Anda di halaman 1dari 3

KUNCI SUKSES PERNIKAHAN

Psa 127:1 Nyanyian ziarah Salomo. Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-
sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-
sialah pengawal berjaga-jaga.
Kej 2 : 21 – 25
Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah
mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang
perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia
akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."
Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

“Pernikahan bukanlah permainan, sebuah lembaga yang dibentuk Allah agar rencana Allah
digenapi dlam hidup manusia melalui keluarga.
Keluarga ada karena inisiatif Allah bukan manusia.
Allah serius dalam membangun keluarga, sebab IA memiliki rencana besar lewat keluarga.
Pernikahan adalah sebuah proses pembelajaran di mana semua anggotanya bertumbuh menjadi
dewasa.
Semua orang yang menikah pasti menginginkan keluarganya indah dan bahagia.
Untuk itu dalam membangun keluarga yang bahagia diperlukan sebuah usaha yang sungguh2
dan dilakukan secara terus menerus.

Ada tiga hal penting yang diperlukan dalam usaha membangun keluarga bahagia :

1. Fondasi
Dalam membangun sebuah gedung yang paling penting adalah fondasinya. Demikian juga
pernikahan. Fondasi yang kita perlukan dalam membangun sebuah keluarga adalah Iman kepada
Allah, di dalam Yesus Kristus.
Kelurga kita harus dibangun di atas dasar iman kita kepada Allah. Jika bukan Tuhan yang
membangun rumah/keluarga kita ini maka sia-sia saja upaya kita untuk membangunnya, begitu
kata pemazmur.
Iman dalam Yesus Kristus merupakan fondasi yang kuat dalam membangun kluarga. Ketika
badai, banjir datang maka kekuatan sebuah bangunan ditentukan oleh fondasinya. Bangunan
akan tetap utuh ketika fondasi itu kuat. Bangunan akan runtuh ketika fondasi tidak kuat.
Banyak keluarga hancur ketika ada masalah karena fondasi imannya tidak kuat. Tetapi keluarga
tetap kuat jika fondasi imannya kuat.
Membangun fondasi yang kuat :
- Persekutuan dengan Allah : doa dan FT
- Persekutuan dengan saudara seiman : ibadah minggu, komsel dll

2. Pilar
Pilar untuk membangun sebuah pernikahan dan keluarga yang kokoh adalah Cinta. Cinta yang
bagaimana?

Ada beberapa Cinta yang harus dikembangkan dalam keluarga:


a) Cinta Romantis.
Suami dan Istri harus mengembangkan cinta romantis dengan; bahasa cinta, berupa
ucapan “sayang”, “kamu cantik hari ini”, “senyummu manis sekali”, beri pujian atas
kelebihan-kelebihannya/keistimewaannya, jangan lihat kekurangannya. Dapat berupa sikap
atau tindakan kita, menghargai buka pintu mobil sebelum istri masuk, menarik kursi
sebelum istri duduk, memberi bunga saat ulang tahun atau Valentine, beri kado kalung emas
(tidak rugi koq), buat puisi atau kata cinta untuk pasangan.
b) Cinta Timbal balik.
Cinta timbal balik harus dikembangkan dengan cara membalas kebaikan pasangannya.
Jangan suami terus yang kasih kado atau pujian istri juga. Jangan istri terus yang cape di
rumah, urus anak dan dapur, sekali-kali suamipun turun bantu masak, urus anak dan
pekerjaan rumah tangga. Jangan nuntut orang lain terus; jangan hanya menerima tapi
memberi juga.
c) Cinta yang Menerima
Suami istri harus memiliki kasih yang saling menerima apa adanya pasangan kita. Dulu
memang langsing sekarang langsung. Dulu ganteng sekarang gentong. Dulu poco-poco
sekarang picah-picah. Terimalah sifat, karakter, fisik, pikiran, sudah terjadi. Mengapa tidak
waktu dulu pikir-pikir dulu? Sekarang saya baru tahu; istri saya cerewet, tidak bisa masak
(masak air aja hangus!). Ternyata suamiku malas, suka tidur, tidak punya kemampuan seperti
yang kubanyangkan (mesin), pasanganku punya pandangan yang berbeda tentang keuangan?
Keras kepala, mudah tersinggung, mudah marah dan … Sehingga kita mungkin berpikir,
“Pak, saya salah menikahi orang?” Saudara tidak menikah dengan orang yang salah! Saat
seperti ini bukan saatnya berpraduga, sebab Saudara sudah menyatakan komitmen seumur
hidup. Tanggung jawab kita dihadapan Allah adalah tetap dengan orang yang kita nikahi
(Mat. 19:4-9). Sekarang harus terima dengan segenap hati, apa adanya.
Kegagalan suami memimpin dan kegagalan istri untuk tunduk bukan alasan bagi kita
untuk tidak menerimanya dan bercerai, termasuk penampilan istri kita, tetapi terima dengan
Cinta yang tulus.
d) Cinta yang Dewasa
Dulu kita punya cinta monyet, yang berakhir dengan menyedihkan. Kita harus memiliki
cinta yang dewasa. Apakah ciri cinta yang dewasa itu?
- Cinta yang dewasa ditujukan pada pribadi secara utuh (bukan pada fisiknya, hartanya,
sosialnya (kedudukan, titelnya, jabatannya), rohaninya)
- Cinta yang dewasa ditunjukkan oleh sikap saling menghormati dan saling menhargai
- Cinta yang dewasa dinyatakan oleh adanya keterikatan dan tanggung jawab
- Cinta yang dewasa, ada sukacita dengan kehadiran orang yang kita cintai
- Cinta yang dewasa ada pertumbuhan dan kreativitas yang dinamis
- Cinta yang dewasa itu realistis, bukan cinta buta.
- Cinta yang dewasa penuh kepercayaan

e) Cinta yang Menyelamatkan (Penuh Pengorbanan).


Tingkatan cinta ini lebih tinggi dari cinta di atas. Perlu disadari bahwa pasangan
kita bukan orang sempurna, karena itu untuk membangun rumah tangga yang bahagia tidak
mudah. Bila kita mempunyai Cinta yang menyelamatkan, akan menjadi lupa segala
kepentingan diri sendiri, hak kita sendiri, luka kita sendiri. Mengorbankan apa saja demi
yang kita cintai. Kadang merasa tidak enak, merugikan, menyakiti kita, menyedihkan, kasih
seperti ini lahir dari salib Kristus. Mengasihi adalah perintah bukan perasaan. Sekalipun
musuh harus dikasihi! Tidak ada jalan lain. Kita harus memutuskan apakah kita mayu
mentaati perintah Tuhan atau tidak? Sekalipun istri mungkin banyak disakiti suami, dengan
perkataannya (marah, gendut), tindakannya (pukul, melotot), tetap harus berkorban untuk
mengasihi suaminya apa adanya? Memohon anugerah Tuhan untuk mengubahnya.
Biasanya kita gengsi untuk minta maaf bila bersalah, saya pernah kesulitan saat minta
maaf pada istri saya (Allah menyetujui tindakan saya “bagus”), setan bilang sok rohani luh!
“kamu kan tidak salah! Istrimu yang salah, dia yang harus bilang maaf lebih dahulu!”, pada
saat saya mengaku salah (hati saya lega) dan istri saya berkata, sambil tersenyum “ah, papa
ngeledek. Mamah kan yang salah, mamah minta maaf. Di sini jelas, ada yang berkorban,
merendahkan diri ada pemulihan dan pengakuan bersama.

3. Atap Keluarga
Bagian bangunan untuk membangun pernikahan yang kokoh ialah atap keluarga. Atap bangunan
berkualitas adalah Komunikasi dalam Keluarga yang membangun keterbukaan dan kepercayaan.
Tanpa komunikasi yang sehat keluarga berada dalam bahaya. Ketika komunikasi terhenti ketidak
normalan terjadi.Bangunlah keluarga kalian dengan pondasi iman kepada Allah agar melihat
bahwa pernikahan ini adalah sebuah perjalanan anda bersama dengan Allah, lanjutkan dengan
pilar berkeluarga dengan cinta yang tulus dan kokoh pada pasangan yang di dalamnya ada
keintiman, komitmen, dan kegairan pada pasangan kita; dan kemudian lengkapilah dengan atap
keluarga yang berupa komunikasi yang membangun kepercayaan dan keterbukaan.

Anda mungkin juga menyukai