Makalah Anti Monopoli Kasar
Makalah Anti Monopoli Kasar
Richan Simanjuntak
Maria Veronika Napitupulu
Angelos Gogo Siregar
Margaret Tacia Situmorang
Abstract
Abstrak
PENDAHULUAN dan sistem ekonomi sosialisme, yakni free
fight liberalism yang membenarkan
Pembangunan ekonomi telah
eksploitasi terhadap manusia dan etatisme,
menghasilkan banyak kemajuan yang
di mana negara beserta aparaturnya
salah satunya adalah meningkatnya
meminimumkan potensi dan daya kreasi
kesejahteraan rakyat. Kemajuan
unit ekonomi di luar sektor negara dan
pembangunan yang telah dicapai tersebut
pemusatan ekonomi pada salah satu
didorong dengan kebijakan pembangunan
kelompok yang bersifat monopoli yang
di berbagai bidang. Akan tetapi, peluang-
merugikan masyarakat.1
peluang usaha yang tercipta pada
kenyataannya belum membuat seluruh Dalam dunia usaha sekarang ini
masyarakat mampu dan dapat sesungguhnya banyak ditemukan
berpartisipasi dalam pembangunan di perjanjian-perjanjian dan kegiatan-
berbagai sektor ekonomi. kegiatan usaha yang mengandung unsur-
unsur yang kurang adil terhadap pihak
Sebagai negara hukum dan negara
yang ekonomi atau sosialnya lebih lemah
kesejahteraan, Indonesia bertujuan untuk
dengan dalih pemeliharaan persaingan
mencapai masyarakat yang adil dan
yang sehat. Terjadinya hal yang demikian
makmur secara materiil dan spiritual yang
itu antara lain disebabkan karena
dalam pelaksanaannya berdasarkan
kurangnya pemahaman kalangan pelaku
Pancasila dan Undang-Undang Dasar
usaha terhadap Undang-Undang Nomor 5
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Republik Indonesia Tahun 1945
Sehat. Persaingan usaha merupakan
menetapkan bahwa sistem ekonomi yang
ekspresi kebebasan yang dimiliki setiap
dianut negara adalah ekonomi kerakyatan
individu dalam rangka bertindak untuk
atau demokrasi ekonomi yang bertujuan
melakukan transaksi perdagangan di pasar.
untuk mewujudkan kesejahteraan dan
Persaingan usaha diyakini sebagai
keadilan sosial sebagai cita-cita
mekanisme untuk dapat mewujudkan
pembangunan ekonomi. Untuk itu, dalam
efisiensi dan kesejahteraan masyarakat.
menyusun kebijakan perekonomian,
Bila persaingan dipelihara secara
negara harus senantiasa berusaha
konsisten, akan tercipta kemanfaatan bagi
menghilangkan ciri-ciri negatif yang
masyarakat konsumen, yaitu berupa
terkandung dalam sistem ekonomi liberal
1
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 4
pilihan produk yang variatif dengan harga di Indonesia pada tahun 2009 yang lalu.
pasar serta dengan kualitas tinggi.2 Kenaikan harga minyak goreng kemasan
mulai dirasakan masyarakat pada akhir
Indonesia, sebagai produsen kelapa
tahun 2021 yang lalu. Pada tahun 2021
sawit terbesar kedua di dunia, telah
terjadi praktik kartel minyak goreng yang
menguasai sebanyak 85% lebih pasar
didapati adanya 27 produsen/perusahaan
dunia kelapa sawit bersamaan dengan
yang diduga dengan sengaja melakukan
Malaysia.3 Kelapa sawit sendiri
perjanjian tertutup untuk melakukan
merupakan tanaman yang paling produktif
penimbunan minyak dan mematok harga
dengan produksi minyak per hektar yang
tertentu. Kasus 27 produsen/perusahaan
paling tinggi dari seluruh tanaman
diduga dengan Pelanggaran Pasal 5 dan 19
penghasil minyak nabati lainnya.4 Selain
Huruf C Undang-Undang Nomor 5 Tahun
itu, kelapa sawit merupakan komoditas
1999 tentang Penjualan Minyak Goreng
yang sangat potensial karena memiliki
Kemasan di Indonesia, (perkara nomor
banyak produk turunan dan/atau
15/KPPU-I/2022). Untuk mengantisipasi
sampingan yang bernilai komersial, yang
lonjakan harga minyak goreng yang
salah satunya merupakan minyak goreng
semakin meroket, pemerintah
hasil pengolahan kelapa sawit. Dari
mengeluarkan kebijakan Harga Eceran
minyak kelapa sawit tersebut (dikenal
Tertinggi (HET), di mana Kementerian
sebagai Crude Palm Oil (CPO) dalam
Perdagangan menetapkan kebijakan
bahasa Inggris), dihasilkan minyak goreng
domestic market obligation (DMO) dan
yang biasa digunakan oleh masyarakat
domestic price obligation (DPO) per 27
untuk mengolah bahan makanan mentah
Januari 2022 yang tertuang dalam
menjadi makanan yang dapat dikonsumsi
Peraturan Kementerian Perdagangan No. 1
langsung.
hingga 6 Tahun 2022. Pada awalnya,
Dengan adanya penguasaan pasar kebijakan tersebut diharapkan untuk
dunia kelapa sawit tersebut, persaingan menekan harga minyak goreng yang
usaha juga dapat terjadi dilihat dengan semakin tinggi. Namun pada
adanya praktik Kartel yang dilakukan oleh kenyataannya, kebijakan tersebut
20 produsen minyak goreng kelapa sawit menghilangkan minyak goreng di pasaran
2
Irna Nurhayati, 2011, Kajian Hukum Persaingan Usaha: Kartel Antara Teori dan Praktik, Jurnal Hukum
Bisnis, Yayasan Perkembangan Hukum Bisnis, No. 2, hlm. 6.
3
Iyung Pahan, 2008, Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir, Jakarta,
Penebar Swadaya, hlm. 1
4
Ibid., hlm. 2
dan menyebabkan permasalahan baru minyak goreng, sehingga terjadi
berupa kelangkaan minyak goreng. kelangkaan minyak goreng di masyarakat.
Apabila masyarakat memperoleh minyak
Akibat dari adanya permasalahan
goreng tersebut, maka dapat dipastikan
kelangkaan tersebut, Menteri Perdagangan
harga minyak goreng tersebut relatif lebih
mencabut Peraturan Kementerian
tinggi dan tidak sesuai dengan HET yang
Perdagangan No. 1 hingga 6 Tahun 2022
diberlakukan oleh pemerintah.
yang menyatakan bahwa harga minyak
Penyelidikan pun dilakukan untuk goreng kemasan akan mengikuti harga
mengetahui penyebab terjadinya mekanisme pasar. Setelah dicabutnya
kelangkaan minyak goreng tersebut. Salah Peraturan Kementerian Perdagangan
satu penyelidak tersebut dilakukan oleh tersebut, kehadiran minyak goreng
Ombudsman RI yang menyatakan bahwa seketika melimpah di pasaran. Keadaan ini
terdapat beberapa hal yang menyebabkan menyebabkan adanya beberapa spekulasi,
kenaikan harga minyak goreng, yaitu seperti adanya penimbunan, adanya
adanya ketidaksamaan data DMO minyak praktek Kartel, dan lain sebagainya.
sawit yang diberitahukan dengan realisasi; Kenaikan harga minyak goreng ini dirasa
kebijakan DMO tidak dibarengi dengan sangat membebankan masyarakat, terlebih
musyawarah antara eksportir jika kondisi seperti ini berkelanjutan maka
CPO/olahannya dengan produsen minyak akan terjadin inflasi yang tinggi.
goreng yang diduga terjadi aktivitas rumah Kelangkaan ini menjadikan neraca supply
tangga/pelaku UMKM meningkatkan stok dan demand menjadi tidak seimbang.
minyak goreng, serta adanya panic buying
Oleh karena itu, tujuan dari penulisan
di tengah masyarakat sedang dilanda
ini adalah untuk menganalisa bagaimana
pandemi Covid-19.5 Selanjutnya,
regulasi mengenai larangan praktek Kartel
penyelidikan juga dilakukan oleh Komisi
yang berlaku di Indonesia dan bagaimana
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
pengimplementasiannya terhadap Putusan
dengan hasil minyak goreng banyak
No. 15/KPPU-I/2022.
diserap oleh pelaku industri ketimbang
masyarakat umum serta adanya produsen
minyak goreng yang tidak taat aturan Bahan dan Metode
melakukan pengurangan jumlah produksi
1. Jenis Penelitian
5
Elsa Catriana, “Penyebab Minyak Goreng Sulit Ditemukan Di Pasaran Menurut Ombudsman,”
Industri.Kontan.Co.Id, last modified 2022, accessed April 1, 2022,
https://industri.kontan.co.id/news/penyebab-minyak-goreng-sulit-ditemukan-di-pasaran-menurut-ombudsman
Jenis penelitian ini yang digunakan hukum primer dan terdiri
dalam penelitian ini adalah dari literatur-literatur, buku-
penelitian hukum normatif yang buku yang berisi tentang
berfokus pada norma-norma pendapat-pendapat hukum.
hukum yang berlaku khususnya 3. Metode Pengumpulan Data
tentang ketentuan larangan praktek
Data dalam penelitian dikumpulkan
kartel di Indonesia dan
dengan cara Studi Kepustakaan.
penerapannya serta pengkajian
Studi Kepustakaan dilakukan
norma-norma hukum dilakukan
dengan cara mempelajari,
dengan meneliti data sekunder
membaca dan memahami buku-
sebagai data utama, sedangkan data
buku, peraturan perundang-
primer sebagai penunjang.
undangan dan pendapat-pendapat
2. Sumber-sumber Data sekunder yang erat kaitannya dengan materi
dalam penelitian ini bersumber yang diteliti.
dari:
4. Metode Analisis
a. Bahan Hukum Primer, yaitu
bahan-bahan hukum positif Data yang diperoleh dari penelitian
14
Ibid., hlm. 16-17.
15
Ibid., hlm. 17.
Selain ketentuan mengenai lain. Kelima adalah Pasal 12 UU
larangan praktik Kartel yang terdapat pada Persaingan Usaha. Pasal 12 merupakan
Pasal 11 UU Persaingan Usaha, terdapat wujud penggabungan perusahaan untuk
beberapa ketentuan mengenai larangan menjaga kelangsungan perusahaan yang
Praktik Kartel lainnya. Pertama adalah menjadi anggota di dalamnya. Hal ini
Pasal 5 UU Persaingan Usaha. Pasal 5 berbeda dengan Pasal 11 yang hanya
dalam hal ini mengatur mengenai pelaku menyepakati dilakukannya koordinasi
usaha yang melakukan perjanjian dalam dalam melakukan produksi. Keenam
menetapkan harga, sementara Pasal 11 adalah Pasal 22 UU Persaingan Usaha.
mengatur mengenai pelaku usaha yang Perbedaannya adalah Pasal 22 mengatur
mempengaruhi harga dengan mengatur mengenai persekongkolan dalam
produksi dan atau pemasaran suatu barang menentukan pemenang tender, sedangkan
dan atau jasa. Kedua adalah Pasal 7 UU Pasal 11 merupakan persekongkolan
Persaingan Usaha. Perbedaannya dengan dalam mengatur jumlah produksi dan
Pasal 11, Pasal 7 memiliki tujuan untuk pemasaran. Ketujuh adalah Pasal 24 UU
mematikan pesaing lainnya atau Persaingan Usaha. Pasal 24 berfokus pada
mengurangi persaingan dengan tujuan persekongkolan untuk menghambat
menetapkan harga di bawah harga pasar. produksi barang atau jasa pesaingnya.
Ketiga adalah Pasal 9 UU Persaingan Akan tetapi, perbuatan pada Pasal 11
Usaha. Pasal 9 memiliki tujuan yang
berbeda dengan Pasal 11, yaitu bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau
alokasi pasar dan tidak mensyaratkan
adanya kesepakatan produksi barang dan
jasa seperti pada Pasal 11. Keempat
adalah Pasal 10 UU Persaingan Usaha.
Pasal 10 dan Pasal 11 memiliki kesamaan
dalam hal mempengaruhi jumlah barang
yang beredar di pasar. Namun
perbedaannya terletak pada Pasal 11
merupakan bentuk kesepakatan pelaku
usaha untuk mengatur produksi, sementara
Pasal 10 adalah bentuk kesepakatan pelaku
usaha untuk menghambat pelaku usaha
maupun Pasal 24 memiliki kesamaan dalam mengatur jumlah barang atau jasa di
pasar.16
2. Sanksi
16
Pedoman Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Kartel, hlm. 17-19.
17
MARHAENI, Luh Mita; OKA PARWATA, Anak Agung Gde. PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
(KPPU) DALAM MENCEGAH TERJADINYA PRAKTEK MONOPOLI MELALUI KARTEL.Kertha Semaya : Journal Ilmu
Hukum, [S.l.], p. 1-5, mar. 2018. ISSN 2303-0569
18
Simbolon, A. (2013). Pendekatan yang Dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Menentukan
Pelanggaran dalam Hukum Persaingan Usaha. Ius Quia Iustum Law Journal, 20(2), 186-206
Analisis Putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Republik Indonesia Perkara
No. 15/KPPU-I/2022 Tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU
Persaingan Usaha
Berdasarkan grafik tersebut, diketahui adanya kenaikan harga minyak goreng kemasan
sebesar 54% (lima puluh empat persen) di pasar tradisional dan sebesar 60% (enam puluh
persen) di pasar modern selama periode bulan Januari 2021 hingga Mei 2022.
Kerangka analisis:
1. Latar belakang perkara
Dugaan praktik Kartel yang dilakukan oleh 27 perusahaan telah dilakukan proses
hukum oleh KPPU sebagaimana tercatat dalam perkara No. 15/KPPU-I/2022 yang
kemudian disebut dengan perkara kartel minyak goreng. Pihak terlapor dalam Perkara
Nomor 15/KPPU-I/2022 adalah: PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta
Terpadu, PT Berlian Ekasakti Tangguh, PT Bina Karya Prima, PT Incasi Raya, PT
Selago Makmur Plantation, PT Agro Makmur Raya, PT Indokarya Internusa, PT
Intibenua Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT
Musim Mas, PT Sukajadi Sawit Mekar, PT Pacific Medan Industri, PT Permata Hijau
Palm Oleo, PT Permata Hijau Sawit, PT Primus Sanus Cooking Oil Industrial, PT
Salim Ivomas Pratama, Tbk, PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk, PT
Budi Nabati Perkasa, PT Tunas Baru Lampung, Tbk, PT Multi Nabati Sulawesi, PT
Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Cahaya Indonesia, PT
Wilmar Nabati Indonesia.
Saat ini sedang dilakukan proses sidang pemeriksaan perkara yang melibatkan 27
kelompok pelaku usaha sebagai terlapor di Indonesia yang diduga melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU Persaingan Usaha.
Dalam prosesnya ditemukan tujuh perusahaan itu dinyatakan tidak mematuhi
kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng
yang mana para pelaku diduga sengaja melakukan penurunan volume produksi atau
penjualan, sehingga terjadi kelangkaan minyak goreng.
Adapun struktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli
ketat dengan dikuasai empat grup pelaku usaha sebesar 71,52%. Namun pada saat
kebijakan HET dicabut, pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar,
tetapi dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya
kebijakan HET. Ketidakpatuhan ini yang menimbulkan kelangkaan minyak goreng
yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat. Perilaku
pelaku usaha yang tidak jujur ini menghambat persaingan usaha yang sehat dalam
melakukan kegiatan produksi atau pemasaran minyak goreng.
2. Pertimbangan KPPU
Bahwa melihat dari pertimbangan Majelis Komisi terhadap perkara a quo, maka kami
mengkaji dari pertimbangan Majeli terhadap unsur pasalnya. Adapun pertimbangan
Majelis Komisi dalam perkara ini adalah sebagai berikut:
A. Tentang Pemenuhan Unsur Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999
Menimbang bahwa untuk membuktikan terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran
Pasal 5 dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi
mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut:
1) Unsur Pelaku Usaha
9.5.1. Bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah “setiap orang perorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”;
9.5.2. Bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara a quo adalah Terlapor I
sampai dengan Terlapor XXVII yang masing-masing adalah badan usaha yang
berbentuk badan hukum yang didirikan dan berkedudukan serta melakukan kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia
sebagaimana diuraikan pada bagian Tentang Hukum butir 1.1 sampai dengan butir
1.27 tentang Identitas para Terlapor;
9.5.3. Bahwa dengan demikian, unsur pelaku usaha terpenuhi.
2) Unsur Pelaku Usaha Pesaing;
9.6.1. Bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagaimana telah
diuraikan dalam butir 9.5.1. di atas
9.6.2. Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pasal 5 (Penetapan Harga), Pelaku Usaha Pesaing adalah pelaku usaha
lain dalam pasar bersangkutan yang sama.
9.6.3. Bahwa pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak
goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia
sebagaimana diuraikan pada Bagian Tentang Hukum butir 4 tentang Pasar
Bersangkutan.
9.6.4 Bahwa pelaku usaha yang dimaksud dalam perkara a quo adalah Terlapor I
s/d Terlapor XXVII yang masing masing adalah badan usaha yang berbentuk
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan serta melakukan kegiatan usaha
dalam bidang ekonomi dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia
sebagaimana diuraikan pada bagian Tentang Hukum butir 1.1 sampai dengan
butir 1.27 tentang Identitas para Terlapor;
9.6.5 Bahwa kegiatan usaha dalam bidang ekonomi yang dilakukan oleh para
Terlapor dalam pasar bersangkutan yang sama adalah kegiatan produksi dan
penjualan minyak goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit;
9.6.6 Bahwa dengan demikian, unsur pelaku usaha pesaing terpenuhi.
3) Unsur Barang dan/atau Jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan
dalam pasar bersangkutan yang sama;
9.7.1. Unsur barang dan/atau jasa
a. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, yang dimaksud dengan barang adalah ”setiap benda, baik berwujud
maupun tidak berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau
pelaku usaha”;
b. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999, yang dimaksud dengan Jasa adalah “setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan diperdagangkan atau dalam presentasi masyarakat yang untuk
dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha”;
c. Bahwa dalam perkara a quo, produk dalam pasar bersangkutan termasuk dalam
kategori barang sebagaimana dimaksud pada butir a di atas yaitu berupa minyak
goreng kemasan berbahan baku kelapa sawit yang dapat dikategorikan sebagai
benda berwujud dan merupakan barang bergerak yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha;
d. Bahwa dengan demikian, unsur barang dan/atau jasa terpenuhi.
Bahwa aturan mengenai monopoli dalam kasus ini, bahwa para Terlapor terbukti memang
adanya indikasi kearah perbuatan monopoli namun hal tersebut tidak bisa dibuktikan
karena unsur dalam pasal 5 tidak terbukti sebagaiman dituangkan dalam pertimbangan
Majelis Komisi dalam Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022, yang berbunyi sebagai berikut:
Bahwa sebagaimana pertimbangan dalam poin h putusan a quo yang pada intinya
menyatakan para Terlapor tidak mendapat keuntungan yang eksesif yang ditetapkan oleh
masing-masing Terlapor selama periode dugaan pelanggaran. Sehingga oleh karena itu,
maka unsur tersebut tidak dapat membuktikan Para Terlapor melakukan perbuatan
monopoli.
Bahwa berdasarkan putusan Majelis Komisi, maka Para Terlapor dinyatakan melanggar
seluruh unsur pasal tersebut dikarenakan para Terlapor dengan cara tidak jujur dan
menghambat persaingan usaha. Namun, berdasarkan putusan Majelis Komisi dan salah
satu unsurnya yakni unsur Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan/ atau
Persaingan Usaha Tidak Sehat, merupakan hal yang berbeda dengan pernyataan bahwa
Pihak Terlapor melakukan perbuatan monopoli.
Bahwa Para Terlapor juga tidak melakukan perbuatan kartel karena perubahan harga
minyak goreng dalam kasus tersebut bukan karena pengaruh pelaku usaha melainkan
karena keadaan pasar di minya dunia yang mengalami peningkatan harga secara drastis.
Hal tersebut dituangkan sebagaimana telah dijelaskan dalam pertimbangan Majelis
Komisi Putusan Nomor 15/KPPU-I/2022 dalam poin 8.5.9 dan poin 8.5.10 yang
menyebutkan:
“8.5.9. Bahwa Majelis Komisi menilai kenaikan harga minyak goreng secara
bersama-sama yang dilakukan oleh para Terlapor tidak mengakibatkan terjadinya
surplus bagi para Terlapor selaku produsen.
8.5.10. Bahwa dengan demikian, dampak kenaikan harga minyak goreng kemasan
secara bersama-sama terhadap penurunan kesejahteraan konsumen maupun
kenaikan inflasi pada periode pelanggaran merupakan konsekuensi dari kenaikan
harga CPO yang merupakan bahan baku utama minyak goreng, namun bukan
disebabkan oleh perilaku anti persaingan berupa penetapan harga atau kartel harga
yang dilakukan oleh para Terlapor.”
Dengan penjelasan tersebut, maka perbuatan kartel yang dilakukan oleh Para Terlapor
tidak dapat teridentifikasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 11 yang mana perbuatan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli karena pemusatan kekuatan
ekonomi yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan menguasai suatu produk dan/atau
jasa tertentu dalam suatu pasar.
DAFTAR RUJUKAN