Anda di halaman 1dari 26

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/306543537

PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PAI SD DI


SUKOHARJO (FOKUS PENDAMPINGAN LESSON STUDY DAN PTK KEPADA
KONSORSIUM GURU PAI SD DI KABUPATEN SUKOHARJO)

Conference Paper · November 2015

CITATIONS READS

0 6,263

3 authors, including:

Imam Makruf Abdul Ghofur


UIN Raden Mas Said, Surakarta Centro Universitário do Sul de Minas
73 PUBLICATIONS 213 CITATIONS 95 PUBLICATIONS 203 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Imam Makruf on 25 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PAI SD DI
SUKOHARJO (FOKUS PENDAMPINGAN LESSON STUDY DAN PTK
KEPADA KONSORSIUM GURU PAI SD DI KABUPATEN SUKOHARJO)
Imam Makruf, Abdul Ghofur, dan Maslamah
Email: imammakruf@gmail.com / Dosen IAIN Surakarta

ABSTRAK

Kemajuan zaman yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi


dan kemunikasi dewasa ini telah memberikan berbagai konsekuensi, termasuk di
dalamnya tuntutan kompetensi bagi para guru yang lebih tinggi dan adaptable
terhadap perkembangan. Empat kompetensi utama guru perlu terus dijadikan fokus
dalam pembinaan karier guru. Untuk itu guru tidak hanya dituntut untuk melakukan
tugas mengajar secara baik, tetapi juga melakukan penelitian dan pengembangan
diri. Keberadaan KKG adalah salah satu wadah yang mestinya dapat digunakan
sebagai sentral sharing pengetahuan dan keterampilan dari para guru serumpun.
Namun demikian faktanya masih belum dapat dioptimalkan fungsinya. Untuk
itulah program pengabdian masyarakat ini dilakukan, yaitu untuk lebih
memberdayakan KKG PAI SD di Kabupaten Sukoharjo khususnya untuk
meningkatkan kerjasama dan kekompakan antar guru PAI dalam rangka
meningkatkan kompetensi mereka di bidang pembelajaran melalui Penelitian
Tindakan Kelas dan Lesson Study.
Program pengabdian masyarakat ini dilakukan pada KKG PAI SD
Kabupaten Sukoharjo dengan melibatkan semua KKG PAI Tingkat Kecamatan di
wilayah Kabupaten Sukoharjo. Kegiatan ini dilaksanakan mulai bulan Oktober-
Desember 2015. Kegiatan ini melibatkan para pengelola KKG PAI SD Kabupaten,
Kasi PAIS Kemenag Kabupaten Sukoharjo, dan Team Teaching (narasumber) dari
FITK IAIN Surakarta. Strategi program yang dilakukan diawali dengan assessment
kebutuhan dan permasalahan, kemudian dilanjutkan dengan pelatihan PTK dan
Lesson Study, serta pendampingan implementasinya.
Dari serangkaian kegiatan program pengabdian masyarakat ini dapat
disimpulkan bahwa; (1) KKG merupakan salah satu organisasi profesi guru perlu
mendapatkan perhatian dan pemberdayaan agar kinerja dan profesionalisme guru
dapat terus ditingkatkan; (2) Pemberdayaan KKG cukup efektif digunakan untuk
peningkatan kompetensi guru dikarenakan forum ini telah memiliki agenda
pertemuan rutin; (3) Rutinitas pertemuan KKG jika tidak dikelola secara baik dapat
menyebabkan kebosanan dan kurangnya antusias para guru; (4) Peningkatan
kekompakan dan saling berbagi antara para guru menjadi kunci kesuksesan KKG
dalam memberikan pembinaan kepada para guru; dan (5) PTK dan Lesson Study
terbukti cukup efektif untuk meningkatkan kekompakan dan kebersamaan antar
guru karena bersifat kolaboratif dan fleksibel dalam berbagai kebutuhan.
Kata Kunci : PTK, Lesson Study, KKG PAI

1
A. Pendahuluan
Abad 21 dikenal sebagai abad global. Kehidupan masyarakat berubah
dengan cepat karena dunia semakin menyatu apalagi ditopang oleh kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi sehingga batas-batas masyarakat dan
negara menjadi kabur. Kejadian atau peristiwa di dunia manapun akan segera
tersebar dengan cepat.
Termasuk di dalam perubahan global ialah profesi guru. Sesuai dengan
tuntutan perubahan masyarakat, profesi guru juga menuntut profesionalisme.
Guru yang profesional bukan hanya sekadar alat untuk transmisi kebudayaan
tetapi mentransformasikan kebudayaan itu ke arah budaya yang dinamis yang
menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas
karya yang dapat bersaing.
Dalam era globalisasi, profesionalisme guru dalam pengertian
pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan
sebagai; (1) Konservator (pemelihara) sistem nilai yang merupakan sumber
norma kedewasaan; (2) Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan;
(3) Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik; (4)
Transformator (penterjemah) sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan
dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik;
(5) Organisator (penyelenggara) terciptanya proses edukatif yang dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat
dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta Tuhan
yang menciptakannya).
Profesionalisme guru, tentu harus terkait dan dibangun melalui
penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata dalam menjalankan dan
menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaannya sebagai guru, dengan demikian
guru dapat menghadapi globalisasi. Kompetensi-kompetensi penting jabatan
guru tersebut adalah kompotensi professional, kompetensi sosial, kompetensi
personal dan kompetensi pedagogic. Sejalan dengan tantangan kehidupan
global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin

2
kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai
peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya
Rendahnya kualitas guru pada era globalisasi saat ini merupakan
masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Katakan saja sebagai
contoh, motivasi menjadi tenaga pendidik (guru) di kebanyakan sekolah-
sekolah selama ini dikarenakan dan hanya dilandasi oleh faktor pengabdian dan
keikhlasan, sedangkan dari sisi kemampuan, kecakapan dan disiplin ilmu
dikatakan masih rendah. Hal ini, menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan
dan tentu mengalami kesulitan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Maka,
masalah pokok dalam pendidikan di Indonesia pada dasarnya adalah masalah
yang terkait dengan faktor kualitas tenaga guru
Rendahnya kualitas guru dialami oleh guru-guru PAI SD. Khusus guru-
guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo perlu mengidentifikasi kelemahan dan
kekurangan yang dimiliki oleh para guru PAI SD. Menurut ketua Kelompok
Kerja Guru (KKG) PAI SD Kabupaten Sukoharjo, salah satu kelemahan guru-
guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo adalah yang berkaitan dengan kerjasama
antara para guru PAI SD (Hasil wawancara dengan bapak Suwarto, selaku ketua
KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo, pada tanggal 31 Maret 2015). Kurangnya
kerjasama antar guru ini mengakibatkan kompetensi guru kurang merata. Salah
satunya adalah dengan implementasi kurikulum 2013 yang masih menyisakan
banyak persoalan mulai dari pemahaman konseptual tentang kurikulum 2013
sampai dengan penerapan pendekatan dan strategi pembelajaran yang masih
belum merata antar guru. Meskipun sebagian guru sudah mengikuti
Pelatihan/Sosialisasi Kurikulum 2013, tetapi karena tidak semua guru aktif
dalam KKG, maka sharing antar guru belum berjalan secara baik. Pelatihan
kurikulum 2013 masih belum optimal sehingga masih dirasakan banyak hal
yang harus dilakukan guru baik secara mandiri maupun melalui intervensi dari
pihak-pihak lain untuk mengembangkannya. Apabila hal ini tidak dilakukan
dikhawatirkan dapat menghambat peningkatan mutu pembelajaran agama Islam
di SD yang pada gilirannya menghambat peningkatan mutu output dan
outcomenya.

3
Jurusan PAI IAIN Surakarta pada tahun 2014 telah melakukan
dampingan pada guru-guru PAI di beberapa sekolah di Kabupaten Sukoharjo.
Beberapa temuan penting yang dihasilkan adalah, masih banyaknya guru belum
memiliki kompetensi paedagogik yang cukup untuk mengimplementasikan
kurikulum 2013. Sementara keaktifan dalam mengikuti kegiatan KKG juga
berpengaruh terhadap lambannya pengembangan kompetensi guru secara
keseluruhan. Di sisi lain guru juga dituntut untuk terus mengembangan
kariernya dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini
tidak hanya dituntut untuk dilakukan guru dalam upaya untuk meningkatkan
karier saja tetapi juga untuk meningkatkan mutu kinerjanya dalam
pembelajaran. Berbagai pendekatan, strategi, media, bahan ajar, dan lainnya
dapat dikembangkan sendiri oleh guru dengan cara melakukan PTK.
Para guru PAI perlu mendapatkan pelatihan yang tujuannya untuk
merangsang kerjasama dan kolaborasi antar guru. Bentuk pelatihan yang bisa
dilakukan adalah pelatihan dan pendampingan model pembelajaran Lesson
Study dan Penelitian Tindakan Kelas. Kedua pola tersebut memiliki relevansi
yang kuat dengan pengembangan kompetensi guru dalam berbagai aspeknya.
Problem inilah yang menjadi kegelisahan akademik sekaligus mengetuk
hati untuk melakukan pengabdian di konsorsium guru-guru PAI SD di
kabupaten Sukoharjo. Atau dengan kata lain, pengabdian ini akan bekerjasama
dengan pengelola Kelompok Kerja Guru (KKG) PAI SD di tiap kecamatan di
Kabupaten Sukaharjo.
Menurut pengakuan ketua KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo, Bapak
Suwarto, bahwa guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo mencapai 471 orang.
Mereka tersebar di 12 Kecamatan yang ada di kabupaten Sukoharjo, yakni
Kecamatan Baki, Kecamatan Bendosari, Kecamatan Bulu, Kecamatan Gatak,
Kecamatan Grogol, Kecamatan Kartasura, Kecamatan Mojolaban, Kecamatan
Nguter, Kecamatan Polokarto, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Tawangsari,
dan Kecamatan Weru. Sehingga tiap kecamatan rata-rata guru PAI SD
berjumlah 30-50 orang.

4
Realita guru PAI SD yang tersebar di tiap kecamatan di atas tidak
didukung adanya keikutsertaan secara intensif dari beberapa guru PAI SD
dalam kegiatan-kegiatan di KKG PAI SD di tiap kecamatan. Masih ada
beberapa guru PAI SD yang hanya melakukan rutinitas mengajar tanpa
berkomunikasi dan bekerjasama dengan guru PAI yang lain. Di sinilah
diperlukan stimulus pelatihan yang bisa membangkitkan kerjasama antar guru
PAI SD. Sehingga pelatihan model pembelajaran Lesson Study dan penelitian
tindakan kelas diharapkan dapat membangkitkan kesadaran adanya kolaborasi
dan kerjasama antar guru PAI.
Secara umum, kondisi dampingan yang diharapkan akan dapat dicapai
adalah adanya peningatan kesadaran kerjasama antar guru PAI SD serta
peningkatan profesionalisme guru PAI SD di Kabupaten Sukoharjo, yaitu pada
12 (dua belas) kecamatan yang terdiri dari; Kecamatan Baki, Bendosari, Bulu,
Gatak, Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo,
Tawangsari, dan Weru.
Secara khusus, kondisi dampingan yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Adanya peningkatan kesadaran kerjasama antar para guru PAI SD di
Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan assessment bersama untuk
mengenali kekurangan-kekurangan mereka dan menyusun berbagai
program untuk mengatasi masalah mereka sendiri.
2. Adanya peningkatan profesionalisme para guru PAI SD di Kabupaten
Sukoharjo dalam bidang strategi pembelajaran.
3. Adanya peningkatan profesionalisme para guru PAI SD di Kabupaten
Sukoharjo dalam bidang penelitian tindakan kelas.

B. Pembahasan
Untuk menentukan strategi dan program pendampingan yang digunakan
didasarkan atas berbagai hasil assessment awal yang dilakukan. Sebagaimana
telah dijelaskan dalama bab sebelumnya, bahwa permasalahan utama yang
dihadapi oleh KKG PAI Kabupaten Sukoharjo adalah lemahnya kesadaran
kerjasama antar guru PAI yang tergabung dalam KKG PAI Kabupaten

5
Sukoharjo. Lemahnya kerjasama antar guru tersebut disebabkan karena
beberapa hal, diantaranya adalah guru masih cenderung bersikap individual dan
persaingan antar guru masih lebih kuat, sehingga ketika salah satu orang
mendapatkan ilmu yang baru tidak langsung dishare kepada yang lain. Hal ini
berakibat pada lambannya proses peningkatan profesionalisme guru PAI
khususnya yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013.
Problem yang dihadapi KKG tersebut jika dibiarkan maka akan berakibat
pada tidak adanya pemerataan profesionalisme guru PAI dan lambannya guru
dalam mengikuti perkembangan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu fokus
utama yang perlu ditangani adalah dalam hal pengembangan kerjasama tim
yang solid antara guru PAI yang didukung dengan keterampilan metodologi
berupa Lesson Study dan PTK. Dengan demikian dirumuskan strategi sebagai
berikut:
1. Mengadakan assessment tentang aspek-aspek profesionalisme guru yang
perlu ditingkatkan melalui Focus Group Discusssion (FGD).
2. Mengadakan pelatihan Lesson Study ke KKG PAI SD Kabupaten
Sukoharjo yang pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan
yang ada di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang.
3. Mengadakan pelatihan PTK ke KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo yang
pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan yang ada di
Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang.
4. Mengadakan pendampingan Lesson Study ke KKG PAI SD Kabupaten
Sukoharjo yang pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan
yang ada di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang.
5. Mengadakan pendampingan PTK ke KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo
yang pesertanya merupakan perwakilan dari semua Kecamatan yang ada di
Kabupaten Sukoharjo sebanyak 40 orang.
Penetapan fokus pengabdian pada Lesson Study dan PTK tidak lepas dari
kebutuhan pengembangan kompetensi guru yang menjadi tuntutan utama
profesi tersebut. PTK sebagai salah satu metodologi riset yang relevan
digunakan dalam bidang pendidikan tidak hanya penting dikenal dan diterapkan

6
oleh para guru, tetapi juga sudah menjadi keharusan untuk dilakukan para guru
dan menjadi salah satu persyaratan penilaian kenaikan jabatan.
Menurut Suharsimi Arikunto, pada intinya Penelitian Tindakan Kelas
bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam
peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi
antara guru dengan siswa yang sedang belajar. (Suharsimi A., dkk : 2006, h. 60)
Penelitian pendidikan pada umumnya ditujukan untuk memperoleh
landasan dalam mempertimbangkan prosedur pembelajaran, menjamin cara
kerja dalam pendidikan yang efektif dan efisien, memperoleh fakta-fakta
tentang berbagai masalah pendidikan, serta meningkatkan kompetensi guru
dalam mengembangkan pembelajaran. Berdasarkan pemahaman tersebut secara
umum PTK bertujuan untuk:
1. Perbaikan dan atau peningkatan praktek pembelajaran;
2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah
pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas,
3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan, dan
4. Menumbuh kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga
tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan
pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable).
5. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka, dan jujur dalam
pembelajaran.(Mulyasa: 2011, 89-90)

Adapun secara lebih rinci, Suharsimi Arikunto menyebutkan tujuan


Penelitian Tindakan Kelas antara lain sebagai berikut :

1. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan da


pembelajaran di sekolah.
2. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah
pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas.
3. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan.
4. Menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga
tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan

7
pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable). (Suharsimi A, dkk : 2006,
h.61).
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat memberikan pengalaman
pada guru tentang praktik pembalajaran secara efektif. Dengan demikian PTK
bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman guru terhadap pembelajaran yang
menjadi tugas utamanya. Beberapa manfaat PTK antara lain sebagi berikut :
1. Meningkatkan Inovasi pembelajaran.
2. Meningkatkan profesionalisme guru.
3. Dapat dijadikan sumber masukan dalam rangka melakukan pengembangan
kurikulum.
PTK memiliki beberapa desain, yaitu sesuai dengan beberapa pendapat
pakar yang mengembangkannya. Desain-desain tersebut di antaranya adalah (1)
Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis McTaggart, (3) Model John Elliot, (4)
Model McKernan. Dalam hal ini, program pendampingan KKG dilakukan
dengan bentuk PTK menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart.
Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari konsep
dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Perbedaannya, komponen acting
(tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan.
Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan
bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang
tidak terpisahkan. Maksudnya kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu
kesatuan waktu, begitu berlangsungnya suatu tindakan begitu pula observasi
juga harus dilaksanakan.
Apabila dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis dan
McTaggart pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian
dengan satu perangkat terdiri atas empat komponen, yaitu perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian
tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada
kesempatan ini adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri atas perencanaan,
tindakan, pengamatan dan refleksi (Uno, dkk; 2009; 111).

8
Secara garis besar prosedur penelitian tindakan mencakup empat daur:
perencaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting). Menurut Kemmis (1982) dan Burns (1999) langkah-langkah
pelaksanaan PTK meliputi (1) menyusun rencana tindakan bersama-sama,
(2) bertindak dan (3) mengamati secara individual dan bersama-sama dan
(4) melakukan refleksi bersama-sama pula.
Untuk melakukan PTK secara baik, diperlukan pijakan teori yang kuat
terkait dengan pembelajaran. Hal ini dikarenakan bahwa PTK dimaksudkan
untuk meningkatkan mutu pembelajaran, baik dari aspek proses maupun
hasilnya. Untuk itu kajian teori terkait dengan bagaimana pengembangan proses
pembelajaran yang bermutu penting untuk dilakukan. Berikut ini disajikan
beberapa hal yang mendasar terkait dengan pengembangan mutu pembelajaran.
Pembelajaran merupakan interaksi antara guru (pengajar) dan siswa
(peserta didik) yang memiliki tujuan tertentu. Apabila dicermati proses
interaksi, peserta didik dapat dibina dan merupakan bagian dari proses
pembelajaran, seperti yang dikemukan oleh Corey (1986) dalam Syaiful Sagala
(2003 : 61) dikatakan bahwa: “Pembelajaran adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut

9
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau
menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.”
Selanjutnya Syaiful Sagala menyatakan bahwa pembelajaran
mempunyai dua karakteristik, yaitu:

“Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua,


dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses
Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan berfikir siswa, yang pada gilirannya
kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh
pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri “ (Syaiful Sagala, 2003:
63).

Paradigma metodologi pendidikan saat ini disadari atau tidak telah


mengalami suatu pergeseran dari behaviorisme ke konstruktivisme yang
menuntut para pengajar harus mempunyai syarat dan kompetensi untuk dapat
melakukan suatu perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Pengajar dituntut lebih kreatif, inovatif, tidak merasa sebagai teacher center,
menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai
subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada proses pembelajaran yang
menyenangkan, bergembira, dan demokratis yang menghargai setiap pendapat
sehingga pada akhirnya substansi pembelajaran benar-benar dihayati.
Sejalan dengan pendapat diatas, pembelajaran menurut pandangan
konstruktivisme adalah:

“Pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang


hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak
sekonyong-konyong. Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi Pembelajaran itu dan membentuk makna melalui
pengalaman nyata (Depdiknas,2003:11).

Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran


diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student
Center). Dalam pembelajaran di sekolah, pengajar dituntut untuk menciptakan
suasana belajar sedemikian rupa, sehingga para pelajar bekerja sama secara
gotong royong (cooperative learning). Menurut Slamet (1987: 92) sebagaimana

10
dikutip Mustakim (2008), untuk menciptakan situasi yang demokratis dan
menyenangkan dalam proses pembelajaran, maka di antaranya dapat dilakukan
dengan cara pengajar harus lebih banyak menggunakan berbagai metode pada
waktu mengajar, dan menumbuhkan motivasi, hal ini sangat berperan pada
kemajuan, perkembangan siswa.
Dalam konteks pembelajaran dalam arti sempit, yaitu proses
pembelajaran di kelas, maka berbagai strategi peningkatan mutunya dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya adalah dengan: (a) Meningkatkan
mutu guru yang mengajar, (b) Meningkatkan mutu sistem pembelajaran yang
diterapkan, (c) Meningkatkan mutu sarana prasarana dan media yang
digunakan, (d) Meningkatkan mutu bahan ajar yang digunakan.
Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pengajar, Helmut R. Lang
dan David N. Evans (2006: 3) menggambarkan berbagai hal yang harus
dipenuhi oleh seorang pengajar yang efektif. Salah satunya adalah bahwa
pengajar yang efektif itu memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) Memiliki
pemikiran yang positif, (b) Penuh perhatian, (c) Memberi motivasi, (d)
Menguasai teknik, strategi/metode/skills, (e) Keterlibatan dengan peserta didik
tinggi, (f) Menjadi manajer kelas yang baik, (g) Memiliki kemampuan
akademik yang baik, (h) Memilih materi yang otentik, (i) Memiliki standar yang
tinggi, (j) Merefleksikan dirinya sebagai seorang peneliti.
Dalam konteks implementasi kurikulum 2013, para guru PAI dituntut
untuk menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran dan penilaian
autentik dalam mengevaluasi peserta didiknya. Pendekatan saintifik adalah
proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengkonstruksi pengetahuan, ketrampilan, dan lainnya melalui tahapan
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring untuk semua
mapel (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan). Adapun tujuan dasar dari
pendekatan ini adalah:
a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa.

11
b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik.
c. Terciptanya kondisi pembelajaran di mana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan.
d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
e. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah.
f. Untuk mengembangkan karakter siswa.
Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan Saintifik (Pusat
Pengembangan Tenaga kependidikan) antara lain:
a. Pembelajaran berpusat pada siswa
b. Pembelajaran membentuk students’ self concept.
c. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mempelajari,
mengnalisis, menyimpulkan konsep, pengetahuan, dan prinsip.
d. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir
siswa.
e. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar
guru.
f. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi.
Dikenal ada 5 (lima) langkah pendekatan pembelajaran menggunakan
pendekatan saintifik, yaitu: Observing (mengamati); Questioning (Menanya);
Associating (menalar); Experimenting (mencoba); Networking (membentuk
jejaring). Kelima langkah tersebut kemudian oleh pemerintah
(PERMENDIKBUD 81A) diadopt menjadi lima pengalaman belajar pokok
berikut, yaitu: Mengamati; Menanya; Mengumpulkan informasi; Mengasosiasi,
dan Mengkomunikasikan.
Dalam konteks pengembangan model pembelajaran sesuai dengan
kurikulum 2013, dimungkinkan untuk menggunakan beberapa model
pembelajaran. Di antara model pembelajaran tersebut adalah; model problem
based learning, model project based learning, model cooperative learning,

12
model contextual teaching and learning, model discovery learning, dan model
inquiry learning.
Dalam program pengabdian masyarakat ini melibatkan beberapa pihak,
antara lain:
1. Para pengurus KKG PAI SD Kecamatan Baki, Bendosari, Bulu, Gatak,
Grogol, Kartasura, Mojolaban, Nguter, Polokarto, Sukoharjo, Tawangsari,
dan Weru yang mendukung terlaksananya pelatihan dan pendampingan
model pembelajaran Lesson Study dan penelitian tindakan kelas pada
kecamatan masing-masing. Para pengurus KKG kecamatan ini juga
membantu tim dan bekerjasama dengan pengurus KKG tingkat kabupaten
dalam menentukan dan mengirim peserta sebagai perwakilan dari para guru
PAI di kecamatan masing-masing. Pemilihan peserta ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa mereka nantinya akan dapat menjadi pioneer dan
mampu menularkan ilmu yang diperolehnya kepada para peserta lain di
masing-masing kecamatan.
2. Para pengurus KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo yang mengawasi dan
mengontrol kegiatan pelatihan dan pendampingan model pembelajaran
Lesson Study dan penelitian tindakan kelas. Keterlibatan pengurus KKG
PAI Kabupaten ini sudah dimulai sejak proses assessment awal sebagai
bahan penyusunan proposal kegiatan. Pengurus KKG Kabupaten ini pula
yang menjadi penghubung antara tim pengabdian dengan para pengurus
KKG tingkat kecamatan dalam proses penjaringan calon peserta pelatihan.
Kemudian pada saat proses pelatihan dan pendampingan dilaksanakan,
pengurus inti dari KKG Kabupaten juga dilibatkan sebagai pelaksana
kegiatan. Dengan demikian mereka juga ikut terlibat dalam menyiapkan
tempat pelatihan, perijinan, dan sekaligus ikut memonitor pelaksanaan
program pelatihan dan pendampingan yang dilakukan.
3. Kasi PAIS Kementerian Agama Kabupaten Sukoharjo yang memberikan
dukungan dan memonitor kegiatan pelatihan dan pendampingan model
pembelajaran Lesson Study dan penelitian tindakan kelas di wilayah
Kabupaten Sukoharjo. Pelibatan kasi PAIS ini tidak secara langsung, artinya

13
tidak langsung dihadirkan pada saat kegiatan, tetapi secara informal
mengetahui program pengabdian masyarakat ini sekaligus memonitornya.
4. Para narasumber dari Tim Teaching Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
IAIN Surakarta yang memberikan materi dalam berbagai pelatihan. Tim ini
kebetulan termasuk di dalamnya ketua tim pengabdian masyarakat,
sehingga pada kegiatan pelatihan yang memberikan materi termasuk ketua
tim pengabdian. Para narasumber ini adalah para dosen yang telah memiliki
pengalaman dalam bidang pelatihan dan pengembangan kompetensi guru
melalui PLPG, PKG, dan kegiatan lainnya.
Berdasarkan program yang telah dilaksanakan, maka dapat
dideskripsikan hasil kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan yang
meliputi kegiatan assessment menggunakan FGD, kegiatna pelatihan, dan
kegiatan pendampingan PTK dan Lesson Study.
Pertama-tama program assessment dilakukan melibatkan pengurus KKG
PAI SD Kabupaten Sukoharjo. Dari kegiatan ini tergambarkan beberapa data
awal tentang profil KKG PAI Kabupaten Sukoharjo. Pada kabupaten ini
terdapat 12 (dua belas) kecamatan, sehingga program pendampingan ini
dimaksudkan untuk memberdayakan KKG PAI tidak hanya di tingkat
kabupaten tetapi juga di tingkat kecamatan. Meskipun demikian, karena
keterbatasan anggaran dan waktu pelaksanaan, maka program ini dilaksanakan
dengan menghadirkan para guru PAI yang merupakan wakil dari kedua belas
kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo.
Berdasarkan deskripsi singkat dari profil masing-masing KKG
kecamatan tersebut, secara ringkas dapat digambarkan dalam tabel berikut:

NO KECAMATAN SEKOLAH GURU PAI


1 Baki 31 30
2 Bendosari 38 37
3 Bulu 34 39
4 Gatak 29 29
5 Grogol 43 44
6 Kartasura 46 51

14
7 Mojolaban 48 50
8 Nguter 34 32
9 Polokarto 45 45
10 Sukoharjo 46 50
11 Tawangsari 31 31
12 Weru 37 33
Total 462 471

Dari tabel tersebut dapat dilihat perimbangan antara jumlah sekolah


dengan jumlah guru PAI di Kabupaten Sukoharjo. Secara kuantitas, antara
jumlah SD dengan jumlah guru dapat dikatakan sudah mencukupi, yaitu jumlah
guru sudah lebih banyak dari pada jumlah SD. Hal ini dikarenakan ada SD yang
memiliki lebih dari satu guru agama karena memiliki kelas yang banyak.
Namun demikian dilihat dari perimbangan pada masing-masing kecamatan,
terdapat beberapa kecamatan yang jumlah gurunya tidak sebanding dengan
jumlah sekolahnya. Misalnya yang terjadi pada kecamatan Baki, Bendosari,
Nguter, dan Weru. Dengan demikian dapat dikatakan pada empat kecamatan
tersebut masih kekurangan guru PAI, sehingga ada beberapa guru yang
merangkap mengajar di dua sekolah.
Kegiatan assessment ini dilaksanakan sebelum penyusunan proposal
dengan melibatkan pengurus KKG PAI SD Kabupaten Sukoharjo antara lain
Bapak Suwarto (Ketua), Bapak Joko Susilo (Sekretaris 1), dan Bapak Waluyo
(Sekretaris 2). Kegiatan ini menghasilkan beberapa temuan dasar yang terkait
dengan problematika yang sedang dihadapi KKG PAI SD Kabupaten
Sukoharjo. Temuan tersebut antara lain; adanya gejala keikutsertaan yang
kurang intensif dari beberapa guru PAI SD dalam kegiatan-kegiatan di KKG
PAI SD di tiap kecamatan maupun di KKG Kabupaten. Pertemuan KKG yang
dilakukan secara rutin di masing-masing kecamatan belum benar-benar menjadi
ajang sharing pengalaman dan kompetensi dari para guru. Masih banyak guru
yang tidak secara rutin mengikuti kegiatan, meskipun penentuan waktu kegiatan
sudah menjadi kesepakatan bersama. Banyak alasan yang mereka sampaikan,

15
misalnya karena rumahnya jauh, karena acaranya kurang menarik, dan
sebagainya.
Problem lain adalah masih adanya beberapa guru PAI SD yang hanya
melakukan rutinitas mengajar tanpa berkomunikasi dan bekerjasama dengan
guru PAI yang lain. Tugas mengajar seolah menjadi tugas individu dan kadang
justru lebih berorientasi pada persaingan antar sekolah. Akibatnya inovasi
pembelajaran tidak dapat secara cepat menyebar, dan hanya menjadi milik
pribadi seorang guru. Padahal kemajuan pendidikan dibutuhkan adanya
kerjasama yang kompak antara para guru, terutama untuk saling memberikan
masukan, memberikan perbaikan satu sama lain sehingga problematika
pembelajaran dapat segera dicarikan solusi bersama-sama.
Di sinilah diperlukan stimulus pelatihan yang bisa membangkitkan
kerjasama antar guru PAI SD. Dari proses inilah kemudian muncul gagasan
untuk melakukan pendampingan dalam bentuk penguatan team work,
penguatan kerjasama antar para guru PAI dan terjadinya sharing pengetahuan
dan pengalaman untuk memajukan pendidikan Agama Islam di sekolah masing-
masing. Model pengembangan kerjasama dan sharing inilah yang kemudian
menjadi missi utama dari pendampingan ini, disamping adanya masalah lain
yaitu masih perlunya dilakukan penguatan pemahaman guru terhadap
implementasi kurikulum 2013 terutama dalam bidang proses pembelajaran dan
penilaiannya. Akhirnya disimpulkan untuk melakukan pendampingan dalam
bidang PTK dan Lesson Study.
Dari hasil assessment kemudian dilakukan tindakan aksi dengan
mengadakan pelatihan dan pendampingan. Kegiatan pelatihan PTK
dilaksanakan selama satu hari yaitu pada tanggal 7 Nopember 2015 bertempat
di Aula IPA Gedung PGRI Kabupaten Sukoharjo mulai dari jam 08:00-16:00
WIB. Kegiatan ini diikuti oleh 40 orang peserta yang merupakan perwakilan
atau utusan dari 12 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Proses pemilihan
peserta ini dilakukan dengan melibatkan pengurus KKG PAI Kabupaten
Sukoharjo. Pada awalnya tim pengabdian melakukan komunikasi dan pemetaan
peserta dengan pengurus KKG PAI Kabupaten Sukoharjo, yaitu dengan Bapak

16
Suwarto dan Bapak Joko Santoso selaku ketua dan sekretaris KKG PAI
Kabupaten Sukoharjo. Hasil dari koordinasi tersebut disepakati untuk
mengirimkan undangan kepada para KKG PAI Kecamatan di wilayah
Kabupaten Sukoharjo untuk memilih perwakilan atau utusan calon peserta yang
terdiri dari 3-4 orang guru PAI.
Hasil dari proses tersebut kemudian diperoleh peserta pelatihan sebanyak
40 orang dengan komposisi peserta terdiri dari guru PAI yang berstatus PNS
dan Non PNS dengan data sebagai berikut:
NO KECAMATAN PNS NON PNS JUMLAH
1 Baki 3 0 3
2 Bendosari 4 0 4
3 Bulu 3 0 3
4 Gatak 1 2 3
5 Grogol 3 0 3
6 Kartasura 0 3 3
7 Mojolaban 3 0 3
8 Nguter 4 0 4
9 Polokarto 3 0 3
10 Sukoharjo 4 0 4
11 Tawangsari 4 0 4
12 Weru 2 1 3
Total 34 6 40

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas guru PAI yang
menjadi peserta dalam kegiatan ini adalah guru-guru yang berstatus PNS yaitu
sebanyak 34 (tiga puluh empat) orang, sedangkan yang Non PNS hanya 6
(enam) orang.

Dari keempat puluh peserta tersebut jika dilihat perbandingan


berdasarkan jenis kelaminnya, maka dapat digambarkan dalam tabel sebagai
berikut:
NO Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Baki 1 2 3
2 Bendosari 0 4 4

17
3 Bulu 0 3 3
4 Gatak 1 2 3
5 Grogol 2 1 3
6 Kartasura 0 3 3
7 Mojolaban 2 1 3
8 Nguter 1 3 4
9 Polokarto 2 1 3
10 Sukoharjo 3 1 4
11 Tawangsari 1 3 4
12 Weru 2 1 3
Total 15 25 40

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa perbandingan antara guru laki-
laki dan perempuan yang mengikuti kegiatan pelatihan ini adalah 37,5% peserta
laki-laki, dan 62,5% peserta perempuan. Dari tabel tersebut dapat ditampilkan
dalam bentuk grafik sebagai berikut:

DATA PESERTA BERDASARKAN JENIS KELAMIN


100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

Laki-laki Perempuan

Kegiatan pelatihan PTK ini terdiri dari sessi teori dan praktik. Dalam hal
ini teori diberikan selama 4 (empat) JPL. Kemudian pada sessi siang dilakukan
FGD dan workshop dengan bentuk kerja kelompok yang difokuskan pada
penyusunan desain PTK yang dikerjakan secara berkelompok. Pembentukan
kelompok ini dilakukan dengan mempertimbangkan kedekatan lokasi tempat
tugas guru, sehingga diharapkan dapat dipraktikkan dengan lebih efektif dan
efisien. Target dari kegiatan pelatihan ini adalah menghasilkan desain penelitian

18
tindakan kelas yang dapat diterapkan pada sekolah yang ditentukan bersama
oleh anggota kelompok. Sistem kerja kelompok ini dipilih agar terjadi sharing
pengalaman dan keterampilan antara peserta serta memberikan hasil yang lebih
optimal terutama dalam pengembangan gagasan dan desain dengan cara
berdiskusi.
Praktik dari kegiatan pelatihan PTK ini dalam bentuk pelaksanaan PTK
secara berkelompok. Memang jika dilihat dari teori, PTK adalah proses riset
tindakan yang tidak dapat dilakukan seorang guru secara individual, tetapi harus
berkolaborasi dengan guru lain atau rekan sejawat sebagai observer dan mitra
dalam berdiskusi untuk refleksi dan penyempurnaan hasilnya. Namun demikian
dalam praktik PTK ini proses pendampingan tidak sampai pada proses
penyusunan laporan hasil penelitian. Hal ini dikarenakan kesibukan para guru
yang menghadapi ujian akhir semester kemudian dilanjutkan dengan libur
sekolah. Meskipun demikian proses pendampingan tetap dilanjutkan dengan
cara komunikasi via email dengan tim pendampingan setelah para guru kembali
ke sekolah masing-masing dan mencobakan di tempat kerja masing-masing.
Pada awalnya proses kerja kelompok ini akan dilakukan dengan
membagi peserta menjadi empat kelompok. Namun demikian berdasarkan
usulan dari para peserta, dengan mempertimbangkan asal tempat tugas mereka,
agar kerja kelompok dapat lebih optimal, maka disepakati untuk dibuat menjadi
6 (enam) kelompok. Dengan demikian setiap kelompok terdiri dari dua
kecamatan yang berdekatan lokasinya. Keenam kelompok tersebut adalah:
NO KELOMPOK KECAMATAN ANGGOTA
1 Kelompok 1 Baki dan Gatak 6 orang
2 Kelompok 2 Kartasura dan Grogol 6 orang
3 Kelompok 3 Nguter dan Bendosari 8 orang
4 Kelompok 4 Polokarto dan Mojolaban 6 orang
5 Kelompok 5 Sukoharjo dan Tawangsari 8 orang
6 Kelompok 6 Weru dan Bulu 6 orang

Masing-masing kelompok bertugas merumuskan draff desain Penelitian


Tindakan Kelas. Rumusan ini dimulai dengan brainstorming di antara mereka

19
untuk menemukan permasalahan bersama yang mereka hadapi sehingga ada
manfaat bersama yang dapat mereka ambil. Proses perumusan draff proposal
PTK ini dilakukan selama setengah hari, sehingga dari aspek alokasi waktu
dapat dikatakan kurang mencukupi. Meskipun demikian di akhir sessi
workshop ini sudah dapat diperoleh naskah kasar dari masing-masing kelompok
dan akan mereka sempurnakan pada proses pendampingan selanjutnya.
Pelatihan Lesson Study merupakan kelanjutan dari pelatihan
sebelumnya, yaitu PTK. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari ke dua, yaitu
tanggal 8 Nopember 2015 dengan tempat dan waktu yang sama sebagaimana
dalam jadwal di atas. Kegiatan ini juga diikuti oleh peserta yang sama, yaitu
sebanyak 40 orang guru PAI dari 12 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo.
Pelaksanaan pelatihan Lesson Study menggunakan pola yang sama dengan
PTK, yaitu diawali dengan sessi teori pada pagi hari dan dilanjutkan dengan
Workshop atau FGD pada siang harinya. Kegiatan ini dipraktikkan secara
berkelompok, sebagaimana konsep dari Lesson Study tersebut, yaitu belajar
bersama untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Dengan demikian para
peserta terbagi menjadi 4 kelompok besar, yang masing-masing kelompok
merumuskan rancangan Lesson Study yang akan mereka terapkan pada saat
praktik lapangan.
Dalam perjalanannya, para peserta lebih memilih untuk lebih menekuni
dan mendalami tentang PTK, dikarenakan hal ini lebih mereka butuhkan sesuai
dengan tuntutan guru untuk melakukan penelitian dalam kaitannya dengan
pengembangan karir dan kepangkatan guru. Dengan demikian dalam proses
pendampingan yang dilakukan tim pengabdian masyarakat pada kali ini lebih
menguatkan pada teori dan praktik PTK dibandingkan dengan Lessson Study.
Hal ini tidak mengurangi makna dari pelatihan yang dilaksanakan, karena
mereka menyepakati untuk tetap mencoba menerapkan Lesson Study pada saat
proses pembelajaran berjalan kembali pada semester mendatang. Berdasarkan
kesepakatan peserta tersebut, maka pada saat workshop lesson study, fokus
pembahasan peserta adalah pada penyempurnaan dan penguatan tahapan

20
pembelajaran yang didesain pada proposal PTK, kemudian dituangkan dalam
bentuk rancangan pembelajaran.
Proses pendampingan dilaksanakan secara berkala setiap hari Sabtu dan
dilakukan selama 3 (tiga) kali yaitu pada Bulan Nopember dan Desember 2015.
Proses pendampingan ini dimaksudkan untuk melakukan monitoring terhadap
progress implementasi dari teori yang sudah diberikan saat pelatihan. Dalam hal
ini, fokus pendampingannya adalah pada penyempurnaan desain praktik PTK.
Pendampingan tahap pertama, fokusnya adalah mengecek progress dari
setiap peserta/kelompok terhadap rencana aksi yang sudah dirumuskan pada
saat pelatihan. Secara teknis, kegiatan ini dilakukan berbasis kelompok tetapi
juga terjadi sharing antar kelompok. Dengan demikian masing-masing
kelompok diberi kesempatan untuk melakukan presentasi terhadap hasil kerja
kelompok mereka dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian masukan,
saran, komentar dan identifikasi alternatif perbaikannya yang kemudian sessi
berikutnya masing-masing kelompok menyempurnakan rumusan desain yang
sudah mereka buat dan praktikkan sebelumnya untuk ditindak lanjuti pada
praktik berikutnya.
Berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan pendampingan tahap satu
tersebut diketahui beberapa kelemahan dari para guru dalam menyusun
proposal PTK. Diantaranya adalah;
1. Masih kurangnya referansi yang dimiliki para guru khususnya terkait
dengan berbagai teori tentang pengembangan model dan strategi
pembelajaran. Dengan demikian para guru masih terbatas dalam
memberikan kajian teoritis tentang berbagai model dan strategi
pembelajaran yang akan digunakan dalam tindakan. Hal ini akan
berpengaruh terhadap ketepatan pemilihan model dan strategi
pembelajaran, ketepatan tahapan pembelajaran, dan juga ketelitian dalam
menganalisis kelehaman dari proses pembelajaran yang dilakukan.
2. Masih terbatasnya pemahaman para guru tentang kurikulum 2013 yang
menuntut pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Hal ini berakibat pada
pemilihan strategi yang akan dikembangkan untuk penelitian tindakan kelas

21
belum semuanya selaras dengan tuntutan kurikulum 2013 tentang standar
proses pembelajaran.
3. Masih terbatasnya pengalaman para guru dalam melakukan penelitian
tindakan kelas, sehingga mereka masih terkesan mengalami beberapa
keraguan dalam menyusun perencanaan dan kurang memiliki ketelitian
dalam merumuskan hal-hal yang bersifat spesifik dan mungkin kadang
dianggap terlaku sepele sehingga tidak dituliskan. Padahal, hal-hal tersebut
sangat penting artinya untuk dituliskan agar dapat dipastikan terlaksana
pada saat tindakan dilakukan.
Dari temuan-temuan tersebut, kemudian tim pendampingan memberikan
beberapa masukan, saran, dan tambahan penjelasan kepada para peserta agar
proses pelaksanaan PTK dapat dilakukan secara lebih baik. Di antara masukan
yang diberikan adalah, dengan menunjukkan beberapa literatur pokok terkait
dengan pengembangan model dan strategi pembelajaran agama Islam. Tim
pendamping juga memberikan penjelasan terkait dengan implementasi
kurikulum 2013 dalam pembelajaran agama Islam. Penjelasan ini secara khusus
diberikan terkait dengan tahapan pembelajaran saintifik, yaitu mulai dengan
berbagai alternative aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan pada tahap
mengamati, menanya, mencoba/mengeksplorasi, menalar/mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan.
Pendampingan tahap ke dua dimaksudkan untuk mengecek hasil dari
praktik tahap pertama dari PTK yang telah mereka rencanakan. Dengan
demikian proses pendampingan ini juga diawali dengan presentasi hasil praktik
siklus pertama dari PTK yang mereka rencanakan. Kemudian hasil presentasi
tersebut dikaji secara lebih mendalam oleh anggota tim setelah mendapatkan
masukan dan saran-saran dari para peserta lain maupun tim pendamping. Hasil
dari rumusan pendampingan tahap kedua ini digunakan untuk melakukan
praktik siklus ke dua.
Pada tahap pendampingan yang kedua ini para peserta menyampaikan
beberapa kesulitan dalam hal implementasi PTK di kelas. Kemudian persoalan

22
tersebut didiskusikan bersama anggota tim dan antar tim atau kelompok untuk
dicarikan solusi bersama. Diantara catatan penting dalam tahap ini adalah:
1. Para guru masih agak kesulitan dalam menentukan factor-faktor apa saja
yang sebenarnya masih terasa perlu diperbaiki. Hal ini berarti dalam
melakukan tindakan yang diobservasi oleh kolaboratornya, belum mampu
menangkap secara sesungguhnya kelemahan-kelemahan dari proses
pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk merumuskan
perbaikan belum bisa dirumuskan secara optimal.
2. Ketika dilakukan proses pemberian tindakan yang dihadiri oleh seorang
kolaborator atau lebih, ternyata memberikan dampak psikologis kepada para
peserta didik. Mereka bersikap secara lebih baik dalam mengikuti
pembelajaran, tidak seperti hari-hari biasanya. Hal ini mungkin disebabkan
karena mereka tahun bahwa sedang diawasi dan dinilai. Oleh karena itu
proses pemberian tindakan ini dapat dikatakan belum benar-benar mampu
mengukur hasilnya secara nyata. Bisa jadi para peserta didik yang lebih baik
pemahamannya itu bukan karena strateginya yang digunakan guru secara
tepat, tetapi karena mereka sejak awal pembelajaran memang lebih fokus
dan konsentrasi karena diobservasi.
Pendampingan tahap ke tiga dimaksudkan untuk membantu para
peserta dalam menyusun pelaporan hasil PTK. Proses ini memang cukup
sulit dilakukan terutama terkendala oleh kesibukan para guru yang
menghadapi ujian akhir semester dan persiapan libur semester. Dengan
demikian dari aspek hasil dapat dikatakan kurang optiman. Namun
demikian proses pendampingan ini secara umum dilakukan secara cukup
baik dan didukung dengan proses pendampingan via e-mail dengan tim
pendamping. Sampai kegiatan ini berakhir, sebenarnya proses
pendampingan masing dapat terus dilakukan dengan mengikuti kebutuhan
peserta. Artinya, ketika ada peserta yang dalam hal ini guru PAI di
Kabupaten Sukoharjo yang ingin berkonsultasi terkait dengan pelaksanaan
PTK dan Lesson Study, masih akan terus dapat dilayani baik melalui e-mail
maupun konsultasi langsung. Meskipun demikian dalam hal ini tim

23
pendamping memposisikan diri secara lebih pasif, sesuai dengan
permintaan dan inisiatif para guru yang ada.

C. Penutup
Berdasarkan serangkaian kegiatan pengabdian masyarakat yang telah
dilaksanakan mulai dari assessment awal, pelatihan, dan pendampingan selama
praktik, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. KKG merupakan salah satu organisasi profesi guru yang perlu mendapatkan
perhatian dan pemberdayaan agar kinerja dan profesionalisme guru dapat
terus ditingkatkan.
2. Pemberdayaan KKG secara cukup efektif digunakan untuk peningkatan
kompetensi guru dikarenakan forum ini telah memiliki agenda pertemuan
rutin, sehingga dapat lebih cepat terjadinya proses diseminasi dan sharing
antar peserta/guru.
3. Rutinitas pertemuan KKG jika tidak dikelola secara baik dapat
menyebabkan kebosanan dan kurangnya antusias para guru, tetapi jika
dimanaj secara baik dan dirancang program berkesinambungan dengan
berorientasi pada konteks kebutuhan para guru, maka akan menjadi sangat
menarik.
4. Peningkatan kekompakan dan saling berbagi antara para guru menjadi kunci
kesuksesan KKG dalam memberikan pembinaan kepada para guru,
sehingga tidak terjadi persaingan antar guru yang tidak sehat dan justru
menjadikan KKG tidak produktif.
5. PTK dan Lesson Study terbukti cukup efektif untuk meningkatkan
kekompakan dan kebersamaan antar guru karena bersifat kolaboratif dan
fleksibel dapat digunakan dalam berbagai kebutuhan. Dengan demikian
program ini dapat dijadikan salah satu agenda rutin KKG, yaitu untuk forum
sharing hasil-hasil PTK dan pengembangan lesson study.
Berdasarkan hasil program pengabdian masyarakat yang telah dilakukan,
maka dapat disampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

24
1. KKG PAI perlu mendapatkan perhatian dan pembinaan secara intensif dari
Kemenag khususnya Seksi PAIS agar forum ini menjadi pusat pembelajaran
dan pelatihan bagi para guru sehingga mereka dapat terus mengembangkan
kompetensi dan selalu mengikuti perkembangan pendidikan.
2. Perlunya dukungan kebijakan dan anggaran dari Kemenag agar forum KKG
tidak hanya menjadi rutinitas yang terkadang kurang produktif, sebaliknya
harus menjadi forum yang menarik dan sangat dibutuhkan oleh para guru.
3. Para pengurus KKG hendaknya memiliki semangat yang tinggi untuk
mengembangkan kompetensi guru dengan memberdayakan semua anggota
yang memiliki pengalaman dan keterampilan dalam bidang pembelajaran.

DAFTAR REFERENSI

Grundy, S., & Kemmis, S. (1982). Educational Action Research in Australia: The
State of The Art (an Overview), dalam The Action Research Reader,
Geelong, Victoria, Australia: Deakin University.

Imam Makruf, dkk, (2011). Penelitian Tindakan Kelas, Panduan Praktis Bagi Guru
Profesional, Surakarta: Tarbiyah IAIN Surakarta.

Mulyasa, (2009). Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaann Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaann Nomor 81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum.

Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi, (2006). Penelitian Tindakan Kelas,


Jakarta: Bumi Aksara.

Suroso, (2007), Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research),


Yogyakarta: eLMATERA Publishing.

Tim Penulis, (2010). Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru, Semarang:
LPTK Rayon 06 IAIN Walisongo Semarang.

Uno, Hamzah; Koni Satria; Lamatenggo Nina, (2009). Penelitian Tindakan Kelas,
Bandung: MQS Publishing.

25

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai