Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN GASTRITIS

Disusun Oleh:
Chaerul Fahmi
02127011

Pembimbing :
Dr. Labora Sitinjak,SKp.,M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA


Jl. Sunter Permai Raya, Sunter Agung Podomoro Jakarta Utara
14350 Telp.(021) 2660.8276 – 6530.8469 Fax. (021) 6530.8469
Email: akperhkj@husadakaryajaya.ac.id
Website : www.husadakaryajaya.ac.id
Tahun 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan “Tugas
Keperawatan Keluarga Asuhan Keperawatan Dengan Gastritis”. Tidak lupa saya
ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna dan disana
sini masih banyak kekurangan dan, oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca.
Pada kesempatan ini juga kami tak lupa mengucapkan terima kasih. Dan semoga
dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-
teman.Amin.

Jakarta, 10 Januari 2024

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung,
peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai
terlepasnya epitel, pelepasan epitel merangsang timbulnya proses inflamasi
pada lambung. Gastritis merupakan salah satu msalah kesehatan pencernaan
yang paling sering terjadi, sekitar 10% orang yang datang di unit gawat
darurat pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan di daerah
epigastrium. Hal ini mengarahkan para dokter kepada suatu diagnosa gastritis,
dimana untuk memastikannya dibutuhkan untuk pemeriksaan penunjang
lainnya seperti endoskopi (Sunarmi, 2018 ).
Menurut data dari World Health Origanization (WHO) Tahun 2014
angka kejadian gastritis di dunia dari beberapa negara yaitu Inggris 22%,
China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35% dan Perancis 29,5%. Di dunia
kejadian penyakit gastritis sekitar 1,8-2,1 juta penduduk dari setiap tahunnya
(Anshari & Suparyanto, 2019).
Di Indonesia sendiri penderita gatritis menutur WHO adalah 40,8%.
Angka kejadian gastritis pada beberapa derah di Indonesia cukup tinggi
dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun (2018), gastritis merupakan
salah satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di
rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Berdasarkan data dinas Binas
Kesehatan (2018), disebutkan bahwa di Jawa Timur pada tahun 2015
penyakut gastritis mencapai 44,5% yaitu dengan jumlah 58.116 kejadian
(Dinkes Jatim, 2018)
Menurut penelitan Alini (2015), data penderita gastritis di dapatkan
100% mengeluh nyeri ulu hati pada penelitian yang dilakukan dan
dilaksanakan di Desa Sibiruang pada tanggal 09 juni 2015-16 juni 2015. Dari
55 responden

1
didapatkan data bahwa yang mengalami nyeri ringan sebnayak 26.93%, nyeri
sedang 57.69%, dan nyeri berat 15.38%.
Menurut Suparyanto (2012), gastritis dapat disebabkan oleh pola
makan, alkohol, kopi dan rokok. Penyebab pola makan yang tidak baik dan
tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat, penyebab dari konsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dapat
merusak mukosa lambung. Konsumsi kafein secara berlebihan dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dam pepsin,
sedangkan efek rokok dapat menggangu faktor defensif lambung
(menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk
peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi
Helicobacter Pylori (Sunarmi, 2018).
Upaya yang dapat dilakukan perawat dalam penatalaksanaan pasien
dengan gastritis adalah dengan melakukan tindakan mandiri berupa
manajemen nyeri. Dalam hal ini perawat perlu menjelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri, menjelaskan strategi meredakan nyeri, mengidentifikasi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri,
mengidentifikasi skala nyeri, mengobservasi TTV, memberikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, mempertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri, dan berkolaborasi
dalam pemberian anlgesik.
Berdasarkan data di atas dan untuk mengaplikasikan mata kuliah
keluarga penulis melakukan pengkajian di kelurahan pulau kelapa DKI
Jakarta. Dengan kewajiban mengambil 1 kasus, membawa kasus kelolaan
yang dibahas dari BAB 1- BAB 5 yang penulis angkat yaitu Asuhan
Keperawatan Keluarga Dengan Gastritis Pada Ny. E di Papanggo

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan keluarga dengan gangguan gastritis?

2
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan gangguan
gastritis?
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui Untuk mengetahui konsep dasar keluarga
b. Untuk mengetahui konsep medis penyakit gastritis
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan keluarga meliputi tahap
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

D. Ruang Lingkup
Dalam penulisan laporan ini, penulis membahas asuhan keperawatan keluarga
dengan gastritis di Papanggo

E. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus yang menggunakan teknik:
1. Wawancara
2. Pemeriksaan fisik
3. Studi kepustakaan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-
ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri
mereka sebagai bagian dari keluarga (Zakaria, 2017). Sedangkan menurut
Depkes RI tahun 2000, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
kebergantungan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih
yang disatukan oleh ikatan perkawinan, kelahiran, adopsi dan boleh jadi
tidak diikat oleh hubungan darah dan hukum yang tinggal di suatu tempat
di bawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan memiliki
kedekatan emosional yang memiliki tujuan mempertahankan budaya,
meingkatkan pertumbuhan fisik, mental, emosional serta sosial sehingga
menganggap diri mereka sebagai suatu keluarga
2. Tipe Keluarga
Menurut Nadirawati (2018) pembagian tipe keluarga adalah :
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga Inti (The Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri
dari suami, istri, dan anak baik dari sebab biologis maupun adopsi
yang tinggal bersama dalam satu rumah. Tipe keluarga inti
diantaranya:
a) Keluarga Tanpa Anak (The Dyad Family), yaitu keluarga
dengan suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam
satu rumah.
b) The Childless Family, yaitu keluarga tanpa anak dikarenakan
terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat
waktunya disebabkan mengejar karir/pendidikan yang terjadi
pada wanita.

4
c) Keluarga Adopsi, yaitu keluarga yang mengambil tanggung
jawab secara sah dari orang tua kandung ke keluarga yang
menginginkan anak.
2) Keluarga Besar (The Extended Family), yaitu keluarga yang terdiri
dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah,
contohnya seperti nuclear family disertai paman, tante, kakek dan
nenek.
3) Keluarga Orang Tua Tunggal (The Single-Parent Family), yaitu
keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan
anak. Hal ini biasanya terjadi karena perceraian, kematian atau
karena ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan).
4) Commuter Family, yaitu kedua orang tua (suami-istri) bekerja di
kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat
tinggal dan yang bekerja di luar kota bisa berkumpul dengan
anggota keluarga pada saat akhir minggu, bulan atau pada
waktuwaktu tertentu.
5) Multigeneration Family, yaitu kelurga dengan beberapa generasi
atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
6) Kin-Network Family, yaitu beberapa keluarga inti yang tinggal
dalam satu tumah atau berdekatan dan saling menggunakan
barang- barang dan pelayanan yang sama. Contohnya seperti
kamar mandi, dapur, televise dan lain-lain.
7) Keluarga Campuran (Blended Family), yaitu duda atau janda
(karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak
dari hasil perkawinan atau dari perkawinan sebelumnya.
8) Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri (The Single Adult Living
Alone), yaitu keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup
sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti
perceraian atau ditinggal mati.
9) Foster Family, yaitu pelayanan untuk suatu keluarga dimana anak
ditempatkan di rumah terpisah dari orang tua aslinya jika orang tua

5
dinyatakan tidak merawat anak-anak mereka dengan baik. Anak
tersebut akan dikembalikan kepada orang tuanya jika orang tuanya
sudah mampu untuk merawat.
10) Keluarga Binuklir, yaitu bentuk keluarga setela cerai di mana anak
menjadi anggota dari suatu sistem yang terdiri dari dua rumah
tangga inti.
b. Keluarga Non-tradisional
1) The Unmarried Teenage Mother, yaitu keluarga yang terdiri dari
orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) The Step Parent Family, yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune Family, yaitu beberapa keluarga (dengan anak) yang
tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu
rumah, sumber, dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama
serta sosialisasi anak melalui aktivitas kelompok/membesarkan
anak bersama.
4) Keluarga Kumpul Kebo Heteroseksual (The Nonmarital
Heterosexual Cohabiting Family), keluarga yang hidup bersama
berganti-ganti pasangan tanpa melakukan pernikahan.
5) Gay and Lesbian Families, yaitu seseorang yang mempunyai
persamaan seks hidup bersama sebagaimana ‘marital partners’.
6) Cohabitating Family, yaitu orang dewasa yang tinggal bersama
diluar hubungan perkawinan melainkan dengan alasan tertentu.
7) Group-Marriage Family, yaitu beberapa orang dewasa yang
menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa
menikah satu dengan lainnya, berbagi sesuatu termasuk seksual
dan membesarkan anak.
8) Group Network Family, keluarga inti yang dibatasi aturan/nilai-
nilai, hidup berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan
alat-alat rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab
membesarkan anaknya.

6
9) Foster Family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua
anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan
kembali keluarga aslinya.
10) Homeless Family, yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak
mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal
yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau masalah
kesehatan mental.
11) Gang, bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga mempunyai
perhatian, tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam
kehidupannya

3. Struktur Keluarga
Beberapa ahli meletakkan struktur pada bentu/tipe keluarga, namun
ada juga yang menggambarkan subsitem-subsistemnya sebagai dimensi
struktural. Struktur keluarga menurut Friedman (2009) dalam Nadirawati
(2018) sebagai berikut :
a. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik, transaksional
untuk menciptakan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.
b. Struktur Kekuatan
Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung pada
kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang ada dalam
keluarga.Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan
(potensial/aktual) dari individu untuk mengontrol atau memengaruhi
perilaku anggota keluarga. Beberapa macam struktur keluarga:
1) Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang
tua terhadap anak.
2) Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang tua
adalah sesorang yang dapat ditiru oleh anak.

7
3) Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).
4) Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang
akan diterima).
5) Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan
keinginannya).
6) Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi).
7) Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi cinta
kasih, misalnya hubungan seksual).
Sedangkan sifat struktural di dalam keluarga sebagai berikut:
1) Struktur egilasi (demokrasi), yaitu dimana masing-masing anggota
keluarga memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat.
2) Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.
3) Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka (honesty dan
authenticity), struktur keluarga ini mendorong kejujuran dan
kebenaran.
4) Struktur yang kaku, yaitu suka melawan dan bergantun pada
peraturan.
5) Struktur yang bebas (permissiveness), pada struktur ini tidak
adanya peraturan yang memaksa.
6) Struktur yang kasar (abuse); penyiksaan, kejam dan kasar.
7) Suasana emosi yang dingin; isolasi dan sukar berteman.
8) Disorganisasi keluarga; disfungsi individu, stres emosional.
c. Struktur Peran
Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi mengidentifikasi status
atau tempat sementara dalam suatu sistem sosial tertentu.
1) Peran-peran formal dalam keluarga
Peran formal dalam keluarga dalah posisi formal pada keluarga,
seperti ayah, ibu dan anak Setiap anggota keluarga memiliki peran
masing-masing. Ayah sebagai pemimpin keluarga memiliki peran
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, pemberi rasa aman

8
bagi seluruh anggota keluarga, dan sebagai anggota masyarakat
atau kelompok sosial tertentu. Ibu berperan sebagai pengurus
rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak, pelidung keluarga,
sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, serta sebagai anggota
masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Sedangkan anak
berperan sebagai pelaku psikosoal sesuai dengan perkembangan
fisik, mental, sosial dan spiritual.
2) Peran Informal
keluarga Peran informal atau peran tertutup biasanya bersifat
implisit, tidak tampak ke permukaan, dan dimainkan untuk
memenuhi kebutuhan emosional atau untuk menjaga
keseimbangan keluarga.
d. Struktur Nilai
Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai
masyarakat. Nilai keluarga akan membentuk pola dan tingkah laku
dalam menghadapi masalah yang dialami keluarga. Nilai keluarga ini
akan menentukan bagaimana keluarga menghadapi masalah kesehatan
dan stressor-stressor lain.

4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018)
sebagai berikut:
a. Fungsi afektif dan koping; dimana keluarga memberikan kenyamanan
emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas,
dan mempertahankan saat terjadi stres.
b. Fungsi sosialisasi; keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan,
nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback dan saran
dalam penyelesaian masalah.
c. Fungsi reproduksi; dimana keluarga melanjutkan garis keturunannya
dengan melahirkan anak.

9
d. Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota
keluarga dan kepentingan di masyarakat.
e. Fungsi pemeliharaan kesehatan; keluarga memberikan keamanan dan
kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangan dan istirahat juga penyembuhan dari sakit.

5. Tugas Keluarga
a. Mengenal masalah kesehatan
Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-
perubahan yang dialami anggota keluarga. Dan sejauh mana keluarga
mengenal dan mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang
meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang
mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah
kesehatan.
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Hal ini meliputi sejauh mana kemampuan keluarga mengenal sifat dan
luasnya masalah. Apakah keluarga merasakan adanya masalah
kesehatan, menyerah terhadap masalah yang dialami, adakah perasaan
takut akan akibat penyakit, adalah sikap negatif terhadap masalah
kesehatan, apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang
ada, kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan, dan apakah
keluarga mendapat informasi yang benar atau salah dalam tindakan
mengatasi masalah kesehatan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang
sakit, keluarga harus mengetahui beberapa hal seperti keadaan
penyakit, sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan,
keberadaan fasilitas yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam
keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, finansial,
fasilitas fisik, psikososial), dan sikap keluarga terhadap yang sakit.

10
d. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
Hal-hal yang harus diketahui oleh keluarga untuk memodifikasi
lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat yaitu sumber-
sumber keluarga yang dimiliki, manfaat dan keuntungan memelihara
lingkungan, pentingnya dan sikap keluarga terhadap hygiene sanitasi,
upaya pencegahan penyakit.
e. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat
Hal-hal yang harus diketahui keluarga untuk merujuk anggota keluarga
ke fasilitas kesehatan yaitu keberadaan fasilitas keluarga, keuntungan-
keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat
kepercayaan keluarga dan adanya pengalaman yang kurang baik
terhadap petugas dan fasilitas kesehatan, fasilitas yang ada terjangkau
oleh keluarga.

6. Tahapan Keluarga Sejahtera


Tingkatan kesehatan kesejahteraan keluarga menurut Amin Zakaria (2017)
adalah :
a. Keluarga Prasejahtera
Keluarga yang belum bisa memenuhi kebutuhan dasar minimal, yaitu
kebutuhan pengajaran agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan.
Dengan kata lain tidak bisa memenuhi salah satu atau lebih indikator
keluarga sejahtera tahap I.
b. Keluarga Sejahtera Tahap I
Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, tetapi
belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, seperti
pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, lingkungan sosial dan
transportasi.Indikator keluarga tahap I yaitu melaksanakan ibadah
menurut kepercayaan masing-masing, makan dua kali sehari, pakaian
yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah,
kesehatan (anak sakit, KB dibawa keperawatan pelayanan kesehatan).

11
c. Keluarga Sejahtera Tahap II
Pada tahap II ini keluarga sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar
minimal, dapat memenuhi seluruh kebutuhan psikososial, tetapi belum
dapat memenuhi kebutuhan perkembangan (kebutuhan menabung dan
memperoleh informasi. Indikator keluarga tahap II adalah seluruh
indikator tahap I ditambah dengan melaksanakan kegiatan agama
secara teratur, makan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk minimal satu
tahun terakhir, luas lantai rumah perorang 8 m2 , kondisi anggota
keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga usia 15 tahun keatas
memiliki penghasilan tetap, anggota keluarga usia 15-60 tahun mampu
membaca dan menulis, anak usia 7-15 tahun bersekolah semua dan
dua anak atau lebih PUS menggunakan Alkon.
d. Keluarga Sejahtera Tahap III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal,
setelah memenuhi keseluruhan kebutuhan psikososial, dan memenuhi
kebutuhan perkembangan, tetapi belum bisa memberikan sumbangan
secara maksimal pada masyarakat dalam bentuk material dan
keuangan dan belum berperan serta dalam lembaga kemasyarakatan.
e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
Memenuhi indikator keluarga tahap sebelumnya ditambah dengan
upaya keluarga menambahkan pengetahuan tentang agama, makan
bersama minimal satu kali sehari, ikut serta dalam kegiatan
masyarakat, rekreasi sekurangnya dalam enam bulan, dapat
memperoleh berita dari media cetak maupun media elektronik,
anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

7. Teori Perkembangan Keluarga


Salah satu teori perkembangan keluarga adalah keluarga berkembang
dari waktu-kewaktu dengan pola secara umum dan dapat diprediksi
(Zakaria, 2017). Paradigma siklus kehidupan ialah menggunakan tingkat

12
usia, tingkat sekolah dan anak paling tua sebagai tonggak untuk interval
siklus kehidupan (Duvall dan Miller, 1987 dalam Zakaria, 2017)

Tabel 1 Tahap Siklus Kehidupan Keluarga


Tahap I Keluarga pemula (keluarga baru menikah - hamil)
Tahap II Keluarga mengasuh anak ( anak tertua bayi – umur 30
bulan)
Tahap III Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua
berusia 2 – 6 tahun)
Tahap IV Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua
berusia 6 – 13 tahun)
Tahap V Keluarga dengan anak usia remaja (anak tertua berusia
13 – 20 tahun)
Tahap VI Keluarga melepas anak usia dewasa muda (mencakup
anak pertama sampai dengan anak terakhir
meninggalkan rumah)
Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiun)
Tahap VIII Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (hingga
pasangan meninggal dunia)
Sumber: Duval dan Miller, 1985 dalam Zakaria, 2017

8. Pelaksanaan keluarga sejahtera


a. Keluarga pra-sejahtera
1) Keluarga belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal
2) Kebutuhan dasar: Sandang, papan dan pangan
3) Variabelnya: Keluarga tidak memenuhi syarat sebagai
keluarga sejahtera I
b. Keluarga sejahtera I
1) keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar makan,
minum dalam hal sandang pangan dan papan.

13
2) Pelayanan kesehatan yang sangat mendasar.
3) Variabel: Seluruh anggota keluarga makan 2 X/lebih sehari.
4) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda
untuk di rumah, bekerja, sekolah dan bepergian.
5) Sebagian luas lantai rumah bukan dari tanah.
6) Bila anggota keluarga sakit, dibawa ke
sarana/petugas kesehatan.
c. Keluarga sejahtera II
1) Anggota keluarga telah memenuhi kebutuhan dasar, tapi
belum dapat memenuhi kebutuhan pengembanganya.
2) Variabelnya
a) keluarga sejahtera I ditambah dengan tiap tahun anggota
keluarga mendapat 1 stel pakaian baru.
b) Luas lantai rumah minimal 8 m2 per huni rumah.
c) Minimal I anggota mempunyai penghasilan tetap.
d) Umur 6 tahun ke atas bisa membaca.
e) Melakukan ibadah secara teratur anggota keluarga.
f) Dalam satu bulan terahkir ini dalam keadaan sehat.
d. Keluarga sejahtera III
1) Jika keluarga mampu memenuhi kebutuhan pengembangan,
tetapi belum aktif menyumbang.
2) Variabel:
a) Sejahtera II.
b) Keluarga mengetahui kegunaan KB.
c) Penghasilan keluarga dapat ditabung sebagian.
d) Keluarga makan bersama I kali sehari.
e) Keluarga bersama ikut kegiatan lingkungan.
f) Mengadalan rekreasi ke luar rumah minimal 3 bulan sekali.
g) Dapat memperoleh berita dari surat kabar, radio.

14
h) Anggota keluarga mampu memberi sarana transportasi
sesuai kondisi daerahnya.
e. Keluarga sejahtera III plus
1) Variabel keluarga sejahtera III.
2) Keluarga dan anggota keluarga secara teratur
memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat
dalam bentuk materi.
3) Keluarga aktif sebagai pengurus kumpulan atau
yayasan tertentu. (Friedman, 2010).

B. Konsep Medis Gastritis


1. Pengertian Gastritis
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut,
kronik, difus atau lokal. Menurut penelitian sebagian besar gastristis
disebabkan oleh infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis. Selain itu,
beberapa bahan yang sering dimakan dapat menyebabkan rusaknya sawar
mukosa pelindung lambung (Wijaya & Putri, 2013).
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung,
peradangan ini mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai
terlepasnya epitel mukosa superficial yang menjadi penyebab terpenting
dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel akan merangsang
timbulnya proses imflamasi pada lambung (Sukarmin, 2013).

15
2. Anatomi Fisiologis

Gambar 1 : Anatomi Lambung


Gaster atau lambung
Ventrikulum atau maag atau lambung atau gaster merupakan saluran
makanan yang paling dapat mengembang lebih besar terutama pada
epigastrium.Bagian gaster atau ventrikulum ini terdiri atas :
a. Osteum kardiak adalah bagian akhir esofagus yang masuk ke dalam
lambung
b. Fundus fentrikuli adalah bagia yang menonjol ke atas terletak disebelah
kiri osteum kardiak biasanya terisi gas
c. Korpus ventrikuli adalah badan lambung setinggi osteum kardiak
lekukan pada bagian bawah kurvatura minor.
d. Kurvatura minor terletak disebelah kanan lambung dari osteum kardiak
sampai pilorus
e. Kurvatura mayor terletak disebelah kiri osteum kardiak melalui fundus
ventrikuli menuju kekanana sampai pilorus inferior
f. Antrium pilorus adalah bagian lambung berbentuk seperti tabung
mempunyai otot tebal yang membentuk sfingter pilorus
Fungsi gaster antara lain :

16
a. Tempat berkumpulnya makanan, menghancurkan , dan menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung
b. Mempersiapkan makanan untuk dicerna oleh usus dengan semua makan
dicairkan dan dicampurkan dengan asam hidroklorida.
c. Mengubah protein menjadi pepton oleh pepsin
d. Membekukan susu dan kasein yang dikeluarkan oleh renin.

3. Jenis – Jenis Gastritis


a. Gastritis akut, Dikatakan gastritis akut ketika peradangan pada lapisan
lambung terjadi secara tiba-tiba. Gastritis akut akan menyebabkan
nyeri ulu hati yang hebat, namun hanya bersifat sementara.
b. Gastritis kronis, peradangan di lapisan lambung terjadi secara perlahan
dan dalam waktu yang lama. Nyeri yang ditimbulkan oleh gastritis
kronis merupakan nyeri yang lebih ringan dibandingkan dengan
gastritis akut, namun terjadi dalam waktu yang lebih lama dan muncul
lebih sering. Peradangan kronis lapisan lambung ini dapat
menyebabkan perubahan struktur lapisan lambung dan berisiko
berkembang menjadi kanker.

4. Etiologi Gastritis
Penyebab gastritis menurut Sya’diyah (2018, hal 270) yaitu sebagai
berikut:
a) Gastritis akut erosif penyebab yang paling sering dijumpai adalah :
1) Obat analgetik antiinflamasi, terutama aspirin. Dalam dosis
rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.
2) Bahan kimia misalnya lysol.
3) Merokok.
4) Alkohol.
5) Stress fisik
6) Refluks usus lambung.

17
b) Gastritis kronik Pada gastritis ini, etiologi pada umumnya belum
diketahui, Gastritis kronik sering dijumpai bersama-sama dengan
penyakit lain, misalnya : anemia pernisiosa, anemia defisiensi besi
karena adanya perdarahan kronis.

5. Tanda dan Gejala Gastritis


Gejala gastritis yang dirasakan dapat berbeda pada tiap penderita.
Akan tetapi, kondisi ini bisa juga tidak selalu menimbulkan gejala.
Beberapa contoh gejala gastritis adalah:
a) Nyeri yang terasa panas dan perih di perut bagian uluhati.
b) Perut kembung.
c) Cegukan.
d) Mual.
e) Muntah.
f) Hilang nafsu makan.
g) Cepat merasa kenyang saat makan.
h) Buang air besar dengan tinja berwarna hitam.
i) Muntah darah.

Jika seseorang menderita gastritis erosif hingga menyebabkan


luka atau perdarahan pada lambung, gejala yang muncul adalah
muntah darah dan tinja berwarna hitam. Akan tetapi, tidak semua nyeri
pada perut menandakan gastritis. Berbagai penyakit juga dapat
menimbulkan gejala yang mirip dengan gastritis, seperti penyakit
Crohn, batu empedu, dan keracunan makanan. Oleh karena itu
diagnosis untuk menentukan penyebab terjadinya nyeri perut sangat
penting untuk dilakukan.

6. Patofisiologi
Gastritis disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan
dan alkohol, makanan yang pedas, asam maupun panas. Pada yang

18
mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (nervus
vagus) yang meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam
lambung. Adanya HCl di dalam lambung dapat menimbulkan rasa mual,
muntah, dan anorekia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan
menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan
mukus. Sedangkan mukus berfungsi untuk melindungi mukosa lambung
agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan
sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster.
Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl di daerah
fundus dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan
menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat
menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri disebabkan karena kontak HCl
dengan mukosa gaster (Sya’diyah 2018 : 271 ).

7. Pathway Gatritis

19
8. Komplikasi Gastritis
Gastritis mempunyai komplikasi menurut Sya’diyah (2018, hal275)
meliputi:
a) Gastritis akut
Terdapat perdarahan di saluran cerna bagian atas (SCBA)
berupa hematemesi dan melena, dapat berakhir sebagai syok
hemoragik. Perdarahan SCBA sama dengan tukak peptik yang
membedakan penyebab utama adalah infeksi Helycobacter Pylari
sebesar 100% pada tukak lambung diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan endoskopi
b) Gastritis Kronik
1) Perdarahan saluran cerna bagian atas
2) Ulkus
3) Perporasi
4) Anemia karena gangguan absorbs vitamin B12

9. Penatalaksanaan Gastritis
Pengobatan pada gastritis meliputi:
a) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit
diberikan intravena untuk mempertahankan keseimbangan
cairan sampai gejala-gejala mereda, untuk gastritis yang tidak
parah diobati dengan antasida dan istirahat.
c) Histonin: Dapat diberikan untuk menghambat pembentukan
asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.
d) Sulcralfate : diberikan untuk melindungi mukosa lambung
dengan cara menyelaputinya, untuk mencegah difusi kembali

20
asam dan pepsin yang menyebabkan iritasi ( Ikatan Apoteker
Indonesia. 2010)
Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:
Gastritis akut Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alcohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi dan ajurkan. Bila gejala menetap,
cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka
penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk
hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh
mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari
pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
a. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum
(contohnya: alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali,
digunakan jus lemon encer atau cuka encer
b. Bila korosi luas atau berat, 11iagno, dan lafase dihindari karena
bahaya perforasi.

10. Pencegahan Gastritis


Agar kita terhindari dari penyakit gastritis, sebaiknya kita mengontrol
semua Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gastritis, dengan
melakukan tindakan pencegahan seperti dibawah ini:
a. Hindari minuman beralkohol karena dapat mengiritasi lambung
sehingga terjadi inflamasi.
b. Hindari merokok karena dapat menganggu lapisan dinding lambung
sehingga lambung lebih mudah mengalami gastritis dan tukak/ulkus.
Dan rokok dapat meningkatkan asam lambung dan memperlambat
penyembuhan luka.
c. Atasi stress sebaik mungkin.
d. Makan makanan yang kaya akan buah dan sayur namun hindari sayur
dan buah yang bersipat asam.

21
e. Jangan berbaring setelah makan untuk menghindari refluks (aliran
balik) asam lambung.
f. Berolahraga secara teratur untuk membantu mempercapat aliran
makanan melalui usus
g. Bila perut mudah mengalami kembung (banyak gas) untuk sementara
waktu kurangi kamsumsi makanan tinggi serat, seperti pisang,kacang-
kacangan, dan kentang.
h. Makan dalam porsi sedang (tidak banyak) tetapi sering, berupa
makanan lunak dan rendah lemak. Makanlah secara perlahan dan rileks
(Hardi & Huda Amin, 2015

22
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, tahap ini
merupakan dasar dalam mengidentifikasi kebutuhan keperawatan klien.
Pengkajian yang sistematis dengan pengumpulan data dan di evaluasi
untuk mengetahui status kesehatan klien. Pengkajian yang akurat,
sistematis dan kontinu akan membantu menentukan tahapan selanjutnya
dalam proses keperawatan (Olfah, 2016).
Pengkajian pada Asuhan Keperawatan Keluarga menurut Andarmoyo,
2012 :
a. Identitas Umum Keluarga
1) Identitas Kepala keluarga
Meliputi nama kepala keluarga sebagai penanggung jawab
penuh terhadap keberlangsungan keluarga. Alamat dan telepon
untuk memudahkan dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga sebagai dasar
menentukan tindakan keperawatan selanjunjutnya.
2) Komposisi Keluarga
Semua anggota keluarga dimasukkan ke data, dituliskan
hubungan anggota keluarga dengan pasien, umur masing –
masing anggota keluarga, pendidikan dan pekerjaan, dan status
kesehatan anggota keluarga. Cara penulisan dalam asuhan
keperawatan orang yang sudah dewasa (orang tua) dicatat
terlebih dahulu lalu diikuti dengan anak-anak.
3) Genogram
Genogram merupakan pohon keluarga dimana sebagai alat
pengkajian untuk mengetahui riwayat keluarga. Genogram

23
memuat informasi tentang tiga generasi keluarga meliputi
keluarga inti dan keluarga asal masing-masing orang tua.
4) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga dan kendala atau
masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
5) Suku Bangsa
Suku dan adat istiadat mempengaruhi keluarga dalam
menyikapi suatu masalah terutama kesehatan.
6) Agama dan Kepercayaan
Mengkaji agama dan kepercayaan keluarga yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
7) Status sosial ekonomi keluarga
Ditentukan oleh pendapatan per bulan yang diperoleh dari
kepala keluarga maupun dari anggota keluarga lainnya, dan
kebutuhan - kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga dalam
satu bulan serta barang-barang yang dimiliki keluarga. Dari
pendapatan yang diperoleh apakan mencukupi kebutuhan
keluarga dan dapat menyisihkan uang untuk ditabung.
8) Aktivitas rekreasi keluarga
Hal yang dilakukan oleh keluarga dan penderita saat dirumah
dan di luar rumah jika ada waktu luang. Misalnya seperti
rekreasi ke suatu tempat, menonton TV, mendengarkan radio,
membaca koran.
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Ditentukan dengan usia atau perkembangan anak tertua dari
keluarga inti.
2) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan riwayat keluarga inti mulai lahir hingga saat ini
meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan

24
masingmasing anggota keluarga, status imunisasi, sumber
pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga,
pengalaman tehadap pelayanan kesehatan dan tindakan yang
telah dilakukan berkaitan dengan kesehatan.
c. Lingkungan
1) Karakteristik Rumah
Gambaran tipe tempat tinggal (rumah, sewa kamar, apartemen
dll) dan kepemilikan hak rumah . Perincian denah rumah
termasuk bangun, ukuran, atap, ventilasi, jendela, pintu, apakah
lantai, tangga dan susunan bangunan yang lain dalam kondisi
yang adekuat. Pada bagian dapur bagaimana suplai air minum
dan penggunaan alat-alat untuk memasak. Untuk kamar mandi
bagaimana sanitasi air dan fasilitas toilet. Mengamati keadaan
rumah apakah rumah klien bersih apa tidak, kebiasaan keluarga
dalam merawat rumah dan kepuasaan keluarga terhadap
rumah/lingkungan.
2) Karakteristik tetangga komunitas
Tipe lingkungan/komunitas keluarga (desa, kota, subkota).
Adat istiadat komunitas setempat serta pola pergaulan keluarga
dapat memicu terjadinya penyebab penyakit dalam suatu
komunitas.
3) Mobilitas geografis keluarga
Ditentukan dengan kebiasaan berpindah-pindah tempat tinggal,
berapa lama keluarga tinggal di daerah ini juga perlu dikaji.
d. Struktur Keluarga
1) Pola/cara komunikasi keluarga
Dilihat dari cara keluarga dalam berkomunikasi apakah saling
terbuka dan saling membantu, bahasa apa yang digunakan
dalam keluarga. Frekuensi dan kualitas komunikasi yang
belangsung dalam keluarga.
2) Struktur kekuatan keluarga

25
Kemampuan anggota keluarga dalam mengendalikan dan
memengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku. Hal yang
perlu dikaji siapa yang membuat keputusan keluarga, siapa
yang mengelola keuangan dalam keluarga. Saat terjadi masalah
apakah masalah diselesaikan dengan cara bermusyawarah atau
tidak.
3) Struktur Peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik
secara formal dan informal.
4) Nilai atau norma keluarga
Nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan
dengan kesehatan.
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif dan koping; apakah keluarga mampu
memberikan kenyamanan emosional, dan mempertahankan
saat terjadi stres.
2) Fungsi sosialisasi; bagaimana kerukunan hidup, interaksi dan
hubungan dalam keluarga dan bagaimana partisipasi keluarga
dalam kegiatan sosial.
3) Fungsi reproduksi; apakah keluarga memiliki perencanaan
jumlah anak, apakah keluarga melakukan program KB.
4) Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota
keluarga dan kepentingan di masyarakat.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan; apakah keluarga dapat
memberikan keamanan dan kenyamanan lingkungan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat
juga penyembuhan dari sakit.
f. Stress dan Koping Keluarga
Kemampuan keluarga dalam mengenali stressor jangka pendek (<
6 bulan) dan jangka panjang (> 6 bulan), apakah keluarga
mampu

26
mengatasi ketegangan dan stressor biasa dalam kehidupan sehari-
hari dan bagaimana upaya keluarga dalam mengatasi masalah.
g. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan secara head to toe pada klien dan juga seluruh anggota
keluarga.
h. Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.
i. Analisa data
Hal-hal yang di kaji sejauhmana keluaarga melakukan pemenuhan
tugas perawatan keluarga adalah:
1) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga
mengetahui mengenai fakta-fakta dari masalah kesehatan
yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab
dan mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap
masalah.
2) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil
keputusan mengenai tindakan kesehatan yg tepat, hal yang
perlu dikaji adalah:
a) Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai
sifat dan luasnya masalah.
b) Apakah masalah kesehatan di rasakan oleh keluarga.
c) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah
yang di alami.
d) Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari
tindakan penyakit.
e) Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap
masalah kesehatan.
f) Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan
yang ada.

27
g) Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga
kesehatan.
h) Apakah keluarga mendapat informasi yang salah
terhadap tindakan dalam mengatasi masalah.
3) Mengetahui sejauh mana keluarga mengetahui keadaan
penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosa dan cara
perawatannya) :
a) Sejauh mana keluar mengetahui tentang sifat dan
perkembangan perawatan yang di butuhkan.
b) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas
yang di perlukan untuk perawatan.
c) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber yang
ada dalam keluarga (anggota keluarga yang
bertanggung jawab, sumber keuangan/Finansial,
fasilitas fisik, psikososial).
d) Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit.
4) Untuk mengetahui Sejauh mana kemampuan keluarga
memelihara lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu
dikaji adalah:
a) Sejauh mana keluarga mengetahui sumber-sumber
keluarga yang dimiliki.
b) Sejauh mana keluarga melihat keuntungan /manfaat
pemeliharaan lingkungan.
c) Sejauh mana keluarga mengetahui Pentingnya higiene
sanitasi
d) Sejauh mana kekompakan antar anggota keluarga.
5) Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga
menggunakan fasilitas /pelayanan kesehatan di masyarakat,
hal yang perlu dikaji adalah:

28
a) Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas
kesehatan.
b) Sejauh mana keluarga memahami keuntungan2 yang
dapat di peroleh dari fasilitas kesehatan.
c) Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap
petugas dan fasilitas kesehatan.
d) Apakah keluarga mempunyai pengalaman yg kurang
baik terhadap petuga kesehatan.
e) Apakah Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh
keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap selanjutnya setelah proses
pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan
rencana tindakan asuhan keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai
akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Olfah, 2016).
Dalam penentuan diagnosa keperawatan keluarga meliputi 5 tugas
pokok keluarga menurut Bailon dan Maglaya (2009) yaitu:
1) Ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan.
Ketidakmampuan keluarga membuat keputusan tindakan kesehatan
yang tepat.
2) Ketidakmampuan keluarga memberi perawatan pada anggota
keluarga yang sakit.
3) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat.

29
4) Ketidakmampuan keluarga merujuk pada fasilitas kesehatan
masyarakat.
Diagnosa keperawatan keluarga yang muncul adalah gangguan konsep
diri: harga diri rendah kronis berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

C. Skala Prioritas Masalah


Prioritas didasarkan pada diagnosa keperawatan yang mempunyai skor
tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor rendah. Scoring
dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa keperawatan telah dari satu
proses scoring menggunakan skala yang telah dirumuskan.

Tabel 2 Skala Prioritas Masalah


No Kriteria komponen Skor Bobot
1. Sifat Masalah Aktual (tidak/kurang sehat) 3
Ancaman kesehatan 2 1
Keadaan sejahtera 1
2. Kemungkinan Mudah 2
Masalah Untuk Sebagian 1 2
Dipecahkan Tidak dapat 0
3. Potensi Tinggi 3
Masalah Untuk Cukup 2 1
Dicegah Rendah 1
4. Menonjolnya Masalah berat harus segera 2
Masalah di atasi
Ada masalah, tapi tidak 1 1
perlu ditangani
Masalah tidak dirasakan 0

30
Sumber: Effendy, 2012
Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan:
1. Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh perawat.
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan dengan bobot.
3. Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
4. Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5).

D. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah kegiatan penentuan langka-langkah untuk
mencegah, mengurangi, atau mengoreksipemecahan masalah dan prioritasnya,
perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan
terhadap klien berdasarkan anlisa data dan diagnosa keperawatan (Olfah,
2016).

E. Implementasi Keperawatan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan asuhan
keperawatan yang telah disusun perawat beserta keluarga dengan tujuan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan antara lain mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Nadirawati, 2018).

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
berfungsi untuk mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang telah dilakukan apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Olfah,2016).
Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan Planning), yakni:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.

31
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah tetap atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan hasil dan analisa ulang data.

32
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung,
peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung
sampai terlepasnya epitel, pelepasan epitel merangsang timbulnya proses
inflamasi pada lambung. Gastritis merupakan salah satu msalah kesehatan
pencernaan yang paling sering terjadi, sekitar 10% orang yang datang di
unit gawat darurat pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan di
daerah epigastrium. Hal ini mengarahkan para dokter kepada suatu
diagnosa gastritis, dimana untuk memastikannya dibutuhkan untuk
pemeriksaan penunjang lainnya seperti endoskopi (Sunarmi, 2018 ).
Upaya yang dapat dilakukan perawat dalam penatalaksanaan
pasien dengan gastritis adalah dengan melakukan tindakan mandiri berupa
manajemen nyeri. Dalam hal ini perawat perlu menjelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri, menjelaskan strategi meredakan nyeri,
mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri, mengidentifikasi skala nyeri, mengobservasi TTV,
memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri,
mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri, dan berkolaborasi dalam pemberian anlgesik.

B. Saran
Diperlukan penanganan yang tepat terhadap keluarga yang
mengalami penyakit gastritis karena dapat menyebabkan ulserasi pada
lambung sehingga melukai organ dalam pasien dan dapat menyebabkan
kematian jika penangaananya tidak tepat. perawat perlu melakukan
edukasi terhadap pengenanlan penyakit gastritis dan penanganannya
sehingga untuk meminimalisir dampar dari gastritis tersebut.

33
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan


Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Eka Sri Wahyuni, Putu. 2018. Asuhan Keperawatan Keluarga Gastritis Dengan
Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif di UPT Kesmas Sukawati
Gianyar diakses 30 Oktober 2021 Melalui: http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/512/
Khanza, Ninandita, dkk. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gastritis di
akses 29 Oktober 2021 Melalui:
https://stikesmukla.ac.id/downloads/makalah/ASUHAN%20KEPERAWAT
AN%20PASIEN%20dengan%20GASTRITIS.pdf
Nadirawati. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga Teori dan Aplikasi
Praktik. Bandung: PT Refika Aditama.
Nadirawati. 2018. BukuAjar Asuhan Keperawatan Keluarga Teori dan Aplikasi
Praktik. Bandung: PT Refika Aditama.
Novianita, Anggi. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gastritis Dengan
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh diakses 29
Oktober 2021 Melalui: http://eprints.umpo.ac.id/5029/
Olfah, Yustiana. 2016. Modul bahan Ajar Cetak Dokumentasi Keperawatan.
Jakarta Selatan: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Ramadanti, Devi. 2019. Asuhan Keperawatan Gerontik Dengan Gangguan Nyeri
Akut Pada Kasus Gastritis diakses 30 Oktober 2021 Melalui:
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/1033/
Zakaria, Amir. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Pendekatan Teori dan Konsep.
Malang: International Research and Development for Human Being.

34

Anda mungkin juga menyukai