Anda di halaman 1dari 11

TEORI ASAL MULA NEGARA BERDASARKAN

TEORI KEKUATAN DAN TEORI POSITIVISME

Dosen Pengampu : Drs. Ketut Sudiatmaka, M. Si.

Kelompok 4
Gede Sukma Andi Pratama (2314101097)
Vanya Natalia Putri (2314101098)
Putu Rama Dirgantara (2314101100)
I Kadek Budiatmika (2314101101)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai.Terima kasih kepada dosen pembimbing kami yang telah
memberikan arahan yang berharga. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca ingat dengan mudah
materi yang di sampaikan dalam makalah ini.
Makalah ini membahas topik “Teori Asal Mula Negara Berdasarkam Teori Kekuatan,
Positivisme, dan Modern” yang kami harapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
teori asal mula negara. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Perlu adanya
tanggapan untuk membantu kami dalam meningkatkan pengalaman dan pengetahuan kami. Untuk itu
kami sngat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman sekalian.
Kami menyampaikan permohonan maaf jika terdapat kekurangan dalam makalah ini. Terima kasih atas
segala perhatian dan kesempatan yang diberikan kepada kami.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
2.1 Teori Kekuasaan/Kekuatan ..................................................................................................... 2
2.2 Teori Positivisme..................................................................................................................... 3
2.3 Teori Modern........................................................................................................................... 4
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................................. 7
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 7
3.2 Saran ....................................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara merupakan suatu wadah atau perkumpulan atau organisasi manusia yang didalamnya
terdapat satu atau lebih kelompok yang mendiami suatu daerah teritorial yang mengakui adanya
pemerintahan dan peratura-peraturan yang mengikat di dalam kelompok tersebut. Di dalam
berdirinya suatu negara, dipengaruhi oleh beberapa aspek. Yang meliputi rakyat, wilayah,
pemerintah, dan pengakuan dari wilayah lain. Jika salah satu dari keempat syarat tersebut tidak
terpenuhi, maka kelompok terkait tidak bisa dianggap sebagi negara. Sebuah negara dapat terbentuk
karena beberapa faktor yang didasari atas adanya persamaan kepentingan, latar belakang, sejarah
historis, dan adanya perasaan senasib yang dialami oleh masyarakat di dalam negara tersebut.
Dari pemaparan tersebut, tidak akan hanya dijelaskan mengenai apa itu ilmu negara secara
spesifik, namun lebih kepada bagaimana negara bisa terbentuk, teori-teori yang menjelaskan
bagaimana terbentuknya suatu negara dan siapa saja tokoh yang menjelaskan mengenai asal mula
negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu negara?
2. Bagaimana negara bisa terbentuk?
3. Bagaimana negara bisa terbentuk menurut teori kekuatan, teori positivisme, dan teori modern?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu negara
2. Untuk mengetahui bagaimana negara bisa terbentuk
3. Untuk mengetahui bagaimana terbentuknya negara berdasarkan teori kekuatan, teori
positivisme, dan teori modern.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Ilmu Negara pada hakikatnya merupakan ilmu pengetahuan tentang negara dan hukum pada
umumnya. Ilmu Negara mempelajari mengenai negara pada umumnya, yakni negara dalam pengertian
umum, abstrak, dan universal, bukan negara yang tertentu. Karena itu, yang dikaji mengenai pengertian-
pengertian pokok dan sendisendi pokok negara.
2.1 Teori Kekuasaan/Kekuatan
Zaman berkembangnya teori kekuatan dalam ilmu negara dapat ditemukan pada masa modern,
yaitu pada permulaan abad ke-18. Namun, sejarah pemikiran tentang negara telah ada sejak zaman
Yunani Kuno, di mana Polybios mengembangkan teori perjalanan cyclish pada akhir masa
Yunani. Berikut adalah beberapa periode penting dalam sejarah perkembangan ilmu negara yang terkait
dengan teori kekuatan:
• Masa Romawi Kuno
• Abad Pertengahan
• Abad Renaissance
• Masa Aukflarung
• Masa Berkembangnya Teori Kekuatan
• Masa Teori Positivisme
• Masa Teori Modern (Abad XX M)
Pada masa berkembangnya teori kekuatan, terdapat beberapa tokoh penting seperti
Montesquieu, Rousseau, dan Friedrich yang Agung. Mereka mengembangkan teori-teori tentang negara
yang berfokus pada kekuasaan dan pengaruh dalam hubungan antara negara-negara. Teori kekuatan
dalam ilmu negara kemudian berkembang menjadi salah satu teori penting dalam hubungan
internasional, yang mempengaruhi hubungan antara negara-negara di dunia hingga saat ini. Teori ini
berpendapat bahwa negara timbul karena orang-orang kuat menaklukan orang-orang lemah. Untuk
dapat menguasai orang-orang lemah, maka didirikanlah organisasi, yaitu negara. Teori ini dikemukakan
oleh karl mark (1818-1883). Fredrick Engels, Harold J. Laski (1893-1950), F.Oppenheimer, dan Leon
Duguit. Berikut beberapa poin penting yang dapat menjelaskan teori kekuasaan dalam ilmu kenegaraan:
Negara adalah suatu organisasi yang memperoleh kekuasaan dari masyarakat dan memiliki
wilayah tertentu. Menurut teori kedaulatan negara Jean Bodin dan George Jelinek, kekuasaan tertinggi
berada di tangan negara dan negara mengatur kehidupan anggota Masyarakat. Bangsa-bangsa terbentuk
melalui proses penaklukan dan pendudukan. Teori kekuasaan didasarkan pada sifat dasar manusia untuk
bersifat agresif, yang menyebabkan manusia memperoleh kekuasaan dengan cara menaklukkan pihak
yang lemah. Sifat agresif tersebut memunculkan naluri manusia dan membentuk institusi negara.
Kekuasaan menjadi pembenaran pembentukan negara. Negara dianggap sebagai alat masyarakat, yang
berhak mengatur hubungan antar manusia. Negara juga merupakan perwujudan seluruh individu. Teori
kekuatan adalah salah satu dari banyak teori yang mengusulkan asal usul negara, bersama dengan teori
ketuhanan, teori koalisi sosial, dan teori hukum alam. Teori hukum alam menjelaskan bahwa negara
muncul dari kekuatan alam.
Teori kekuasaan dalam ilmu kenegaraan mempengaruhi hubungan antar negara di dunia dengan
cara sebagai berikut:
Negara-negara cenderung bersaing satu sama lain untuk mendapatkan kekuasaan dan sumber
daya.Hal ini sesuai dengan teori realisme dalam hubungan internasional yang menganggap negara
sebagai aktor utama dalam politik internasional dan mengutamakan kepentingan nasionalnya untuk
melindungi dan menjamin keamanannya sendiri.Negara-negara yang lebih kuat cenderung memiliki

2
pengaruh yang lebih besar dalam hubungan internasional. Negara-negara yang dianggap sebagai
kekuatan besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok semuanya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan dan tindakan negara lain.
Negara-negara dengan kekuatan yang seimbang cenderung memiliki hubungan yang lebih
stabil dan damai. Hal ini sesuai dengan teori keseimbangan kekuatan dalam hubungan internasional
yang menyatakan bahwa negara akan berusaha menjaga keseimbangan kekuatan untuk mencegah
timbulnya konflik yang merugikan semua pihak.Negara-negara yang merasa lemah cenderung mencari
aliansi dengan negara-negara yang lebih kuat untuk mendapatkan perlindungan dan dukungan.Hal ini
sesuai dengan teori hubungan internasional kartel negara, yang berasumsi bahwa negara-negara dapat
bekerja sama untuk mencapai kepentingan bersama.Dengan demikian, teori kekuasaan dalam ilmu
kenegaraan mempengaruhi hubungan antar bangsa di seluruh dunia dengan mempengaruhi persaingan,
pengaruh, keseimbangan kekuasaan, dan aliansi antar bangsa.
2.2 Teori Positivisme
Teori positivisme dalam ilmu negara berasal dari filsafat positivisme yang muncul pada abad
ke-19. Auguste Comte, seorang filsuf Prancis dianggap sebagai bapak positivisme. Comte
mengembangkan gagasan bahwa pengetahuan harus didasarkan pada pengamatan empiris dan metode
ilmiah. Teori positivisme kemudian dikembangkan oleh beberapa tokoh lain seperti Hans Kelsen, Jean
Bodin, dan George Gellinek. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu positivisme
awal, empirio-positivisme, dan positivisme logis. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini
diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
❖ Beberapa tokoh yang mempengaruhi teori positivisme dalam ilmu negara antara lain:
1. Auguste Comte, seorang filsuf Prancis yang dianggap sebagai bapak positivisme. Ia
mengembangkan gagasan bahwa pengetahuan harus didasarkan pada pengamatan empiris dan
metode ilmiah.
2. Hans Kelsen, seorang ahli hukum Austria yang mengembangkan teori hukum murni atau pure
law theory. Menurut Kelsen, hukum harus dipahami sebagai sistem norma yang terpisah dari
nilai-nilai moral atau politik.
3. Jean Bodin, seorang filsuf dan ahli hukum Prancis yang menekankan pentingnya kedaulatan
negara dalam mempertahankan ketertiban dan keamanan.
4. George Gellinek, seorang ahli hukum Jerman yang mengembangkan teori tentang negara
sebagai suatu kekuatan yang mempunyai hak untuk menentukan apa yang benar dan salah.
❖ Prinsip dasar teori positivisme dalam ilmu negara antara lain:
• Penolakan terhadap ajaran abstrak dan metafisik: Teori positivisme menolak pemikiran yang
bersifat abstrak dan metafisik, yang cenderung tidak dapat diamati secara empiris. Pemikiran
ini dipengaruhi oleh Auguste Comte, seorang filsuf Prancis yang dianggap sebagai bapak
positivisme
• Pentingnya pengamatan empiris dan metode ilmiah: Teori positivisme menekankan pentingnya
pengamatan empiris dan penggunaan metode ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Hal ini
berarti bahwa ilmu negara harus didasarkan pada fakta-fakta yang dapat diamati dan diuji secara
objektif.
• Tata hukum negara berlaku karena mendapatkan bentuk dari negara: Dalam pandangan
positivisme hukum, tata hukum suatu negara berlaku bukan karena memiliki dasar dalam
kehidupan sosial, tetapi karena mendapatkan bentuk dari negara itu sendiri. Prinsip ini
menekankan pentingnya kedaulatan negara dalam menentukan hukum dan peraturan yang
berlaku.
• Hukum dipahami sebagai sistem norma yang terpisah dari nilai-nilai moral atau politik: Hans
Kelsen, seorang ahli hukum Austria yang mempengaruhi teori positivisme, mengembangkan

3
konsep hukum murni atau pure law theory. Menurut Kelsen, hukum harus dipahami sebagai
sistem norma yang terpisah dari nilai-nilai moral atau politik.
• Pentingnya kepastian hukum: Teori positivisme menekankan pentingnya kepastian hukum, di
mana hukum harus jelas, dapat dipahami, dan diterapkan secara konsisten. Hal ini berarti bahwa
keputusan hukum harus didasarkan pada aturan yang telah ditetapkan, bukan pada
pertimbangan moral atau politik. Pandangan positivisme hukum memandang hubungan antara
hukum dan negara sebagai berikut:
• Hukum dipahami sebagai norma positif dalam sistem peraturan perundang-undangan suatu
negara. Hal ini berarti bahwa hukum tidak didasarkan pada nilai-nilai moral atau politik, tetapi
pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh penguasa politik.
• Tata hukum negara berlaku bukan karena memiliki dasar dalam kehidupan sosial, tetapi karena
mendapatkan bentuk dari negara itu sendiri. Prinsip ini menekankan pentingnya kedaulatan
negara dalam menentukan hukum dan peraturan yang berlaku.
• Hukum dipahami sebagai sistem norma yang terpisah dari nilai-nilai moral atau
politik. Menurut Hans Kelsen, hukum harus dipahami sebagai sistem norma yang terpisah dari
nilai-nilai moral atau politik.
• Hukum harus jelas, dapat dipahami, dan diterapkan secara konsisten. Hal ini berarti bahwa
keputusan hukum harus didasarkan pada aturan yang telah ditetapkan, bukan pada
pertimbangan moral atau politik.
Dalam pandangan positivisme hukum, negara memiliki kedaulatan tertinggi dalam menentukan
hukum dan peraturan yang berlaku. Hukum dipahami sebagai norma positif dalam sistem peraturan
perundang-undangan suatu negara, yang tidak didasarkan pada nilai-nilai moral atau politik. Hukum
harus jelas, dapat dipahami, dan diterapkan secara konsisten.
2.3 Teori Modern
Teori modern memandang negara adalah suatu fakta atau kenyataan yang terikat waktu, tempat,
dan keadaan tertentu. Tokoh utama teori ini adalah R.Kranenburg dan Logemann. Selain mereka ada
juga sarjana lain yang berpendapat mengenai asal mula negara dari teori modern ini yaitu Harold
J.Laski, Miriam Budiarjo, Padmo Wahjono, C. F. Stronng, Socrates, dan Aristoteles. Namun, teori dari
Kranenburg dan Logemann mendapat tanggapan dari beberapa sarajana seperti Ernest Renan, Karl
Radek, Karl Kaustshy, dan Otto Bauerlah. Berikut adalah beberapa teori dari tokoh-tokoh tersebut :
• Teori Kranenburg
Menurut Kranenburg Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut Bangsa. Dengan demikian maka terlebih dahulu harus ada
sekelompok manusia yang mempunyai kesadaran bersama untuk mendirikan oraganisasi, untuk
memelihara kepentingan kelompok tersebut. Jadi yang utama atau primer adalah bangsa atau kelompok
manusia, sedangkan yang kedua atau sekunder adalah negara, karena adanya negara berdasarkan atas
sekelompok manusia yang disebut bangsa itu.
Pandangannya tersebut mendapat kritikan dari para sarjana bahwa bangsalah yang menciptakan
negara tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, contohnya Negara Austria, Hongaris, dan Polandia
terdiri atas beberapa jenis bangsa yang berdasarkan kepentingannya, nasib, kebudayaan serta
keselamatan mereka bersama membentuk negara setelang perang dunia pertama. Sedangkan Korea
yang terdiri dari satu bangsa tetapi mendirikan dua negara yaitu Korea Utara dan Korea Selatan.
• Teori Logemann
Berbeda dengan teori Kranenburg, teori Logemann menyatakan bahwa negara itu pada
prinsipnya adalah organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa.
Dengan demikian maka yang pertama adalah negara sebagai organisasi kekuasaan kemudian
menyatukan kelompok manusia atau bangsa, oragnisasi tersebut memiliki kewibawaan (gezag) yang
berarti dapat memaksakan kehendaknya kepada setiap orang yang menjadi anggota dari organisasi

4
tersebut. Jadi, negara adalah yang primer dan bangsa yang sekunder. Jadi menurut Logemann organisasi
itulah yang menciptakan dan meliputi kelompok manusia, dengan tujuan untuk mengatur kelompok
tersebut dan menyelenggarakan kepentingan kelompok itu.
Perbedaan pendapat antara Kranenburg dan Logamann ini disebabkan karena berbeda
pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan istilah bangsa itu. Jadi, kedua sarjana ini mempunyai
pendapat yang berbeda mengenai pengertian bangsa.
Istilah bangsa yang digunakan oleh Kranenburg itu adalah bangsa dalam arti etimologis,
misalnya bangsa Jawa, Sunda, Dayak dan sebagainya. Sedangkan pengertian bangsa yang dipergunakan
untuk menggambarkan ide dari Logamann itu adalah bangsa dalam arti rakyat dari suatu negara. Oleh
karena itu, dalam tahun 1882 Ernest Renan salah seorang sarjana membuka pendapatnya tentang
pengertian bangsa. Menurut beliau bangsa adalah suatu nyawa, suatu azas akal, yang terjadi karena dua
hal, pertama rakyat itu dulunya harus bersama-sama menjadi satu riwayat; kedua rakyat itu sekarang
harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Jadi, yang menjadikan negara itu bukanlah
jenis atau ras, agama, persamaan kebutuhan, ataupun daerah.
Selain itu sarjana lainnya seperti Karl Radek, juga Karl Kautshy, terutama Otto Bauerlah yang
juga mempelajari bangsa itu. Menurut Otto, bangsa itu adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari
persatuan hal ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu.
• Teori Harlod J.Laski,
Harlod J.Laski berpendapat bahwa hakikat negara adalah suatu Persekutuan manusia yang
mengikuti cara hidup tertentu, jika parlu dengan sistem paksaan.
• Teori Miriam Budiarjo
Miriam Budiarjo mengemukakan bahwa negara mempunyai sifat sebagai berikut:
a Memaksa, maksudnya adalah bahwa agar peraturan perundang-udangan ditaati dan dengan
demikian maka ketertiban masyarakat tercapai, maka negara mempunyai kekuasaan untuk
memakai kekerasan fisik secara legal.
b Monopoli, artinya bahwa negara mempunyai sifat monopoli dalam menetapkan tujuan
bersama dari Masyarakat.
c Mencakup semua (all-encompassing, all embracing), artinya bahwa semua peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh negara berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.

• Teori Padmo Wahjono


Padmo Wahjono menjelaskan hakikat negara berdasarkan pada pendekatan historis sehingga
tampak hakikat negara dari zaman Yunani, Abad Pertengahan, awal zaman modern, dan zaman modern.
Pada zaman Yunani negara hakikatnya adalah suatu Polis. Jika dilihat dari negara sekarang ini, maka
Polis itu merupakan negara seluas kota sehingga disebut sebagai City-State atau Stadstaat.
• Teori C.F. Strong
C.F. Strong menjelaskan bahwa The state to the Greek was his whole scheme of association, a
city wherein all his needs, material and spiritual, were satisfied. Dengan demikian, bagi bangsa Yunani,
negara bukanlah sekedar wadah berorganisasi, melainkan seluruh pola pergaulannya untuk
terpenuhinya semua kebutuhan material dan spiritualnya. Dalam Polis itu berlangsung kehidupan
ketatanegaraan dengan sistem demokrasi langsung.
• Teori Socrates
Hakikat negara sebagai Polis dikemukakan oleh Socrates dan Aristoteles, walapun terdapat
perbedaan dalam aksentuasi. Socrates menyatakan Polis identic dengan masyarakat dan masyarakat
identik dengan negara. Karena di situ tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja, melainkan juga
mengenai kepribadian orang-orang di sekitarnya.

• Teori Aristoteles

5
Aristoteles menyatakan hakikat negara sebagai Persekutuan hidup politis (he koinonia politike),
maksudnya adalah Persekutuan hidup yang berbentuk polis. Hal itu mengandung makna adanya
hubungan yang bersifat organik antara warga negara yang satu dengan yang lainnya. Negara bukan
sekedar instrument atau kumpulan yang teratur dari bagian-bagian mesin yang menyebabkan
terbentuknya mesin itu, melainkan sesungguhnya adalah suatu organisme. Karena itulah Aristoteles
dinyatakan sebagai peletak dasar teori organisme tentang negara. Dalam hakikat yang demikian, maka
terdapat hubungan yang bersifat khusus , yang sangat erat, akrab, mesra, dan bahkan lestari antara warga
negara satu dengan yang lainnya dalam polis. Itu juga berarti bahwa terdapat kewajiban bagi negara
untuk menjaga, memelihara dan melestarikan hubungan khusus bagi warga negara tersebut.

6
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga teori yang disampaikan diatas memiliki
keunikan dan perbedaan masing-masing antara teori yang satu dengan yang lainnya. Seperti pada teori
kekuatan yang menjelaskan bahwa negara muncul karena kebutuhan untuk melindungi diri mereka
sendiri dan mempertahankan kepentingan mereka. Sebagai akibatnya, persaingan dan konflik menjadi
ciri utama dalam hubungan internasional. Selain itu, dijelaskan pula bahwa siapa yang paling kuat,
dialah yang mampu mendominasi.
Sedangkan pada teori positivisme, pendekatannya menyoroti pentingnya data empiris dan
fakta dalam memahami asal mula negara. Faktor-faktor seperti geografi, budaya, dan sejarah
digunakan untuk menjelaskan perkembangan negara secara ilmiah.
Dan pada teori modern menjelaskan tentang asal mula negara dengan proses modernisasi,
yang mencakup perubahan dari masyarakat agraris tradisional ke masyarakat industri yang lebih maju.
Negara seringkali muncul sebagai respons terhadap perubahan ekonomi, sosial, dan politik yang
terkait dengan modernisasi.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa kami masih sangat jauh sekali dari kata-kata
sempurna, untuk kedepannya penulis akan lebih jelas dan lebih fokus lagi dalam menerangkan
penjelasan mengenai makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih lengkap dan lebih banyak
lagi, dan tentunya bisa untuk dipertanggung jawabkan. Untuk saran yang akan kalian berikan kepada
penulis, bisa berupa kritikan-kritikan dan saran-saran kepada penulis guna untuk menyimpulkan
kepada kesimpulan dari pembahasan makalah yang sudah dijelaskan didalam makalah. Untuk bagian-
bagian akhir dari makalah ialah daftar pustaka.

7
DAFTAR PUSTAKA

Johan, T. S. B. (2018). Perkembangan Ilmu Negara Dalam Peradaban Globalisasi Dunia Teori
Positivisme. CV. BUDI UTAMA, Sleman.
Soehino. (2013). Ilmu Negara. LIBERTY YOGYAKARTA, Yogyakarta.
M. Nasroen, 1957, Asal Mula Negara, Penerbit Ichtisar, Jakarta.
Syaiful Bahri, 2010, Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum Modern, Jakarta, Penerbit Total
Media.

Anda mungkin juga menyukai