Anda di halaman 1dari 70

Kode/Nama Rumpun : 481/Teknik Perkapalan.

Bidang RAPID : KELAUTAN dan


PERIKANAN

LAPORAN AKHIR 2013


RISET ANDALAN PERGURUAN TINGGI DAN INDUSTRI
(RAPID)

RANCANG BANGUN KAPAL IKAN 5 GROSS


TONNAGE (GT) DENGAN MENGGUNAKAN
MATERIAL UTAMA KOMPOSIT BAMBU UNTUK
MEMENUHI PENYEDIAAN KAPAL PENANGKAP
IKAN SECARA NASIONAL

Pengusul :
Dr. Ir. Akhmad Basuki Widodo, M.Sc (0730066003)
Dr. Ir. Viv Djanat Prasita, M.App.Sc. (0717026501)
Nur Yanu Nugroho, ST. MT (0002017202)
Tri Agung Kristyono, ST. MT. (0711107801)
Urip Prayogi, ST., MT (0727097701)

UNIVERSITAS HANG TUAH (UHT)


SURABAYA
Desember, 2013

Dibiayai oleh :
Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
KEMENTERIAN PENDIDIKAN dan KEBUDAYAAN
(sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Riset
Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID)
Nomor : 317/SP2H/PL/Dit.Litabmas/VII/2013, tanggal 19 Juli 2013)
HALAMAN PENGESAHAN
KOMPETITIF NASIONAL – RAPID
Judul : RANCANG BANGUN KAPAL IKAN UKURAN 5 GROSS TONNAGE
(GT) DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL UTAMA KOMPOSIT
BAMBU UNTUK MEMENUHI PENYEDIAAN KAPAL PENANGKAP
IKAN SECARA NASIONAL
Bidang RAPID : PERIKANAN dan KELAUTAN
Ketua Peneliti :
a. Nama : Dr. Ir. Akhamad Basuki Widodo, MSc.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki.
c. NIP : 02361
d. NIDN ; 0730066003
e. Disiplin Ilmu : Teknologi Produksi dan Material Kelautan.
f. Jabatan Struktural : Ka. UPT KS - HUMAS dan Ka. International Office.
g. Jabatan Fungsional : Lektor.
h. Jurusan/Fakultas : Teknik Perkapalan/Teknologi dan Ilmu Kelautan.
i. Perguruan Tinggi : Universitas Hang Tuah
j. Alamat : Jln. Arif Rahman Hakim no.150, Sukolilo, Surabaya.
k. Telepon/Fax/Email : 031-5945864/031-5956261/hangtuah@sby.dnet.net.id.
l. Alamar rumah : Jln. Ikan Bandeng no.39, RT03/04, Tambakrejo, Waru, SDA.
m. No. HP/Fax/Email : 0812 33 811190/abwidodo39@gmail.com
Mitra Industri :
Nama Institusi Mitra : PT. F1 PERKASA
Alamat : Pantai Pencemengan Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa
Timur
Telepon/Fax/Email : +62 333 631427/+62 333
636498/f1perkasa@yahoo.co.id.
Biaya Penelitian Tahun ke-1 :
- Konstribusi DP2M DIKTI Rp. 290.000 000,-
- Konstribusi PT Rp. 15 000 000,-
- Konstribusi Mitra Industri Rp. 75 000 000.- Rp. 380 000 000,-

ii
RINGKASAN

Indonesia merupakan negara kepulauan, kurang lebih 17.000 pulau tersebar


diwilayah Indonesia dan luas laut 749.79 km2 serta panjang pantai 95.181 km. Tetapi
sampai saat ini, potensi perairan laut Indonesia yang dapat di manfaatkan baru sekitar
40 persen dari potensi laut yang ada, yaitu sekitar 5 juta ton per tahun. Potensi
tersebut hanya disekitar pesisir pantai saja, sehingga apabila ditambah dengan
potensi laut hingga wilayah Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) kekayaan atau potensi
laut menjadi 7 ton per tahun. Sehingga masih membutuhkan banyak sekali kapal ikan
sebagai mata pencaharian masyarakat disekitar pesisir pantai.
Tetapi sampai saat ini, kebutuhan kapal sebagai alat penangkap ikan masih
jauh dari cukup. Banyak faktor dan kendala-kendala yang menjadikan kurang
terpenuhinya kebutuhan tersebut. Beberapa kendala antara lain adalah mahalnya
bahan baku, yaitu kayu sebagai bahan utama pembangunan kapal kayu. Untuk
mendapatkan kayu dengan dimensi (ukuran) sesuai dengan yang dipersyaratkan, saat
ini sangat sulit. Kebijakan pemerintah menekan kegiatan pembalakan liar (illegal
logging), semakin sulit untuk mendapat kayu sebagai bahan baku pembangunan
kapal dengan harga murah dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan.
Pada proses pembangunan kapal kayu digalangan tradisional, dikenal boros
akan bahan baku. Hal ini disebabkan oleh proses produksi yang masih tradisional.
Sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalah penyedian kapal untuk kebutuhan
tersebut adalah dengan menyediakan kapal yang murah dan cepat dalam proses
produksinya, tetapi masih memenuhi persyaratan klas (BKI). Salah satu tindakan
yang dapat memenuhi kriteria tersebut adalah dengan mengembangkan rancang
bangun kapal ikan dengan bahan baku utama komposit bambu.
Tujian dari penelitian tahun I adalah mendapatkan disain dan rancang bangun
kapal ikan dengan bahan utama laminasi bambu. Selain itu, pelaksanaan penelitian
ini juga dilakukan uji numerik dan Kolam uji (hidrodinamika) untuk aplikasi dalam
skala laboratorium dari hasil rancang bangun kapal ikan berbasis bambu laminasi dan
pembuatan cetakan atau mal dari komponen kapal.
Dari hasil riset diharapkan dapat ditentukan struktur dan komponen kapal
yang dapat diproses secara banyak (mass product), sehingga biaya produksi akan
semakin murah dan ekonomis karena menggunakan komponen kapal yang relatif
kecil. Dengan bahan material ini diharapkan juga proses pembangunan kapal akan
semakin cepat.
Pada tahap berikutnya adalah pembuatan prototipe kapal laminasi bambu
(Pring Prahu 1), uji coba, perbaikan, percobaan pemasaran.
Kata Kunci : Sumber Daya Laut, Ilegal Logging, Hidordinamika, DED

iii
PRAKATA

Ucapan puji dan syukur dipanjatkan pada Yang Maha Kuasa, yang mana atas
Rakhmat dan Kurnia-Nya telah dapat diselesaikan kegiatan dan pelaporan Akhir
PENELITIAN/RISET ANDALAN PERGURUAN TINGGI DAN INDUSTRI
(RAPID) (2013) dengan baik.
Kegiatan pelaksanaan penelitian ini me-disain kapal berukuran 5 GT dengan bahan
utama komposit bambu, pembuatan komponen kapal dengan bahan utama laminasi
bambu dan perakitan (assembly).
Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini melibatkan atau dilakukan kerjasama
dengan beberapa instansi atau mitra. Perancangan kapal dilakukan di Laboratorium
atau studio gambar Program studi teknik Perkapalan Fakultas Teknik dan Ilmu
Kelautan (FTIK) Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya. Sedangkan proses
produksi kapal yang meliputi pembuatan cetakan (mould), pembuatan komponen
kapal dan perakitan (assembly) dilakukan di PT. F1 PERKASA Banyuwangi sebagai
mitra dalam pelaksanaan penelitian ini. Sedangkan dalam rangka peningkatan
ketrampilan dan kualitas SDM Galangan Tradisional, berkerjasama engan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur dengan melibatkan industri
galangan rakyat binaan Disperindag Jatim.
Kegiatan pelaksanaan penelitian ini masih belum selesai secara keseluruhan,
sehingga masih ada beberapa kegiatan yang belum selesai secara sempurna, yaitu
pembuatan badan kapal dengan bahan utama komposit bambu. Oleh karena itu
penulis/ketua peneliti dengan segala kerendahan hati akan menerima kritik dan saran
secara terbuka demi kesempurnaan hasil yang lebih baik.

Surabaya, 16 Desember 2013.


Penulis/Ketua Peneliti

Akhmad Basuki Widodo.

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . i
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ................... ii
RINGKASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
PRAKATA ....................................... iv
DAFTAR ISI ............................... v
DAFTAR GAMBAR ............................... vi
DAFTAR TABEL ............................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................... ix
I. PENDAHULUAN ............................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................... 3
a) Karakterisasi Bahan Baku ................... 3
b) Pokok-pokok Konstruksi Kapal Kayu ............. 9
c) Penelitian Pendahuluan . . . . . .. . . . …. . . . . . . . . . . . . 13
III. BAHAN DAN METODA PERANCANGAN ...... 17
IV. HASIL PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN ....... 19
1. Perancangan (Disain) ......................... 19
2. Pembangunan (Produksi) ................... 39
V. KESIMPULAN PELAKSANAAN TAHUN I ....... 43
VI. RENCANA KEGIATAN SEMESTER II (2014) ....... 44
DAFTAR PUSTAKA ..................................... 45
LAMPIRAN ..................................... x

v
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Gambar Halaman

1. Diagram Tegangan dan Regangan Bambu dan Baja 4

2. Perbandingan Kekuatan Kayu Laminasi dengan Kayu Solid 5

3. Struktur Serat Ruas Bambu 6

4. Hubungan antara Ketahanan Pakai (endurance life) dengan Siklus 7


Beban (number of load cycles).

5. Penampang Melintang Kapal dengan beberapa bagian Konstruksi 12


Utama

6. Kayu Gambaran Umum Kapal berbahan Kompost Bambu 20

7. Gambaran Umum Kapal berbahan Komposit Bambu pada Lantai 21


Utama (main deck) dan Lantai Pertama (1 st Deck).

8. Rencana Garis Kapal berbahan Komposit Bambu 22

9. Rencana Garis Kapal berbahan Komposit Bambu (shear plan dan 22


half breadth plan).

10. Titik-titik penting stabilitas kapal 23

11. Letak titik berat kapal di perairan 23

12. Titik Apung Kapal 24

13. Titik Metasentris 24

14. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam perhitungan stabilitas 25

15. Lengan penegak pada saat kapal senget 27

16. Segitiga gaya apung, gravitasi dan lengan penegak 32

17. Konstruksi Memanjang Kapal Komposit Bambu (Pring Prahu 1). 32

18. Konstruksi Detail Lunas Kapal Komposit Bambu (Pring Prahu 1). 33

19. Konstruksi Deck Utama Kapal Komposit Bambu (Pring Prahu 1). 35

20. Konstruksi Melintang frame 8 Kapal Komposit Bambu Pring Prahu 1 39

vi
21. Konstruksi Melintang frame 12 Kapal Komposit Bambu Pring Prahu 1 40

22. Konstruksi Melintang frame 16 Kapal Komposit Bambu Pring Prahu 1 40

23. Proses Pembuatan cetakan Gading-gading Kapal Ikan 5 GT 41


berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu 1)

24. Proses Grand Assembly Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi 41


Bambu (Pring Prahu 1)

25. Proses Peletakan Lunas Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu 42


(Pring Prahu 1)

26. Proses Grand Assembly Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi 42


Bambu (Pring Prahu 1)

vii
DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Halaman

1. Fatigue Resistance Values for some Species of Wood 8


2. Klasifikasi Komponen Utama Kapal 12

viii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Halaman

1. General Arragement of Pring Prahu 1 47

2. Capacity Plan of Pring Prahu 1 48

3. Trim Calculation (Departure Condition with 100% Fishhold) of 49


Pring Prahu 1

4. Stability Calculation (Departure Condition with 100% 50


Fishhold) of Pring Prahu 1

5. Trim Calculation (Arrival Condition with 100% Fishhold) of 51


Pring Prahu 1

6. Stability Calculation (Arrival Condition with 100% Fishhold) 52


of Pring Prahu 1

7. Trim Calculation (Lightship, No sailing) of Pring Prahu 1 52

8. Gambar Prespektif (3D) of Pring Prahu 1 54

ix
BAB I.
PENDAHULUAN

Sampai saat ini, potensi perairan laut Indonesia yang dapat di manfaatkan
hanya sekitar 40 persen dari potensi laut yang ada, yaitu sekitar 5 juta ton per tahun.
Potensi tersebut hanya disekitar pesisir pantai saja, sehingga apabila ditambah
dengan potensi laut hingga wilayah Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) kekayaan atau
potensi laut menjadi 7 ton per tahun. Kurang maksimalnya pemanfaatan potensi laut
disebabkan oleh karena sarana dan prasarana penangkapan ikan yang masih sangat
jauh dari modern. Akibatnya selain rendahnya pemanfaatan potensi laut, juga
maraknya penjarahan ikan di wilayah ZEE yang akhirnya menjadikan kehidupan
para nelayan jauh dari kecukupan. Sangat ironis sumber daya laut Indonesia yang
sangat berlimpah tetapi masyarakat maritimnya berkehidupan yang minim.

Apabila diamati secara nyata, bahwa salah satu penyebabnya adalah kondisi
dan keadaan kapal kayu penangkap ikan yang sederhana dan sangat tradisional. Dari
data yang ada, bahwa dari sekitar 400 ribu armada kapal penangkap ikan yang ada,
hanya sekitar 2500 buah kapal yang mampu melayari ZEE.
Sampai saat ini masih diperlukan banyak kapal-kapal ikan yang sederhana,
tetapi mampu melayari wilayah diluar ZEE. Dan kita belum mampu memasok
kebutuhan kapal ikan tersebut agar pemanfaatan sumber daya laut yang kita miliki
dapat dikelola secara optimal. Salah satu kendalanya kemampuan kita dalam
memproduksi kapal kayu secara cepat dan murah. Dalam pembuatan kapal ikan yang
representative, dalam arti kapal tersebut mempunyai disain yang baik, mampu
berlayar dalam kurun waktu yang cukup lama dan mampu berlayar dilaut bebas,
masih dibutuhkan waktu yang relatif lama dan mahal. Galangan kapal tradisional
dalam membangun kapal ikan yang mampu melayari wilayah ZEE, biasanya
diperlukan bahan dan material yang khusus dan tidak semua galangan kapal kayu
mampu mengerjakan.
Dengan melihat permasalahan tersebut diatas, maka ada ide untuk membuat
kapal dengan menggunakan komposit bambu, dimana komponen-komponen kapal
dibuat secara pre fabrication. Dengan sistem pembuatan kapal ini diharapkan
galangan-galangan kapal tradisional mampu membangun kapal dalam waktu yang
relative singkat dan cepat serta murah.

1
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara umum bahwa laminasi bambu
mempunyai sifat fisis, sifat mekanis dan sifat kelelahan (fatigue) yang baik dan
memenuhi persyaratan sebagai bahan pembangunan kapal. Selain itu, ruas bambu
(node) dalam konstruksi laminasi hanya menurunkan kekuatan sebesar 10% saja,
sedangkan kenaikan kekuatan hampir mencapai 50 % dari sifat fisis dan sifat
mekanis kayu jati (hasil penelitian fundamental tahun 2012). Ketahanan laminasi
bambu terhadapa serangan binatang laut (marine borer) terbukti tahan dengan
treatment borax 3% yang direndam selama 1 (satu) minggu.
Tujuan dari riset ini adalah merancang dan membangun kapal ikan secara
mudah dan murah, yaitu dengan menggunakan bahan baku bambu laminasi, sehingga
kapal diharapkan akan lebih kuat, lebih cepat dalam proses pembangunannya dan
harganya lebih murah.
Sedangkan sasaran dari riset ini adalah membangun kapal ikan dengan
menggunakan bahan dasar laminasi bambu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Sehingga akan meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan para nelayan, masyarakat
pesisir serta berkembangnya industri rumah tangga pendukung kapal rakyat.

Target pada pelaksanaan kegiatan penelitian tahun pertama, adalah :


1. Didapatkan disain dan rancang bangun Detail Engineering Design (DED) kapal
ikan dengan bahan utama laminasi bambu. Dalam penentuan dan merancang
disain kapal ini, semua hasil penelitian pendahuluan merupakan acuan
pembuatan disain kapal ikan.
2. Uji numerik dan Kolam uji (hidrodinamika) untuk aplikasi dalam skala
laboratorium dari hasil rancang bangun kapal ikan berbasis bambu laminasi.
3. Pembuatan cetakan atau mal untuk pembuatan komponen kapal.
4. Perakitan Komponen Kapal (assembly).

2
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU

Penelitian tentang sifat mekanis bahan bambu telah dilakukan oleh Jansen
[1980], Yap [1983], Espiloy [1985] dan Morisco [1996]. Dari penelitian ini diketahui
kuat tarik dan tekan sejajar serat dapat mencapai 200 - 300 mpa sedangkan kuat
lentur berkisar 80 - 100 mpa. Tetapi kuat geser tegak lurus serat hanya berkisar 2.5
mpa. Modulus elastisitas sejajar serat dapat mencapai 10 – 20 mpa.
Sementara itu, bambu adalah jenis tanaman yang cepat tumbuh (fast growing)
dan pada umur 3 hingga 6 tahun bambu sudah dapat dimanfaatkan. Bambu mampu
berkembang kearah vertikal sepanjang 5 cm untuk setiap jamnya (Morisco, 1999,
Fangchun, 2000 dan CBRC, 2001). Dibandingkan dengan siklus pertumbuhan kayu
jati dimana untuk dapat memanfaatkan memerlukan waktu minimal 50 tahun, maka
siklus pertumbuhan bambu hanya seper-sepuluh dari siklus pertumbuhan jati.
Dibidang konstruksi, bambu biasanya digunakan sebagai tiang, balok atau
perancah (Idrid dkk, 1998, Krisdianto, dkk, 2000). Di Indonesia terdapat beberapa
jenis spesies bambu dan yang paling banyak digunakan dibidang konstruksi adalah
bambu betung (Dendrocalamus asper). Diameter bambu betung dapat mencapai
antara 12 – 15 cm, sedangkan ketebalan dagingnya dapat mencapai 2 cm dan panjang
antar ruas dapat mencapai 60 cm. Bambu jenis ini mudah dijumpai hampir diseluruh
daerah tropis. Menurut Morisco (1999) dan Ananda (1996), bambu mempunyai
kekuatan tarik dua kali lebih besar dibandingkan dengan kayu, sedangkan kuat
tekannya 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tekan kayu. Apabila
dibandingkan dengan baja yang mempunyai berat jenis antara 6.0 – 8.0 (sementara
BJ bambu = 0.6 – 0.8), kuat tarik (tensile strength) baja hanya sebesar 2.3 - 3.0 lebih
besar dibandingkan dengan kekuatan tarik bambu. Dengan demikian bambu
mempunyai kekuatan tarik per unit berat jenisnya sebesar 3 – 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan baja.

3
Gambar 1. Diagram Tegangan dan Regangan Bambu dan Baja.

Selain itu, bambu mempunyai kekuatan mekanis lebih baik dibandingkan


dengan baja tulangan beton. Pada gambar berikut ini ditunjukkan bahwa kekuatan
tarik bambu ori hampir mencapai 5000 kg/cm2 atau hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kekuatan tarik baja tulangan beton yang hanya 3000 kg/cm2.
Sedangkan jenis bambu lainnya, yaitu bambu betung (Dendrocalmus asper)
mempunyai kekuatan tarik antara 3000 – 3500 kg/cm2, dimana kekuatan tersebut
masih lebih baik dibandingkan dengan kekuatan beton tulangan baja (Morisco,
1999).
Tetapi disamping keunggulan sifat bambu tersebut, salah satu kelemahan
bambu adalah mudah diserang serangga atau binatang laut (marine borer). Pada
dasarnya serangga dan jamur menjadikan bambu sebagai sumber makanan tempat
berkembang biak. Untuk menghindarikan bambu dari serangan serangga dan jamur
maka ada upaya untuk mengeluarkan bahan makanan tersebut dari dalam bambu,
yaitu dengan cara melarutkan, mengurai atau memberi zat racun pada bambu. Ada
beberapa hal untuk menjadikan bambu lebih awet seperti penebangan bambu yang
tepat, dimana bahan makanan yang didalam bambu dalam kondisi yang rendah,
meluruhkan atau terjadinya fermentasi pati dalam bambu sampai dengan proses
pengawetan.
Dengan memberikan bahan pengawet, bambu mampu bertahan hingga 25
tahun, walaupun dalam kondisi lingkungan yang rawan terhadap serangan serangga
ataupun binatang laut. Bambu hanya bertahan sampai dengan 4 tahun tanpa
pengawetan dan langsung berhubungan dengan cuaca luar. Tetapi dengan treatment
bahan pengawet seperti Tembaga-Chrom-Arsen (CCA) atau Residu Bahan Minyak
Bumi (Creosote), bambu mampu bertahan lebih dari 20 tahun, walaupun
dilingkungan yang rawan terhadap serangan serangga, seperti dalam pennggunaan

4
dilaut (Morisco, 2000). Salah satu syarat bahan untuk pembangunan kapal harus
tahan terhadap serangan binatang laut seperti marine borer. Binatang laut ini pada
umumnya tidak memakan kayu (badan kapal), tetapi akan menjadikan tempat
tinggal. Sehingga pada badan kapal yang terbuat dari kayu akan terdapat banyak
lubang. Dan lubang ini akan jauh masuk kedalam. Dengan adanya banyak lubang
pada badan kapal, maka kekuatan dari kulit kapal akan berkurang dan lebih rawan
akan terjadi pembusukan dan pelapukan. Hal sangat berbahaya untuk keselamatan
para nelayan tersebut.
Rosyid dan Widodo (2001) telah melakukan upaya pengembangan material
baru melalui penggabungan kayu jati dan bambu dengan perekatan (laminasi) untuk
aplikasi kelautan melalui kegiatan Riset Unggulan Kemitraan (RUK). Pada kegiatan
tersebut telah dikembangkan perekat (lem) untuk proses cold-press oleh industri
dalam negeri (PT. Palmolite Adhesive Industry, Probolinggo), dan dikembangkan
aplikasi material untuk tiang layer (mast) yang dibutuhkan oleh pasar yacht di Eropa,
Jepang, dan USA.
Menurut Chugg (1964) keuntungan material laminasi : (1). Meningkatkan
kekuatan hingga mencapai 140 persen, (2). dapat dibuat dengan berbagai macam
bentuk dan ukuran, efisiensi pemanfaatan bahan bakunya sangat tinggi, (3).
memperbaiki kekuatan dan meningkat keawetan serta tahan terhadap kebakaran.
Dengan demikian laminasi kayu jati dan bambu betung dapat dibuat dengan ukuran
yang tidak terbatas (unlimited) sesuai dengan ukuran dan bentuk kapal yang akan
dibangun walaupun bahan yang digunakan ukurannya sangat terbatas.

Gambar 2. Perbandingan Kekuatan Kayu Laminasi dengan Kayu Solid.

5
Faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan laminasi adalah
jenis perekat yang digunakan. Menurut ketentuan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI)
mengenai peraturan pembangunan kapal kayu, perekat yang digunakan harus ber-tipe
weather proof and boiling proof (tipe WBP), artinya perekat tersebut harus mampu
menahan perubahan yang diakibatkan oleh cuaca dan tahan terhadap mikro
organisma serta tahan terhadap perubahan suhu panas dan dingin (BS, 1964).
Melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki kayu, bambu dan material
laminasi, baik dari segi teknis maupun non teknis seperti ketersedian bahan, maka
penggabungan kayu dan bambu dalam bentuk laminasi akan menghasilkan material
gabungan yang mempunyai sifat mekanis lebih baik dari sifat mekanis kayu jati atau
bambu betung. Laminasi kayu dan bambu tersebut memiliki potensi besar untuk
digunakan pada struktur kapal kayu seperti untuk kulit kapal (lambung), geladak,
balok gelagar, lunas dan gading-gading.

Gambar 3. Struktur Serat Ruas Bambu

Dalam kenyataannya, bambu mempunyai ruas pada setiap batang dengan


panjang antar ruas yang berbeda untuk setiap jenis bambu dan letak pada setiap
batangnya. Sifat dan karakter dari ruas bambu sama dan mirip dengan sambungan
dalam. Sehingga ruas dalam struktur bahan atau komposit akan mengurangi
kekuatan. Hal ini disebabkan karena apada ruas bambu sebagian serat bambu lurus
dan ada sebagian lainnya belok tegak lurus membentuk ruas. Kemudian dari serat
membelok yang membentuk buku akan kembali lurus pada sumbu batang. Sehingga
ada sebagian serat bambu yang yang tidak searah atau sejajar dengan sumbu bambu.

6
Ruas pada bambu merupakan bagian terlemah terhadap gaya tarik sejajar sumbu
bambu. Oleh karena itu penentuan perancangan struktur yang menggunakan bambu
harus didasarkan pada bagian ruas bambu ini (Morisco, 2000).
Bahan yang menerima beban berulang-ulang (repeated loading) melebihi dari
masa pakainya (period of time) akan mengalami penurunan kekuatan dibandingkan
dengan bahan yang menerima beban diam (static loading). Walaupun semua material
akan mengalami hal yang sama seperti tersebut diatas, tidak terkecuali bambu dan
kayu, tetapi penurunan kekuatan pada bambu dan kayu akibat beban dinamis tersebut
tidak sebesar yang dialami baja pada umumnya (Faherty, 1999). Karakter kelelahan
(fatigue) bahan biasanya digunakan untuk menentukan faktor kritis dalam suatu
perencanaan. Dalam menentukan kekuatan suatu bahan dengan adanya kemungkinan
kerusakan akibat beban dinamis, faktor kritis tersebut penting untuk menentukan
kekuatan maksimum bahan dalam satu kurun waktu tertentu (Faherty, 1999). Pada
gambar 4 dibawah ini ditunjukkan kekuatan maksimum bahan untuk penggunaan
struktural yang menerima beban dinamis sama atau lebih rendah dari batas ketahanan
material (endurance limit).

Gambar 4. Hubungan antara Ketahanan Pakai (endurance life)


dengan Siklus Beban (number of load cycles).

Pada batas ketahanan minimal material akan mampu menahan beban dinamis
dalam waktu yang tidak terbatas. Ketahanan minimal ini dapat digunakan untuk
merencanakan struktur yang menerima beban secara periodik (Faherty, 1999 dan
Logan, 1991). Semakin banyak siklus atau putaran beban pada material akan selalu
diikuti dengan penurunan kekuatan. Hubungan antara batas ketahanan dengan
kekuatan statis menunjukkan ratio ketahanan (endurance ratio) dari material yang
dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

7
Re = ue / u

dimana, Re : ratio ketahanan (endurance ratio), ue : batas ketahanan, u :


kekuatan statis. Endurance ratio menunjukkan karater kelelahan (fatigue
characteristic) material. Beban yang diterapkan dalam menentukan batas ketahanan
material sebesar seper-empat sampai seper-tiga dari kekuatan statisnya. Pada tabel
berikut ini ditunjukkan karakter kelelahan beberapa jenis kayu lunak (Faherty, 1999).
Penggunaan material dibidang struktur kelautan (marine use), karakter
kelelahan (fatigue characteristics) material yang digunakan akan menentukan masa
pakai (life time) material (Logan, 1991), karena pada umumnya beban yang bekerja
merupakan beban dinamis, bukan beban statis. Gerakan atau benturan yang berulang-
ulang dalam waktu yang lama, seperti benturan ombak, gerakan badan kapal akibat
beban dan tekanan dari gaya yang melawan pada bagian badan kapal serta getaran
pada ruang mesin kapal merupakan gerakan yang akan mempengaruhi masa pakai
(Popov, 1976 dan Logan 1991).

Tabel 1. Fatigue Resistance Values for some Species of Wood.


Moisture Modulus of Endurance
Specific
Species Content, Rupture, Limit, Re,
Gravity
% Mpa Mpa

Coniferous woods
Douglas fir (Pseudotsuga
- 14.3 103.1 27.6 0.27
menziesii (Mirb. Franco)
- 23.8 88.3 26.8 0.30
Spruce (Picea excelsa Link) 0.44 10-12 76.5 19.1 0.25
(Pieae sp) 0.48 10.8 100.0 29.4 0.29
(Picea sitchensis (Bong)
carr.) 0.44 10-12 76.5 18.1 0.24
- 13.8 83.4 22.0 0.26
Pine (Pinus Sylvestris L.)
Heartwood 0.65 10.8 113.8 41.2 0.36
Sapwood 0.56 11.3 93.7 35.3 0.38
Pine, Swedish 0.49 10-12 86.3 19.1 0.22
Pine, Finnish
light sapwood 0.36 13 51.2 15.7 0.31
heartwood from the top 0.46 13 74.8 23.5 0.31
heartwood from the butt 0.47 13 80.1 27.9 0.35
heartwood, resinous 0.62 13 84.6 31.4 0.37

Broadleaved species
Birch (Betula verrucosa 0.67 - 137.3 34.3 0.25
Ehrhardt)
(Betula pubescens 0.63 12 127.5 31.4 0.25

8
Ehrhardt - green 73.1 22.0 0.30
Oak (Quercus alba L.) 0.56 10.6 - 26.5 -
Ash (Fraxinus excelsior L.) 0.68 10.6 - 32.4 -
0.65 9.5 119.6 35.3 0.30
Walnut (Juglans regia L.) 0.60 0.81 137.3 41.2 0.30

Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Mempunyai nama botanis:


(Paraserianthes falcataria (L) Nielsen), syn. Albizia falcata Backer, famili
Mimosaceae. Nama daerah :Albizia, bae, bai, jeungjing, jeungjing laut, jing laut,
rare, salawaku, salawaku merah, salawaku putih, salawoku, sekat, sengon laut,
sengon sabrang, sika, sika bot, sikas, tawa sela, wai, wahagom, wiekkie.Nama lain :
Batai (Malaysia Barat, Sabah, Philipina, Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol,
Italia, elanda, Jerman); kayu machis (Sarawak); puah (Brunei).

Penyebaran : Seluruh Jawa, Maluku, Irian Jaya. Ciri umum : Kayu teras
berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging) warna kayu gubal
umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan merata
dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak
licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau
tersebut lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering.

Sifat kayu : Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V dengan
berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan mempunyai nilai penyusutan dalam
arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan 5,2 persen (basah sampai
kering tanur).

Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat
dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti. Cacat pengeringan yang lazim
adalah kayunya melengkung atau memilin. (Martawijaya dan Kartasujana, 1977).

B. POKOK – POKOK KONSTRUKSI KAPAL.

Persoalan utama dalam konstruksi kapal ialah membuat suatu konstruksi yang
kokoh dan kuat dengan berat konstruksi yang seringan-ringannya. Karena dengan
kontruksi yang kuat tetapi ringan, maka kita akan mendapatkan daya muat yang
besar sehingga hal ini akan menguntungkan, yaitu pada kapal niaga akan dapat
mengangkut muatan yang lebih besar, sedangkan pada kapal perang akan

9
memungkinkan penambahan kecepatan kapal dan jarak jelajah kapal akan menjadi
lebih besar.
Kontruksi kapal harus dibuat kuat dan kokoh sehingga dapat menahan /
mengatasi gaya dialami oleh kapal pada waktu berlayar. Untuk itu maka kontruksi
lambung kapal dibuat (disusun) merupakan suatu kerangka yang terdiri dari :
1. Kekuatan hubungan melintang ialah bagian lambung kapal yang membantu
kekuatan melintang kapal. Misalnya : Gading-gading, balok geladak, dinding
kedap air.
2. Kekuatan hubungan memanjang ialah lambung kapal yang membantu kekuatan
memanjang kapal. Misalnya : Lunas, penguat dasar memanjang, menguat kulit.
3. Kekuatan hubungan melintang/memanjang ialah bagian lambung kapal yang
membantu kekuatan melintang maupun memanjang kapal. Misalnya : Plat kulit,
plat geladak.
Bagian-Bagian Utama Lambung Kapal.
1. KEEL (lunas).
Lunas adalah bagian lambung kapal yang terpenting, karena lunas ini merupakan
penguat memanjang yang terletak ditengah-tengah kapal, dan semua bagian
kontruksi yang lain secara langsung ataupun tidak dihubungkan dengan lunas ini.
Umumnya lunas ini dibuat dari tiga buah plat yang dilas satu dengan yang lain,
sehingga merupakan profil I, bagian dari bawah profil I ini disebut plat lunas atau
keel plate, yang merupakan plat dasar tengah, sedang pada kapal besar plat ini
merupakan penguat sedang plat dasar tengah dipasang dibawahnya. Bagian yang
tegak dari profil I inidinamakan lunas tegak atau vertikal keel sedang bagian atas
dinamakan plat rider atau rider plate.
2. GADING-GADING (Frame).
Gading-gading merupakan kerangka dari lambung kapal, kulit kapal dilekatkan
pada gading ini dengan keeling atau las. Menurut biro klasifikasi jarak dari
gading ini satu dengan yang lain maximum adalah 0,5 meter. Gading-gading
biasanya dibuat dari profil siku (L) ada juga yang dibuat dari profil siku dengan
bulb (L) atau profil T.
3. DINDING KEDAP AIR (water tight bulk head).
Yang dimaksud dengan kedap air ialah kedap terhadap air dibawah pengaruh
suatu tekanan tertentu.

10
Gunanya dinding kedap air ialah :
a. Untuk membatasi (melokalisir) kebocoran dalam suatu ruangan jangan
sampai mengalir keruangan lain.
b. Untuk membatasi (melokalisir) bahaya kebakaran.
c. Untuk memberikan kekuatan melintang pada kapal.
Setiap kapal minimum harus mempunyai 4 buah dinding kedap air yaitu :
a. Dinding Pelanggaran. Dinding ini merupakan dinding kedap air pertama
dibelakang linggi haluan. Jarak antara dinding pelanggaran dengan tinggi :
haluan diukur pada garis muat tidak boleh kurang dari 1/20 LOA (panjang
seluruh). Kontruksi dari dinding ini dibuat lebih kuat dan lebih berat
dibandingkan dengan dinding kedap air lainnya, karena dinding pelanggaran
ini dimaksudkan untuk membatasi kerusakan atau kebocoran pada waktu
kapal tabrakan.
b. Dinding kedap air didepan kamar mandi.
c. Dinding kedap air dibelakang kamar mandi.
d. Dinding kedap air buritan (after peak bulk head). Ditambah jumlah sesuai
dengan kebutuhan, tergantung pada panjang kapal. Pada kapal pengangkut zat
cair (tanker) selain terdapat dinding kedap air melintang (transvere bulk head)
terdapat pula dinding kedap air memanjang (longitudinal bulk head).
Geladak dan Susunan Geladak.
Selain dibagi secara melintang oleh dinding kedap air, maka lambung kapal juga
dibagi secara mendatar oleh geladak. Jumlah geladak tergantung pada ukuran kapal.
Geladak dikapal dagang diberi nama tertentu, sedangkan pada kapal perang geladak
diberi nama dengan huruf besar. Geladak utama (main deek) ialah geladak yang
dipasang mulai dari buritan sampai haluan dengan tidak terputus-putus. Geladak
utama ini adalah geladak yang paling penting dan diberi tanda dengan huruf H.
Geladak dibawah geladak utama diberi tanda berurut kebawah dengan huruf
J.K.L.M. dan seterusnya (huruf I dan O tidak digunakan) geladak diatas geladak
utama diberi tanda berturut-turut keatas dengan huruf G.F.E.D. dan seterusnya.
Gunanya geladak dibuat melengkung keatas ialah memperkuat kontruksi dan supaya
bila ada air diatas geladak dapat mudah mengalir ketepi untuk mempercepat
pembuangan. Plat geladak secara melintang ditumpu oleh balok geladak (deck beam)
dari secara memanjang ditumpu oleh penguat geladak memanjang (deck ginder).

11
Balok geladak dan deck ginder ini dibuat dari bahan yang sama dengan gading-
gading.
Dalam bangunan kapal kayu pada dasarnya komponen utamanya dapat
digolongkan dalam kesamaan bentuk seperti lurus dan lengkung dan kesamaan
konstruksi seperti bentuk papan dan balok (Rosyid, 2001). Klasifikisasi komponen
utama kapal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Komponen Utama Kapal.


Bentuk :
Lurus Lengkung
Konstruksi :
- Sekat kedap air - lambung
Papan - Transom - geladak
- Lunas - galar balok kim
- linggi muka & belakang - galar balok sisi
Balok - balok tegak - gading
- galar balok atas dan - balok geladak
Bawah
Sumber : Laporan Akhir RUK, (2001).

Gambar 5. Penampang Melintang Kapal dengan beberapa bagian


Konstruksi Utama (Laporan Akhir RUK, 2001).

Pada gambar diatas menjelaskan, perakitan komponen utama kapal kayu


dalam proses pembangunan kapal kayu.
Karena sifatnya yang baik, dimana kayu jati mempunyai density yang tidak
terlalu besar, tetapi kekuatannya melebihi jenis kayu lain yang mempunyai berat
jenis (density) yang lebih besar, maka kayu jati cocok digunakan pada konstruksi

12
komponen kapal kayu. Kayu jati dapat digunakan disemua komponen kapal kayu
seperti untuk lunas, keel, frame (gading-gading), deck, transom dan deck house
(Martawidjaja, 1978).

C. PENELITIAN PENDAHULUAN.

Penelitian mengenai laminasi bambu untuk bahan pembangunan kapal untuk


memenuhi kebutuhan para nelayan serta untuk mengatisipasi kesulitan mendapatkan
bahan baku kayu sebagai bahan pembangunan kapal maka, telah dilakukan beberapa
penelitian pendahuluan yang berkesinambungan, antara lain :
1. Pada tahun 2000 telah dilakukan penelitian mengenai Pengembangan Material
Konstruksi Laminasi untuk Aplikasi Kelautan.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa potensi bamboo yang ada di Jawa
Timur mampu untuk men supply kebutuhan bahan baku sebagai bahan
pembangunan kapal. Selain itu, periode bambu untuk dapat dimanfaatkan relative
sangat singkat. Bambu dapat dimanfaatkan utnuk bahan konstruksi memerlukan
waktu sekitar 3-6 tahun. Sedangkan kayu Jati maupun kayu yang biasa digunakan
sebagai bahan pembangunan kapal oleh galangan kapal rakyat memerlukan
waktu lebih dari 20 tahun. Penyebaran bambu diwilayah Jawa Timur maupun
17
secara umum di wilayah Indonesia sangat mudah dijumpai dan harganya relative
murah.
2. Pada tahun 2004, telah dilakukan penelitian tentang Karakterisasi Struktur Kapal
Kayu dengan Material Alternatif Komposit Bambu.
Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa laminasi bambu mempunyai kekuatan
yang lebih baik dibandingkan dengan kayu jati maupun kayu lain yang biasa
digunakan oleh galangan kapal rakyat.
Tetapi walaupun bambu mempunyai kekuatan yang lebih baik dibandingkan
dengan kayu Jati dan kayu lainnya, laminasi bambu ini mempunyai beberapa
kelemahan yang mana kelemahan tersebut menyebabkan performance kapal
masih belum memenuhi persyaratan kelas (BKI).
Kelemahan tersebut meliputi density yang terlalu besar dan adanya ruas bambu
(bamboo node) yang merupakan kelemahan dari sifat mekanik bambu.

13
Selain itu, bambu masih sangat rentan terhadap serangan binatang laut (marine
borer) yang mana salah satu syarat bahan sebagai bahan pembangunan kapal
adalah harus tahan dalam waktu lama terhadap serangan binatang laut.
3. Pada tahun 2012 dilakukan penelitian mengenai Material Komposit Bambu
sebagai Komponen Konstruksi Utama Kapal Kayu.
Pada riset ini dilakukan :
1. Pengurangan density laminasi bambu agar tidak terlalu berat, karena hal ini
sangat berpengaruh terhadap : kecepatan kapal, konsumsi bahan bakar dan
berat kapal itu sendiri.
Upaya ini dilakukan dengan penggabungan terhadap beberapa material yang
mempunyai density rendah yang difungsikan sebagai bahan pengisi, hasil
penelitian menunjukkan bahwa laminasi bambu mempunyai density yang
rendah tetapi masih mempunyai kekuatan yang lebih baik dibandingkan
dengan kayu jati.
2. Dengan penempatan ruas bambu dalam konstruksi laminasi, menunjukkan
bahwa pengaruh ruas bambu hanya sekitar 10% saja. Sedangkan kekuatannya
meningkat hingga mencapai 150 %.
3. Hasil penelitianPenelitian pendahuluan (Fundamental 2012) yang telah
dilakukan mengenai sifat fisis laminasi bambu, yaitu sifat kerapatan dan
perilaku kembang susut laminasi bambu. Sifat tersebut sesuai dengan
persyaratan BKI merupakan persyaratan penting dalam pemilihan bahan
untuk kapal.
4. Laminasi mempunyai kembang susut yang lebih rendah dibandingkan dengan
kayu jati maupun kayu lain yang selama ini digunakan untuk kapal.
Walaupun laminasi bambu mempunyai kerapatan yang lebih tinggi, dengan
klausul dalam BKI, dimensilaminasi bambu dapat dukurangi hingga 30%,
karena bambu mempunyai kekuatan yang lebih tinggi
4. Penelitian sifat mekanis yang meliputi sifat elastisitas laminasi bambu, kekuatan
tarik dan kekuatan pukul laminasi bambu yang lebih baik dibandingkan dengan
kayu jati dan kayu lain yang digunakan untuk pembangunan kapal.
5. Dengan perlakuan perendaman dalam larutan CCP 5 % selama 1 (satu) minggu,
laminasi bambu mampu bertahan terhadap serangan binatang laut.
6. Sifat kelelahan (fatigue characteristic) laminasi bambu yang lebih baik dan

14
Sehingga dengan sifat baik laminasi bambu dibandingkan dengan kayu jati dan kayu
jenis lain, maka laminasi bambu mempunyai kemungkinan besar dapat digunakan
sebagai bahan pembangunan kapal.

Dengan digunakannya laminasi bambu untuk bahan pembuatan kapal, maka


kesulitan bahan baku yang selama ini menjadi kendala galangan kapal untuk
membangun kapal akan teratasi. Hal ini disebabkan bahwa bambu dapat dengan
mudah didapatkan dengan harag yang relatih murah. Selain itu siklus pertumbuhan
bambu untuk dapat dimanfaatkan sangat pendek, kurang lebih 4-6 tahun, bambu
sudah dapat dipanen. Kalau dibandingkan dengan kayu jati memerlukan waktu
minimal 30 tahun untuk dapat dipanen.

Dari hasil penelitian pendahuluan tersebut diatas, maka akan dikembangkan


penelitian terhadap laminasi bambu yang mempunyai kerapatan rendah tetapi masih
mempunyai kekuatan yang tinggi yaitu dengan menambah bahan pengisi kedalam
konstruksi laminasi bambu.
Dengan digunakan Komposit Bambu sebagai bahan pembuatan kapal, maka akan
mempunyai dampak ekonomis yang tinggi terhadap petani bambu, dimana bambu
saat ini hanya digunakan sebagai komoditi yang mempunyai nilai rendah, sehingga
dengan pemanfaatan tersebut diatas, bambu akan
3 mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi.
Dengan temuan laminasi bambu digunakan sebagai bahan utama kapal dengan
konstruksi laminasi yang mempunyai persyaratan untuk kapal, maka hasil penelitian
ini akan diajukan kepemilikan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dibidang :
Patent untuk bahan atau material pembentuknya dan Disain Industri (DI) untuk
rancang bangun dari kapal.
Dengan adanya Inpres No. 1 tahun 2010 tentang percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional 2010 salah satunya adalah penyediaan kapal nelayan
diberbagai daerah dan adanya rencana standarisasi kapal penangkap ikan ikan, maka
dengan melihat permasalahan tersebut diatas, bahwa pembuatan kapal dengan bahan
baku utama laminasi bambu meruapakan solusi untuk implementasi dari inpres
tersebut. Sehingga tujuan dari pembangunan perikanan tangkap yang meliputi
peningkatan kesejahteraan nelayan, menjaga sumber daya kelautan, meningkatkan
konstribusi subsektor perikanan terhadap perekonomian nasional (pro Growth),

15
penyediaan tenaga kerja (pro Job) dan pengentasan kemiskinan (pro Poor) serta
standarisasi kapal ikan yang rencananya akan dimulai pada tahun 2011 akan
terwujud.

16
BAB III.
BAHAN DAN METODA PERANCANGAN

Dalam pelaksanaan penelitian Rancang bangun Kapal Ikan 5 GT dengan bahan


utama laminasi bambu, bahan dan metoda yang digunakan sebagai berikut :
I. Perancangan (Disain) Kapal Ikan.
Kegiatan perancangan kapal ikan 5 GT dengan bahan utama Laminasi Bambu
meliputi kegiatan :
1. Ukuran utama kapal.
2. Preliminary Stabilitas Kapal.
3. Perhitungan Konstruksi Kapal
4. Gambar produksi.
Ukuran kapal didasarkan pada kapal-kapal nelayan yang ada saat ini. Perhitungan
ukuran juga didasarkan resiko yang akan terjadi dengan penggunaan material
baru (Laminasi Bambu).
Perhitungan Preliminary Stabilitas Kapal Ikan 5 GT dengan bahan Laminasi
Bambu (Pring Prahu 1) meliputi :
 General Arrangement.
 Hidrostatic Table
 Capacity Plan.
 Trim Calculation.
 Stability Calculation.
Perhitungan konstruksi Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu
1) meliputi :
1. Lunas.
2. Linggi Haluan dan Buritan.
3. Gading-gading.
4. Galar Balok.
5. Lutut Balok Geladak.
6. Kulit.
7. Geladak.
8. Pagar.
9. Sekat Kedap.

17
10. Proses Pembautan dan Pemakuan.
Gambar produksi meliputi gambar produksi untuk gading-gading dan konstruksi
laminasi dalam bentuk papan yang akan digunakan untuk lambung dan lantai
kapal (deck).
II. Pembangunan (Produksi) Kapal Ikan.
Proses pembangunan Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu 1)
meliputi :
 Pembuatan cetakan untuk gading-gading.
 Pembuatan papan laminasi bambu untuk bahan lambung kapal dan lantai
kapal.
 Peletakan lunas kapal (konstruksi memanjang).
 Perakitan gading-gading (konstruksi melintang).
 Perakitan konstruksi memanjang/melintang (lambung dan lantai kapal).
 Pembuatan bangunan atas (upper structure).

18
BAB IV.
HASIL PERANCANGAN

Hasil pelaksanaan perrancangan dan proses pembangunan kapal ikan 5 GT


dengan vahan dasar laminasi bambu, sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Penelitian
Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri (RAPID) tahun I (2013) sebagai berikut :

I. Bidang PERANCANGAN (Disain) Kapal Ikan 5 GT (Pring Prahu 1) :

Kegiatan pelaksanaan penelitian dibidang disain pada tahun kedua semester I :


Membuat disain kapal ikan dengan menggunakan bahan utama komposit bambu
yang meliputi :
1) Penentuan ukuran utama (main dimension) kapal atau Performance Kapal.
2) Pembuatan Gambaran Umum (General Arrangement) dan Rencana Garis (Line
Planes).
3) Penentuan Stabilitas Kapal.
4) Perhitungan Numerik.
5) Penentuan Konstruksi Kapal.
6) Pembuatan Gambar Produksi.

Secara lebih terinci, hasil perancangan kapal ikan % GT dengan vahan utama
laminasi bambu pada tahun I (2013) disampaikan sebagai berikut :

1). Ukuran Utama Kapal Bambu 5 GT.

Dari analisa gaya yang bekerja pada komponen utama kapal dan bahan
pembangunnya (komposit bambu), maka akan dapat ditentukan disain kapal.
Pada tahap ini, yang dilakukan adalah membuat rencana umum dari pada kapal
yang berbahan komposit bambu. Secara global disain atau rencana umum
(general arrangement) kapal yang akan digunakan sebagai uji coba dalam
penelitian ini.
Seperti disampaikan pada bab terdahulu, penelitian ini akan mencoba
menggantikan kayu jati sebagai bahan pembangunan kapal perikanan akan
digantikan dengan komposit bambu. Perahu yang dijadikan sebagai obyek
penelitian adalah perahu jenis Etek, perahu ini mempunyai ukuran sedang dan
harganya tidak terlalu mahal, sehingga nelayan akan mampu memiliki.

10
Ukuran utama kapal ikan berbahan utama komposit bambu, meliputi ukuran-
ukuran sebagai berikut :
1.1. Panjang Kapal (L).
- Panjang keseluruhan (length overall, LoA) = 9.47 meter
- Panjang garis air (Leng Perpendicullar, Lpp) = 8.00 meter
1.2. Lebar Kapal (B).
- Lebar kapal (breadth, B) = 2.80 meter
1.3. Tinggi Kapal (H).
- Tinggi badan kapal (depth, D) = 1.20 meter.
1.4. Sarat Kapal (T).
- Tinggi garis muat (T) = 0.70 meter
Kapal ini direncanakan menggunakan tenaga penggerak dengan kekuatan 52 kW
dan mempunyai kapasitas penyimpanan ikan (fish hold) sebesar 6.7 m3.

2). Gambaran Umum dan Rencana Garis.

Dari hasil pembuatan disain, gambaran umum (general arrangement) dari kapal
berbasis komposit bambu terlihat seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 6. Gambaran Umum Kapal berbahan Kompost Bambu (Pring Prahu 1).

General arrangement ini menggambarkan rancangan kapal dari samping yang


memuat penjelasan tentang kompartemen-kompartemen yang ada dalam kapal
seperti, ruang akomodasi (ruang awak kapal), ruangan mesin (engine room),
ruangan (tangki) air tawar, ruang penyimpanan hasil tangkapan (fish hold),
tempat penyimpanan peralatan penangkapam ikan (storage for chain cable),

20
tempat penyimpanan peralatan (storage for equipment). Selain itu juga
menggambar penempatan berapa equipment kapal seperti : antena untuk
komunikasi, GPS dan jarak antara gading.

Pada general arrangement juga pandangan atas dari lantai (deck) kapal yang
menggambarkan arangemen dan penempatan lubang (palka) daalam deck kapal
tersebut.

Gambar 7. Gambaran Umum Kapal berbahan Komposit Bambu pada


Lantai Utama (main deck) dan Lantai Pertama (1 st Deck) (Pring
Prahu 1).

Pada pembuatan rencana garis ini menggabarkan bentuk dari badan kapal dan ini
berhubungan erat dengan kecepatan kapal, friksion badan kapal dengan air dan
bentuk dari frame kapal. Pada lines plane memuat rencana bentuk kapal dilihat
dari pandangan depan (body plan). Seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Selain itu, ada penggambaran lines kapal pandangan samping. Dari gambaran ini
terlihat ergonomis dari badan kapal.

Bentuk dari Lines Plane ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap konsumsi
bahan dan besaran ruangan peampung hasil tangkapan.

Kedua faktor ini merupakan faktor penentu utama adalam pembuatan disain
kapal.

21
Gambar 8. Rencana Ggaris Kapal berbahan Komposit Bambu (Pring Prahu 1).

Gambar 9. Rencana Garis Kapal berbahan Komposit Bambu (shear plan


dan half breadth plan) (Pring Prahu 1).
3). Stabilitas Kapal.

Salah satu penyebab kecelakaan kapal di laut ,baik yang terjadi di laut lepas
maupun ketika di pelabuhan, adalah peranan dari para awak kapal yang tidak
memperhatikan perhitungan stabilitas kapalnya sehingga dapat mengganggu
keseimbangan. Secara umum akibatnya dapat menyebabkan kecelakaan fatal
seperti kapal tidak dapat dikendalikan, kehilangan keseimbangan dan bahkan
tenggelam yang pada akhirnya dapat merugikan harta benda, kapal, nyawa
manusia bahkan dirinya sendiri. Sedemikian pentingnya pengetahuan
menghitung stabilitas kapal untuk keselamatan pelayaran, maka setiap awak

22
kapal yang bersangkutan bahkan calon awak kapal harus dibekali dengan
seperangkat pengetahuan dan keterampilan dalam menjaga kondisi stabilitas
kapalnya sehingga keselamatan dan kenyamanan pelayaran dapat dicapai.

Gambar 10. Titik-Titik Penting Stabilitas Kapal

Titik-titik penting dalam stabilitas antara lain adalah titik berat (G), titik apung
(B) dan titik M.
M - Metacenter
G – Titik berat (Centre of Gravity)
B – Titik apung (Centre of Buoyancy)
K – Lunas/Keel

a. Titik Berat (Centre of Gravity)

Gambar 11. Letak Titik Berat Kapal di Perairan

Titik berat (center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah kapal,
merupakan titik tangkap dari semua gaya-gaya yang menekan ke bawah
terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat diketahui dengan meninjau
semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang diletakkan di
bagian atas maka makin tinggilah letak titik G-nya.
Secara definisi, titik berat (G) ialah titik tangkap dari semua gaya–gaya yang
bekerja ke bawah. Letak titik G pada kapal kosong ditentukan oleh hasil
percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G tergantung daripada

23
pembagian berat di kapal. Jadi selama tidak ada berat yang di
geser/ditambah/dikurangi, titik G tidak akan berubah walaupun kapal oleng
atau mengangguk/trim.

b. Titik Apung (Centre of Buoyance)

Gambar 12. Titik Apung Kapal

Titik apung (center of buoyance) dikenal dengan titik B dari sebuah kapal,
merupakan titik tangkap dari resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke atas
dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik tangkap B bukanlah
merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah oleh
adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang
menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami senget.
Letak titik B tergantung dari besarnya senget kapal (bila senget berubah maka
letak titik B akan berubah/berpindah. Bila kapal menyenget titik B akan
berpindah kesisi yang rendah.

c. Titik Metasentris

Gambar 13. Titik Metasentris

Titik metasentris atau dikenal dengan titik M dari sebuah kapal, merupakan
sebuah titik semu dari batas di mana titik G tidak boleh melewati di atasnya
agar supaya kapal tetap mempunyai stabilitas yang positif (stabil). Meta

24
artinya berubah-ubah, jadi titik metasentris dapat berubah letaknya dan
tergantung dari besarnya sudut senget.
Apabila kapal senget pada sudut kecil (tidak lebih dari 150), maka titik apung
B bergerak di sepanjang busur di mana titik M merupakan titik pusatnya di
bidang tengah kapal (centre of line) dan pada sudut senget yang kecil ini
perpindahan letak titik M masih sangat kecil, sehingga masih dapat dikatakan
tetap.

Gambar 14. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam perhitungan stabilitas

Ada beberapa ukuran-ukuran yang digunakan dalam stabilitas kapal seperti


ditunjukkan dalam gambar berikut :
 KG – Adalah tinggi titik berat ke lunas/jarak/letak titik berat terhadap
lunas
Nilai KB untuk kapal kosong diperoleh dari percobaan stabilitas (inclining
experiment), selanjutnya KG dapat dihitung dengan menggunakan dalil
momen. Nilai KG dengan dalil momen ini digunakan bila terjadi pemuatan
atau pembongkaran di atas kapal dengan mengetahui letak titik berat suatu
bobot di atas lunas yang disebut dengan vertical centre of gravity (VCG)
lalu dikalikan dengan bobot muatan tersebut sehingga diperoleh momen
bobot tersebut. Selanjutnya jumlah momen-momen seluruh bobot di kapal
dibagi dengan jumlah bobot dan menghasilkan nilai KG pada saat itu.

dimana,
∑M = Jumlah momen (ton)
∑W = jumlah perkalian titik berat dengan bobot benda (m ton)
KM – adalah tinggi / jarak metacenter dari lunas.

25
KM ialah jarak tegak dari lunas kapal sampai ke titik M, atau jumlah
jarak dari lunas ke titik apung (KB) dan jarak titik apung ke
metasentris (BM), sehingga KM dapat dicari dengan rumus:

Diperoleh dari diagram metasentris atau hydrostatical curve bagi setiap


sarat (draft) saat itu.
 [GM – Tinggi Metacentric:
Tinggi metasentris atau metacentris high (GM) yaitu jarak tegak antara
titik G dan titik M. Dari rumus disebutkan:
GM = KM – KG
GM = (KB + BM) – KG
Nilai GM inilah yang menunjukkan keadaan stabilitas awal kapal atau
keadaan stabilitas kapal selama pelayaran nanti
 BM – Radius Metacentric:
BM dinamakan jari-jari metasentris atau metacentris radius karena bila
kapal mengoleng dengan sudut-sudut yang kecil, maka lintasan pergerakan
titik B merupakan sebagian busur lingkaran di mana M merupakan titik
pusatnya dan BM sebagai jari-jarinya. Titik M masih bisa dianggap tetap
karena sudut olengnya kecil (100-150). Lebih lanjut dijelaskan bahwa:

Di mana :
b = lebar kapal (m)
d = draft kapal (m)
 KB (Tinggi Titik Apung dari Lunas)
Letak titik B di atas lunas bukanlah suatu titik yang tetap, akan tetapi
berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau senget kapal. Menurut
Rubianto (1996), nilai KB dapat dicari:
Untuk kapal tipe plat bottom, KB = 0,50d
Untuk kapal tipe V bottom, KB = 0,67d
Untuk kapal tipe U bottom, KB = 0,53d
Di mana d = draft kapal
Dari diagram metasentris atau lengkung hidrostatis, di mana nilai KB
dapat dicari pada setiap sarat kapal saat itu

26
Gambar 15. Lengan penegak pada saat kapal senget

Bila suatu kapal senget maka titik apung akan bergerak sedangankan titik
berat (gravitasi) tidak berubah. Karena gaya apung dan gravitasi sama
besar dan searah, tetapi kalau kapal miring akan membentuk dua gaya
yang paralel dengan arah yang berlawanan, mengakibatkan terjadi rotasi.
Rotasi ini mengakibatkan kapal kembali ke posisi semula karena gaya
apung dan gravitasi sama besar berlawanan arah akan saling menutup. Hal
ini dikatakan sebagai pasangan (coupled) karena kedua gaya yang bekerja
menghasilkan rotasi. Rotasi inilah yang menyebabkan terjadi
keseimbangan kapal.

Gambar 16. Segitiga gaya apung, gravitasi dan lengan penegak

Jarak antara gaya apung dan gravitasi disebut sebagai lengan penegak.
Pada gambar di atas lengan penegak merupakan garis yang ditarik dati titik
gravitasi ke vektor gaya apung kapal. Untuk kemiringan yang kecil (0 o
sampai 7o ke 10o, metacenter tidak berubah), nilai lengan penegak (GZ)
dapat diperoleh secara trigonometry.
Dengan menggunakan fungsi sinus untuk mendapatkan lengan penegak:

Dengan stabilitas awal (0o sampai 7o-10o) metacenter tidak berubah, dan
fungsi sinus hampir linier (garis lurus) Oleh karena itu Lengan Penegak

27
kapal < GZ proporsional terhadap ukuran tinggi metacenter, GM.
Sehingga GM adalah ukuran awal stabilitas kapal
 Momen Penegak (Righting Moment/RM)
Moment penegak adalah ukuran stabilitas kapal terbaik. Menjelaskan
kenapa kapal bisa mengatasi kemiringan dan kembali ke titik
keseimbangan/stabilitas. Moment penegak adalah sama dengan lengan
penegak dikali displacement kapal.
Contoh:
Suatu kapal mempunyai displacement sebesar 6000 LT dan mempunyai
lengan penegak sebesar 2.4 FT bila dimiringkan 40 derajat. Berapa momen
penegak kapal?
RM = 2.4 FT x 6000 LT
RM = 14,400 FT-Tons (disebut "foot tons")
Atau dalam ukuran metrik
RM = 0,73 M x 6000LT
RM =4384 M-ton
 Kondisi Stabilitas
Posisi Titik gravitasi dan Metacentre menunjukkan indikasi awal stabilitas
kapal. Kalau terjadi permasalahan yang mengganggu stabilitas kapal maka
dikelompokkan dalam :

Kondisi stabilitas Gambar

Stabilitas positif
Metacenter berada diatas titik grafitasi.
Kalau kapal senget atan membentuk
lengan penegak, yang mendorong kapal
tegak kembali

28
Stabilitas netral
Metacenter berhimpit dengan titik
grafitasi. Kalau kapal senget tidak
membentuk lengan penegak, sampai
metacenter berpindah setelah senget 70 –
100

Stabilitas negatip
Titik gravitasi kapal berada di atas
metacenter, bila kapal senget lengan
penegak negatif terbentuk yang akan
mengakibatkan kapal terbalik.

 Kurva statistik stabilitas

Hubungan antara lengan penegak dengan sudut kemiringan kapal (senget)


Bila suatu kapal disengetkan melalui berbagai sudut senget dan lengan
penegak untuk setiap derajat senget diukur maka dapat diperoleh kurva
statistik stabilitas. Kurva ini adalah gambaran stabilitas kapal pada muatan
tertentu.
Berbagai informasi bisa diperoleh dari kurva ini, di antaranya:

29
Rentang stabilitas: Kapal ini akan menghasilkan lengan penegak bila
disengetkan dari 0o sampai 74o. (Kurva ini diasumsikan bahwa seluruh
struktur utama kapal kedap air.)
Lengan penegak maksimum: adalah jarak terbesar antara gaya dari daya
apung dengan gravitasi. Di sinilah para tenaga ahli perkapalan
menghabiskan energinya.
Sudut maksimum lengan penegak: adalah sudut senget di mana lengan
penegak mencapai puncaknya. Sudut bahaya: adalah separoh sudut lengan
penegak maksimum.

4). Perhitungan Numerik (Koifisien Kapal).

a. Koifisien Bentuk (Cb).


Koefisien bentuk dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Dimana :
V = Volume Carena
L = Panjang Garis Air
B = Lebar Kapal
T = Sarat Kapal

Koefisien bentuk ini berfungsi untuk mengetahui bentuk lambung dari


sebuah kapal rancangan yang mana semakin besar nilai sebuah koefisien
bentuk, maka berdampak pada bentuk lambung yang gemuk. Sebaliknya
pun demikian. Dalam Buku Teori Bangunan Kapal diberikan nilai batasan
koefisien bentuk yaitu: (0,20 – 0,84). Untuk rancangan kapal–kapal
penyeberangan yang ada sekarang pada umumnya menggunakan Cb yang
besar. Hal ini bertujuan untuk mencapai sebuah kapasitas ruang muat yang
lebih besar meski tidak sedikit yang menggunakan nilai Cb yang relatif
kecil.

b. Koefisien Water line


Koefisien Water line (CW) - (range: 0,70 – 0,90). adalah luas bagian kapal
yang berada digaris air dibagi panjang pada garis air dikali lebar kapal.
Nilai yang kecil menunjukkan kapal yang streamline seperti pada kapal

30
layar atau kapal penumpang sedangan nilai yang besar menunjukkan kapal
kecepatan rendah yang digunakan pada kapal barang atau kapal tangker.

c. Koefisien Midship
Koefisien Midship (CM) - (range: 0,50 – 0,995) adalah potongan
melintang pada bagian tengah kapal, atau bagian terbesar yang dibagi
dengan lebar (beam) x draft. Yang merupakan ratio antara bagian yang
berada dibawah air dengan luas pesegi antara lebar dengan draft. Nilai
yang kecil menunjukkan kapal yang streamline yang biasanya ditemukan
pada kapal layar dan nilai yang besar biasanya pada kapal barang atau
tangker.

d. Koefisien Prismatik
Koefisien prismatik adalah volume dibagi dengan panjang pada garis air
dikali luas potongan dibawah garis air. Angka yang rendah menunjukkan
bagian tengah kapal yang penuh sedang ujung-ujung yang lancip yang
biasa digunakan pada kapal kecepatan tinggi sedangkan angka yang besar
digunakan pada kapal kecepatan rendah.

2. Perhitungan Konstruksi.

Perhitungan konstruksi kapal ikan berbahan utama komposit bambu mengacu


pada Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Peraturan Kapal Kayu 1996.
Sebelum dilakukan penentuan balok/ukuran komponen konstruksi kapal,
maka dilakukan perhitungan angka penunjuk yang nantinya akan digunakan
sebagai faktor penentu ukuran konponen kapal. Angka penunjuk ditentukan
dengan mengunakan rumus (BKI, 1996) sebagai berikut :

angka penunjuk = L (B/3 + H )


9.47 (2.8/3 + 1.2)
19.84

31
Pada gambar berikut ditunjukkan gambar-gambar konstruksi dari kapal
komposit bambu (Pring Prahu 1) sebagai berikut :
a. Penampang Memanjang.
Salah satu hasil dari perhitungan performance kapal kapal adalah gambar
konstruksi penampang memanjang. Pada gambar ini ditunjukkan
konstruksi secara umum dan secara memanjang antara gabungan dengan
lunas, frame dan dek, serta gambaran sambungan antara frame. Tetapi
karena pada konstruksi kapal komposit bambu (Pring Prahu 1) bambu ini
dibentuk tanpa sambungan dan sesuai dengan kontur dari frame yang
memanjang, maka tidak diperlukan sambungan.

Gambar 17. Konstruksi Memanjang Kapal Komposit Bambu (Pring Prahu 1).

b. Detail Lunas.

Gambar konstruksi selanjutnya untuk menunjang proses produksi adalah


Detail Lunas. Pada gambar konstruksi detail lunas ditunjukkan gambar-
gambar sambungan antara penegar pembentuk badan kapal, seperti
wrang, frame, konstruksi lantai (deck) kapal.

Gambar 18. Konstruksi Detail Lunas Kapal Komposit Bambu (Pring Prahu 1).

32
c. Geladak Utama.

Pada gambar konstuksi geladak utama menunjukkan dua gambar yang


meliputi konstruksi lantai kapal dan konstruksi penguat lantai kapal.

Pada gambar konstruksi ini juga ditunjukkan gambar konstruksi tentang


penutup palka u ntuk ruang mesin, ruang peralatan kapal, ruang peralatan
penangkapan ikan dan ruang pentimpanan hasil tangkapan (fish hold).

Sedangak konstruksi penguat lantai kapal ditunjukkan konstruksi


sambungan antara frame dengan balok geladakan serta sistem
penyambungannya.

Gambar 19. Konstruksi Deck Utama Kapal Komposit Bambu (Pring Prahu 1).

Perhitungan selanjutnya adalah penentuan balok/ukuran balok konstruksi


kapal. Sedangkan perhitungan secara lengkap dan rinci disajikan dalam
lampiran pelaporan ini. Perhitungan konstruksi meliputi perhitungan :

Perhitungan selanjutnya adalah penentuan balok/ukuran balok konstruksi


kapal. Sedangkan perhitungan secara lengkap dan rinci disajikan dalam
lampiran pelaporan ini. Perhitungan konstruksi meliputi perhitungan :

33
1.1. Lunas.
Dari angka penunjuk 19.84 tersebut diatas untuk melihat ukuran lunas
dapat dilihat pada tabel 1a buku BKI Konstrksi Kapal Kayu tahun 1996
menunjukkan bahwa :
- Penampang = 320 cm2
- Ukuran Lunas Luar = 125 x 140 mm
- Ukuran Lunas Dalam = 130 x 115 mm
- Linggi Haluan = 128 x 180 mm
- Linggi Buritan = 128 x 180 mm
1.2. Gading-gading dan Wrang.
a. Ukuran Gading.
 Jarak Gading.
Dari tabel 6(a) dengan angka penunjuk 19.84 (20), maka dapat
ditentukan :
- Jarak Gading = 280 mm.
- Kulit Luar = 30 mm.
 Ukuran Gading.
- Tebal = 280 mm.
- Tinggi = 30 mm.
b. Hubungan antara Gading dengan Wrang.
Gading lambung jiri dengan lambung kanan dihubungkan dengan
wrang. Tinggi wrang sesuai dengan tabel 4 (diukur dari sisi atau
lunas luar). Tinggi untuk kapal pelayaran dan kapal dengan lunas
luar dan dalam yaitu :
B/3 + H = 2.14, sehingga perhitungan untuk wrang sebagai berikut
:
- Tinggi Wrang = 280 mm.
- Tebal wrang = 30 mm.
- Panjang wrang =
c. Jumlah Gading = 33 buah.
1.3. Galar Kim.
Galar kim harus dipasang pada setiap sisi/lambung kapal, dimana galar
kim dapat terdiri beberapa balok kayu. Untuk ukuran tebal dan tinggi

34
disesuaikan dengan tabel 5 dan didapatkan untuk ukuran galar kim
sebagai berikut :
- Tebal = 155 mm.
- Tinggi = 36 mm.
1.4. Galar Balok.
Terdapat 3 (tiga) macam galar balok, yaitu :
- Galar balok utama.
- Galar balok samping dan galar balok sisi.
- Galar balok bawah.
Dengan angka penunjuk seperti diatas (2.14), maka ukuran dari balok
galar didapatkan seperti berikut39:
a. Balok Galar.
- Lebar = 85 mm.
- Tinggi = 53 mm
b. Balok Geladak.
- Tebal = 95 mm.
- Tinggi = 58 mm
1.5. Lutut Balok Geladak.
Jarak balok geladan disesuaikan dengan tabel 7 dan sesuai dengan
angka penunjuk (2.14).
Ukuran lebar dan tinggi balok geladak didapatkan dari tabel 8 dimana
ukuran balok geladak tergantung dari :
- Panjang setiap balok geladak
- Jarak antara balok geladak
Dari hasil perhitungan dan disesuaikan dengan tabel 7, maka didapatkan
ukuran dari balok geladak sebagai berikut :
- Panjang = 300 mm.
- Lebar = 300 mm.
- Tebal = 10 mm
1.6. Kulit Luar (Lambung).
Ukuran kulit luar (lambung) disesuaikan dengan tabel 6. Kapal yang
memiliki angka penunjuk lebih kecil dari 50, maka secara keseluruhan

35
ketebalan kulit lambung mulai dari sisi atas sampai dengan sisi lunas
mempunyai ketebalan yang sama.
a. Kulit Luar.
- Lebar = 400 mm.
- Tinggi = 30 mm
b. Sisi Atas dan Lunas.
- Lebar = 400 mm.
- Tinggi = 39 mm
1.7. Geladak.
Berdasarkan tabel 7 BKI (1996),
40 jarak balok geladak = 450 mm.
 Tebal geladak = 36 mm.
Tutup sisi geladak :
 Lebar = 190 mm.
 Tebal = 36 mm.
Jumlah lutut Horizontal = 5 buah.
Tebal pagar = 23 mm.
1.8. Pagar.
Sesuai dengan Peraturan Konstruksi Kapal Kayu, BKI (1996) untuk
panjang kapal 10 meter mempunyai spesifikasi pagara sebagai berikut :
 Tinggi pagar = 300 mm
 Tebal pagar = 23 mm
Ukuran penegar pagar :
 Tebal = 53 mm
 Tinggi = 82 mm
1.9. Sekat Kedap Air.
Dalam konstruksi kapal kayu, ada 4 (empat) macam sekat kedap air,
yaitu :
 Sekat tubrukan.
 Sekat palkah.
 Sekat kamar mesin dan
 Sekat buritan.
Konstruksi sekat kedap air terdiri :

36
- Papan sekat kedap air, dimana tebal papan sekat dapat ditentukan
dengan mengunakan tabel 9 pada BKI Konstruksi Kapal Kayu tahun
1996.
- Penegar sekat kedap air yang terdiri dari ukuran lebat dan tinggi.
Jarak penegar = 400 mm.
Tinggi papan penegar = 2.05 meter
Tebal papan penegar = 40 mm.
Modulus penampang penegar sekat kayu :
- Panjang penegar = 1.25 meter
- Modulus sekat biasa W 100 = 12.4 cm3.
- Modulus sekat biasa W 300 = 37.2 cm3.
Sehingga dimensi (ukuran) penegar sekat kayu :
 Tebal = 55 mm.
 Tinggi = 80 mm.
1.10. Pondasi Mesin.
Ukuran pondasi mesin penggerak kapal tergantung :
- Tenaga motor.
- Berat dan ukuran mesin.
- Roda gigi dan bantalan tekan.
- Angka perputaran dan jumlah silinder.
- Sifat perputaran motor.
- Bentuk konstruksi pondasi (sambungan antara pembujur
pondasi dengan wrang).
Konstruksi pondasi mesin terdiri dari :
- Pemikul bujur kayu yang tunggal.
- Konstruksi baja atau kombinasi peikul bujur kayu dengan
penegar baja, yang dihubungkan pada wrang dan gading.
Dimana pemikul bujur kayu harus panjang (dapat memikul mesin, roda
gigi dan bantalan tekan).
Panjang pondasi mesin = panjang sekat depan sampai sekat bagian
buritan kapal (dimana kamar mesin terletak dibelakang).
Ukuran penampang pemikul bujur sesuai dengan tabel 11.a :
 Pondasi mesin dari kayu :

37
- Penampang = 250 cm2.
- Tinggi = 135 mm.
- Lebar = 185 mm.
 Top plate (pelat atas) menurut tabel 11.b :
- Power Engine = 52 kW, 72.80 HP.
- Tebal = 10 mm
- Lebar = 145 mm.
- Material = Steel Grade A36.
1.11. Pembautan dan Pemakuan.
Penyambungan antara konstruksi badan kapal seperti antara gading
dengan wrang, lunas dan linggi, kulit luar dengan gading-gading galar,
balok geladak dan lutut, geladak harus dilakukan sesuai dengan tabel
12, 13 dan 14 serta 15 pada buku BKI Kapal Kayu 1996.
Ukuran diameter baut, paku dan cara pemasangan sesuai dengan tabel
12, dimana ketentuannya sebagai berikut :
- Lunas, linggi dan lutut = 14 mm.
- Lajur Lunas dengan Wrang = 12 mm.
- Galar Kim dan gading = 12 mm.
- Jumlah baut dalam sambunga 6 (enam) buah.
Pembautan antar sambungan sesusi dengan tabel 14. Gading dengan
Wrang, Gading dengan penyambung Gading, Lutut Balok dengan
Balok Geladak, Galar Balok, Kulit Luar dan tutup sisi geladak
menggunakan dimater baut = 14 mm.
Baut dan spiker untuk kulit luar sesuai dengan tabel 15 yang meliputi :
- Dimater baut = 10 mm.
- Dimater sekrup = 10 mm.
Penyambungan antara Geladak dengan Balok geladak menggunakan
paku dengan diamater 5 mm.
1.12. Tanki.
Penggunaaan bahan atau pelat tangki air tawar maupun tangki untuk
bahan bakar sesuai dengan ketentuan :
t = 4.ah.k + 0.5 (mm).
a = 0,5 m, h = 2 m dan k = 1

38
Sehingga t = 3.328427 mm atau menggunakan ketebalan pelat 4 mm.
Modulus penampang penegar tangki air tawar dan tangki bahan bakar
tidak boleh kurang dari :
W = c..a.l2.k (cm3)
C = 3.6, h = 2.00 m, a = 0.5 m dan l = 1.20 m
Sehingga W = 5.184 m3

3. Gambar Produksi (production drawing).

Secara lengkap, gambar produksi dibuat dalam satu buku tersendiri dengan
nama “ Perhitungan dan Stabilitas Kapal Laminasi Pring Prahu 1.
Dalam laporan penelitian ini hanya ditulis beberapa gambar produksi gading-
gading kapal laminasi bambu Pring Prahu 1 saja, yaitu gading-gading yang
ada pada bangunan atas (upper structure), gading-gading yang ada sekatnya
dan gading-gading yang berdiri bebas.

Gambar 20. Konstruksi Melintang frame 8 Kapal Komposit Bambu Pring Prahu 1

39
Gambar 21. Konstruksi Melintang Frame 12 Kapal Komposit Bambu Pring Prahu 1

Gambar 22. Konstruksi Melintang Frame 16 Kapal Komposit Bambu Pring Prahu 1

II. Bidang PEMBANGUNAN (Production) Kapal Ikan 5 GT (Pring Prahu 1).

1. Proses Pembuatan Komponen Kapal.


Proses pembuatan komponen kapal meliputi pembuatan gading-gading kapal
sebanyak 32 buah yang dimulai dari bagian depan hingga belakang. Sesuai
perhitungan konstruksi panjang kapal 10 meter dengan jarak gading rata-rata
30 cm2.

40
Gambar 23. Proses Pembuatan cetakan Gading-gading Kapal Ikan 5 GT
berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu 1).

Selain itu, proses pembuatan komponen kapal adalah pembuatan papan


laminasi bamboo yang akan digunakan untuk lambung kapal dan lantai kapal.
Sesuai perhitungan (BKI, 1996) bahwa ketebalan papan untuk kapal ikan 5
GT Laminasi Bambu Pring Prahu 1 adalah 3 cm dengan konstruksi laminasi
sebanyak 3 lapis. Sedangkan lebar papan konstruksi laminasi bambu 13 cm.
panjang dibuat 6 meter, sehingga dalam konstruksi lambung dan lantai kapal,
hanya ada satu sambungan.
Salah satu keuntungan konstruksi laminasi sebagai bahan pembangunan kapal
adalah :
1. Dapat dibuat dengan panjang tak terbatas tanpa adanya sambungan.
2. Dalam konstruksi lambung, semakin sedikit sambungan semakin baik dan
memberikan kekuatan yang lebih pada konstruksi lambung.

Gambar 24. Proses Grand Assembly Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi


Bambu (Pring Prahu 1).

41
2. Proses Peletakan Lunas.

Setelah semua atau hampir semua komponen kapal, terutama lunas dan
gading-gading selesai atau siap, maka kegiatan selanjutnya adalah peletakan
lunas (keel lying).
Pada gambar dibawah ini adalah proses peletakan lunas tengah, artinya lunas
utama pada kapal ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu 1)

Gambar 25. Proses Peletakan Lunas Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi


Bambu (Pring Prahu 1).

3. Proses Perakitan Komponen Kapal.

Stelah lunas terpasang dan komponen gading sudah siap, maka kegiatan
berikutnya adalah pemasangan atau perakitan (grand assembly) melintang
antara gading-gading dengan lunas.

Gambar 26. Proses Grand Assembly Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi


Bambu (Pring Prahu 1).

42
BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan, perancangan dan pembangunan Kapal Ikan 5 GT berbahan


Laminasi Bambu (Pring Prahu 1), maka untuk tahun I (2013) kegiatan penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Secara perhitungan kekuatan bahan (laminasi Bambu) memenuhi persyaratan sebagai
bahan pembangunan Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu ( Pring Prahu 1), baik
dari segi kekuatan, ketahan terhadap serangan binatang laut maupun ketahanan terhadap
beban dinamis.
2. Disain Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu 1), setalah melalui uji
numeric maupun perhitungan stabilitas, menunjukkan performance kapal yang baik.
3. Proses pembangun Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu ( Pring Prahu 1), tidak
berbeda dengan proses kapal kayu, sehingga para pengrajin tidak mengalami kesulitan
dalam memproduksi.

43
BAB VI
RENCANA KEGIATAN TAHUN II (2014)

Rencana kegiatan pembangunan Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu
1), pada tahun 2014 meliputi :
1. Penyelesaian proses pembangunan Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring
Prahu 1).
2. Uji coba Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu 1).
3. Analisa hasil uji coba Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu ( Pring Prahu 1).
4. Produksi komersial Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu (Pring Prahu 1).
5. Uji coba pemasaran Kapal Ikan 5 GT berbahan Laminasi Bambu ( Pring Prahu 1).
6. Pelatihan dan alih teknologi perancangan dan pembangunan Kapal Ikan 5 GT berbahan
Laminasi Bambu (Pring Prahu 1) kepada galangan tradisional atau UKM galangan kapal
rakyat dibawah binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur.

44
DAFTAR PUSTAKA.
Ananda S, Ichikawa Y, Munelata, Nagase Y and Shimizu H. 1996. Fiber Texture and
Mechanical Graded Structure of Bambu. Dep. of Mechaniccal Engineering,
Gumme University. Japan.

ASTM E-739. 1988. Standard Practice for Statistical Analysis of Linier or Linearized
Stress-Life (S-N) and Strain-Life (-N) Fatigue Data. In Annual Book of
ASTM Standards, American Society for Testing and <aterials, Philadelphia.

Bodiq, J and Benyamin AJ. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites.
Nostrand Reinhold Company.

China National Bambu Research Centre, 2001. Cultivation and Integrated Utilization
on Bambu in China. Hangzhou. China.

Chugg WA. 1964. GLULAM, The Manufacture of Glue Laminated Structurer.


Ernest Benn Limited. London.

Douglass C. Montgomery. 1997. Design and Analysis of Experimental. John Wiley


and Sons.

Fangchun, Z. 2000. Selected Works of Bambu Research. The Bambu Research


Editorial Committee, Nanjing Forestry University, Nanjing, China.

Hayashi, T. 1989. Fatigue Properties of Structural Laminated Veneer Lumber (LVL).


Tokyo Ringika. Japan.

Japanese Standard Association. 1977. Japanese Industrial Standard. Japan.

Karakterisasi Struktur Kapal Kayu dengan Material Alternatif Komposit Bambu,


Penelitian Hibah Bersaing (PHB) XII. Dep. Pendidikan Nasional (2004).

Krisdianto, Sumarni G dan Ismanto A. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat
Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Martawidjaja, et al. 1978. Timber Used for the Shipbuilding Industry in Indonesia.
Lembaga Penelitian kehutanan. Bogor.

Martawidjaja, dkk. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Puslitbang Kehutanan. Bogor.

Morisco. 1999. Rekaya Bambu. Pusat Antar Uninersitas untuk Teknik Sipil UGM.
Yogyakarta.

Pengembangan Material Komposit Bambu sebagai Komponen Konstruksi Utama


Kapal Kayu. Dibiayai oleh Kopertis Wilayah VII Jawa Timur Kementerian
Pendidikan Nasional (sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah
Penelitian, Nomor : 0054/SP3H/PP/K7/KL/II/2012, tanggal 09 Pebruari

45
2012). Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan,
Universitas Hang Tuah, Surabaya.

Pizzi A. 1983. Wood Adhesives, Chemistry and Technology. Marcel Dekker Inc.
New York.

Rosyid, DM. dan Widodo, AB. 2000. Pengembangan Material Konstruksi Laminasi
untuk Aplikasi Kelautan. Riset Unggulan Kemitraan (RUK) VI tahun 2001,
Kerjasama antara ITS dengan PT. PAL dan PT. Pamolite Adhesive Industry.
Surabaya.

Walpole, RE. 1995. Pengantar Statistika. Gramerdia Pustaka Utama. Jakarta.

Widodo, AB. 2012. Pengembangan Material Laminasi bambu Sebagai Komponen


Konstruksi Utama Kapal Kayu. Laporan Akhir Penelitian Hibah
Fundamental, DP2M DIKTI. Kementerian pendidikan dan Kebudayaan.

Widodo, AB. 2012. Teknologi Pembangunan Kapal Kayu Sebagai Sarana


Penangkap Ikan Dengan Menggunakan Material Laminasi bambu Untuk
Memenuhi Kebutuhan Kapal Nelayan Di Jawa Timur. Laporan Akhir
Penelitian Penelitian Prioritas Nasional Masterplan Percepatan Dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, DP2M DIKTI.
Kementerian pendidikan dan Kebudayaan.

US Forest Product Laboratory. 1987. Wood Handbook. US Department of


Agriculture Handbook 72. US Government Printing Office. Washington DC.

Williamson TG. 2002. APA Engineered Wood Handbook. McGraw-Hill. London.

46
LAMPIRAN

x
Lampiran 1. GENERAL ARRAGEMENT of Pring Prahu 1

47
Lampiran 2. CAPACITY PLAN of Pring Prahu 1

48
Lampiran 3. TRIM CALCULATION (Departure Condition with
100% Fishhold) of Pring Prahu 1

49
Lampiran 4. STABILITY CALCULATION (Departure
Condition with 100% Fishhold) of Pring Prahu 1

50
Lampiran 5. TRIM CALCULATION (Arrival Condition with
100% Fishhold) of Pring Prahu 1

51
Lampiran 6. STABILITY CALCULATION (Arrival Condition
with 100% Fishhold) of Pring Prahu 1

52
Lampiran 7. TRIM CALCULATION (Lightship, no sailing) of Pring Prahu 1

53
Lampiran 8. GAMBAR PROSPEKTIF (3D) of Pring Prahu 1

54
Lampiran 9. GAMBAR PROSPEKTIF (3D) of Pring Prahu 1

55
Lampiran 10. GAMBAR PROSPEKTIF (3D) of Pring Prahu 1

56

Anda mungkin juga menyukai