Para ahli memberikan rumusan yang bervariasi tentang apa yang dimaksud
“… a cricis accours a person when his usual problem solving activities are
“… the person in cricis is one hes begun to lose perspective, feel anxious, frequently
without hope, whose future seems to be blocked out, who even as lost siht of some of
Dan Widi Artanto,32 menyebutkan krisis itu adalah selalu mempunyai dua
dimensi, yaitu menunjukkan adanya suatu yang berbahaya dan juga menunjukkan
Dari apa yang dikatakan oleh para ahli di atas bahwa orang yang mengalami
krisi ialah apabila kemampuannya menyelesaikan masalah sendiri tidak berfungsi lagi,
sudah terbendung, tidak bis berjalan atau “mengalir” lagi bagaimana biasa. Bukan
hanya itu, tetapi juga tidak bias mundur, tidak ad jalan keluar lagi. Semuanya saling
menghimpit, sesak, saling mengganggu antara yang satu dengan yang lain. Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa krisis ialah dimana “perjalanan” hidup seseorang
terbendung dengan tiba-tiba, tidak ada jalan keluar lagi, sehingga identitasnya menjadi
30
H.J. Clinebell, Basic Types of Pastoral Counseling, Nashville: Abingdom Press, 1970, hal 158
31
Howard W. Stone, Op-Cit. hal.7
32
Wini Artanto, Menjadi Gereja Missioner Dalam Kontkes Indonesia, Kanisius-BPK Gunung Mulia
Jakarta, 1997, hal. 7
85
goncang. Namun apabila adanya penanganan secara propesional akan mendapat
3. Jenis Krisis
Menurut H. Norman Wright,33 mengatakan ada dua bentuk krisis itu antara lain :
Menurutnya krisis normal ini terjadi sebagai bahagian dari proses pertumbuhan
menjadi ibu atau bapak, konflik oedipal, berada dalam unsure tertentu dalam
Krisis ini terjadi sebagai akibat dari kejadian yang tidak terduga, tiba-tiba tidak
mengancam hidup, alkoholisme, balu, kematian akan, cacat fisik, dan lain sebagainya.
33
H. Norman Wright, Op-Cit, hal. 12-13
34
H. Norman Wright, Ibid
86
2. Ancaman terhadap kebutuhan instinktif yang secara simbolis mempunyai mata
yang memadai.
Dari uraian H. Norman Wright di atas kita memperoleh gambaran umum tentang
terjadinya suatu krisis, yaitu hasil evaluasi seseorang terhadap sesuatu peristiwa. Seperti
pernah disinggung diatas, bahwa pandangan hidup, kepercayaan dan norma-norma yang
terpengaruh dalam diri seseorang dan dalam masyarakat tentu sangat berpengaruh
dalam hasil evaluasinya terhadap kejadian yang mengancam itu. Sudah tentu standard
yang digunakan untuk mengevaluasi satu “stressor” tidak selalu sama bagi setiap orang.
Oleh karena itu tidak jarang terjadi bahwa “stressor” yang sama tidak menimbulkan
Dengan berpegang kepada prinsip bahwa Tiur harus dipandang sebagai pribadi
yang unik dan yang sedang berada dalam situasi krisis, yaitu krisis abnormal
Kesimpulan.
Dari analisa psikologs di atas, dapat disimpulkan bahwa Tiur mengalami emosi
87