Anda di halaman 1dari 12

KURIKULUM BERBASIS KAPABILITAS, TRANSDISIPLINER DAN

BBK (BELAJAR BERBASIS KEHIDUPAN) UNIVERSITAS NEGERI


MALANG

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pengembangan Desain dan Strategi


Pembelajaran Biologi yang diampu oleh Prof. Ibrohim, M.Si

Disusun Oleh:

Kelompok 3 Offering A 2023


Anggraini Mardian
Sukarno Putra
Tety Kartika Sari 220341818306

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2023
PRAKATA

Assalamualaikum.Wr.Wb.

Segala puji serta rasa syukur kehadirat Allah SWT pencipta segala alam
semesta beserta isinya. Karena atas segala limpahan Rahmat, Taufiq, dan
Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi
Agung Muhammad SAW sebagai panutan dan ikatan terbaik bagi umat yang
membawa cahaya islam. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengembangan Desain dan Strategi Pembelajaran Biologi
dengan judul “Kurikulum Berbasis Kapabilitas, Transdisipliner dan BBK UM”.
Besar harapan penulis atas kebermanfaatan makalah ini dalam menambah
ilmu dan pengetahuan kita mengenai Kurikulum Berbasis Kapabilitas,
Transdisipliner dan BBK UM. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat
dipahami bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kata yang
kurang berkenan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan, sehingga penulis terbuka dengan adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun.

Wassalamualaikum.Wr.Wb.

Malang, 20 Sepember 2023

Penulis (Kelompok 3)

i
DAFTAR ISI

PRAKATA…..............................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................2

C. Tujuan..........................................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................3

A. Kurikulum Berbasis Kapabilitas..................................................................................3

B. Kurikulum Berbasis Transdisipliner..............................................................................

C. Kurikulum Berbasis BBK (Belajar Berbasis Kehidupan).............................................

BAB 3 PENUTUP........................................................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................................................

B. Saran..............................................................................................................................

DAFTAR RUJUKAN..................................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abad 21 ditandai oleh perubahan yang kencang yang disering ditandai
oleh VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity). Pengetahuan
menjadi cepat usang dan keahlian baru terus menerus diperlukan agar seseorang
berhasil dan tetap produktif. Dengan demikian, para pendukung pembelajaran
Abad XXI telah menyerukan epistemologi baru yang memandang pengetahuan
sebagai suatu proses dan apalagi sebagai produk. Oleh karena itu, pendidikan
tinggi semakin penting untuk bergulat dalam wacana lintas-batas disiplin, dan
adaptif terhadap perubahan konteks dan situasi, bukan hanya terpaku terlalu
khusus dalam keahlian rutin, dalam satu disiplin (Hung, Ling, & Lee, 2014)
sebagai bagian dari perubahan imperatif lanskap akademis pendidikan tinggi.
Pengembangan dan implementasi Kurikulum UM dilatar belakangi oleh
tuntutan penyesuaian pendidikan untuk mampu menghasilkan lulusan yang
memiliki kapabilitas yang dibutuhkan di era kehidupan abad ke-21, dan era
industri 4.0, serta tuntutan perlunya layanan pada generasi milenial akan
kebutuhan cara belajar yang berbeda dengan generasi sebelmnya. Lahirlah
Kurikulum UM sebagai salah respon nyata untuk menjawab tuntutan
penyesuaian tuntutan yang ada. Kurikulum UM menggunakan pendekatan
kapabilitas sebagai pendekatan dalam pengembangan Kurikulum UM,
pendekatan Belajar Berbasis Kehidupan sebagai pendekatan dalam proses
belajar dan pembelajaran, serta pendekatan Transdisipliner sebagai pendekatan
dalam pengelolaan kurikulum (Rofi’uddin, dkk., 2017).
Teknologi telah mengubah kehidupan manusia di segala aspek terutama
pada era revolusi 4.0 ini. Salah satu aspek yang terkena dampak kemajuan
teknologi adalah aspek pendidikan. Pendidikan tidak boleh membatasi peseta
didik untuk mempelajari satu disiplin tertentu yang bermuara pada satu bidang
keahlian tertentu. Pendidikan hendaknya mempertimbangkan kapabilitas yang
dibutuhkan peserta didik untuk

1
2

menyongsong masa depannya. Orientasi pendidikan di abad 21 harus diubah


dari expert centered learning ke work-based learning. Berdasarkan hal
tersebut, maka upaya menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
terampil dan mahir di berbagai bidang dapat segera terwujud (Hung, Ling, &
Lee, 2014).
Universitas Negeri Malang (UM) berkomitmen mengembangkan
kurikulum yang dipandang dapat memenuhi kebutuhan mahasiwa dalam
menghadapi tantangan perkembagan zaman yang sangat dinamis. Kurikulum
UM diharapkan mampu membekali mahasiwa dengan berbagai kemampuan dan
keterampilan yang benar-benar sesuai dengan minatnya (passion-nya). Karena
itulah, kurikulum UM dikembangkan dengan berbasis kapabilitas. Untuk dapat
mencapai kapabilitas secara memadai, mahasiswa diperkenankan mengambil
mata kuliah secara lintas disiplin ke prodi lain. Agar pencapaian kapabilitas
dapat dicapai secara maksimal, mahasiwa harus mampu beradaptasi terhadap
tuntutan perubahan dan memiliki kemandirian belajar sebagai kebutuhan hidup.
Terdapat tiga pendekatan dalam pengembangan Kurikulum UM 2018, yakni
kapabilitas, berbasis kehidupan, dan transdisiplin. Kurikulum yang demikian ini
memandang mahasiswa sebagai pribadi yang utuh. Hal ini sejalan dengan
keberadaan UM sebagai perguruan inggi dengan kredo The Learning University
(Rofi’uddin, dkk., 2017). Berpijak pada jabaran di atas, maka di dalam makalah
ini akan dibahas lebih spesifik mengenai Kurikulum berbasis BBK UM.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah penyusunan kurikulum berbasis kapabilitas?
2. Bagaimanakah penyusunan kurikulum berbasis transdisipliner?
3. Bagaimanakah penyusunan Kurikulum berbasis BBK UM?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kurikulum berbasis kapabilitas.
2. Untuk mengetahui kurikulum berbasis trandisipliner
3. Untuk mengetahui Kurikulum berbasis BBK UM.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kurikulum UM
Struktur kurikulum UM merupakan perwujudan dari kurikulum KKNI
dan SN PT, yang dipadukan dengan pendekatan kapabilitas, diharapkan akan
menghasilkan tamatan yang memiliki kompetensi sebagaimana dituntut
dalam KKNI dan SN PT, namun memiliki nilai lebih dalam pengembangan
kapabilitas. Pengembangan kapabilitas diwujudkan dalam kurikulum dengan
cara masing-masing prodi menyediakan beberapa matakuliah pilihan sesuai
dengan kapabilitas yang akan dikembangkan. Matakuliah pilihan yang
disediakankan oleh masing-masing prodi dapat diambil baik oleh mahasiswa
dari dalam program studi tersebut maupun dari luar program studi. Jumlah
matakuliah berkisar 15-20%, dari keseluruhan jumlah SKS untuk menempuh
S1 (kisaran 146 Sks) (Rafi’uddin, dkk., 2017).
Sketsa pergeseran paradigma pendidikan tinggi dari model training
berbasis kompetensi ke model pengembangan profesional (juga berbasis
kompetensi) ke model pengembangan kapabilitas disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Pergeseran Paradigma Perguruan Tinggi


Sumber: Rafi’uddin, dkk., 2017
4
Pengembangan kapabilitas yang diwadahi dalam bentuk matakuliah
pilihan tersebut diharapkan menjadi nilai tambah tamatan UM. UM
diharapkan mampu menyiapkan tamatan yang tangguh dalam menghadapi
perubahan dunia kerja, karena telah dibekali dengan kompetensi dan
kapabilitas dalam menghadapi perubahan. Pertumbuhan kapabilitas dapat
diarahkan terbentuknya pribadi sebagai innovator, pekerja, peniru atau
pemodifikasi terhadap kompetensi/ keahlian yang telah dimiliki. Matakuliah
pilihan untuk pengembangan kapabilitas berbeda dengan konsep mayor dan
minor (Rafi’uddin, dkk., 2017).
Konsep matakuliah mayor dan minor merupakan keahlian utama
(mayor) dan keahlian kedua (minor), sedangkan pengembangan kapabilitas
merupakan pengembangan dari kemampuan utamanya yang dioperasikan
dalam berbagai bidang terkait. Sebagai contoh seorang sarjana biologi,
memiliki memiliki kapabilitas sebagai peneliti bidang biologi (ke arah
inovator), pekerja yang kreatif dan baik dalam bidang biologi, pekerja yang
tertib, atau berbisnis dalam bidang biologi. Mendasarkan pada pemikiran
tersebut pengembang kurikulum pada masing-masing program studi harus
menyediakan berbagai matakuliah pilihan untuk pengembangan kapabilitas
terkait dengan program studinya. Matakuliah pilihan tersebut disediakan
untuk internal prodi atau untuk prodi dari luar (Rafi’uddin, dkk., 2017).

B. Kurikulum Berbasis Kapabilitas


Kurikulum dalam artian sempit dapat diartikan kumpulan mata pelajaran
atau bahan ajar yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Dalam artian
luas kurikulum diartikan segala pengalaman siswa di bawah bimbingan guru.
Terkait dengan pengembangan kurikulum UM, memandang kurikulum memiliki
lima cakupan, yaitu kurikulum ideal, kurikulum formal, kurikulum instruksional,
kurikulum operasional dan kurikulum eksperiensial (Rakajoni, 2000).
Kurikulum ideal merupakan tanggapan orang perorang terkait dengan kurikulum
yang akan dikembangkan. Kurikulum formal adalah kurikulum hasil persetujuan
oleh orang yang berkewenangan dan kemudian ditampilkan dalam dokumen
resmi kurikulum.
Kurikulum Instruksional merupakan terjemahan kurikulum formal
menjadi seperangkat rancangan pembelajaran dari jam pertemuan ke jam
pertemuan oleh orang yang bertugas mengimplementasikan kurikulum formal
dalam suatu konteks kelembagaan tertentu. Kurikulum operasional adalah
perwujudan objektif dari niatan kurikulum instruksional dalam bentuk interaksi
5
pembelajaran, yaitu apa yang dikerjakan oleh dosen, apa yang dikerjakan oleh
mahasiswa dan bagaimana bentuk interaksinya. Sedangkan kurikulum
eksperiensial adalah makna dari pengalaman belajar yang terhayati oleh
mahasiswa sementara mereka terlibat dalam berbagai kegiatan dan peristiwa
pembelajaran. Oleh karena itu, maka kurikulum eksperiensial yang akan
membuahkan hasil dalam bentuk perubahan berfikir, dan berperilaku seorang
pembelajar.
Pengembangan Kurikulum Program Sarjana di UM didasarkan pada
ketentuan dalam KKNI dan SNDikti yang dikonstruksi dengan pendekatan
kapabilitas, yaitu pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada
penciptaan kemandirian mahasiswa untuk mengembangkan/mengisi kapabilitas
pribadinya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang diharapkan sehingga
menjadi modal dasar dalam membentuk pribadi yang mampu bekerja, belajar
secara berkesinambungan, sesuai dengan karakter dan pilihan profesinya
(Yeung, 1999).

Ada empat kecenderungan kapabilitas yang dimiliki individu, yaitu:


1. Kapabilitas sebagai inovator
2. Kapabilitas sebagai pekerja
3. Kapabilitas sebagai peniru/pemodifiaksi
4. Kapabilitas sebagai ahli/improvikator.
Perkembangan kapabilitas seseorang tentu terkait dengan
kecenderungan karakteristik dari individu tersebut. Mendasarkan pada
pemikiran tersebut kapabilitas seseorang akan tumbuh sejalan dengan bidang
keahliahlian/ keilmuan yang menjadi pilihannya. Sebagai contoh mahasiswa
yang menekuni bidang pendidikan biologi, akan memiliki kecenderungan
pengembangan keahliannya menjadi guru biologi yang mampu bekerja sesuai
dengan bidangnya, atau inovator dalam pembelajaran biologi, atau pengusaha
dalam pembelajaran bilologi dan lain sebagainya. Pilihan-pilihan terkait
dengan pengembangan profesi keilmuan yang ditekuni tersebut merupakan
perwujudan dari pengembangan kapabilitas mahasiswa. Sesuai dengan
karakteristik yang dimiliki. Apabila ia tipe seorang inovator maka ia akan
melengkapi keahliannya yang mendukung kerjanya sebagai inovator,
demikian juga apabila ia tipe seorang pekerja akan mengembangkan
kapabilitasnya menjadi seorang pekerja yiang baik, dan lain sebagainya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kapabilitas seseorang akan tumbuh
bersamaan atau setelah seseorang menyadari akan kompetensi yang ia miliki/
akan ia miliki, kesadaran pengembangan kapabilitas berangkat dari kesadaran
6
diri untuk menggapai sesuatu, kesadaran untuk menggapai sesuatu
menumbuhkan keinginan untuk belajar dan menumbuhkan kemandirian
dalam belajar, belajar dengan kesadaran seperti ini merupakan esensi dari
belajar berbasis kehidupan. Individu akan belajar karena ia merasa bahwa
yang dipelajari bermakna bagi hidup dan kehidupannya, serta ia akan memilih
sendiri apa yang harus ia pelajari dan cara bagaimana ia mempelajarinya
untuk mencapai cita-cita hidup dan kehidupannya.
Kurikulum yang mendasarkan pada pengembangan kapabilitas
(berbasis kapabilitas) berarti memberikan pengakuan pentingnya tiap individu
7

memiliki bidang keahlian tertentu, dengan keahlian tersebut kurikulum memberikan


kesempatan pada tumbuh kembangnya kapabilitas seseorang. Kurikulum berbasis
kapabilitas memberikan kesempatan pada individu untuk memberikan pilihan pada
masing-masing individu menentukan apa yang akan dipelajari dalam pengembangan
kapabilitasnya. Hal ini berarti kurikulum memberikan kesempatan pada masing-masing
individu untuk tumbuh menjadi pribadi yang utuh sesuai dengan pilihan dirinya masing-
masing sesuai dengan apa yang menjadi cita-citanya (Rafi’uddin, dkk., 2017).

Kurikulum Berbasis Kapabilitas dikembangkan dengan prinsip sebagai berikut


(Rafi’uddin, dkk., 2017).
1. Berorientasi pada kebutuhan atau peminatan mahasiswa.
2. Menciptakan kemandirian dalam menentukan kecakapan yang akan dimiliki.
3. Menciptakan kemampuan belajar untuk memperoleh dan memanfaatkan
pengetahuan dalam kehidupan.
4. Mengembangkan kemampuan adaptabilitas dan agilitas terhadap perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sosial ekonomi masyarakat, serta selalu siap belajar
mengembangkan keahliannya.
5. Mengembangkan kemampuan memecahkan berbagai situasi dan permasalahan baru
yang terjadi di masyarakat dengan cara kreatif dan efisien.
6. Menyajikan berbagai matakuliah pilihan, baik dalam dan luar prodi, untuk
menciptakan keutuhan bidang profesi keilmuan yang diminati mahasiswa.

C. Kurikulum Berbasis Transdisipliner


Prinsip pembelajaran terintegrasi berasal dari bidang pendidikan, dengan
pentingnya dijelaskan dalam konteks pengembangan kepribadian siswa. Esensi dari
pembelajaran terpadu adalah memperhatikan cara mengatur proses
pengajaran/pembelajaran agar perkembangan siswa menjadi seimbang - 'dalam kesatuan
pikiran, perasaan, dan kehendak', sehingga pembelajaran terintegrasi dalam peristiwa
kehidupan dan siswa dapat membentuk pandangan dunia secara menyeluruh (Broadbent
& Poon, 2015). Walaupun mata pelajaran terpisah dan keterhubungannya memiliki
signifikansi ketika mendekati tujuan yang disebutkan, namun konsep antardisiplin,
multidisiplin, dan transdisiplin berakar pada keterkaitan antara mata pelajaran sekolah
dan bidang ilmu (dikemukakan dalam istilah khusus) yang menjadi landasan
pembelajaran siswa (Helmane & Briška, 2017). Oleh karena itu, dapat disimpulkan
8

bahwa pembelajaran terpadu dan konsep-konsep lainnya tergolong dalam kategori yang
berbeda.
Transdisipliner adalah pendekatan yang berfokus pada pembelajaran yang
autentik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berlandaskan
transdisipliner tidak hanya melibatkan peserta didik atau pendidik dalam disiplin
khususnya, tetapi juga didukung dan diperkaya oleh siapa pun yang dapat terlibat dalam
sistem pembelajaran. Setiap Tema Transdisipliner mencakup area pemahaman yang luas
dan bersifat universal untuk semua manusia, dan cukup terbuka untuk mencakup
berbagai bidang konten. Hal ini tercermin dalam pelayanan kurikulum dan pembelajaran
untuk mengembangkan keterampilan abad 21 (Sulton et al., 2018).
Pendekatan transdisipliner memiliki sifat yang integratif sehingga memiliki
dampak sebagai berikut (Rofi’udin, 2020).
1. Mendorong mahasiswa untuk menjadi pembelajar yang efektif dengan motivasi tinggi
sambil memupuk rasa saling membutuhkan dan kebebasan.
2. Memastikan bahwa mahasiswa dapat merasakan relevansi antara materi kurikulum
yang dipelajari dengan kebutuhan pembelajaran mereka.
3. Mengakui bahwa sikap dan nilai memiliki peran krusial dalam proses eksplorasi
konsep dan prinsip dalam area kurikulum.
4. Meningkatkan efektivitas pengajaran dan pembelajaran jika dibandingkan dengan
pendekatan yang memisahkan mata pelajaran.

Pendekatan transdisipliner dapat dijelaskan sebagai suatu metode pengelolaan yang


bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu guna membentuk kemampuan
holistik pada mahasiswa (Brandt et al., 2013). Pendekatan ini bermula dari pendekatan dalam
memahami dan menyelesaikan masalah kompleks dengan mengubah dan menggabungkan
berbagai perspektif dari disiplin ilmu yang relevan (Bromley, 2019). Oleh karena itu, para
peserta yang terlibat sejak awal harus memiliki sikap transdisipliner, yaitu bersikap terbuka,
berpikiran sistemik, dan terbiasa berkolaborasi secara efektif.
Model desain transdisipliner memberikan ruang berbagai disiplin ilmu untuk bekerja
sama dalam mengkaji masalah-masalah dunia nyata. Batas antara disiplin-disiplin tersebut
menjadi samar dan sulit untuk dibedakan. Proses ini dilakukan berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Dalam metode pembelajaran transdisipliner, guru turut
belajar bersama siswa. Menurut Park & Son, 2010, dalam proses pembelajaran ini, siswa
memiliki peran dalam menciptakan pengetahuan, sementara guru bertanggung jawab untuk
9

memastikan pembelajaran yang interaktif. Menurut Williams et al., 2003, pengajaran


transdisipliner dipengaruhi oleh kolaborasi sinergis antara siswa dan guru. Selain itu,
pendekatan pengajaran ini mencakup elemen-elemen seperti kerjasama, keadilan sosial,
transformasi pengetahuan, teknologi, interaksi antara guru dan siswa, serta pengalaman nyata.
Wall & Leckie, 2017 menekankan bahwa guru dapat mengintegrasikan topik dan tema yang
ditetapkan bersama siswa ke dalam unit studi kurikulum.
Mengatur rencana pengajaran terlebih dahulu dalam pengajaran transdisipliner
menjadi sulit karena proses pembelajaran melibatkan desain baik dari guru maupun apa yang
diinginkan siswa. Guru diharapkan untuk merancang, mempersiapkan, dan melaksanakan
rencana tersebut. Selain itu, guru harus terus menerus mengembangkan, menilai, dan
mengubah kurikulum transdisipliner menjadi rencana pengajaran berbasis penyelidikan
sebelum, selama, dan setelah proses. Selain itu, guru harus mempertimbangkan tema-tema
kelas dan hubungannya satu sama lain daripada bentuk abstraknya ketika mengajar instruksi
berbasis penyelidikan transdisipliner (Smith et al., 2016). Kurikulum-kurikulum ini harus
disiapkan dengan kerja sama antara guru dan berbagai disiplin harus bekerja sama untuk
menciptakan keseluruhan.

Gambar 2. Model Kurikulum Transidipliner


Sumber : Sultom, et al. 2018

Anda mungkin juga menyukai