Disusun oleh:
NAMA : IRWANDA
NIM : PO.62.20.12.20.65
Nama : IRWANDA
NIM : PO.62.20.12.20.65
- -
Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi
A. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat -
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk ke-
rusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang multidimensional. Fenomena
ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan, sedang, berat), kualitas(tumpul, seperti terbakar,
tajam), durasi (transien, intermiten, persisten), dan penyebaran (super fisial atau dalam,
terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen
kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga
berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom. (Meliala,2004 dalam
Bahrudin, 2017).
Menurut NANDA (2012) nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikianrupa (International Association for the Study of
Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan.
Sedangkan nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosi tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dengan
terminologi dari kerusakan tersebut dan bertahan lebih dari enam bulan bahkan selama
bertahun-tahun. (Wall & Melzack, 2013 dalam Nugraha dan Sugianto, 2017).
B. Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik, thermos, elektrik,
neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi darah dan kelainan
pembuluh darah serta yang terakhir adalah trauma psikologis (Handayani, 2015).
D. Patofisiologi
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun
rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik
akan merilis K+ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan
menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya,
mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan
merangsang nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor
pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang
nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan
menyebabkan akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor.
Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Halini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat
dan juga terjadi Perangsangan nosiseptor. Bila nosiseptor terangsang maka mereka melepaskan
substansi peptida P (SP) dan kalsitoningen terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang
proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga
bertanggung jawab untuk serangan migrain. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan
nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000 dalam Bahrudin, 2017)
E. Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Farmakologi
• Analgesik narkotik
• Analgesik non-narkotik
2. Non-Farmakologi
H. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Identitas
1) Identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnose medis.
2) Identitas penanggung jawab berupa nama, tanggal lahir, jenis kelamin, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan pasien untuk mencari bantuan
2) Riwayat kesehatan sekarang : Apa yang dirasakan sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu : Apakah kemungkinan pasien belum pernah sakit seperti ini
atau sudah pernah
4) Riwayat kesehatan keluarga : Meliputi penyakit yang turun temurun atau penyakit tidak
menular
5) Riwayat nyeri : Keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara ‘PQRST’ :
• P (Pemicu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
• Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat.
• R (Region), daerah perjalanan nyeri.
• S (Severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri.
• T (Time) adalah waktu atau lama serangan atau frekuensi nyeri.
I. Diagnosa Keperawatan
Nyeri Akut (SDKI: D.0077, Hal.172)
Berhubungan dengan:
1) Agen pencendera fisiologis (mis, imflamasi,isekemia,neoplasma)
2) Agen pencendera kmiawi (mis, tabakar,bahan kimia, bahan kimia iritan)
3) Agen pencendera fisik ( mis, abses, amputasi, terbakar,terpotong, mengangkat
berat,prosedur operasi,trauma,latihan fisik berlebihg
J. Intervensi
Terapeutik:
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupuntur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
• Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
• Fasilitas istirahat dan tidur
• Pertimbangan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
• Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
• Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
K. Implementasi
• Tindakan mandiri: aktivitas perawat yang dilakukan atau yang didasarkan pada
kesimpulan sendiri dan bahan petunjuk dan perintah tenaga kesehatan lain.
• Tindakan kolaborasi: tindakan yang dilaksanakan atas hasil keputusan bersama dengan
dokter dan petugas kesehatan lain.
L. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang meliputi evaluasiproses (formatif) dan
evaluasi hasil (sumatif) dan mencakup penilaian hasil tindakan asuhan keperawatan yang telah
dilakukan. Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilakukan setelah perawat melakukan
tindakan keperawatan yang dilakukan terus menerus hingga mencapai tujuan. Evaluasi somatif
adalah evaluasi yang dilakukan setiap hari setelah semua tindakan sesuai diagnosa
keperawatan dilakukan. Evaluasi somatif terdiri dari SOAP (subjek, objektif, analisis dan
planing). Subjek berisi respon yang diungkapkan oleh pasien dan objektif berisi respon
nonverbal dari pasien respon. Respon tersebut didapat setelah perawat melakukan tindakan
keperawatan. Analisis merupakan kesimpulan dari tindakan dalam perencanaan masalah
keperawatan dilihat dari kriteria hasil apakah teratasi, teratasi sebagiam atau belum teratasi.
Sedangkan planing berisi perencanaan tindakan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilantujuan tindakan yaitu
tujuan tercapai apabila pasien menunjukan perubahan sesuai kriteria hasil yang telah
ditentukan, tujuan tercapai sebagian apabila jika klien menunjukan perubuahan pada sebagian
kriteria hasil yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika klien menunjukan sedikit
perubahan dantidak ada kemajuan sama sekali
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan
dan Kedokteran Keluarga, 13(1), 7-13.
Nugraha, L. N., & Adisaputro, S. (2017). Hipnoterapi Pada Pasien Nyeri Kronik.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
PerawatNasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.