Kerajaan Tojo (ejaan Van Ophuijsen: Todjo) adalah sebuah kerajaan yang terletak di
Provinsi Sulawesi Tengah. Awal sejarah terbentuknya Kerajaan Tojo, bermula dari
penjemputan bakal raja Pilewiti oleh orang dari langit yang bernama Talamoa dari Sausu
menuju Tanjung Pati-Pati.[2]
Pemerintahan Kerajaan
Raja, Mokole Wea
(raja perempuan),
Jena (kata ganti
raja)
Sejarah
• Didirikan 1770
• Meninggalnya 1951
Raja Muslaini
• Wilayahnya 1951
dijadikan Kec.
Sausu, Kab.
Poso, dan Kec.
Tojo, Kec.
Pagimana
Digantikan oleh
Indonesia
Wilayah yang dihuni oleh Suku Bare'e disebut sebagai TanaNto Bare'e. Pada awalnya, di
TanaNto Bare'e dikuasai oleh empat kelompok besar dari suku Bare'e dan diantara
keempat kelompok besar tersebut sering terjadi peperangan dan pembunuhan, sampai
suatu ketika terjadi invasi Kesultanan Ternate di TanaNto Bare'e sehingga keempat
kelompok besar dari suku Bare'e tersebut yang kemudian disebut Tinja Pata Sulapa
Bermusyawarah,[3] tetapi tidak mendapatkan penyelesaiannya, maka posisi dari empat
wilayah suku bare'e tersebut sama kuat, dan dikenal kemudian dengan istilah Tinja Pata
Sulapa. Tinja Pata Sulapa (Bahasa Bare'e; Tiang Empat Sudut) adalah empat penguasa di
wilayah dari Sausu sampai Pati-Pati.
Peperangan dan pembunuhan pun kembali terjadi diantara empat kelompok suku Bare'e,
karena keempat penguasa TanaNto Bare'e tersebut ingin menjadi penguasa satu-satunya
di TanaNto Bare'e, sampai suatu ketika ada seorang lelaki tampan bernama Talamoa yang
berasal dari Mawomba dan masyarakat Bare'e menjulukinya To Lamoa (To artinya "orang"
dan Lamoa artinya "langit").
Dari cerita singkat inilah menggambarkan kepada kita semua bahwa sesungguhnya
wilayah kekuasaan kerajaan Tojo mulai dari Sausu hingga Tanjung Pati-pati.
Dipilihnya desa Tojo sebagai pusat kerajaan Tojo memiliki arti filosofis yang sangat dalam
karena sepupu raja bone bertahta disana dan kata Tojo atau Matojo (dalam Bahasa Bugis
dan Bahasa Bare'e artinya keinginan yang kuat) yaitu ada kekuatan yang tersimpan di
kalangan masyarakat Suku Bare'e terutama dalam keberanian dalam menghadapi segala
tantangan termasuk keinginan yang kuat untuk mempersatukan dan mencari
pimpinannya (Raja atau Jena), yaitu seorang sepupu raja bone La Temmassonge To
Appaweling La Mappasossong La Mallimongeng Sultan Abdul Razak yang berjuluk
Pilewiti, karena kedua telapak kakinya menghadap langit. Dari cerita inilah awal nama Tojo
dikenal dan menjadi pusat kerajaan.[5]
Pada awalnya di Tana nto Bare'e terjadi suatu peristiwa pencarian pemimpin diantara
Suku Bare'e dari empat wilayah Suku Bare'e yang wilayahnya adalah semua sungai dari
wilayah Sausu sampai dengan Tanjung Pati-pati, karena posisi dari empat wilayah suku
bare'e tersebut sama kuat, maka keempat wilayah dari suku bare'e tersebut dinamakan
Tinja Pata Sulapa[7] tahun 1770, yang mana Tinja Pata Sulapa atau yang artinya Empat
Tiang wilayah yang wilayahnya yaitu To Lage, To Tora'u, To Lalaeyo, dan To Rato Bongka.
Nama-nama Tinja Pata Sulapa
Empat arung atau penguasa Tinja Pata Sulapa yaitu :
• Arung Bunga Ada (Manuru Lemba) dari bau lalaeo mewakili Suku Bare'e To Lalaeyo,
• Arung Ududeju dari anda lage marompa mewakili Suku Bare'e To Lage,
• Arung Bederi dari pomulu tora’u dari Suku Bare'e To Tora'u, dan
• Datu Ndoimpapo (Datu Kandela) dari torato bongka mewakili Suku Bare'e To Rato dan
Bongka.
Sedangkan Talamoa adalah seorang pemuda tampan yang sakti yang turun dari langit
atau To Lamoa yang turun di Mawomba Tojo.
Wilayah
Tana Nto Bare'e adalah wilayah dari Suku Bare'e. Suku Bare'e tinggal di wilayah yaitu To
Lage, To Tora'u, To Lalaeyo, dan To Rato Bongka.
Batas Barat dari Wilayah Suku Bare'e yaitu Tolage yang berada di Sausu.
Suku Bare'e Tolage batas utara wilayahnya dari Kecamatan Sausu sampai Desa Marompa
kecamatan Tojo Barat, batas selatannya adalah wilayah Lore kecuali Napu sampai
Kecamatan Pamona selatan yang sekarang termasuk Lamusa, Puumboto, puumbana,
dan pakambia, Dan Batas Timur dari Suku Bare'e adalah sampai Pati-pati[8].
To Lamusa
Pernyataan dari Walter Kaudern yang menyatakan "...adapun kalau ditempati, tanah
tersebut sudah ditinggalkan dalam waktu yang lama sekali, karena tanahnya seperti
jurang yang sangat sulit untuk dibuatkan semacam rumah tempat tinggal", karena berupa
"jurang" sehingga pastilah orang akan beranggapan tanah yang dulunya merupakan
hunian pemukiman penduduk setelah itu tempat hunian tersebut menjadi jurang, pastilah
orang beranggapan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena faktor bencana alam dan salah
satunya adalah Gempa bumi, dan di zaman moderen pernyataan tersebut dibuktikan
dengan tidak adanya garis patahan gempa yang melewati wilayah tempat yang dulu
dinamakan Lamusa di TandongKasa (Tando Ngkasa), desa Lamoesa, dan Pantjawoe
Enoe.[9]
Orang Tojo ada juga yang disebut dalam Bahasa Bare'e sebagai Paranaka
(Paranaka;Bahasa Bare'e)[11] adalah Suku Bare'e yang berasal dari Desa Tojo yang
kemudian menikah dengan orang dari luar Suku Bare'e seperti suku Bugis, Gorontalo,
Minahasa, dan lain-lain. Orang Belanda menyebut mereka De Todjoërs yang berarti Orang
Tojo atau Paranaka.
Dan yang Bukan Paranaka (orang yang tinggal di Desa Tojo), disebut Suku Bare'e Tojo,
atau Suku Bare'e Tojo adalah Suku Bare'e yang tinggal di wilayah Tojo yaitu dari lembah
Tojo sampai Marowo.[12]
Lobo biasa digunakan sebagai rumah adat oleh Suku Bare'e[13]. Tahun 1914 di wilayah
Tojo, Lobo masih bisa didapati di beberapa desa, terutama di Taliboi dan Makoepa
(makupa)[14]. Rumah Adat Lobo menggunakan konstruksi berciri khas rumah adat di
Provinsi Sulawesi Tengah yang tidak ada di provinsi lain di Indonesia. Rumah adat Lobo
ini terbuat dari kayu hitam eboni.
Bahasa
Suku Bare'e
mengatakan : " Ohaio !,
Orang Tojo kemana-
mana selalu membawa
Lobonya "[15].
Walaupun Kerajaan Tojo Sukunya adalah Suku Bare'e
— Suku Bare'e,
dengan Bahasa Utamanya adalah Bahasa Bare'e, tetapi
menurut Ada (Adat Bare'e) sebenarnya ada 3 Bahasa Indonesia.
yang dipakai di Tana Nto Bare'e (Wilayah Suku Bare'e)[16]
yaitu Bahasa Bare'e, Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e,
yang mana Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e tersebut asal usul bahasanya adalah berasal
dari Bahasa Bare'e sebagai induk dari Bahasanya Suku Bare'e.
Sementara Luwu Timur dan juga Wotu di provinsi sulawesi selatan bukan berbahasa
Bare'e. Bahasa Bare'e (Bare'e-Taal) adalah bahasa yang digunakan oleh Suku Bare'e
(Bare'e-Stammen) di wilayah tempat tinggal suku bare'e (TanaNto Bare'e; biasa ditulis
dalam bahasa Belanda "in het Bare'e"[17]).
* Bahasa Bare'e, Bahasa Bare'e dipakai di wilayah Tojo sampai sebelum Marowo, To
Tora'u, To Lage (semua wilayah Kabupaten Poso yang sekarang kecuali Napu), dan Sausu,
dan Bahasa Bare'e adalah asal usul dari terbentuknya Bahasa Taa dan Bahasa Onda'e.
* Bahasa Taa, Bahasa Taa dipakai di wilayah Marowo, To Rato, Lipu kamudo, Sumara, dan
Bongka, sampai Pati-Pati.
* Bahasa Onda'e, Bahasa Onda'e dipakai di wilayah To Lalaeyo, yang mana Bahasa Onda'e
terbentuk dari Bahasa Bare'e yang Bahasa Bare'e tersebut dipakai di wilayah Tojo sampai
sebelum Marowo.[19]
Keterangan Bahasa
Bahasa Bare'e (Bare'e-Taal) adalah bahasa yang digunakan oleh Suku Bare'e (Bare'e-
Stammen) di wilayah tempat tinggal suku bare'e (TanaNto Bare'e; biasa ditulis dalam
bahasa Belanda "in het Bare'e"[20]).
Referensi
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kerajaan_Tojo&oldid=25030490"