Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PROYEK MINI

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


EVALUASI PERBANDINGAN KADAR HEMOGLOBIN SEBELUM
DAN SESUDAH EDUKASI ANEMIA DAN PEMBERIAN
SUPLEMENTASI PADA SISWA SMAN 2 KEFAMENANU

Pembimbing

dr. Desi Gloria Damanik

Oleh

dr. Reynardo Kurnia Hadiyanto Purba

PUSKESMAS SASI

DINAS KESEHATAN KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

TAHUN 2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Kegiatan

Anemia adalah kondisi medis yang ditandai oleh tingkat sel darah merah

atau konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dari normal. Ini terutama

memengaruhi wanita dan anak-anak. Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan

jumlah hemoglobin yang cukup untuk mengangkut oksigen dengan efektif ke

organ dan jaringan. Penyebab anemia meliputi faktor-faktor seperti nutrisi yang

tidak memadai, infeksi, penyakit kronis, pendarahan menstruasi yang berlebihan,

masalah terkait kehamilan, dan riwayat keluarga kondisi tersebut.1

Efek anemia dapat beragam, meliputi berbagai aspek kehidupan. Ini dapat

menghambat prestasi akademik dengan menyebabkan keterlambatan

perkembangan dan gangguan perilaku seperti aktivitas motorik yang berkurang,

interaksi sosial yang terganggu, dan kesulitan berkonsentrasi pada tugas. Pada

dewasa, anemia dapat berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup secara

keseluruhan. Selama kehamilan, anemia telah dikaitkan dengan hasil ibu dan bayi

yang buruk, termasuk kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan

peningkatan kematian ibu. Selain implikasi kesehatan, anemia juga dapat

mengganggu pertumbuhan sosioekonomi sebuah negara.1

Wantia usia produktif (15-49 tahun) merupakan salah satu kelompok usia

yang rentan terhadap anemia. Berdasarkan data WHO tahun 2019, anemia

menjadi masalah pada 30% populasi wanita usia produktif yang tidak hamil (539

juta) dan 37% pada populasi yang hamil (32 Juta). Data WHO juga menunjukan
bahwa setidaknya 31,2% dari seluruh populasi wanita usia produktif di Indonesia

mengalami anemia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 Riskesdas 2018

anemia pada remaja itu masih sangat tinggi di atas 20%. Secara rinci, anemia

pada anak usia 5 sampai 14 tahun sebesar 26,8%, usia 15 sampai dengan 24 tahun

mencapai 32%. Data diatas menunjukan bahwa anemia masih merupakan salah

satu problematika gizi yang signifikan di Indonesia.2,3

Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), salah satu kabupaten di provinsi

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan fokus dari projek ini. Tidak ada data

spesifik terkait angka anemia, namun berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia

(SSGI) secara kondisi gizi NTT merupakan provinsi dengan prevalensi balita

underweight tertinggi di Indonesia (28,4%) dan prevalensi balita stunting

tertinggi (35,3%) membuktikan bahwa masalah gizi di NTT masih signifikan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, TTU sendiri berada dalam

peringkat 4 dengan angka stunting tertinggi di NTT (24%). Angka tersebut

menunjukan problematika terkait nutrisi masih merupakan fokus intervensi yang

penting di kabupaten TTU.4,5

Beberapa program telah dilaksanakan oleh pemerintah negara maupun

provinsi dan kabupaten. Salah satu program adalah pendekatan kepada

perempuan usia produktif yang masih berada dalam sekolah menengah pertama

(SMP) maupun atas (SMA). Program yang dimaksud adalah edukasi dan

pembagian fortifikasi dan suplemen besi yang diberikan dalam bentuk tablet

tambah darah. Program ini sangat positif karena sesuai dengan rekomendasi

WHO. Sebuah systematic review menunjukan kombinasi dari edukasi dan


pemberian suplementasi memberikan dampak positif dan lebih signifikan

dibandingkan jika hanya diberikan salah satu intervensi.6–8

Dalam proyek ini, akan dilakukan evaluasi terkait pelaksanaan dan

keberhasilan program yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten TTU

yang dilaksanakan oleh Puskesmas Sasi. Evaluasi keberhasilan program ini akan

diwakilkan oleh SMAN 2 Kefamenanu, terkhususnya target intervensi yaitu

perempuan kelas 1. SMAN 2 Kefamenanu dipilih dikarenakan data yang tersedia

yaitu hasil pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) pada siswi kelas 1, menunjukan

prevalensi anemia yang cukup tinggi dimana sekitar 52% yang diperiksa

mengalami anemia. Evaluasi ini dilakukan demi menentukan signifikansi dari

program ini, serta menentukan apakah diperlukan perbaikan dalam prosedur yang

akan dilakukan kedepannya.

2. Identifikasi Masalah

Apakah terdapat perbandingan signifikan kadar hemoglobin sebelum dan

sesudah intervensi dengan edukasi mengenai anemia dan tablet tambah darah

pada siswi SMAN 2 Kefamenanu ?

3. Tujuan Kegiatan

Tujuan Umum

Mengetahui apakah terdapat perubahan signifikian kadar hemoglobin pada

siswi SMAN 2 Kefamenanu setelah pemberian intervensi dengan edukasi dan

tablet tambah darah.


Tujuan Khusus

1. Mengetahui profil hemoglobin dan anemia pada siswi SMAN 2

Kefamenanu setelah pemberian intervensi.

2. Mengevaluasi efektivitas program pencegahan anemia pada siswi SMAN

2 Kefamenanu.

3. Mengevaluasi kepatuhan konsumsi tablet tambah darah pada siswi

SMAN 2 Kefamenanu.

4. Meningkatkan kesadaran kesehatan terkhususnya terkait anemia pada

siswi SMAN 2 Kefamenanu.

4. Manfaat Kegiatan

Program pencegahan anemia pada wanita usia produktif merupakan program

rutin yang dilaksanakan oleh Puskesmas Sasi demi mendukung program

Kementrian Kesehatan untuk menanggulangi Anemia. Program ini dilaksanakan

dengan penyuluhan dan edukasi terkait anemia dilanjutkan dengan pemberian

fortifikasi besi yaitu tablet tambah darah. Program ini tentunya memberikan

dampak positif, namun untuk mendukung pelaksanaan program yang sama

kedepannya, evaluasi perlu dilakukan.

Projek yang direncakan ini berharap membantu program ini kedepannya.

Manfaat dari dilakukan program ini berupa:

1. Mengevaluasi signifikansi perubahan yang diberikan, dibantu dengan

data statistik.
2. Memberikan profil hemoglobin dan anemia pada siswi SMAN 2

Kefamenanu setelah intervensi.

3. Meningkatkan keberhasilan program berikutnya dengan mengetahui

kekurangan yang didapatkan dari program sebelumnya.

4. Mendukung sekolah dalam memperhatikan kesehatan siswa-siswinya.

5. Meningkatkan kesadaran siswi terkait kesehatannya terutama yang

berkaitan dengan anemia.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi
Anemia, adalah kondisi dimana didapatkan konsentrasi hemoglobin yang

rendah dibawah standar normal kadar hemoglobin(Hb) dalam tubuh. 9,10

Konsentrasi hemoglobin yang rendah ini akan berbanding lurus dengan

kemampuan pengangkutan oksigen dalam tubuh, yang dapat menyebabkan tubuh

tidak mendapatkan oksigen yang cukup untuk kebutuhan fisiologis.11 Banyak

refrensi yang memiliki angka yang berbeda, namun umumnya keadaan anemia

ditentukan apabila ditemukan kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 14 g/dl pada

pria dewasa dan kurang dari 12 g/dl pada wanita dewasa. Secara fisiologis angka

normal pada laki-laki berada sekitar 1,5 hingga 2 g/dl lebih tinggi dari

perempuan.12,13 Sejak usia 3 bulan sampai pubertas, kadar hemoglobin yang

kurang dari 11,0 g/dl menunjukan anemia. Umumnya penurunan kadar

hemoglobin disertai juga dengan penurunan jumlah eritrosit dan hematokrit.

Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis

kelamin, ketinggian, tempat tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti

kehamilan. Perubahan volume plasma sirkulasi total dan massa hemoglobin

sirkulasi total menentukan konsentrasi hemoglobin.11,12,14


Tabel 2.1 Diagnosis anemia berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO.5
POPULASI Kadar Hemoglobin anemia (gr/dl)
Ringan Sedang Berat
Balita 6-59 bulan 10-10,9 7-9,9 <7
Anak 5-11 tahun 11-11,4 8-10,9 <8
Anak 14-15 tahun 11-11,9 8-10,9 <8
Wanita 15 tahun ke atas (tidak hamil) 11-11,9 8-10,9 <8
Wanita 15 tahun ke atas (hamil) 10-10,9 7-9,9 <7
Pria 15 tahun ke atas 11-12,9 8-10,9 <8

Anemia secara umum disebabkan oleh kondisi-kondisi yang dapat

membuat penurunan jumlah eritrosit seperti gangguan pembentukan eritrosit

oleh sumsum tulang, perdarahan, dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh

(hemolisis) yang lebih cepat dari normal. Ini adalah definisi fisiologi anemia.

Anemia umumnya adalah manifestasi dari penyebab primer yang lain dan dapat

dihubungkan dengan beberapa disfungsi organ.13

2.1.2 Manifestasi
Pucat adalah tanda klinis anemia yang paling penting, tetapi biasanya

tidak terlihat kecuali hemoglobin turun menjadi 7 g/dL hingga 8 g/dL. Anamnesis

menyeluruh dapat mengungkapkan kelelahan, penurunan kemampuan untuk

bekerja, sesak napas, atau gagal jantung kongestif yang memburuk. Anak-anak

mungkin mengalami gangguan kognitif dan keterlambatan perkembangan.15

Meskipun anemia defisiensi besi adalah diagnosis laboratorium, riwayat

yang diperoleh dengan hati-hati dapat memudahkan pengenalannya. Anamnesis

juga dapat berguna dalam menetapkan etiologi anemia. Anemia defisiensi besi

sering berkembang secara bertahap, dengan sedikit kehilangan darah. Orang


tersebut mungkin tetap asimtomatik sampai simpanan besinya cukup habis untuk

mengganggu produksi sel darah merah dan jaringan lain, di mana kelelahan dan

gejala lain muncul. 15

Separuh pasien dengan anemia defisiensi besi sedang mengalami

pagophagia. Biasanya, mereka mendambakan es untuk dihisap atau dikunyah.

Kadang-kadang, terlihat pasien yang lebih suka seledri dingin atau sayuran

dingin lainnya sebagai pengganti es. Kram kaki, yang terjadi saat menaiki tangga,

juga sering terjadi pada pasien yang kekurangan zat besi. Sakit kepala kronis

sering ditemukan, dengan tingkat keparahan sakit kepala berkorelasi dengan

tingkat keparahan anemia defisiensi besi. 15

Kelelahan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan kerja berat

dikaitkan dengan kurangnya hemoglobin yang bersirkulasi; namun, mereka

terjadi di luar proporsi derajat anemia dan mungkin karena penipisan protein

yang membutuhkan zat besi sebagai bagian dari strukturnya. 15

Anemia menghasilkan pucat nonspesifik pada selaput mukosa seperti

pada bibir dan mata, dan dapat terlihat pada warna kulit yang cenderung lebih

pucat. Sejumlah kelainan jaringan epitel dijelaskan dalam hubungannya dengan

anemia defisiensi besi. Ini termasuk anyaman esofagus, koilonikia, glositis,

stomatitis sudut, dan atrofi lambung. 15


2.1.3 Faktor yang mempengaruhi

1. Umur

Kelompok usia yang berbeda memiliki kebutuhan gizi yang berbeda. Anak balita

memiliki kecenderungan anemia yang lebih tinggi dikarenakan kebutuhan gizi

yang butuh dipenuhi dengan cepat dalam masa pertumbuhan. Kelompok usia

yang perlu diperhatikan juga adalah remaja perempuan dimana tubuh mengalami

perubahan drastis pada saat pubertas. Perubahan metabolisme pada usia remaja

membutuhkan gizi yang lebih terutama zat besi, sehingga kelompok usia ini

rentan terhadap anemia. Wanita usia subur berusia 21 tahun keatas memiliki

resiko anemia yang lebih rendah dibandingkan anak dan remaja.16,17

2. Konsumsi Gizi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dialami dan

berkaitan erat dengan gizi. Konsumsi makanan yang bergizi merupakan salah

satu faktor penting yang mempengaruhi. Hal ini tidak hanya terbatas pada

konsumsi zat besi, tetapi juga mineral dan vitamin lainnya seperti asam folat,

Vitamin A, C, B dimana kekurangan zat tersebut mengganggu dalam

metabolisme besi dan sel darah merah yang dapat berujung pada anemia.

Diketahui juga bahwa perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) yang

kurangn (<18) memiliki angka anemia yang lebih tinggi daripada perempuan

dengan IMT yang normal.16,18

3. Sosioekonomi

Sosioekonomi berpengaruh secara langsung dan tidak langsung kepada anemia.

Berdasarkan data dari WHO, negara berkembang memiliki angka anemia yang
lebih tinggi. Negara berkembang cendenrung memiliki logisitik yang lebih buruk

sehingga kemampuan untuk mendapat bantuan dan fasilitas ksehatan lebih sulit

Sosioekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga untuk mendapatkan bahan

makanan yang bernutrisi untuk mencegah terjadinya anemia.17,19

4. Edukasi

Tingkat edukasi diketahui meningkatkan keberhasilan dalam pencegahan

anemia. Secara data, perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

memiliki angka kecenderungan anemia yang lebih rendah. Hal ini dapat

dikaitkan dengan kemampuan pemahaman pada saat edukasi terkait prevensi

anemia dan juga pemahaman akan konsumsi gizi.8,16,19

5. Kehamilan

Pada saat kehamilan, nutrisi ibu akan dibagikan kepada bayi, ini dapat berujung

kepada kebutuhan zat nutrisi yang lebih tinggi. Usia pada saat kehamilan juga

penting, dimana usia diatas 21 tahun lebih ideal untuk hamil dibandingkan saat

remaja karena pada saat remaja, tubuh membutuhkan nutrisi lebih selama proses

pubertas. Kehamilan pada usia yang lebih mudah cenderung meningkatkan

angka kejadian anemia yang berujung kepada prognosis kelahiran yang lebih

buruk.16,17

6. Infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu yang diketahui dapat menyebabkan

anemia. Infeksi cacing dan Helicobacter diketahui menjadi salah satu sumber

infeksi yang berujung kepada anemia. Pencegahan dan pengobatan terhadap

infeksi ini dapat menurunkan angka anemia.16,18,20


2.1.4 Dampak Anemia pada Remaja Putri

1. Kehamilan Berbahaya

Dampak anemia yang paling ditakuti adalah yang dialami saat kehamilan.

Diketahui anemia yang dialami bahkan dari sebelum hamil akan semakin

diperburuk dengan kehamilan. Anemia memperburuk kejadian saat kehamilan

dan kelahiran, memberikan prognosis yang buruk pada ibu dan bayi seperti

meningkatkan angka perdarahan setelah melahirkan dan aborsi. Apabila bayi

dapat dilahirkan, anemia pada ibu akan berdampak pada gizi bayi yang dapat

berujung pada gangguan pertumbuhan seperti stunting.17,20

2. Gizi Kurang

Anemia mempengaruhi metabolisme tubuh, terutama metabolisme nutrisi.

Gangguan pada metabolisme ini mengakibatkan asupan nutrisi lainnya tidak

dapat diabsorbsi dengan baik dengan tubuh, sehingga status gizi tidak dapat

meningkat dengan baik.17,21

3. Penurunan Produktivitas

Penurunan fungsi tubuh yang menjadi gejala anemia dapat berdampak langsung

pada aktivitas dan produktivitas. Kondisi lemah dan fokus yang menurun

diketahui mengakibatkan konsentrasi terutama pada siswi menjadi menurun

sehingga dapat mengakibatkan penurunan dalam prestasi. Anemia juga dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari mengakibatkan remaja tidak dapat

mendapatkan efek maksimal dari aktivitas fisik seperti olahraga.19,22


4. Rentan Infeksi

Penurunan transport oksigen akan berdampak langsung pada metabolisme

seluruh sel dalam tubuh termasuk sel imun. Penurunan kualitas sel imun akan

mengakibatkan peningkatan kerentanan pada infeksi yang akan memperparah

kondisi anemia.20

2.1.5 Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

1. Pemerhatian asupan nutrisi dan suplementasi

Pencegahan utama dan yang terbaik adalah intervensi gizi. Peningkatan

asupan gizi yang dapat meningkatkan zat besi merupakan pencegahan awal

terhadap anemia terutama anemia defisiensi besi. Makanan yang kaya sumber zat

besi dari sumber hewani mencakup hati, ikan, daging, dan unggas, sementara dari

sumber nabati terdapat sayuran berwarna hijau tua dan kacang-kacangan. Untuk

meningkatkan penyerapan zat besi dari makanan nabati, disarankan untuk

mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk dan

jambu.6,7,22

Fortifikasi makanan dan suplementasi besi juga direkomendasikan

sebagai tindakan pencegahan anemia defisiensi besi. WHO telah menetapkan

pedoman untuk suplementasi zat besi intermiten dan harian yang secara khusus

menargetkan remaja. Di daerah dengan prevalensi anemia tinggi (≥40%), wanita

dewasa, gadis remaja, dan anak usia sekolah yang sedang menstruasi disarankan

untuk mengonsumsi 30–60 mg unsur besi setiap hari selama tiga bulan berturut-

turut dalam setahun. Di daerah dengan prevalensi anemia ≥20%, wanita dewasa

dan remaja putri menstruasi disarankan untuk mengonsumsi Weekly Iron and
Folic Acid Supplement (WIFAS) yang mengandung 60 mg unsur besi dan 400

mg asam folat seminggu sekali selama tiga bulan berturut-turut, diikuti dengan

periode tiga bulan tanpa suplemen atau sesuai dengan semester sekolah. Program

ini sudah dijalankan di Indonesia dengan pembagian Tablet Tambah Darah

(TTD) pada tingkat sekolah.6,7,22

2. Edukasi

Promosi kesehatan merupakan intervensi yang dapat diberikan oleh

institusi kesehatan primer seperti Puskesmas. Pendekatan dengan edukasi dan

promosi kesehatan memungkinkan peningkatan kesadaran mengenai anemia

pada masyarakat serta langkah pencegahannya. Promosi kesehatan

memungkinkan masyarakat untuk mengetahui makanan yang mengandung

asupan nutrisi yang baik dan meningkatkan konsumsinya.6–8

Promosi kesehatan apabila dikombinasikan dengan pemberian

suplementasi memberikan dampak positif yang baik dibandingkan dengan

pemberian salah satu saja. Edukasi memuningkatkan angka kepatuhan konsumsi

suplementasi yang berujung pada pencegahan anemia yang lebih adekuat.6–8

3. Deteksi dini

Deteksi dini anemia dapat dilakuan pada suatu populasi. Seperti program

yang sudah dilancarkan oleh pemerintah, deteksi dini terutama pada populasi

remaja disekolah merupakan langkah yang penting dalam menentukan derajat

keparahan anemia dan menentukan seberapa besar sumber daya yang harus

diarahkan untuk menanganinya. Pemeriksaan Hb lapangan bahkan yang


sederhana direkomendasikan pada saat sebelum pemberian intervensi seperti

edukasi dan suplementasi.8

2.1.6 Terapi Anemia

Pemberian terapi anemia harus didahului dengan penegakan diagnosis,

dikarenakan terapi yang diberikan harus sesuai dengan penyebab utamanya.

Pengobatan anemia dapat berupa terapi untuk keadaan darurat, terapi yang khas

untuk masing-masing anemia, terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang

menyebabkan anemia tersebut. Terapi suportif diberikan untuk mencegah dan

mengobati terjadinya infeksi dan perdarahan. Preparat besi diberikan kepada

anemia defisiensi besi, untuk anemia megaloblastik diberikan asam folat atau

vitamin B12 tergantung dari defisiensinya, untuk anemia hemolitik diberikan

medikasi untuk menekan reaksi autoimun dan inflamasi. Pemberian tranfusi

dapat diberikan apabila kadar Hb sudah sangat rendah dan apabila jika kurangnya

jenis sel darah yang lain.9,13,23

Transfusi pada anemia diindikasikan berdasarkan hasil konsentrasi

hemoglobin dan gejala yang muncul pada pasien. Transfusi sel darah

merah/packed red cell (PRC) diindikasikan pada pasien dengan Hb <7 gr/dl atau

dengan Hb 7-9 gr/dl disertai dengan gejala anemia. Jumlah pemberian bag PRC

harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien. perlu dihitung kebutuhan sekitar 4

ml/KgBB pasien untuk menentukan jumlah kebutuhan ideal bagi pasien. Hb =

10 g/dl, Hct = 30% dinilai cukup untuk perfusi jaringan pasien dan perbaikan

gejala pada pasien dievaluasi.24,25


BAB 3

METODE KEGIATAN

1. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

Beberapa SMA di wilayah kerja Puskesmas Sasi telah dilakukan upaya

berupa penyuluhan mengenai anemia, pemeriksaan kadar Hb dan suplementasi

besi dan asam folat menggunakan tablet tambah darah (TTD) yang diberikan 1

tablet per minggu selama 1 bulan. Program evaluasi ini dilakukan setelah

diberikan intervensi diatas. Keterbatasan sumber daya tidak memungkinkan

untuk dilakukan evaluasi di seluruh sekolah yang dilakukan intervensi awal.

Setelah dilakukan koordinasi bersama dengan penanggung jawab program

penanggulangan anemia usia produktif Puskesmas Sasi, SMAN 2 Kefamenanu

dipilih menjadi tempat yang mewakilkan evaluasi dengan pertimbangan

prevalensi anemia yang tinggi dan kooperatif terhadap program ini.

Program ini rencananya akan dilaksanakan 2 bulan setelah pemberian

intervensi, yaitu 1 bulan setelah pemberian tablet tambah darah terakhir. Program

ini dilakukan untuk melakukan evaluasi objektif untuk keberhasilan program

intervensi ini, yaitu untuk menilai apakah adanya peningkatan signifikan kadar

Hb pada siswi yang diberikan intervensi. Berdasarkan data yang didapat dari

pemeriksaan seluruh siswi kelas 10 SMAN 2 Kefamenanu, berjumlah 114 siswi,

didapatkan 2 siswi mengalami anemia berat, 29 siswi mengalami anemia sedang,

29 siswi mengalami anemia ringan, dan 54 siswi lainnya tidak mengalami anemia

sehingga membuat prevalensi anemia pada siswi kelas 10 SMAN 2 Kefamenanu

sebesar 52%. Dilakukan koordinasi dengan pihak sekolah, penanggung jawab


program, dan laboratorium untuk menentukan jumlah sumber daya dan siswi

yang dapat dijadikan partisipan. Setelah pertimbangan berupa kesediaan sekolah

dan sumber daya yang dapat dikerahkan, 45 siswi dengan prioritas siswi dengan

anemia disetujui untuk menjadi partisipan. Persetujuan dilakukan dengan

perwakilan sekolah yang akan berkoordinasi dengan pihak siswi dan keluarga.

Keberhasilan kegiatan penyuluhan dan efektivitas penyuluhan ini untuk

meningkatkan pengetahuan remaja tentang anemia masih belum diketahui. Oleh

karena itu, untuk menilai perubahan pengetahuan siswa setelah mengikuti

kegiatan penyuluhan, digunakan perbandingan nilai pre-test dan post-test. Jika

terdapat peningkatan nilai yang signifikan antara kedua test, dapat diasumsikan

bahwa penyuluhan telah berhasil dalam menyampaikan informasi dan

meningkatkan pemahaman siswa. Selain itu, dengan membandingkan nilai pre-

test dan post-test, dapat mengidentifikasi area yang masih membutuhkan

penyuluhan tambahan.

Jenis penelitian berupa penelitian quasy experimental dengan rancangan

Pre and Post without control group. Intervensi yang dimaksud adalah pemberian

edukasi dan pembagian tablet tambah darah. Objek yang dinilai adalah kadar Hb

yang diambil pertama kali dimana data Hb didapatkan, yaitu pada saat edukasi

pertama dan sebelum pemberian tablet tambah darah, kelompok ini adalah

kelompok pre. Kelompok post adalah kelompok dengan hasil Hb 2 bulan setelah

edukasi dan 1 bulan setelah konsumsi tablet tambah darah terakhir. Hal lain yang

dievaluasi selain Hb adalah kepatuhan konsumsi tablet tambah darah.


Perbandingan data pre dan post akan dilakukan dengan uji statistik menggunakan

program SPSS 22 dengan uji paired t-test untuk menilai signifikansi perubahan.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi objektif

terhadap program intervensi berupa edukasi dan pembagian tablet tambah darah.

Data ini diharapkan dapat digunakan untuk mendukung pengadaan program

serupa kedepannya dengan cakupan yang lebih luas, dan dievaluasi demi

meningkatkan intervensi yang akan diberikan ke depannya.

2. Ringkasan Pelaksanaan

Pelaksanaan intervensi di SMAN 2 Kefamenanu dilakukan pada 17 Maret

2023. Program ini dilaksanakan dengan partisipasi oleh dokter, perawat, bidan,

admin, dan tenaga medis yang memegang program kesehatan remaja dari

Puskesmas Sasi. Intervensi berupa edukasi penyuluhan dengan topik meliputi

definisi anemia, epidemiologi anemia pada remaja, peran besi dalam tubuh,

penyebab anemia pada remaja, manifestasi klinis anemia pada remaja,

pencegahan anemia pada remaja, dan tata laksana anemia pada remaja yang

diberikan kepada seluruh siswa kelas 10 SMAN 2 Kefamenanu. Penyuluhan

diakhiri dengan sesi tanya jawab dan survei singkat mengenai evaluasi kegiatan

penyuluhan. Peserta diarahkan untuk dilakukan pengukuran berat badan, tinggi

badan, skrining nilai hemoglobin, dan diakhiri dengan pemberian tablet tambah

darah pada siswi kelas 10. Apabila terdapat siswa dengan anemia berat, akan

akan ditangani oleh dokter dan diberikan KIE.

Evaluasi kadar Hb dilakukan pada tanggal 26 Mei 2023. Kegiatan evaluasi

ini diikuti oleh 45 siswi yang telah mengikuti kegiatan penyuluhan dan tablet
tambah darah. Kegiatan terdiri dari re-edukasi terkait anemia, dilanjutkan dengan

pemeriksaan kadar Hb dan juga menanyakan tentang kepatuhan konsumsi tablet

tambah darah yaitu setidaknya satu kali seminggu selama 1 bulan. Pada akhir

kegiatan, partisipan diberikan multivitamin sebagai bentuk apresiasi atas

kesediaan partisipan untuk bergabung.

3. Monitoring dan Evaluasi

45 siswi bersedia untuk menjadi partisipan dalam evaluasi. 2 dari 45 siswi,

yang awalnya disepakati untuk berpartisipasi tidak dapat mengikuti kegiatan.

Dari 2 siswi yang tidak dapat mengikuti 1 siswi merupakan partisipan yang

memiliki anemia berat sedangkan 1 lagi memiliki 1 anemia sedang, sehingga

pihak sekolah menggantikannya dengan 2 siswi yang diketahui mengalami

anemia ringan pada pemeriksaan pertama.

Pemeriksaan dilakukan oleh seorang tenaga laboratorium yang berasal dari

Puskesmas Sasi demi memastikan metode pengambilan yang sama dan

mengurangi perbedaan yang signifikan dengan pengambilan Hb pertama.

Peneliti bersama Puskesmas Sasi bekerja sama dengan guru penanggung jawab

Unit Kesehatan Siswa (UKS) SMAN 2 Kefamenanu demi menjamin kegiatan

berjalan dengan baik.

Hasil pre-test dan post-test setiap siswi kemudian dinilai satu persatu, lalu

diolah untuk dilihat distribusi nilai, dilakukan uji normalitas, dan uji komparasi.

Untuk menilai apakah terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik,

dilakukan uji komparasi menggunakan uji T sampel berpasangan atau paired

sample t-test menggunakan aplikasi SPSS.


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karateristik Responden

Berdasarkan data yang diberikan dari pihak sekolah, terdapat 114 jumlah siswi

kelas 10 SMAN 2 Kefamenanu. Sesuai koordinasi bersama pihak Puskesmas

dan sekolah, 45 siswi kelas 10 SMAN 2 Kefamenanu dijadikan responden

penelitian dalam projek ini.

4.2.1 Karateristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4. Karateristik Responden Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Frekuensi (N) Persen (%)


14 tahun 1 2,2
15 tahun 29 64,4
16 tahun 13 28,8
17 tahun 2 4,4
Total 45 100,0

Tabel 4. menunjukan usia dari sampel yang didapatkan, yaitu yang

berusia 14 tahun sebanyak 1 orang (2,2%), berusia 15 tahun sebanyak 29 orang

(64,4%), berusia 16 tahun sebanyak 13 orang (28,8%) dan berusia 17 tahun

sebanyak 2 orang (4,4%). Berdasarkan perhitungan ini, sampel terbanyak

didapatkan dari siswi berusia 15 tahun.


4.2.2 Karateristik Responden Berdasarkan Frekuensi Konsumsi Tablet

Tambah Darah (TTD)

Tabel 4. Karateristik Responden Berdasarkan Konsumsi TTD

Jumlah Konsumsi Frekuensi (N) Persen (%)


Tidak dikonsumsi 4 8,8
1 kali 17 37,7
2 kali 8 17,7
3 kali 10 22,2
4 kali 6 13,3
Total 45 100,0

Tabel 4. menunjukan frekuensi konsumsi tablet tambah darah pada siswi.

TTD diberikan kepada siswi dengan anjuran konsumsi setidaknya 1 minggu 1

kali selama 1 bulan (4 kali konsumsi). Berdasarkan data yang didapatkan, yang

mengkonsumi hingga 4 kali hanya 6 siswi (13,3%) dengan kebanyakan siswi

hanya mengkonsumsi sebanyak 1 kali (37,7%).

4.2 Analisis Univariat

Tabel 4. Karakteristik sampel berdasarkan derajat anemia

Anemia Pretest Posttest


Tidak Anemia 0 29 (64,4%)
Anemia Ringan 14 (29,8%) 9 (20%)
Anemia Sedang 30 (63,8%) 7 (15,6%)
Anemia Berat 1 (2,1%) 0
Total 45 45

Tabel 4. Menunjukan distribusi dan frekuensi berdasarkan derajat anemia. Pada

kelompok pretest, didapatkan 2 siswi mengalami anemia berat, dengan mayoritas

siswi mengalami anemia sedang (64%) dimana tidak ada siswi yang tidak
mengalami anemia karena tidak disertakan. Pada kelompok posttest pada

responden siswi yang sama didapatkan peningkatan positif yang signifikan,

dimana mayoritas siswi tidak lagi mengalami anemia (64,4%) sedangkan jumlah

yang mengalami anemia sedang menurun (15,6%) dan tidak ada siswi yang

mengalami anemia berat.

Tabel 4. Rata-rata konsentrasi hemoglobin (mg/dL)

Variabel Pretest Posttest


Rata-rata konsentrasi Hb 10,52 ± 0,96 12,62 ± 1,74
(mean ± SD)

Tabel 4. Menunjukan rata-rata konsentrasi Hb pada responden siswi. Rata-rata

konsentrasi Hb pada kelompok pretest adalah 10,52 mg/dL sesuai dengan

mayoritas siswi yang mengalami anemia sedang. Rata-rata konsentrasi Hb pada

kelompok posttest adalah 12,62 mg/dL, menunjukan peningkatan rata-rata Hb

yang cukup signifikan sesuai dengan jumlah mayoritas siswi yang masuk ke

dalam kelompok tidak anemia.

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mencari pengaruh variabel dependen terhadap

variabel independen. Variabel penelitian yang akan dicari pengaruhnya adalah

variabel independent yaitu pemberian edukasi dan tablet tambah darah terhadap

variabel dependen yaitu kadar Hb siswi. Menggunakan uji normalitas

Kolmogrov-Smirnov, data yang didapatkan terdistribusi normal, sehingga uji

statistik dapat dilanjutkan menggunakan paired t-test.


Tabel 4. Uji korelasi pasangan pre dan post

Pasangan Korelasi P

Pre dan post 0,455 0,002*

P = <0,05

Tabel 4. Uji signifikansi kelompok pre dan post

Variabel Pretest Posttest P

Rata-rata konsentrasi Hb 10,52 ± 0,96 12,62 ± 1,74 0,0000*

(mean ± SD)

P = <0,05

Tabel 4. Menunjukan uji korelasi antara kedua antara kelompok pre dan

post, dimana ditemukan adanya hubungan positif antara kedua sampel (P < 0,05),

dan tabel 4. Menunjukan uji bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara

kelompok pre dan post intervensi (P<0,05), membuktikan bahwa intervensi

memberikan peningkatan bermakna pada rata-rata konsentrasi Hb pada siswi

SMAN 2 Kefamenanu.

4.4 Pembahasan

Berdasarkan uji yang dilakukan didapatkan hasil yang signifikan dengan

nilai p = 0,0000 (p<0,05). Hasil ini berhubungan dengan perubahan kadar Hb

yang meningkat cukup signifikan pada siswi perempuan di SMAN 2

Kefamenanu. Intervensi yang diberikan berupa edukasi dan pemberian tablet

tambah darah terbukti meningkatkan rata-rata kadar hemoglobin pada siswi


SMAN 2 Kefamenanu. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang

ditunjukan dalam Review Article oleh Mohommad Jufrie et al.8

Edukasi dan pemberian suplementasi besi merupakan intervensi utama

dalam pencegahan anemia, terutama anemia defisiensi besi. Meskipun edukasi

atau pemberian suplementasi besi dapat dilakukan tanpa bersamaan, penelitian

membuktikan bahwa kombinasi edukasi dan pemberian suplementasi besi

memberikan hasil terbaik untuk pencegahan anemia dan peningkatan kadar

hemoglobin. Edukasi membantu meningkatkan kesadaran dan perilaku

masyarakat terhadap anemia. Peningkatan kesadaran ini akan membantu secara

positif dalam perilaku masyarakat dalam mencegah dan mengobati anemia, salah

satu bentuknya adalah meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi besi dalam

diet sehari-hari dan gaya hidup yang mendukung seperti berolahraga. Edukasi

juga membantu dalam intervensi lain seperti pembagian suplementasi besi,

dimana edukasi membantu dalam peningkatan kepatuhan konsumsi suplementasi

yang diberikan.8,17

Pada siswi SMAN 2 Kefamenanu diberikan edukasi sebelum pemberian

tablet tambah darah. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, masih cukup tinggi

angka siswi yang tidak mengkonsumsi tablet tambah darah sesuai anjuran,

dimana mayoritas hanya mengkonsumsi sebanyak 1 kali (37,7%). Data yang

menunjukan peningkatan signifikan menunjukan bahwa peningkatan kadar Hb

tidak hanya dipengaruhi oleh konsumsi tablet tambah darah. Berdasarkan teori,

hal ini dimungkinkan karena perubahan perilaku yang didapatkan setelah

mendapat edukasi terkait anemia. Penelitian yang dilakukan oleh Annan et al


untuk mengetahui efek edukasi dalam mencegah anemia pada ibu hamil

menunjukan bahwa perubahan perilaku yang terjadi setelah pemberian edukasi

memberikan efek yang baik untuk membantu dalam pencegahan anemia.17

Penelitian ini masih terdapat kekurangan dimana pada penelitian ini

sampel yang dimiliki tidak terlalu besar karena keterbatasan sumber daya.

Penelitian ini juga tidak ada kelompok pembanding atau kontrol untuk

memberikan tingkat objektifitas yang lebih tinggi. Penelitian ini juga tidak

mengevaluasi jenis perubahan perilaku yang terjadi setelah pemberian edukasi.

Beberapa faktor juga tidak dikendalikan dalam penelitian ini yaitu riwayat

menstruasi pada siswi dan juga riwayat nutrisi pada siswi.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai motivasi

untuk terus mengembangkan program pencegahan anemia pada usia reproduksi

dengan mekanisme yang lebih baik. Penelitian lebih lanjut disarankan dengan

menggunakan sampel yang lebih besar dan kelompok kontrol, peningkatan

kepatuhan dalam konsumsi suplementasi besi, dan evaluasi menggunakan

manifestasi klinis dan tidak terbatas dari pemeriksaan penunjang saja.

4.5 Keterbatasan Penelitian

1. Peneliti tidak memiliki sumber daya untuk meningkatkan jumlah sampel.

2. Peneliti hanya menggunakan pemeriksaan penunjang dan tidak menilai

manifestasi klinis anemia pada siswa.

3. Peneliti hanya dapat memberikan status anemia pada responden tetapi

tidak dapat menentukan faktor spesifik yang mempengaruhi kadar Hb pada

responden.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada bab sebelumnya,

didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. 45 siswi anemia yang menjadi responden memiliki mayoritas anemia

sedang yaitu sebanyak 64%, setelah mendapat edukasi dan

suplementasi besi, 64,4% siswi tidak lagi mengalami anemia dan

persentase anemia pada responden setelah edukasi menjadi 35,6%.

2. Rata-rata kadar hemoglobin pada responden sebelum edukasi dan

suplementasi besi adalah 10,52 mg/dL dengan kadar setelah edukasi

dan suplementasi besi adalah 12,62 mg/dL.

3. Kepatuhan responden siswi terkait konsumsi suplementasi besi yang

didapatkan 37,7% siswi hanya mengkonsumsi 1 kali yang merupakan

mayoritas, sedangkan yang mengkonsumsi hingga 4 kali hanya 13,3%

dari siswi responden.

4. Terdapat dampak signifikan dari pemberian edukasi dan suplementasi

besi terhadap perubahan kadar hemoglobin pada siswi SMAN 2

Kefamenanu.

5.2 Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan/instansi terkait disarankan untuk terus

melanjutkan program pencegahan anemia dengan edukasi dan

pemberian suplementasi besi dengan dilakukan ulasan terus menerus

terhadap program demi meningkatkan kualitas program yang

dilaksanakan.
2. Bagi Puskesmas disarankan untuk dapat berkoordinasi baik dengan

sekolah untuk meningkatkan evaluasi dan pencegahan anemia, serta

meningkatkan follow-up demi menjamin kepatuhan siswi untuk

mengkonsumsi suplementasi besi.

3. Bagi Pihak sekolah dapat dilakukan pendekatan dan interaksi lebih

dengan siswa untuk membantu dalam peningkatan perilaku siswa dan

siswi terkait anemia demi menunjang kesehatan dan prestasi siswa.

4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian yang serupa

dengan populasi yang lebih besar dan kelompok kontrol, dapat juga

menilai pengetahuan anemia dan penilaian perilaku yang lebih objektif.

Penelitian berikutnya juga dapat dilakukan dengan pengendalian faktor

yang lebih ketat seperti pemilihan sampel yang berkaitan dengan

menstruasi, riwayat nutrisi dan sosioekonomi untuk meningkatkan

objektifitas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anaemia Fact Sheets [Internet]. WHO. 2023 [cited 2023 Jun 30].

Available from: https://www.who.int/news-room/fact-

sheets/detail/anaemia

2. World health statistics 2023: monitoring health for the SDGs,

Sustainable Developement Goals. Geneva, Switzerland: World Health

Organization; 2023. 45–49 p.

3. Kemenkes. Hasil Utama RISKESDAS 2018. 2018.

4. Jumlah Balita Stunting Menurut Kabupaten/Kota [Internet]. Badan

Pusat Statistik NTT. 2022 [cited 2023 Jun 30]. Available from:

https://ntt.bps.go.id/indicator/30/1489/1/jumlah-balita-stunting-

menurut-kabupaten-kota.html

5. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. Kementrian

Kesehatan RI; 2022.

6. Guideline: Daily iron supplementation in adult women and adolescent

girls. Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2016.

7. Pedoman Pencegahan dan Penganggulangan Anemia Pada Remaja

Putri dan Wanita Usia Subur (WUS). Kementrian Kesehatan RI; 2018.

8. Juffrie M, Helmyati S, Hakimi M. Nutritional anemia in Indonesia

children and adolescents: Diagnostic reliability for appropriate

management. Asia Pac J Clin Nutr. 2020;29(Suppl 1):S18–31.

9. WHO. the Global Prevalence of Anaemia in 2011 [Internet]. Geneva:

World Health Organization; 2015. 48 p. Available from:

http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/177094/1/9789241564960_e
ng.pdf?ua=1

10. Hoffbrand A V., Moss PAH. Essential Haematology. 6th ed. London,

UK: Wiley-Blackwell; 2011. 468 p.

11. WHO. Haemoglobin Concentrations for The Diagnosis of Anaemia

and Assessment of Severity. 2011;1–6.

12. Greer J, Arber D, Glader B, List A, Means R, Paraskevas F, et al.,

editors. Wintrobe’s Clinical Hematology. 13th ed. Philadelphia, USA:

Wolters Kluwer; 2014.

13. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena I, Windiasturi E, Abdulsalam M,

editors. Buku ajar Hematologi-Onkologi anak. 4th ed. IDAI; 2012. 1–

98 p.

14. Marcdante KJ, Kliegman RM. Nelson essentials of pediatric. 7th ed.

USA: Elsevier; 2015. 509–513 p.

15. Harper JL, Conrad M. Iron Deficiency Anemia [Internet]. Medscape.

2023 [cited 2023 Jun 30]. Available from:

https://emedicine.medscape.com/article/202333-overview

16. Manikam NR. Iron deficiency in Indonesi: known facts. World Nutr J.

2021;5(S1).

17. Annan R, Gyimah LA, Apprey C, Edusei AK, Asamoah-Boakye,

Azanu W. Factors associated with iron deficiency anaemia among

pregnant teenagers in Ashanti Region, Ghana: A hospital-based

prospective cohort study. PLoS One. 2021;16(4).

18. Zutphen KG, Kraemer K. Knowledge Gaps in Understanding the

Etiology of Anemia in Indonesian Adolescents. Food Nutr Bull.


2021;42(S1):S39–58.

19. Sari P, Herawati DMD, Dhamayanti M, Hilmanto D. Anemia among

Adolescent Girls in West Java, Indonesia: Related Factors and

Consequences on the Quality of Life. Nutrients. 2022;14(18):3777.

20. Cappelini MD, Mussalam KM, Taher AT. Iron Deficiency Anaemia

Revisited. J Intern Med. 2019;287(2):153–70.

21. Gillespie B, Katageri G, Salam S, Ramadurg U, Patil S, Mhetri J, et al.

Attention for and awareness of anemia in adolescents in Karnataka,

India: A qualitative study. PLoS One. 2023;18(4).

22. Samson KL, Fischer J, Roche ML. Iron Status, Anemia, and Iron

Interventions and Their Associations with Cognitive and Academic

Performance in Adolescents: A Systematic Review. Nutrients.

2022;14(1):224.

23. Makaaron J. Anemia [Internet]. Medscape. 2018 [cited 2019 May 8].

Available from: https://emedicine.medscape.com/article/198475-

overview#showall

24. Robinson S, Harris A, Atkinson S, Atterbury C, Bolton-Maggas P,

Elliott C, et al. The administration of blood components: a British

Society for Haematology Guideline. Transfus Med. 2018;28(1).

25. Sharma S, Sharma P, Tyler LN. Transfusion of Blood and Blood

Products: Indication and Complications. Am Fam Physician.

2011;83(6):719–24.
Lampiran I

Penyuluhan dan Pemeriksaan Anemia pertama pada SMAN 2

Kefamenanu
Lampiran II

Evaluasi kadar Hb pada siswi SMAN 2 Kefamenanu


Lampiran III

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pre Post

N 45 45

Mean 10.531 12.622


Normal Parametersa,b
Std. Deviation .9681 1.7400

Absolute .143 .118

Most Extreme Differences Positive .079 .065

Negative -.143 -.118

Kolmogorov-Smirnov Z .957 .795

Asymp. Sig. (2-tailed) .318 .553

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pre 10.531 45 .9681 .1443


Pair 1
Post 12.622 45 1.7400 .2594

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pre & Post 45 .455 .002

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval of the

Mean Difference

Lower Upper

Pair 1 Pre - Post -2.0911 1.5600 .2325 -2.5598 -1.6224 -8.992 44 .000

Uji statistik

Anda mungkin juga menyukai