKBM Santika dalam rangka pengembangan masyarakat

pada konteks memberdayakan komunitas dalam aspek peningkatan

pengetahuan dan keterampilan.

Menindaklanjuti hambatan tersebut, setiap subjek pendidikan dalam

PKBM Santika pun berupaya menyelesaikan beragam hambatan yang ada.

Beberapa upaya yang dilakukan, yaitu: pembenahan sistem pendidikan oleh

pihak pengelola (diantaranya melalui peningkatan komunikasi dengan warga

belajar terkait dengan proses belajar), penggunaan strategi pembelajaran oleh

tutor (dengan menyampaikan poin-poin penting dari setiap materi), dan inisiatif

dari para warga belajar berupa belajar mandiri.


BAB VIII
PENDIDIKAN BERBASIS KOMUNITAS DENGAN PENDEKATAN
PARTISIPATIF DALAM KERANGKA
GOOD GOVERNANCE SYSTEM

Pelembagaan berbagai wadah pendidikan nonformal di Indonesia,

termasuk pula Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), kian meramaikan

perkembangan institusi kependidikan pada era kekinian. Perkotaan seperti Jakarta,

tidak terlepas dari tren perkembangan PKBM yang aktif memfasilitasi beragam

program ”kebutuhan” masyarakat. Sebagai wadah pendidikan yang secara

konseptual berbasis komunitas, sudah sewajarnya PKBM menjalankan

pengelolaan berbagai kegiatan pendidikan masyarakatnya dengan pendekatan

partisipatif. Di dalamnya, PKBM diharapkan mampu menjadi ”jembatan”


penghubung antara kepentingan pemerintah lokal dengan kebutuhan/ kepentingan

warga masyarakat.

PKBM Santika merupakan salah satu PKBM di wilayah Jakarta dengan

status pengelolaan pihak swasta (Yayasan Santika). Kepemilikan semacam ini

memang dimungkinkan karena adanya netralitas dalam pengelolaan PKBM.

Netralitas yang dimaksud, yakni terdapat keleluasaan bagi setiap instansi baik

pemerintah maupun swasta memanfaatkan PKBM sepanjang untuk kepentingan

kemajuan masyarakat. PKBM Santika yang terletak di Kelurahan Bambu Apus,

Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, aktif menjalankan Program Kesetaraan

(dalam hal ini Paket C) selama tujuh tahun terakhir. Saat ini, untuk Program Paket

C, 162 orang anggota komunitas setempat dan luar wilayah tercatat sebagai warga

belajar di PKBM Santika.

Kemandirian/ keswadayaan yang dimiliki PKBM Santika terbukti dari

kemampuan komunitas warga belajar PKBM tersebut untuk tidak

menggantungkan pendanaan PKBM kepada pihak pemerintah maupun penyokong

dana lainnya. Bantuan pemerintah berupa Block Grant yang dialokasikan untuk

kegiatan administrasi dan penyediaan sumber belajar, saat ini tidak lagi diterima

oleh pihak PKBM Santika.

Urgensi PKBM (khususnya PKBM Santika) bagi masyarakat sekitar

Wilayah Cipayung dimaknai sebagai pelengkap institusi pendidikan formal yang

masih dibutuhkan oleh komunitas setempat untuk dapat mengubah kehidupan

mereka menjadi lebih berdaya. Bahkan, urgensi PKBM di wilayah tersebut juga

dirasakan oleh sebagian anggota komunitas luar wilayah. Kesatuan anggota

komunitas yang menyatukan diri sebagai warga belajar di PKBM Santika, terdiri
dari individu-individu yang belum sempat/ tidak mampu mengikuti pembelajaran

pada jalur pendidikan formal. Hasil penelitian secara jelas menggambarkan bahwa

komunitas warga belajar masih berorientasi pada perolehan ijazah sebagai syarat

terpenting diterima oleh ”pasar”. Mereka belum menyadari bahwa saat ini

keterampilan dan kemampuanlah yang menjadi syarat utama untuk dapat diterima

oleh ”pasar” dan bertahan di dalamnya.

Sejalan dengan urgensi di atas, peranan PKBM Santika dalam rangka

pengembangan masyarakat tercermin dari kemampuannya memfasilitasi warga

belajar dengan Program Paket C yang dibutuhkan oleh komunitas,

mengembangkan PKBM secara mandiri (dengan swadaya masyarakat), dan

beragam upaya untuk membangun partisipasi komunitas pembelajarnya.

Namun, dalam hal partisipasi, PKBM Santika dengan statusnya sebagai lembaga

pendidikan yang dikelola swasta, belum melibatkan komunitas warga belajarnya

dalam kegiatan pengelolaan PKBM khususnya dalam perencanaan dan beberapa

kegiatan pengambilan keputusan. Hal ini bertentangan dengan pendekatan

partisipatif dalam pendidikan berbasis komunitas. Pihak swasta seharusnya

mampu memposisikan peranannya sebagai ”fasilitator” bukan sebagai ”penguasa”

yang tidak memberi keleluasaan kepada komunitas untuk meningkatkan peran

serta mereka.

Hambatan yang sering dihadapi oleh PKBM, tak terkecuali PKBM

Santika, baru mampu diupayakan penyelesaiannya secara terpisah-pisah oleh

masing-masing subjek pendidikan di dalamnya. Upaya penyelesaian yang

sepatutnya mensinergikan upaya seluruh pihak (Pengelola, Tutor, dan Komunitas

warga belajar) belum mampu dijalankan oleh PKBM Santika.


Terkait dengan paparan di atas, bagaimana sesungguhnya peranan yang

dijalankan oleh ”aktor-aktor penggerak” dalam PKBM di komunitas komersial

seperti Jakarta?. Studi kasus PKBM Santika dalam hal ini dianggap mampu

menjawab pertanyaan tersebut. Membahas peranan aktor-aktor penggerak dalam

PKBM, akan muncul tiga aktor utama yang ”bermain” di dalamnya. Ketiga aktor

yang dimaksud, yakni: pemerintah, swasta, dan masyarakat. Konsep ini mengarah

pada kerangka good governance system11 yang merupakan suatu konsepsi berisi

gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, dunia usaha

swasta, dan masyarakat. Konsep good governance system dalam pelembagaan

PKBM dijelaskan pada Gambar 11.

Pemerintah
Lokal

Insentif

Swasta PKBM

Sumber Daya/
Potensi Lokal

Masyarakat
(komunitas)

Gambar 11. Hubungan Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Pendidikan Berbasis


Komunitas dan Bentuk Peran Serta Setiap Aktor dalam Kerangka
Good Governance System

Sejalan dengan konsepsi tersebut, dapat diketahui bahwa tiga pihak yang berperan

dalam pendidikan berbasis komunitas seperti PKBM, dalam kasus PKBM Santika

11
Dadang Solihin, Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance di Negara-Negara
Berkembang, http://www.slideshare.net/, Diakses pada 16 Juni 2008.
mencakup Pemerintah lokal, Yayasan Santika, dan Komunitas warga belajar yang

terdiri dari anggota komunitas setempat dan luar wilayah.

Pemerintah lokal, berperan sebagai ”regulator” yang mengatur dan

mengawasi jalannya kinerja pihak swasta (Yayasan Santika). Peran ini dijalankan

dengan mengembangkan penilik fungsional PLS yang bertanggung jawab

membina dan mengawasi serangkaian kegiatan pendidikan masyarakat yang

dijalankan oleh PKBM Santika. Dalam hal ini, pemerintah lokal belum mampu

menjalankan peranannya dengan optimal. Kondisi ini dibuktikan dari minimnya

monitoring para penilik dari PLS setempat terhadap kinerja PKBM. Selain itu,

dari hasil penelitian lapang, diketahui bahwa penilik PLS belum menjalankan

tanggung jawab sesuai prosedur yang ditetapkan (dalam hal rutinitas pelaksanaan

pembinaan).

Penyerahan laporan kinerja PKBM yang seharusnya rutin dilakukan, faktanya

hanya dikerjakan jika pihak pemerintah lokal di atasnya memberi instruksi.

Terlepas dari kondisi tersebut, dalam hal penyelenggaraan ujian nasional bagi

komunitas warga belajar PKBM, seluruh kegiatan ditangani secara penuh oleh

pihak PLS.

Pihak swasta (Yayasan Santika), berperan sebagai ”fasilitator”

pemberdayaan komunitas. Sejauh ini, kemampuan yayasan tersebut untuk

memberdayakan komunitas masih terbatas pada keberdayaan dalam konteks

peningkatan kesempatan/ peluang komunitas untuk memperbaiki kualitas hidup.

Hal ini tercermin dari persentase rata-rata jumlah lulusan PKBM Santika setiap

tahunnya yang lebih dari 80 persen, serta perkembangan anggota komunitas yang

telah lulus dari PKBM. Membahas tentang netralitas PKBM, pihak swasta harus
tetap menyadari bahwa pendidikan yang berbasis komunitas tidak hanya

melibatkan partisipasi komunitas dan beragam potensi lokal dalam pelaksanaan

program semata. Namun, sejak awal perencanaan program hingga evaluasi akhir,

komunitas wajib dilibatkan.

Masyarakat (komunitas), sebagai salah satu aktor utama dalam kerangka

good governance system, berperan sebagai ”partisipan aktif” yang berhak untuk

merencanakan, melaksanakan, bahkan mengevaluasi kegiatan pendidikan berbasis

komunitas yang mereka jalankan. Terkait dengan kasus PKBM Santika, kesadaran

komunitas sebagai aktor yang berhak menentukan (perencanaan) masih belum

terlihat. Hal ini terbukti dari tidak adanya keterlibatan komunitas warga belajar

dalam perencanaan di PKBM Santika.

Serangkaian kajian tersebut pada akhirnya bermuara pada suatu

kesimpulan bahwa PKBM sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat yang

dipercaya oleh pihak pemerintah sebagai regulator, telah mampu menunjukkan

peranannya sebagai wadah pendidikan nonformal berbasis komunitas yang

memberdayakan komunitas pembelajarnya, dalam konteks peningkatan

kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup. Berlawanan dengan kondisi

tersebut, PKBM Santika belum mampu secara total melibatkan partisipasi aktif

komunitas di dalam serangkaian kegiatan pendidikan berbasis masyarakat.

Terlepas dari minimnya partisipasi masyarakat di dalam pendidikan berbasis

komunitas, pada dasarnya PKBM merupakan salah satu contoh terbaik dari

prinsip keswadayaan (kemandirian) dalam rangka pengembangan masyarakat.


BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan salah satu wadah

pembelajaran bagi masyarakat. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar

Masyarakat (PKBM) bagi masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Cipayung,

Jakarta Timur, tergambar oleh dua kondisi yang direpresentasikan oleh PKBM

Santika, yaitu: adanya penyesuaian prioritas calon warga belajar oleh PKBM

Santika, serta adanya “pengikraran” ijazah sebagai tuntutan “pasar”. Kondisi

tersebut menggambarkan bahwa urgensi keberadaan PKBM dimaknai sebagai

pelengkap institusi pendidikan formal yang masih dibutuhkan oleh komunitas

setempat dan luar wilayah untuk mengubah kehidupan mereka menjadi lebih

berdaya. Program Paket C yang dijalankan oleh PKBM Santika diyakini oleh
sebagian anggota komunitas setempat dan luar wilayah sebagai peluang yang

potensial bagi mereka untuk memperoleh ijazah yang mereka yakini sebagai

syarat utama untuk dapat diterima ”pasar”.

PKBM Santika telah mampu menjalankan peranannya sebagai salah satu

lembaga pendidikan nonformal yang memiliki tugas mengembangkan masyarakat

dalam konteks pemberdayaan dari segi peningkatan kesempatan atau peluang

warga belajar untuk memperbaiki kualitas hidup. Mengacu kepada penerapan

azas-azas PKBM, keberhasilan PKBM Santika dalam rangka pengembangan

masyarakat ditunjukkan oleh kemampuannya untuk mencapai indikator

pemberdayaan, meliputi: partisipasi, dan kemandirian. Terkait dengan indikator

tersebut, partisipasi warga belajar masih belum dikembangkan secara total.

Metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor pada PKBM Santika

yang termasuk dalam bahasan konsep andragogy, didasarkan pada pertimbangan

karakteristik warga belajar yang telah dianggap sebagai individu dewasa. Metode

pembelajaran yang diterapkan PKBM Santika diimbangi dengan peran tutor

PKBM Santika yang menempatkan diri sebagai pendamping. Namun, terkait

dengan proses pengelolaan pembelajaran, masih terdapat beberapa peran PKBM

yang belum mampu dijalankan dengan baik oleh PKBM Santika, diantaranya:

minimnya kesadaran warga belajar akan pentingnya mengikuti proses

pembelajaran dalam pendidikan, yang kemudian membuat peningkatan

pengetahuan atau wawasan, keterampilan dan kemampuan warga belajar secara

keseluruhan berjalan lambat.

Beberapa hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam menjalankan

peranannya, antara lain: keterbatasan waktu pembelajaran, dan minimnya atensi


warga belajar terhadap pentingnya proses pembelajaran. Subjek pendidikan dalam

PKBM Santika pun berupaya menyelesaikan beragam hambatan yang ada.

Beberapa upaya yang dilakukan, yaitu: pembenahan sistem pendidikan oleh pihak

pengelola, penggunaan strategi pembelajaran oleh tutor, dan inisiatif dari para

warga belajar berupa belajar mandiri.

9.2 Saran

Setelah paparan mengenai kesimpulan akhir mengenai peranan Pusat

Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam rangka pengembangan masyarakat,

adapun saran yang dapat penulis jabarkan terkait dengan topik penelitian, yaitu:

o Pihak pengelola PKBM Santika harus lebih menerapkan prinsip

transparansi dalam pengelolaan PKBM, khususnya dalam hal

kelancaran honor tutor dan penetapan standar alokasi biaya belajar

bagi masyarakat pembelajar di dalamnya. Meskipun pada konsep

PKBM swasta, pengaturan pembiayaan secara sepihak oleh pihak

penyelenggara merupakan kondisi yang dibenarkan, namun baik tutor

dan warga belajar berhak mengetahui setiap hal terkait dengan

pembiayaan di PKBM Santika.


o Staf pengelola PKBM Santika sebaiknya menjalankan wewenang

yang diberikan oleh ketua pengelola PKBM Santika dengan tanggung

jawab penuh, khususnya dalam hal pengelolaan dana belajar milik

masyarakat pembelajar.

o Pimpinan Paket C dan Tutor PKBM Santika sebaiknya menyusun

rencana proses pembelajaran agar tercipta proses belajar yang lebih

terarah dan sistematis dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran

di PKBM Santika (mengembangkan masyarakat).

o Pengelola PKBM Santika sebaiknya lebih mengarahkan warga belajar

untuk hadir dalam pembelajaran di kelas dan tidak hanya hadir dalam

ujian nasional saja agar perkembangan hasil belajar secara kuantitas

dapat dipertanggungjawabkan oleh kualitas hasil belajar masyarakat

pembelajar yang juga turut berkembang.

o Komunitas warga belajar PKBM Santika, khususnya yang belum

pernah mengikuti kegiatan tutorial di kelas harus lebih berinisiatif

untuk menyempatkan diri hadir dalam kegiatan tersebut. Selain itu,

diperlukan pula kegiatan belajar mandiri oleh masyarakat pembelajar

agar mereka benar-benar berkembang baik secara kualitas maupun

kuantitas.

o Pihak penilik PLS diharapkan lebih mengoptimalkan peranannya

dalam membina PKBM secara benar dan rutin sesuai prosedur yang
ada agar dapat mendukung peranan PKBM dalam rangka mendorong

pengembangan masyarakat.

o Setiap anggota komunitas setempat dan luar wilayah Cipayung yang

masih berorientasi kepada perolehan ijazah, harus menyadari bahwa

kemampuan dan keterampilan adalah syarat utama untuk bertahan di

dalam persaingan ”Pasar”. Ijazah, sebagai salah satu syarat diterima

oleh ”pasar”, bukanlah faktor utama yang menjamin individu dapat

bertahan di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan


Intervensi Komunitas. Jakarta: FE-UI.

Chan, Sam M.dan Tutu T. Sam. 2006. Analisis SWOT: Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Depdiknas. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia


No. 3 Tahun 2008: tentang standar proses pendidikan kesetaraan program
paket A, B, dan C. Jakarta: Depdiknas.

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. 2003. Informasi Ringkas Tentang Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Bandung: CV. Aria Duta.

Direktorat Pendidikan Masyarakat. 2003. Pedoman Pengelolaan dan Pembinaan


Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Jakarta: Depdiknas.

Hasbullah. 2006. Dasar Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo.

Ife, Jime. 1995. Community Development: creating community alternatives-


vision, analysis and practice. Melbourne: Longman.

Ihsan, Fuad. 2005. Dasar Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


Kadir, M. Sardjan. 1982. Perencanaan Pendidikan Non Formal. Surabaya: Usaha
Nasional.

KNIU, dan BP-PLSP Jayagiri. 2005. Panduan Penyelenggaraan Pusat Kegiatan


Belajar Masyarakat. KNIU dan BP-PLSP Jayagiri.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif:


Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.

Sihombing, Umberto. 1999. Pendidikan Luar Sekolah: Kini dan Masa Depan.
Jakarta: PD. Mahkota.

Sitorus, M T Felix. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Bogor:


Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial.

Soeitoe, Samuel. 1982. Psikologi Pendidikan: Untuk Para Pendidik dan Calon
Pendidik. Jakarta: LP-FEUI.

Sudjana, Djuju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah: Untuk


Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat: Kajian


Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Bandung: Refika Aditama.

Suprijanto, H. 2007. Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi.


Jakarta: PT Bumi Aksara.

Tim Penulis FKIP UT. 2007. Pendidikan Masyarakat. Jakarta: Universitas


Terbuka.
Lampiran 1
Sketsa Lokasi Penelitian
Dalam Sketsa Jakarta Timur

: Lokasi
Kecamatan Cipayung
Dalam Sketsa Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur

: Lokasi PKBM Santika


Jl.Bambu Wulung, Kelurahan Bambu Apus
Lampiran 2
Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Februari Maret April Mei Juni

Kegiatan Lokasi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

I. PROPOSAL DAN KOLOKIUM

1. Menyusun Draft dan Revisi Kampus IPB

2. Konsultasi Proposal Kampus IPB

3. Orientasi Lapang PKBM Santika

4. Kolokium Kampus IPB

II. STUDI LAPANG

1. Pengumpulan Data PKBM Santika

2. Analisis Data Jakarta


III. PENULISAN LAPORAN

1. Analisis Lanjutan Kampus IPB

2. Penyusunan Draft dan Revisi Kampus IPB

3. Konsultasi Laporan Kampus IPB

IV. UJIAN SKRIPSI

1. Sidang Kampus IPB

2. Perbaikan Skripsi Kampus IPB

Keterangan: Pelaksanaan penelitian tahun 2008.


Lampiran 3
Teknik Pengumpulan Data dan Kebutuhan Data Bagi Penelitian
Masalah Data yang diperlukan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data
1. Urgensi • Latar belakang Data Primer: Š Wawancara mendalam
keberadaan Pusat berdirinya PKBM Pengelola PKBM dan Warga belajar pada Š Analisis data sekunder: Arsip-
Kegiatan Belajar Santika Kelompok belajar Paket C arsip di PKBM Santika dan Data
Masyarakat • Pemaknaan PKBM dari Informan: Internal PLS Kecamatan setempat
(PKBM) di sudut pandang warga Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung,
wilayah Cipayung, belajar Jakarta Timur
Jakarta Timur • Perkembangan jumlah Mantan Tutor PKBM X
warga belajar
• Jumlah PKBM di Data Sekunder:
wilayah Jakarta Timur - Data jumlah warga belajar tiap tahun
• Jumlah PKBM di - Data perkembangan jumlah PKBM di
Kecamatan Cipayung wilayah Jakarta Timur (khususnya
• Keberadaan PKBM “X” Kecamatan Cipayung)
2. Peranan yang • Azas-azas PKBM yang Data Primer: Š Wawancara mendalam
dijalankan oleh dianut oleh PKBM Warga belajar pada kelompok belajar Š Pengamatan berpartisipasi
PKBM Santika Santika Paket C di PKBM Santika, Para Tutor Š Analisis data sekunder dari PLS
dalam rangka • Karakteristik warga program Paket C di PKBM Santika, dan penilik PKBM Santika dan arsip
pengembangan belajar di PKBM Santika Pengelola PKBM Santika, lulusan PKBM milik PKBM Santika dan data
masyarakat • Karakteristik Tutor Santika (program Paket C) kependudukan dari internet
PKBM Santika
• Kepengurusan dalam Data sekunder:
struktur organisasi Beberapa arsip PKBM Santika, Arsip
• Kondisi panti dan sarana PLS Kecamatan Cipayung, data
belajar kependudukan, buku-buku tentang ilmu
• Perkembangan program pendidikan dan pengembangan
paket C dan program masyarakat
tambahan yang ada di
dalamnya
• Ada tidaknya ragi dan
dana belajar
• Hasil belajar yang
dicapai oleh warga
belajar Paket C
• Metode pembelajaran
yang diterapkan oleh
tutor
• Perkembangan jumlah
lulusan PKBM
3. Upaya yang • Hambatan yang dihadapi Data primer: Š Wawancara mendalam
dijalankan PKBM oleh pengelola PKBM Para Pengelola PKBM Santika, Tutor Š Pengamatan Berpartisipasi
Santika untuk Santika dalam hal program Paket C di PKBM Santika, serta Š Analisis data sekunder antara lain
mengatasi kinerja program yang warga belajar Paket C : Arsip PKBM Santika dan arsip
berbagai hambatan dijalankan (khususnya PLS Kecamatan Cipayung, Jakarta
dalam pelaksanaan Paket C) Informan: Timur
pendidikan • Hambatan yang dihadapi Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung,
nonformal dalam tutor dalam menjalankan Jakarta Timur
rangka metode pembelajaran
mengembangkan • Hambatan yang dihadapi
masyarakat WB Paket C dalam Data sekunder :
pembelajarnya menjalankan metode Beberapa dokumen PKBM Santika, arsip
pembelajaran PLS Kecamatan Cipayung mengenai
• Upaya yang dilakukan laporan peninjauan kinerja PKBM di
pengelola PKBM Kecamatan Cipayung, dan buku-buku
Santika dalam rangka tentang ilmu pendidikan dan
mencapai keswadayaan pengembangan masyarakat
dan penguatan organisasi
• Upaya yang dilakukan
para tutor PKBM
Santika dalam rangka
mencapai keswadayaan
dan penguatan organisasi
• Upaya yang dilakukan
para warga belajar di
PKBM Santika dalam
rangka mencapai
keswadayaan dan
penguatan organisasi
• Kerjasama yang pernah
atau sedang dilakukan
PKBM Santika dengan
pihak lain (terutama
pemerintah)
• Kinerja petugas penilik
dari PLS
Lampiran 4
Panduan Pertanyaan Penelitian

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

• Petunjuk : Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan


oleh peneliti untuk menggali secara langsung tentang fakta yang terkait dengan
aspek-aspek kajian penelitian. Catatan singkat kemudian akan ditulis dalam
ruang kosong pada kertas panduan pertanyaan untuk wawancara mendalam, dan
akan dikembangkan menjadi laporan. Pertanyaan yang diajukan disesuaikan
dengan kategori pertanyaan berdasarkan subject matter yang akan diwawancarai.

• Biodata Responden/Informan*
Hari/ Tanggal :
Lokasi Wawancara :
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :

• Panduan Pertanyaan Wawancara


A. Responden
A.1 Pengelola PKBM
I. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
1. Bagaimana awal mula terbentuknya PKBM Santika?
2. Siapa saja yang berperan dalam terbentuknya PKBM Santika?
3. Apa tujuan dibentuknya PKBM Santika?
4. Bagaimana antusiasme masyarakat sekitar terhadap keberadaan
PKBM Santika sampai saat ini?
II. Peranan yang dijalankan oleh lembaga pendidikan nonformal
seperti PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat
5. Bagaimana kondisi awal PKBM Santika saat terbentuk? (dalam hal
kondisi program, karakteristik dan jumlah tutor dan warga belajar,
struktur organisasi, pembiayaan, ketersediaan sarana dan prasarana
belajar, sampai kerjasama dengan pemerintah ataupun lembaga lain)
6. Bagaimana kondisi PKBM Santika saat ini? (dalam hal kondisi
program, karakteristik dan jumlah tutor dan warga belajar, struktur
organisasi, pembiayaan, ketersediaan sarana dan prasarana belajar,
sampai kerjasama dengan pemerintah ataupun lembaga lain)
7. Siapakah yang memutuskan program-program yang tengah
dijalankan oleh PKBM Santika?
8. Apa yang menjadi dasar penentuan program-program yang
dijalankan PKBM Santika?
9. Bagaimana peran pemerintah dalam hal pengelolaan PKBM Santika?
10. Bagaimana kualitas lulusan warga belajar Program Kesetaraan Paket
C di PKBM Santika dibandingkan kualitas lulusan sekolah formal?
III. Upaya yang dilakukan PKBM terkait hambatan yang seringkali
dihadapi
11. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam
hal pembiayaan?
12. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapai PKBM Santika
dalam hal pengembangan program?
13. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapai PKBM Santika
dalam hal penyediaan sarana, prasarana dan sumber belajar?
14. Apa sajakah kesulitan/hambatan yang dihadapi PKBM Santika dalam
hal kerjasama dengan pemerintah?
15. Upaya apa saja yang telah maupun akan dilakukan oleh PKBM
Santika untuk mengatasi beragam hambatan tersebut?

A.2 Warga Belajar (Paket C)


I. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
1. Mengapa anda memutuskan untuk mengikuti program Kesetaraan
Paket C pada PKBM Santika?
II. Peranan yang dijalankan oleh lembaga pendidikan nonformal
seperti PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat
2. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam hal penetapan besarnya
iuran bulanan di PKBM Santika?
3. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam hal pengaturan jadwal
pelaksanaan kegiatan belajar di PKBM Santika?
4. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam hal pembelajaran
bersama tutor di PKBM Santika?
5. Apakah pernah ada penilik dari pihak pemerintah yang datang pada
saat kegiatan di PKBM sedang berlangsung?
6. Apakah manfaat yang anda dapat dengan mengikuti program
Kesetaraan Paket C pada PKBM Santika?
7. Menurut anda, program apa sajakah yang benar-benar dibutuhkan
oleh warga masyarakat sekitar PKBM Santika, selain program yang
telah dijalankan sekarang?
8. Apakah manfaat yang anda dapat dengan mengikuti pelatihan
komputer yang merupakan program keterampilan tambahan bagi
warga belajar Paket C pada PKBM Santika?
9. Bagaimana pendapat anda mengenai warga belajar istimewa?
10. Bagaimana perlakuan pengelola maupun tutor PKBM Santika
terhadap warga belajar biasa dan terhadap warga belajar istimewa?
11. Bagaimana pendapat anda mengenai kualitas para tutor di PKBM
Santika?
12. Apakah pihak pengelola PKBM Santika memberikan dana insentif
bagi warga belajar yang tidak mampu membayar iuran bulanan?
13. Bagaimana ketersediaan sumber belajar di PKBM Santika?
14. Bagaimana kesesuaian jadwal belajar dengan kegiatan belajar
mengajar yang dijalankan?
III. Upaya yang dilakukan PKBM terkait hambatan yang seringkali
dihadapi
15. Apakah hambatan yang anda alami selama menjadi warga belajar
pada PKBM Santika? (dalam hal pembiayaan, pembelajaran, maupun
waktu belajar)
16. Upaya apa yang anda lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?
17. Sejauhmana upaya anda mampu mengatasi berbagai hambatan yang
anda alami?

A.3 Tutor
I. Urgensi keberadaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
1. Sebagai seorang tutor di PKBM Santika, bagaimana pendapat anda
mengenai pentingnya keberadaan PKBM tersebut bagi masyarakat di
sekitar kelurahan Bambu Apus, Jakarta Timur?
II. Peranan yang dijalankan oleh lembaga pendidikan nonformal
seperti PKBM dalam rangka pengembangan masyarakat
2. Bagaimana partisipasi tutor dalam hal penetapan besarnya upah tutor
di PKBM Santika?
3. Menurut pendapat anda sebagai seorang tutor, apakah program
Kesetaraan Paket C yang dilengkapi dengan pelatihan komputer
merupakan program yang benar-benar dibutuhkan masyarakat sekitar
PKBM Santika? Mengapa?
4. Bagaimana partisipasi warga belajar dalam proses pembelajaran
bersama tutor pada PKBM Santika?
5. Bagaimana karakteristik warga belajar secara keseluruhan?
6. Bagaimana kinerja pengelola PKBM Santika saat ini dalam rangka
mengembangkan masyarakat sekitar?

III. Upaya yang dilakukan PKBM terkait hambatan yang seringkali


dihadapi
7. Bagaimana ketersediaan sumber belajar di PKBM Santika?
8. Bagaimana kesesuaian jadwal belajar dengan kegiatan belajar
mengajar yang dijalankan?
9. Apakah hambatan yang anda alami selama menjadi tutor pada
PKBM Santika? (dalam hal proses penerapan metode ajar-didik bagi
warga belajar, upah tutor, ketersediaan fasilitas maupun waktu
belajar)
10. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan
tersebut?

B. Informan
B.1 Kasi Dikmenti Kecamatan Cipayung
1. Mengapa pendirian PKBM di wilayah Kecamatan Cipayung menjadi
penting keberadaannya?
2. Apa keunggulan PKBM Santika dibanding dengan PKBM lain yang
ada di Kecamatan Cipayung, terkait dengan peranannya untuk
mengembangkan masyarakat sekitar?
3. Sejauhmana keaktifan kinerja penilik PLS dalam memantau
pengelolaan PKBM Santika?
4. Bagaimana kinerja yang ditampilkan oleh pengelola PKBM Santika
selama ini?
5. Berapa jumlah PKBM (swasta dan negeri) di Kecamatan Cipayung,
Jakarta Timur?
6. Adakah bantuan yang diberikan oleh pemerintah bagi PKBM di
wilayah Cipayung (khususnya PKBM Santika)?
7. Jika ada, Apa sajakah bantuan yang telah diberikan tersebut?
8. Apakah terdapat pertemuan rutin antara pihak PLS dengan para
pengelola PKBM se-Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur?
9. Apa sajakah hambatan yang masih dikeluhkan oleh para pengelola
PKBM (khususnya PKBM Santika) di Kecamatan Cipayung dalam
hal pelaksanaan program-programnya?
10. Sejauhmana pihak PLS menindaklanjuti keluhan ataupun masukan
dari para pengelola PKBM tersebut?

B.2 Lulusan Program Kesetaraan Paket C di PKBM Santika


1. Mengapa anda memilih PKBM Santika sebagai tempat pembelajaran
bagi anda?
2. Apa sajakah perubahan yang anda alami setelah menyelesaikan
pendidikan nonformal (Paket C) pada PKBM Santika, terkait dalam
hal perbaikan kualitas hidup?
3. Sejauhmana kinerja para pengelola dan tutor PKBM Santika
berperan dalam mengembangkan masyarakat sekitar yang menjadi
warga belajarnya?
4. Bagaimana ketersediaan fasilitas pada PKBM Santika mendukung
kelancaran proses pembelajaran di PKBM tersebut?
5. Jika anda saat ini sudah/sedang bekerja, apakah di lingkungan tempat
anda bekerja, ijazah program Paket C yang anda peroleh dari PKBM
Santika benar-benar disamakan dengan masyarakat lain yang
memiliki ijazah melalui lembaga pendidikan formal, terkait dengan
kesempatan anda sebagai masyarakat untuk dapat berkembang
dengan lebih baik?

B.3 Mantan Tutor PKBM “X”


1. Apa sajakah program yang dijalankan di PKBM X?
2. Bagaimana situasi pembelajaran di PKBM X?
3. Bagaimana karakteristik warga belajar PKBM X?
4. Bagaimana peran yang dijalankan oleh PKBM X selama ini?
5. Bagaimana pengelolaan PKBM X? (dalam aspek pembiayaan, dan
ketersediaan sumber daya)

Keterangan : pertanyaan lanjutan akan dikembangkan di lapangan


* : coret yang tidak perlu
Lampiran 5

JADWAL KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR PROGRAM PAKET C


TAHUN AJARAN 2007/2008

No. Hari Kelas I Kelas II Kelas III


1. Senin Matematika Ekonomi Geografi
Geografi Matematika Ekonomi
Ekonomi Geografi Matematika

2. Selasa Bahasa Inggris Ekonomi Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Ekonomi
Ekonomi Bahasa Indonesia Bahasa Inggris

3. Rabu Bahasa Indonesia Matematika PKn


Matematika PKn Bahasa Indonesia
PKn Bahasa Indonesia Matematika

4. Kamis Fisika Sosiologi Tata Negara


Kimia Sosiologi Tata Negara
Biologi Tata Negara Sosiologi

5. Jumat PKn Bahasa Inggris Sejarah


Bahasa Inggris Sejarah PKn
Sejarah PKn Bahasa Inggris

128
Lampiran 6
PROFIL TUTOR PKBM SANTIKA

No. Nama L/P Umur Status Perkawinan Agama Pendidikan Terakhir Alamat

1 Rak L 47 tahun Kawin Islam S1 Komplek TMII Bambu Apus Jakarta Timur

2 Sun P 44 tahun Kawin Islam S1 Komplek TMII Bambu Apus Jakarta Timur

3 Ans P 33 tahun Kawin Islam D3 Jl. Bambu Hitam No. 56 Bambu Apus

4 Was L 46 tahun Kawin Islam D3 Jl. Lubang Buaya No. 156 Jakarta timur

5 Sul L 46 tahun Kawin Islam S1 Jl. Bambu Apus, Gg. SDN 01, Jakarta Timur

6 Jkl L 52 tahun Kawin Islam S1 Jl. Bambu Apus Jakarta Timur

7 Rar P 40 tahun Kawin Islam S1 Jl. Gempol, Bambu Apus Jakarta Timur

8 Krt L 35 tahun Kawin Islam D3 Jl. Palem Kartika, Bambu Apus


Lampiran 7
DAFTAR NAMA PKBM
DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2007
Lampiran 8

CATATAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN WARGA BELAJAR

PKBM SANTIKA

Para responden yang berasal dari kategori warga belajar PKBM Santika
menjelaskan bahwa proses awal mereka bergabung di PKBM tersebut didukung
oleh informasi dari rekan ataupun kerabat yang pernah mendapat pembelajaran
Paket C pada PKBM Santika. Terdapat beragam hal yang melatar belakangi para
anggota komunitas tersebut untuk memilih PKBM sebagai tempat belajar.
Umumnya, keterbatasan keuangan, waktu, dan kemampuan diri, dan status/ posisi
dalam suatu pekerjaan, merupakan faktor yang mendorong mereka untuk belajar
di PKBM Santika.

Warga belajar yang berhasil diwawancarai juga mengungkapkan bahwa


dari segi biaya, PKBM Santika tidak memberatkan calon warga belajar. Biaya
disesuaikan dengan keadaan calon warga belajar. Namun, besarnya dana yang
harus dikeluarkan telah ditetapkan oleh pihak PKBM Santika, sesuai kriteria yang
telah distandarisasi secara sepihak oleh pengelola PKBM Santika. Sejalan dengan
hal tersebut, jika dibandingkan dengan PKBM bertipe swasta lainnya di wilayah
Jakarta, menurut warga belajar, PKBM Santika termasuk lebih murah dalam
penetapan biaya masuk dan bulanan (SPP). Biaya masuk berkisar antara Rp.
100.000,- sampai lebih dari Rp. 1.750.000,-. Sementara SPP untuk warga belajar
Paket C kelas I, II, dan III masing-masing sebesar Rp. 50.000,- , Rp. 75.000,- ,
dan Rp. 100.000,-. Biaya lain yang biasanya dikenakan, yakni biaya untuk ujian/
semester sebesar Rp. 20.000,- , dan uang ijazah sejumlah Rp. 100.000,-.

Hasil pengakuan para responden (warga belajar) menunjukkan bahwa


rekan-rekan maupun kerabat mereka yang telah lulus dari Paket C PKBM Santika,
mampu mencapai keadaan hidup yang lebih baik dibandingkan masa sebelum
mereka memiliki ijazah Paket C. Hal inilah yang diduga turut membentuk mind
set para anggota komunitas tersebut yang meyakni bahwa ijazah merupakan syarat
utama untuk dapat diterima oleh ”pasar”. Beragam cerita terkait perkembangan
lulusan PKBM berhasil diketahui dari para responden. Seluruh cerita dari warga
belajar menunjukkan bahwa tidak sedikit lulusan PKBM (Paket C) yang
mendapatkan pekerjaan. Selain itu, banyak pula lulusan PKBM Santika yang
berhasil mendapatkan kenaikan pangkat di pekerjaannya, dan juga berhasil
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Program Paket C di PKBM Santika yang setara dengan SMA, juga
menjalankan kegiatan belajar di dalamnya. Kegiatan belajar berupa tutorial
dilakukan secara rutin setiap Senin sampai Jumat, pukul 18.30 hingga 20.30 WIB.
Sejalan dengan itu, PKBM Santika juga memiliki pelajaran tambahan
keterampilan berupa kursus komputer yang dilaksanakan setiap hari Senin sampai
Jumat, pukul 15.00 hingga 17.00 WIB.
Berdasarkan pemaparan dari responden (warga belajar), untuk kursus komputer
masing-masing dari mereka dikenakan biaya tambahan. Setiap program komputer
(word dan excel) yang mereka ikuti, mengharuskan mereka membayar Rp.
50.000,-. Namun demikian, untuk pelajaran tambahan keterampilan ini, warga
belajar tidak diharuskan mengikuti kegiatan tersebut.

Para warga belajar yang mengikuti pelajaran/ kursus komputer mengakui


bahwa mereka merasa program tersebut memang sama manfaatnya dengan
pembelajaran Pakt C di kelas. Bagi mereka, kursus komputer diyakini berguna
bagi karir mereka kelak. Membahas lebih lanjut mengenai kemanfaatan dan
kebutuhan Program Paket C, mereka menyatakan bahwa semua mereka jalankan
untuk dapat memperbaiki kehidupan mereka. Peningkatan kualitas hidup oleh
mereka ditandai dengan keberhasilan mereka untuk mendapat pekerjaan,
memperoleh penyesuaian karir dan pendapatan di pekerjaan mereka, ataupun
ketika mereka berhasil melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
(perguruan tinggi).

Terkait dengan kondisi PKBM Santika, para responden (warga belajar)


sepakat bahwa PKBM Santika unggul dalam hal kualitas tutor. Kemampuan tutor
oleh para warga belajar, diakui sangat berperan dalam kelancaran proses
pembelajaran di kelas. Menurut mereka, tutor PKBM Santika telah mampu
menempatkan diri sebagai rekan/ pendamping yang tidak ”menggurui”. Cara
mengajar para tutor yang interaktif, dan tidak membosankan, juga diakui sebagai
faktor yang membantu warga belajar untuk memahami materi. Tugas rumah (PR)
yang biasanya diberikan kepada warga belajar, sering dibahas (didiskusikan) di
kelas. Meskipun buku paket pelajaran tidak disediakan, sebagian besar tutor selalu
membuat salinan materi kepada warga belajar ataupun memberikan catatan kuliah
kepada mereka. Hal ini juga turut memperlancar situasi pembelajaran di PKBM
Santika.

Keterbatasan waktu pembelajaran yang dilakukan pada malam hari,


disepakati oleh para responden sebagai hambatan utama pelaksanaan pendidikan
di PKBM Santika. Pemilihan waktu belajar pada malam hari memang dilakukan
atas pertimbangan keterbatasan waktu komunitas warga belajar yang harus
bekerja pada siang hari. Selain itu, gedung yang dijadikan panti belajar PKBM
tidak memungkinkan untuk digunakan pada pagi hari karena diisi oleh murid
SMA Santika. Pada akhirnya, upaya penyelesaian pun harus dilakukan oleh pihak
warga belajar. Upaya tersebut yakni belajar mandiri yang semata-mata dilandasi
oleh inisiatif para warga belajar PKBM Santika.
Lampiran 9

CATATAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN TUTOR

PKBM SANTIKA

Keberadaan PKBM di wilayah Cipayung diakui oleh tutor sebagai


pelengkap yang sifatnya sangat dibutuhkan oleh sebagian anggota komunitas
setempat. Bahkan, pentingnya PKBM Santika juga dirasakan oleh sebagian
anggota komunitas luar wilayah Cipayung. Hal ini tergambar dari adanya
kebutuhan ijazah bagi komunitas untuk dapat memperbaiki hidupnya.
Berdasarkan hal tersebut, adanya PKBM Santika dengan Program Paket C nya
dianggap sesuai dengan kebutuhan komunitas. Dikatakan demikian karena pada
dasarnya keberadaan Program Paket C disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
komunitas setempat.

Kompetensi komunitas warga belajar PKBM Santika menurut tutor


memang tidak bisa disamakan dengan kompetensi murid-murid sekolah formal.
Mereka menyebut keterbatasan waktu pembelajaran sebagai kondisi yang
membatasi peningkatan kompetensi para warga belajar. Untuk itu, para tutor
mengagumi semangat warga belajar yang menyempatkan diri hadir dalam
pembelajaran di kelas.

Kegiatan belajar di dalam kelas, sesuai dengan keberadaan tutor, berwujud


kegiatan tutorial. Tutor berusaha seoptimal mungkin untuk menempatkan diri
mereka sebagai rekan yang mendampingi warga belajar dalam pembelajaran.
Metode belajar yang dipilih PKBM Santika masih sesuai dengan teknik
pembelajaran formal berupa ceramah/kuliah dan dikombinasikan dengan diskusi.
Metode disesuaikan dengan rentang usia warga belajar yang tergolong dewasa.
Ketersedian modul belajar di PKBM diakui oleh tutor memang hanya sebatas
pemberian salinan materi (foto copy) maupun catatan kuliah. Pemilikan buku
paket hanya diperoleh sebagian warga belajar yang memang membutuhkan
tambahan bahan belajar

Setiap harinya, jumlah warga belajar yang mengikuti pembelajaran


berjumlah antara sembilan sampai 22 orang. Hal ini memang sejalan dengan
adanya fleksibilitas waktu dalam pembelajaran di PKBM Santika. Namun, para
tutor menyayangkan kondisi tersebut. Menurut mereka, proses dan hasil belajar
merupakan hal yang harus berjalan dengan seimbang.

Terkait dengan pembelajaran di PKBM Santika, para tutor melihat adanya


beberapa perubahan. Awalnya, warga belajar didominasi oleh anggota komunitas
yang telah bekerja. Namun, saat ini warga belajar dari kalangan anak putus
sekolah banyak tergabung di PKBM Santika.

Berdasarkan pandangan salah seorang tutor, hal ini disebabkan adanya anak-anak
usia sekolah yang mampu namun ”enggan” mengikuti pembelajaran pada jalur
formal. Alasan-alasan seputar peraturan sekolah formal yang ”saklek” disebut
oleh tutor sebagai salah satu kemungkinan penyebab ”keengganan” tersebut.

Membahas tentang keswadayaan PKBM Santika, para tutor bersepakat


bahwa PKBM Santika dan komunitas pembelajarnya telah mampu mencapai
kemandirian. Terbukti dari kemampuan PKBM untuk merenovasi panti belajar,
meningkatkan besarnya honor bagi tutor (Rp. 40.000,-/ satu jam pelajaran), dan
menjalankan program dengan lancar tanpa bergantung dari bantuan pihak
manapun termasuk pemerintah. Namun, dalam hal pelibatan/ peranserta warga
belajar maupun tutor, khususnya dalam hal perencanaan, pihak PKBM sama
sekali tidak ada keleluasaan. Meskipun saat ini mulai muncul keleluasaan dalam
pemilihan jurusan untuk Program Paket C, partisipasi masih belum dijadikan
pendekatan utama dalam jalannya pendidikan di PKBM Santika. Kondisi ini
menurut tutor didasari oleh status kepemilikan PKBM Santika yang dikelola oleh
pihak swasta (Yayasan Santika).

Peningkatan partisipasi dalam hal pemilihan jurusan pada Paket C tidak


menutup fakta mengenai penentuan jurusan IPS oleh PKBM Santika sebagai satu-
satunya jurusan yang ditetapkan pada awal pelembagaan PKBM Santika.
Menanggapi fakta tersebut, para tutor memaparkan bahwa penentuan tersebut
memang datang dari pihak pengelola. Hal ini diyakini oleh tutor, sebagai
keputusan yang didasarkan pada kondisi ataupun kemampuan dari calon warga
belajar.

Keterbatasan waktu yang sempat tersirat pada paparan di atas, merupakan


hambatan utama yang dirasakan oleh para tutor, khususnya dalam hal pelaksanaan
kegiatan tutorial. Rentang waktu yang sempit (25 menit) untuk menyampaikan
materi kepada warga belajar, menyulitkan tutor untuk memastikan
tersampaikannya inti materi pada setiap jam pelajaran. Untuk itu, para tutor
berupaya untuk mensiasati kondisi tersebut dengan cara menerapkan strategi-
penyampaian-inti-materi dalam setiap kegiatan tutorial.
Lampiran 10

CATATAN WAWANCARA MENDALAM DENGAN

KETUA PENGELOLA PKBM SANTIKA

Nama Responden : Suy


Usia : 59 tahun
Pekerjaan : Pemilik Yayasan Santika, Ketua PKBM Santika
Tempat : Ruang Ketua PKBM Santika
Waktu : 19.00- 20.30 WIB
Pewawancara : Andhini Nurul Fatimah

Pada awalnya, Pak Suy menjalankan program pendidikan persamaan SMP


dan SMA. Saat itu, meskipun gedung penyelenggaraan pendidikan nonformalnya
masih menumpang pada sebuah gedung STM Setia Budi, demi membantu
masyarakat yang ingin belajar namun tidak memiliki kesempatan belajar di
sekolah formal, Pak Suy tetap berusaha menjalankan pendidikan persamaan
sebaik dan setekun mungkin. Pada tahun 2001, beliau berhasil menggantikan
pendidikan persamaan ke dalam bentuk baru berupa PKBM yang dinamakan
PKBM Santika. Berikut ini dijabarkan perkembangan PKBM sejak awal hingga
saat ini.

Komponen PKBM Kondisi awal (tahun 2001) Kondisi terkini (tahun 2008)
Tutor Enam orang Delapan orang
Lokal kelas pada Tiga kelas Tujuh kelas (tiga kelas yang
Panti Belajar dibuka untuk kegiatan
belajar PKBM)
Fasilitas - TBM (belum difungsikan)
Warga belajar 20 orang 162 orang
(Paket C)
Program Paket B, dan Paket C Paket B, Paket C, dan
tambahan keterampilan
untuk Paket C (Kursus
komputer)
Pengelolaan Masih bergantung pada Swadaya WB
bantuan pemerintah
Ragi belajar - -
Sarana belajar Modul dari pemerintah 12 unit komputer
Modul berupa foto copyan
dan bantuan dari pemerintah
Berdasarkan pengakuan beliau, tutor di PKBM Santika memiliki
keunggulan karena mayoritas merupakan sarjana strata satu dengan pengalaman
mengajar yang dimiliki oleh setiap tutor PKBM. Sementara, warga belajar Paket
C di PKBM Santika yang berjumlah 162 orang merupakan warga belajar yang
berasal dari wilayah yang beragam di Jakarta. Mereka dikategorisasi oleh beliau
ke dalam dua tipe Warga belajar (WB); Warga Belajar Biasa (WBB) dan Warga
Belajar Istimewa (WBI).

Warga belajar istimewa merupakan anggota masyarakat yang bekerja


sebagai karyawan tetap/ swasta (contoh: Pegawai swasta, bagian administrasi, Staf
pelaksana, dan sebagainya), dan anggota masyarakat usia sekolah yang tidak lulus
ujian nasional atau di-drop out dari sekolah formal. Sementara, warga belajar
biasa adalah warga belajar dengan karakteristik di luar karakteristik warga belajar
istimewa. Contohnya Sipil ABRI, anggota masyarakat yang kurang mampu secara
finansial, pekerja non-staf (Pesuruh, Petugas kebersihan, Pembantu rumah tangga,
dan sebagainya), maupun masyarakat usia sekolah yang ”enggan” mengikuti
sistem pendidikan formal yang dijalankan oleh sekolah reguler.

Saat ini, PKBM Santika sudah dapat dikatakan mandiri. Di samping


karena statusnya sebagai PKBM swasta yang memang tidak mendapat bantuan
penuh dari pemerintah, PKBM Santika juga telah mampu menerapkan
keswadayaan warga belajar yang baik dalam hal pembiayaan. Peran pemerintah,
diakui oleh Pak Suy, terlihat jelas dalam hal penyelenggaraan ujian nasional saja.

”Kalau penyelenggaraan ujian nasional sepenuhnya dikerjakan oleh pemerintah,


mulai dari menyediakan tempat untuk ujian sampai data hasil ujian semua mereka
yang tangani. Tapi kalau bantuan-bantuan pengelolaan program untuk PKBM
swasta tidak banyak, kita memang benar-benar swadaya saja. Kalau untuk bantuan
pemerintah memang diutamakan ke PKBM negeri.” (Suy, 59 tahun)

Terkait dengan masyarakat pembelajar di PKBM Santika, Pak Suy selaku ketua
pengelola PKBM Santika menyadari bahwa partisipasi warga belajar dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran memang masih minim. Banyaknya jumlah
warga belajar yang telah bekerja, menciptakan waktu pembelajaran menjadi jauh
lebih ”fleksibel” dari konsep yang semestinya.

“Kebanyakan kan mereka kerja. Jadi tidak bisa dipaksakan juga untuk ikut
pembelajaran di kelas. Mencari nafkah memang tetap prioritas utama. Ada yang
seminggu sekali atau dua kali masih datang. Tapi untuk murid-murid yang
karyawan lebih banyak motivasinya kurang untuk hadir di kelas. Cuma hadir pas
ujian saja, sama seperti anak yang tidak lulus UN formal pada tidak mau datang
mereka.” (Suy, 59 tahun)
Kondisi tersebut pada akhirnya mengantarkan Ketua pengelola PKBM Santika
pada suatu kesimpulan bahwa minimnya atensi warga belajar PKBM Santika akan
pentingnya mengikuti proses pembelajaran, merupakan suatu hal yang telah
menghambat pelaksanaan pendidikan oleh PKBM Santika dalam rangka
pengembangan masyarakat. Hal ini tercermin dari kutipan pernyataan beliau,
berikut ini.
“Motivasi murid yang rendah. Ini jelas terlihat dari kehadiran murid. Setiap hari
paling hanya belasan yang hadir. Paling banyak 20anlah. Apalagi murid yang
anak-anak tidak lulus UN sekolah formal. Mereka sama sekali tidak ikut
pembelajaran. Untuk yang sudah kerja ya saya menekankan kepada mereka untuk
mengusahakan hadir walau sekali dua kali setiap bulannya. Tapi memang
pekerjaan mereka harus diprioritaskan.” (Suy, 59 tahun)

Menindaklanjuti masalah tersebut, Pak Suy, selaku ketua pengelola PKBM


Santika dan juga pengelola lainnya berupaya menyelesaikan masalah yang ada.
Beberapa upaya yang dilakukan, yakni dengan cara selalu mengkomunikasikan
pentingnya hadir dalam pembelajaran, serta memberikan paket-paket modul yang
berisi rangkuman semua materi pembelajaran kepada warga belajar yang jarang/
tidak pernah hadir dalam proses belajar.

“Dari awal kita selalu menyampaikan kepada mereka untuk mengusahakan hadir.
Sebagai upaya lain, kita juga sudah memberikan modul berisi rangkuman semua
pelajaran. Baru sebatas itu saja. Karena sulit juga, mereka kan sudah bekerja.”
(Suy, 59 tahun)

Selain itu, dalam rangka mengembangkan warga belajar, Pak Suy selaku Ketua
PKBM Santika sedang berencana untuk melakukan pemasangan internet bagi
warga belajar PKBM Santika. Terkait dengan pengembangan yang sedang
dijalankan oleh PKBM Santika, terhitung sejak tahun 2005, PKBM Santika
melakukan renovasi panti belajar dalam rangka memenuhi keinginan warga
belajar PKBM Santika dalam rangka penciptaan kondisi pembelajaran yang
nyaman dan lancar.
Lampiran 11

LAPORAN PENGAMATAN BERPERANSERTA

Hari/ tanggal : Jum’at, 11 April 2008


Lokasi pengamatan : Kegiatan belajar pada pelajaran komputer
Objek pengamatan : 1. Kegiatan belajar pada pelajaran komputer
2. Metode pembelajaran yang diterapkan oleh tutor
3. Aktivitas tutor dan warga belajar pada kegiatan
pembelajaran
komputer
4. Sarana belajar yang tersedia

Objek yang diamati Penjelasan


1. Kegiatan belajar Kegiatan pembelajaran yang dijalankan pada
kelas komputer ialah kegiatan tutorial,
dimana tutor (Pak Krt) menempatkan diri
sebagai pendamping. Hal ini ditunjukkan
dari pengakuan beliau serta terlihat dari cara
beliau membelajarkan warga belajar. Selama
pengajaran, kegiatan tutorial dibagi ke dalam
tiga sesi, yakni: pendahuluan, inti, dan
penutup. Pada awalnya, lebih kurang 10
menit beliau mempersiapkan kondisi
pembelajaran, menyelesaikan absensi warga
belajar (WB), dan menyampaikan tujuan
belajar hari itu, yakni tentang program excel
(membuat jurnal dari suatu perusahaan
perdagangan). Setelah itu, kegiatan berlanjut
kepada kegiatan inti berupa praktek
pembuatan jurnal selama 90 menit. Pada
kegiatan inti terlihat bahwa tutor tidak
bersifat sebagai guru yang “paling tahu”
namun beliau lebih memberi keleluasaan
masing-masing warga belajar untuk
mengerjakan tugas bersama-sama. Warga
belajar terlihat aktif mengajukan beragam
pertanyaan dan tutor selalu mendampingi
dan memberi feed back yang baik. Sisa
waktu 20 menit terakhir di gunakan tutor
untuk melakukan penilaian terhadap
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan,
membuat kesimpulan tentang materi praktek
bersama-sama dengan WB, memotivasi WB
untuk melatih keterampilan yang diberikan
selepas pembelajaran usai, dan
menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
2. Metode pembelajaran Untuk pelajaran komputer konsep POD jelas
terlihat. Terbukti dari adanya praktek
langsung oleh warga belajar untuk
mngeplikasi program excel yang didampingi
oleh tutor. Dalam hal ini tutor tidak hanya
menjelaskan namun memberi lembaran kerja
pada warga belajar untuk dikerjakan masing-
masing. Namun demikian, peluang untuk
berdiskusi terbuka luas. Selama praktek
berlangsung, tutor terlihat aktif membantu
warga belajar dalam praktek pengerjaan
tugas yang diberikan. Interaksi terjalin
dengan baik dengan adanya metode
pembelajaran berupa praktek yang
digunakan oleh tutor. Hal ini dibuktikan oleh
adanya komunikasi dua arah antara tutor dan
WB berupa pertanyaan yang disampaikan
oleh WB perihal rumus-rumus pada aplikasi
excel yang belum mereka mengerti yang
diikuti oleh penjelasan yang baik oleh tutor.

3. Aktivitas Kursus dimulai pada pukul 15.00- 17.00


WIB dan dihadiri oleh 4 orang warga belajar
yang kesemuanya perempuan. Namun, satu
orang WB datang terlambat. Mereka terdiri
dari WB Paket C kelas dua dan tiga yang
masing masing bernama Tu, El, Ed, dan Rn.

4. Sarana Terdapat lima unit komputer berwarna hitam


berjajar di atas meja kayu panjang berwarna
cokelat. Menurut pengakuan tutor komputer,
saat ini hanya lima unit komputer dari
jumlah total 12 unit yang bisa diaktifkan.
Hal ini menurutnya dikarenakan
keterbatasan dalam hal penyediaan listrik. Di
samping meja tutor yang terletak di seberang
deretan komputer, terdapat rak berukuran
cukup besar yang berisi buku-buku paket
pelajaran bagi warga belajar kelas satu dan
dua. Menurut paparan tutor tersebut, buku-
buku tersebut merupakan subsidi dari
pemerintah. Rak yang berisi buku-buku,
diketahui kemudian sebagai bagian kecil dari
buku-buku TBM (semacam perpustakaan)
yang saat ini sedang dibuat ruang khusus
untuk TBM tersebut.
Lampiran 12

DAFTAR RESPONDEN DAN INFORMAN

No Nama Status dalam penelitian Usia Keterangan


Responden Informan (tahun)

1. Suy 9 9 59 Ketua PKBM Santika

2. Rak 9 47 Pimpinan Paket C

3. Eyt 9 32 Tata Usaha

4. Krt 9 35 Tutor

5. Rar 9 9 40 Tutor

6. Ans 9 33 Tutor

7. Sut 9 31 Warga Belajar

8. Inw 9 19 Warga Belajar

9. Hem 9 19 Warga Belajar

10. Mjr 9 19 Warga Belajar

11. Rsd 9 18 Warga Belajar

12. Soh 9 21 Warga Belajar

13. Mrt 9 58 Kasi Dikmenti


Kecamatan Cipayung
14. End 9 35 Lulusan PKBM
Santika

Anda mungkin juga menyukai