Anda di halaman 1dari 18

A.

Pendahuluan

Indonesia yang dominan dengan masyakarat muslim serta kaya dengan kergaman
suku dan budaya ternyata yang lebih banya jika dibandingankan dengan Negara-
Negara lain. Indonesia adalah Negara Muslim terbesar di dunia dan banyak
ulama-ulama didalammnya seperti ulama fiqih, hadist dan Al-Qur’an. Berangkat
dari tradisi local dan niali-nilai luhur didalamnya, para ulama khususnya ulama
yang mendalami Al-Qur’an ternyata memiliki kekhasan didalam menafsirkan AL-
Qur’an.

Tafsir di Indonesia, kerap berangkat dari corak penafsiran yang


terkandung di dalamnya. Ini berkaitan dengan cara penyampaian dan klasifikasi
materi yang bermuara pada sejauh mana karya tafsir mudah dipahami oleh para
peminatnya. Vernakularisasi Al-Qur’an baik lisan maupun tulisan berkembang
dihampir semua kawasan di Nusantara, jauh sebelum abad ke-16 1. Berkembang
pembahasalokalan Al-Qur’an ke dalam bahasa lokal Nusantara. Misalnya Jawa,
Sunda, Madura, Bugis, Aceh, Mandar, Gorontalo, Makassar-Kaili, Sasak dan
lainnya. Upaya ini tidak berarti menafikan tradisi pengkajian Al-Qur,an Nusantara
yang ditulis dalam bahasa Arab.2 Selain lokalitas bahasa, kajian lokal Al-Qur’an
juga melahirkan kreatifitas ragam aksara. Misalnya aksara Jawi (Melayu-Jawi)
yang merupakan bentuk tulisan Arab untuk bahasa Melayu, dan Pegon untuk
Jawa atau Sunda.

Di Yogyakarta misalnya, terdapat tafsir Al-Qur’an Pathok Negeri


karangan K.H.Aly As’ad. Kitab tafsir tersebut merupakan kitab tafsir baru yang
ditulis pada tahun 2012. Beliau membuat sebuah kitab tersebut bertujuan supaya
di Yogyakarta khususnya di Ndalem Keraton mempunyai ke khasan dalam tafsir
atau memahami Al-Qur’an.3 Dengan lokalitas budaya dan penamaan kitab yang
sesuai dengan Masjid Pathoh Negoro, ini menunjukan bahwa kitab tersebut di
1
Jajang A Rohmana, Kajian Al-Qur’an di Tatar Sunda “Suhuf: Jurnal Kajian Al-Qur’an
dan Kebudayaan”, hlm. 200.
2

3
Aly Nur Qodim. Epistemologi Tafsir Pathok Negeri Karya K.H Aly As’ad, Skripsi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. hlm 27 Pdf

1
buat tidak serta merta dibuat begitu saja, meliankan dibuat untuk menjadi kitab
tafsir khas keraton Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana latar belakang penulisan kitab Tafsir Al-Qur’an Pathok
Negeri karya K.H Aly As’ad ?
b. Apa karakteristik kitab Tafsir Al-Qur’an Pathok Negeri karya K.H Aly
As’ad?

C. Pembahasan

1. Biografi K.H Aliy As’ad

Drs. KH Aliy As’ad, M.M lahir di kota Kudus, Jawa Tengah pada tanggal
16 Juli 1952 M. Beliau lahir dari pasangan Aliy As’ad dan Siti Nikmah dan
merupakan anak tunggal. Sejak kecil beliau sudah merasakan pendidikan di
pesantren. Pendidikan beliau bermula dari tahun 1964 dengan masuk di SDN
Kudus. Bersamaan dengan masuknya beliau di SDN Kudus, pada tahun itu juga
beliau masuk di Pondok Pesantren “Al-Qur’an” dan menjadi santri disana hingga
tahun 1969. Kemudian beliau melanjutkan ke sekolah tingkat menengah di PGN
pada tahun 1970-1976. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya ke
perguruan tinggi tepatnya di fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
pada tahun 1976. Sembari menuntut ilmu di IAIN Sunan Kalijaga, beliau juga
menjadi santri di Pondok Pesantren “Al-Munawwir” Krapyak Yogyakarta, yang
mana pada kala itu diasuh oleh KH Ali Maksum.4
Setelah menyelesaikan pendidikan di fakultas Syari’ah IAIN Sunan
Kalijaga, beliau mencoba hal baru dalam bilang ilmu pengetahuan dengan
menterjemah kitab-kitab klasik yang banyak dikaji di pondok pesantren atau biasa
yang disebut dengan kitab kuning. Kitab-kitab yang beliau terjemahkan

4
Muhammad Khoas Rudin Sodik, Kalimat Efektif Dalam Buku Terjemahan Fath Al
Mu’in (Studi Kasus Bab “Sholat” dan “Zakat”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm. 53
(Pdf)

2
diantaranya adalah kitab Fatḥ al-Mu’īn karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz
Al-Malibary, kitab Ta’līm al-Muta’allim karya Burhanuddin az-Zarnuji, Ibnu Aqīl
(syarah Alfiyyah Ibnu Mālik) karya Ibnu Malik, Irsyād al-‘Ibād karya Syaikh
Zainuddin al-Malibary dan Tafsīr Jalalain karya Imam Jalaluddin al-Mahali dan
Imam Jalaluddin al-Suyuthi.5 Selain menterjemahkan kitab-kitab beliau juga
memberikan ḥarakat pada kitab-kitab tersebut untuk memudahkan bagi para
pembacanya.
Setelah menyelesaikan studinya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
beliau melanjutkan studinya di UPB Surabaya jurusan Manajemen SDM dan lulus
tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa, beliau juga aktif di berbagai organisasi,
baik organisasi di dalam kampus seperti GEJARSENA dan PMII, atau organisasi
kemasyarakatan seperti IPNU, GP ANSOR, NU, PPP, PKB, MUI dan KNPI.6
Kesibukan Aliy As’ad dalam berorganisasi tidak menghalangi beliau untuk
mengamalkan ilmunya. Hal ini bisa dilihat dari karir beliau yang berprofesi
sebagai pengajar. Dimulai dari beliau menjadi guru pengajar di Madrasah
Krapyak Yogyakarta 1971-1982. Wakil kepala sekolah Madrasah Krapyak
Yogyakarta pada tahun 1973-1975. Dosen bahasa di IAIN Yogyakarta pada tahun
1978-1983. Dan Dosen Pesantren Luhur dari tahun 1998 sampai beliau wafat pada
hari Rabu tanggal 3 Februari 20167.
Selain berprofesi sebagai pengajar, beliau juga pernah menjabat sebagai
Anggota DPRD Yogyakarta pada tahun 1982-1997 dan menjabat sebagai anggota
DPR pada tahun 1982-2004.8 Selain itu beliau juga pernah berkecimbung di dunia
politik dengan masuk partai politik PPP, PKNU dan PKB, malang melintangnya
beliau di dunia politik itu bukan karena kemauan beliau semata, melainkan atas
dorongan dan pengarahan dari guru-guru beliau dengan harapan agar beliau bisa

5
Robi’atul Adawiyah, Analisis Gramatikal terhadap Buku Terjemahan Fath al Mu’in
pada Bab Zakat Karya Syaikh Zainuddin, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm. 37. (Pdf)
6
Robi’atul Adawiyah, Analisis Gramatikal terhadap Buku Terjemahan ... hlm. 37.
7
Dari penuturan Chalwa Anjumi Tanauwar (32) yang merupakan putri dari Ali As’ad,
beliau meninggal dikarenakan infeksi paru-paru yang sebelumnya dirawat di RS Sartjito selama 15
hari. Ali As’ad dikebumikan di Masjid Sultoni Patuk Negoro, yang mana merupakan masjid dia
mengajarkan kitab tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari. Diakses dari Republika.co.id pada kamis
tanggal 21/3/ 2018 pukul 13.06 WIB
8
Robi’atul Adawiyah, Analisis Gramatikal terhadap Buku Terjemahan ... hlm. 37.

3
memperbaiki kondisi politik di Indonesia yang dikenal sangat jelek. Beliau
menyadari bahwa masuk dalam dunia politik itu merupakan hal yang sangat berat,
bahkan beliau sampai melarang putra-putrinya untuk berkecimpung di dalam
dunia politik.9
Dalam keluarganya sendiri, Aliy As’ad merupakan pemimpin keluarga
yang bijak, meskipun beliau aktivis di satu partai, tetapi beliau tidak memaksakan
anggota keluarganya untuk mengikuti partainya, bahkan untuk memilih calon
pemimpin beliau menyarankan untuk beristikharah, agar mendapatkan pemimpin
yang dapat mengayomi masyarakat, meskipun bukan dari partai yang diusung
oleh Aliy As’ad. Selain itu, beliau juga melanggengkan membaca QS al-Mulk
setelah subuh dan dilanjutkan dzikir Ya Lațīf sebanyak 100x untuk membentengi
dirinya dari segala kejelekan dan agar terkabulkan segala hajatnya.
Selain dalam bidang mengajar, keahlian beliau adalah dalam dunia
penerjemahan. Seperti yang dapat dilihat dari banyaknya kitab-kitab klasik yang
beliau terjemahkan yang telah disebutkan di atas. Beliau mulai memulai karir
dalam dunia penerjemahan sejak usia 20 tahun, pada saat itu beliau mulai belajar
menerjemahkan dengan cara otodidak, yaitu dengan belajar sendiri.10

2. Karya-karya Aliy As’ad


Adapun karya-karya Aliy As’ad adalah berupa karya-karya terjemahan
dari kitab-kitab klasik yang dikaji di pesantren sampai saat ini, diantaranya:
a. Syawāhid Alfiyyah Ibnu Aqīl (1973)
b. Alfiyyah Ibnu Aqīl (1973)
c. Fatḥ al-Mu’īn bi Syarḥi Qurratil ‘Ain (1974)
d. Ta’līm Muta’allim (1974)
e. Irsyād al-‘ibād (1976)
Selain kitab-kitab klasik yang beliau terjemahkan, ada juga karya-karya asli
dari beliau, yaitu:
a. Garis-garis Besar Pembinaan Dunia Islam ( 1986)
9
Hasil wawancara dengan Muhammad Rajif (28th) yang merupakan salah satu putra dari
Aliy As’ad, pada hari sabtu tanggal 21/3/2-2018, pukul 14.10 WIB.
10
Robi’atul Adawiyah, Analisis Gramatikal terhadap Buku Terjemahan ... Hlm. 37.

4
b. Pendidikan Agama Islam untuk SD (1984-1994)
c. Tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari (2012-2014)
d. Juz ‘Amma dan Maknanya (2011)

3. Kitab Al-Qur’an Pathok Nagari

1. Latar Belakang Penulisan Kitab

Kitab tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari karya Drs. H Aliy As’ad, MM ini
pertama kali mulai ditafsirkan pada tahun 2012. Bermula dari adanya majlis
pengajian ibu-ibu Nisa’ al-Qurra yang diselenggarakan setiap hari jum’at ba’da
dzuhur di rumahnya daerah Ploso Kuning, Minomartani, Ngaglik, Sleman.
kemudian Aliy As’ad mempunyai pemikiran untuk membuat kitab tafsir yang
digunakan mengisi majlis tersebut. Tidak hanya sebatas itu, tujuan utama dari
pembuatan kitab tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari ini adalah untuk menciptakan
kitab tafsir Al-Qur’an yang bercorak kedaerahan untuk menunjukan identitas dari
Yogyakarta, karena pada waktu itu daerah Solo sudah memiliki kitab tafsir
sendiri.

Selain digunakan dalam majlis pengajian ibu-ibu Nisa’ al-Qurra, kitab ini
juga digunakan untuk materi pengajian bapak-bapak di masjid Pathok Negara
setiap hari jum’at malam, sehingga penamaan dari kitab ini dinisbatkan pada
masjid Pathok Negara di daerah Ploso Kuning, Minomartani, Ngaglik, Sleman.

Aliy As’ad mengajarkan langsung kitab ini pada waktu itu. Beliau
menafsirkan Al-Qur’an Pathok Nagari memulainya dengan menfsirkan surat al-
Fātiḥah yang beliau jelaskan dalam satu kitab pethilan (kitab pethilan 1),
kemudian menafsirkan QS Al-Baqarah dalam kitab pethilan 2 dan 3. Dalam
menafsirkan beliau membentuk tim dari para santrinya untuk membantu beliau
mengerjakan penafsiran Al-Qur’an Pathok Nagari. Tim yang dipimpin oleh Aliy
As’ad tersebut beranggotakan Fattah Yasin (Magelang), Wahid Ulum (Kudus)
dan dua anggota lagi yang penulis belum mendapatkan datanya.

5
Pernah kitab ini disowankan kepada Ngarso Ndalem agar diakui, bahwa
kitab ini merupakan kitab tafsir Al-Qur’an Khas Yogyakarta. Seperti kitab Tahlil
Hadiningrat yang telah diakui oleh Kasultanan, untuk menunjukan bahwa
penduduk Yogyakarta merupakan masyarakat muslim, yang di dalamnya tercakup
warga Nahdhiyin juga. Namun pada waktu itu, kebetulan Sri Sultan sedang tidak
ada dan sampai sekarang belum disowankan lagi kepada Ngarso Ndalem.

Ketika kitab ini hendak disowankan ke Ngarso Ndalem, kitab ini baru
selesai beberapa juz saja dan masih dalam bentuk draft kasar. Namun
penggarapan kitab ini masih berlanjut. Cara penafsirannya adalah dengan Aliy
As’ad menyuruh santrinya Fattah Yasin yang merupakan alumni dari Pondok
Pesantren Lirboyo, Kediri untuk memaknai Al-Qur’an dengan makna murod Jawa
dan Indonesia. Apabila Fattah tidak mengetahui maknanya, dia mencarinya di
kamus. Kemudian setiap pagi, selama 1-2 jam Fattah disuruh sorogan (setoran)
dari hasilnya memaknai sendiri untuk ditashih oleh Aliy As’ad dan juga
memberikan penafsiran pada ayat-ayat yang sekiranya perlu ditafsirkan (ayat-ayat
hukum yang sering digunakan di masyarakat). Fattah menuturkan bahwa Aliy
As’ad menafsirkan ayat tergantung dengan keinginan beliau, ketika memang ayat
itu perlu dijelaskan, maka beliau jelaskan.11

Tujuan dari penafsiran yang dilakukan dengan cara memaknai perkata ini,
menurut Aliy As’ad adalah supaya orang mengetahui makna asli perkata, tidak
hanya terjemahan yang disajikan dalam bentuk global seperti kitab Al-Qur’an
terjemahan pada umumnya. Penyajian seperti ini lebih dapat dipahami oleh para
pembacanya, dan yang paling menunjukan itu adalah makna pegon. Selanjutnya
dari makna pegon kemudian dimodifikasi lagi dengan makna jawa yang
menggunakan tulisan latin.12

11
Hasil wawancara dengan Fattah Yasin (30 th) yang merupakan santri Ali As’ad dan
juga sebagai salah satu anggota tim penyusun kitab Al-Qur’an Pathok Nagari, pada hari Ahad
tanggal 21/3/2018, pukul 10.30 WIB.
12
Hasil wawancara dengan Fattah Yasin (30 th) yang merupakan santri Ali As’ad dan
juga sebagai salah satu anggota tim penyusun kitab al-Qur’an Pathok Nagari, pada hari Ahad
tanggal 21/3/2018, pukul 10.30 WIB.

6
Proses penafsiran ini berjalan kurang lebih sekitar 3 tahun, yaitu sampai
pada tahun 2014. Hal ini karena Fattah Yasin, yaitu salah satu anggota yang
memaknai Al-Qur’an harus kembali pulang ke rumahnya di Magelang. Namun
sepulangnya dia ke rumah, proses pentashihan yang berupa sorogan masih
berjalan tapi hanya seminggu sekali. Setelah lama-kelamaan karena kesibukan
Fattah, proses penafsiranpun berhenti.

Sampai sekarang ini, dari draft kasar yang disusun oleh Aliy As’ad dan
timnya, yang telah di cetak adalah juz 1 yang terdiri dari 3 jilid atau yang disebut
dengan pethilan. Pethilan 1 hanya menafsirkan surat al-Fatihah saja, pethilan 2
menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 1-74, dan pethilan 3 menafsirkan QS. Al-
Baqarah ayat 75-141.

4. Gambaran Umum Kitab Tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari

Kitab Tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari karya KH Aliy As’ad ini


merupakan kitab tafsir Al-Qur’an dengan penafsiran yang menggunakan bahasa
Indonesia dan Jawa, tapi meskipun pemaknaannya dengan menggunakan bahasa
Jawa, kitab ini tidak menggunakan tulisan pegon (bahasa Jawa dengan
menggunakan huruf Arab) yang lazim di kalangan masyarakat Jawa. Dalam
kitabnya ini, Aliy As’ad tidak memberikan muqodimah sama sekali, muqodimah
dalam kitab ini justru dari HM Kamaluddin Purnomo, SH yang merupakan ketua
takmir masjid Pathok Nagara. Bahkan daftar isi dalam kitab ini pun tidak ada.
Penulis belum mengetahui secara pasti kenapa dalam kitab ini tidak diberi
muqodimah dari penyusun atau daftar isi? Mungkin karena keterbatasan waktu,
yang dituntut agar kitab ini segera dicetak untuk memenuhi bahan pengajian rutin
yang telah terselenggara, atau bisa saja agar kitab ini nampak sederhana.

Pada dasarnya kitab tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari ini, penafsirannya


runtut dari satu surat ke surat yang lainnya sesuai dengan susunan surat dalam Al-
Qur’an, hanya saja telah kita ketahui dari latar belakang kitab ini, Aliy As’ad
menafsirkan Al-Qur’an memulainya dari surat al-Fātihah dan seterusnya. Dalam
menafsirkannya, Awal mulanya Aliy As’ad mengutip beberapa ayat kemudian ia

7
terjemahkan dengan menggunakan bahasa Jawa, kemudian dilanjutkan dengan
terjemahan menggunakan bahasa Indonesia. Setelah itu setiap lafal dimaknai
dengan menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia. Pemaknaan ini disusun dalam
bentuk tabel.

Setiap awal surat Aliy As’ad memberikan keterangan nama surat, tempat
turunnya surat (Makiyyah-Madaniyyah) dan jumlah ayat dalam surat tersebut.
Kemudian setelah selesai menterjemah dan menafsirkan ayat dan akan
melanjutkan pada ayat berikutnya, dia selalu memberikan keterangan lanjutan dari
surat yang ia tafsirkan dan ayat berapa saja yang hendak ia tafsirkan.

Dalam kitab pethilan pertama, penulis hanya menafsirkan surat al-Fātihah


saja. Namun pada pembahasannya Aliy As’ad juga memaknai bacaan ta’awwudz
dan menjelaskannya secara gamblang. Dalam catatannya beliau mencantumkan
juga rujukan-rujukan kitab tafsir yang digunakan dalam kitab Al-Qur’an Pathok
Nagari ini, diantaranya: kitab Tafsīr Ibnu Kaśīr, Tafsīr al-Jalalain, Tafsir Șāwi
dan Tafsīr al-Baiḍāwi. Sedangkan lafadz basmalah beliau memasukannya ke
dalam bagian dari surat al-Fātihah, yang jumlah keseluruhan ayatnya menjadi 7
ayat.13

Berbeda dengan kitab pethilan 1, pada kitab pethilan 2 dan 3 penulis tidak
menemukan catatan keterangan yang panjang lebar dari kitab-kitab rujukannya
seperti pada kitab pethilan 1. Dalam kitab pethilan 2 dan 3 Aliy As’ad hanya
mencantumkan beberapa ayat untuk di terjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan
Indonesia, yang kemudian diuraikan perlafal beserta i’rabnya dengan bahasa Jawa
dan Indonesia juga dalam bentuk tabel. Fattah Yasin yang merupakan salah satu
anggota tim yang dibentuk oleh Aliy As’ad dalam menyusun kitab tafsir ini
menuturkan, bahwa sebenarnya proses penggarapan dari kitab Al-Qur’an Pathok
Nagari ini adalah dengan memaknai dan menterjemah terlebih dahulu Al-Qur’an
sebanyak 30 juz dengan menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa, kemudian

13
Aliy As’ad, Al-Qur’an Pathok Nagari (Pethilan 1), (Yogyakarta: Masjid Pathok
Negara, 2012), hlm. 6.

8
setelah itu barulah akan ditafsirkan oleh Aliy As’ad. Namun belum selesai al-
Qur’an diterjemah semua, Aliy As’ad telah wafat terlebih dahulu.14

5. Sumber penulisan kitab


Sumber penafsiran atau sumber pengetahuan merupakan bagian yang
penting untuk membentuk sebuah pemikiran. Setiap mufasir pasti mempunyai
bahan-bahan dasar ilmu pengetahuan yang menyusun pemikiran mereka dalam
menafsirkan Al-Qur’an, sehingga terbentuklah kitab tafsir yang sedemikian rupa.
Begitu halnya dengan kitab Tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari karya Aliy
As’ad ini, ia mempunyai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang dijadikan sebagai
rujukan untuk membangun penafsirannya. Adapun sumber-sumber yang
digunakan Aliy As’ad untuk menafsirkan Al-Qur’an, penulis akan memaparkan
lebih detail.

a. Al-Qur’an

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa terdapat


beberapa jenis penafsiran yang digunakan untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an,
salah satunya adalah jenis tafsir bi al-ma’tsūr atau bi al-riwāyah, yaitu
menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang lainnya. Pada kitab
tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari karya Aliy As’ad ini, sangat jelas bahwa Aliy
As’ad menafsirkan ayat dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang lainnya. Penafsiran ini
bisa dilihat pada kitab pethilan satu ketika Ali As’ad menafsirkan surat al-
Fātihah. Ia menjelaskan surat al-Fātihah yang disebut as-sab’ul maśāni dengan
QS Al-Hijr (15): 87 :

‫َو َلَقْد آَتْيَناَك َس ْبًعا ِم َن اْلَم َثاِنى َو اْلُقْر َأَن اْلَعِظ ْيَم‬
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat
yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang Agung”

14
Hasil wawancara dengan Fattah Yasin (30 th) yang merupakan santri Ali As’ad dan
juga sebagai salah satu anggota tim penyusun kitab al-Qur’an Pathok Nagari, pada hari Ahad
tanggal 24 Februari 2018, pukul 19.30 WIB.

9
Selanjutnya dari ayat ini Aliy As’ad menjelaskan bahwa yang dimaksud
tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang adalah surat al-Fātihah yang terdiri dari
tujuh ayat. Disebut demikian karena surat al-Fātihah dibaca berulang-ulang ketika
sholat.15

b. Hadits

Setelah menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber rujukan utama dalam


menafsirkan Al-Qur’an, Aliy As’ad juga menafsirkan Al-Qur’an dengan hadits
Nabi saw. Seperti pada waktu menafsirkan al-Fātihah sebagai as-sab’ul maśāni,
dia juga merujuk pada hadits Nabi saw:

‫ ِبْس ِم ِهَّللا الَّرْح َمِن الَّر ِح ْيِم‬، ‫ َاْلَحْم ُد ِهَّلِل َر ِّب اْلَع اَلِم ْيَن َس ْبُع آَياٍت‬: ‫َقاَل َر ُسْو ُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

‫يره عن أبي‬mm‫اقي و غ‬mm‫ َو ِهَي ُأُّم الِكَتاِب ( رواه البيه‬، ‫ َو ِهَي الَّسْبُع اْلَم َثاِنى َو اْلُقْر َأُن اْلَعِظ ْيُم‬، ‫ِاْح َداُهَّن‬

) ‫هريرة‬

Artinya: “ Rasulullah saw bersabda: “Al-ḥamdu lillāhi Rabbi al-‘ālamīn


( Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam ) memuat tujuh ayat, salah
satunya Bismillāhi al-Raḥmān al-Raḥīm (Dengan menyebut Asma Allah
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), ia juga al-Sab’u al-Maśāni,
al-Qur’an al-Aḍīm, dan ia juga Ummul Kitāb” (HR Baihaqi dan lainnya
dari Abu Hurairah ra)

Dari hadits ini, Aliy As’ad juga memaparkan bahwa al-Fātihah tidak
hanya disebut dengan al-sab’u al-maśāni saja tetapi disebut juga dengan Ummul
Kitāb (Induk Kitab) atau Ummul Qur’an (Induk Al-Qur’an). berdasarkan hadits
tersebut juga, ia setuju untuk memasukan bacaan basmallah dalam bagian surat al-
Fātihah.16

Selain menafsirkan surat al-Fātihah dengan hadits sehingga disebut


dengan al-sab’u al-maśāni, ketika menafsirkan ayat:

15
Aliy As’ad, Al-Qur’an Pathok Nagari (Pethilan 1), (Yogyakarta: Masjid Pathok Negara,
2012), hlm. 7
16
Aliy As’ad, Al-Qur’an Pathok Nagari (Pethilan 1).... hlm. 7

10
‫َاْلَحْم ُد ِهَّلِل َر ِّب اْلَع اَلِم ْيَن‬

Artinya: “segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”


Aliy As’ad menafsirkan ayat tersebut dengan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Baihaqi dari Ibnu Umar ra, yaitu:
)‫ َم اَشَك َر َهَّللَا َع ْبٌد اَل َيْح َم ُد ُه (رواه البيهاقي عن عبدهللا بن عمرو‬، ‫َاْلَحْم ُد َر ْأُس الُّشْك ِر‬

Artinya: “Pujian adalah inti dari syukur, siapapun hamba yang tidak
memuji Allah maka ia tidak bersyukur kepada-Nya” (HR Baihaqi dari
Ibnu Umar)

Sebelum dia memunculkan haditsnya terlebih dahulu dia menjelaskan


bahwa lafal hamdalah merupakan pernyataan untuk mengembalikan segala pujian
kepada Allah dan wujud syukur kepada-Nya.17

Namun dalam menuqil setiap hadits yang digunakan untuk menafsirkan


ayat, Aliy As’ad tidak mencantumkan jalur sanadnya secara rinci dan kualitas dari
hadits yang digunakan. Apakah hadits tersebut shahih atau dha’if.

c. Akal (Ra’y)

Akal (ra’y) pada penafsiran Aliy As’ad merupakan unsur yang sangat
penting dalam menafsirkan kitab Al-Qur’an Pathok Nagari. Meskipun dua
sumber yang sebelumnya (Al-Qur’an dan Hadits) juga memiliki peran yang
sangat penting. Hal ini karena dengan pemikiran Aliy As’ad, dia dapat
menjelaskan dan mengkolaborasikan penjelasan dari Al-Qur’an dan Hadits,
sehingga penafsiran dari suatu ayat dapat dipahami secara utuh.

Peran akal yang digunakan Aliy As’ad untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an
ini, dikemukakan oleh Fattah Yasin yang merupakan salah satu santri Aliy As’ad
yang menjadi anggota tim penyusun kitab Al-Qur’an Pathok Nagari. Dia
mengutarakan bahwa ketika dia sorogan (menyetorkan) makna terjemahan Al-
Qur’an Pathok Nagari, Aliy As’ad menafsirkan sendiri ayat-ayat yang perlu

17
Aliy As’ad, Al-Qur’an Pathok Nagari (Pethilan 1).... hlm.. 10-11.

11
untuk ditafsirkan yang banyak digunakan di masyarakat. Fattah menambahkan
bahwa ayat-ayat yang beliau tafsirkan kebanyakan adalah ayat-ayat tentang
hukum (ayat al-ahkām).18 Penafsiran beliau yang seperti ini menunjukan bahwa
beliau menafsirkan ayat dengan melihat terlebih dahulu kondisi masyarakat di
sekelilingnya agar penafsirannya dapat diterima

d. Sumber kitab-kitab tafsir

Sumber-sumber utama penafsiran yang digunakan oleh Aliy As’ad yang


lainnya untuk membangun penafsiran dalam kitab tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari
adalah kitab-kitab tafsir klasik terdahulu. Disebutkan dengan jelas pada pethilan
satu, setelah memaknai perlafal dan terjemah, sebelum menafsirkan ayat beliau
memberikan catatan bahwa penafsirannya berdasarkan pada kitab-kitab tafsir
terdahulu, yaitu: Kitab Tafsīr Ibnu Kaśīr, Tafsīr al-Baiḍāwi, Tafsīr Jalalain dan
Tafsīr al-Șāwi.

Keterangan yang diambil dari Tafsīr Ibnu Kaśīr, dari hasil penelitian
penulis, bisa dijumpai pada kitab pethilan satu ketika menjelaskan surat al-
Fātihah dengan QS al-Hijr (15): 87:

‫َو َلَقْد آَتْيَناَك َس ْبًعا ِم َن اْلَم َثاِنى َو اْلُقْر َأَن اْلَعِظ ْيَم‬

Artinya: “dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat


yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur’an yang Agung”

Penafsirannya: “yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang


ialah surat al-Fātihah yang terdiri dari tujuh ayat. Disebut demikian
karena surat al-Fātihah dibaca berulang-ulang dalam sholat. 19

18
Hasil wawancara dengan Fattah Yasin (30 th) yang merupakan santri Aliy As’ad dan juga
sebagai salah satu anggota tim penyusun kitab al-Qur’an Pathok Nagari, pada hari Ahad tanggal
20/3/2018, pukul 19.30 WIB.
19
Aliy As’ad, Al-Qur’an Pathok Nagari (Pethilan 1).... hlm. 7. Lihat juga Muhammad
Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I (Jakarta: Gema Insani, 2012), hlm. 44.

12
Penjelasan dengan ayat yang dipaparkan oleh Aliy As’ad dalam kitabnya
tersebut merupakan keterangan yang terdapat dalam kitab Ibnu Kaśīr, beserta
dengan penjelasannya.

Sedangkan penafsiran dari tafsīr al-Baiḍāwi, Aliy As’ad menyebutkan


langsung penuqilannya ketika menafsirkan nikmat Allah pada QS Al-Fatihah (1):
7:

‫ِصَر اَط اَّلِذ ْيَن َأْنَعْم َت َع َلْيِهْم َغْيِر اْلَم ْغ ُضْو ِب َع َلْيِهْم َو اَل الَّض اِّلْيَن‬

Artinya: “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka: bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan)
mereka yang sesat”.

Tafsirannya:
Nikmat Allah secara keseluruhan menurut Imam Baidlawi dalam
tafsirnya, dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu:
a. Nikmat Duniawi, dibedakan menjadi Wahabi (diberikan tanpa dengan
usaha) dan Kasabi (diberikan dengan adanya usaha). Yang Wahabi
dibedakan menjadi Ruhani dan Jasmani. Nikmat Ruhani adalah
semisal anugrah nyawa, akal, intelektual, akal spiritual, dsb. Nikmat
Jasmani adalah semisal anugrah badan, kemampuan melihat,
mendengar, makanan, minuman, dsb.
b. Nikmat Ukhrawi adalah ampunan atas dosa, rahmat dan ridlo-Nya
yang dilimpahkan sehingga manusia dimasukan ke dalam surga.
Termasuk nikmat Ukhrawi adalah syafaat para Nabi.
Nikmat Duniawi diberikan kepada semua manusia, mukmin maupun
kafir. Sedangkan nikmat Ukhrawi diberikan khusus kepada orang
mukmin kelak di akhirat.20
Namun dari data yang didapatkan penulis, kitab Al-Qur’an Pathok
Nagari juga merujuk pada kitab tafsir al-Ibrīz karya KH Bisri Musthofa.21 Ini bisa
dilihat dari segi pemaknaannya yang dilakukan setiap perkata, hanya saja makna
yang digunakan dalam kitab Al-Qur’an Pathok Nagari tidak menggunakan huruf
pegon tetapi dengan huruf latin, dan dalam bentuk sebuah tabel. Makna atau arti

20
Aliy As’ad, Al-Qur’an Pathok Nagari (Pethilan 1).... hlm. 17-18.
21
Hasil wawancara dengan Fattah Yasin (30 th) yang merupakan santri Aliy As’ad dan juga
sebagai salah satu anggota tim penyusun kitab al-Qur’an Pathok Nagari, pada hari Ahad tanggal
21/3/ 2018.

13
lafal yang menggunakan bahasa Jawa dikembangkan lagi dengan menambahkan
arti bahasa Indonesia. Seperti pada waktu memaknai QS al-Baqarah (2) :17-1822:

Utawi sanepane Alladziina ‫َم َثُلُهْم‬

Perumpamaan mereka adalah

iku kaya dhene wong ‫َك َم َثِل اَّلِذ ي‬

seperti orang

kang wus ngurubake sapa Alladzi ‫اْسَتْو َقَد‬

yang menyalakan

ing geni ‫َنارًا‬

api

mangka nalikane wus madhangi opo geni ‫َفَلَّم ا َأَض اَء ْت‬

ketika api itu telah menerangi

ing barang ‫َم ا‬

akan sesuatu

kang ana ing dalem kiwa tengene Alladzi ‫َح ْو َلُه‬

yang ada disekitarnya

mangka nyirnakake ‫َذ َهَب‬

maka akan melenyapkan

sapa Allah ‫ُهللا‬

22
Aliy As’ad, Al-Qur’an Pathok Nagari (Pethilan 2).... hlm. 20-22.

14
Allah

ing padhange Alladziina ‫ِبُنوِرِهْم‬

akan cahayanya orang munafik

lan ninggalake sapa Allah, Hum ing ‫َو َتَر َك ُهْم‬

Alladziina

dan Allah membiarkan mereka

ing dalem pira-pira petengan ‫ِفي ُظُلَم اٍت‬

di dalam kegelapan

halih ora padha bisa ningali sapa . ‫َّال ُيْبِص ُروَن‬

Alladziina.

dalam keadaan tidak dapat melihat apapun.

Iku wong-wong kang tuli ‫ُص ٌّم‬

Mereka seperti orang tuli

wong kang padha bisu ‫ُبْك ٌم‬

juga bisu

wong kang padha wuta ‫ُع ْمٌي‬

juga buta

mangka utawi wong iku mahu ‫َفُهْم‬

15
ya mereka itu

ora padha bisa bali sapa Alladziina. . ‫َال َيْر ِج ُعوَن‬

mereka tidak dapat kembali.

4. Kelebihan dan Kekurangan dalam kitab

Sudah barang tentu didalam setiap kitab tafsir pada umumnya memiliki
kelebihan dan kekurangan didalam kitab kita tersebut. Dalam hal ini penulis akan
mencoba memaparkan kelebihan dan kekurangan dalam isi kitab Al-Qur’an Pathok
Nagari

Kelebihan

1. Kitab tersebut ditulis oleh K.H Aly As’ad yang bertujuan untuk
menjadikan kitab Al-Qur’an Pathok Nagari sebagai kitab tafsir Khas
Keraton Yogyakarta
2. Didalam pembahasan kitab tasfir tersebut beliau K.H Aly As’ad juga
mencantumkan beberapa kitab tafsir hal ini bertujuan sebagai rujukan
dalam menjelaskan kitab tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari.
3. Penafsiran yang dilakukan Aliy As’ad dengan cara vernekulasi dari
bahasa Al-Qur’an yang merupakan bahasa Arab menjadi bahasa Jawa,
sehingga dapat dipahami oleh orang-orang atau masyarakat yang ikut
dalam majlis pengajian tafsir Al-Qur’an Pathok Nagari

Kekurangan

1. Kitab tersebut ditulis dan dibukukan hanya juz satu itupun masih
mentah dan hanya surat Al-Fathihah saja yang sudah sempurna.

16
2. Kitab tersebut hanya bisa di dapatkan di masjid pathok negeri yang
terdapat di Ploso Kuning.
3. Untuk saat ini kitab tersebut tidak di jual belikan secara bebas karena
kitab tersebut masih belum sempurna secara keseluruhan.

Kritik dan saran

Setalah penulis meneliti dan mencoba untuk mengkaji kitab tersebut


ternyata kitab tafsir Al-Qur’an Pathoh Nagari karya K.H Aly As’ad, penulis
menemukan beberapa kekurangan dan kelebihan didalam kitab tersebut. Untuk
itu, dari beberapa uraian diatas penulis sedikit mengeritisi kitab tersebut. Didalam
kitab ini belum sempurna ini dikarnakan kekurang sempurnaan dalam pembukuan
kitab.

Kitab tafsir Al-Qur;an Pathok Nagari bisa kita sebut sebagai kitab tafsir
yang jarang bisa kita jumpai dan dikaji dimanapun kita berada karena kitab
tersebut hanya bisa kita dapatkan di Masjid Pathok Nagari yang bertempat di
Melangi. Kitab Tafisr ini hanya bisa kaji ketika pengajian ibu-ibu dan bapak-
bapak di Masjid tersebut sehingga selain jam’ah pengajian tidak bisa mempelajari
kitab tafsir Al-Qur’an Pathoh Nagari karya K.H Aly As’ad.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap kitab tafsir Al-Qur’an


Pathok Nagari ini, dapat ditarik sebuh kesimpulan bahwa kitab ini adalah kitab
yang merupakan karangan ulama Nusantara yaitu KH.Aly As’ad. Kitab tersebut
didalam menjelaskannya menggunakan bahasa jawa dan melengkapi pemaknaan
perkata dalam setiap ayat didalam Al-Qur’an. Dan kitab tafsir tersebut merujuk
pada kitab-kitab tafsir seperti kitab Tafsīr Ibnu Kaśīr, Tafsīr al-Jalalain, Tafsir
Șāwi dan Tafsīr al-Baiḍāwi.

17
Disamping merujuk pada kitab-kitab tafsir, K.H Aly As’ad dalam
menyusun kitab Al-Qur’an Pathok Negeri ini juga mencantumkan ayat-ayat
Makiyah dan Madanyyah. Tidak hanya itu beliau juga mencantumpakan lanjutan
dari ayat sebelumnya,

Daftar Pustaka

As’ad, Aly. Al-Qur’an Pathok Negeri (Petilan 1), Yogyakarta: Masjid


Pathok Negeri, 2012.
-------Al-Qur’an Pathok Negeri (Petilan 2), Yogyakarta: Masjid Pathok Negeri,
2012.
Adawiyah, Robi’atul, Analisis Gramatikal terhadap Buku Terjemahan
Fath al Mu’in pada Bab Zakat Karya Syaikh Zainuddin, Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pdf

Sodik, Muhammad Khoas Rudin. Kalimat Efektif Dalam Buku


Terjemahan Fath Al Mu’in (Studi Kasus Bab “Sholat” dan “Zakat”, Skripsi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pdf

Ar.Rifai, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Kasir, Jilid 1, Jakarta:


Gema Insani, 2012.
Republika.co.id diakses pada hari minggu tanggal 1 April 2018

Qodim, Nur Aly. Epistemologi Tafsir Pathok Negeri Karya K.H Aly
As’ad, Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pdf

18

Anda mungkin juga menyukai