Anda di halaman 1dari 8

VIDYA DARŚAN

Jurnal Mahasiswa Filsafat Hindu


Volume 2 No 1 Mei 2020 ISSN 2715-5447

PELINGGIH PADMASANA DALAM EKISTENSI AGAMA HINDU


(Bentuk dan Makna)

Oleh:
A.A. Pt. Suari
SekolahTinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan
Email: agung.suari@gmail.com

Gede Arya Krishna Duta Putra Tuboeh


Prodi Filsafat Hindu STAHN Mpu Kuturan
Email: aryakrishnagd@gmail.com

ABSTRACT
Bali island, is an island famous for its natural beauty, culture, and tradition which is
very thick with its traditional nuances. then don't be surprised, if the island of Bali is
called "Paradise of the World" or "Island of the Gods". besides that the island of Bali is
known as "Pulau Seribu Pura". because in almost every corner of the island of Bali, we
always find many temples. The temple is a place of worship for Hinduism. In this temple
also consists of several Pelinggih or sacred buildings that are intended to worship God
and its manifestations. one of the Pelinggih or sacred buildings that is most commonly
found in the Temple is Pelinggih Padmasana. This pelinggih has a shape that rises high
with the top shaped like a throne. by Hinduism, this pelinggih is dedicated to worshiping
Ida Sang Hyang Widhi Wasa as God Almighty in the Hindu religious beliefs themselves.
besides that in this pelinggih, there are also various kinds of carvings, sculptures, and
reliefs which are full of symbols and meanings of a life in the world.
Keywords: Pelinggih Padmasana, Form, Meaning.

I.
PENDAHULUAN Kuna-Indonesia yang disusun oleh Prof.
Mengingat Umat Hindu di Bali dan Dr. P.J. Zoetmulder, Padmasana terdiri dari
di luar Bali banyak yang membangun dua kata yaitu : ―padma‖ artinya bunga
tempat sembahyang atau Pura dengan teratai dan ―asana‖ artinya sikap duduk.
pelinggih utama berupa Padmasana, perlu Hal ini juga merupakan sebuah posisi
kiranya kita mempelajari seluk beluk duduk dalam yoga.Jadi Padmasana berarti
Padmasana agar tujuan membangun simbol tempat duduk dari teratai merah sebagai
atau ―Niyasa‖ sebagai objek konsentrasi stana suci Tuhan Yang Maha Esa.Dalam
memuja Hyang Widhi dapat tercapai Lontar ―Padma Bhuana“, Mpu Kuturan
dengan baik. Padmasana atau (Sanskerta: menyatakan bahwa Bali sebagai Padma
padmāsana) adalah sebuah tempat untuk Bhuwana.Bunga teratai (padma) dijadikan
bersembahyang dan menaruh sajian bagi simbol alam semesta stana Hyang Widhi
umat Hindu, terutama umat Hindu di yang sebenarnya.Dalam Lontar ―Dasa
Indonesia. Dimana menurut Kamus Jawa Nama Bunga‖ disebut, bunga teratai

VIDYA DARŚAN | 105


adalah rajanya bunga (Raja Kesuma) Maha Rsi yang datang ke Bali sejak abad
karena hidup di tiga alam — akarnya ke-8, seperti Rsi Markandeya, Mpu
menancap di lumpur, batangnya di air, Kuturan, Danghyang Siddimantra, Dang
sedangkan daun dan bunganya di atas air Hyang Manik Angkeran, Mpu Jiwaya, Mpu
(udara).Karenanya, bunga ini adalah simbol Gnijaya, Mpu Sumeru, Mpu Ghana, dan
Tri Loka atau Tri Bhuwana Stana Hyang Mpu Bharadah. Bentuk-bentuk pelinggih
Widhi Wasa dan bunga daunnya yang sebagai simbol/niyasa ketika itu hanya:
berlapis-lapis sebagai perlambang dari Meru Tumpang Tiga, Kemulan Rong Tiga,
sembilan arah penjuru mata angin alam Bebaturan, dan Gedong. Wahyu yang
semesta.Bunga teratai merupakan sarana diterima oleh Dang Hyang Nirartha untuk
utama dalam upacara-upacara Panca menganjurkan penduduk Bali menambah
Yadnya dan juga digunakan oleh Pandita- bentuk palinggih berupa Padmasana
Pandita ketika melakukan surya sewana menyempurnakan simbol/niyasa yang
(Ardiyasa, 2020). mewujudkan Hyang Widhi secara lengkap,
baik ditinjau dari konsep horizontal
II. PEMBAHASAN maupun vertikal. Pemujaan Sang Hyang
A. Sejarah Pelinggih Padmasana Widhi Wasa sebagai Bhatara Siwa
Menurut Lontar ―Dwijendra Tattwa‖, berkembang di Bali sejak abad ke-9.Simbol
pelinggih berbentuk Padmasana pemujaan yang digunakan adalah Lingga-
dikembangkan oleh Dang Hyang Yoni.Keadaan ini berlanjut sampai abad ke-
Dwijendra, atau nama (bhiseka) lain beliau: 13 pada zaman Dinasti Warmadewa.Sejak
Mpu Nirartha atau Dang Hyang Nirartha abad ke-14 pada rezim Dalem
(Darmawan, 2020). Berdasarkan wahyu Waturenggong (Dinasti Kresna Kepakisan),
yang diterima beliau di pantai Purancak penggunaan Lingga-Yoni tidak lagi
(Jembrana) ketika pertama kali populer, karena pengaruh ajaran Tantri,
menginjakkan kaki di Bali setelah Bhairawa, dan Dewa-Raja. Lingga-Yoni
menyeberang dari Jawa Timur di abad ke- diganti dengan patung Dewa yang dipuja
14, penduduk Bali perlu dianjurkan sehingga cara ini disebut Murti-Puja
membangun pelinggih Padmasana. (Somawati, 2020). Ketika Dang Hyang
Sebelum kedatangan beliau, agama Hindu Niratha datang di Bali pada pertengahan
di Bali telah berkembang dengan baik di abad ke-14 beliau melihat bahwa cara
mana penduduk memuja Hyang Widhi Murti-Puja diandaikan seperti bunga teratai
terbatas dalam kedudukan-Nya secara (Padma) tanpa sari. Maksudnya niyasa
horizontal.Ajaran itu diterima dari para pemujaan yang telah ada seperti Meru dan
VIDYA DARŚAN | 107
Gedong hanyalah untuk Dewa-Dewa pencipta segala yang berbeda misalnya:
sebagai manifestasi dari Sang Hyang Widhi lelaki-perempuan, siang-malam, kiri
namun belum ada sebuah niyasa untuk (pengiwa) – kanan (penengen), dst.
memuja Sang Hyang Widhi sebagai Yang 3. Padmasana,
Maha Esa, yakni Siwa (Made, 2020). Inilah Padmasana ini memakai dasar
yang digambarkan sebagai padma tanpa Bhedawang Nala, bertingkat lima dan
sari (Suadnyana & Darmawan, 2020). Dang biasanya pada bagian puncaknya ada satu
Hyang Niratha setelah menjadi Bhagawanta ruang. Padmasana ini biasanya digunakan
(Pendeta Kerajaan) mengajarkan kepada selain sebagai niyasa stana Sang Hyang
rakyat Bali untuk membangun Padmasana Siwa Raditya atau Sang Hyang Tri Purusa,
sebagai niyasa Siwa, di samping tetap juga sebagai niyasa Sanghyang Tunggal
mengadakan niyasa dengan sistem Murti- yaitu Hyang Widhi Yang Maha Esa
Puja. 1. Padmasari,
B. Bentuk-Bentuk Pelinggih Padmasana Padmasana ini biasanya tidak memakai
Dilihat dari bentuk bangunan dasar Bhedawang Nala, bertingkat tiga dan
Padmasana, dibedakan adanya lima jenis biasanya pada bagian puncaknya ada satu
Padmasana, yaitu: ruang.Padmasana jenis ini biasanya
1. Padma Anglayang, digunakan hanya untuk niyasa stana
Padmasana ini memakai dasar Sanghyang Siwa Raditya.
Bhedawang Nala, bertingkat tujuh dan 1. Padma Capah
biasanya pada bagian puncaknya ada tiga Padmasana ini biasanya juga tidak
ruang.Padmasana jenis ini biasa digunakan memakai dasar Bhedawang Nala,
selain sebagai niyasa stana Sang Hyang bertingkat dua dan biasanya pada bagian
Siwa Raditya atau Sang Hyang Tri Purusa, puncaknya ada satu ruang (Kariarta, 2019).
juga sebagai niyasa stana Tri Murti Digunakan untuk niyasa stana Hyang
2. Padma Agung, Widhi dalam manifestasi sebagai Baruna
Padmasana ini memakai dasar (Dewa lautan) ataupun sebagai niyasa stana
Bhedawang Nala, bertingkat lima dan Hyang Widhi sebagai Indra Belaka
biasanya pada bagian puncaknya ada dua (Suadnyana, 2020).
ruang. Padmasana jenis ini biasa digunakan Pelinggih Padmasari dan Padma Capah
selain sebagai niyasa stana Sang Hyang ini biasanya dapat ditempatkan
Siwa Raditya atau Sang Hyang Tri Purusa, menyendiri.Mengenai pedagingan kedua
juga sebagai niyasa Ardanareswari yaitu padmasana ini hanya pada dasar dan
kekuatan/ kesaktian Hyang Widhi sebagi puncak saja.Sedangkan Pelinggih
VIDYA DARŚAN | 108
Padmasana yang mempergunakan perputaran dimulai gunung Mandara yang
Bhedawang Nala berisi pedagingan pada tidak mempunyai dasar tenggelam ke
Dasar, Madya, dan Puncak. dalam lautan susu. Bhatara Wisnu yang
C. Maknafilosofis Dari Reliefpelinggih menjelma sebagai seekor kura-kura raksasa
Padmasana kemudian muncul untuk menyelamatkan
Dari relief-relief di Pelinggih gunung Mandara (Untara & Somawati,
Padmasana, semuanya mengandung makna 2020).
filosofis sebagai berikut: Bedawang Nala adalah Bahasa
1. Relief Bhedawang Nala Kawi, di mana berasal dari kata ‗bheda‖
Di bagian dasar Padmasana ada artinya: lain, kelompok, selisih; ―wang‖
Bedawang Nala, yaitu ukiran ―mpas‖ artinya: peluang, kesempatan; ―nala‖
(kura-kura besar) yang dililit dua ekor artinya: api. Jadi bhedawangnala artinya:
naga.Kura-kura adalah simbol dasar suatu kelompok (kesatuan) yang
bhuvana dibayangkan sebagai api magma, meluangkan adanya api.Api di sini bisa
sedangkan naga adalah simbol Basuki yaitu dalam arti nyata sebagai dapur magma inti
kekuatan yang mengikat alam bumi, dapat juga dalam arti simbol lain
semesta.Lontar Kaurawasrama yaitu energi kekuatan hidup.Karena
menyebutkan, dasar gunung Mahameru letaknya di bawah/ dasar bangunan maka
adalah bedawangnala. Dalam bahasa Kawi, simbol bhedawangnala dapat bermakna
bedawangnala terdiri dari dua kata: beda sebagai kekuatan bumi ciptaan Hyang
artinya ruang, dan nala artinya api. Jadi Widhi yang perlu dijaga, dan dapat pula
bedawangnala artinya ruang yang berisi api bermakna sebagai dasar (Hartaka, 2019)
atau magma.Lontar Agni Purana (Kurma kehidupan manusia yaitu energi yang
Awatara) menyebutkan adanya perang yang senantiasa perlu ditumbuh
sengit antara para Dewa dengan para kembangkan.Oleh karena itu bedawang di
Detya. Dalam perang itu Dewa-Dewa Bali dilukiskan sebagai kura-kura yang
dikalahkan.Para Dewa mohon agar Wisnu moncongnya menyemburkan api.
menyelamatkan. Bhatara Wisnu kemudian 2. Relief Naga.
meminta kedua pihak yang berperang Dalam Lontar Siwagama dan lontar
mengaduk lautan susu di mana gunung Sri Purana Tattwa menyebutkan bahwa
Mandara sebagai tangkai pengaduk dan setelah bumi diciptakan oleh Bhatara Siwa
Naga Basuki sebagai tali pengaduk.Para dan Bhatari Uma lengkap dengan segala
Dewa memegang ekor naga dan para Detya isinya maka pada suatu ketika terjadilah
memegang kepala naga. Tetapi ketika bencana, di mana tumbuh-tumbuhan mati,
VIDYA DARŚAN | 109
air menyurut dan udara mengandung sebagai berikut: Sang Kadru dan Sang
penyakit.Sanghyang Trimurti bermaksud Winata adalah istri-istri dari Bhagawan
menyelamatkan manusia. Brahma berwujud Kasyapa, Sang Kadru berputra naga yang
sebagai Naga Anantabhoga yang berwarna ribuan banyaknya dan Sang Winata
merah berada di dalam inti bumi; Wisnu berputra Sang Aruna dan Sang Garuda.
berwujud sebagai Naga Basuki yang Pada suatu ketika keduanya membicarakan
berwarna hitam berada dalam laut, dan Uchaisrawa (kuda putih) yang keluar dari
Iswara berwujud sebagai Naga Taksaka pemuteran gunung Mandaragiri.Sang
yang berwarna putih bersayap berada di Kadru mengatakan warna kuda itu hitam,
udara (Windya, 2020). Agar bumi ini tidak sedangkan Sang Winata mengatakan kuda
gonjang-ganjing maka diikat oleh dua ekor itu putih. Karena sama-sama teguh
naga yakni: naga basuki dan naga mempertahankan pendapat akhirnya
anantaboga.Saptapetala disimbolkan mereka sepakat untuk bertaruh, bahwa
dengan kura-kura, sehingga terbentuklah siapa yang kalah akan mejadi budak dari
patung kura-kura yang dililit dua naga di yang menang.Para naga putra Sang Kadru
dasar padmasana, yang disebut ‗bedawang- tahu bahwa warna kuda itu putih. Untuk
nala‘ (beda = ruang-ruang; wang = yang memenangkan ibunya para naga
ada; nala = api = inti bumi atau menyemprotkan bisa ke Uchaiswara
‗ratala‘).Naga basuki dan anantaboga sehingga berwarna hitam.Sang Winata
adalah simbol kemakmuran dan kalah lalu menjadi budak Sang Kadru.
kesejahteraan.Jadi makna padmasana yang Anak Sang Winata, yakni Garuda, ingin
berdasar bedawang nala adalah: keajegan membebaskan ibunya dari
bumi sebagai tempat kehidupan, atas perbudakan.Garuda kemudian bertanya
karunia Sanghyang Widhi yang berwujud: kepada para naga, bagaimana cara
Parama siwa, Sada siwa dan Siwa (Windya, membebaskan ibunya. Sang Naga memberi
2020). tahu agar ia mencari Tirta Amertha. Sang
3. Relief Garuda Wisnu Garuda mencari tirta itu ke Sorga sampai
Simbol Garuda Wisnu adalah berperang melawan para Dewa namun
simbol garuda (putra Sang Winata) yang tidak berhasil.Bhatara Wisnu yang iba pada
membawa tirta amerta kamandalu, nasib Garuda bersedia memberikan Tirta
anugerah dari wisnu.Itu berarti juga sebagai Amertha, namun dengan syarat agar
simbol kesejahteraan dan kesehatan serta Garuda mau menjadi kendaraan Bhatara
umur panjang bagi penyungsung garuda- Wisnu.Garuda bersedia, dan bersama
wisnu. Dalam lontar Adi Parwa diceritakan
VIDYA DARŚAN | 110
Wisnu terbang mencari Tirta Amertha dirasakan. Sehingga kekuasaan-Nya‘
(Wulandari & Untara, 2020). sungguh mutlak dan luar biasa.Acintiya
4. Relief Angsa artinya tidak dapat dibayangkan. Namun
Angsa adalah simbol dari niyasa Acintiya dilukiskan sebagai tubuh
Sanghyang Saraswati. Hiasan Angsa, manusia telanjang dengan api di setiap
sebagai kendaraan Bhatari sendinya serta kaki kanan yang terangkat,
Saraswati,bermakna sebagai: pengetahuan, kepala tanpa bentuk wajah, dan sikap
ketelitian, kewaspadaan, ketenangan dan tangan dewa pratistha (Gunawijaya, 2020).
kesucian.Angsa adalah simbul ketenangan Niyasa itu bermakna: tubuh manusia yang
dan warna putih bulunya adalah simbul telanjang kiasan dari ciptaan Sanghyang
kesucian, ketelitian memilih makanan Widhi yang utama; api di setiap sendi
walaupun mulutnya masuk ke lumpur yang adalah simbol energy kehidupan; kaki
busuk toh lumpur tidak termakan, jadi kanan yang terangkat adalah simbol rotasi
angsa merupakan simbul kebijaksanaan alam dan kehidupan yang aktif; kepala
memilih yang baik, di samping itu pula tanpa bentuk wajah adalah simbol dari
simbul kewaspadaan sebab baik siang keberadaan yang tidak dapat dibayangkan;
maupun malam seolah-olah angsa tidak sikap tangan dewa pratistha adalah simbol
penah tidur.Di lontar Indik Tetandingan kecintaan Sanghyang Widhi pada hasil-
disebutkan sayap angsa yang terkembang hasil ciptaan-Nya (Yogiswari, 2020).
adalah simbul Ongkara: kedua sayapnya Hiasan lainnya dapat berupa karang
melukiskan ardha candra (bulan sabit), gajah, karang boma, karang bun, karang
badannya yang bulat lukisan windhu, leher paksi, dll.Yang semuanya memiliki makna
dan kepalanya yang mendongak ke atas sebagai simbol keaneka ragaman alam
adalah simbul nada. semesta.Kesimpulan arti simbolis dari
5. Relief Acintya sebagai simbol semua bentuk Padmasana adalah: Stana
perwujudan Ida Sang Hyang Hyang Widhi yang dengan kekuatan-Nya
Widhi. telah menciptakan manusia sebagai mahluk
Ukiran Acintya ini menggambarkan utama dan alam semesta sebagai
sikap tari dari dewa Siwa yang disebut pendukung kehidupan, senantiasa perlu
dengan Siwa Nataraja dalam menciptakan dijaga demi kelanggengan hidupnya.
alam semesta.Acintya diletakkan di bagian
atas depan, adalah simbol Hyang Widhi
BAB III PENUTUP
yang tidak dapat dilihat, dipikirkan
wujudnya, di raba, namun vibrasinya dapat
VIDYA DARŚAN | 111
Pelinggih Padmasana adalah sebuah Gami Sandi Untara, I. M., & Somawati, A.
V. (2020). Internalisasi Pendidikan
pelinggih yang dikembangkan oleh Dang
Karakter Pada Anak Usia Dini Dalam
Hyang Dwijendra pada abad ke- Keluarga Hindu Di Desa Timpag
Kabupaten Tabanan. Cetta: Jurnal
14.Pelinggih Padmasana merupakan tempat
Ilmu Pendidikan, 3(2), 333-358.
ber-stananya Ida Sang Hyang Widhi https://doi.org/10.37329/cetta.v3i2.45
8
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dalam Hindu.
Gunawijaya, I. W. T. (2020). KONSEP
Pelinggih ini terdiri dari 5 bentuk, dari TEOLOGI HINDU DALAM
GEGURITAN GUNATAMA
Pelinggih Padma Anglayang sampai pada
(Tattwa, Susila, dan
Pelinggih Padma Capah dimana ke-5 Acara). Jñānasiddhânta: Jurnal
Teologi Hindu, 2(1).
Pelinggih Padmasana ini memiliki fungsi
yang berbeda, namun tetap sebagai sarana Kariarta, I. W. (2019). KONTEMPLASI
DIANTARA MITOS DAN
pemujaan kepada Hyang Maha Tunggal.
REALITAS (CONTEMPLATION
Pelinggih Padmasana ini juga memiliki BETWEEN MYTHS AND
REALITIES). Jñānasiddhânta:
makna filosofis yang terkandung di setiap
Jurnal Teologi Hindu, 1(1).
relief dan ukirannya, mulai dari relief
Hartaka, I. M. (2020). MEMBANGUN
Bhedawang Nala sampai pada Acintya itu
SEMANGAT KEBANGSAAN
sendiri.Sehingga memang untuk membuat PERSPEKTIF ETIKA
HINDU. Genta Hredaya, 3(2).
pelinggih Padmasana ini dibutuhkan
pemahaman yang luas agar pelinggih ini Made, Y. A. D. N. (2020). KEBUGARAN
JASMANI DAN ROHANI
senantiasa memberikan aura yang positif
PERSPEKTIF TEOLOGI
kepada Umatnya. HINDU. Jñānasiddhânta: Jurnal
Teologi Hindu, 2(1).
Zoetmulder P.J. 1995. Kamus Jawa Kuna
DAFTAR PUSTAKA Indonesia.Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Ardiyasa, I. N. S. (2020). PEMUJAAN Sanjaya Putu. 2008. Acara Agama
AGNI DALAM SAMA Hindu.Surabaya : Paramita
WEDA. Genta Hredaya, 4(1). Suandra I Made. 1997. Himpunan Ulap-
Darmawan, I. P. A. (2020). ANIMISME Ulap Pelinggih.Denpasar : Upada
DALAM PEMUJAAN BARONG Sastra
BULU GAGAK DI BALI. Genta Somawati, A. V. (2020). FILSAFAT
Hredaya, 4(1). KETUHANAN MENURUT PLATO
Eka Suadnyana, I. B. P., & Ariyasa DALAM PERSPEKTIF
Darmawan, I. P. (2020). Nilai HINDU. Genta Hredaya, 4(1).
Pendidikan Agama Hindu Dalam Suadnyana, I. B. P. E. (2020).
Lontar Siwa Sasana . Cetta: Jurnal IMPLEMENTASI NILAI ETIKA
Ilmu Pendidikan, 3(2), 371-391. HINDU PADA GEGURITAN NI
https://doi.org/10.37329/cetta.v3i2.46 SUMALA. Bawi Ayah: Jurnal
0 Pendidikan Agama Dan Budaya
Hindu, 11(1), 100-116.

VIDYA DARŚAN | 112


Windya, I. M. (2020). AJARAN
PEMBEBASAN DALAM LONTAR
SANGHYANG
MAHÃJÑANA. Jñānasiddhânta:
Jurnal Teologi Hindu, 2(1).
Wulandari, N. P. A. D., & Untara, I. M. G.
S. (2020). NILAI-NILAI FILSAFAT
KETUHANAN DALAM TEKS
ĀDIPARWA. Genta Hredaya, 4(1).
Yogiswari, K. S. (2020). AGAMA DI
MATA KAUM MUDA: TINJAUAN
SUBJEKTIVISME SØREN A.
KIERKEGAARD. Genta
Hredaya, 3(1).

VIDYA DARŚAN | 113

Anda mungkin juga menyukai