Anda di halaman 1dari 12

Vol. 012, No.

01, April 2019

TIPOLOGI DAN BENTUK BANGUNAN PELINGGIH PADMASANA


(Studi Kasus)
Oleh : Cokorda Putra, AAA Made Cahaya Wardani
Padmasana merupakan salah satu bentuk bangunan suci umat Hindu di
Indonesia, dan di Bali pada umumnya berbentuk tahta batu segi empat dengan bagian
puncaknya (sari) merupakan tahta (singgasana) tanpa atap yang menghadap ke depan
Padmasana dinyatakan sebagai lambang makrokosmos (alam semesta) yang pada
prinsipnya adalah pengejawantahan bhuana agung (alam raya), sebagai sarana
menstanakan Hyang Widhi Wasa/Siwa Aditya
Terminologi Padmasana mulai dikenal pada zaman pemerintahan Dalem
Waturenggong sekitar abad ke-15 sejak kedatangan Danghyang Dwijendra atau
disebut juga Danghyang Nirarta ke Bali. Pada saat itu beliau membawa misi "Ingin
menyempurnakan konsepsi Tri Murti yang diajarkan Mpu Kuturan menuju ke arah
konsepsi Tri Purusa" Tri Murti bersifat horizontal dengan Brahma-Wisnu-Siwa,
sedangkan Tri Purusa bersifat vertikal dengan Parama Siwa-Sada Siwa, dan Siwa.
Konsepsi Lingga yang dikenal sebagai perwujudan dari Siwa (Tuhan Yang Maha
Esa) adalah lahir dari perpaduan kedua konsep ini
Secara umum ada tiga tipologi padma, yaitu padma capah, padmasari dan
padmasana. Padma capah memakai 2 tingkat palih) tanpa Bedawang Nala.
Padmasari terdiri dari 3 tingkat palih) dan 1 rong tanpa bedawang Nala. Padmasana
terdiri dari 5, 7, sampai 9 tingkat (palih) dengan menggunakan 1,2 dan 3 rong, serta
dilengkapi dengan Bedawang Nala.
Kata Kunci : Padmasana, Tri Purusa, Dang Hyang Nirarta, makrokosmos.

I. Pendahuluan Kesatuan Tafsir Aspek-Aspek Agama


Hindu (Parisada Hindu, 2000: 12, 86-
Padmasana merupakan salah
87), Padmasana dinyatakan sebagai
satu bentuk bangunan suci umat Hindu
lambang makrokosmos (alam semesta)
di Indonesia, baik itu yang bermukim
yang pada prinsipnya adalah
di Bali maupun di daerah lain yang
pengejawantahan bhuana agung (alam
berasal dari etnis Bali. Bangunan ini
raya), sebagai sarana menstanakan
berbentuk tahta batu segi empat
Hyang Widhi Wasa/Siwa Aditya.
dengan bagian puncaknya (sari)
Secara umum bentuk fisik Padmasana
merupakan tahta (singgasana) tanpa
dibagi atas tiga bagian (1) tepas
atap yang menghadap ke depan. Dalam
(dasar), (2) batur (badan), dan (3) sari

39
Vol. 012, No. 01, April 2019

(puncak). Selain itu Padmasana dapat berbentuk bunga teratai segi delapan
dibedakan menurut lokasi (pengider atau lingkaran.
ider), berdasarkan atas rong (ruang),
Hal ini berbeda dengan
serta palih (tingkat) atau undag.
pandangan Gunadha (1989: 12), yang
Ardana (1987: 45) menyatakan menyatakan bahwa Padmasana terdiri
konsepsi religius yang melatar dari tiga bagian bagian bawah
belakangi berdirinya Padmasana berbentuk segi empat disebut sebagai
adalah mitologi pemutaran Mandara BrahmaBhaga, bagian tengah
Giri sehingga bentuk Padmasana perlu berbentuk segi delapan disebut Wisnu
diseragamkan dengan satu naga di Bhaga, dan bagian atas berbentuk
bagian dasarnya. Putra (1998: 24) lingkaran disebut Siwadaya. Bangunan
menyatakan jumlah naga pada dasar suci Padmasana ditempatkan sebagai
Padmasana dapat digambarkan satu bangunan suci utama, dapat dijumpai
naga, dua naga, ataupun tiga naga pada tempat-tempat suci Hindu di Bali
dengan naga bersayap (di atas pada dari pura kawitan, pura Kahyangan
lengan kanan dan kiri Desa, Pura Swagina, sampai Pura
singgasana/rong), semuanya itu Kahyangan Jagat.
diserahkan pada selera undagi maupun
Terminologi Padmasana mulai
arsitek. Selanjutnya Agastia (2002
dikenal pada zaman pemerintahan
:169-170) menyatakan Padmasana
Dalem Waturenggong sekitar abad ke-
terdiri dari tiga bagian yaitu
15 sejak kedatangan Danghyang
anantasana, singhasana, dan
Dwijendra atau disebut juga
padmasana. Anantasana berbentuk
Danghyang Nirarta ke Bali. Pada saat
segitiga pada bagian bawah (dibentuk
itu beliau membawa misi "Ingin
oleh Bedawang Nala, Anantabhoga,
menyempurnakan konsepsi Tri Murti
dan Bhasuki), singgasana pada bagian
yang diajarkan Mpu Kuturan menuju
tengah yang herbentuk segiempat, dan
ke arah konsepsi Tri Purusa" Tri Murti
padmasana pada bagian atas yang
bersifat horizontal dengan Brahma-
Wisnu-Siwa, sedangkan Tri Purusa

40
Vol. 012, No. 01, April 2019

bersifat vertikal dengan Parama Siwa- sentral tempat memuja Tuhan Yang
Sada Siwa, dan Siwa. Konsepsi Lingga Maha Esa sebagai simbol atau
yang dikenal sebagai perwujudan dari penggambaran dari alam
Siwa (Tuhan Yang Maha Esa) adalah makrokosmos (alam semesta). Secara
lahir dari perpaduan kedua konsep ini, historis bangunan pelinggih
Menurut Widana (1997:32), Purusa Padmasana sebagai simbol alam
mengajarkan pemujaan Tuhan menurut semesta dapat dilihat dalam lontar
sifatnya dan menuju ke arah "ke- Dwijendra Tatwa Lontar tersebut
Esaannya". Suatu bangunan yang menjelaskan bahwa bangunan suci
kemudian dikonsepsikan untuk Padmasana dikembangkan oleh
memuja Tuhan Yang Maha Esa itulah Danghyang Dwijendra (Danghyang
oleh Danghyang Dwijendra Nirarta). Ide Pedande Sakti Wawu
diperkenalkan sebagai Padmasana. Rauh/ Dang Hyang Dwijendra datang
ke Bali sekitar tahun 1489 M pada
Padmasana adalah bangunan
periode pemerintahan Dalem
suci (palinggih) bebaturan menyerupai
Waturenggong di Gelgel (1460-1550)
candi namun tidak beratap, yang
Sebagaimana telah diuraikan di atas
difungsikan untuk sthana Ida Sang
bahwa misi beliau datang ke Bali
Hyang Widhi Wasa, dan sering
adalah untuk menyempurnakan tatanan
dijumpai sebagai palinggih utama di
kehidupan beragama Hindu melalui
kalangan jagat-kahyangan jagat, serta
konsepsi Tri Murti menuju ke arah
Pura Parahyangan lainnya. Menurut
konsepsi Tri Purusa Tuhan Yang
Mojowasito (1977), kata Padmasana
Maha Esa yang tidak terdefinisikan
berasal dari bahasa Kawi yang terdiri
dengan apapun atau tanpa atribut
atas dua kata yaitu Padma dan Asana.
apapun disthanakan (ditempatkan) di
Padma artinya bunga teratai, atau
pelinggih Padmasana.
batin, atau pusat, sedangkan asana
artinya sikap duduk, atau tuntunan, II. Pembahasan
atau juga sebat, dan palinggih
Belakangan ini perkembangan
Padmasana merupakan palinggih
bentuk pelinggih padmasana dengan

41
Vol. 012, No. 01, April 2019

berbagai variasi perwujudannya, serta sistem pemujaan Hindu diperbaiki dan


berbagai pendapat yang berbeda disempurnakan dengan cara
tentang konsepsi riligius yang melengkapi palinggih yang sudah ada
mendasarinya, menambah daya tarik itu dengan mendirikan satu bangunan
bangunan suci ini untuk diungkap lagi yakni berupa palinggih
misteri yang terdapat di balik bentuk Padmasana.
perwujudannya yang beragam.
Secara elementer palinggih
Perwujudan bentuk Padmasana
Padmasana berfungsi untuk memuja
sebagai pengejawantahan dari alam
Tuhan yang tak terpikirkan (acintya)
semesta (bhuana agung), lahir dari
atau yang tanpa sifat, tanpa wujud
kosmologi Hindu yang mengandung
(nirgunam Brahman), bukan Tuhan
nilai nilai, ide, gagasan, maupun mitos
yang berwujud (sagunam Brahman).
tentang alam jagat raya ini. Selain itu,
Sadika (2011:82) menyebutkan bahwa
bentuk Padmasana juga terkait dengan
Tuhan yang sagunam dapat dipuja oleh
fungsi dan tipologi Padmasana yang
umat berupa symbol yang distanakan
erat hubungannya dengan sejarah,
di palinggih tertentu, tetapi di
status, dan struktur pura
palinggih Padmasana Tuhan tidak
2.1 Fungsi Bangunan Padmasana disimbolkan dengan apapun. Sehingga
dibagian atas bangunan palinggih
Bangunan palinggih Padmasana
Padmasana tidak distanakan wujud
hampir dapat ditemukan dalam setiap
Tuhan dalam bentuk apapun
tempat suci di Bali, dengan demikian
melainkan hanyalah kosong/nol.
pula halnya diluar Bali. Dalam
Kekosongan atau alam transenden
paradigma historis, sebelum datangnya
(sunya) itu merupakan alam Brahman,
Dang Hyang Dwijendra ke Bali,
alam tersebut berada diluar batas
tatanan kehidupan beragama di Bali
lingkaran pikiran manusia. Alam
sudah sedemikian baik. Pada saat itu
kosong itulah kita simbolkan dengan
masyarakat memuja para Dewa Dewi
bangunan palinggih Padmasana, dan
sebagai manifestasi dari Tuhan.
Kemudian setelah kedatangan beliau

42
Vol. 012, No. 01, April 2019

yang akan menjadi tujuan akhir hidup dari 5, 7, sampai 9 tingkat (palih)
kita sebagai manusia. dengan menggunakan 1,2 dan 3 rong,
serta dilengkapi dengan Bedawang
Sesungguhnya menyadarkan
Nala.
manusia akan keberadaan alam
semesta beserta isinya, dan tentunya a Padma Capah
termasuk keberadaan manusia itu
Padma capah berfungsi sebagai
sendiri yang merupakan bagian dari
penyawangan atau penghayatan Ida
alam semesta dan bagian dari
Hyang Widhi yang berada di satu Pura
eksistensi fungsi bangunan palinggih
Tertentu serta ditempat pengayatan ini
Padmasana. Manusia disadarkan
bisa juga melakukan pemujaan. Padma
tentang tujuan hidupnya selama
capah terdiri 2 tingkat palih taman
didunia ini serta kearah mana tujuan
(bagian bawah) dan palih capah
hidupnya setelah meninggalkan dunia
(bagian atas). Jumlah rongnya adalah
ini. Secara hirarki semua yang ada
satu rong. Padma capah tidak
karena berawal dari ketiadaan
memakai Bedawang Nala, dengan
(kosong), kemudian menjadi ada, dan
pedagingan pada dasar dan puncak
semua yang ada inipun akhirnya akan
padma (Kesatuan Tafsir Aspek-aspek
kembali ke ketiadaan (kosong) itu.
Agama Hindu, 2000. 13).
Eksistensi dari semua ini mengalami
utpeti, stiti dan praline (proses lahir b Padmasari

hidup dan kemudian mati ) Padmasari memakai satu rong

2.2 Tipologi Padma (singgasana kosong), dengan 3


tingkatan, palih taman pada bagian
Secara umum ada tiga tipologi
bawah, palih sancak pada bagian
padma, yaitu padma capah, padmasari
tengah, dan palih sari pada bagian
dan padmasana. Padma capah
puncaknya. Padmasari sama dengan
memakai 2 tingkat palih) tanpa
padma capah, tidak menggunakan
Bedawang Nala. Padmasari terdiri
Bedawang Nala, serta pedagingannya
dari 3 tingkat palih) dan 1 rong tanpa
bedawang Nala. Padmasana terdiri

43
Vol. 012, No. 01, April 2019

ditanam pada dasar dan puncak padma pengider-ider). rong (ruang) dan palih
(ibid, 2009. 13). (undag/tingkat).

c Padmasana 1) Tipologi berdasarkan lokasi

Padmasana dibagi atas tiga Berdasarkan lokasi (menurut


bagian yaitu tepas (dasar), batur Pengider-ider) terdiri atas 9 tipe (a)
(badan), dan sancak (puncak). Tepas Padma kencana, di timur (purwa)
merupakan dasar padmasana didukung menghadap ke barat (pascima),: (b)
oleh Bedawang Nala yang dibelit oleh Padmasana di selatan (daksina)
naga, bisa berjumlah satu dengan menghadap ke utara (uttara): (c)
simbul Hyang Basuki dan dapat pula Padmasari di barat(pascima)
daun sebagai simbol Hyang Basuki menghadap ke timur (purwa): (d)
dan Antabhoga. Batur merupakan Padma Lingga di utara (uttara)
badan padmasana yang terdapat menghadap ke selatan (daksina), (e)
pepalihan (tingkat) yang berjumlah Padma Asata Sedhana, ditenggara
ganjil dari 5,7, sampai 9. Pada bagian (agneya), menghadap ke barat laut
ini juga terdapat hinan Garuda, Angsa, (wayabeya). (f) Padma Noja dibarat
serta dapat arca asta dikpalaka yang daya (nariti) menghadap ke timur laut
letaknya sesuai dengan pengider-ider. (airsaniya): (g) Padma Karo di barat
Sari merupakan puncak padmasana laut (wayaboye) menghadap ke
berbentuk singgasana yang terdiri dari tenggara (agneya): (h) Padma Saji di
ion, tahing dan badan dara. Pada ulon timur laut (airsanya) menghadap ke
dapat berisi peralatan berwujud Hyang barat daya (nariti) dan (i) Padma
Acintya. Bagian atas dari tabung tidak Kurung di tengah-tengah pura
ada bentuk-bentuk hiasan karena sudah menghadap ke pintu keluar/masuk
menggambarkan alam swah (opcit, (pemedal).
2000 87).
(2) Tipologi padmasana berdasarkan
Tipologi padmasana dapat dibedakan ruang (ruang) dan palih (tingkat)
berdasarkan lokasi/tata letak (menurut

44
Vol. 012, No. 01, April 2019

Berdasarkan atas rong dan palih Padmasana) dan atribut lain seperti
terdapat lima bentuk padma: (a) Bedawang Nala, Angsa dan Garuda,
padmasana anglayang, padmasana ini motif ornamen dan ukirannya pun
mempunyai rong (ruang) 3, sangat sederhana dan khas gaya
mempergunakan Bedawang Nala Buleleng. Sementara tata letak
dengan palih (tingkat) 7 (b) padma Padmasana, berada di arah barat
agung, padmasana ini mempunyai menghadap kearah timur Menurut
rong (ruang) 2, mempergunakan informasi (Jro Mangku) Pura Pasupati
Bedawang Nala dengan palih (tingkat) fungsi Padmasana Pasupati adalah
5. memohon taksu supaya
ketakson(menarik), baik itu taksu
2.3 Bentuk-bentuk Padmasana
untuk seniman, dukun, dagang serta
Beragamnya bentuk-bentuk taksu profesi lainnya.
padmasana membuat penulis
b Padmasana Kahyangan Jagat
berkeinginan untuk mengungkap
makna di balik simbol dan bentuk Bentuk palinggih Padmasana
padmasana yang ada di Bali Pura Jagat Natha berada di pusat kota
khususnya. Penulis mencoba membagi Denpasar dibangun tahun 1974,
menjadi 3 (tiga) wilayah objek teliti menggunakan Bedawang Nala dengan
keberadaan bentuk padmasana, seperti: dua ekor naga yang melilit Benawang
Nala. Secara struktur bentuk bangunan
a Padmasana Pasupati
padmasana ini terdiri dari 7 palih tanpa
Secara Struktur/fisik Padmasana menggunakan atribut boma, Garuda
Pasupati yang dibangun tahun 1848 dan Angsa di bagian belakang
berada di Pura Kahyangan Desa bangunan Padmasana itu sendiri
Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten sementara di bagian puncak (ulon)
Buleleng ini sangat berbeda dengan terdapat ukiran Sang Hyang Acintya.
konsep Padmasana pada umumnya.
Bentuk yang tidak disertai pepalihan
(sesuai ketentuan palinggih

45
Vol. 012, No. 01, April 2019

c Padmasana Dhang Kahyangan Hyang Widhi yang menjadi pujaan


utama adalah sebagai Siwa.
Padmasana Dhang Kahyangan
di Pura Gunung Payung Desa Kutuh Keragaman tipologi bentuk dan
Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten fungsi Padmasana di Bali khususnya
Badung direnovasi tahun 2009 merupakan suatu anugerah (pasuecan)
menggunakan atribut sesuai dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa. Karena
konsep bentuk fisik Padmasana pada keragaman tersebut sangat di
umumnya, seperti Bedawang Nala dua pengaruhi oleh desa, kala, patra, dan
buah naga di bagian bawah/bebaturan, peran undagi (Arsitek bangunan
di bagian tengah/badan terdapat Boma Tradisional Bali).
dan Garuda, sedangkan di bagian
Kebinekaan pandangan maupun
atas/ulon berisi Angsa, Singgasana
bentuk padmasana dalam uraian di atas
puncak diapit oleh dua naga yang
hendaknya tidak menjadi pertentangan
bersayap (Naga Taksaka).
dan diperdebatkan, melainkan
III. Kesimpulan mengajak umat sedharma untuk lebih
mendalami konsepsi dan filosofis yang
Padmasana adalah masa atau
tercermin pada bentuk Padmasana itu
simbul stana Hyang Widhi dengan
sendiri
berbagai sebutan yaitu Sang Hyang
Siwa Aditya, dalam manifestasinya
yang terlihat dirasakan manusia
sebagai matahari atau surya dan
Sanghyang Tri Purusa dalam tiga
manifestasinya manunggal yaitu
sebagai Siwa, Sada Siwa, dan Parama
Siwa. Memperhatikan Makna masa di
atas jelaskan bahwa makna padma
adalah masa yang digunakan oleh
umat Hindu dari sekte Siwa Sidhanta
karena sentral manifestasinya Sang

46
Vol. 012, No. 01, April 2019

IV. Lampiran

Gambar 2 Bagian Atas Padmasana


Sumber : Desain IB. Alita, 2019
Gambar 1 Bagian Padmasana
Sumber : Desain IB. Alita, 2019

Gambar 3 Bagian Bawah Padmasana


Sumber : Desain IB Alita, 2019

47
Vol. 012, No. 01, April 2019

Gambar 4 Bedawang Nala


Sumber : Desain IB Alita, 2019

Gambar 5 Bagian Batur Gambar 6 Detail Bagian Batur


Sumber : IB. Alita, 2019 Sumber : IB. Alita, 2019

48
Vol. 012, No. 01, April 2019

Gambar 7 Detail Atas Padmasana


Sumber : Desain IB Alita, 2019

DAFTAR PUSTAKA Idedhyana, I.B. 2011 “Representasi


Kosmologi Hindu Pada
Agastia, I.B.G. 2000, Padmasana dan Padmasana (Studi Kasus Pada
Siwa Budha Puja, Denpasar : Pura Kahyangan Jagat di Bali).
Yayasan Dharma Sastra. Maron, I.P “Wariga Catur Winasa sari
Agastia, I.B.G. 2002, “Padma Tiga “. Denpasar : Dinas Agama
Pura Besakih Sumber Kesucian, Daerah Bali TK I Bali.
Pemujaan Tri Purusa” Pemerintah Propinsi Bali, 1981
Bali Post, 1 Agustus hal : 1 dan 19. Arsitektur Tradisional Bali,
Ardana, I.G.G 1983, Penuntun ke Denpasar : PEMDA
Objek-objek Purbakala, Sekitar Sugriwa, I.G.B. 1991, Dwijendra
Pejeng Bedahulu Gianyar, Tatwa, Denpasar : Upada Sastra
Denpasar : Mahabhakti. Sulistyawati, 2009. Tipologi Arsitektur
Ardana I.G.G 1987, “Standarisasi Etnik di Cina (diktat kuliah
Bentuk Padmasana “(makalah), program Magister Arsitektur
Denpasar Seminar Para Universitas Udayana Denpasar).
Sulinggih. Sutaba, I.M 1995 “Tahta Batu
Gunadha, I.B 1989. Pura Agung Bersejarah di Bali, Telaah
Jagatnatha, Denpasar : Institut Tentang bentuk dan Fungsinya”
Hindu Dharma. (disertasi). Yogyakarta :
Universitas gajah Mada.

49
Vol. 012, No. 01, April 2019

Zoaetmuller, P.J. 2005. Adiparwa.


Surabaya : Paramita

50

Anda mungkin juga menyukai