di Puskesmas Girimulyo 2
Disusun oleh :
Kelompok : 15
Shift : III
Anggota :
1. Nadia Tiarasari (13952)
2. Faisa Zul Afana (13958)
3. Ema Nurtika (13959)
4. Aprilina Ratriany (13961)
5. Paula Putri Aryani (13980)
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PASIEN
Keluhan Utama - Susah buang air besar (BAB) dengan gejala tidak BAB selama 3
hari. Pada hari biasanya, feses yang dikeluarkan sangat keras dan
hanya sedikit (butiran-butiran kerikil)
- Susah makan dibuktikan dengan susah menerima bahan makanan
baru, kalaupun makan hanya dalam porsi yang sangat sedikit
Riwayat Penyakit Pada saat uisa 6-7 bulan An.Ars mengalami demam tinggi hingga suhu
Dahulu badannya 39 0C selama 4 hari.
Pada Juli 2012, an.Ars mengalami batuk pilek dengan pemberian obat
parasetamol, ciprofloxacin
Riwayat Penyakit -
Keluarga
Suku : jawa
2
Aktifitas fisik Jumlah jam kerja : -
Jumlah jam tidur sehari : 15 jam
Jenis olahraga : kegiatan playgroup
Frekuensi : 2 kali seminggu (selasa dan kamis)
Masalah gastroin- Nyeri ulu hati (ya/tidak), Mual (ya/tidak), Muntah (ya/tidak),
testinal Diare (ya/tidak), Konstipasi (ya/tidak), Anoreksia (ya/tidak)
Perubahan pengecapan/penciuman (ya/tidak)
Riwayat / pola makan Makanan pokok 2-3x/hari dan selingan 1-2x sehari
Makanan pokok : nasi 2 kali / hari (@ 4 suapan),
Sumber protein hewani : -
Sumber protein nabati : tahu dan tempe (setiap hari)
Sayur : semua jenis sayur (tumis maupun kuah)
Buah : pepaya, pisang
Minum : ASI, air putih, teh manis
Kesimpulan :
Pasien berumur 14 bulan berjenis kelamin laki-laki memiliki keluhan utama yaitu
cengeng dan rewel. Pada saat usia An. Ars sekitar 6-7 bulan pasien mengalami demam
tinggi selama 4 hari hingga suhu badannya 39 0C. Jika dilihat dari pola konsumsinya, asupan
3
makan An. Ars belum memenuhi kebutuhan yang seharusnya dan kurang bervariasi
makanan. Sehingga An. Ars terlihat kurus, pucat, mata sayu, dan kurang dapat berinteraksi
dengan orang baru. Selain itu, An. Ars juga mengalami susah buang air besar.
Pembahasan Anamnesis :
Pasien mengalami susah buang air besar yang kemungkinan dikarenakan asupan
serat dari sayur dan buahnya sangat kurang. Pada saat buang air besar, feses yang
dikeluarkan bertekstur keras dan tidak jarang an. Ars menangis saat buang air besar.
Masalah lain yang ditemui adalah An. Ars juga kurang asupan energi dan protein yang
ditandai dengan mulai terlihatnya edema di perut. Hal ini didukung dengan pola konsumsinya
yang memang kurang dan tidak bervariasi dan hanya mengonsumsi makanan sumber
karbohidrat saja, itupun jumlahnya masih kurang. Kurangnya asupan makan ini dipengaruhi
oleh faktor pengetahuan ibu tentang pola konsumsi yang benar masih rendah dan keadaan
ini diperparah dengan nafsu makan yang rendah (susah makan) dari anak itu sendiri. An. Ars
terlihat kurus, tampak sayu, dan cengeng ini merupakan tanda-tanda anak yang mengalami
gizi kurang. Jika dilihat dari parameter berat badan an. Ars mengalami pertambahan berat
yang signifikan yaitu sebesar 0,5 kg dari bulan sebelumnya. Pada bulan sebelumnya berat
badan an. Ars sebesar 6,9 kg dan pada bulan pengukuran sebesar 7,4 kg. Berat badan an.
Ars pada bulan 13 (bulan sebelum pengukuran) termasuk kurang karena berada di bawah
garis merah KMS. Hal ini menunjukkan status gizi anak tersebut kurang (underweight)
berdasarkan BB/U.
B. ANTROPOMETRI
L. pinggul : L. L. kepala
……………..cm Pinggang : .......... 44 cm
……Cm
Kesimpulan :
Status gizi berdasarkan
BB/U : gizi kurang (underweight)
TB/U : pendek
Lingkar kepala : normal
4
LLA : normal
Pembahasan Anamnesis :
Berdasarkan LLA, pasien memiliki status gizi normal karena persentase LLA pasien
> 85 % (Samkony, dkk., 2003). Status gizi anak secara keseluruhan tergolong kurang, hal
tersebut ditunjukkan dengan parameter berat badan menurut umur yang kurang dan tinggi
badan menurut umur juga kurang (pendek). Jadi jika dilihat dari proporsi antara baerat badan
dan tinggi badan, anak ini termasuk normal. Status gizi kurang, dalam hal ini pendek,yang
diperlihatkan dari tinggi badan menurut umur menunjukkan anak tersebut telah mengalami
gizi kronis, dimana gizi kronis merupakan gambaran dari status gizinya masa lampau dan
juga merupakan hasil dari pertumbuhan kumulatif artinya an Ars ini sudah mengalami
defisiensi gizi sejak lama. Sedangkan berat badan menurut umur yang kurang
menggambarkan status gizinya saat ini. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang lebih
untuk mengatasi permasalahan gizi yang kompleks seperti ini.
C. PEMERIKSAAN BIOKIMIA
Kesimpulan :
5
Dari data rekam medis belum pernah dilakukan pemeriksaan laboratorium
(biokimia)
Pembahasan Anamnesis :
Kondisi anak Ars belum menunjukkan tanda yang kronis dalam suatu riwayat
defisiensi gizi maka belum pernah dilakukan pemeriksaan biokimia pada anak Ars. Karena
pada umumnya pemeriksaan hanya dilakukan saat kondisi pasien benar-benar gawat. Selain
itu dari hasil rekam medis diketahui anak ARS jarang memeriksakan diri ke puskesmas dan
diketahui hanya berkunjung untuk imunisasi dan saat sakit batuk pilek pada bulan Juli.
6
Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
Kesimpulan :
Dari anamnesis diet pasien di atas diketahui bahwa persentase asupan pasien
untuk energi, protein, lemak, dan karbohidrat adalah kurang dari 100%, dengan rincian
persentase asupan energi 38,3%, protein 87,8%, lemak 23,9% , dan lemak 38, 4%.
Berdasarkan data tersebut, diketahui pemenuhan asupan protein tergolong baik, namun
asupan energi, lemak dan karbohidrat tergolong sangat kurang.
Pembahasan Anamnesis :
Asupan energi, lemak, dan karbohidrat pasien tergolong sangat kurang karena
persentasenya kurang dari 65%. Secara keseluruhan, asupan zat gizi pasien kurang dari
kebutuhan seharusnya. Hal ini terjadi karena asupan makanan yang kurang, baik dari segi
jumlah maupun variasi.
F. Pemeriksaan penunjang :-
G. Terapi Medis :
7
Pamol paracetamol bekerja sebagai Metoclopramide Obat diberikan
analgesik dan mempercepat sebelum makan
antipiretik untuk pengosongan lambung
meringankan Rasa sehingga mgmpercepat
sakit atau nyeri, absorpsi Paracetamol
misalnya : sakit dengan demikian
kepala, sakit gigi, mempercepat efek
sesudah pencabutan analgesik.
gigi, nyeri pada otot,
demam missal
setelah imunisasi
Suprabion - -
(Anonim, 2010)
8
BAGIAN 2. DIAGNOSIS GIZI
1. NI-5.2 : asupan energi dan protein yang kurang berkaitan dengan rendahnya konsumsi
makanan sumber protein dan energy ditandai oleh mulai munculnya oedema dan tubuh
yang kurus.
2. NI-53.5 : asupan serat inadequate berkaitan dengan rendahnya konsumsi sayur dan
buah ditandai oleh susah buang air besar dan konsistensi feses yang keras.
(ADA, 2006)
9
BAGIAN 3. INTERVENSI GIZI
PLANNING
1. Terapi Diet : TETP Tinggi Serat
Bentuk makanan : Lunak
Cara pemberian : Oral
2. Tujuan Diet :
a. Menigkatkan berat badan secara bertahap (minimal 0,3 kg per minggu)
b. Memperbaiki status gizi
c. Catch-up tumbuh kejar anak
d. Menyesuaikan asupan atau intake dengan kemampuan tubuh anak
e. Memperbaiki defisiensi gizi
f. Meningkatkan konsumsi makanan berserat
5. Rekomendasi Diet
11
Makan malam Kentang 80 gr
Telur ayam 20 gr
Wortel 50 gr
Hati ayam 10 gr
F135
Tepung susu skim 27 gr
Gula pasir 19,5 gr
Minyak kelapa sawit 22,5 gr
Garam 8,1 gr
Asupan zat gizi Recall 24 jam Setiap hari Asupan minimal 80%
12
7. Rencana Konsultasi Gizi
13
BAGIAN 5. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Berdasar hasil recall dan wawancara, asupan makan An. Ars kurang dan tidak
bervariasi sehingga mengakibatkan anak mengalami masalah gizi kurang dan
gangguan saluran pencernaan (konstipasi).
2. Berdasarkan BB/U, status gizi An. Ars tergolong underweight dan berdasarkan PB/U,
panjang badannya tergolong pendek, jadi jika dilihat tampak proporsional. Padahal
sebenarnya mengalami defisiensi gizi kronis.
3. Dari data fisik/klinis, An. Ars terlihat kurus, rewel, cengeng, dan wajah sayu. Mulai
tampak odeme pada perut (ascites). Dari tanda vital respirasi An. Ars sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan respirasi normal balita sehat.
B. SARAN
1. Memberi konseling kepada ibu An. Ars mengenai asupan makanan yang cukup dan
baik untuk balita.
2. Memberi konseling kepada ibu An. Ars mengenai akibat kurangnya asupan makanan
pada balita, agar ibu An. Ars termotivasi memperbaiki asupan makan putranya.
3. Memberikan konseling kepada ibu An. Ars mengenai makanan yang sebaiknya
diberikan kepada An. Ars.
4. Memberikan konseling kepada ibu An. Ars mengenai bagaimana pemilihan menu
makan yang baik untuk anak yang mengalami gizi kurang.
5. Memantau perkembangan status gizi An. Ars setelah diberikannya konseling.
14
BAGIAN 6. TINJAUAN TEORI
Kurang energy Protein (KEP) adalah permasalahan gizi kurang yang disebabkan
karena kurangnya makanan sumber energy secara umum dan kekurangan sumber protein.
Pada anak-anak yang menderita KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap
penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. KEP
merupakan permasalahan gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas
lingkungan, kurangnya pengetahuan, masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan
kesehatan, dan adanya daerah miskin rawan gizi (Almatsier, 2004). Kekurangan Energi
Protein bisa diidentifikasikan menjadi 3 kategori yaitu: marasmus, kwarshiorkor, dan
marasmus kwarshiorkor. Dengan klasifikasinya adalah sebagai berikut: jika berat badan
menurut umurnya berdasarkan % median sebesar 60-80% dan ada edema maka disebut
kwarshiorkor, namun jika tidak ada edema maka disebut undernutrition (gizi kurang) dan jika
berat badan menurut umurnya kurang dari 60% dan tidaka ada edema disebut marasmus
tapi jika ada edema disebut marasmus kwarshiorkor.
Terjadinya kwarshiorkor dapat diawali oleh factor makanan yang kadar proteinnya
kurang dari kebutuhan tubuh, sehingga menyebabkan kekurangan asam amino esensial
dalam serum yang diperlukan untuk pertumbuhandan perbaikan sel. Kekurangan asam
amino esensial juga menyebabkan produksi albumin dalam hati juga berkurang sehingga
berbagai kemungkinan akan dialami pasien, seperti terjadinya hipoproteinemia yang
menyebabkan edema , yang akhirnya akan mngakibatkan asites, gangguan mata, kulit dan
lain-lain (Gibney, 2009)
Penanganan masalah kurang energi protein dapat dilakukan dengan memperbaiki
makanan anaknya. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsentrasi energi dan protein
dalam makanan yang bersangkutan. Makanan diberikan lebih sering, dan dibuat lebih
beragam (bervariasi), termasuk pangan hewani bila memungkinkan, diberi makanan
tambahan melalui pusat-pusat pelayanan gizi, kecuali itu selalu dipantau berat badan dan
kesehatannya (Suhardjo, 1992)
Selain masalah utama seperti kekurangan energi protein tersebut, terdapat beberapa
masalah gizi yang sekiranya juga berkontribusi untuk menimbulkan masalah gizi yang lebih
besar atau mungkin dapat menjadikan seseorang terutama anak berada pada keadaan atau
status yang buruk. Adapun masalah yang sering dijumpai adalah anemia dan konstipasi.
Anemia adalah keadaan menurunnya kadar haemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel
darah merah di bawah nilai standar yang dipatok untuk perorangan. Anemia gizi sendiri
terjadi karena kurangnya salah satu atau beberapa unsure makanan esensial yang dapat
mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2008). Anemia dapat terjadi pada
15
setiap kelompok umur dan banyak terjadi pada Negara berkembang seperti Indonesia.
Apabila hal itu terjadi pada anak maka akan mempengaruhi kemempuan belajar di sekolah.
Bukti penelitian lain anemia juga akan menyebabkan gangguan psikomotorik, kemempuan
intelektual dan perubahan perilaku yang timbul setelah anemia muncul. Anemia pada anak
ini dapat terjadi karena beberapa hal, terutama inadekuat intake zat gizi untuk pembentukan
sel darah merah. Faktor resiko untuk anemia itu sendiri antara lain :
a. Rendahnya simpanan besi pada tubuh, orang Asia memiliki simpanan besi yang lebih
rendah daripada orang Eropa, ditambah lagi keadaan bayi yang dilahirkan dengan
simpanan besi yang rendah dan pemberian MP-ASI yang tidak berkualitas akan
memperburuk masalah ini
b. Kurangnya intake zat gizi, di Negara berkembang masyarakat lebih banyak
menggantungkan asupan makanan dari pangan nabati. Padahal kandungan besi pada
pangan nabati terholong rendah dan banyak mengandung zat-zat yang mampu
mengurangi absorbs besi
c. Peningkatan kebutuhan, kebutuhan Femeningkat saat masa pertumbuhan, hamil dan
menyusui, ketika masa biasa Fe tidak tercukupi maka saat kebutuhan Fe meningkat
kebutuhan tidak tercukupi dan akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan organ
d. Hemaglobinati, bentuk hemoglobin yang abnormal karena penyakit seperti thalasemia
e. Penggunaan obat dan factor lainnya, beberapa obat seperti antikanker, antikonvulsan,
leukemia, dan terapi radiasi merupakan factor resiko anemia karena idosinkrasi obat
(respon yang tidak biasa terhadap obat).
Pecegahan terhadap anemia bisa dilakukan dengan jalan memastikan konsumsi zat
besi yang adekuat dan teratur. Sementara untuk pengobatan dapat dilakukan dengan empat
pendekatan yaitu penyediaan suplementasi besi, fortifikasi bahan makanan dengan Fe,
edukasi gizi, serta pendekatan berbasis holtikultur yang untuk memperbaiki ketersediaan
hayati zat besi pada bahan pangan yang umum (Gibney et al, 2005)
Dilain sisi juga timbul masalah konstipasi. Konstipasi bukan hal yang jarang ditemui
pada anak, terutama pada anak usia sekolah. Konstipasi dapat menyebabkan masalah
sosial maupun psikologis pada anak. Normalnya, frekuensi buang air besar berkisar tiga kali
sehari sampai tiga kali seminggu dengan konsistensi feses yang tidak keras maupun cair.
Penurunan frekuensi buang air besar dengan disertai/tanpa rasa nyeri selama mengejan
yang tidak normal disebut sebagai konstipasi atau sembelit. Feses dengan konsistensi keras
dapat menimbulkan kesulitan defekasi (BMG ITB, 2012). Menurut Endayarni (2004),
berdasarkan patofisiologis, konstipasi dapat diklasifikasikan menjadi konstipasi akibat
kelainan struktural dan konstipasi fungsional. Konstipasi yang banyak ditemukan di
masyarakat umumnya adalah konstipasi fungsional yang dihubungkan dengan adanya
16
gangguan motilitas kolon atau anorektal. Konstipasi kronis yaitu kostipasi yang telah
berlangsung lebih dari 4 minggu.Terdapat tiga aspek penting untuk menentukan adanya
konstipasi, yaitu konsistensi tinja, frekuensi defekasi dan temuan pada fisis.
Kurangnya asupan serat, cairan dan rendahnya aktivitas fisik atau konsumsi obat-
obatan tertentu dapat menjadi penyebab terjadinya konstipasi. Oleh karena itu, asupan serat
dan cairan yang cukup dapat membantu menangani masalah konstipasi ini. Konsumsi cairan
yang cukup dan makanan berserat akan membantu pergerakan feses dan membuat feses
menjadi lebih lunak. Peningkatan aktifitas fisik juga akan membantu dalam mengatasi
konstipasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
19
Foto 2. Pemeriksaan Edema di perut
20