Anda di halaman 1dari 25

Larangan Praktek Kartel Berdasarkan Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 Tentang


Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Studi Kasus Putusan No. 15/KPPU-I/2022 Tentang Dugaan Kelangkaan Minyak
Goreng)

Richan Simanjuntak
Maria Veronika Napitupulu
Angelos Gogo Siregar
Margaret Tacia Situmorang

Abstract

Abstrak
PENDAHULUAN dan sistem ekonomi sosialisme, yakni free
fight liberalism yang membenarkan
Pembangunan ekonomi telah
eksploitasi terhadap manusia dan etatisme,
menghasilkan banyak kemajuan yang
di mana negara beserta aparaturnya
salah satunya adalah meningkatnya
meminimumkan potensi dan daya kreasi
kesejahteraan rakyat. Kemajuan
unit ekonomi di luar sektor negara dan
pembangunan yang telah dicapai tersebut
pemusatan ekonomi pada salah satu
didorong dengan kebijakan pembangunan
kelompok yang bersifat monopoli yang
di berbagai bidang. Akan tetapi, peluang-
merugikan masyarakat.1
peluang usaha yang tercipta pada
kenyataannya belum membuat seluruh Dalam dunia usaha sekarang ini
masyarakat mampu dan dapat sesungguhnya banyak ditemukan
berpartisipasi dalam pembangunan di perjanjian-perjanjian dan kegiatan-
berbagai sektor ekonomi. kegiatan usaha yang mengandung unsur-
unsur yang kurang adil terhadap pihak
Sebagai negara hukum dan negara
yang ekonomi atau sosialnya lebih lemah
kesejahteraan, Indonesia bertujuan untuk
dengan dalih pemeliharaan persaingan
mencapai masyarakat yang adil dan
yang sehat. Terjadinya hal yang demikian
makmur secara materiil dan spiritual yang
itu antara lain disebabkan karena
dalam pelaksanaannya berdasarkan
kurangnya pemahaman kalangan pelaku
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
usaha terhadap Undang-Undang Nomor 5
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Republik Indonesia Tahun 1945
Sehat. Persaingan usaha merupakan
menetapkan bahwa sistem ekonomi yang
ekspresi kebebasan yang dimiliki setiap
dianut negara adalah ekonomi kerakyatan
individu dalam rangka bertindak untuk
atau demokrasi ekonomi yang bertujuan
melakukan transaksi perdagangan di pasar.
untuk mewujudkan kesejahteraan dan
Persaingan usaha diyakini sebagai
keadilan sosial sebagai cita-cita
mekanisme untuk dapat mewujudkan
pembangunan ekonomi. Untuk itu, dalam
efisiensi dan kesejahteraan masyarakat.
menyusun kebijakan perekonomian,
Bila persaingan dipelihara secara
negara harus senantiasa berusaha
konsisten, akan tercipta kemanfaatan bagi
menghilangkan ciri-ciri negatif yang
masyarakat konsumen, yaitu berupa
terkandung dalam sistem ekonomi liberal
1
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 4
pilihan produk yang variatif dengan harga di Indonesia pada tahun 2009 yang lalu.
pasar serta dengan kualitas tinggi.2 Kenaikan harga minyak goreng kemasan
mulai dirasakan masyarakat pada akhir
Indonesia, sebagai produsen kelapa
tahun 2021 yang lalu. Pada tahun 2021
sawit terbesar kedua di dunia, telah
terjadi praktik kartel minyak goreng yang
menguasai sebanyak 85% lebih pasar
didapati adanya 27 produsen/perusahaan
dunia kelapa sawit bersamaan dengan
yang diduga dengan sengaja melakukan
Malaysia.3 Kelapa sawit sendiri
perjanjian tertutup untuk melakukan
merupakan tanaman yang paling produktif
penimbunan minyak dan mematok harga
dengan produksi minyak per hektar yang
tertentu. Kasus 27 produsen/perusahaan
paling tinggi dari seluruh tanaman
diduga dengan Pelanggaran Pasal 5 dan 19
penghasil minyak nabati lainnya.4 Selain
Huruf C Undang-Undang Nomor 5 Tahun
itu, kelapa sawit merupakan komoditas
1999 tentang Penjualan Minyak Goreng
yang sangat potensial karena memiliki
Kemasan di Indonesia, (perkara nomor
banyak produk turunan dan/atau
15/KPPU-I/2022). Untuk mengantisipasi
sampingan yang bernilai komersial, yang
lonjakan harga minyak goreng yang
salah satunya merupakan minyak goreng
semakin meroket, pemerintah
hasil pengolahan kelapa sawit. Dari
mengeluarkan kebijakan Harga Eceran
minyak kelapa sawit tersebut (dikenal
Tertinggi (HET), di mana Kementerian
sebagai Crude Palm Oil (CPO) dalam
Perdagangan menetapkan kebijakan
bahasa Inggris), dihasilkan minyak goreng
domestic market obligation (DMO) dan
yang biasa digunakan oleh masyarakat
domestic price obligation (DPO) per 27
untuk mengolah bahan makanan mentah
Januari 2022 yang tertuang dalam
menjadi makanan yang dapat dikonsumsi
Peraturan Kementerian Perdagangan No. 1
langsung.
hingga 6 Tahun 2022. Pada awalnya,
Dengan adanya penguasaan pasar kebijakan tersebut diharapkan untuk
dunia kelapa sawit tersebut, persaingan menekan harga minyak goreng yang
usaha juga dapat terjadi dilihat dengan semakin tinggi. Namun pada
adanya praktik Kartel yang dilakukan oleh kenyataannya, kebijakan tersebut
20 produsen minyak goreng kelapa sawit menghilangkan minyak goreng di pasaran

2
Irna Nurhayati, 2011, Kajian Hukum Persaingan Usaha: Kartel Antara Teori dan Praktik, Jurnal Hukum
Bisnis, Yayasan Perkembangan Hukum Bisnis, No. 2, hlm. 6.
3
Iyung Pahan, 2008, Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir, Jakarta,
Penebar Swadaya, hlm. 1
4
Ibid., hlm. 2
dan menyebabkan permasalahan baru minyak goreng, sehingga terjadi
berupa kelangkaan minyak goreng. kelangkaan minyak goreng di masyarakat.
Apabila masyarakat memperoleh minyak
Akibat dari adanya permasalahan
goreng tersebut, maka dapat dipastikan
kelangkaan tersebut, Menteri Perdagangan
harga minyak goreng tersebut relatif lebih
mencabut Peraturan Kementerian
tinggi dan tidak sesuai dengan HET yang
Perdagangan No. 1 hingga 6 Tahun 2022
diberlakukan oleh pemerintah.
yang menyatakan bahwa harga minyak
Penyelidikan pun dilakukan untuk goreng kemasan akan mengikuti harga
mengetahui penyebab terjadinya mekanisme pasar. Setelah dicabutnya
kelangkaan minyak goreng tersebut. Salah Peraturan Kementerian Perdagangan
satu penyelidak tersebut dilakukan oleh tersebut, kehadiran minyak goreng
Ombudsman RI yang menyatakan bahwa seketika melimpah di pasaran. Keadaan ini
terdapat beberapa hal yang menyebabkan menyebabkan adanya beberapa spekulasi,
kenaikan harga minyak goreng, yaitu seperti adanya penimbunan, adanya
adanya ketidaksamaan data DMO minyak praktek Kartel, dan lain sebagainya.
sawit yang diberitahukan dengan realisasi; Kenaikan harga minyak goreng ini dirasa
kebijakan DMO tidak dibarengi dengan sangat membebankan masyarakat, terlebih
musyawarah antara eksportir jika kondisi seperti ini berkelanjutan maka
CPO/olahannya dengan produsen minyak akan terjadin inflasi yang tinggi.
goreng yang diduga terjadi aktivitas rumah Kelangkaan ini menjadikan neraca supply
tangga/pelaku UMKM meningkatkan stok dan demand menjadi tidak seimbang.
minyak goreng, serta adanya panic buying
Oleh karena itu, tujuan dari penulisan
di tengah masyarakat sedang dilanda
ini adalah untuk menganalisa bagaimana
pandemi Covid-19.5 Selanjutnya,
regulasi mengenai larangan praktek Kartel
penyelidikan juga dilakukan oleh Komisi
yang berlaku di Indonesia dan bagaimana
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
pengimplementasiannya terhadap Putusan
dengan hasil minyak goreng banyak
No. 15/KPPU-I/2022.
diserap oleh pelaku industri ketimbang
masyarakat umum serta adanya produsen
minyak goreng yang tidak taat aturan Bahan dan Metode
melakukan pengurangan jumlah produksi
1. Jenis Penelitian
5
Elsa Catriana, “Penyebab Minyak Goreng Sulit Ditemukan Di Pasaran Menurut Ombudsman,”
Industri.Kontan.Co.Id, last modified 2022, accessed April 1, 2022,
https://industri.kontan.co.id/news/penyebab-minyak-goreng-sulit-ditemukan-di-pasaran-menurut-ombudsman
Jenis penelitian ini yang digunakan hukum primer dan terdiri
dalam penelitian ini adalah dari literatur-literatur, buku-
penelitian hukum normatif yang buku yang berisi tentang
berfokus pada norma-norma pendapat-pendapat hukum.
hukum yang berlaku khususnya 3. Metode Pengumpulan Data
tentang ketentuan larangan praktek
Data dalam penelitian dikumpulkan
kartel di Indonesia dan
dengan cara Studi Kepustakaan.
penerapannya serta pengkajian
Studi Kepustakaan dilakukan
norma-norma hukum dilakukan
dengan cara mempelajari,
dengan meneliti data sekunder
membaca dan memahami buku-
sebagai data utama, sedangkan data
buku, peraturan perundang-
primer sebagai penunjang.
undangan dan pendapat-pendapat
2. Sumber-sumber Data sekunder yang erat kaitannya dengan materi
dalam penelitian ini bersumber yang diteliti.
dari:
4. Metode Analisis
a. Bahan Hukum Primer, yaitu
bahan-bahan hukum positif Data yang diperoleh dari penelitian

yang mengikat dan terdiri ini dibuat dan dianalisis secara

dari peraturan perundang- deskriptif kualitatif, yaitu semua

undangan: data yang diperoleh dianalisis

i. Undang-Undang secara utuh sehingga memperoleh

Nomor 5 Tahun gambaran yang sistematis dan

1999 tentang faktual. Setelah dianalisis, penulis

Larangan Praktek menarik kesimpulan dengan

Monopoli dan menggunakan metode berfikir

Persaingan Usaha deduktif, yaitu suatu pola berpikir

Tidak Sehat; yang mendasarkan pada hal-hal

ii. Putusan No. yang bersifat umum kemudian

15/KPPU-I/2022. ditarik kesimpulan yang bersifat

b. Bahan Hukum Sekunder, khusus.

yaitu bahan yang digunakan


untuk memberikan
HASIL DAN PEMBAHASAN
penjelasan mengenai bahan
Regulasi / Ketentuan Mengenai sama yang dilakukan oleh Kartel sendiri
Larangan Praktek Kartel di Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa metode,
seperti mengatur produksi, menetapkan
Berdasarkan Pasal 11 UU No. 5
harga secara horizontal, kolusi tender,
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
membagi wilayah, membagi konsumen
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
dengan cara non-teritorial, serta membagi
Sehat (“UU Persaingan Usaha”) mengatur
pangsa pasar.7
mengenai Kartel yang menyatakan bahwa
“pelaku usaha dilarang membuat Berdasarkan Kamus Lengkap
perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk Ekonomi Edisi Kedua yang disusun oleh
melakukan kerja sama dengan membentuk Christopher dan Bryan Lowes, cartel atau
gabungan atau perseroan yang lebih Kartel merupakan suatu bentuk
besar, dengan tetap menjaga dan persekongkolan antar pemasok dengan
mempertahankan kelangsungan hidup tujuan melakukan pencegahan persaingan
masing-masing perusahaan atau sesama pemasok untuk keseluruhan
perseroan anggotanya, yang bertujuan maupun sebagian. Kartel dapat dilakukan
untuk mengontrol produksi dan/atau dalam beberapa bentuk, contohnya adalah
pemasaran atas barang dan/atau jasa, para pemasok dapat mengatur para agen
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya penjual tunggal yang membeli semua
praktek monopoli dan/atau persaingan produk dengan harga yang telah disetujui
usaha tidak sehat.” Pengaturan selanjutnya sebelumnya serta membuat pengaturan
mengenai Kartel pun telah ditetapkan terkait pemasaran produk dengan
dalam Pengaturan Komisi Pengawasan terkoordinasi. Selain itu bentuk lainnya
Persaingan Usaha No. 4 Tahun 2010 adalah para pemasok membuat suatu
tentang Kartel (“Pedoman Kartel”). Tidak perjanjian penentuan harga jual yang sama
hanya pada UU Persaingan Usaha, atas produk mereka, dengan tujuan untuk
Pedoman Kartel juga memberikan definisi menghilangkan persaingan harga, tetapi
Kartel sebagai kerja sama antara pesaing tetap bersaing dalam merebut pangsa pasar
perusahaan yang bertujuan untuk berdasarkan strategi pembedaan produk.8
menetapkan harga suatu barang dan/atau Dapat dikatakan bahwa suatu kegiatan
jasa dan mengatur jumlah produksinya merupakan perilaku Kartel karena
agar memperoleh keuntungan lebih.6 Kerja memiliki suatu perjanjian, baik secara
6
Pedoman Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Kartel, hlm. 8.
7
Ibid.
8
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 32-33.
tertulis maupun tidak tertulis, antara ekonomi. Dapat disimpulkan
pelaku usaha untuk menguasai pangsa bahwa subjek hukum pada praktik
pasar dengan barang dan/atau jasa milik Kartel bisa berupa orang
mereka melalui pengaturan jumlah perorangan maupun badan usaha
produksi dan pemasaran produk, sehingga yang didirikan dan berkedudukan
mempengaruhi harga pasarnya. atau melakukan kegiatan usaha
dalam wilayah Indonesia.
Dalam Pasal 11 UU Persaingan
Sementara itu, dari bunyi Pasal
Usaha, terdapat beberapa unsur yang harus
tersebut diketahui pula bahwa
dipenuhi dalam menentukan suatu
badan usaha asing tidak dapat
kegiatan termasuk ke dalam unsur Kartel
menjadi subjek hukum UU
atau bukan. Beberapa unsur yang terdapat
Persaingan Usaha. Oleh karena itu,
dalam Pasal 11 UU Persaingan Usaha
badan usaha asing dalam praktik
antara lain adalah sebagai berikut.9
kartel tidak dapat dijerat dengan
1. Unsur Pelaku Usaha peraturan dalam UU Persaingan

Dalam UU Persaingan Usaha.

Usaha, subjek hukum pada 2. Unsur Perjanjian


perjanjian yang dilarang, termasuk
Definisi dari perjanjian
Kartel, adalah pelaku usaha. Pelaku
telah diatur dalam Pasal 1 angka 7
usaha diatur pada Pasal 1 angka (5)
UU Persaingan Usaha, yakni
UU Persaingan Usaha di mana
“Perjanjian adalah suatu
pelaku usaha merupakan setiap
perbuatan satu atau lebih pelaku
orang perorangan atau badan
usaha untuk mengikatkan diri
usaha, baik yang berbentuk badan
terhadap satu atau lebih pelaku
hukum atau bukan badan hukum
usaha lain dengan nama apa pun,
yang didirikan dan berkedudukan
baik tertulis maupun tidak tertulis.”
atau melakukan kegiatan dalam
Perjanjian yang dimaksud pada
wilayah hukum negara Republik
Pasal 11 UU Persaingan Usaha ini
Indonesia, baik sendiri maupun
merupakan perjanjian Kartel, di
bersama-sama melalui perjanjian,
mana perjanjian ini termasuk
menyelenggarakan berbagai
sebagai tindakan bersama
kegiatan usaha dalam bidang
9
Udin Silalahi dan Isabella Cynthia Edgina, “Pembuktian Perkara Kartel di Indonesia dengan Menggunakan
Bukti Tidak Langsung (Indirect Evidence),” Jurnal Yudisial, Vol. 10, No. 3, (Desember, 2017), hlm. 324
(concerted action) yang dilakukan 4. Unsur Bermaksud
oleh pelaku usaha, baik secara Mempengaruhi Harga
horizontal maupun vertikal, yang
Yang dimaksud dengan
memiliki sifat sukarela dan
"Unsur Bermaksud Mempengaruhi
bertujuan untuk mencegah ataupun
Harga" mengartikan bahwa Kartel
mengurangi persaingan di antara
dilakukan dengan tujuan untuk
pelaku usaha tersebut.10
mengatur suatu produksi dan/atau
3. Unsur Pelaku Usaha Pesaing pemasaran suatu barang dan/atau
jasa, sehingga dapat
Unsur ini dapat diartikan
mengakibatkan adanya perubahan
sebagai pelaku usaha yang
harga yang dapat diatur oleh pelaku
memiliki pangsa pasar yang sama
usaha anggota Kartel.12
dengan pelaku usaha lainnya, atau
yang dapat pula dikenal dengan 5. Unsur Mengatur Produksi
pasar bersangkutan.11 Pasal 1 angka dan/atau Pemasaran
10 UU Persaingan Usaha
Unsur ini menjelaskan
menyatakan bahwa “Pasar
bahwa pelaku usaha yang mengatur
bersangkutan adalah pasar yang
produksi dan/atau pemasaran
berkaitan dengan jangkauan atau
merupakan kegiatan yang
daerah pemasaran tertentu oleh
menentukan seberapa banyak
pelaku usaha atas barang dan/atau
produk yang diproduksi, baik untuk
jasa yang sama atau sejenis atau
seluruh anggota Kartel maupun
substitusi dari barang dan atau
sebagian, serta mengatur seberapa
jasa tersebut”. Berdasarkan
banyak jumlah produk yang
definisi tersebut, pelaku usaha
diedarkan dalam suatu wilayah
pesaing dapat dikatakan sebagai
tertentu.13
pelaku usaha lainnya yang
memiliki suatu barang dan/atau 6. Unsur Barang dan/atau Jasa

jasa sejenis pada suatu daerah Berdasarkan Pasal 1 angka


pemasaran yang sama. 16 UU Persaingan Usaha,
10
Veri Antoni, “Penegakan Hukum atas Perkara Kartel di Luar Persekongkolan Tender di Indonesia,” MIMBAR
HUKUM, Vol. 31, No. 1, (Februari, 2019), hlm. 99.
11
Khoirul Anwar, “Praktek Gharar Pada Pelaku Usaha Sistem Kartel Dalam Tinjauan Hukum Islam,” Jurnal
Ekonomi Syariah, Vol. 1, No. 2, (Maret, 2022), hlm. 92.
12
Pedoman Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999, hlm. 16.
13
Ibid.
dijelaskan definisi dari barang, terjadinya praktek monopoli karena
yakni “Barang adalah setiap pemusatan kekuatan ekonomi yang
benda, baik berwujud maupun dilakukan oleh pelaku usaha
tidak berwujud, baik bergerak dengan menguasai suatu produk
maupun tidak bergerak, yang dan/atau jasa tertentu dalam suatu
dapat diperdagangkan, dipakai, pasar dilakukan perjanjian tertutup
dipergunakan, atau dimanfaatkan antar pelaku usaha untuk
oleh konsumen atau pelaku usaha.” memonopoli pasar.14
Sedangkan Jasa pada Pasal 1
8. Unsur Dapat Mengakibatkan
angka 17 menyebutkan bahwa
Persaingan Usaha Tidak Sehat
“Jasa adalah setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi Persaingan usaha tidak

yang diperdagangkan dalam sehat telah didefinisikan dalam

masyarakat untuk dimanfaatkan Pasal 1 angka 6 UU Persaingan

oleh konsumen atau pelaku usaha.” Usaha, yakni “Persaingan usaha


tidak sehat adalah persaingan
7. Unsur Dapat Mengakibatkan
antar pelaku usaha dalam
Terjadinya Praktek Monopoli
menjalankan kegiatan produksi
Dalam Pasal 1 angka 2 UU dan/atau pemasaran barang atau
Persaingan Usaha mengatur jasa yang dilakukan dengan cara
mengenai definisi dari praktek tidak jujur atau melawan hukum
monopoli, yakni “Praktek atau menghambat persaingan
monopoli adalah pemusatan usaha.” Pada dasarnya, Kartel
kekuatan ekonomi oleh satu atau merupakan suatu perjanjian berupa
lebih pelaku usaha yang kerja sama antara beberapa pelaku
mengakibatkan dikuasainya usaha yang dilakukan untuk
produksi dan/atau pemasaran atas mendapat keuntungan lebih dengan
barang dan/atau jasa tertentu menggunakan cara yang tidak
sehingga menimbulkan persaingan jujur, sehingga dapat menghambat
usaha tidak sehat dan dapat persaingan usaha dan menimbulkan
merugikan kepentingan umum.” persaingan usaha tidak sehat.15
Kartel dapat mengakibatkan

14
Ibid., hlm. 16-17.
15
Ibid., hlm. 17.
Selain ketentuan mengenai lain. Kelima adalah Pasal 12 UU
larangan praktik Kartel yang terdapat pada Persaingan Usaha. Pasal 12 merupakan
Pasal 11 UU Persaingan Usaha, terdapat wujud penggabungan perusahaan untuk
beberapa ketentuan mengenai larangan menjaga kelangsungan perusahaan yang
Praktik Kartel lainnya. Pertama adalah menjadi anggota di dalamnya. Hal ini
Pasal 5 UU Persaingan Usaha. Pasal 5 berbeda dengan Pasal 11 yang hanya
dalam hal ini mengatur mengenai pelaku menyepakati dilakukannya koordinasi
usaha yang melakukan perjanjian dalam dalam melakukan produksi. Keenam
menetapkan harga, sementara Pasal 11 adalah Pasal 22 UU Persaingan Usaha.
mengatur mengenai pelaku usaha yang Perbedaannya adalah Pasal 22 mengatur
mempengaruhi harga dengan mengatur mengenai persekongkolan dalam
produksi dan atau pemasaran suatu barang menentukan pemenang tender, sedangkan
dan atau jasa. Kedua adalah Pasal 7 UU Pasal 11 merupakan persekongkolan
Persaingan Usaha. Perbedaannya dengan dalam mengatur jumlah produksi dan
Pasal 11, Pasal 7 memiliki tujuan untuk pemasaran. Ketujuh adalah Pasal 24 UU
mematikan pesaing lainnya atau Persaingan Usaha. Pasal 24 berfokus pada
mengurangi persaingan dengan tujuan persekongkolan untuk menghambat
menetapkan harga di bawah harga pasar. produksi barang atau jasa pesaingnya.
Ketiga adalah Pasal 9 UU Persaingan Akan tetapi, perbuatan pada Pasal 11
Usaha. Pasal 9 memiliki tujuan yang
berbeda dengan Pasal 11, yaitu bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau
alokasi pasar dan tidak mensyaratkan
adanya kesepakatan produksi barang dan
jasa seperti pada Pasal 11. Keempat
adalah Pasal 10 UU Persaingan Usaha.
Pasal 10 dan Pasal 11 memiliki kesamaan
dalam hal mempengaruhi jumlah barang
yang beredar di pasar. Namun
perbedaannya terletak pada Pasal 11
merupakan bentuk kesepakatan pelaku
usaha untuk mengatur produksi, sementara
Pasal 10 adalah bentuk kesepakatan pelaku
usaha untuk menghambat pelaku usaha
maupun Pasal 24 memiliki kesamaan dalam mengatur jumlah barang atau jasa di
pasar.16

1. Pembuktian (rule of reason)

Dalam rangka melakukan pencegahan dan pengawasan terjadinya praktik


monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, KPPU memiliki beberapa
fungsi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 36 UU Nomor 5 tahun 1999,
yang mempunyai kewenangan melakukan penegakan hukum perkara kartel
baik berdasarkan atas inisiatif KPPU sendiri atau atas dasar laporan dari
masyarakat.17 KPPU mengenal 2 (dua) macam pendekatan dalam
menentukan hambatan dalam suatu pasar yaitu dengan pendekatan yang
disebut dengan Per se Illegal (per se violations atau per se rule) dan
pendekatan Rule of Reason.18 Kedua metode pendekatan tersebut memiliki
perbedaan yang juga terdapat dalam UU Persaingan Usaha. Hal ini dapat dilihat dari
ketentuan Pasal-pasalnya yang mencantumkan kata-kata “yang dapat mengakibatkan”
dan/atau “patut diduga”. Kata-kata tersebut dapat mmenyiratkan bahwa suatu
tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan
atau dengan kata lain pendekatan rule of reason. Sedangkan penerapan pendekatan
per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal-pasal yang menyatakan istilah
“dilarang”, tanpa adanya kalimat “...yang dapat mengakibatkan...”. Dalam perkara
kartel yang diputus KPPU, bukti tidak langsung dapat digunakan sebagai alat bukti,
tetapi harus tetap didukung dengan alat bukti langsung karena dalam Pelaksanaan
Pedoman pasal 11 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun
2010 menyebutkan bahwa untuk membuktikan telah terjadi kartel dalam suatu
industri, KPPU harus berupaya memeroleh satu atau lebih alat bukti.

2. Sanksi

16
Pedoman Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Kartel, hlm. 17-19.
17
MARHAENI, Luh Mita; OKA PARWATA, Anak Agung Gde. PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
(KPPU) DALAM MENCEGAH TERJADINYA PRAKTEK MONOPOLI MELALUI KARTEL.Kertha Semaya : Journal Ilmu
Hukum, [S.l.], p. 1-5, mar. 2018. ISSN 2303-0569
18
Simbolon, A. (2013). Pendekatan yang Dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Menentukan
Pelanggaran dalam Hukum Persaingan Usaha. Ius Quia Iustum Law Journal, 20(2), 186-206
Analisis Putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indonesia Perkara
No. 15/KPPU-I/2022 Tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU
Persaingan Usaha

Putusan No. 15/KPPU-I/2022 merupakan perkara mengenai pemeriksaan terhadap 27


Perseroan Terbatas yang dilakukan berdasarkan adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 dan
Pasal 19 huruf c UU Persaingan Usaha dalam penjualan minyak goreng kemasan di
Indonesia. Dugaan tersebut didasarkan pada adanya kenaikan harga minyak goreng di
Indonesia per bulan September 2021, sebagaimana dapat dilihat pada Grafik 1 di bawah ini.

Grafik 1 (Sumber: PIHPS diolah)

Perkembangan Harga Minyak Goreng Kemasan 1 Kg Bermerek

Berdasarkan grafik tersebut, diketahui adanya kenaikan harga minyak goreng kemasan
sebesar 54% (lima puluh empat persen) di pasar tradisional dan sebesar 60% (enam puluh
persen) di pasar modern selama periode bulan Januari 2021 hingga Mei 2022.

Kerangka analisis:
1. Latar belakang perkara

Dugaan praktik Kartel yang dilakukan oleh 27 perusahaan telah dilakukan proses
hukum oleh KPPU sebagaimana tercatat dalam perkara No. 15/KPPU-I/2022 yang
kemudian disebut dengan perkara kartel minyak goreng. Pihak terlapor dalam Perkara
Nomor 15/KPPU-I/2022 adalah: PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta
Terpadu, PT Berlian Ekasakti Tangguh, PT Bina Karya Prima, PT Incasi Raya, PT
Selago Makmur Plantation, PT Agro Makmur Raya, PT Indokarya Internusa, PT
Intibenua Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT
Musim Mas, PT Sukajadi Sawit Mekar, PT Pacific Medan Industri, PT Permata Hijau
Palm Oleo, PT Permata Hijau Sawit, PT Primus Sanus Cooking Oil Industrial, PT
Salim Ivomas Pratama, Tbk, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, PT
Budi Nabati Perkasa, PT Tunas Baru Lampung, Tbk, PT Multi Nabati Sulawesi, PT
Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Cahaya Indonesia, PT
Wilmar Nabati Indonesia.

Saat ini sedang dilakukan proses sidang pemeriksaan perkara yang melibatkan 27
kelompok pelaku usaha sebagai terlapor di Indonesia yang diduga melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU Persaingan Usaha.
Dalam prosesnya ditemukan tujuh perusahaan itu dinyatakan tidak mematuhi
kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng
yang mana para pelaku diduga sengaja melakukan penurunan volume produksi atau
penjualan, sehingga terjadi kelangkaan minyak goreng.

Adapun struktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli
ketat dengan dikuasai empat grup pelaku usaha sebesar 71,52%. Namun pada saat
kebijakan HET dicabut, pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar,
tetapi dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya
kebijakan HET. Ketidakpatuhan ini yang menimbulkan kelangkaan minyak goreng
yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat. Perilaku
pelaku usaha yang tidak jujur ini menghambat persaingan usaha yang sehat dalam
melakukan kegiatan produksi atau pemasaran minyak goreng.

2. Pertimbangan KPPU
Bahwa melihat dari pertimbangan Majelis Komisi terhadap perkara a quo, maka kami
mengkaji dari pertimbangan Majeli terhadap unsur pasalnya. Adapun pertimbangan
Majelis Komisi dalam perkara ini adalah sebagai berikut:
A. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999
Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran
Pasal 5 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi
mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut:
1) Unsur Pelaku Usaha
9.5.1. Bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah “setiap orang perorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”;
9.5.2. Bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara a quo adalah Terlapor I
sampai dengan Terlapor XXVII yang masing-masing adalah badan usaha yang
berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan serta melakukan kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia
sebagaimana diuraikan pada bagian Tentang Hukum butir 1.1 sampai dengan butir
1.27 tentang Identitas para Terlapor;
9.5.3. Bahwa dengan demikian, unsur pelaku usaha terpenuhi.
2) Unsur Pelaku Usaha Pesaing;
9.6.1. Bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagaimana telah
diuraikan dalam butir 9.5.1. di atas
9.6.2. Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga), Pelaku Usaha Pesaing adalah pelaku usaha
lain dalam pasar bersangkutan yang sama.
9.6.3. Bahwa pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak
goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia
sebagaimana diuraikan pada Bagian Tentang Hukum butir 4 tentang Pasar
Bersangkutan.
9.6.4 Bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara a quo adalah Terlapor I
s/d Terlapor XXVII yang masing masing adalah badan usaha yang berbentuk
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan serta melakukan kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia
sebagaimana diuraikan pada bagian Tentang Hukum butir 1.1 sampai dengan
butir 1.27 tentang Identitas para Terlapor;
9.6.5 Bahwa kegiatan usaha dalam bidang ekonomi yang dilakukan oleh para
Terlapor dalam pasar bersangkutan yang sama adalah kegiatan produksi dan
penjualan minyak goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit;
9.6.6 Bahwa dengan demikian, unsur pelaku usaha pesaing terpenuhi.
3) Unsur Barang dan/atau Jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan
dalam pasar bersangkutan yang sama;
9.7.1. Unsur barang dan/atau jasa
a. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, yang dimaksud dengan barang adalah ”setiap benda, baik berwujud
maupun tidak berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau
pelaku usaha”;
b. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, yang dimaksud dengan Jasa adalah “setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan diperdagangkan atau dalam presentasi masyarakat yang untuk
dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha”;
c. Bahwa dalam perkara a quo, produk dalam pasar bersangkutan termasuk dalam
kategori barang sebagaimana dimaksud pada butir a di atas yaitu berupa minyak
goreng kemasan berbahan baku kelapa sawit yang dapat dikategorikan sebagai
benda berwujud dan merupakan barang bergerak yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha;
d. Bahwa dengan demikian, unsur barang dan/atau jasa terpenuhi.

9.7.2. Unsur Konsumen atau Pelanggan;


a. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, yang dimaksud dengan Konsumen adalah “setiap pemakai dan/atau
pengguna barang dan/atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk
kepentingan pihak lain”;
b. Bahwa berdasarkan fungsi dan karakter produknya, minyak goreng memiliki
fungsi dan kegunaan sebagai komponen pendukung dalam pembuatan makanan.
Selanjutnya dalam rantai penjualannya, minyak goreng sebagain besar dijual
menggunakan atau melalui distributor dan selanjutnya masyarakat
mendapatkannya melalui pembelian di tempat retailer. Oleh karena setiap
kenaikan harga jual yang ditetapkan oleh produsen tentu akan berdampak pada
kenaikan harga yang harus dibayar di tingkat distributor atau retailer selaku
konsumen atau pelanggan dari para produsen yang menjual produk minyak
Selanjutnya goreng kemasan tersebut. kenaikan harga tersebut akan berdampak
lanjut pada kenaikan harga yang harus dibayar oleh masyarakat selaku konsumen
akhir;
c. Bahwa dengan demikian, unsur konsumen atau pelanggan terpenuhi.

9.7.3. Unsur Pasar Bersangkutan;


a. Bahwa yang dimaksud dengan pasar bersangkutan dalam Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah ”pasar yang berkaitan dengan
jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan/atau
jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan/atau jasa tersebut”;
b. Bahwa pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak
goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia,
sebagaimana telah diuraikan pada Bagian Tentang Hukum butir 4 Tentang Pasar
Bersangkutan;
c. Bahwa dengan demikian, unsur pasar bersangkutan terpenuhi.

9.8. Unsur Perjanjian untuk menetapkan harga;

9.8.1. Unsur Perjanjian


a. Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka
7 Undang undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah ” suatu perbuatan satu atau lebih
pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain
dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis”;
b. Bahwa perjanjian penetapan harga dapat berbentuk perjanjian tertulis maupun
perjanjian tidak tertulis. Perjanjian penetapan harga juga dapat berupa perjanjian
harga langsung maupun perjanjian harga tidak langsung;
c. Bahwa Majelis Komisi tidak menemukan alat bukti yang cukup untuk
membuktikan adanya bukti langsung atau hard evidence berupa perjanjian tertulis
maupun perjanjian harga langsung yang disepakati oleh para Terlapor dalam
perkara a quo sebagaimana diuraikan pada bagian Tentang Hukum butir 6 tentang
Perjanjian Penetapan Harga Minyak Goreng;
d. Bahwa selanjutnya Majelis Komisi menilai terkait perjanjian tidak tertulis dan
perjanjian harga tidak langsung dengan melakukan analisis terhadap bukti-bukti
tidak langsung (indirect evidence) berupa bukti ekonomi dan bukti komunikasi;
e. Bahwa Majelis Komisi menilai perjanjian tidak tertulis berdasarkan bukti
komunikasi dalam pertemuan-pertemuan dalam asosiasi GIMNI sebagaimana
didalilkan dalam LDP, tidak secara eksplisit mengagendakan atau membahas
mengenai kesepakatan penetapan harga. Selain itu, tidak ditemukan adanya hard
evidence beruparisalah rapat asosiasi yang secara langsung maupun tidak
langsung menyepakati mengenai harga jual minyak goreng kemasan dalam
periode dugaan pelanggaran;
f. Bahwa dengan demikian, unsur perjanjian tidak terpenuhi

9.8.2. Unsur Menetapkan Harga.


a. Bahwa harga merupakan pembayaran sebagai imbalan untuk barang dan/atau
jasa.
b. Bahwa penetapan harga dalam konteks Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 merupakan penetapan harga antara pelaku usaha dengan pelaku
usaha pesaing yang bersifat horizontal yang secara empiris akan menghasilkan
harga yang terlalu tinggi, dan harga tersebut bukan merupakan harga pasar yang
diperoleh melalui mekanisme persaingan;
c. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, yang dimaksud dengan harga pasar adalah “harga yang dibayar
dalam transaksi barang dan atau jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di
pasar bersangkutan”
d. Bahwa berdasarkan hasil uji statistik berupa regresi panel terhadap pergerakan
kenaikan harga minyak goreng kemasan para Terlapor pada periode pelanggaran
menunjukkan hasil korelasi yang signifikan;
e. Majelis Komisi menilai terdapat kenaikan harga secara signifikan baik minyak
goreng kemasan sederhana maupun minyak goreng kemasan premium yang
dilakukan secara bersama-sama oleh para Terlapor (paralel pricing) selama
periode dugaan pelanggaran;
f. Majelis Komisi menilai kenaikan harga yang signifikan tersebut yang
dipengaruhi oleh variabel input yaitu kenaikan harga CPO. Harga CPO yang diuji
adalah harga CPO yang dihitung berdasarkan harga KPBN maupun harga riil
masing-masing Terlapor, yang dihitung pada periode pelanggaran maupun
periode 1 (satu) bulan sebelumnya;
g. Bahwa Majelis Komisi menilai rasio kenaikan harga jual minyak goreng
kemasan sederhana maupun minyak goreng kemasan premium masing-masing
Terlapor lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan harga CPO yang diuji
sebagaimana diuraikan pada Bagian Tentang Hukum butir 6 tentang Perjanjian
Penetapan Harga Minyak Goreng Kemasan;
h. Bahwa berdasarkan hasil uji rasio antara variabel input dan variabel output,
Majelis Komisi menilai tidak terdapat harga maupun keuntungan yang eksesif
yang ditetapkan oleh masing-masing Terlapor selama periode dugaan
pelanggaran;
i. Bahwa dengan demikian, unsur menetapkan harga tidak terpenuhi.
9.8.3. Bahwa berdasarkan uraian pemenuhan unsur-unsur di atas, unsur perjanjian
untuk menetapkan harga tidak terpenuhi.

B. Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran


Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis Komisi
mempertimbangkan unsur- unsur sebagai berikut:
10.3. Unsur Pelaku Usaha; -----------------------------------------------------
10.3.1. Bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha berdasarkan ketentuan Pasal
1 angka 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagaimana telah
diuraikan dalam butir 9.5.1. di atas” ---------------
10.3.2. Bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara a quo adalah Terlapor I
sampai dengan Terlapor XXVII yang masing-masing adalah badan usaha yang
berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan serta melakukan
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia sebagaimana diuraikan pada bagian Tentang Hukum butir 1.1 sampai
dengan butir 1.27 tentang Identitas para Terlapor. --------------------------------------
10.3.3. Bahwa dengan demikian, unsur pelaku usaha terpenuhi.

10.4. Unsur Baik Sendiri Maupun Bersama Pelaku Usaha Lain;


10.4.1. Bahwa Majelis Komisi menilai kegiatan yang dilarang dalam Pasal 19
huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dilakukan baik oleh pelaku
usaha yang menyalahgunakan kekuatan pasar yang dimilikinyadalam pasar
bersangkutan maupun oleh pelaku usaha yang masih berupaya untuk menguasai
pasar bersangkutan; -------------------------------------------------
10.4.2. Bahwa Majelis Komisi menilai penerapan ketentuan Pasal 19 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 secara umum tidak tergantung pada pemenuhan
batas pangsa pasar tertentu dalam struktur pasar tertentu seperti halnya penerapan
pasal-pasal yang melarang monopoli, monopsoni, oligopoli, oligopsoni dan
penyalahgunaan posisi dominan ; -----------------------------------------------
10.4.3. Bahwa Majelis Komisi menilai upaya untuk menguasai pasar bersangkutan
tersebut dapat dilakukan oleh pelaku usaha baik sendiri maupun bersama pelaku
usaha lain; -----------------------------------------------------
10.4.4. Bahwa Majelis Komisi menilai kegiatan yang dilakukan sendiri oleh
pelaku usaha merupakan keputusan dan perbuatan independen tanpa bekerjasama
dengan pelaku usaha lain dalam pasar bersangkutan yang sama. Sedangkan
kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh beberapa pelaku usaha melalui perilaku yang paralel (paralel
conduct) baik yang disepakati dalam perjanjian maupun tidak.
-----------------------------------
10.4.5. Bahwa Majelis Komisi telah melakukan penilaian terhadap kemampuan
masing-masing Terlapor secara sendiri-sendiri untuk membatasi peredaran
dan/atau penjualan minyak goreng kemasan sebagaimana diuraikan pada bagian
Tentang Hukum butir 7 tentang Pembatasan Peredaran dan/atau Penjualan Minyak
Goreng Kemasan.
10.4.6. Bahwa dengan demikian, unsur baik sendiri maupun bersama pelaku usaha
lain terpenuhi;
10.5. Unsur Melakukan Satu atau Beberapa Kegiatan Berupa Membatasi
Peredaran dan/atau Penjualan Barang dan/atau Jasa pada Pasar Bersangkutan;
10.5.1. Unsur Barang dan/atau Jasa;
a. Bahwa yang dimaksud dengan barang dalam Pasal 1 angka 16 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah ”setiap benda, baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha”;
----------------------------------------------------
b. Bahwa yang dimaksud dengan jasa dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 adalah ”setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen atau pelaku usaha”; -------------------------------------
c. Bahwa dalam perkara a quo, produk dalam pasar bersangkutan termasuk dalam
kategori barang sebagaimana dimaksud pada butir a di atas yaitu berupa minyak
goreng kemasan berbahan baku kelapa sawit yang dapat dikategorikan sebagai
benda berwujud dan merupakan barang bergerak yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.
-------------------------------------
d. Bahwa dengan demikian, unsur barang dan/atau jasa terpenuhi;
10.5.2. Unsur Pasar Bersangkutan; ---------------------------------
a. Bahwa yang dimaksud dengan pasar bersangkutan dalam Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana telah diuraikan pada butir
9.7.3. huruf a di atas;
b. Bahwa pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak
goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia,
sebagaimana telah diuraikan pada Bagian Tentang Hukum butir 5 tentang Pasar
Bersangkutan; -------------------------------------------
c. Bahwa dengan demikian, unsur pasar bersangkutan terpenuhi;
------------------------------
10.5.3. Unsur Melakukan Satu atau Beberapa Kegiatan Berupa Membatasi
Peredaran dan/atau Penjualan;
a. Berdasarkan keterangan Ahli Hukum Universitas Brawijaya Sdri Prof. Dr
Sukarmi S.H., M.Hum yang pada pokoknya menyatakan bahwa membatasi
peredaran adalah kegiatan yang dilakukan pelaku usaha dengan tujuan untuk
mengendalikan distribusi atau wilayah peredaran barang dan/atau jasa yang dapat
menimbulkan kelangkaan; ----------
b. Bahwa implementasi kegiatan usaha para Terlapor dalam rangka menjual
produk yang diproduksinya kepada konsumen dapat dikategorikan sebagai satu
atau beberapa kegiatan mendistribusikan, mengedarkan dan atau menjual produk
minyak goreng kemasan baik secara langsung maupun melalui distributor
dan/atau peritel kepada konsumen; -------------------------------------------------
c. Bahwa Majelis Komisi melakukan analisis perbandingan volume CPO yang
dimiliki dengan volume produksi masing-masing Terlapor pada periode dugaan
pelanggaran dan sebelum dugaan pelanggaran. Berdasarkan rasio input dan
output, terjadi penurunan rasio volume CPO dan volume produksi minyak goreng
selama periode pelanggaran dibandingkan dengan sebelum periode pelanggaran.
Hal ini membuktikan tidak semua CPO yang dialokasikan untuk produksi minyak
goreng diolah menjadi minyak goreng karena terjadi penahanan pengolahan
bahan baku kelapa sawit; ----------------
d. Bahwa Majelis Komisi melakukan pengujian pembatasan peredaran dan/atau
penjualan terhadap 27 (dua puluh tujuh) Terlapor dengan menganalisis
perbandingan rata-rata bulanan rasio volume produksi minyak goreng kemasan
sederhana dan/atau minyak goreng kemasan premium terhadap volume pembelian
CPO masing-masing Terlapor pada periode dugaan pelanggaran dan periode
sebelum dugaan pelanggaran, serta perbandingan rata-rata bulanan rasio volume
penjualan minyak goreng kemasan sederhana dan/atau minyak goreng kemasan
premium masing masing Terlapor pada periode dugaan pelanggaran dan periode
sebelum dugaan pelanggaran; -----------
e. Bahwa berdasarkan hasil analisis perbandingan volume penjualan minyak
goreng kemasan premium pada periode pelanggaran dan sebelum periode
pelanggaran, Majelis Komisi menyimpulkan terdapat penurunan volume produksi
dan atau penjualan minyak goreng kemasan sederhana dan atau kemasan
premium untuk 7 (tujuh) Terlapor yaitu Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V,
Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV; ----
f. Bahwa unsur melakukan satu atau beberapa kegiatan berupa membatasi
peredaran dan/atau penjualan terpenuhi untuk Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V,
Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV.
--------------------------------
10.5.4. Bahwa berdasarkan uraian pemenuhan unsur-unsur di atas, unsur
melakukan satu atau beberapa kegiatan berupa membatasi peredaran dan/atau
penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan terpenuhi;

10.6. Unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan/ atau


Persaingan Usaha Tidak Sehat; ----------------------------------
10.6.1. Bahwa yang dimaksud dengan praktek monopoli dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah ”pemusatan kekuatan ekonomi
oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”;
10.6.2. Bahwa yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat dalam Pasal 1
angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah ”persaingan antar pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau
jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha”; ---------------------------
10.6.3. Bahwa pada periode dugaan pelanggaran, telah terjadi kelangkaan minyak
goreng kemasan di berbagai provinsi di seluruh Indonesia;
------------------------------ 10.6.4. Bahwa perilaku para Terlapor yang melakukan
pembatasan produksi dan/atau penjualan minyak goreng kemasan baik sederhana
maupun premium pada periode dugaan pelanggaran telah mengakibatkan
terjadinya kelangkaan minyak goreng kemasan di pasar;
-----------------------------------------------------------
10.6.5. Bahwa kelangkaan minyak goreng kemasan baik sederhana maupun
kemasan pada periode pelanggaran, telah mengakibatkan terjadinya deadweight
loss yang merugikan baik produsen maupun konsumen;
10.6.6. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi dampak pelanggaran
Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berupa persaingan usaha
tidaksehat yang dilakukan oleh para Terlapor dengan cara tidak jujur dan
menghambat persaingan usaha sebagaimana diuraikan pada butir 8 bagian
Tentang Hukum tentang Analisis Dampak;
10.6.7. Bahwa dengan demikian, Unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek
Monopoli dan/ atau Persaingan Usaha Tidak Sehat terpenuhi.

Mempertimbangkan penjatuhan sanksi berupa tindakan administratif terhadap


Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor XXIII,
dan Terlapor XXIV berdasarkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 jo. PP Nomor 44 Tahun
2021 jo Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021;
a. mempertimbangkan untuk mengenakan sanksi administratif masing-masing
kepada Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX,
Terlapor XXIII dan Terlapor XXIV;
b.
3. Amar Putusan KPPU
Bahwa kami mengambil amar putusan yang hanya mencakup mengenai pertimbangan
pasal 5 dan pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Adapun amar mengenai hal tersebut dicantumkan dalam amar
putusan No. 15/KPPU-I/2022 nomor 1 sampai 3, yang berbunyi sebagai berikut:
MEMUTUSKAN
1) Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI,
Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor IX, Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, Terlapor
XIII, Terlapor XIV, Terlapor XV, Terlapor XVI, Terlapor XVII, Terlapor XVIII, Terlapor XIX,
Terlapor XX, Terlapor XXI, Terlapor XXII, Terlapor XXIII, Terlapor XXIV, Terlapor XXV,
Terlapor XXVI dan Terlapor XXVII tidak terbukti melanggar Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999;
2) Menyatakan Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapor
IX, Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, Terlapor XIII, Terlapor XIV, Terlapor XV,
Terlapor XVI, Terlapor XVII, Terlapor XIX, Terlapor XXI, Terlapor XXII, Terlapor XXV,
Terlapor XXVI dan Terlapor XXVII tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf c Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999;
3) Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor V, Terlapor XVIII, Terlapor XX, Terlapor
XXIII dan Terlapor XXIV secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf
c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
…………………………………………………………
4. Analisis amar putusan KPPU terhadap UU Persaingan Usaha
a. Penjabaran unsur Pasal 5
Bahwa sea
b. Penjabaran unsur Pasal 19 huruf c
c. Kaitan antara perkara dengan Pasal 11 tentang Kartel

A. Penjelasan Unsur Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999

Bahwa aturan mengenai monopoli dalam kasus ini, bahwa para Terlapor terbukti memang
adanya indikasi kearah perbuatan monopoli namun hal tersebut tidak bisa dibuktikan
karena unsur dalam pasal 5 tidak terbukti sebagaiman dituangkan dalam pertimbangan
Majelis Komisi dalam Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022, yang berbunyi sebagai berikut:

1) 9.8.1. Tidak Memenuhi Unsur Perjanjian


Bahwa sebagaimana dalam poin tersebut terutama dalam poin e hingga d yang pada
intinya menjelaskan bahwa Majelis Komisi tidak menemukan alat bukti yang langsung
(hard evidence) terkait perjanjian lisan atau tertulis.

2) 9.8.2. Unsur Penetapan Harga

Bahwa sebagaimana pertimbangan dalam poin h putusan a quo yang pada intinya
menyatakan para Terlapor tidak mendapat keuntungan yang eksesif yang ditetapkan oleh
masing-masing Terlapor selama periode dugaan pelanggaran. Sehingga oleh karena itu,
maka unsur tersebut tidak dapat membuktikan Para Terlapor melakukan perbuatan
monopoli.

B. Penjelasan Unsur Pasal 19 Huruf C Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022

Bahwa berdasarkan putusan Majelis Komisi, maka Para Terlapor dinyatakan melanggar
seluruh unsur pasal tersebut dikarenakan para Terlapor dengan cara tidak jujur dan
menghambat persaingan usaha. Namun, berdasarkan putusan Majelis Komisi dan salah
satu unsurnya yakni unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan/ atau
Persaingan Usaha Tidak Sehat, merupakan hal yang berbeda dengan pernyataan bahwa
Pihak Terlapor melakukan perbuatan monopoli.

C. Kaitan Perkara dengan Pasal 11 Kartel

Bahwa Para Terlapor juga tidak melakukan perbuatan kartel karena perubahan harga
minyak goreng dalam kasus tersebut bukan karena pengaruh pelaku usaha melainkan
karena keadaan pasar di minya dunia yang mengalami peningkatan harga secara drastis.
Hal tersebut dituangkan sebagaimana telah dijelaskan dalam pertimbangan Majelis
Komisi Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022 dalam poin 8.5.9 dan poin 8.5.10 yang
menyebutkan:

“8.5.9. Bahwa Majelis Komisi menilai kenaikan harga minyak goreng secara
bersama-sama yang dilakukan oleh para Terlapor tidak mengakibatkan terjadinya
surplus bagi para Terlapor selaku produsen.

8.5.10. Bahwa dengan demikian, dampak kenaikan harga minyak goreng kemasan
secara bersama-sama terhadap penurunan kesejahteraan konsumen maupun
kenaikan inflasi pada periode pelanggaran merupakan konsekuensi dari kenaikan
harga CPO yang merupakan bahan baku utama minyak goreng, namun bukan
disebabkan oleh perilaku anti persaingan berupa penetapan harga atau kartel harga
yang dilakukan oleh para Terlapor.”

Dengan penjelasan tersebut, maka perbuatan kartel yang dilakukan oleh Para Terlapor
tidak dapat teridentifikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 11 yang mana perbuatan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli karena pemusatan kekuatan
ekonomi yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan menguasai suatu produk dan/atau
jasa tertentu dalam suatu pasar.

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR RUJUKAN

Anda mungkin juga menyukai