Era setelah 1998 sampai sekarang inilah yang saya sebut sebagai era
Legacy Marketing. Setelah tahun 2008, sepuluh tahun setelah krisis Asia, saya
mengatakan sekarang inilah dimulainya era New Wave Marketing.
Di Indonesia, era New Wave Marketing ini sudah bisa terlihat tanda-
tandanya secara jelas. Di zaman Pak Harto dulu, semuanya sangat vertikal.
Mulai dari politiknya, di mana Golkar menang terus dan presidennya Pak Harto
terus. Pcraturan-peraturan diputuskan oleh Pemerintah Pusat dan berlaku untuk
seluruh Indonesia. Ekonominya jugasangat terpusat dan vertikal karena semuanya
diatur dari Jakarta. Daerah-daerah cuma bisa mengajukan usulan untuk kemudian
menunggu pembagian rezeki dari Pusat (baca: Jakarta).
Begitu juga aspek sosial-budaya. Semua orang ramai-ramai belajar bahasa
Jawa, yang dianggap merupakan bahasa nasional kedua tidak resmi. Grup lawak
Srimulat juga jadi terkenal karena guyonan guyonan khas Jawanya. Banyak
orang yang sebenarnya tidak me-ngerti bahasa Jawa terpaksa belajar bahasa Jawa
agar bisa diterima di lingkuhgan pergaulan maupun di kantomya.
Market pun sangat terpusat. Karena itu, strategi perang pe masaran pun
terpusat di Jakarta. Semuanya dibuat oleh Kantor Pusat di Jakarta. Persis seperti
struktur pemerintah, organisasi perusahaan juga begitu. Kepala wilayah atau kepala
cabang tinggal jadi pelaksana belaka. lnilah ciri-ciri pasar yang Vertikal.
New Wave Marketing (setelah 2008)
Apa itu New Wave Marketing? New Wave Marketing sesungguhnya merupakan
dekonstruksi terhadap pendekatan marketing tradisional yang bersifat “vertikal”. Pendekatan
vertikal yang saya maksud adalah pendekatan pemasaran yang menggunakan media massal
seperti seperti TV, Radio, Koran, dan sebagainya; arahnya one-way (satu arah) sehingga
tidak memungkinkan terjadinya interaksi intens antara brand dengan konsumen; dan sifatnya
“one-to-many”(satu untuk ke banyak orang) sehingga tidak bisa fokus . Dalam pendekatan
ini konsumen menjadi semacam “obyek penderita” yang dijadikan target market oleh si
marketer.
Selama bertahun-tahun sejak media-media massal itu ditemukan, memang pendekatan
vertikal ini ampuh menarik dan mempengaruhi pelanggan. Iklan di RCTI atau SCTV, iklan di
Kompas, atau iklan di Trijaya terbukti ampuh mendongkrak penjualan dalam waktu yang
singkat. Namun apa yang terjadi, beberapa tahun terakhir media-media massal ini mulai
dirasakan kelemahan mendasarnya.
Pertama, muncul fenomena yang namanya “media cluttered” yaitu kondisi di mana
konsumen sudah overloaded menerima pesan-pesan iklan dari produsen. Kalau konsumen
overloaded menerima pesan iklan, maka tentu saja kemampuan iklan dalam membangun
awareness dan mempengaruhi konsumen juga semakin loyo. Kedua, pendekatan vertikal
melalui media massal ini berbiaya mahal di satu sisi, tapi sekaligus juga semakin tidak efektif
karena tidak bisa menjangkaui konsumen secara tepat karena sifatnya yang massal. Jadi,
sudah mahal, efektifitasnya payah, alias ”high budget low impact”.
Karena kelemahan mendasar ini sampai-sampai guru positioning, Al Ries, menyebut
secara ekstrim sekitar lima tahun lalu bahwa pendekatan pemasaran vertikal ini telah mati.
”The Death of Advertising, The Rise of PR,” begitu pernyataan bombastisnya. Kalau Al Ries
sudah mengingatkan cacat kronis dari pemasaran horisontal sejak lima tahunan lalu, kenapa
pendekatan pemasaran yang lebih bersifat horisontal tidak serta-merta lahir lima tahun lalu?
Problemnya adalah, karena tools dan media yang menjadi enabler untuk menjalankan
pendekatan pemasaran horisontal ini belum kunjung hadir. Baru beberapa tahun terakhir,
dengan munculnya media-media baru seperti internet forum, message boards, blog, wikis,
podcast, picture-sharing, vlogs, instant messaging, music-sharing, crowdsourcing, pendekatan
horisontal ini mulai bisa dijalankan oleh marketer. Tools dan media-media baru itu
memungkinkan konsumen bisa berinteraksi secara secara intens, membentuk komunitas,
mengekspresikan aspirasinya, bisa curhat dan berkeluh-kesah,
Ambil contoh gampang blog. Dengan blog kita bisa menulis ide apapun yang
berseliweran di kepala kita. Setelah ide ditulis, kita juga bisa mengajak teman-teman untuk
untuk aktif berpartisipasi dengan berdiskusi atau sekedar ngobrol, memberikan komentar,
menuangkan ide, atau memberi tanggapan. Itu berbeda dengan website yang dulu kita kenal
sebatas tempat mencari informasi. Contoh lain adalah social media seperti YouTube, Flickr,
Facebook, MySpace, Second Life, juga Yahoogroups dan Friendster yang memungkinkan
konsumen bisa berinteraksi dan berkomunitas secara intens.
Dengan berkembangnya media-media baru berbasis internet tersebut, dunia
pemasaran memasuki era baru yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Kenapa? Karena
melalui media baru tersebut marketer akan dapat mempengaruhi konsumen, membangun
komunitas pelanggan, menciptakan loyalitas, mengembangkan interaksi dan dialog dengan
konsumen, melakukan riset untuk mengetahui perilaku konsumen, atau mengembangkan
produk baru dengan pendekatan yang bersifat horisontal.
Dengan munculnya enabler tersebut maka serta-merta New Wave Marketing pun
lahir. Berbeda dengan pendekatan marketing tradisional (kami menyebutnya: ”legacy”,
sebagai lawan dari ”new wave”), pendekatan pemasaran baru ini bersiafat horisontal; arahnya
two-way dan sangat interaktif; bersifat ”many-to-many” karena interaksi terjadi di dalam
komunitas; dan yang paling penting berbiaya rendah tapi sangat efektif alias ”low budget
high impact”.
New Wave Marketing adalah dunia baru yang begitu indah bagi para marketer. It’s a
whole new world. Ia adalah lahan baru yang maha luas potensinya. Ia merupakan blue ocean
area yang masih perawan untuk Anda ekplorasi. Tinggal sepenuhnya tergantung Anda,
apakah bisa dan mau adaptif untuk mengadopsinya, atau statis saja terus menggunakan
pendakatan pemasaran tradisional yang telah usang. ”Change or die!!!” kata banyak pakar.
New Wave Marketing
New Wave = Gelombang baru
Marketing = pemasaran
Atau bisa kita sebut gelombang baru atau era baru dalam memasarkan sebuah produk.
New Wave Marketing sesungguhnya merupakan dekonstruksi terhadap pendekatan
marketing tradisional yang bersifat “vertikal”. Pendekatan vertikal yang saya maksud adalah
pendekatan pemasaran yang menggunakan media massal seperti seperti TV, Radio, Koran,
dan sebagainya; arahnya one-way (satu arah) sehingga tidak memungkinkan terjadinya
interaksi intens antara brand dengan konsumen.
Dengan berkembangnya media-media baru berbasis internet tersebut, dunia pemasaran
memasuki era baru yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Kenapa? Karena melalui media
baru tersebut marketer akan dapat mempengaruhi konsumen, membangun komunitas
pelanggan, menciptakan loyalitas, mengembangkan interaksi dan dialog dengan konsumen,
melakukan riset untuk mengetahui perilaku konsumen, atau mengembangkan produk baru
dengan pendekatan yang bersifat horisontal.