Anda di halaman 1dari 9

PENDEKATAN KOMPUTASIONAL DALAM ANALISIS BAHASA

KEBOHONGAN: PERAN ANALISIS FORENSIK

Computational Approaches In Lie Language Analysis: The Role Of Forensic Analysis

Uswah Sakinaha, Penulis Keduab


a
Universitas Islam Nusantara
Jalan Soekarno Hatta No. 530, Sekejati, Kec. Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Pos-el: sakinahuswah23@uninus.ac.id

Naskah Diterima Tanggal .......—Direvisi Akhir Tanggal..........—Disetujui Tanggal .................


doi: .....................................

Abstrak
Abstrak ditulis dalam satu paragraf yang terdiri atas 100—300 kata. Abstrak memuat
permasalahan, tujuan, metode penelitian, dan hasil. Abstrak ditulis dengan font Times
New Roman 12, moda tanpa spasi.
Kata-kata kunci: 3-5 kata atau frasa yang mencerminkan inti tulisan

Abstract
Abstract is written in one paragraph consists of 100—300 words. Abstract contains
problems research, aim, research method, and results. Abstract is written in italic style,
Times New Roman 12, no spacing mode.
Keywords: 3-5 words or phrases represent the focus of writing

(Badan naskah setelah abstrak diformat dalam satu kolom dengan mengikuti
ukuran dalam template ini. Untuk diperhatikan: badan teks ditulis dengan font
Times New Roman 12, spasi 1, no spacing style, maksimal 15 halaman)

PENDAHULUAN (10%)

Memasuki abad ke-21 yang disebut dengan abad digital, dimana perkembangan
teknologi semakin maju dan berkembang sangat pesat. Pada abad ke-21 hampir semua
manusia menggunakan perangkat yang dapat berintegrasi dengan komputer dan internet.
Perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat seluruh negara bersaing dalam
perkembangan teknologi. Salah satu kemampuan yang diperlukan dalam abad-21 adalah
kemampuan berpikir komputasi atau Computational Thinking (CT). CT tidak digunakan
untuk para ahli komuter saja, setiap individu memerlukan kemampuan tersebut. Bukan
hanya ilmuan komputer saja yang memerlukan, kemampuan berpikir komputasi adalah
keterampilan dasar yang dibutuhkan semua orang untuk membaca, menulis, dan
beritung. Dibeberapa negara maju sudah memasukan CT kedalam kurikulum
pendidikan (Wing, 2006).
Linguistik Forensik didefenisikan sebagai penerapan ilmu linguistik dalam suatu ranah
sosial khusus, yakni ranah hukum (Olsson, 2008). Teori linguistik forensik ini
mengaplikasikan sebuah teori yang termasuk dalam teori linguistik dalam sebuah
peristiwa kebahasaan yang termasuk dalam kejahatan berbahasa yang dapat berdampak
hukum, baik dalam bentuk produk hukum, interaksi dalam sebuah proses peradilan, dan
adanya interaksi antar perorangan yang mengakibatkan timbulnya sebuah proses hukum
tertentu. Dalam hal ini, teori-teori linguistik yang diaplikasikan meliputi teori dalam
struktur kalimat, sebuah percakapan, analisis sebuah wacana, linguistik kognitif, tindak
tutur, teori dan teknik linguistik deskriptif, seperti pragmatik, semantik, fonologi,
sintaksis dan lainnya (Coulthard dan Alison, 2010). Sehingga dapat disimpulkan
Linguistik Forensik adalah cabang linguistik terapan yang mengaplikasikan teori-teori
yang termasuk dalam ilmu linguistik terhadap suatu peristiwa kebahasaan yang terlibat
dalam sebuah proses hukum atau berdampak hukum
Dewasa ini sudah maraknya terkait konten Bahasa kebohongan atau yang lebih
sering disebut dengan Hoax baik dalam media social maupun dalam kehidupan sehari-
hari. Hoaks adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjukkan pemberitaan palsu
atau usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk
memercayai sesuatu yang biasanya digunakan dalam media sosial, misalnya: facebook,
tweeter, whatsapp, blog, dll
Tujuan dari penelitian ini yakni ingin menganalisis konten palsu terkait
maraknya Bahasa kebohongan yang ada di sekita dengan menggunakan pendekatan
komputasional yang didukung dengan proses pengkajian linguistic forensic. Tentu saja
urgensi pada penelitian ini sangat penting, agar masyarakat bisa memilah memilih
Kembali terkait konten atau berita yang tersebar, dengan menggunakan pendekatan
komputasional yang berfokus pada objek Bahasa dan di dukung dengan kajian analisis
lingustik forensic yang ditinjau dari segi Bahasa hukum

LANDASAN TEORI (15%)

Berpikir komputasional merupakan metode pemecahan masalah dengan menerapkan


teknologi ilmu komputer atau informatika. Berpikir komputasional juga dapat diartikan
sebagai konsep tentang cara menemukan masalah yang ada di sekitar, dengan
mengamati lalu mengembangkan solusi pemecahan masalah.
Mungkin tidak sedikit orang mengira jika berpikir komputasional haruslah
menggunakan aplikasi yang terdapat pada komputer. Namun pada kenyataannya
berpikir komputasional juga dapat diterapkan untuk memecahkan masalah di semua
disiplin ilmu seperti ilmu pengetahuan alam, humaniora, dan matematika.
Istilah Computational Thinking (CT) atau berpikir komputasional pertama kali
dikenalkan oleh Seymor Papert di tahun 1980 dan 1996. Kemudian di tahun 2014,
pemerintah Inggris memasukkan materi pemrograman ke dalam kurikulum sekolah
dasar dan menengah dengan tujuan memperkenalkan berpikir komputasional kepada
siswa sejak dini.
Bahkan program tersebut juga mendapat dukungan dari Mark Zuckerberg, Bill Gates,
dan lainnya. Google juga terlibat dalam memberikan fasilitas kepada guru agar dapat
menguasai CT yang menjadi salah satu keahlian yang harus dikuasi di abad 21 ini
melalui kursus online.
Berpikir komputasional sangat dibutuhkan di zaman saat ini. Hal ini berhubungan
dengan penyelesaikan masalah yang cenderung lebih sederhana, mudah dan tidak
membutuhkan waktu yang banyak. Bahkan model penyelesaikan masalah dapat
digunakan untuk model permasalahan lainnya.
Cara berpikir komputasional menggunakan berbagai teknik dasar dan tahapan sebagai
berikut:
 Dekomposisi

Merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah besar dan kompleks
menjadi masalah yang lebih kecil, sehingga masalah tersebut menjadi lebih mudah
diselesaikan. Tidak hanya itu saja, dekomposisi memberikan kemudahan untuk
melakukan sebuah inovasi.
 Pengenalan Pola

Pengenalan pola tentu menggunakan komputer yang dapat digunakan dalam


menemukan keteraturan dalam data serta mendapatkan informasi penting untuk
memahami keteraturan yang telah ditemukan.
Tujuan dari pengenalan pola untuk memberikan komputer suatu kemampuan dalam
mendeteksi keberadaan objek di lingkungan serta menentukan identitas objek. Di
kehidupan sehari-hari pengenalan pola dapat berupa mengenal suara, mengingat wajah
manusia hingga memprediksi cuaca.
 Abstraksi

Abstraksi menjadi proses dari suatu metode berpikir komputasional yang terfokus pada
hal-hal relevan dengan masalah yang dihadapi dan mengabaikan hal yang tidak
diperlukan dalam menyelesaikan masalah.
 Alogaritma

Cara berpikir alogaritma merupakan berpikir dengan menggunakan rencana serta


langkah instruksi secara sistematis untuk menyelesaikan masalah. Alogaritma sendiri
digunakan dalam berbagai proses perhitungan, otomatisasi, hingga pemrosesan data.

Olsson dalam Ibrahim (2020) menyatakan bahwa linguistik forensik mengkaji


fenomena kebahasaan yang terkait kasus hukum, pemeriksaan perkara, atau sengketa
pribadi dengan beberapa pihak sehingga berdampak pada pengambilan tindakan secara
hukum. Leonard dalam Ibrahim (2020) juga menyatakan bahwa analisis forensik
linguistik dapat menciptakan pendekatan berdasarkan kasus untuk memecahkan
masalah hukum dan penegakan hukum melalui analisis linguistik.
Ada tiga bidang utama yang menjadi fokus kajian linguistik forensik, yaitu: (1)
bahasa sebagai produk hukum; (2) bahasa dalam proses peradilan; dan (3) bahasa
sebagai alat bukti. Lebih khusus lagi, linguistik forensik berurusan dengan masalah
identifikasi penutur berdasarkan dialek, gaya bicara, atau aksennya, bahkan kadang kala
menganalisis tulisan tangan tersangka untuk mendapatkan profilnya, mencocokkan
rekaman suara tertuduh dengan sejumlah tersangka, menganalisis ciri-ciri sidik suara
seseorang, memastikan bahwa rekaman suara yang ada adalah asli dan bukan rekayasa,
serta menyaring dan memilah berbagai kebisingan yang ikut terekam untuk mengetahui
latar tempat dan waktu di mana rekaman itu dibuat
aspek-aspek linguistik yang digunakan dalam kajian linguistik forensik akan
disajikan di bawah ini, dengan dimulai dari unit linguistik fonetik dan fonologi hingga
analisis kejujuran berbahasa
a. Fonetik dan Fonologi Forensik
Penelitian fonetik forensik menganalisis kualitas akustik suara dalam rangka
mengidentifikasi penutur, voice line-up atau penentuan penutur yang tidak diketahui
orangnya dengan mendengarkan bermacam-macam suara yang pernah didengar
sebelumnya, pemrofilan penutur, otentifikasi rekaman suara, dan pengkodean
tuturan-tuturan dalam suatu pertengkaran (Crystal) dalam Khatimah dan
Kusumawardani (2016: 11). Alat yang biasanya digunakan dalam fonetik forensik
adalah spektograf
b. Morfologi
Dalam kajian linguistik forensik, morfologi digunakan dalam beberapa analisis,
yakni: a) menelaah kesesuaian proses-proses morfologis kata-kata dalam produk
hukum dengan kaidah-kaidah gramatikal sehingga tidak menimbulkan ketaksaan
atau kesalahpahaman makna; dan b) menelaah gaya bahasa perorangan, yakni
dengan meneliti kecenderungan penggunaan morfem tertentu dalam gaya bahasa
seseorang yang membedakannya dengan gaya bahasa orang lain sehingga dapat
digunakan dalam proses analisis identifikasi pengarang
c. Sintaksis
Sintaksis dalam kajian linguistik forensik digunakan untuk menganalisis beberapa
hal, yakni: a) kesesuaian susunan kalimat dalam bahasa produk hukum dengan
kaidah gramatikal sehingga tidak menimbulkan ketaksaan dan kesalahpahaman; b)
mengidentifikasi pengarang asli sebuah karya; c) analisis transitivitas dalam analisis
wacana kritis; dan d) menyederhanakan kalimatkalimat kompleks dalam produk
hukum sehingga mudah dipaham
d. Semantik
Dalam kajian linguistik forensik, ilmu semantik digunakan dalam: a) analisis makna
dalam bahasa produk hukum untuk menyelidiki ketaksaan makna yang dapat
menimbulkan multitafsir dari produk hukum tersebut; dan b) analisis wacana, dalam
hal ini penyelidikan mengenai pemilihan kata yang memiliki makna tertentu baik
makna literal maupun makna kiasan yang menyiratkan maksud-maksud tertentu dari
penuturnya
e. Gaya Bahasa Forensik
Gaya bahasa forensik dikenal sebagai stilistika forensik. Gaya bahasa adalah bahasa
indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta
membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih
umum (Susiati, 2020: 6)
Susiati (2020: 7) menyatakan bahwa bentuk-bentuk atau unsur-unsur stilistika
sebagai tanda-tanda lnguistik itu dapat berupa, seperti fonem (phonem), leksikal
atau diksi (diction), kalimat atau bentuk sintaksis, wacana (discourse), bahasa
figurative (figurative language atau figurative of speech), dan citraan (imagery).
stilistika mempunyai tujuan sebagai berikut (Susiati, 2020: 12).
1) Stilistika untuk menghubungkan perhatian kritikus sastra dalam apresiasi estetik
dengan perhatian linguis dalam deskripsi linguistik.
2) Stilistika untuk menelaah bagaimana unsur-unsur bahasa ditempatkan dalam
menghasilkan pesan-pesan aktual lewat pola-pola yang digunakan dalam sebuah
karya sastra.
3) Stilistika untuk menghubungkan intuisi-intuisi tentang makna-makna dengan pola-
pola bahasa dalam teks (sastra) yang dianalisis.
4) Stilistika untuk menuntun pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang
dikemukakan pengarang dalam karyanya dan memberikan apresiasi yang lebih
terhadap kemampuan bersastra pengarangnya.
5) Stilistika untuk menemukan prinsip-prinsip artistik yang mendasari pemilihan
bahasa seseorang pengarang. Sebab, setiap penulis memiliki kualitas individual
masing-masing.
6) Kajian stilistika akan menemukan kiat pengarang dalam memanfaatkan
kemungkinan yang tersedia dalam bahasa sabagai sarana pengungkapan makna
dan efek estetik bahasa

METODE PENELITIAN (10%)


Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau
library research, yakni penelitian yang dilakukan melalui mengumpulkan data atau
karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang
bersifat kepustakaan, atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah
yang pada dasarnya penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka
yang relevan. Sebelum melakukan telaah bahan pustaka, peneliti harus mengetahui
terlebih dahulu secara pasti tentang dari sumber mana informasi ilmiah itu akan
diperoleh. Adapun beberapa sumber yang digunakan antara lain; buku-buku teks, jurnal
ilmiah,refrensi statistik,hasil-hasil penelitian,dan internet, serta sumber-sumber lainnya
yang relevan.
Menurut Adi (2018:224), metode penelitian adalah bagaimana cara-cara penelitian
dijalankan. Dalam arti yang lebih luas metode penelitian adalah strategi, yaitu cara-cara
memahami sesuatu langkah-langkah sistematis dalam memecahkan masalah. Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara yang digunakan peneliti
dalam memecahkan masalah. Metode yang digunakan untuk Tinjauan Linguistik
Forensik pada Media Sosial Facebook menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Nawawi dalam Siswantoro (2016:56) berpendapat, metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (novel, drama, cerita pendek, puisi)
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tamppak atau sebagaimana adanya.
Menurut Sanjaya (2018:47), metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian untuk
menggambarkan secara utuh dan mendalam tentang realitas sosial dan berbagai
fenomena yang terjadi dimasyarakat yang menjadi subjek penelitian sehingga
tergambarkan ciri, karakter, sifat, dan model dari fenomena tersebut Berdasarkan
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode deskriptif kualitatif adalah
penelitian yang mengungkapkan fakta, objek, dan keadaan yang sebenarnya terjadi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yakni kepustakaan
atau library research, yakni penelitian yang dilakukan melalui mengumpulkan data atau
karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang
bersifat kepustakaan, atau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah
yang pada dasarnya penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka
yang relevan. Selain menggubakan studi Pustaka penelitian ini pun menggunakan
Teknik dokumentasi, dimana peneliti memilah dan memilih bukti serta bahan kajian
yang akan dianalisis oleh peneliti. Peneliti pun akan menggunakan Teknik wawancara
dengan para ahli baik dalam bidang bahasa maupun dengan ahli hukum. Agar proses
analisis ini bukan hanya pandangan peneliti saja, tetapi sudah abash dari pandangan
para ahli juga
Teknik pengolahan data yang digunakan peneliti yakni sesuai dengan tujuan
penelitian, metode yang digunakan pun berdasarkan tujuan penelitian. Pada tahapan ini
peneliti berusaha langsung meneliti permasalahan yang terkandung di dalam data,
dengan cara mengelompokkan data.
Setelah terkumpul dan dikelompokkan kemudian data tersebut dibandingkan
antara data satu dengan yang lainnya dalam aspek komputasional serta linguitik forensic
dengan menggunakan metode padan lingual. Padan mempunyai arti yang sama dengan
banding dalam aspek perbandingan yang mengandung makna adanya keterkaitan,
sehingga maksud dari padan disini diartikan sebagai metode yang focus kajiannya
membandingkan serta menghubungkan. Sedangkan intralingual mengacu kepada makna
serta unsur-unsur yang berada dalam bahasa bersifat (lingual) jadi bisa disimpulkan
bahwasannya metode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara
menghubung-bandingkan unsur yang bersifat lingual. Penelitian kualitatif bisa
menyajikan pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik sehingga hasil penelitian ini
bisa disimpulkan secara jelas dan terarah.

PEMBAHASAN (50%)

Setelah

Pembahasan memuat proses menjawab permasalahan melalui analisis dan


evaluasi terhadap data, dengan menerapkan teori, pendekatan, dan metode yang tertuang
dalam bab LANDASAN TEORI dan METODE PENELITIAN. Pembahasan dibagi-
bagi dalam beberapa subbab (hingga subbab tingkat III) dengan penulisan subbab
sebagai berikut.

Subbab Tingkat I
Pembahasan hasil analisis dan evaluasi dapat menerapkan metode komparasi,
penggunaan persamaan, grafik, gambar, dan tabel. Penggunaan grafik, gambar, dan
tabel, harus betul-betul relevan dan penting dalam proses pembahasan.
Subbab Tingkat II
Setiap tabel, gambar, atau grafik harus diberi nomor (sesuai dengan urutan
kemunculannya di dalam teks) dan nama serta ditempatkan sedekat mungkin dengan
paragraf tempat tabel dan grafik tersebut dibahas. Nama tabel digunakan untuk merujuk
tabel tersebut di dalam teks (tidak menggunakan rujukan: “tabel di atas”, “tabel
berikut”, melainkan menggunakan rujukan: Tabel 1, Tabel 2, dst.) Pencantuman
tabel/data yang terlalu panjang (lebih dari satu halaman) sebaiknya dihindari.
Interpretasi hasil analisis untuk memperoleh jawaban, nilai tambah, dan kemanfaatan
yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

Subbab Tingkat III


Jumlah tabel tidak diperkenankan berjumlah melebihi 25% dari keseluruhan
badan naskah (Pendahuluan, Landasan Teori, Metode Penelitian, Pembahasan, dan
Penutup). Nama tabel meliputi nomor, nama (berupa inti isi tabel), dan isi tabel ditulis
dengan huruf Times New Roman 10, no spacing style. Apabila tabel, gambar, atau
grafik diperoleh dari sebuah sumber, tuliskan sumbernya di bagian bawah tabel. Tabel
yang dapat dimuat dalam satu kolom kecil, dituliskan tanpa mengubah format tulisan,
seperti contoh berikut.

Tabel 1.
Verba Tindak Nontutur SBY
Jenis Tindak Nontutur Verba Tindak Nontutur
Konfliktif Menuding
Kompetitif menilai, menunjuk, tidak sabar, soroti,
melihat, menganggap, meminta,
mengharapkan, tidak memberikan
toleransi
Sumber: Khak (2015: 30)

Tabel, gambar, dan grafik yang tidak kompatibel sehingga menyulitkan proses
layout akan dikembalikan kepada penulis agar diubah menjadi format yang standar.
Tabel yang tidak dapat dimuat dalam satu kolom kecil (format 2 kolom) diubah menjadi
format satu kolom seperti contoh berikut.

Tabel 2.
Klasifikasi Fonem Konsonan
Daerah Artikulasi
Sifat Ujaran Labio- Apiko- Lamino- Dorso-
Bilabial Laringal
dental alveolar palatal velar
Letupan p b t d J k g
Sengauan m N Ñ G
Getaran R
Setelah pembahasan, sebelum masuk ke dalam bab PENUTUP, beri satu paragraf yang
mengantarkan pembaca pada simpulan sebagai jawaban atas permasalahan penelitian.

PENUTUP (15%)
Penutup merupakan jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam bab
PENDAHULUAN. Penutup bukan tulisan ulang dari pembahasan dan juga bukan
ringkasan, melainkan penyampaian singkat jawaban permasalahan dalam bentuk satu
atau dua paragraf utuh.

DAFTAR PUSTAKA
Pustaka yang diacu minimal 35 acuan primer, 80% di antaranya terbitan sepuluh
tahun terakhir. Semua pustaka yang dituliskan dalam daftar pustaka dikutip di dalam
badan naskah. Daftar pustaka dan pengutipan menggunakan gaya APA (American
Psychological Association), dan memakai aplikasi Mendeley. Diupayakan setiap acuan
yang dikutip memiliki nomor DOI, and reference cited has a DOI number.

Balfour, J. (2020). A Corpus-based Discourse Analysis of Representations of People


with Schizophrenia in The British Press Between 2000 and 2015. Lancaster
University. https://doi.org/10.4324/9780429259982-31
Fajri, M. S. Al. (2019). The Discursive Portrayals of Indonesian Muslims and Islam in
the American press: A Corpus-assisted Discourse Analysis. Indonesian Journal of
Applied Linguistics, 9(1), 167–176. https://doi.org/10.17509/ijal.v9i1.15106
Gabrielatos, C., & Baker, P. (2008). Fleeing, Sneaking, Flooding: A Corpus Analysis of
Discursive Constructions of Refugees and Asylum Seekers in the UK Press, 1996-
2005. Journal of English Linguistics. 14(1) https://doi.org/10.1177/-
0075424207311247
Islamiah, M., & Fajri, M. S. Al. (2019). Skinny, Slim, dan Thin: Analisis Berbasis
Korpus Kata Sifat Identik dan Implikasinya oada Pengajaran Bahasa Inggris.
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa, 8(1), 19–32. https://doi.org/10.26499/rnh.v8i1.894
Puspitasari, D. A., & Okitasari, I. (2021). Analisis Tindak Tutur Berbasis Korpus pada
Tagar Tolak Omnibus Law. Bahtera: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra,
20(1), 1–14. https://doi.org/10.21009/bahtera.201.01
Utami, P. (2018). Hoaks in Modern Politics: The Meaning of Hoaks in Indonesian
Politics and Democracy. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 22(2), 85–97.
https://doi.org/10.22146/jsp.34614
Utami, M.A. (2018). Representasi LGBT dan Ideologi Tersembunyi dalam The Jakarta
Post dan Jakarta Globe. Ranah: Jurnal Kajian Bahasa. 7(1), 86—114.
https://doi.org/10.26499/rnh.v7i1.566
Vamanu, I. (2019). Fake News and Propaganda: A Critical Discourse Research
Perspective. Open Information Science, 3, 197–208. https://doi.org/10.1515/opis-
2019-0014
van Dijk, T. A. (1993). Principles of Critical Discourse Analysis. Discourse & Society,
4(2), 249–283. https://doi.org/10.1177/0957926593004002006
Wodak, R. (2001). What CDA is about - a summary of its history, important concepts
and its developments. In R. Wodak & M. Meyer (Eds.), Methods of Critical
Discourse Analysis. 1–13. London: SAGE Publications. https://doi.org/10.4135/-
9780857028020.n1

Anda mungkin juga menyukai