Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum K3

Pengamatan Kebisingan, Cahaya dan pH Air

Dibuat oleh:
1. Mun Insan Kamil Basri
2. Nabilah Ainayah
3. Orly Othniel
4. Tri Munazah Rivani

TEKNOLOGI METALURGI
POLITEKNIK ENERGI DAN PERTAMBANGAN BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
Kata Pengantar...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................3
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3
1.2 Tujuan Praktikum................................................................................................3
1.3 Dasar Teori..........................................................................................................3
BAB II METODOLOGI...........................................................................................12
2.1 Alat dan Bahan..................................................................................................12
2.1.1 Alat Praktikum.......................................................................................12
2.1.2 Bahan Praktikum...................................................................................12
2.2 Metode Penelitian..............................................................................................12
2.2.1 Jenis Penelitian.......................................................................................12
2.2.2 Lokasi.....................................................................................................12
2.2.3 Sumber Data...........................................................................................12
2.2.4 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................12
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................13
3.1 Pembahasan.......................................................................................................13
3.2 Diskusi...............................................................................................................16
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................17
4.1 Kesimpulan........................................................................................................17
4.2 Saran..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18
LAMPIRAN...............................................................................................................19

2
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Pengamatan Kebisingan dan Cahaya. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Tedi selaku dosen K3 dan Lingkungan yang telah membantu kami dalam
mengerjakan Laporan Praktikum ini.
Dalam penulisan Laporan Praktikum ini kami selaku penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan
makalah ini.

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan kampus adalah lingkungan tempat mahasiswa menjalani proses
belajar dan melakukan berbagai aktivitas (Furqon, 2018). Sebuah tempat
pembelajaran tentunya memerlukan aspek-aspek yang menunjang pembelajaran.
Salah satunya adalah aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
lingkungan kampus. Pada saat ini, implementasi K3 tidak hanya di
implementasikan di lingkungan kerja saja, namun juga diterapkan di lembaga
pendidikan. Suatu lembaga pendidikan harus menjadikan tempat praktik yang
sehat dan nyaman bagi dosen, teknisi, mahasiswa serta orang lain yang terlibat
di dalamnya agar sesuai untuk proses belajar mengajar. Kesadaran dan motivasi
K3 bagi mahasiswa sudah harus dibangun sejak awal agar ada kesiapan ketika
memasuki dunia kerja dan bahkan saat bekerja tidak akan sulit untuk
menyesuaikan. Berbagai prosedur dalam penggunaan alat, kelayakan tempat,
kelayakan alat dan posisi ergonomis dalam bekerja harus sudah disampaikan dan
dipraktikan oleh mahasiswa. Pelaksanaan pembelajaran simulasi dan praktik
dengan memenuhi kaedah dan prosedur K3 dengan benar maka mahasiswa akan
menjadi tenaga kerja terampil (Skilled labour). Namun, seringkali K3 di
lingkungan kampus masih di remehkan. Banyak aspek K3 yang kini di
sepelekan padahal hal tersebut sangat penting untuk diri kita pribadi yang
apabila tidak dilaksanakan akan membahayan kesehatan. Contoh aspek yang
seringkali di sepelekan adalah kebisingan di lingkungan kampus dan
pencahayaan di ruangan yang ada di kampus. Padahal kedua aspek K3 tersebut
sangat penting untuk menunjang proses pembelajaran yang ada di kampus.

4
Kampus Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung (PEPB) terletak pada
tengah kota Bandung, Jawa Barat. Menurut WHO (2011), nilai kebisingan di
tengah kota sangat tinggi dikarenakan banyaknya aktivitas yang dilakukan.
Dengan tingginya nilai kebisingan yang ada tentunya akan menyebabkan banyak
hal yang merugikan bagi proses pembelajaran. Hal merugikan tersebut dapat
langsung dirasakan oleh mahasiswa. Beberapa contohnya adalah mahasiswa
akan terganggu dengan suara-suara yang ada, merasa stress, gangguan
pendengaran akibat kebisingan yang tinggi sehingga menyebabkan sulitnya
berkonsentrasi dengan pembelajaran yang ada.
Pra-sarana kampus juga memiliki peran penting dalam menunjang kegiatan
pembelajaran. PEPB memiliki ruangan-ruangan yang digunakan untuk
menunjang proses pembelajaran seperti ruang kelas, perpustakaan, dan
laboratorium. Aspek K3 yang masih sering dianggap remehnya yaitu aspek
pencahayaan pada ruang-ruangan tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya beberapa peristiwa seperti; pada saat pembelajaran, para mahasiswa
menyalakan hanya setangah bagian lampu yang ada di ruangan kelas atau
bahkan mematikan seluruh lampunya. Nilai pencahayaan yang kecil memiliki
dampak negatif pada berlangsungnya proses pembelajaran dan juga kesehatan
para mahasiswa.
Pencahayaan ruangan yang tidak memenuhi persyaratan yang ada dapat
mengganggu kesehatan mata kita, karena jika pencahayaan terlalu besar ataupun
lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh
mata. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2004).

5
Pelaksanaan pembelajaran di laboratorium sangat berorientasi pada capaian
kompetensi, keterampilan dan kemampuan profesional dalam bekerja. Ruang
lingkup pekerjaan lulusan jurusan Teknologi Metalurgi tentunya tidak lepas dari
penggunaan alat dan bahan-bahan atau material yang mengandung kimia.
Laboratorium yang ada di jurusan Metalurgi disesuaikan dengan kebutuhan
yang ada diperusahaan, seperti peralatan dan perlengkapan yang disediakan bisa
dijadikan simulasi sehingga mahasiswa bisa belajar seperti situasi di perusahaan.
Maka dari itu aspek pencahayaan untuk laboratorium sangat perlu diperhatikan.
Untuk membuktikan apakah nilai pencahayaan kurang atau tidak, maka
dilakukan pengujian terhadap nilai pencahayaan yang ada di beberapa ruangan
di kampus PEPB. Pemerintah sebenarnya telah memberikan aturan yang
mengatur kedua aspek K3 yang disebutkan sebelumnya. Contohnya terdapat
pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 tentang standar
pencahayaan dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 Tahun 2016 tentang Nilai
Ambang Batas (NAB) di lingkungan kerja salah satunya tentang kebisingan.
Dari kedua peraturan tersebut di jelaskan nilai maksimal pencahayaan dan
kebisingan yang aman ketika diterima oleh tubuh.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa mampu mengukur kebisingan
2. Mahasiswa mampu mengukur pencahayaan
3. Mahasiswa mampu mengukur pH air

1.3 Dasar Teori


1. Kebisingan

Definisi dari suara adalah sensasi yang dihasilkan apabila getaran longitudinal
molekul-molekul dari lingkungan luar, yaitu fase pemadatan dan peregangan dari
molekulmolekul yang silih berganti, mengenai membrane timpani (Ganong, 1992).
Pola dari gerakan ini digambarkan sebagai perubahanperubahan tekanan pada
membran timpani tiap unit waktu merupakan sederetan gelombang dan gerakan ini
dalam lingkungan sekitar kita umumnya dinamakan gelombang suara. Lebih lanjut,
Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 memberikan pengertian mengenai kebisingan
sebagai seluruh jenis suara atau bunyi yang tidak diharapkan yang bersumber baik

6
dari suatu proses alat-alat produksi maupun peralatan kerja pada tingkat tertentu
yang dapat mendorong terjadinya gangguan
pendengaran. Intensitas kebisingan atau arus energi persatuan luas secara umum
dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut dengan decibel(dB) dengan
memperbandingkan dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari
bunyi dengan frekuensi 1.000 Hz yang tepat didengar oleh telinga normal
(Suma’mur, 1996).Kebisingan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia yang terpapar dan dapat dikelompokan secara bertingkat sebagai
berikut:
a. Gangguan Fisiologis
Seseorang yang terpapar bising dapat menggangu, lebih-lebih yang terputus-putus
atau yang datangnya tiba-tiba dan tak terduga. Gangguan dapat terjadi seperti,
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, basa metabolisme, kontraksi
pembuluh darah kecil, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris, serta dapat
menurunkan kinerja otot.
b. Gangguan Psikologis
Seseorang yang terpapar bising dapat teganggu kejiwaanya, berupa stres, sulit
berkonsentrasi dan lain-lain, dengan akibat mempengaruhi kesehatan organ tubuh
yang lain.
c. Gangguan komunikasi
Yaitu gangguan pembicaraan akibat kebisingan sehingga lawan bicara tidak
mendengar dengan jelas. Untuk rnengatasi pembicaraan perlu lebih diperkeras
bahkan berteriak.
d. Gangguan keseimbangan
Kebisingan yang terlalu tinggi dapat
mengakibatkan gangguan keseimbangan yang
berupa kesan seakan-akan berjalan di ruang
angkasa.
e. Ketulian
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan, maka
gangguan yang paling serius adalah ketulian. Ketulian akibat bising ada tiga macam
yaitu, tuli sementara, tuli menetap, trauma akustik Sumber bising ialah sumber bunyi
yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak
maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan

7
industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan
kegiatan rumah tangga. Di industri, sumber kebisingan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 macam, yaitu mesin, vibrasi, pergerakan udara, gas dan cairanDalam
peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi no. Per 01/MEN/1981 (Pungky W,
2002), yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Definisi lain dari penyakit akibat
kerja adalah hubungan dengan faktor penyebab spesifik di tempat kerja, sepenuhnya
dipastikan dan faktor tersebut dapat diidentifiksi, diukur dan selanjutnya dapat
dikendalikan (WHO, 1985 dalam A.M. Sugeng Budiono, 2001).
Kebisingan atau Noise merupakan bunyi yang tidak dikehendaki (Aperti, 2018).
Pada suatu kegiatan industri bunyi dan suara yang tidak dikehendaki tersebut dapat
berasal dari getaran alat-alat yang digunakan pada proses produksi (Aperti, 2018).
Menurut Soemirat (2011), kebisingan adalah campuran suara yang tidak dikehendaki
dan dapat merusak kesehatan. Menurut PerMenaKer No. 5 Tahun 2018 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, kebisingan merupakan bunyi
yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat yang digunakan pada proses
produksi atau alat-alat kerja yang digunakan pada tingkat tertentu dan dapat
menyebabkan ganguan pendengaran pada manusia.
Faktor Penyebab Kebisingan Menurut Rahmi (2009), terdapat beberapa faktor
penyebab kebisingan, yaitu :
1. Tekanan Suara Tekanan suara merupakan satuan daya tekanan suara per satuan
luas. Bunyi akan mengadakan suatu penekanan ketika melalui sebuah medium
rambat.
2. Daya Suara Daya suara atau disebut juga daya akustik merupakan energi bunyi
yang dikeluarkan atau dipancarkan oleh suatu sumber bunyi per satuan waktu, dan
mempunyai satuan Joule/s atau Watt. Daya suara tidak dipengaruhi oleh jarak.
3. Intensitas Suara Intensitas suara merupakan energi rata-rata dari suara yang
ditransmisikan oleh gelombang suara menuju arah rambat media. Intensitas suara
sangat dipengaruhi oleh jarak. Semakin jauh dari sumber bunyi atau semakin besar
luasan yang ditembus maka intensitas suaranya semakin kecil.
4. Frekuensi Frekuensi merupakan getaran yang dihasilkan dalam satuan waktu
(detik) dengan satuan Hz. Frekuensi yang dapat didengar manusia 20-20000 Hz.
Menurut Arista (2017), manusia memiliki frekuensi bicara pada range 125-2000 Hz,
frekuensi bunyi 1000 Hz merupakan nilai ambang pendengaran manusia. Menurut

8
Terikwal (2011) hasil penelitian di India menunjukkan bahwa 80% dari 50 orang
pekerja kehilangan daya dengarnya pada frekuensi bicara (125-2000 Hz). Frekuensi
yang membahayakan bagi pendengaran manusia yang memiliki frekuensi tinggi.
Frekuensi dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
f = c/ λ
f = Frekuensi (Hz)
λ = Panjang gelombang bunyi (m)
c = kecepatan medium rambat (m/s)
2.1.3 Sumber Kebisingan
Menurut Babba (2007), sumber kebisingan pada lingkungan kerja sangat beragam,
diantaranya adalah :
1. Mesin Kebisingan dapat dihasilkan dari suara mesin produksi yang sedang
beroperasi. Contohnya: Mesin pembangkit tenaga listrik (genset), mesin diesel,
boiler, dan lainnya.
2. Benturan antara alat kerja dengan alat lainnya Kebisingan dapat dihasilkan juga
dari benturan antar alat. Contohnya: Proses penggerindaan, penyemprotan, memalu
(hammering), pemotongan (cutting), penggergajian, dan lainnya.
3. Aliran Material Aliran material seperti fluida dalam pipa distribusi material di
tempat kerja dapat menghasikan kebisingan. Contohnya: pada proses transportasi
material, atau pembuangan gas ke udara melaui pipa.
4. Manusia Kebisingan di tempat kerja dapat pula berasal dari manusia, karena
adanya komunikasi antar pekerja, sehingga sumber suara dari manusia juga
diperhitungkan.
Menurut Doelle (1993), sumber utama kebisingan diklasifikasikan kedalam 2
kelompok yaitu : 1. Bising Interior (Bising dalam ruangan) Bising interior berasal
dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesin-mesin dalam gedung.
2. Bising Outdoor (Bising di luar ruangan) Bising Outdoor berasal dari lalu lintas,
trasnportasi, industri, alat-alat mekanis di luar gedung, kegiatan konstruksi gedung,
perbaikan jalan, kegiatan olahraga, dan lain sebagainya. 2.1.4 Jenis Kebisingan
Menurut Wardhana (2001) , kebisingan terdiri atas tiga macam berdasarkan asal
sumbernya yaitu:
1. Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tiba-tiba.
2. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus dalam
waktu yang cukup lama.

9
3. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang hanya
sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi (bising yang terputus-
putus).
Kebisingan dibagi berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, intensitas bunyi dan
tenaga bunyi (Gabriel, 1996). Bunyi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Bising pendengaran disebabkan frekuensi bunyi antara 31,5-8000 Hz, bising yang
berhubungan dengan kesehatan yang disebabkan bunyi mesin di tempat kerja.
2. Bising impulsive adalah bising yang terjadi akibat adanya bunyi menyentak
misalnya pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil dan lain-lain. Menurut
Gabriel (1996), kebisingan juga dibagi berdasarkan waktu terjadinya yaitu bising
kontinyu dengan spektrum yang luas, bising kontinyu dengan spektrum yang sempit,
bising yang terputus-putus,bising sehari penuh, bising setengah hari, dan bising
sesaat. Pembagian bising berdasarkan skala intensitasnya dibagi menjadi bising
dengan intensitas sangat tenang, bising dengan intensitas tenang, bising dengan
intensitas sedang, bising dengan intensitas kuat, bising yang sangat hiruk dan bising
yang dapat menulikan. Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi
atas:
1. Bising yang mengganggu. Bising jenis ini intensitasnya tidak terlalu keras,
misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi. Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas.
Bising yang menutupi ini dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja,
komunikasi antar pekerja atau tanda bahaya akan tertutupi oleh kebisingan.
3. Bising yang merusak, adalah bunyi yang melampaui NAB. Bunyi jenis ini akan
merusak/menurunkan fungsi pendengaran.
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas merupakan angka yang dianggap aman untuk tenaga kerja bila
bekerja selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Dapat dikatakan bawa nilai ambang
batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dari suara dan merupakan nilai rata-rata
yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa menimbulkan risiko hilangnya
daya dengar (Suheryanto, 1994). Berikut merupakan NAB kebisingan yang
diperboehkan di Indonesia berdasarkan PerMenaKer No. 5 Tahun 2018 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja :

10
Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan Berdasarkan PerMenaKer No. 5 Tahun
2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

Pengaruh Kebisingan Terhadap Tenaga Kerja


Adanya kebisingan dapat menyebabkan beberapa gangguan bagi pekerja. Menurut
Harahap (2016), beberapa gangguan tersebut diantaranya adalah gangguan
fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi , gangguan keseimbangan,
dan ketulian.
a. Gangguan Fisiologis
Kebisingan yang berfrekuensi tinggi umumnya sangat mengganggu, terlebih
kebisingan yang terputus-putus atau kebisingan yang datang secara tiba-tiba.
Gangguan fisiologis yang dapat dialami penerima diantaranya peningkatan denyut
nadi, peningkatan tekanan darah, basal metabolisme, dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris, menyebabkan peyempitan pembuluh darah terutama pada tangan
dan kaki.

11
b. Gangguan Psikologis
Seperti yang diketahui bahwa kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki,
oleh karena itu kebisingan dapat menambah stress bagi pekerjanya, dan berpengaruh
kepada pekerjaan yang dilakukannya. Gangguan tersebut dapat berupa kurang
konsentrasi, susah tidur, rasa tak nyaman, dan mudah emosi. Menurutt Arini (2005),
kebisingan yang dapat mengakibatkan gangguan psikologis yaitu 55-65 dBA.

c. Gangguan Komunikasi
Risiko yang ditimbulkan yang dapat terjadi yaitu pekerja berbicara dengan berteriak.
Gangguan komunikasi ini dapat mengganggu pekerjaan, salah satunya mungkin
akan terjadi kesalahan saat bekerja, secara tidak langsung gangguan komunikasi ini
merupakan penyebab bahaya bagi keselamatan pekerja. Gangguan komunikasi dapat
terjadi apabila nilai tingkat kebisingan berada pada nilai ≤ 78 dBA (Rahmawati,
2015)
d. Gangguan Keseimbangan
Bising yang berintensitas tinggi akan menyebabkan pekerja mengalami kesan
berjalan di luar angkasa atau melayang.
e. Gangguan Ketulian
Gangguan ketulian adalah gangguan yang paling serius. Menurt Diniari (2017),
pekerja akan mengalami kerusakan pendengaran pada intensitas suara 85-90 dBA.
Jenis ketulian yang diakibatkan oleh kebisingan sibagi menjadi 2, yaitu :
1. Tuli sementara
Adanya pemaparan kebisingan dengan intensitas yang tinggi pekerja dapat
mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara. Cotohnya apabila
seorang pekerja memasuki sebuah ruangan dengan intensitas kebisingan yang tinggi
pada awalnya pekerja akan merasa terganggu oleh bising yang ditimbulkan, namun
setelah beberapa lama pekerja tersebut berada di ruangan tersebut, maka pekerja
akan merasa suara yang ditimbulkan tidak sekeras sebelumnya. Maka pada saat
tersebut pekerja telah mengalami ketulian, kemudian akan berangsur-angsur pulih
seperti semula. Menurut Christy (2010), pekerja yang terpapar kebisingan sebesar 85
dB membutuhkan waktu istirahat selama 3-7 hari.
2. Tuli menetap Tuli menetap dapat terjadi apabila nilai ambang dengar manusia
menurun dan tidak dapat kembali ke nilai ambang semula meskipun diberikan waktu

12
istirahat yang cukup. Berikut merupakan tahap terjadinya penurunan daya dengar :
• Tahap pertama muncul setelah 10-20 hari terpapar kebisingan, kemudian pekerja
akan mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu kerja.
• Tahap kedua pekerja merasa telinganya berbunyi secara intermitten (hilangtimbul),
tahap ini dapat dialami selama beberapa bulan, bahkan beberapa tahun.
• Tahap ketiga adalah tahap dimana tenaga kerja sudah merasa tidak dapat
mendengar percakapan bahkan detak jam.
• Tahap keempat yaitu dimana pekerja sudah mengalami kendala dalam
berkomunikasi.
Metode Pengukuran
Tingkat kebisingan pada suatu tempat dapat diketahui dengan dilakukannya
pengukuran kebisingan. Acuan pengukuran kebisingan yang dapat digunakan yaitu
KepMenLH No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Terdapat 2 jenis
metode yang dapat dilakukan dalam pengukuran tingkat kebisingan berdasarkan
KepMenaLH No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, yaitu :
1. Cara Sederhana Pengukuran cara sederhana dilakukan menggunakan sound level
meter biasa, dengan mengukur tingkat tekanan bunyi dalam satuan dB(A) selam 10
(sepuluh) menit untuk setiap pengukuran, dan pembacaan setiap 5 detik.
2. Cara Langsung Pengukuran cara langsung dilakukan menggunakan integrating
sound level meter yaitu sound level meter yang memiliki fasilitas pengukuran
LTM5, yaitu Leq dengan waktu pembacaan setiap 5 detik, dilakukan pengukuran
selama 10 (sepuluh) menit.

2. PENCAHAYAAN

Menurut ILO (2016) cahaya merupakan suatu hasil dari pancaran gelombang
elektromagnetik yang terlihat oleh mata bila suatu sumber cahaya memancarkan
cahayanya. Cahaya ini akan terpantulkan ke seluruh arah yang dimana sumber
cahaya tersebut sebagai titik pusatnya. Menurut Permenaker RI No. 5 Tahun
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja menjelaskan bahwa
pencahayaan merupakan sesuatu yang menerangi, meliputi pencahayaan alami dan
pencahayaan buatan. Jumlah rata-rata cahaya yang diterima para pekerja setiap
waktu pengamatan pada setiap titik dan dinyatakan dalam satuan lux merupakan
pengertian dari intensitas cahaya. Sementara itu, menurut Keputusan Menteri

13
Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 pencahayaan merupakan jumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah
kegiatan agar lebih efektif. Peran pencahayaan sangat penting dalam menciptakan
lingkungan kerja yang baik. Lingkungan kerja yang baik akan memberikan
kenyamanan dan akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Tingkat
pencahayaan yang baik merupakan salah satu faktor dalam menciptakan
kondisi penglihatan yang baik dikarenakan penerangan dapat mempengaruhi dalam
melihat objek-objek. Jika tingkat penerangannya cukup baik maka akan terlihat
jelas objek-objek secara jelas sehingga mengurangi timbulnya kesalahan atau
kekeliruan. Salah satu upaya pendukung lingkungan kerja bagi keselamatan dan
kenyamanan pekerja adalah melakukan Analisa intensitas cahaya (Putra &
Madyono, 2017). Menurut Hendra tahun 2013 dalam Putri & Trifiananto
(2018) mengatakan bahwa salah satu faktor penting dalam menciptakan
kenyamanan dalam bekerja adalah pencahayaan yang baik dan sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Hal ini sejalan dengan kebutuhan dalam proses pekerjaan
yang dasarnya membutuhkan pencahayaan yang memadai sebagai faktor pendukung
seperti perkantoran. Pencahayaan alami dari sinar matahari merupakan faktor
pencahayaan yang baik begitu pun dengan pencahayaan buatan yang menjadi
kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari, dalam dunia perkantoran, bahkan
proses belajar mengajar. Berbagai macam keluhan mata (symptoms) akan
muncul disebabkan oleh pencahayaan yang kurang memadai. Akibat dari
penerangan yang kurang memadai berpotensi menimbulkan keluhan pada mata
khususnya di tempat kerja meliputi kelelahan mata, sakit kepala, mata kering,
keluhan pada leher atau bahu dan mata terasa pedih. Pernyataan tersebut diperkuat
oleh Herlina (2016) bahwa penerangan yang kurang memadai dapat
menimbulkan kelelahan pada mata dikarenakan menurunnya efisiensi kerja mata,
keluhan pegal disekitar mata serta sakit kepala di sekitar mata. Kelelahan mata
tidak hanya terjadi pada pekerja kantoran, kondisi tersebut juga dirasakan oleh
civitas akademika seperti mahaiswa dengan jurusan yang berhubungan dengan
komputer seperti bidang IT, design visual, arsitek dan pekerjaan atau aktivitas
yang dilakukan di dalam ruangan (Putri & Trifiananto, 2018). Pencahayaan
adalah sejumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang dibutuhkan untuk dapat
beraktivitas secara optimal dan produktif diperlukan lingkungan kerja yang
nyaman. Desain sebuah lingkungan kerja juga harus ditangani dengan baik. Ada

14
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan kerja dalam beraktivitas,
yaitu intensitas cahaya, suhu dan kelembaban udara, serta tingkat kebisingan.
Faktor-faktor demikian akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan dan
suasana kerja dan keselamatan kerja apabila tidak dapat dikendalikan. pencahayaan
memiliki fungsi pada area kerja, yaitu memberikan penerangan kepada benda-benda
yang menjadi objek kerja karyawan, seperti mesin atau peralatan, proses
produksi, dan lingkungan kerja. Adapun pengertian intensitas pencahayaan adalah
kuantitas cahaya yang menyinari suatu objek atau permukaan. Satuan untuk
intensitas cahaya tergantung pada jenis sumber pencahayaan tersebut. sumber
pencahayaan meliputi, pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Rahmayanti
& L, 2017). Tinjauan Umum tentang Jenis-Jenis Pencahayaan Pencahayaan di
ruangan maupun tempat kerja terdapat lima jenis berdasarkan
pendistribusiannya, yaitu menurut ILO (1998) dalam Kristian et al (2018):
Pencahayaan Langsung (Direct Lighting) Pencahayaan langsung atau direct lighting
adalah 90-100% cahaya diarahkan langsung ke objek-objek yang dapat diterangi.
2. Pencahayaan Semi-Langsung (Semi-Direct Lighting) Pencahayaan semi-langsung
adalah 60-90% cahaya secara langsung menyinari benda-benda yang akan
diterangi, dan sisanya akan dipantulkan ke langit-langit dan dinding
3. Pencahayaan Tidak Langsung Pencahayaan tidak langsung diaplikasikan sebesar
90-100% cahaya ditujukan kelangit-langit dan dinding bagian atas lalu dipantulkan
agar seluruh ruangan mendapatkan penerangan. Oleh karena itu, langit-langit
sebagai sumber cahaya harus mendapatkan pemeliharaan yang baik Selain itu,
jenis pencahayaan berdasarkan distribusinya menurut (Pratama A, 2020) sebagai
berikut: 1. Pencahayaan Langsung (Direct Lighting) Pencahayaan langsung adalah
pencahayaan yang sumber cahayanya secara langsung mengarah pada sasaran. Pada
umumnya, pencahayaan langsung adalah cahaya yang ditujukan secara
fungsional untuk memenuhi kebutuhan cahaya secara kuantitatif pada sebuah
ruang (Pratama A, 2020).
Tinjauan Umum tentang Sumber Pencahayaan Menurut Utama, F (2020) setiap
jenis pekerjaan membutuhkan pencahayaan yang berbeda-beda, agar pengguna
di dalamnya dapat melakukan aktivitas dengan lancar dan memiliki produktivitas
yang baik diperlukan tingkat pencahayaan yang baik di area kerjanya. Jumlah
ukuran lampu serta penempatan jendela sebagai sumber cahaya akan menghasilkan
kenyamanan visual. Lechner (2001) dalam Rettob (2018) mengatakan bahwa

15
dengan semakin berkembangnya teknologi khususnya pada sumber cahaya yang
memberikan kualitas pencahayaan buatan yang memenuhi kebutuhan manusia
yang dibuktikan dengan banyaknya jenis cahaya buatan (lampu) yang digunakan
sekarang ini.
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang bersumber langsung dari alam, yaitu
sinar matahari. Keuntungan dari pencahayaan alami adalah menghemat energi
listrik dan juga berdampak positif terhadap kesehatan. Diperlukan jendela-jendela
yang besar dalam sebuah ruangan untuk bisa mendapatkan pencahayaan alami
ataupun dinding kaca yang sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai ruangan.
Perlu diperhatikan beberapa faktor agar pencahayaan alami dapat terlihat baik,
seperti keberagaman kadar cahaya matahari, distribusi cahaya, efek pada lokasi
pantulan cahaya, jarak antar bangunan, letak geografis serta fungsi bangunan
(Rettob, 2018). Memanfaatkan pencahayaan alami sebagai sumber utama
pencahayaan akan menciptakan akses ke berbagai ruang dalam bangunan, hal
ini adalah langkah yang sederhana, namun perlu dilakukan pertimbangan dalam
mendesign ruangan. Pertimbangan ini akan menciptakan keramah lingkungan
dan juga kenyamanan bagi setiap orang dan juga memiliki karakteristik dan
identitas yang kuat (Dewantoro et al, 2019). Sumber cahaya alami bisa didapatkan
tergantung dari kondisi langit dominan, yaitu overcast sky bagi daerah tropis.
Sembilan puluh persen dari overacst sky dipenuhi oleh awah yang memiliki
kepadatan yang merata. Cahaya mengalami perubaah yang cenderung lambat. Uap
air dari awan membelokkan cahaya lalu cahaya tersebut dipantulkan secara difus ke
segala arah. Cahaya yang timbul berasal dari berbagai macam sumber. Bukan hanya
kuantitas cahaya dari setiap sumber, namun juga kualitasnya seperti warna,
distribusi kontras, silau dan brightness. Adapun sumber cahaya alami utama yang
dapat dimanfaatkan, meliputi:
a. Cahaya Matahari Langsung Tingkat cahaya pada matahari secara langsung
sangat tinggi, terarah pada satu titik, memiliki potensi silau, kontras dan
panas, oleh karena itu diperlukan perencanaan yang strategis agar cahaya dapat
masuk dalam ruangan
b. Cahaya Pantulan Cahaya ini merupakan cahaya matahari yang terpantul oleh
elemen-elemen permukaan, baik dari luar bangunan seperti cahaya pantulan dari
bangunan sekitar seperti pantulan atap, lantai atau tembok yang paling sering

16
digunakan sebagai sumber cahaya pencahayaan diluar ruangan.
c. Cahaya Langit Cahaya ini adalah cahaya matahari yang terpantul oleh awan lalu
menyebar menjadi terang langit, tingkat intensitas cahayanya juga cukup tinggi,
namun tidak menimbulkan efek silau.
Pencahayaan alami yang berasal dari sinar dalam bentuk gelombang
elektromagnetik yang memiliki frekuensi antara 380-780 nanometer, yaitu pada
bagian spektrum yang dapat dilihat, sehingga memungknkan mata menangkap
bayangan dari objek-objek yang ada disekitar. Pencahayaan alami berperan
bagi pengguna bangunan, karena dapat memberikan keamnaan dan kenyamanan
secara visual. Hal ini dikarenakan pengguna bangunan dapat melihat objek-objek
secara jelas. Pencahayaan alami juga dapat memberikan kenyamanan secara
psikovisual, cahaya yang dapat menunjukkan bentuk dan skala sehingga
ruangan tampil dengan keindahannya (Pangestu, 2019). Menurut sebuah teori
merupakan hasil dari sinar matahari atau cahaya langit, cahaya matahari juga
sangat bervariasi pada intensitas cahaya, hal ini dikarenakan setiap waktu atau
musim, intensitas cahaya juga dapat berubah sehingga intensitas cahaya tiap tepat
berbeda-beda (Dewantoro et al, 2019).
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan diperlukan apabila posisi ruangan tidak dapat dijangkau
oleh pencahayaan alami (sinar matahari) atau tidak mencukupi. Pencahayaan buatan
ataupun kombinasi dengan pencahayaan buatan berfungsi untuk menciptakan
lingkungan yang memungkinkan pengguna ruangan melihat lebih detail dan juga
membantu dalam melakukan tugasnya agar lebih mudah dan tepat. Memudahkan
pengguna ruangan untuk bergerak dan berjalan. Tidak menimbulkan pertambahan
suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. Memberikan pencahayaan yang
memadai dan secara merata, tidak menyilaukan, tidak berkedip, dan tidak
menimbulkan bayang-bayang (Rettob, 2018). Pencahayaan buatan merupakan
pencahayaan yang sumber cahayanya dihasilkan oleh sumber cahaya selain
cahaya alami. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2001) sistem pencahayaan
buatan yang sering digunakan secara umum dibedakan menjadi 3, yaitu: a. Sistem
Pencahayaan Merata Iluminasi cahaya pada sistem ini tersebar secara merata
keseluruh ruangan. Sistem ini cocok digunakan untuk ruangan yang tidak memiliki
pekerjaan visual yang khusus (Khamairah & Hartuti Wahyuningrum, 2017).
Sistem Pencahayaan Terarah Sistem ini mendapatkan pencahayaan dari satu arah

17
tertentu saja yang cocok digunakan untuk pameran atau mengekspos suatu
objek yang ingin ditampakkan lebih jelas. Pencahayaan terarah juga berperan
sebagai sumber cahaya sekunder bagi ruangan sekitar, yaitu melalui mekanisme
pemantulan cahaya. Sistem pencahayaan terarah bisa juga digabungkan dengan
sistem pencahayaan merata karena dapat mengurangi efek menjemukan yang
mungkin ditimbulkan oleh pencahayaan merata (Khamairah & Hartuti
Wahyuningrum, 2017). Sistem Pencahayaan Setempat Sistem pencahayaan ini
difokuskan pada suatu objek tertentu seperti tempat kerja visual (Khamairah &
Hartuti Wahyuningrum, 2017).

3. pH Air
Air PH Air merupakan sumber daya alam yang berperan penting dalam kehidupan
manusia, salah satunya adalah untuk dikonsumsi. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 492 tahun 2010, air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum [1]. Saat ini masyarakat umum belum
mengetahui tentang standar kualitas air minum. Air minum aman bagi kesehatan
apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif [1].
Pemilihan parameter-parameter penting dalam pengukuran air ini agar dapat
memenuhi ketentuan air yang baik yaitu tidak berasa, berbau dan berwarna.
Parameter pertama adalah pH air yang merupakan parameter kimia organik. Nilai
pH yang lebih dari 7 menunjukkan sifat korosi yang rendah sebab semakin rendah
pH, maka sifat korosinya semakin tinggi. Nilai pH air yang lebih besar dari 7
memiliki kecenderungan untuk membentuk kerak dan kurang efektif dalam
membunuh bakteri sebab akan lebih efektif pada kondisi netral atau bersifat asam
lemah [2]. Parameter kedua adalah tingkat kekeruhan. Air yang keruh atau memiliki
tingkat kekeruhan tinggi memiliki nilai total suspended solid (TSS) yang tinggi.
Parameter ketiga adalah suhu. Suhu masuk dalam kategori parameter fisika. Suhu air
yang melebihi batas normal menunjukkan indikasi terdapat bahan kimia yang
terlarut dalam jumlah yang cukup besar atau sedang terjadi proses dekomposisi
bahan organik oleh mikroorganisme [2] yang berbahaya bagi tubuh. Parameter
keempat adalah total dissolved solid (TDS) yang termasuk dalam parameter fisika.

18
Konsentrasi TDS tinggi dapat mempengaruhi rasa. Tingginya level TDS
memperlihatkan hubungan negatif dengan beberapa parameter lingkungan air yang
menyebabkan meningkatnya toksisitas pada organisme didalamnya [3]. Berdasarkan
pada permasalahan yang ada dan pentingnya parameter tersebut, maka akan
dilakukan pengembangan alat ukur kualitas air dengan parameter kualitas air berupa
pH, tingkat kekeruhan, suhu dan total dissolved solid (TDS). Dengan adanya
pengukuran parameter tersebut diharapkan dapat memudahkan masyarakat
mengetahui secara langsung kondisi air yang digunakan.
Air memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia, seperti garam-garam,
asam, beberapa jenis gas, dan banyak molekul organik sehingga air disebut pelarut
universal. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di
bawah tekanan dan temperatur standar. (Hanafiah, A.K., 2012:99). Berdasarkan
peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air yang disebut sebagai air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak. Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
kuantitas air yang kurang mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan
kualitas air untuk keperluan domestik semakin menurun. Kegiatan industri,
domestik, dan kegiatan yang lain berdampak negatif terhadap sumber daya air
sehingga menyebabkan kualitas air menurun. Kondisi seperti ini menimbukan
gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada
sumber daya air. Oleh karena itu, pengolahan sumber daya air sangat penting agar
dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu
pengelolaannya dengan pemantauan dan interprestasi data kualitas air, mencakup
kualitas fisika, kimia, dan biologi. Salah satu sumber air yang dapat dimanfaatkan
adalah air tanah atau air sumur. Air sumur adalah air tanah dangkal sampai
kedalaman kurang dari 30 meter, air sumur umumnya pada kedalaman 15 meter dan
dinamakan juga sebagai air tanah bebas karena lapisan air tanah tersebut tidak
berada di dalam tekanan. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai air minum melalui
sumur-sumur dangkal, dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang
cukup dan tergantung pada musim. Sumur gali (sumur dangkal) adalah satu
kontruksi sumur paling umum dan meluas dipergunakan untuk mengambil air tanah

19
bagi masyarakat kecil dan rumah-rumah perorangan sebagai air minum dengan
kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur gali menyediakan air yang
berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu
dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan yang
berasal dari tempat pembuangan kotoran manusia dan hewan yakni kakus/jamban,
juga dari limbah sumur itu sendiri karena lantainya atau saluran air limbahnya yang
tidak kedap air. Keadaan kontruksi dan cara pengambilan air sumur dapat menjadi
sumber kontaminasi, Semua makhluk hidup memerlukan air, karena air merupakan
kebutuhan dasar bagi kehidupan. Bagi manusia, air adalah kebutuhan yang sangat
mutlak karena zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air
berjumlah sekitar 73 % dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak. Kegunaan air bagi
tubuh manusia antara lain untuk proses pencernaan, metabolisme, mengangkat zat-
zat makanan dalam tubuh, mengatur keseimbangan suhu tubuh dan menjaga tubuh
jangan sampai kekeringan (Harini, 2007). Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk
hidup sehat harus memenuhi syarat kualitas dan secara kuantitas (jumlahnya) juga
terpenuhi. Diperkirakan untuk kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak
membutuhkan air sebanyak 100L/orang/hari. Jumlah air untuk keperluan rumah
tangga perhari perkapita tidak sama untuk tiap negara. Pada negara maju umumnya
dapat dikatakan jumlah pemakaian air per hari per kapita lebih besar dari pada
negara berkembang karena faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air sangat
bervariasi sehingga rata-rata pemakaian air per kapita per hari berbeda
Kualitas air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu
dari sumber-sumber air. Dengan adanya standar kualitas air, orang dapat mengukur
kualitas air dari berbagai macam air. Setiap jenis air dapat diukur konsentrasi
kandungan unsur yang tercantum didalam standar kualitas sehingga dapat diketahui
syarat kualitasnya yang dapat digunakan sebagai tolak ukur. Standar kualitas air
bersih dapat berarti sebagai ketentuanketentuan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.416/MEN/KES/PER/IX/1990 yang dituangkan dalam bentuk
angka atau pernyataan yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air
tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta
gangguan dalam segi estetika. Peraturan ini dibuat dengan maksud air minum yang
memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam rangka
pemeliharaan, perlindungan, serta mempertinggi derajat kesehatan masyarakat.
Dengan peraturan ini telah memperoleh landasan hukum dan landasan teknis dalam

20
pengawasan kualitas air bersih. Dengan demikian, air yang digunakan sebagai
kebutuhan air bersih seharihari sebaiknya tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau,
jernih, dan mempunyai suhu yang sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga
menimbukan rasa nyaman. Berikut syarat-syarat kualitas air.

BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat Praktikum

No Nama Bahan Gambar Bahan

1 Lux Meter

2 Noise Meter

2 Indikator pH

21
2.1.2 Bahan Praktikum

No Nama Bahan Gambar Bahan

1 Air

2.2 Metode Penelitian


2.2.1 Jenis penelitian

Pada praktikum kali ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif
serta metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, adapun yang menjadi studi
kasus kali ini adalah kegiatan K3 yang dilakukan pada lingkungan sekitar Kampus PEP
Bandung.
2.2.2 Lokasi

22
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah lingkungan kampus PEP Bandung.
Untuk pencahayaan ruangan yang diteliti adalah ruang kelas alumunium, perpustakaan
dan lab metalurgi. Adapun untuk kebisingan area yang diteliti adalah depan SM Sair,
Kantin, dan Gerbang depan. Dan yang terakhir untuk pengukuran pH air, air yang
digunakan adalah air kran PEP Bandung, air kran TekMira, dan air kran PPSDM
GeoMinerba.
2.2.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah data yang dihasilkan oleh alat yang digunakan
dalam praktikum yang kemudian di catat dan dimasukkan kedalam laporan hasil
penelitian.

2.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Metode Observasi Dimana peneliti
terjun langsung ke lokasi dan melakukan pengumpulan data menggunakan alat yang
sudah di sediakan.

23
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pencahayaan
Pencahayaan Lampu (Lux)
11
9
7
5
3
1

Series1 NaN NaN NaN


Series2 NaN NaN NaN
Series3 NaN NaN NaN

Pencahayaan merupakan factor paling penting dalam perancangan ruang


untuk menunjang kenyamanan pengguna. Ruang dengan system pencahayaan yang
baik dapat mendukung aktivitas yang dilakukan di dalamnya.
Pencahayaan didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada sebuah
bidang permukaan. Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan didefinisikan
sebagai tingkat pencahayaan rata–rata pada bidang kerja, dengan bidang
kerja yang dimaksud adalah sebuah bidang horisontal imajiner yang terletak setinggi

24
kurang lebih 0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan (SNI Tata Cara
Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung,
2000). Pencahayaan memiliki satuan lux(lm/m²), dimana
lm adalah lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan. Adapun standar sebagai
acuan adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018, pada setiap
tempat kerja harus mendapatkan penerangan yang cukup untuk melakukan
pekerjaan.
Batas maksimal pencahayaan dalam sebuah ruangan tergantung pada
penggunaannya. Untuk sebagian besar ruangan, pencahayaan yang nyaman biasanya
berkisar antara 300 hingga 750 lux. Namun, untuk tugas-tugas khusus seperti
membaca atau pekerjaan detail, pencahayaan lebih tinggi mungkin diperlukan,
mungkin sekitar 1000 lux atau lebih. Pastikan pencahayaan dirancang agar sesuai
dengan kebutuhan aktivitas di ruangan tersebut.
Dari pengukuran pencahayaan di 3 ruangan di PEP Bandung dapat kita
ketahui bahwasannya nilai maximal untuk pencahayaan berada di ruang kelas ketika
semua lampu yang ada di nyalakan yakni dengan ratanrata maksimal sebesar 109,1
Lux. Untuk nilai minimal berada di laboratorium metalurgi ketika semua lampu
dinyalakan sebesar 62,3 Lux. Dan perpustakaan ketika semua lampu dinyalakan
sebesar 103,6 Lux Sedangkan untuk rata rata total pencahayaan yang terbaik berada
di ruang kelas dan yang terendah berada di laboratorium metalurgi yaitu sebesar 62,3
Lux. dan yang tertinggi berada di ruangan kelas dengan rata rata total sebesar 109,1
Lux.
Hasil analisis terhadap tingkat pencahayaan ketiga ruangan tersebut hanya
dinyalakan separuh atau setengah dari total lampu yang ada pada tiap-tiap ruangan
yaitu nilai rata-rata maksimal berada diruangan kelas sebesar 63,2 Lux dan untuk
nilai rata rata minimal terendah berada pada ruangan lab metalurgi sebesar 53,9 Lux.
Dari semua data yang kami peroleh, tidak ada satu pun yang sesuai dengan
SNI 03-6197-2000 terkait pencahayaan yang direkomendasikan. Apabila kita
mengacu kepada SNI 03-6197-2000, standar cahaya di ruangan kelas sebesar 250
Lux, di perpustakaan sebesar 300 Lux dan di laboratorium sebesar 500 Lux.
Rendahnya angka pencahayaan yang ada di kampus PEPB ini di khawatirkan dapat
membahayakan bagi kesehatan mata bagi pada mahasiswa ataupun pihak lain yang
terlibat dalam proses pembelajaran di kampus.

25
3.2 Kebisingan

Kebisingan (Desibel)
11

Series1 NaN NaN NaN

Dalam pengukuran kebisingan di lingkungan kampus PEPB di sore hari jam 16.00
melakukan pengukuran di 3 tempat berbeda yaitu Tekmira, Gerbang Kampus,
Kantin. Pengukuran di Tekmira yaitu 45,2 dBA dan gerbang depan memiliki nilai
77,2 dBA sedangkan di kantin memiliki nilai 62,3. Sehingga nilai rata-rata
kebisingannya yaitu 61,57 dBA. Dari data yang di peroleh, tidak ada satupun yang
memiliki nilai kebisingan yang tinggi melebihi NAB kebisingan yang telah di
tetapkan. Hal ini merupakan keuntungan yang dimiliki kampus PEPB karena
suasana pembelajaran dapat berlangsung kondusif tanpa terganggu kebisingan.

3.3 pH Air
Alat pengukur pH ada bermacam-macam yaitu kertas lakmus merah dan
biru, kertas indikator, dan pH meter. Kertas lakmus dan kertas indikator cara
pemakaiannya hanya dengan di celupkan dan melihat perubahan warnanya.
Sedangkan pH meter dengan cara di celupkan dan akan terdeteksi nilainya
padamonitor. Kertas lakmus merah dan biru hanya bisa mengidentifikasi
apakahlarutan tersebut asam atau basa dengan melihat perubahan warna dari
larutantersebut. Jika larutan tersebut asam, maka baik kertas lakmus merah atau
biruapabila di celupkan akan berwarna merah. Jika larutan tersebut basa, maka
biladicelupkan kertas lakmus merah akan berubah menjadi warna biru,

26
sedangkanlakmus biru tetap biru. Namun penggunaan kertas ini tidak diperoleh nilai
dari pHlarutan tersebut. Sehingga alat ini kurang cocok digunakan dalam penelitian
yangmemerlukan ketelitian tinggi.
Pada praktikum pengukur pH ini alat yang digunakan adalah kertas
indikator. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah air dengan tiga sumber yang
berbeda yaitu PEP Bandung, TekMira, dan GeoMinerba.
Pada pengukuran ini baik air di PEP Bandung, di TekMira, ataupun di
GeoMinerba memiliki pH yang sama yaitu 7. Yang mana pH ini menunjukkan air
yang berada di ketiga wilayah tersebut bersifat netral sesuai ambang batas tidak asam
ataupun basa, sehingga baik untuk digunakan.

Ph Air
11

Series1 NaN NaN NaN

27
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa
aspek aspek K3 perlu diterapkan dilingkungan kampus khusus nya PEPB
demi menunjang pendidikan yang ada. Aspek K3 yang menjadi fokus kami
pada praktikum kali ini adalah Pencahayaan dan kebisingan di lingkungan
kampus. Dari hasil penelitian kami, diketahui bahwasannya untuk nilai
pencahayaan yang ada di ruang kelas, perpustakaan dan laboratorium
metalurgi, belum ada yang mencapai nilai SNI 03-6197-2000 yang telah di
tetapkan.
Sedangkan, untuk nilai kebisingan dan pH air di kampus PEPB sendiri
sudah mencapai angka yang aman dari NAB yang telah di tetapkan. Ketiga
aspek ini tentunya sangat penting untuk mencapai angka yang sesuai standar
karena akan mendukung mahasiswa melakukan proses pembelajaran dengan
baik.

4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah didapatkan dari hasil praktikum, maka
diajukan saran sebagai berikut:
1. Untuk Kebisingan pada praktikum selanjutnya dapat ditambah titik
pengambilan sampel seperti sudut-sudut Gedung PEPB agar hasilnya dapat
lebih dekat dengan area kampus kita.

28
2. Untuk Pencahayaan pada praktikum selanjutnya dapat ditambah ruang
Pengambilan sampel seperti Lobby kampus dan lantai 2 ruang dosen dan
tendik karena ruangan tersebut juga penting banyak yang melakukan
aktivitas
seperti mengerjakan tugas di lobby dan aktivitas dosen juga tendik
di lantai 2.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M., Winiarti, W., & Panzilion. (2019). Hubungan Pencahayaan dengan Kelelahan Mata
pada Pekerja Taylor. Jurnal Kesmas Asclepius, 1(1), 45–54.
https://doi.org/10.31539/jka.v1i1.523 Aprimavista, T. (2020) Hubungan Pencahayaan
Dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja di PT. Perintis Sarana Pancing Indonesia
Tanjung Morawa Tahun 2019. Ashadi, Nelfiyanti, & Anisa. (2017). Pencahayaan
Dan Ruang Gerak Efektif Sebagai Indikator Kenyamanan Pada Rumah Sederhana
Sehat Yang Ergonomis. Jurnal Arsitektur NALARs, 15(2), 35–44.
A.M. Sugeng Budiono, 2001. Tuli Akibat Kebisingan. Jakarta: Rineka Cipta Singgih
Santosa.
Ciputra,Kota Semarang). MODUL, 17(1). http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul Mualifah,
A., Maher Denny, H., & Widjasena, B. (2017). Analisis Sistem Pencahayaan Di
Ruang Sipil/Sarana Dengan SNI Nomor 03-6575-2001 Tentang Perancangan
Sistem Pencahayaan Buatan Pt X Gresik. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(3),
2356–3346. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm
ewantoro, F., Budi, W. S., & Prianto, E. (2019). Kajian Pencahayaan Alami Ruang Baca
Perpustakaan Universitas Indonesia. Jurnal Arsitektur, 3(1). Dyah Puspita, H., &
Septiani, A. (2018). Pengaruh Anthropometri Dan Lingkungan Fisik Kerja Pada
Kecepatan Waktu Perakitan Otoped (Vol. 20). Girsang, A. S. T. (2021). Pengaruh
Intensitas Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata Pada Pekerja Konveksi Celana Jeans
Bagian Penjahitan Di Cv.Ridho Mandiri Medan Tahun 2020. Indah, R. N., Zaeni, R.,
Syam, A., & Agustina, H. (2021). Analisis Penerapan Pencahayaan Di Pitimoss
Fun Library Terhadap Minat Kunjung Perpustakaan. https://doi.org/10.24042/el-

29
pustaka.v2i1.8331
Utama, F. (2020). Optimalisasi Intensitas Pencahayaan Yang Sesuai Pada Ruangan Kelas Untuk
Kenyamanan Visual Pada Sd Negeri 001 Batu Aji
Ganong W.F, 1992. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran
Kunto, I. Mengatasi Kebisingan di Lingkungan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang. 2008. Semarang.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Rahmita Astari, Rofiq Iqbal. Kualitas Air Dan Kinerja Unit Pengolahan Di Instalasi Pengolahan Air
Minum ITB. Laporan Penelitian. 2009.

30

Anda mungkin juga menyukai