Anda di halaman 1dari 18

LEGITIMASI POLITIK TALIBAN DALAM PEMULIHAN EKONOMI

AFGHANISTAN PASCA TRANSISI KEKUASAAN TAHUN 2021


Dosen Pengampu : Asep Saepudin, S.IP, M.Si

Disusun Oleh:

Muhammad Ammar Assyifa Habibullah 151200055


Rafael Kaisar Gultom 151210162
Ardisa Sekar Dwitasari 151210196

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“VETERAN” YOGYAKARTA
2023
LEGITIMASI POLITIK TALIBAN DALAM PEMULIHAN EKONOMI
AFGHANISTAN PASCA TRANSISI KEKUASAAN TAHUN 2021

A. Latar Belakang

Salah satu periode tragis dalam sejarah Afghanistan adalah “zaman kegelapan ‟ dominasi
Taliban pada 1996-2001 ketika kelompok Islam radikal membentuk pemerintahan teokratis
yang ketat di negara itu. Rezim Taliban sangat otoriter dan sensor ketat dan pembatasan
diberlakukan pada rakyat Afghanistan. Kekuatan politik terkonsentrasi di tangan sekelompok
kecil ulama senior Taliban, yang memerintah masyarakat Afghanistan menurut hukum Syariah.
Mereka menyatakan Afghanistan sebagai emirat Islam dan mulai memaksakan interpretasi
ketat mereka terhadap hukum Islam. Wanita tidak diizinkan bersekolah. Mereka tidak dapat
memperoleh pendidikan, pekerjaan, atau berpartisipasi dalam politik. Semua jenis musik
dilarang, dan sensor ketat dibuat. Seiring berlalunya waktu, semakin banyak tindakan
pembatasan diberlakukan pada masyarakat Afghanistan dan kehidupan menjadi tak
tertahankan bagi orang-orang biasa. Jutaan orang Afghanistan yang hidup sampai tahun 1990-
an mengingat aturan keras Taliban dan gaya memerintah. Para ulama Taliban telah belajar di
sekolah-sekolah agama konservatif di Afghanistan dan Pakistan dan beberapa dari mereka juga
berperang melawan Uni Soviet pada 1980-an. Selama bertahun-tahun, banyak sekolah agama
di Pakistan dan Afghanistan menginkubasi ekstremisme dan diubah menjadi tempat pelatihan
bagi para jihadis.

Para pemimpin Taliban, yang dididik di sekolah-sekolah agama ini, telah berhasil
merebut kembali kekuasaan hampir 20 tahun setelah digulingkan oleh koalisi militer pimpinan
AS pada tahun 2001. Setelah Biden memutuskan untuk menarik pasukan AS dari Afghanistan,
Taliban mengambil alih kota-kota besar di negara itu, termasuk Kabul, dan memaksa
pemerintah yang terpilih secara demokratis untuk melarikan diri.1 Dengan kata lain, penarikan
AS memberanikan Taliban untuk menggulingkan pemerintah Afghanistan yang terpilih secara
demokratis dan membangun teokrasi di Afghanistan.

1
https://crsreports.congress.gov/product/pdf/R/R46955
Ketika pertempuran sedang berlangsung antara Taliban dan Tentara Afghanistan, dunia
bergulat dengan bagaimana menghadapi peristiwa yang bergerak cepat di Afghanistan.
Komunitas internasional menyaksikan dengan takjub ketika berbagai peristiwa terjadi di
Afghanistan, karena tidak ada yang berharap bahwa Taliban dapat mengalahkan Angkatan
Bersenjata Afghanistan dengan mudah. Untuk beberapa alasan, semua orang (termasuk dinas
intelijen dari negara-negara Barat terkemuka) berpikir bahwa pertempuran akan berlangsung
lama dan bahwa tentara Afghanistan akan mampu melawan „ buruk ‟ radikal bersenjata
Islamis. Namun, peristiwa itu tidak terjadi dengan cara seperti yang diharapkan di Barat.
Taliban mengalahkan dengan sangat mudah pasukan yang terdemoralisasi dan tidak kompeten
dan menggulingkan pemerintah Afghanistan yang terpilih secara demokratis. Pengambilalihan
Taliban di Afghanistan mengirimkan gelombang kejutan di seluruh dunia. Kecepatan tentara
nasional Afghanistan ‟ runtuh dan disintegrasi pemerintahan Presiden Ashraf Ghani ‟ bahkan
mengejutkan Amerika Serikat. Sekarang, komunitas internasional sedang mencoba mencari
cara untuk menghadapi kenyataan baru di lapangan.2 Sejak 2001 Amerika Serikat telah
menghabiskan hampir 2 triliun dolar untuk proyek-proyek perang dan rekonstruksi dan
mengimplementasikan sejumlah besar program di Afghanistan untuk memperkuat keamanan
dan bersenjata Afghanistan ‟ kekuatan. Amerika Serikat dan sekutunya tidak menyisihkan
sumber daya keuangan dan upaya untuk melatih dan memperlengkapi 300.000 tentara
Afghanistan yang kuat, yang kemudian menjadi pemborosan uang Barat belum mencapai
tujuan strategisnya di Afghanistan dan telah menderita kekalahan pahit: ia gagal menarik
negara itu keluar dari ekonomi yang parah, krisis sosial dan keuangan dan mengubahnya
menjadi demokrasi liberal gaya barat. Sebuah rezim teokratis telah didirikan kembali di
Afghanistan dan negara itu telah kembali ke masa lalunya yang kelam. Taliban telah
mengambil kendali negara dan bertekad untuk memerintahnya menggunakan metode dan
strategi abad pertengahan.

Sementara Taliban menghadapi perlawanan yang keras, jika pada akhirnya tidak berhasil,
dari pasukan pemerintah beberapa daerah, beberapa ibukota provinsi dan daerah lain diambil
dengan pertempuran minimal. Di banyak daerah dari daerah-daerah ini, Taliban dilaporkan
mengamankan kepergian pasukan pemerintah (dan serah terima senjata mereka) melalui

2
Goldbaum, Christina. 2021. “Facing Economic Collapse, Afghanistan Is Gripped by Starvation,” The
New York Times, https://www.nytimes.com/2021/12/04/world/asia/afghanistan-starvation-crisis.html
pembayaran atau melalui mediasi para tetua setempat yang ingin menghindari pertumpahan
darah. Ambil alih kekuasaan negara afghanistan oleh taliban berpengaruh pada banyak sektor
baik dalam negeri maupun luar negeri. Pemindahan kekuasaaan yang memiliki kontrak sosial
dan legitimasi dari masyarakat taliban menjadi rezim dalam pemerintah yang dapat mengatur
jala negara. Dalam Perekonomian afghanistan dikhawatirkan akan menurun dan berdampak
pada jangka pendek maupun jangka panjang negara tersebut dan kesejahteraan penduduk
dalam afghanistan sendiri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka penelitian ini mengambil
rumusan masalah “Apakah kekuatan legitimasi politik Taliban berpengaruh signifikan dalam
pembangunan ekonomi di Afghanistan pasca transisi kekuasaan tahun 2021 ? ”.

C. Landasan Teori

Legitimasi Politik

Dalam Penulisan Paper ini, digunakan informasi kredibel yang bersumber dari jurnal, e-
book, artikel kredibel di internet sebagai sumber referensi menggunakan metode literature
review. Menurut Ridley 2012, literature review adalah metode peninjauan komprehensif
terhadap karya karya yang diterbitkan dalam bidang studi atau bidang penelitian tertentu,
biasanya dalam bentuk essay, jurnal, maupun buku yang didalamnya tertuju pada topik yang
diangkat secara signifikan.3 Paper ini membahas pengaruh legitimasi politik taliban di
afghanistan dalam bidang perekonomian yang jatuh ke tangan taliban pada 15 Agustus 2021.
Legitimasi politik adalah hak dan penerimaan suatu otoritas terhadap suatu rezim politik atau
sistem pemerintahan yang sedang berjalan atau dicapai oleh otoritas tertentu sehingga
masyarakat menerima aturan hukum yang diterapkan.4 Jika otoritas mencapai posisi tertentu
dalam pemerintahan yang sudah dibangun maka otoritas terkait memiliki legitimasi dimana
memiliki hak mengatur hukum yang sedang berjalan. Secara harfiah, legitimasi dapat diartikan

3
Ridley, D. (2012). The literature review: A step-by-step guide for students.
4
Just Security . 2021. “Between Legitimacy and Control The Taliban's Pursuit of Government Status”.
https://www.justsecurity.org/78051/between-legitimacy-and-control-the-talibans-pursuit-of-
governmental-status/
sebagai penerimaan dan hak terhadap suatu rezim politik atau sistem pemerintahan. Sedangkan,
politik memiliki arti serangkaian aktivitas yang terkait dengan pengambilan keputusan dalam
kelompok atau bentuk hubungan kekuasaan lainya antar individu seperti distribusi sumber daya
atau status.

Legitimasi memiliki beberapa bentuk dan tipe dimana berlaku di masyarakat dan
dilakukan oleh rezim atau sistem pemerintahan yang sedang berjalan. Dalam ranah
internasional, legitimasi dimiliki oleh organisasi internasional maupun negara dalam
menjalankan aturan yang sudah dibentuk. Walaupun pembiasan tujuan dapat terjadi dari
hukum yang sudah disepakati dan dibentuk bersama. Hukum Internasional dibentuk oleh
negara negara dengan tujuan dasar menetapkan pedoman normatif dan kerangka konseptual
umum bagi negara negara di berbagai bidang. Selain itu, hukum internasional mengatur pula
aktor baik negara dan non negara dalam keberadaanya di ranah internasional. Sehingga aktor
dalam hukum internasional dapat terbagi berdasarkan keberadaanya sebagai aktor yang sah
atau tidak sah dan memiliki legitimasi dalam prakteknya secara legal. Legitimasi politik dalam
hukum internasional diartikan sebagai hak atau penerimaan suatu otoritas atau aktor yang
masih berjalan dalam praktek aktor tersebut sehingga masyarakat internasional yang tercatat
dalam hukum internasional menerima keberadaan atau eksistensi aktor tersebut sehingga aktor
yang diterima dikategorikan sah dalam hukum internasional.

Taliban dalam hukum internasional diposisikan sebagai aktor non negara non legitimate
dimana tidak memiliki legitimasi dalam hukum dan struktur internasional. Tetapi, belum tentu
taliban tidak memiliki legitimasi dan pengaruh dalam wilayah atau eksistensi nya dalam
mereka beroperasi. Aktor non negara yang tidak memiliki legitimasi dalam hukum dan struktur
internasional merupakan aktor yang bergerak dalam bidang kegiatan seperti kelompok
separatis bersenjata, TOC (Transnational Organized Crime), mafia, dan lain lain. 5 Taliban yang
sekarang menguasai afghanistan juga termasuk kedalam kelompok tersebut. Masyarakat
internasional menerima legitimasi taliban dalam prakteknya masuk dalam tingkat tipe
legitimasi empiris yang dimana dapat disimpulkan hal ini masih mengacu pada penerimaan
faktual terhadap eksistensi dan otoritas oleh publik.

5
Anderson, B., Bernauer, T., & Kachi, A. (2018) Does international pooling of authority affect the
perceived legitimacy of global governance? The Review of International Organizations,
https://doi.org/10.1007/s11558-018-9341-4.
Teori Kontrak Sosial

Kombinasi diksi kontrak dan sosial menimbulkan kontrak sosial. Rousseau menekankan
perlunya kontrak sosial di suatu negara dalam pekerjaannya. Pemerintah dan rakyat harus
berkolaborasi untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan mereka, yang
terdiri dari tugas-tugas seperti menegakkan hukum, memberantas perbudakan, menegakkan
kebebasan berekspresi, dan mengakui peluang yang sama untuk semua. Menurut teori Kontrak
Sosial Rousseau, setiap individu melepaskan semua hak individu mereka kepada masyarakat,
berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh. Untuk selanjutnya, setiap hak yang melekat, yang
mencakup kebebasan tanpa batas untuk mengejar keinginan terdalam seseorang seperti yang
dilakukan individu dalam keadaan alami, sekarang dipercayakan kepada kolektif.6 Dalam
istilah politik, ini menyiratkan bahwa komunitas, yang beroperasi sebagai entitas yang bersatu,
memiliki otoritas tertinggi rakyat. Harus ditekankan bahwa kedaulatan ini tidak dapat
dipisahkan; itu tidak dapat terfragmentasi atau dipisahkan. Rousseau percaya bahwa kontrak
sosial berfungsi sebagai sarana untuk menjaga kebebasan manusia.

Rousseau menerima perubahan keadaan melalui kontrak sosial dalam hal ini. Jika dalam
kasus asali, kebebasan alami ada, maka kebebasan sipil dicapai setelah kontrak sosial. Lebih
jauh lagi, dalam keadaan kebebasan alami, keterbatasan seseorang terletak pada kekuatan fisik
individu mereka, sedangkan dalam keadaan kebebasan sipil, batasan-batasan itu ditentukan
oleh kehendak kolektif publik.7 Terlepas dari perubahan ini, Rousseau masih mempertahankan
keyakinan bahwa, asalkan negara diatur dengan benar, kebebasan warganya dapat melampaui
tingkat kebebasan dalam keadaan awalnya. Jika Taliban mengambil alih kendali negara
Afghanistan dan membuat kontrak sosial populis-otoriter dan memiliki rencana dan planning
yang mereka susun seperti, mereka akan menawarkan perlindungan dan manfaat sosial bagi
warga negara sambil membatasi partisipasi politik. Tujuannya adalah untuk menciptakan
pemerintahan yang memperoleh legitimasinya dari kinerja, dengan tujuan memberi manfaat
bagi seluruh populasi. Ini akan dicapai melalui berbagai cara seperti subsidi untuk energi,
makanan, air, dan transportasi umum, menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan publik

6
Kinninmont, J. (2017). Vision 2030 and Saudi Arabia’s social contract: Austerity and transformation.
Chatham House, The Royal Institute of International Affairs (Research Paper). Retrieved from
https://www.chathamhouse.org/sites/default/files/publications/research/2017-07-20-vision-2030-saudi-
kinninmont.pdf
7
S. Hickey, S. King. 2016. “Understanding social accountability: Politics, power and building new
social contracts”. The Journal of Development Studies, 52 (8) (2016), pp. 1225-1240
gratis, memastikan perumahan yang terjangkau, menawarkan bantuan sosial, menciptakan
peluang kerja dalam administrasi publik dan perusahaan milik negara, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui pengadaan publik. Afghanistan dalam kontrol taliban memiliki
kontrak sosial dimana masyarakat menganggap dan memandang taliban sebagai otoritas
tertinggi dan memiliki legitimasi atas mereka. Penyediaan pekerjaan sektor publik dan
perumahan sosial sering melayani kelas menengah perkotaan, manfaat ekonomi diarahkan
kepada pengusaha yang terhubung dengan baik, dan subsidi penerbangan terutama bermanfaat
bagi orang kaya karena tingkat konsumsinya yang lebih tinggi. Hal ini dibutuhkan kontrak
sosial yang diciptakan oleh pemilik rezim dalam negara dan legitimasi yang sudah dimiliki
oleh taliban dalam negara afghanistan dan apa yang mereka rencanakan belum tentu berhasil
dan dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana mereka.

C. Pembahasan

Hubungan kebijakan pembangunan dan Legitimasi Politik

Hubungan antara kebijakan pembangunan dan legitimasi politik adalah esensial dalam
konteks pemerintahan. Kebijakan pembangunan merujuk pada langkah-langkah strategis yang
diambil oleh pemerintah untuk memajukan berbagai aspek sosial, ekonomi, dan infrastruktur
dalam masyarakat. Di sisi lain, legitimasi politik berkaitan dengan otoritas atau keabsahan
pemerintah yang diberikan oleh masyarakat.

Kepuasan masyarakat dalam kebijakan pembangunan yang efektif dan berhasil, seperti
peningkatan akses pendidikan, layanan kesehatan yang berkualitas, pengentasan kemiskinan,
dan penciptaan lapangan kerja, dapat meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah.
Hal ini berdampak positif pada legitimasi politik, karena pemerintah dianggap efektif dalam
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan
pembangunan dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik memainkan peran
penting dalam membangun legitimasi politik. Ketika masyarakat melihat bahwa pemerintah
bertindak secara jujur dan bertanggung jawab, ini memperkuat kepercayaan pada pemerintah.

Partisipasi Masyarakat menjadi hal yang penting juga dalam proses perencanaan,
implementasi, dan evaluasi kebijakan pembangunan membantu memastikan bahwa kebijakan
tersebut relevan dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Hal ini juga membantu membangun
legitimasi politik karena masyarakat merasa memiliki bagian dalam proses pembangunan
kebijakan pembangunan yang memberikan dampak positif secara langsung pada kesejahteraan
sosial dan ekonomi masyarakat dapat meningkatkan dukungan dan kepercayaan pada
pemerintah. Sebaliknya, kebijakan yang gagal atau menyebabkan kerugian pada masyarakat
dapat merusak legitimasi politik.

Responsivitas Pemerintah yang responsif terhadap perubahan dan kebutuhan


masyarakat akan lebih diakui secara politik. Pemerintah yang mampu menyesuaikan kebijakan
dan program-programnya dengan keadaan aktual dan kebutuhan masyarakat akan
mendapatkan lebih banyak dukungan. Dengan demikian, kesuksesan kebijakan pembangunan
yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi,
ketika dikombinasikan dengan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan responsivitas
pemerintah, dapat secara signifikan meningkatkan legitimasi politik. Hal ini memperkuat
kredibilitas dan otoritas pemerintah di mata masyarakat.

Legitimasi Politik Taliban

Sebelum September 2021, Taliban mengambil alih kembali kendali Afghanistan setelah
pengunduran diri pasukan AS dari negara tersebut. Dalam lingkup nasional, legitimasi politik
Taliban di Afghanistan telah menghadapi sejumlah tantangan karena sebagian masyarakat
Afghanistan menginginkan stabilitas dan keamanan, namun ada ketakutan akan kembalinya
rezim keras Taliban yang dikenal pada masa sebelumnya. Di samping itu, terdapat sebagian
masyarakat yang mendukung Taliban karena persepsi mereka terhadap pemerintah sebelumnya
yang dianggap korup dan tidak stabil.

Dalam konteks regional, sebagian besar negara tetangga Afghanistan dan pemerintah-
pemerintah lain di wilayah tersebut telah menunjukkan kekhawatiran tentang pemerintahan
Taliban. Banyak negara khawatir akan keamanan regional dan potensi penyebaran kekerasan,
terorisme, serta dampak kemanusiaan yang lebih luas di wilayah tersebut. Secara internasional,
sejumlah besar negara-negara belum memberikan pengakuan resmi terhadap pemerintahan
Taliban. Ini disebabkan oleh kekhawatiran akan hak asasi manusia, kebebasan individu,
khususnya terkait dengan hak perempuan dan minoritas, serta sejarah kebijakan Taliban yang
keras dan kekerasan pada masa lalu. Pemerintahan Taliban masih berjuang untuk mendapatkan
legitimasi politik yang luas di mata masyarakat internasional dan regional, karena banyak
negara ingin melihat bukti konkret bahwa Taliban akan mematuhi hak asasi manusia dan
menawarkan stabilitas yang sesuai dengan standar internasional sebelum memberikan
pengakuan yang lebih luas terhadap pemerintahan mereka. Menepati janji-janji ini akan sangat
mempengaruhi bagaimana Taliban diakui dan diterima secara luas di tingkat global. Legitimasi
politik Taliban bervariasi dalam lingkup nasional, regional, dan internasional, dan berbeda-
beda tergantung pada sudut pandang dan pemahaman dari berbagai pihak. Taliban adalah
kelompok yang kontroversial, yang berawal sebagai kelompok militan di Afghanistan dan
kemudian berhasil mengambil alih sebagian besar wilayah Afghanistan pada tahun 2021.
Berikut adalah pandangan tentang legitimasi mereka dalam tiga tingkat tersebut,

1. Legitimasi di Lingkup Nasional (Afghanistan)

Terdapat dukungan di Beberapa wilayah Meskipun ada sebagian masyarakat yang


menentang pemerintahan Taliban, sehingga beberapa komunitas di Afghanistan mungkin
mendukung Taliban karena berbagai alasan. Ini bisa termasuk keyakinan agama, ketidakpuasan
terhadap pemerintahan sebelumnya, dan keinginan akan stabilitas. Dalam legitimasi di tingkat
nasional dibutuhkan Kekuatan Militer yang mampu membuat Taliban berhasil dalam merebut
kekuasaan dan menguasai sebagian besar wilayah Afghanistan dapat memengaruhi
legitimasinya di antara orang-orang yang tinggal di wilayah yang dikuasai Mayoritas
masyarakat Afghanistan melihat mereka sebagai pejuang yang bertarung melawan invasi asing
dan pemberontakan yang bertujuan untuk mengusir pasukan asing dari negara mereka. Hal
tersebut menjadikan beberapa kelompok etnis dan lokal di Afghanistan telah melakukan
perjanjian damai dengan Taliban untuk mencapai stabilitas dan perdamaian di tingkat lokal.
Namun banyak juga, warga Afghanistan yang menderita selama pemerintahan Taliban
sebelumnya (1996-2001) mengingat tipe pemerintahan yang keras dan otoriter. Disisi lain,
masih terdapat kebijakan diskriminasi terhadap beberapa kelompok etnis, terutama kelompok
Hazara dan sebagian besar perempuan yang mendapat perlakuan buruk.
2. Legitimasi di Lingkup Regional

Dalam tingkat regional. legitimasi Taliban menimbulkan reaksi negatif dari beberapa
negara tetangga seperti Afghanistan dan aktor regional yang menolak legitimasi Taliban karena
keprihatinan akan keamanan regional dan ancaman terhadap stabilitas di wilayah mereka.
Sebaliknya ada beberapa kelompok atau negara di kawasan dapat memiliki hubungan historis
atau budaya dengan Taliban, yang mungkin mempengaruhi cara pandang mereka terhadap
kelompok tersebut. Contohnya Beberapa negara seperti Pakistan telah memberikan dukungan
kepada Taliban dalam membantu dalam proses rekonsiliasi di Afghanistan. Namun disisi lain
juga, beberapa negara tetangga Afghanistan, seperti Tajikistan, Iran dan India
mengkhawatirkan dampak stabilitas - keamanan dari kembalinya kekuasaan Taliban karena
ada keprihatinan tentang potensi pengaruh penyebaran ekstremisme di seluruh wilayah
tersebut.

3. Legitimasi di Lingkup Internasional:

Jika berbicara di lingkup internasional, masih terdapat penolakan terhadap posisi politik
Taliban sehingga banyak negara di tingkat internasional mengambil penundaan secara resmi
untuk mengakui Taliban sebagai pemerintahan yang sah karena sejarah pelanggaran hak asasi
manusia dan kekhawatiran akan pemerintahan yang otoriter dan tidak demokratis. Alasan
selanjutnya yakni tuntutan untuk kepatuhan terhadap standar internasional dimana negara-
negara internasional menuntut Taliban untuk mematuhi standar hak asasi manusia dan norma-
norma internasional, yang merupakan syarat penting untuk diterima secara luas oleh
masyarakat internasional. Beberapa negara, seperti Tiongkok dan Rusia, telah bersikap
pragmatis terhadap Taliban dan bersedia menjalin hubungan dengan mereka, terutama dalam
hal keamanan dan stabilitas di Asia Tengah. Banyak negara Barat dan lembaga internasional
seperti PBB masih sangat skeptis terhadap Taliban dan menilai mereka berdasarkan sejarah
pemerintahan mereka yang keras dan pelanggaran hak asasi manusia. Mereka mengecam
pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada tahun 2021.

Legitimasi politik Taliban bervariasi tergantung pada sudut pandang, baik di tingkat
nasional, regional, maupun internasional. Dukungan dari beberapa kelompok di tingkat
nasional dapat mempengaruhi legitimasi mereka dalam lingkup internal, tetapi penolakan dan
kekhawatiran terhadap pemerintahan mereka di tingkat internasional dapat menimbulkan
tantangan besar bagi pengakuan internasional yang luas. Hingga kini, situasi terus berubah dan
pandangan terhadap legitimasi Taliban bervariasi luas dan kompleks, dan masih ada
ketidakpastian tentang arah dan kebijakan yang akan mereka lakukan selama pemerintahan
mereka yang baru. Faktor-faktor seperti pemerintahan yang efektif, hak asasi manusia, dan
kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan memainkan peran besar
dalam cara pandangan tentang mereka di masa depan.

Pengaruh Legitimasi Taliban Terhadap kebijakan Pemulihan Ekonomi di Afghanistan

Secara umum, pembangunan ekonomi di Afghanistan sangat dinamis karena


bergantung stabilitas politik yang terganggu akibat perang saudara. Setelah keruntuhan
kekuasaan periode pertama Taliban di afghanistan tahun 2001, negara Afghanistan resmi
berganti nama menjadi Republik Islam Afghanistan dan dianggap sebagai pemerintahan sah
yang terlegitimasi oleh publik internasional. Kegiatan pemulihan ekonomi di negara
Afghanistan sebagian besar bersumber pada sumbangan internasional baik secara bilateral
maupun dalam kerangka kerja multilateral. Dalam prosesnya, diketahui lebih dari 40% bagian
sumber GDP Afghanistan berasal dari sumbangan 8. Suatu negara dikatakan bergantung pada
sumbangan apabila besarnya lebih dari 10 % dari total GDP 9, maka dari itu perekonomian
Afghanistan meskipun menunjukkan pertumbuhan yang positif namun masih rapuh mengingat
kebergantungan ini. Untuk mengetahui bagaimana legitimasi politik pihak berkuasa
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional Afghanistan maka data GDP (Gross Domestic
Product) telah jelas menjadi dasarnya. Menurut data dari Bank Dunia (World Bank)
pertumbuhan GDP Afghanistan berada di 8,8 % pada awal mula proyeksi resmi di tahun 2003.
Selanjutnya, Afghanistan menikmati kemajuan di tahun 2009 dengan mencapai angka
pertumbuhan lebih dari 10 % sampai tahun 2011. Periode masa pemerintahan Republik Islam,
perekonomian Afghanistan tidak pernah berada dibawah 0 % dengan rata-rata pertumbuhan
berada di angka 2 % / tahun. Penjagaan terhadap pembangunan ekonomi difokuskan pada
peningkatan kapasitas produksi dan pendapatan masyarakat maupun jasa dalam jangka panjang
dalam rangka menyediakan barang-barang kebutuhan bagi penduduknya.

8
BBC News. 2021. “Afghanistan's economy in crisis after Taliban take-over” . Diunduh dari
https://www.bbc.com/news/world-asia-58328246 pada tanggal 30 Oktober 2023.
9
Rajan, R. G., and A. Subramanian (2008): “Aid and Growth: What Does the Cross-Country Evidence
Really Show?,” Review of Economics and Statistics, 90(4), 643–665.
Gambar 1.1
Pertumbuhan GDP Afghanistan Tahun 2003 - 2021 (dalam persen)

Sumber : World Bank.


https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG?end=2021&locations=A
F&most_recent_year_desc=false&start=2003&view=chart&year=2021

Kemunduran ekonomi signifikan terjadi mulai tahun 2013, namun hal ini masih
tertahan di kisaran angka 1-5 % / tahun. Penurunan mencapai puncaknya secara drastis di tahun
2019 ke 2021 akibat pergolakan politik internal yang disertai transisi kekuasaan Taliban.
Sedangkan jika merujuk pada data pertumbuhan GDP melalui besaran mata uang Dollar AS,
pertumbuhan terproyeksikan meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun dengan besaran
tertinggi di tahun 2013 sebesar 20,56 miliar USD walaupun sempat mengalami naik-turun
mulai tahun 2016 (18,02 miliar USD), 2017 (18,9 miliar USD), 2018 (18,42 miliar USD) dan
2019 (18,9 miliar USD). Penurunan terbesar diketahui terjadi di tahun 2020 ke tahun 2021
dengan kontraksi sebesar 5,56 miliar USD.

Gambar 1.2
Pertumbuhan GDP Afghanistan Tahun 2001 - 2021 (dalam US$)

Sumber : World Bank


https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?end=2021&locations=AF&m
ost_recent_year_desc=false&start=2001&view=chart&year=2021

Penurunan - penurunan yang terjadi pada masa tersebut disebabkan oleh terganggunya
stabilitas politik internal Afghanistan mulai dari munculnya pemberontakan terorisme ISIS
hingga munculnya kembali kelompok politik non legitimasi seperti Taliban yang mempunyai
ambisi mengambil alih kembali kekuasaan di tanah Afghanistan. Pergulatan politik memiliki
kaitan terhubung dengan perencanaan pembangunan yang masuk kedalam proyek strategis.
Hal yang sama menjadi pertimbangan masuknya bantuan dan investasi yang diberikan pihak
asing kepada pemerintah resmi di negara tersebut. Kurangnya legitimasi taliban di Afghanistan
ini lebih disebabkan oleh tekanan internasional dan regional untuk menstabilkan politik.
Reservasi normatif menyoroti dilema dalam memberikan legitimasi kepada Taliban dengan
jaminan bahwa perilaku mereka akan dimoderasi.

Mengingat laporan terbaru mengenai lebih dari 70 % APBN pemerintah Afghanistan


secara keseluruhan didanai oleh pendonor internasional termasuk USAID, tentunya peristiwa
transisi kekuasaan dari Republik Islam Afghanistan kepada keimarahan Taliban pada tahun
2021 jelas akan berpengaruh terhadap akses bantuan asing ke negara tersebut. Saat ini,
walaupun Taliban secara de facto dapat dikatakan telah menguasai keseluruhan wilayah efektif
Afghanistan ( tersisa wilayah lembah panjshir yang dikuasai aliansi utara), mereka belum
mampu membangun legitimasi secara politik. Transisi kekuasaan berdarah yang terjadi pada
tahun 2021 memaksa proyek-proyek pembangunan bernilai miliar dollar terbengkalai dan
terhenti. Sebagai contoh nyata, sebelum terjadinya transisi kekuasaan. Lembaga World Bank
menyumbang lebih dari $2 miliar untuk mendanai 27 proyek aktif di Afghanistan, mulai dari
hortikultura hingga pembentukan sistem pembayaran otomatis, akan tetapi tepat pada hari
Selasa tanggal 23 Agustus 2022, World bank telah menghentikan pencairan dana dan akses
rekening negara. Langkah yang sama ditunjukkan oleh Amerika Serikat yang membekukan
cadangan aset Afghanistan sebesar $9,5 miliar, Jerman - Finlandia menangguhkan bantuan
sebesar $300 juta serta IMF yang memblokir akses sekitar $440 juta cadangan moneter 10.
Organisasi dan negara tersebut dipandu oleh kebijakan keamanan ketika menghadapi
perubahan (transisi) mendadak dalam pemerintahan atau dengan kata lain kebijakan
penangguhan disebabkan oleh kurangnya kejelasan terkait pengakuan internasional terhadap
pemerintah Afghanistan baru yakni Taliban. Terkait dampak dari pemblokiran akses terhadap
dana bantuan internasional, menurut studi “Afghanistan Socio-Economic Outlook 2023”, yang
dirilis oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP)11, menjelaskan
bahwa output ekonomi Afghanistan anjlok sebesar 20,7 persen setelah pengambilalihan

10
David Lawder, 2021, "Taliban Rule Presents Aid Agencies With Moral, Fiscal Dilemma".
https://www.reuters.com/world/taliban-rule-presents-aid-agencies-with-moral-fiscal-dilemma-2021-08-24/ pada
tanggal 29 oktober 2023.

11
OCHA .2023. “Afghanistan Socio-Economic Outlook 2023 - Executive Summary” diunduh dari
https://www.undp.org/afghanistan/publications/afghanistan-socio-economic-outlook-2023 pada tanggal 2
November 2023.
Taliban pada tahun 2021. Penurunan ini belum pernah terjadi sebelumnya dan berhasil
menempatkan Afghanistan sebagai salah satu negara yang paling termiskin di dunia.

Dalam perkembangannya, pemerintah Taliban telah mencanangkan beberapa kebijakan


khusus untuk meningkatkan perekonomian afghan yg berada pada level krisis baik dari sisi
legitimasi pemerintahan maupun kebijakan makroekonomi. Pendekatan Taliban terhadap
perekonomian Afghanistan telah mengalami perubahan total dari tahun 1996. Dalam
pendekatan ini, Taliban mulai melakukan penguatan jalur diplomasi untuk memperoleh
legitimasi dari publik internasional. Kunjungan delegasi Taliban ke China pada tanggal 18
Oktober 2023 dalam rangka mengambil kesempatan bergabung dengan program BRI (Belt
Road Initiative) merupakan salah satu langkah memulihkan ekonomi. Kemudian, Taliban juga
secara perlahan menunjukkan legitimasi internasional dengan mempertahankan keterlibatan
walaupun terbatas dengan badan donor asing sehingga dalam hal ini bantuan dari PBB yang
termasuk dalam rencana respons kemanusiaan tahun 2022-2023 sebesar $3,2 miliar dapat
masuk untuk merekonstruksi perekonomian negara12. Di tingkat domestik, Taliban mulai
menunjukkan legitimasi politik di sektor ekonomi melalui perbaikan pengelolaan bea cukai,
memerangi korupsi administratif, pengendalian nilai tukar mata uang asing dan memperhatikan
peningkatan produksi. Dalam pendekatan-pendekatan kebijakan tersebut telah jelas bahwa
legitimasi penguasa yakni Taliban menjadi elemen penting dalam upaya membangun kembali
ekonomi Afghanistan. Laporan dari world bank memproyeksikan bahwa upaya Taliban sejauh
ini memang memberikan sedikit harapan akan peningkatan angka GDP Afghanistan sebesar
1,3 %13. Namun, prospek pemulihan ekonomi masih lemah dan tidak mencukupi dalam jangka
panjang karena Taliban belum sepenuhnya menunjukkan bahwa pemerintahannya benar-benar
dapat mengatur secara efektif yang tidak melanggar norma internasional dalam mengelola
bantuan tersebut. Pada akhirnya, prospek pembangunan ekonomi di afghanistan secara
signifikan sangat membutuhkan legitimasi politik untuk menjalankan kebijakan. Keterlibatan
eksistensi Taliban dalam pergaulan internasional dapat mengatasi hambatan pemulihan
ekonomi pasca transisi kekuasaan tahun 2021.

12
USIP, 2023, ‘A Shift Toward More Engagement With The Taliban ?” . Diunduh dari
https://www.usip.org/publications/2023/10/shift-toward-more-engagement-taliban pada tanggal 31 Oktober
2023.
13
USIP .2023. “Two Years into Taliban Rule, New Shocks Weaken Afghan Economy”
https://www.usip.org/publications/2023/08/two-years-taliban-rule-new-shocks-weaken-afghan-economy pada
tanggal 1 November 2023.
D. Kesimpulan

Hubungan antara kebijakan pembangunan dan legitimasi politik adalah esensial dalam
konteks pemerintahan. Kebijakan pembangunan merujuk pada langkah-langkah strategis yang
diambil oleh pemerintah untuk memajukan berbagai aspek sosial, ekonomi, dan infrastruktur
dalam masyarakat. Dalam lingkup nasional, legitimasi politik Taliban di Afghanistan telah
menghadapi sejumlah tantangan karena sebagian masyarakat Afghanistan menginginkan
stabilitas dan keamanan, namun ada ketakutan akan kembalinya rezim keras Taliban yang
dikenal pada masa sebelumnya. Di samping itu, terdapat sebagian masyarakat yang mendukung
Taliban karena persepsi mereka terhadap pemerintah sebelumnya yang dianggap korup dan
tidak stabil. pembangunan ekonomi di Afghanistan sangat dinamis karena bergantung stabilitas
politik yang terganggu akibat perang saudara.

Penurunan - penurunan yang terjadi pada masa 2019 ke 2021 tersebut disebabkan oleh
terganggunya stabilitas politik internal Afghanistan mulai dari munculnya pemberontakan
terorisme ISIS hingga munculnya kembali kelompok politik non legitimasi seperti Taliban
yang mempunyai ambisi mengambil alih kembali kekuasaan di tanah Afghanistan. Pergulatan
politik memiliki kaitan terhubung dengan perencanaan pembangunan yang masuk kedalam
proyek strategis. Tetapi, Dalam perkembangannya, pemerintah Taliban telah mencanangkan
beberapa kebijakan khusus untuk meningkatkan perekonomian afghan yg berada pada level
krisis baik dari sisi legitimasi pemerintahan maupun kebijakan makroekonomi. Pada akhirnya,
prospek pembangunan ekonomi di afghanistan secara signifikan sangat membutuhkan
legitimasi politik untuk menjalankan kebijakan
E. Daftar Pustaka

Artikel

Saud, A., & Khan, M. U. (2023). Geo-Politics of Afghanistan under Taliban Regime: Central
Asia, 91(Winter), 39–63. https://doi.org/10.54418/ca-91.181

Local politics in Afghanistan: a century of intervention in the social order. (2014). Choice
Reviews Online, 51(05), 51-2821-51–2821. https://doi.org/10.5860/choice.51-2821

Newell, R. S. (1974). The Politics of Afghanistan. Verfassung in Recht Und Übersee, 7(1),
101–102. https://doi.org/10.5771/0506-7286-1974-1-101

Loewe, M., Zintl, T., & Houdret, A. (2021). The social contract as a tool of analysis:
Introduction to the special issue on “Framing the evolution of new social contracts in Middle
Eastern and North African countries.” World Development, 145.
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2020.104982

Sobhy, H. (2021). The Lived Social Contract in Schools: From protection to the production of
hegemony. World Development, 137. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2020.104986

A. Houdret, Z. Kadiri, L. Bossenbroek. 2017. “A new rural social contract for the Maghreb?
The political economy of access to water, land and rural development”.Middle East Law and
Governance, 9 (1) (2017), pp. 20-42.

Devonshire-Elli, Chris. 2023. “The Taliban’s Approach to Afghanistan’s Economy”.


https://www.silkroadbriefing.com/news/2023/10/23/the-talibans-approach-to-afghanistans-
economy/ pada tanggal 31 Oktpber 2023.

Roy, LSE. Tirthankar. 2020. ”The rise and fall of ruling bargains in the Middle East: Beyond
the Arab Spring: The evolving ruling Bargain in the Middle East”. University Press, Oxford.
https://eprints.lse.ac.uk/106957/1/Roy_reading_the_economic_history_of_afghanistan_p
ublished.pdf pada tanggal 31 oktober 2023.
Cogan, Mark. S, Gill, Mclainn Don .2022. “Legitimacy and International Development: A
Taliban Dominated Afghanistan”. Journal of Indo-Pacific Affairs. January-February 2022.

World Bank .2022.”Afghanistan’s Economy Faces Critical Challenges as it Adjusts to New


Realities” diambil dari https://www.worldbank.org/en/news/press-
release/2022/10/18/afghanistan-s-economy-faces-critical-challenges-as-it-adjusts-to-new-
realities.

CSIS .2022. “Reshaping U.S. Aid to Afghanistan: The Challenge of Lasting Progress” diambil
dari https://www.csis.org/analysis/reshaping-us-aid-afghanistan-challenge-lasting-progress .

Anda mungkin juga menyukai