Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITASKRISTENMARANATHA Diserahkankepada:

FAKULTASPSIKOLOGI Dr. Irene Prameswari, M.Si., Psikolog

BANDUNG Serena Wijaya, M.Psi., Psikolog

Vanessa Adiastiafany Pricilia, M.Psi.,Psikolog

Mata Kuliah Konseling Pernikahan dan Keluarga


Tugas ke – 8
“Analisa dan Rancangan Treatmen”

Dibuat oleh:
Sammy Sahulata – 2034017

Diserahkan
tanggal :29 Januari
2022

1
I. Identitas

Nama Suami :TJ


Tempat/TanggalLahir : Larat, 10 Juni 1983
Usia : 39 Tahun
Status : Menikah
Agama :Kristen Protestan
Pendidikanterakhir :SMA
Pekerjaan :Wiraswasta
Alamat :Larat

Nama Istri : LB
Tempat/Tanggal Lahir :Larat, 06 Februari 1983
Usia : 39 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama :Kristen Protestan
Pendidikanterakhir : SMP
Alamat : Larat

II. Presenting Problem (Keluhan Keluarga)


- BL resah dengan sikap suaminya TJ yang tidak pernah membiayai kehidupan rumah
tangga, terlebih lagi sebagai seorang istripun BL tidak mendapat perlakuan yang baik dari
TJ. BL sangat marah karena keseharian TJ hanya mabuk dan berjudi. BL kecewa setelah
bertahun-tahun hidup bersama TJ tetapi tidak ada perubahan sikap.

- TJ seringkali menunjukan sikap yang tidak baik kepada BL setelah pulang dalam
keadaan mabuk. Hampir semua perabot Rumah tangga dipecahkan. Dalam keadaan
demikian BL hanya bisa diam dan berdoa meminta kekuatan, kesabaran dan hikmat dari
Tuhan. BL kemudian mengambil keputusan untuk keluar dari rumah TJ dan memulai
hidup baru bersama anak-anak dan adiknya dengan kembali kerumah orangtuanya.

III. Observasi
(Mengobservasi proses interaksi yang terjadi, dimulai dari menghubungi konselor, membuat
perjanjian, proses interaksi saat tahap asesmen, termasuk saat orientasi, tahap kontrak, saat
outlining options, negotiating expectation, orientasi treatment yang akan dilakukan saat
pemberian treatment).

2
 TJ menjumpai terapis dan menyampaikan keinginannya untuk membicarakan
permasalahannya dengan terapis. TJ dan terapis bersepakat untuk berjumpa dengan BL.
 Pertemuan 1 :
TJ bertemu dengan terapis pukul 18.00 wit dirumahnya. TJ adalah anak pertama dari empat
bersaudara. Ditemani ibu TJ, percakapan mulai dibangun. TJ terlihat begitu menyesal atas
perlakuannya kepada BL yang mengakibatkan BL pergi dari rumah bersama anak-anak.
Tatapan wajah TJ kepada terapis menunjukan kesedihan yang mendalam. TJ perlahan
menceritakan permasalahan yang sedang dihadapinya. TJ menyadari bahwa selama ini apa
yang dirasakan istrinya itu semua karena sikap hidup TJ yang terlalu mementingkan
kesenangan dirinya. Alunan suara TJ seakan menunjuk pada penyesalan dan kesedihan yang
dirasakan setelah BL tidak lagi serumah dengan TJ. Diakhir pertemuan TJ memohon
kepada terapis untuk bertemu BL.

 Pertemuan 2 :
Terapis datang bertemu dengan BL sesuai permintaan TJ pada pertemuan pertama. BL yang
sedang sibuk dengan usahnya cepat-cepat menghampiri terapis. BL Duduk di depan terapis
dengan berbusana pakaian kerja. Setelah itu, terapis pun mulai membuka percakapan
dengan menanyakan keadaan BL saat ini. BL menjawab dengan nada lembut dan tenang
sesuai kehidupan yang dijalani tanpa TJ. Terapis menyampaikan isi hati TJ dengan
penyesalan dan kesedihan yang dialami TJ saat BL pergi dari rumah bersama anak-anak.
Nampaknya BL tidak percaya dengan apa yang ceritakan terapis. Dengan suara setengah
keras BL berkata “TJ tidak akan bisa berubah jika kesehariannya hanya minum-minuman
keras dan berjudi”. Sikap TJ kepada BL sudah meninggalkan luka mendalam yang
menyayat hati BL untuk tidak kembali lagi bersama TJ.
Dari penyampaian BL kepada terapis terlihat wajah BL sangat kecewa. Terapis memberi
penguatan dan spirit kepada BL agar lebih tenang dan memberi kesempatan bertemu dengan
TJ. Beberapa kali BL menolak permintaan Terapis. Terapis mengarahkan BL untuk bertemu
TJ demi anak-anak. Dengan berat hati BL menerima permintaan Terapis.

 Pertemuan 3 :
Setelah pertemuan pertama dan kedua, terapis bersama TJ bertemu dengan BL dirumah
keluarga BL. Terapis menyapa TJ dan BL dan berjabat tangan dengan keduanya. BL
mengambil kedudukannya jauh dari TJ. Terapis membuka percakapan diawal pertemuan ini
3
dengan mengajak TJ dan BL saling berjabat tangan. BL merespon dengan reflex dan
langsung menyampaikan isi hatinya. Nada bicara yang lembut dan tegas menunjukan sikap
BL yang hanya menanti TJ untuk berbicara dan menyampaikan permohonan maaf kepada
BL. TJ hanya duduk diam tanpa berkata apapun. BL semakin kesal dengan sikap TJ.
Nampak BL menerima TJ kembali ketika TJ dapat berbicara dan menyampaikan penyesalan
dan kesedihan yang dialami semenjak BL pergi dari rumah dan memilih tinggal dirumah
orang tua BL. Akan tetapi, TJ tidak berkata apapun dan hanya duduk diam.

IV. Anamnesa (berisi semua pengumpulan daa , menggunakan 6 dimensi)


BL adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Keterbatasan financial keluarga BL
membuat BL tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. SMP adalah
masa indah dan terakhir untuk BL mengenal dunia pendidikan. Semangat BL tidak berhenti
Karena keterbatasan financial keluarga. BL semakin tekun untuk mempertahankan hidupnya
dan membantu orang tua untuk menyekolahkan adik-adiknya.

Setelah tumbuh dewasa BL mengenal TJ dan perkenalan berlanjut ke pelaminan.


Hadirnya anak-anak menambah nuansa kebahagiaan dalam hidup BL dan TJ. Kebahagiaan
terasa hanya sementara. TJ menunjukan sikap aslinya. Minum-minuman keras dan berjudi
adalah gaya hidup TJ setiap hari. BL mencoba memahami keberadaan TJ dengan tidak terlalu
fokus pada gaya hidup TJ. TJ pulang kerumah dalam keadaan mabuk dan memarahi BL tanpa
sebab. Perabot rumah tangga dipecahkan, TJ mengeluarkan kata-kata kotor kepada BL. BL
berusaha tenang dan diam.

Kesehariaan TJ membuat BL kecewa dan resah. TJ tidak menafkai BL selama empat


tahun. Kesabaran BL memiliki batas. BL mengambil keputusan sepihak untuk pergi
meninggalkan TJ karena gaya hidup dan tidak menafkai BL dan anak-anak.

V. Deskripsi Masalah
 Pemecahan Masalah
a) Permasalahan yang dihadapi oleh TJ dan BL adalah akibat dari kesalahan yang dibuat
oleh TJ dengan Gaya Hidup TJ yang membuat BL kecewa dan sedih sehingga
berdampak pada sikap BL yang mengambil keputusan untuk tidak serumah dengan TJ
sampai sekarang ini.

4
b) Gaya Hidup TJ yang tidak berubah membuat BL tetap memperthankan prinsipnya
untuk tidak kembali pada TJ. Anak-anak tetap dalam asuhan BL. anak-anak tetap
berkunjung kerumah TJ.

c) TJ tidak mampu untuk mengambil tindakan berubah yang mengakibatkan


keharmonisan anatara TJ dan BL tidak dapat terjalin lagi. Sikap sadar dari TJ yang
dibutuhkan BL tidak nampak dalam hidup TJ.

 Komunikasi
a) Komunikasi antara TJ dan BL tidak berjalan dengan baik. BL memilih fokus pada
kepentingan membesarkan anak-anak dan mensejahterakan hidup orang tua dan adik-
adik daripada memikirkan gaya hidup TJ.

b) Komunikasi yang dibangun dalam keluarga TJ dan BL sangat tidak efektif karena BL
memiliki prinsip hidup yang kuat setelah mengalami perlakuan yang tidak baik dari TJ.
TJ dengan sikap diam dan cuek membuat komunikasi dengan BL tidak efektif.

 Peran
a) Penyediaan sumber daya, meliputi fungsi dan tugas yang berkaitan dengan penyediaan
tempat tinggal. Hal ini sepertinya diabaikan BL, karena ketidaknyamanan serumah
dengan TJ. BL tidak dihargai sebagai seorang istri oleh TJ suaminya karena Gaya
Hidup TJ dan tidak memberi nafkah BL.

b) Perawat dan dukungan, meliputi penyediaan kenyamanan, kehangatan, rasa aman, dan
dukungan untuk setiap anggota keluarga. Fungsi ini tidak berjalan dengan baik dalam
keluarga TJ dan BL. BL merasa tertekan dengan sikap TJ. Tidak ada kenyamanan, tidak
ada kehangatan ketika TJ terus menjalani hidup dengan minum-minuman keras dan
berjudi. Rasa aman dan tentram dimiliki BL saat pergi meninggalkan TJ.

c) Keluarga TJ tidak memiliki peran yang berfungsi dengan baik untuk membuat gerakan
perubahan dalam hidup TJ. Keluarga BL memberi ruang bagi TJ tapi tidak direspon
dengan baik melainkan tetap dengan gaya hidup lama.

 Responsivitas Afektif
Kemampuan untuk menyampaikan perasaan dan emosi antara TJ dan BL tidak dapat
dilakukan dengan tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa permasalahan yang terjadi dalam

5
keluarga TJ dan BL tergolong dalam Sikap Ego disebabkan karena :

- Gaya Hidup TJ yang berlebihan mengakibatkan hilangnya fungsi kontrol sebagai


suami kepada istri dan anak-anak.

- Adanya perasaan tertekan, sedih dan kecewa yang tersimpan mengakibatkan BL


meninggalkan TJ karena tidak memberi nafkah kepada BL selama empat tahun.

 Keterlibatan Afektif
Dimensi ini berfokus kepada seberapa banyak ketertarikan yang ditunjukkan oleh anggota
keluarga satu sama lain. Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada keluarga TJ dan BL
maka dapat digambarkan pola keterlibatan sebagai berikut :

a) Keterlibatan narsistik. Keterlibatan dengan anggota keluarga lain hanya sebatas


perilaku atau aktivitas tersebut memiliki manfaat bagi dirinya sendiri. Hal ini
nampak dari perilaku yang ditujukkan oleh TJ kepada BL yang sering pulang
kerumah dalam keadaan mabuk dan memukuli BL tanpa sebab.

b) Keterlibatan simbiotik. Keterlibatan yang ekstrim dan patalogis satu sama lain
terlihat mengganggu hubungan. Permasalahan terjadi pada keluarga TJ dan BL,
bermula ketika BL tidak dinafkahi selama empat tahun oleh TJ. Minum-minuman
keras dan berjudi yang dinikmati TJ dalam hidup sehari-harinya berdampak pada
keharmonisan dalam keluarga TJ dan BL yang tidak lagi terjalin. Walaupun BL
berusaha untuk menerima kondisi TJ dengan harapan ada perubahan sikap dari TJ.
Akan tetapi sampai sekarang TJ tidak menunjukan sikap dan tanggungjawab yang
baik sebagai seorang kepala keluarga, suami dan ayah bagi BL dan anak-anak.

 Kontrol Perilaku
a) Tiap anggota keluarga memiliki aturan standar masing-masing tentang perilaku yang
bisa diterima pada setiap anggota keluarga. Pada permasalahan yang terjadi dalam
keluarga TJ dan BL, terdapat kontrol perilaku yang kaku hal ini nampak dari aturan
yang dibuat oleh TJ yang hanya memikirkan diri sendiri tanpa mempertimbangkan
perasaan BL sehingga aturan yang dibuat tidak dapat diterima dengan baik oleh BL dan
membuat BL merasa tertekan. Sehingga BL mempertahankan prinsip untuk tidak

6
kembali serumah bersama TJ.

VI. Prioritas Permasalahan


Berdasarkan pada deskripsi permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka menurut terapis
permasalahan yang perlu mendapat prioritas penanganan adalah :

a) Menumbuhkan rasa percaya BL kepada TJ.

Permasalahan yang terjadi antara BL dan TJ saat ini adalah karena hilangnya rasa
percaya dari BL kepada TJ. Sikap BL ini adalah dampak dari gaya hidup TJ yang
hanya mementingkan kesenangan dirinya daripada kepentingan istri dan anak-anak. BL
selalu berusaha menerima keadaan TJ yang selalu melakukan kebiasaan mabuk-
mabukan dan berjudi setiap hari. BL semakin tertekan karena bertahun-tahun hidup
tanpa nafkah dari TJ. Sikap TJ terkadang tidak dikritisi orangtua TJ mengakibatkan BL
semakin kecewa dan memilih pergi meninggalkan TJ sampai sekarang.

b) Membangun Sikap Sadar untuk menciptakan perubahan hidup yang harmonis

TJ sebagai kepala keluarga perlu menyadari peran dan fungsinya sebagai pemimpin
dalam keluarga. Gaya Hidup (Miras dan Judi) TJ yang hanya mementingkan
kesenangan diri sendiri perlu mendapat perhatian khusus oleh orangtua TJ untuk
membantu TJ menyadarinya. Sikap sadar untuk menciptkan perubahan hdiup dapat
membantu TJ mengembalikan BL dan anak-anak utuk hidup bersama dalam keluarga
yang harmonis.

c) Memperbaiki pola komunikasi yang tercipta dalam keluarga TJ dan BL.

Komunikasi anatara TJ dan BL tidak berjalan dengan baik karena prinsip BL yang
memilih meninggalkan TJ. Disisi lain, sikap TJ yang diam dan cuek dan ego karena
kenikmatan duniawi yang mengakibatkan komunikasi antara TJ dan BL semakin tidak
harmonis.

VII. Teori

Teori yang dipakai untuk mengkaji keluhan keluarga TJ dan BL adalah :

1. Perubahan Perilaku.
7
Perubahan perilaku merupakan sebuah respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas
rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Enam langkah tahapan utama
dalam perubahan perilaku, sebagai berikut:

a. Precontemplation merupakan tahap saat seseorang belum mengakui adanya


perilakunya yang bermasalah.

b. Contemplation merupakan tahap saat seseorang akan semakin sadar soal manfaat
melakukan perubahan. Namun, adanya harga yang harus dibayar kemudian memicu
konflik dalam diri mereka untuk memutuskan apakah perubahan perlu dilakukan atau
tidak.

c. Preparation adalah tahap saat seseorang mulai melakukan perubahan kecil sebagai
bentuk persiapan.

d. Action merupakan tahap saat seseorang akan mulai mengambil tindakan langsung
untuk meraih apa yang menjadi tujuannya.

e. Maintenance merupakan tahap saat seseorang mencoba untuk mempertahankan


perilaku baru. Pada tahap ini, cobalah mencari cara untuk menghindari godaan.
Ingatkan diri anda bahwa itu hanyalah kemunduran kecil, sebelum kemudian mencari
cara untuk memperbaiki dan mempertahankan perilaku positif yang baru.

f. Relapse merupakan tahap saat perilaku lama kambuh sehingga akan mengalami
kekecewaan, frustasi, dan merasa gagal. Kunci supaya berhasil tidak membiarkan
kemunduran tersebut merusak rasa percaya diri.

2. Kepercayaan Pada Pasangan.

Menurut Rempel dkk (1985) kepercayaan adalah salah satu kualitas yang paling
dikehendaki dalam hubungan intim. Hal ini sering dikaitkan dengan hubungan cinta dan
komitmen antar pasangan sebagai landasan hubungan yang ideal.

Menurut Rempel dkk (1985), terdapat tiga komponen utama dalam kepercayaan pada
pasangan, yaitu :

a) Dependability(ketergantungan), mengacu pada kepercayaan dalam diri seseorang bahwa


pasangannya peduli dalam memberikan respon terhadap kebutuhan, tujuan dan

8
keinginannya. Komponen ini juga mencakup harapan positif seseorang terkait dengan
ketersediaan pasangan, sikap responsive, dan perhatiannya (Rise & Rusbult, 2004).

b) Predictability(keadaan dapat diprediksi). Komponen ini merupakan keyakinan seseorang


bahwa pasangan akan berperilaku konsisten dan sesuai dengan yang telah diprediksi.
Prediksi ini dapat diketahui berdasarkan interaksi yang dilakukan dengan pasangan,
pengalaman dan proses belajar dari hubungan yang dijalani. Komponen ini juga
berhubungan dengan sejauh mana pengalaman bersama pasangan membentuk konsistensi
dan kotrol atas perilaku yang ditampilkan pasangan (Rempel dkk, 1985).

c) Faith (keyakinan). Komponen ini merupakan keyakinan seseorang bahwa pasangan akan
menjaga komitmen dan kesetiaan, dapat dipercaya pada janji yang telah diberikan serta
berani mengambil resiko atau keputusan terkait dengan masa depan. Bentuk keyakinan ini
tidak didasarkan pada pengalaman masa lalu dalam hubungan, namun lebih cenderung
pada kepercayaan dalam diri individu terhadap komitmen pasangan. Keyakinan dalam
hubungan perlu dibangun dengan kuat sejalan dengan kepercayaan yang ada pada masing-
masing pasangan (Ramadhini & Hendriana, 2015).

Menurut Feldman (dalam Arida, 2010) kepercayaan terdiri dari dua jenis, yaitu :

a) Reliability Trust. Rasa percaya yang didasari pada harapan bahwa pasangan akan
melakukan apa yang telah pasangannya katakana. Seseorang yang meletakkan
kepercayaan kepada orang lain dengan berharap bahwa orang tersebut dapat melakukan
segala sesuatu yang diperintahkan dengan hasil sesuai dengan apa yang telah diharapkan
sehingga tidak akan menimbulkan kekecewaan yang nantinya bisa berubah menjadi
ketidakpercayaan.

b) Emotional Trust. Kepercayaan yang terjadi ketika rasa percaya terbentuk karena adanya
ikatan emosional. Seseorang merasa bahwa pasangan terikat secara emosional dengannya
dan perasaan emosional itu dapat menghubungkan kedua pasangan.

3. Pola Komunikasi Keluarga

Rogers dan Kincaid (Wiryanto, 2008) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses
dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu
sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam. Pola komunikasi
merupakan suatu sistem penyampaian pesan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dan

9
pengoperan perangsang untuk mengubah tingkah laku individu lain. Pola komunikasi dapat
dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan
penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami
(Djamarah, 2004:1).

Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor penting. Menurut Devito (1986 :
157) ada empat pola komunikasi keluarga yang umum pada keluarga, yakni :

a) Pola komunikasi persamaan (Equality Pattern)

Tiap individu berbagi hak yang sama dalam kesempatan berkomunikasi. Peran tiap orang
dijalankan secara merata.Komunikasi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas
dari pembagian kekuasaan. Semua orang memiliki hak yang sama dalam proses
pengambilan keputusan. Keluarga mendapatkan kepuasan tertinggi bila ada kesetaraan.

b) Pola komunikasi seimbang terpisah (Balance Split Pattern)

Kesetaraan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memiliki daerah
kekuasaan yang berbeda dari yang lainnya.Tiap orang dilihat sebagai ahli dalam bidang
yang berbeda.Konflik yang terjadi dalam keluarga tidak dilihat sebagai ancaman karena
tiap individu memiliki area masing-masing dan keahlian sendiri-sendiri.

c) Pola komunikasi tak seimbang terpisah (Unbalance Split Pattern)

Satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari yang lainnya.Satu
orang inilah yang memegang kontrol, seseorang ini biasanya memiliki kecerdasan
intelektual lebih tinggi, lebih bijaksana, atau berpenghasilan lebih tinggi. Anggota
keluarga lain berkompensasi dengan cara tunduk pada seseorang tersebut, membiarkan
orang yang mendominasi itu untuk memenangkan argumen dan pengambilan keputusan
sendiri.

d) Pola komunikasi monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan.Satu orang ini lebih bersifat memberi
perintah dari pada berkomunikasi.Ia memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan
sehingga jarang atau tidak pernah bertanya atau meminta pendapat dari orang lain.
Pemegang kuasa memerintahkan kepada yang lain apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Maka anggota keluarga lainnya meminta izin, meminta pendapat, dan
membuat keputusan berdasarkan keputusan dari orang tersebut.
10
Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan kedudukan
masing-masing individu dalam sebuah keluarga. Pola komunikasi keluarga turut berperan
dalam penerimaan pesan dan umpan balik yang terjadi antar anggota keluarga.

VIII. Rancangan Treatmen


Berdasarkan pada prioritas permasalahan yang disebutkan di atas, maka rancangan
treatmen yang disiapkan oleh terapis adalah dalam bentuk pemberian tugas bagi masing-
masing individu. Tugas yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :

a) Menumbuhkan sikap sadar dan bertanggung jawab dalam keluarga TJ dan BL

- Membimbing TJ untuk menyadari perlakuannya kepada BL yang menimbulkan rasa


kecewa dan hilang percaya kepada TJ.

- Membimbing TJ untuk mengetahui nilai-nilai keutuhan hidup dalam membangun


keluarga yang harmonis.

- Menuntun TJ untuk menjauhkan diri dari Miras dan judi supaya dapat membangun
keharmonisan dalam keluarga.

b) Menumbuhkan rasa saling percaya antara TJ dan BL

- Melatih TJ untuk memiliki rasa bertanggungjawab terhadap istri dalam pemberian


nafkah sehingga BL merasa dihargai sebagai istri.

- Menuntun TJ dan BL untuk mengingat kembali terhadap komitmen pernikahan yang


pernah mereka ucapkan sebelum membentuk hidup berumah tangga.

IX. Pelaksnaan Treatmen

X. Evaluasi Treatmen

Daftar Pustaka
Arida, P. (2011). Gambaran Trustpada Istri yang Menjalani Commuter MarriageTipe
Adjusting.Jurnal Psikologi, Universitas Sumatera Utara.

Djamarah, B,S. (2004). Pola Komunikasi Orangtua dan Anak dalam Keluarga.Jakarta :
Rineka Cipta

Geldard, K., dan Geldard, D. (2011). Konseling Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

11
https://www.sehatq.com/artikel/tahapan-perubahan-perilaku

Rempel, J.K., Holmes, J.G & Zanna, M.P. (1985).Trust in Close Relationship, Journal of
Personality and Social Psychology, 49(1),95-112.doi.10.1037/j.psp.2001.07.005.

Wiryanto.(2008). Pengantar Ilmu Komunikasi.Jakarta : PT Grasindo

12

Anda mungkin juga menyukai