Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan

Keperawatan Gerontik Dengan Pasien Hipertensi Di Jl. Warakas 1 Gg 23,


RT.002/RW.007, Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara

Disusun Oleh :

Chaerul Fahmi (02127011)

AkademI Keperawatan Husada Karya Jaya

Program Studi DIII Keperawatan

Tahun 2023
A. Konsep Teori Lansia
1. Definisi Lansia
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade
( Notoatmojo, 2011). Menurut WHO, 1998 dikatakan usia lanjut tergantung
dari konteks kebutuhan yang tidak bisa dipisah-pisahkan, konsep
kebutuhan tersebut dihubungkan seecara biologis sosial dan ekonomi.
Lanjut usia atau usia tua adalah suatu periode dalam tentang hidup
seseorang, yaitu suatu periodedi mana seseorang ’’beranjak jauh’’ dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang
penuh bermanfaat (Hurlock, 2009) dalam (Amel, 2018).

2. Batasan Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

3. Masalah - masalah Pada Lansia

Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai


masalah fisik baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomis.
Dengan semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami
kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini
mengkibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan
hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunga yang memerlukan
bantuan orang lain. Lanjut usia tidak saja di tandai dengan kenunduran
fisik, tetapi dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental. Semakin
lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang hal mana
akan dapat mengakibatkan berkurangnya integrasi dengan lingkungannya.
Hal ini dapat memberikan dampak pada kebahagiaan seseorang (Stanley,
2007) dalam (Amel, 2018).
Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian diri mereka masih
mempunyai kemanpuan untuk bekerja. Permasalahannya yang mungkin
timbul adalah bagaiman memfungsikan tenaga dan kemampunan mereka
tersebut di dalam situasi keterbatasan kesempatan kerja. Masalah – masalah
pada lanjut usia di kategorikan ke dalam empat besar penderitaan lanjut
usia yaitu imobilisasi, ketidakstabilan, gangguan mental, dan inkontinensia.
Imobilisasi dapat disebabkan karena alasan psikologis dan fisik. Alasan
psikologis diantaranya apatis, depresi, dan kebingungan. Setelah faktor
psikologis, masalah fisik akan terjadi sehingga memperburuk kondisi
imobilisasi tersebut dan menyebabkan komplikasi sekunder (Watson, 2003)
dalam (Amel, 2018).
Faktor fisik yang menyebabkan imobilisasi mencakup fraktur
ekstremitas, nyeri pada pergerakan artrithis, paralis dan penyakit
serebrovaskular, penyakit kardiovaskular yang menimbulkan kelelahan
yang ekstrim selama latihan, sehingga terjadi ketidakseimbangan. Selain itu
penyakit seperti parkinson dengan gejala tomor dan ketidakmampuan untuk
berjalan merupakan penyebab imobilisasi. Masalah yang nyata dari
ketidakstabilan adalah jatuh karena kejadian ini sering dialami oleh lanjut
usia dimana wanita yang jatuh, dua kali lebih sering dibanding pria
(Watson, 2003) dalam (Amel, 2018).
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorangmendadak terbaring
dan terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka yang akibat jatuh dapat menyebabkan
imobilisasi (Reuben, 1996 dalam Darmojo, 2000) dalam (Amel, 2018).
Gangguan mental merupakan yang sering terjadi sehubungan dengan
terjadinya kemerosotan daya ingat. Beberapa kasus ini berhubungan
dengan penyakit – penyakit yang merusak jaringan otak, sehingga
kebanyakan masalah turunnya daya ingat lanjut usia bukanlah sebagai
akibat langsung proses penuaan tetapi karena penyakit. Sebagian besar
lanjut usia memerlukan perawatan karena menderita gangguan mental.
Konfusi (kebingungan) adalah masalah utama yang memfunyai
konsekuensi untuk semua aktivitas sehari – hari. Lanjut usia yang
mengalami konfusi tidak akan mampu untuk makan, tidak
mampumengontrol diri, bahkan menunjukkan perilaku yang agresif
sehingga lanjut usia memerlukan perawatan lanjutan untuk mengatasi
ketidakmampuan dan keamanan lingkungan tempat tinggal lanjut usia
secara umum. Bantuan yang di berikan adalah melalui petugas panti dan
dukungan keluarga. Insiden inkontinensia biasanya meningkat pada lanjut
usia yang kehilangan kontrol berkemih dan defekasi. Hal ini berhubungan
dengan faktor akibat penuaan dan faktor nutrisi seperti yang telah di
jelaskan diatas adalah efek dari imobilisasi (Darmojo, 2000) dalam (Amel,
2018).
Inkontinensia lebih banyak diderita oleh perempuan dari pada laki-laki.
Wanita yang melahirkan anak dengan otot dasar panggul yang lemas,
menjadi penyebab inkontinensia. Pada laki-laki, penyebab umumnya
adalah pembesaran kelenjar prostat dan diperlukan prosedur bedah untuk
menangani kondisi tersebut (Watson, 2003) dalam (Amel, 2018).

4. Teori - teori Proses Menua


Teori – teori penuaan ada 2 jenis yaitu teori biologis dan teori psikologis.
Teori biologis meliputi teori seluler, sintesis protein, sintesis imun, teori
pelepasan, teori aktivitas, dan teori berkelanjutan.
a. Teori Biologis
Teori seluler mengemukakan bahwa sel di program hanya untuk
membelah pada waktu yang terbatas serta kemampuan sel yang hanya
dapat membelah dalam jumlah yang tertentu dan kebanyakan diprogram
membelah sekitar 50 kali. Jika sebuah sel pada lanjut usia dilepas dari
tubuh dan di biakkan dari laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel yang
akan membelah akan terlihat sedikit, pembelahan sel lebih lanjut
mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sesuai
dengan berkurangnya umur.
b. Teori sintesis
Protein mengemukakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein
tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang
elastis. Pada lanjut usia, beberapa protein di buat oleh tubuh dengan
bentuk dan struktur yang berbeda dari pritein tubuh orang yang lebih
muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang
kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi tebal, seiring dengan
bertambahnya usia.
c. Teori sistem imun
Mengemukakan bahwa kamampuan sistem imun mengalami kemunduran
pada masa penuaan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan infeksi,
penyakit autoimun, dan kanker. Terdapat juga perubahan yang progresif
dalam kemampuan tubuh untuk berespon secara adaptif (Homeostasis),
seiring dengan pengunduran fungsi dan penurunan kapasitas untuk
beradaptasi terhadap stres biologis dehidrasi, hipotermi, dan proses
penyakit akut dan kronik.
d. Teori Pelepasan
Teori ini memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lanjut usia
merupakan suatu proses yang secara berangsur – angsur sengaja di
lakukan mereka dengan mengurangi aktivitasnya untuk bersama – sama
melepaska diri atau menarik diri dari masyarakat.
e. Teori Aktivitas
Teori ini berlawanan dengan teori pelepasan dimana teori ini
berpandangan bahwa walaupun lanjut usia pasti terbebas dari aktivitas,
tetapi mereka secara bertahap mengisi waktu luangnya dengan
melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dan penyesuaian. dengan
kata lain sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan
bentuk aktivitas yang pasti dan mengkompensasikan dengan melakukan
banyak aktivitas yang baru untuk mempertahankan hubungan antara
sitem sosial dan individu daru usia pertengahan kelanjut usia.
f. Teori Berkelanjutan
Teori ini menjelaskan bahwa sebagaimana dengan bertambahnya usia,
masyarakat berupaya secara terus menerus mempertahankan kebiasaan,
pernyataan, dan pilihan yang tepat sesuai dengan dnegan kepribadiannya
(Darmojo, 1999 dalam Watson, 2003) dalam (Amel, 2018).
5. Ciri - ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senangmempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap social masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar
tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial
di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untukpengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang
rendah.

6. Perkembangan Lansia

Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia
di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan
perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel,
yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan
dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan
teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik (Siti Nur Kholifah, 2016).

B. Konsep Medis
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian(mortalitas). (Triyanto E, 2014)
Tekanan darah tinggi atau Hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri-
arteri. Arteri-arteri adalah pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari
jantung yang memompa ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh.
(Pudiastuti, 2016)
Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan
jantung yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Pudiastuti
R D, 2016).

2. Etiologi
Penyebab dari hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi primer
(essensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau essensial adalah
hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dialami oleh 90% penderita
hipertensi dan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi yang terjadi akibat
penyebabnya yang sudah jelas yaitu hipertensi sekunder (Bell et al., 2015).
Meskipun hipertensi primer penyebabnya belum diketahui namun
diperkirakan ada beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembanganya hipertensi primer seperti faktor keturunan, jenis kelamin,
usia, diet, berat badan, dan gaya hidup. Hipertensi sekunder disebabkan
karena penyakit ginjal atau gangguan tiroid, penggunaan kontrasepsi oral,
coarctation aorta, kehamilan, gangguan pada endokrin, luka bakar (Udjianti,
2013).
3. Manifestasi Klinis
Hipertensi dikenal sebagai “pembunuh diam-diam” karena biasanya tidak
memiliki tanda atau gejala peringatan, dan banyak orang tidak mengetahuinya
memilikinya. Bahkan ketika tingkat tekanan darah sangat tinggi, kebanyakan
orang tidak memiliki tanda atau gejala apapun. Sejumlah kecil orang
mungkin mengalami gejala seperti sakit kepala tumpul, muntah, pusing, dan
mimisan lebih sering. Gejala-gejala ini biasanya tidak terjadi sampai tingkat
tekanan darah telah mencapai tahap yang parah atau mengancam jiwa. Satu-
satunya cara untuk mengetahuinya yang pasti jika seseorang memiliki
hipertensi adalah melakukan pemeriksaan dengan dokter atau lainnya dengan
profesional perawatan kesehatan mengukur tekanan darah (Olin and Pharm,
2018).

4. Patofisiologis
Hipertensi dikaitkan dengan penebalan dinding pembuluh darah dan
hilangnya elastisitas dinding arteri. Hal ini akan menyebabkan resistensi
perifer akan meningkat sehingga jantung akan memompa lebih kuat untuk
mengatasi resistensi yang lebih tinggi. Akibatnya aliran darah ke organ vital
seperti jantung, otak dan ginjal akan menurun. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui simaptis
ke ganglia simaptis. Pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin
yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah. Pelepasan
noreprinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokontriksi (Smeltzer & Bare, 2013).
Ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Tambahan aktivitas vasokontriksi ini terjadi karena
medulla adrenal mengsekresi epineprin dan korteks adrenal mengsekresi
kortisol dan steroid yang dapat memperkuat respon vasokontriksi pembuluh
darah. Vasokontriksi ini mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dan
menyebabkan terjadinya pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, dan menyebakan terjadinya peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi (Smeltzer &
Bare, 2013).
Terdapat beberapa faktor yang mengontrol tekanan darah dan berkontribusi
mengembangkan hipertensi primer. Dua faktor utama meliputi masalah
hormon yaitu hormone natriuretik dan reninangiotensin-aldosteron system
(RAAS) serta mekanisme atau gangguan elektrolit (natrium, klorida,
potasium). Hormon natriuretik menyebabkan peningkatan konsentrasi
natrium dalam sel yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Reninangiotensi-aldosteron system mengatur sodium, potassium dan volume
darah yang akan mengatur tekanan darah di arteri (pembuluh darah membawa
darah menjauhi hati). Dua hormon yang terlibat dalam RAAS yaitu
angiotensin II dan aldosterone. Angiotensin II menyebabkan penyempitan
pembuluh darah, meningkatkan pelepasan bahan kimia yang meningkatkan
tekanan darah dan meningkatkan produksi aldosteron.
Penyempitan pembuluh darah dapat meningkatkan tekanan darah yang juga
terjadi tekanan pada jantung. Aldosterone menyebabkan natrium dan air tetap
berada dalam darah. Akibatnya ada volume darah yang lebih besar dan akan
meningkatkan tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan darah.
Tekanan darah arteri adalah tekanan dalam pembuluh darah khususnya
pembuluh darah arteri yang diukur dalam millimeter air raksa (mmHg). Dua
nilai tekanan darah arteri adalah tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik (Bell et al., 2015).

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan hipertensi meliputi:
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung.
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
e. Urinalisasi untuk mengetahui protein dalam urin darah, glukosa
f. Pemeriksaan: renogram, pielogram dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan.

6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan
terapi non farmakologis : a. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis hipertensi dapat dilakukan dipelayanan strata
primer/Puskesmas, sebagai penanganan awal. Berbagai penelitan klinik
membuktikan bahwa obat anti-hipertensi yang diberikan tepat waktu
dapat menurunkan kejadian stroke 35-40%, infark miokard 20-25% dan
gagal jantung lebih dari 50.

Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai


masa kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya
dititrasi. Jenis-jenis obat anti-hipertensi antara lain : diuretik, penyekat
beta(β-blockers), golongan penghambat Angiotensin Converting Enzyme
(ACE), dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB), golongan Calcium
Channel Blocker (CCB) (Kemenkes RI, 2013).
b. Terapi non farmakologis
1) Makan gizi seimbang
Pengelolaan diet yang sesuai terbukti dapat menurunkan tekanan
darah. Adapun manajemen diet bagi penderita hipertensi yaitu
membatasi konsumsi gula, garam, makan cukup buah dan sayuran,
makanan rendah lemak (Kemenkes RI, 2013).
2) Mengurangi berat badan
Berat badan berlebih atau obesitas erat kaitannya dengan hipertensi.
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan
disarankan untuk menurunkan berat badan hingga mencapai IMT
normal 18,5 – 22,9 kg/m2 , lingkar pingang untuk laki-laki <90 cm
dan untuk perempuan <80 cm (Kemenkes RI, 2013).
3) Olahraga teratur
Berolahraga yang teratur seperti senam aerobic atau jalan cepat
selama 30- 45 menit (sejauh 3 km) 5 kali per-minggu, dapat
menurunkan tekanan darah. Selain itu, berbagai cara relaksasi seperti
meditasi dan yoga merupakan alternatif bagi penderita hipertensi
tanpa obat (Kemenkes RI, 2013).
4) Berhenti merokok
Berhenti merokok dapat mengurangi efek dari hipertensi karena asap
rokok yang mengandung zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang dihisap dapat menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan meningkatkan kerja jantung (Kemenkes RI,
2013).
5) Mengurangi stress
Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar anak ginjal
dan melepaskan hormone adrenalin dan memicu jantung berdenyut
lebih cepat serta kuat, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah.
Oleh karena itu dengan mengurangi stress seseorang dapat
mengontrol tekanan darahnya (Kemenkes RI, 2013).

7. Komplikasi
Hipertensi yang tidak terkendali bisa menyebabkan komplikasi berikut:
a. Arteriosklerosis (pembuluh darah yang memasok oksigen dan nutrisi
lainnya ke organ tubuh mengeras dan menjadi lebih sempit):
Arteriosklerosis bisa menyebabkan penyakit serius, misalnya penyakit
jantung dan stroke.
b. Aneurisma (pembuluh darah yang bengkak): hipertensi yang tidak
terkendali bisa menyebabkan pembuluh darah menjadi tipis dan
mengembang, dan mengakibatkan aneurisma. Hal ini bisa berakibat fatal
jika aneurisma pecah.
c. Gagal jantung: peningkatan tekanan darah akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah, memberikan beban tambahan pada jantung; dan akan
menyebabkan kegagalan jantung.
d. Stroke: pecahnya aneurisma di otak bisa menyebabkan stroke. Hipertensi
yang tidak terkendali juga bisa menyebabkan pembekuan darah di arteri
karotis (arteri di leher). Bekuan darah tersebut bisa menyebabkan stroke
emboli bila memasuki otak.
e. Gagal ginjal: hipertensi yang tidak terkendali akan memengaruhi arteri di
ginjal, menyebabkan kerusakan pada fungsi ginjal.
f. Retinopati (kerusakan pembuluh darah pada jaringan peka cahaya di
bagian belakang mata): hipertensi yang tidak terkendali akan
memengaruhi arteriol (cabang arteri) di mata, sehingga menyebabkan lesi
(Palmer and Williams, 2018).

8. Discharge Planning
Mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk pulang
dan beradaptasi dengan lingkungan dalam upaya meningkatkan atau
mempertahankan derajat kesehatannya.

C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan
dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama.
a. Pengumpulan data
Identitas Klien Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis
kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk
MRS dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian pada riwayat kesehatan sekarang meliputi 2 hal yaitu:
1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Dalam penulisannya keluhan utama disampaikan dengan jelas
dan padat, dua atau tiga suku kata yang merupakan keluhan
yang mendasari klien meminta bantuan pelayanan kesehatan
atau alasan klien masuk rumah sakit.
2) Keluhan saat dikaji Berbeda dengan keluhan utama saat
masuk
rumah sakit, keluhan saat dikaji didapat dari hasil pengkajian
pada saat itu juga. penjelasan meliputi PQRST:
a) P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya
penyakit, hal yang meringankan atau memperberat gejala.
b) Q : Qualiative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.
c) R: Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah yang di
keluhkan.
d) S: Severity derajat keganasan atau intensitas dari keluhan
tersebut.
e) T: Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya
dan frekuensinya, waktu tidak menentu, biasanya dirasakan
secara terus-menerus. (Bararah, 2012).
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang riwayat kesehatan pasien dan pengobatan
sebelumnya. Berapa lama klien menderita, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi medis apa saja, mendapatkan
pengobatan apa saja, bagaimanakah cara penggunaan obatnya
apakah teratur atau tidak.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit atau penyakit-penyakit lain.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dapat dilihat di riwayat kesehatan keluarga apakah ada
genogram keluarga yang juga menderita penyakit tersebut.
6) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi tentang penyakit mengenai perilaku perasaan
dan emosi yang dialami penderita berhubungan dengan
penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
7) Pola aktivitas
a) Pola nutrisi
Pola aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan klien
sebelum sakit dan sesudah masuk rumah sakit. Peningkatan
nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau peningkatan
berat badan, banyak minum dan perasaan haus.
b) Kebutuhan eliminasi
Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan
eliminasi, kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan
yang dirasakan klien pada saat BAB dan BAK. Perubahan
pola berkemih (polyuria), nokturia, kesulitan berkemih, diare.
c) Istirahat Tidur
Pada pasien tersebutsering mengalami gangguan tidur, keletihan, lemah,
sulit bergerak maupun berjalan, kram otot dan tonus otot menurun, takikardi dan
takipnea pada saat istirahat. Pada penderita yang jarang berolahraga dan beraktivitas,
zat makanan yang masuk kedalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh
sebagai lemak dan gula.
d) Personal Hygine
Menjaga kulitnya selalu bersih dan kering khususnya didaerah
lipatan seperti paha, aksila, dibawah payudara karena
cenderung terjadi luka akibat gesekan dan infeksi jamur.
e) Aktivitas dan Latihan
Dikaji apakah aktivitas yang dilakukan klien dirumah dan
dirumah sakit dibantu atau secara mandiri. Karena pasien
DHF biasanya letih dan lemah.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman
b. Gangguan pola tidur
c. Ansietas

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi ialah kegiatan dalam keperawatan yang meliputi, pusat tujuan pada
klien, menetapkan hasil apa yang ingin dicapai serta memilih intervensi
keperawatan agar dengan mudah mencapai tujuan. Tahapan ini memberi
kesempatan kepada perawat, pasien atau klien, serta orang terdekat klien
dalam merumuskan rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
yang dialami oleh klien tersebut.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Hidayat, 2021).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya
(Krismonita, 2021). Evaluasi keperawatan bertujuan untuk mungukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien dan untuk melihat kemampuan
klien dalam mecapai tujuan (Hidayat, 2021).

DAFTAR PUSTAKA
Andjani, T. A. (2016). Perbedaan Pengaruh Masase Punggung Dan Slow Stroke
Back Massage (SSBM) Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di
UPT PSTW Jember. 38. Aspiani, R. Y. (2014).

Aspiani, R, Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskuler. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Hamid, A, S. (2014). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Tentang


Pencegahan Hipertensi Dengan Kejadian Hipertensi Di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD.Prof. DR. Aloei Saboe Kota Gorontalo 2013. Jurnal Keperawatan Universitas
Gorontalo. Gorontalo.

Mulyadi. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC NOC.

Setyawan, D., & Kusuma, M. A. (2014). Efektifitas Relakasasi Napas Dalam


Pada Paisen Hipertensi Dengan Gejala Nyeri Kepala Di Puskesmas Baki Sukohajo.
4-5.

Sai Wawai. (2016). Perbedaan pengaruh terapi masase dengan minyak


aromaterapi dan minyak VCO teerhadap penurunan Tekanan Darah Hipertensi

Siti Nur Kholifah. (2016). Keperawatan Gerontik. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia,

Suryono, Wijayanti, R., & dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta: ANDI.

Tjokroprawiro. (2015). Klasifikasi, Diagnosis dan Terapi. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Triyanto, Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi


Secara Terpadu.Yogayakarta:Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai