Perencanaan taktis
Perencanaan taktis dibuat untuk mencapai sasaran taktis, yang dikembangkan untuk
mengimplementasikan bagian spesifik dari suatu perencanaan strategis. Perencanaan taktis
berfokus pada orang dan tindakan dan memiliki waktu yang lebih singkat dibandingkan
dengan perencanaan strategis yaitu kurang lebih sekitar satu tahun.
Dua konsep yang sangat sentral bagi perencanaan taktis untuk human resources, adalah
area aktivitas dan policy set (kumpulan kebijakan). Area aktivitas adalah kluster aktivitas
yang dapat dikontrol oleh sebuah pernyataan kebijakan umum. Sedangkan Policy Set adalah
kelompok kebijakan yang bersama-sama mengontrol semua area aktivitas taktis.
Area Aktivitas
Identifikasi area aktivitas merupakan bagian yang paling pokok bagi perencanaan taktis
untuk fungsi human resource. Dengan memilih area-area tersebut yang harus diperhatikan
bagi rencana strategis adalah komite perencanaan human resource taktis harus
mengkonsentrasikan kontrol untuk area-area yang telah ditentukan serta membantu untuk
memastikan bahwa intensi dari rencana strategis sudah direalisasikan.
Area aktivitas yang penting bagi rencana human resource strategis dari organisasi adalah
sebagai berikut:
Judgmental Selection
1. Mempersiapkan meeting dengan jalan menguraikan tugas untuk grup atau kelompok.
Dekomposisi dari tugas-tugas yang kompleks ke dalam tugas-tugas yang sederhana akan
dapat meningkatkan akurasi keputusan yang dibuat dengan memungkinkan penggunaan
informasi dalam sebuah cara yang lebih efisien. Tugas menyeluruh dari komite adalah untuk
menjawab pertanyaan: Seberapa penting masing-masing area aktivitas ini bagi srategi
human resource, jika dibandingkan dengan area aktivitas lain? Fasilitator dapat memecah
pertanyaan ini menjadi serangkaian pertanyaan yang lebih sederhana, misalnya:
Hasil apa yang dicapai oleh tiap area aktivitas?
Orang-orang yang terlibat dalam aktivitas bisa diminta untuk menyatakan hasil yang
mereka amati selama melakukan aktivitas. Misalnya, sebuah hasil pengamatan dari area
aktivitas “sistem banding” bisa jadi “perlakuan yang setara dari karyawan”.
Seberapa penting masing-masing hasil ini bagi tiap strategi human resource
organisasi?
Ahli teori human resource ataupun para praktisi dapat diminta untuk
memberikan briefing kepada anggota komite mengenai apakah outcome dari tiap area
aktivitas merupakan prakondisi untuk melaksanakan tiap strategi. Contoh, ahli teori human
resource ataupun para praktisi dapat menyarankan anggota komite bahwa “perlakuan yang
setara dari karyawan” adalah sebuah prakondisi untuk pencapaian strategi “menciptakan
komitmen organisasi” tapi cenderung bukan merupakan kondisi penting untuk strategi
“memastikan suplay bakat karyawan yang memadai”.
Dalam skala 1 hingga 10, seberapa penting tiap area aktivitas untuk tiap strategi?
Menjawab pertanyaan ini akan membutuhkan informasi yang diperoleh dari menjawab
dua pertanyaan sebelumnya.
Kini, dalam skala 1 hingga 10, seberapa penting tiap area aktivitas bagi strategi
human resource kita, jika dibandingkan dengan area aktivitas lainnya?
Sebuah jawaban terhadap pertanyaan ini dapat diperoleh dengan menggunakan hasil
semua pertanyaan sebelumnya.
2. Menyediakan sebuah peluang bagi semua anggota untuk berpartisipasi dan khususnya
mendorong ekspresi opini minoritas.
3. Mendorong kelompok untuk menangguhkan evaluasi hingga analisa selesai dilakukan.
4. Menghindari memperkenalkan ide sendiri ke dalam kelompok.
5. Menyediakan persiapan sebuah laporan tertulis yang menguraikan konsensus kelompok dari:
a. tingkat kepentingan relatif dari area-area aktivitas
b. area aktivitas yang akan digunakan sebagai area taktis
c. mengapa tiap area aktivitas yang dipilih ini penting bagi tiap strategi.
Empirical Selection
Untuk audit, pengukuran dipilih atau dikembangkan untuk menentukan tingkatan dan
efektivitas aktivitas dalam beragam lokasi. Pengukuran-pengukuran ini didasarkan pada
indeks tujuan atau pada opini penerima pelayanan jasa human resource. Data untuk
pengukuran tujuan dapat ditemukan dalam catatan perusahaan dari operasional lokasi. Opini-
opini dapat diperoleh dengan jalan mensurvei karyawan, manajerial ataupun non-manajerial,
dalam tiap lokasi perusahaan.
2. Melakukan sebuah analisa faktor untuk mengelompokkan aktivitas ke dalam area
aktivitas dan untuk menentukan tingkatan dan efektivitas aktivitas dalam tiap area
aktivitas.
Analisa ini akan menghasilkan skor faktor yang akan digunakan dalam langkah 4. Sebuah
diskusi mengenai analisa faktor dapat ditemukan dalam teks statistik yang paling dasar dan
tidak akan dibahas disini.
Berikut ini adalah daftar tujuan human resource yang diambil dari Bab 4 dan sebuah contoh
sebuah pengukuran tujuan yang memungkinkan untuk tiap-tiap:
Membuat investasi yang bagus dalam human resource – ketetapan untuk human
capital budgeting di tiap lokasi.
Dianggap sebagai sebuah tempat yang bagus untuk bekerja – respon karyawan di tiap
lokasi dalam survei quality-of-work-life.
Mengelola human resources dalam sebuah cara yang state-of-the-art – rata-rata jumlah
waktu antara publikasi pertama sebuah ide baru untuk manajemen human resource dan
pertimbangan penggunaannya didalam sebuah lokasi.
4. Melakukan sebuah analisa regresi untuk mengembangkan hubungan antara tingkatan
dan efektivitas area aktivitas dan pencapaian organisasi dalam tujuan human resource.
Analisa ini akan mengungkapkan area-area aktivitas tersebut yang sangat penting bagi
pencapaian tujuan strategis.
Penetapan Kebijakan
Setelah area aktivitas telah dipilih untuk digunakan sebagai taktis, kebijakan-kebijakan
harus dikembangkan untuk area-area tersebut. Kebijakan-kebijakan yang diadopsi harus
konsisten dengan filosofi organisasi yang menghormati SDM dan dengan tujuan dan strategi
SDM. Setidaknya beberapa kebijakan telah ada sebelumnya bagi setiap area. Kebijakan-
kebijakan ini harus direvisi sehingga bermanfaat tujuan taktis.
Analisa yang dilakukan untuk memilih area aktivitas akan menyatakan topik spesifik
dan pemilihan kata yang spesifik untuk pernyataan kebijakan. Jika area aktivitas dipilih
menggunakan metode judgmental, maka anggota komite perencanaan taktis akan harus
mempersiapkan sebuah laporan yang menyatakan alasan-alasan yang mereka rasakan terkait
melaksanakan strategi yang akan melibatkan tiap area aktivitas yang dipilih. Alasan – alasan
ini akan cenderung merujuk pada keputusan-keputusan penting yang harus dikontrol oleh
kebijakan. Sebagai contoh, area aktivitas yang berkenaan dengan “kompensasi/reward” akan
cenderung dipilih jika salah satu strateginya adalah “menciptakan komitmen organisasi”.
Sudah ditunjukkan bahwa perlakuan yang setara dalam kompensasi merupakan hal yang
penting untuk membangun komitmen karyawan. Penalaran menyarankan agar sebuah laporan
kebijakan harus disusun sebagai berikut: “Dalam menentukan upah dan struktur gaji, ekuitas
internal akan diberikan prioritas atas pertimbangan lainnya.”
Jika area aktivitas dipilih dengan metode empirical, perhatian terhadap pengukuran-
pengukuran yang dimasukkan dalam tiap faktor (area aktivitas) akan menyediakan petunjuk
untuk keputusan-keputusan penting yang harus dikontrol oleh kebijakan. Pengukuran-
pengukuran ini banyak dimuat pada sebuah faktor yang harus diberikan penekanan lebih
berat dalam pengembangan kebijakan. Untuk mengilustrasikan poin ini, bayangkan bahwa
pengukuran terpenting yang dimasukkan dalam sebuah area aktivitas yang berkenaan dengan
“kompensasi/reward” adalah “tingkatan dimana posisi dievaluasi dalam sebuah cara tertentu
sehingga ekuitas dipertahankan di seluruh pabrik.” Pengukuran kedua yang diasosiasikan
dengan sebuah area aktivitas yang kurang penting, “staffing/EEO”, adalah “waktu rata-rata
yang diperlukan untuk mengisi lowongan pekerjaan.” Hasil ini menyatakan sebuah kebijakan
sebagai berikut, “Dalam menentukan upah dan struktur gaji, ekuitas internal dari upah dan
gaji individual akan diberikan prioritas atas ekuitas eksternal.”
Dalam prakteknya, beberapa perbedaan dalam kebijakan yang disarankan oleh dua
metode ini akan terjadi, dan judgment/penilaian harus digunakan oleh komite perencanaan
taktis untuk merekonsiliasikan perbedaan-perbedaan ini.
Dalam Bab 3 terdapat sebuah diskusi umum mengenai proses perencanaan taktis.
Diskusi tersebut berkenaan dengan pembentukan komite perencanaan bisnis taktis dan
pandugan untuk rancangan struktur taktis. Diskusi tersebut, untuk sebagian besar bagian,
relevan dalam perencanaan taktis untuk fungsi human resource dan tidak akan dibahas disini.
Komite perencanaan human resource taktis mungkin tidak perlu sebesar komite
perencanaan taktis untuk perencanaan level usaha, grup dan bisnis karena ada lebih sedikit
pekerjaan untuk dilakukan. Dimana komite taktis unit bisnis, usaha dan grup harus
merancang struktur organisasi, kultur organisasi, dan proses-prosesnya, komite perencanaan
human resource taktis harus merancang sebuah kebijakan taktis (Sudiro, Ahmad: 2010).
Meski demikian, akan esensial bahwa komite perencanaan human resource taktis ini
merupakan sebagian dari seluruh organisasi. Seperti yang disebutkan sebelumnya, orang-
orang yang beragam dan tersebar di seluruh organisasi harus melaksanakan kebijakan-
kebijakan taktis. Jika semua orang ini dapat dibujuk untuk bertindak bersama-sama dalam
rangka mencapai strategi human resource, maka akan harus terdapat level persetujuan yang
tinggi, dan penerimaan atas kebijakan-kebijakan ini. Komite haruslah sekecil yang
memungkinkan, konsisten dengan persyaratan bahwa beragam aspek organisasi harus
terwakili dengan baik.
Panduan untuk perancangan struktur distributif yang dibahas dalam Bab 3 ini berlaku
pada kebijakan tetap taktis. Panduan ini, berlaku untuk rangkaian kebijakan taktis, adalah
sebagai berikut:
Rangkaian kebijakan taktis harus kompatibel dengan struktur distributif lain –
struktur organisasi, kultur organisasi, dan anggaran finansial. Untuk semakin
mempertinggi kompatibilitas ini, komite yang merancang set kebijakan taktis human
resource dan sub komite yang mendisain masing-masing struktur distributif yang
bereda harus memiliki membership yang overlapping.
Rangkaian kebijakan taktis harus mengalokasikan upaya manajemen human resource
untuk kembali secara bertahap.
Rangkaian kebijakan taktis harus berfungsi sebagai sebuah kesatuan terintegrasi
dalam mengimplementasikan rencana strategis. Rangkaian kebijakan taktis dan
strategi human resource harus memiliki hubungan interaktif dimana masing-
masingnya disesuaikan untuk efektivitas optimum dari hubungan ini.
Rangkaian kebijakan taktis harus mematuhi rancangan organisasi dan identitas
organisasi.
Rangkaian kebijakan taktis harus meninggalkan ruang untuk pengambilan keputusan
selanjutnya oleh line managers dan personel departemen human resource dalam
operasional day-to-day.
Rangkaian n kebijakan taktis harus memasukkan sebuah pernyataan kebijakan dan
kapanpun rencana strategis mengalami perubahan.
Rangkaian kebijakan taktis harus menghasilkan perilaku yang diinginkan.
Kesimpulan
Perencanaan taktis untuk fungsi human resource terdiri atas merancang sebuah set
kebijakan yang menggerakkan operasional harian manajemen human resource ke arah
strategi dan tujuan human resource. Kunci bagi perencanaan taktis yang baik adalah
pemilihan yang seksama dari banyaknya area aktivitas yang ada untuk mendapatkan area
dengan kebijakan taktis yang akan dikembangkan. Berusaha untuk mengontrol semua area
aktivitas akan cenderung menghilangkan upaya dan membuat kontrol yang tidak ekonomis.
Area aktivitas yang penting bagi rencana strategis dapat dipilih dengan metode
judgmental atau dengan metode empirical. Di dalam metode judgmental, area-area aktivitas
dipilih dengan mempertimbangkan sebuah daftar area aktivitas standar yang komprehensif
dan menimbang masing-masing tingkat kepentingannya dalam menjalankan strategi human
resource organisasi. Hal ini bisa dilakukan hanya jika planner termasuk obyektif dan
memahami sepenuhnya area aktivitas dan juga strategi. Struktur yang tepat dalam tugas
mereka sangatlah penting disini.
Dalam organisasi dengan sejumlah besar lokasi operasional, akan bijak untuk
menggunakan kedua metode dalam menentukan area aktivitas karena tiap metode
menyediakan informasi komplementer yang berbeda tapi penting tentang kebijakan-kebijakan
yang diperlukan dalam organisasi. Menggunakan informasi ini, organisasi dapat mendrafting
kebijakan-kebijakan spesifik yang membentuk sebuah set kebijakan taktis untuk
menggerakkan organisasi menuju tujuan strategisnya untuk human resources.