Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SIFAT-SIFAT ALLAH

Disusun Oleh :
Kelompok 10
1. Muhammad Ripki (23061230102)
2. Muhammad Farhan Maulana (23041230075)

Dosen Pengampu : Murtiningsih, M.Pd.I

PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM RADEN FATAH PALEMBANG
2023
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Sifat wajib Allah dan pembagiannya......................................................................3
B. Sifat Nafsiyah ........................................................................................................4
C. Sifat Salbiyah.........................................................................................................5
D. Sifat Ma’ani............................................................................................................9
E. Sifat Ma’nawiyah.................................................................................................13
BAB III PENUTUP........................................................................................................14
A. Kesimpulan...........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menetapkan untuk diri-Nya sifat-sifat yang menunjukkan,
menjelaskan, menggambarkan, dan membuktikan kesempurnaan-Nya. Allah SWT
membuat pilihan-pilihan sesuai dengan kehendak-Nya, baik itu memberikan pahala atau
hukuman, mencipta atau tidak mencipta, memberikan petunjuk atau tidak, dan
sebagainya. Segala perbuatan Allah sesuai dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, yang
menjadi cara Tuhan menyatakan diri-Nya kepada makhluk-Nya. Semua aspek yang
terdapat dalam diri Allah dan berasal dari-Nya adalah manifestasi dari kehendak,
kekuasaan, kesempurnaan, dan kepemilikan Allah yang Maha Suci. Itulah sifat Allah
yang begitu sempurna, mencakup segala hal.

Namun, penting untuk menegaskan bahwa Allah sama sekali berbeda dan tidak
dapat dibandingkan dengan makhluk-Nya. Allah adalah Yang Maha Suci dan tidak
tercampur dengan penyerupaan atau pembentukan apapun. Sifat-sifat Allah bukanlah
substansi-Nya, tetapi tetap tak terpisahkan dari-Nya. Misalnya, ketika dikatakan bahwa
Allah Maha Melihat, hal itu berarti Allah melihat melalui penglihatan-Nya, bukan
melalui substansi-Nya.

Melalui pemahaman akan sifat-sifat Allah sebagai manifestasi kesempurnaan-


Nya, kita dapat meningkatkan keimanan kepada Allah. Keimanan manusia cenderung
naik dan turun, oleh karena itu, untuk menjaga keimanan agar tetap kuat, manusia perlu
memahami sifat-sifat Allah, keajaiban alam, dan keseluruhan ciptaan-Nya yang
merupakan milik Allah SWT.

B. Rumusan Masalah
1. Apa sifat Wajib bagi Allah dan bagaimana pembagiannya?
2. Apa sifat Nafsiyah Allah?
3. Apa sifat Salbiyah Allah?
4. Apa sifat Ma’ani Allah?

1
5. Apa sifat Ma’nawiyah Allah?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sifat Wajib Allah dan pembagiannya
2. Mengetahui sifat Nafsiyah Allah
3. Mengetahui sifat Salbiyah Allah
4. Mengetahui sifat Ma’ani Allah
5. Mengetahui sifat Ma’nawiyah Allah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sifat wajib bagi Allah dan pembagiannya


Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah sebagai
kesempurnaan bagi-Nya. Menurut para ulama ilmu kalam sifat-sifat wajib bagi Allah
terdiri atas 20 sifat. Dari 20 sifat itu dikelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
a. Sifat Nafsiyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini
hanya ada satu, yaitu Wujud (ada).
b. Sifat Salbiyah yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-
sifat yang tidak sesuai, tidak layak dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat
salbiyah ini ada lima, yaitu:
1. Qidam (dahulu)
2. Baqa’(kekal)
3. Mukhalafatul lil-hawadis (berbeda dengan yang baru)
4. Qiyamuhu bi nafsihi (berdiri sendiri)
5. Wahdaniyah (keesaan)
c. Sifat Ma’ani yaitu sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk
sifat ma’ani ada tujuh, yaitu:
1. Qudrah (berkuasa)
2. Iradat (berkehendak)
3. ‘llmu (mengetahui)
4. Hayat (hidup)
5. Sama’ (mendengar)
6. Basar (melihat)
7. Kalam (berbicara)
d. Sifat Ma’nawiyah adalah kelaziman dari sifat Ma’ani. Sifat Ma’nawiyah tidak
dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat Ma’nawiyah.
Jumlah sifat ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu:
1. Qadiran ( Maha berkuasa)
2. Muridan (Maha berkehendak)

3
3. ‘Aliman (Maha mengetahui)
4. Hayyan (Maha hidup)
5. Sami’an (Maha mendengar)
6. Basiran (Maha melihat)
7. Mutakalliman (Maha berbicara) 1

B. Sifat Nafsiyah
Sifat nafsiyah hanya satu, yaitu al-Wujud (ada). Ini merupakan sifat nominal
(hanya nama saja). Yang hanya dapat diangan-angan dalam pikiran, melebihi angan pada
dzat itu sendiri, sama sekali bukan dzat yang wujud itu, yang sekitarnya dapat
dilihat ,tetapi yang dimaksud kata-kata tersebut adalah, bahwa wujud (keberadaan Allah)
tidak dapat dilihat jelas oleh penglihatan mata, tetapi wujud tersebut hanya dapat dilihat
dalam hati.2
Sifat wujud diperselisihkan maknanya, selain Imam Abu Al Hasan Al-Asy’ariy
dan para ‘Ulama yang mengikutinya mengatakan wujud adalah hal (keadaan) yang wajib
(pasti ada) bagi Dzat selama Dzat itu masih ada , keadaan ini tidak di ‘illati dengan
sebuah ‘illat (alasan/sebab). Sedangkan Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ariy dan para ulama
yang mengikutinya mengatakan: Wujud (ada) adalah Maujud (yang ada) itu sendiri ,
maka menurut pendapat ini wujud/adanya Allah adalah dzat Allah , bukan lebih dari dzat
dilihat dari luar , wujudnya makhluk adalah dzat makhluk itu sendiri.
Wujud adalah sifat nafsiyyah yakni sifat yang berhubungan dengan diri atau zat.
Sebabnya karena diri atau zat baru dapat dimengerti dengan sifat tersebut. Maka tidaklah
dimengerti akan satu zat kecuali dengan wujudnya. Defenisi ulama tentang sifat
nafsiyyah adalah sifat yang tetap, yang penyifatan dengannya menunjuk terhadap zat itu
sendiri tanpa ada makna yang lebih atasnya.
Hanya saja baharunya alam ini sebagai dalil atas wujudnya Allah karena tidaklah
sah bahwa alam ini baharu dengan sendirinya, dengan tanpa ( penjadi yang
menjadikannya), karena alam ini sebelum wujudnya, adalah wujudnya itu sama dengan
‘adamnya (ketiadaannya). Maka tatkala didapatkan alam ini dan telah lenyap ‘adamnya
tahulah kita bahwa wujudnya menjadi lebih unggul atas ‘adamnya, sedangkan dahulu
1
H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 16
2
Achmad Sunarto, Ilmu Tauhid Terjemah Fathul Majid,Mutiara Ilmu, Surabaya: 2014.hl.14

4
wujud itu adalah sama bagi ‘adam, maka tidaklah sah bahwa wujudnya tersebut menjadi
lebih unggul atas ‘adam dengan sendirinya.
Mustahil bagi Allah bersifat ‘adam (tidak ada). Dalil yang bisa didatangkan
sebagai penjelasan bahwa Allah bersifat wujud adalah dengan mengatakan alam ini.
Mengapa didalilkan dengan alam ?. Alam adalah baharu atau makhluk, artinya alam ini
ada setelah diciptakan oleh Allah, dan secara otomatis aqal akan mengatakan bahwa “
Allah Ada, Dan Dia Yang Mengadakan Alam Ini”. Karena, yang diciptakan akan ada
yang menciptakan. Bisa diqiyaskan, dengan mengatakan tidak mungkin sepotong roti ada
tanpa ada yang membuatnya. Seperti itu pula alam, takkan ada jika tidak diciptakan oleh
Allah. Karena Allah pencipta alam semesta.
Adanya Allah SWT dapat dibuktikan dengan adanya alam ini. Semua barang yang
ada di lingkungan kita pasti ada yang menbuat. Sebagaimana Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Ali Imran : 2

‫ُهَّللا اَل ِإَلَه ِإال ُهَو اْلَح ُّي اْلَقُّيوُم‬


Artinya: Allah, tida kada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi senantiasa berdiri
sendiri.3

C. Sifat Salbiyah
Sifat Salbiyah maknanya adalah berasal dari kata SALAB yaitu penghpusan
karerna masing-masing dari sifat tersebut menghapus dari Allah akan apa-apa yang tidak
pantas dengan-Nya.4 Sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak layak dan patut bagi
Allah SWT, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki kekurangan. Yang termasuk
sifat salbiyah Allah adalah :

a. Qidam (Allah bersifat Terdahulu)

3
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta. Depatemen Agama RI,
hlm.12
4
Nawawî al-Bantanî, Tîjân al-Darârî, Surabaya: Maktabat Muĥammad ibn Aĥmad ibn Nabhân wa Awlâdihi, tt., h.38

5
Sifat qidam (dahulu) adalah wajib bagi Allah. Artinya, bahwa Allah tidak ada
permulaan bagi Nya dan wujud Allah tidak didahului sifatNya. Antara qidam (dapat juga
disebut dengan istilah qadîm) dan hudûts adalah dua sifat yang berlawanan, tidak mungkin
bersatu. Jika seandainya Allah swt. tidak bersifat qidam (tidak berawal), maka tentulah akan
bersifat hudûts (berawal), dan ini mustahil. Hal ini dapat kita renungkan, kalau Allah swt.
bersifat hudûts, maka tentu Dia memerlukan sesuatu yang menciptakan-Nya atau membuat-
Nya, dan ini menggambarkan tentang sifat lemah atau tidak kuasa. Maka mustahil Allah itu
bersifat lemah. Selain itu, kalau Allah swt. tidak bersifat qidam, tentu akan ada dua
kemungkinan, yaitu:
a. “Dawr” yang berarti saling membuat atau saling mencipta, hal ini mustahil, karena dawr
juga menunjukkan sifat lemah, yaitu sifat saling memerlukan, dan setiap yang saling
memerlukan itu menunjukkan kelemahan.
b. “Tasalsul” yang berarti rentetan, bersambung-sambungan, atau berkelanjutan. Misalnya A
menciptakan B, B menciptakan C, begitu seterusnya. Hal ini tentu akan ditolak oleh akal
karena juga menunjukkan sifat lemah. Jadi, nyatalah dalam akal manusia bahwa Allah swt.
itu mesti bersifat dengan qidam.
Allah SWT adalah pencipta alam semesta. Dia lebih dahulu ada sebelum alam ini ada.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Hadid :3

‫ُهَو األَّو ُل َو اآلِخ ُر َو الَّظاِهُر َو اْلَباِط ُن َو ُهَو ِبُك ِّل َش ْي ٍء َع ِليٌم‬


Artinya : Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu

b. Baqa’ (Allah bersifat kekal)


Baqâ’ artinya kekal, mustahil bersifat fanâ` (‫آء‬LL‫( فن‬yang artinya binasa. Maka
sepatutnya setiap orang yang beriman meyakini bahwa Allah swt. itu kekal selama-
lamanya.
Antara sifat baqâ` dan fanâ` adalah dua sifat yang bertentangan, tidak mungkin
bersatu. Kalau misalnya Allah swt. tidak bersifat baqâ`, maka akan bersifat dengan sifat
fanâ`, dan ini adalah mustahil. Marilah direnungkan, kalau Allah swt. bersifat dengan
sifat fanâ`, maka akan hilanglah sifat qidam pada Allah swt. dan berubahlah menjadi sifat

6
hudûts (baharu), dan ini mustahil sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sifat qidam
sebelumnya.5
Semua makhluk ciptaan Allah SWT akan rusak, sedangkan Dia sebagai pencipta
tidak akan rusak. Allah SWT akan kekal selamanya dan Dia tidaka akan pernah mati,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Rahman :27

‫َو َيْبَقى َو ْج ُه َر ِّبَك ُذ و اْلَج الِل َو اإلْك َر اِم‬


Artinya : Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

c. Mukhalafatu lil Hawadisi (Allah bersifat Berbeda dengan Ciptaan-Nya)


Sifat yang wajib bagi Allah adalah berbeda dengan segala yang baharu yakni para
makhluk ini. Maka Allah itu berbeda dengan tiap-tiap makhluk dari golongan manusia, jin,
malaikat, dan yang lainnya (seperti benda-benda beku dan hewan-hewan yang lain). Maka
tidak sah Allah bersifat dengan sifat-sifat segala yang baharu seperti berjalan, duduk dan
mempunyai anggota-anggota tubuh. Maka Allah itu suci daripada anggota-anggota tubuh
berupa mulut, mata, telinga dan yang lainnya (seperti tangan dan kaki).
Disebut juga mukhâlafatuhû li al-hawâdits artinya berbeda dengan yang baharu
(makhluk). Lawannya sifat ini adalah mumâtsalatuhû li al-hawâdits yang berarti serupa atau
sama dengan yang baharu. Maka wajiblah setiap orang yang berakal meyakini bahwa Allah
swt. berbeda dengan makhluk, yaitu mestilah Allah swt. bersifat mukhâlafatuhû li al-
hawâdits. Maksud baharu adalah segala yang diciptakan, atau makhluk. Allah swt. berbeda
dengan makhluk baik perbedaan tersebut ada pada zat, sifat, dan perbuatan. Terkait tentang
perbedaan tersebut, maksudnya setiap apa yang engkau lihat atau sesuatu yang terbersit di
dalam hatimu, maka Allah swt. berbeda dengan apa yang engkau lihat atau terlintas atau
terbersit di hati itu.
Antara sifat mukhâlafatuhû li al-hawâdits dengan sifat mumâtsalatuhû li al-hawâdits
adalah dua sifat yang bertentangan. Maka mustahil Allah swt. sama dengan makhluk, karena
kalau Allah swt. sama dengan makhluk berarti tentulah bersifat baharu, dan setiap yang
baharu tersebut tidak akan berdaya menciptakan alam ini (karena statusnya sama-sama
baharu). Dalam kehidupan sehari-hari saja dapat kita lihat bahwa setiap yang memiliki status
yang sama tidak akan berkuasa untuk mengatur yang lain, contohnya sesama murid tidak
5
Husaini, H. (2021). Sifat 20 Pembuka Mengenal Tuhan.

7
berkuasa untuk saling mengatur, hanya saja yang berkuasa untuk mengatur itu adalah apabila
ada yang berbeda statusnya, misalnya kepala sekolah. Demikian juga sesama yang baharu
tidak memiliki kekuasaan, terkecuali kalau statusnya adalah qadîm barulah mampu untuk
menguasai yang baharu.
Allah SWT memiliki sifat yang sempurna dan istimewa. Sifat Allah SWT berbeda
dengan sifat makhluk-Nya. Jika ada kesamaan, hanya sama namanya, sedangkan
kesempunaan-Nya tidak sama. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. asy-
Syura :11

‫َفاِط ُر الَّس َم َو اِت َو األْر ِض َج َعَل َلُك ْم ِم ْن َأْنُفِس ُك ْم َأْز َو اًج ا َو ِم َن األْنَعاِم َأْز َو اًج ا َيْذ َر ُؤ ُك ْم‬
‫ِفيِه َلْيَس َك ِم ْثِلِه َش ْي ٌء َو ُهَو الَّسِم يُع اْلَبِص يُر‬
Artinya: (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-
Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

d. Qiyamuhu Binafsihi (Allah bersifat berdiri dengan sendirinya)


Disebut juga qiyâmuhû binafsihî artinya berdiri dengan sendirinya. Lawannya
sifat ini adalah `ihtiyâjuhû `ilâ ghayrih yang berarti berhajat atau perlu kepada selainnya.
Maka wajiblah setiap orang yang berakal meyakini bahwa Allah swt. tidak bergantung
kepada sesuatu pun, Allah swt. al-Ghaniy, yaitu Mahakaya, justru makhluklah yang
senantiasa memerlukan Allah swt.
Sifat yang wajib bagi Allah adalah berdiri sendiri yakni dengan dzatNya sendiri. Makna
keadaan Allah itu berdiri dengan sendiri-Nya adalah bahwa Allah kaya terhadap dzat yang
dia berdiri dengannya, karena Allah Dialah yang menjadikan sesuatu.
Allah SWT sebagai pencipta alam adalah Mahakuasa. Dia tidak memerlukan bantuan dari
kekuatan lain karena mempunyai kekuatan yang ada pada diri-Nya. Sebagaimana Allah SWT
berfirman dalam Q.S Al Ankabut :6

‫َو َم ْن َج اَهَد َفِإَّنَم ا ُيَج اِهُد ِلَنْفِسِه ِإَّن َهَّللا َلَغِنٌّي َع ِن اْلَعاَلِم يَن‬

8
Artinya: Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk
dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kaya '(tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.

e. Wahdaniyyah (Allah SWT bersifat Maha Esa)


Maksud dari Allah itu bersifat dengan wahdaniyah adalah bahwa A1lah itu Esa, baik
pada zat, sifat maupun af’al.6 Manusia dituntut untuk meyakini bahwa wujud Allah Maha
Esa, artinya Dia tidak terbilang dua, tiga, dan seterusnya.
Bukti bahwa Allah swt. itu esa/tunggal (wahdâniyyah) adalah adanya bumi ini.
Seandainya ada lebih dari satu tuhan yang memiliki kekuasaan mutlak, maka boleh jadi akan
ada perselisihan, tuhan yang satu berkehendak menciptakan sesuatu dan tuhan yang lain
berkehendak menghancurkan, maka yang muncul adalah pertikaian dan kehancuran.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Ikhlas :1-4

)4( ‫) َو َلْم َيُك ْن َلُه ُك ُفًو ا َأَح ٌد‬3( ‫) َلْم َيِلْد َو َلْم ُيوَلْد‬2( ‫) ُهَّللا الَّص َم ُد‬1( ‫ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد‬
Artinya :Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia.”

D. Sifat Ma’ani
Sifat ma‘ani adalah sifat-sifat yang wajib bagi Allah swt. yang dapat digambarkan
oleh akal pikiran manusia dan dapat meyakinkan orang lain karena kebenarannya dapat
dibuktikan dengan pancaindera. 7Yaitu sifat yang ada pada zat Allah yang sesuai dengan
kesempurnaan Allah. Karena keberadaaan sifat inilah nantinya sifat ma’nawiyah. Yang
termasuk sifat ma’ani adalah:

a. Qudrah (Allah bersifat Maha Kuasa)


6
Ibrahim Allaqqani,Terjemah Jauharut Tauhid,.Surabaya:Mutiara Ilmu,2010.
7
Taher, Y. R. (2017). KONSEP TAUHID MENURUT SYAIKH NAWAI AL-BANTANI. Jaqfi: Jurnal Aqidah dan
Filsafat Islam, 2(1), 60-73.

9
Dia kuasa menciptakan alam, mampu memelihara, dan sanggup
menghancurkannya tanpa bantuan kekuasaan lain. Sebagaimana Allah berfirman dalam
Q.S. al-Baqarah :20

‫َيَك اُد اْلَبْر ُق َيْخ َطُف َأْبَص اَر ُهْم ُك َّلَم ا َأَض اَء َلُهْم َم َش ْو ا ِفيِه َو ِإَذ ا َأْظَلَم َع َلْيِهْم َق اُم وا‬
‫َو َلْو َشاَء ُهَّللا َلَذ َهَب ِبَس ْم ِع ِهْم َو َأْبَص اِرِهْم ِإَّن َهَّللا َع َلى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد يٌر‬
Artinya : Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu; dan bila gelap menimpa mereka,
mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran
dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.

b. Irodah (Allah bersifat Berkehendak)


Wajib bagi Allah mempunyai sifat Iradat (berkehendak). Dengan sifat ini Allah
menentukan perkara yang mungkin dengan sifat iradat itu, dalam arti sebagian perkara
yang mungkin wujudnya. Adakalanya Allah mewujudkan atau meniadakan sesuatu sesuai
dengan iradatnya.
Jika Allah berkehendak, tidak satu pun yang dapat menolak. Sebagaimana Allah
berfirman dalam Q.S. Yasin :82

‫ِإَّنَم ا َأْم ُرُه ِإَذ ا َأَر اَد َش ْيًئا َأْن َيُقوَل َلُه ُك ْن َفَيُك وُن‬
Artinya : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia.

c. ‘Ilmu (Allah bersifat Maha Mengetahui)


Wajib bagi Allah mempunyai sifat ilmu, yaitu sifat yang telah ada dan terdahulu
serta menetap pada dzat Allah. Dengan sifat ilmu ini, Allah mengetahui sifat sifat yang
wajib, mungkin, dan yang mustahil adanya dengan segala macam rincian yang terliput
oleh Nya.
Oleh karena itu pula Allah mengetahui secara rinci pula mengetahui sesuatu dan tidak
terbatas, seperti kesempurnaan sifat Nya mengatur nafas seluruh penghuni surga.
Allah SWT adalah pencipta alam ini dan Dia mengetahui semua cptaan-Nya.
Allah berfirman sebagai berikut.

10
‫َيُم ُّنوَن َع َلْيَك َأْن َأْس َلُم وا ُقْل اَل َتُم ُّنوا َع َلَّي ِإْس الَم ُك ْم َبِل ُهَّللا َيُم ُّن َع َلْيُك ْم َأْن َهَد اُك ْم‬
‫ِلإليَم اِن ِإْن ُك ْنُتْم َص اِدِقيَن‬
“….dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Hujarat :16)

d. Hayat (Allah bersifat Hidup)


Wajib bagi Alah mempunyai sifat hayat atau hidup. Sifat ini yang membenarkan
bahwa Allah mempunyai sifat ilmu, qudrat, iradat, sama’, bashor dan kalam. Hidup disini
terdapat pada zat Allah dan tidak disertai ruh seperti makhluk.
Lawan dari sifat ini adalah maut (mati). Rasa kantuk ataupun tidur tidak akamn ada pada
Allah, begitu pula dengan kerusakan ataupun kematian. Dengan adanya alam ini, jelaslah
apabila Allah tidak mempunyai sifat hayat, maka pasti Allah bersifat maut. Dan jika
Allah mempunyai sifat tersebut, maka Allah tidak akan kuasa, tidak menghendaki dan
tidak mengetahui. Sedangkan tidak adanya Allah, akan tetapi mempunyai sifat qudrat,
iradat, dan ilmu adalah muhal (mustahil)dan jika demikian, niscaya tidak akan wujud
sesuatu dari alam semesta ini serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Seluruh kehidupan makhluk tunduk kepada Allah SWT. Dia yang mengatur
semua kehidupan makhluk hidup. Allah tidak akan mati dan kekal selamanya. Firman
Allah dalam Q.S.Ali ‘Imran :2

‫ُهَّللا اَل ِإَلَه ِإال ُهَو اْلَح ُّي اْلَقُّيوُم‬


Artinya: Allah, tida kada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi senantiasa berdiri
sendiri.

e. Sama’ (Allah bersifat Maha Mendengar)


Tidak ada sesuatu yang tidak didengar oleh Allah SWT. Walaupun jumlah suara manusia
ratusan juta, semua akan didengar oleh Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-
Hujarat :1

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل ُتَقِّد ُم وا َبْيَن َيَد ِي ِهَّللا َو َر ُس وِلِه َو اَّتُقوا َهَّللا ِإَّن َهَّللا َسِم يٌع‬
‫َع ِليٌم‬
11
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-
Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.

f. Bashar ( Allah bersifat Maha Melihat)


Allah yang mengatur, yang menjalankan , dan mengawasi benda-benda, seperti
matahari, bulan, bintang, dan planet-planet lainnya. Semua itu bagi Allah tidak ada yang
lepas dari penglihatan-Nya. Allah SWT berfirman sebagai berikut.

‫َو ُهَّللا ِبما َتْع َم ُلوَن َبِص يٌر‬

Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat. (Al-Baqarah: 265)

g. Kalam (Allah SWT bersifat Berfirman)


Wajib bagi Allah mempunyai sifat kalam (berbicara). Kalam Allah bukan dengan
huruf dan tidak pula dengan suara. Tetapi Allah sendiri yang berkuasa mengucapkannya.
Mustahil bagi Allah bersifat bisu.
Kalam berarti Allah berbicara melalui firman-Nya yang berupa wahyu. Allah
berfirman sebagai berikut :

‫َو ُرُس اًل َقْد َقَصْص َناُهْم َع َلْيَك ِم ْن َقْبُل َو ُرُس اًل َلْم َنْقُصْص ُهْم َع َلْيَك َو َك َّلَم ُهَّللا ُم وَس ى‬
‫َتْك ِليًم ا‬
Artinya : Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. 8

E. Sifat Ma’nawiyah

8
Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar-Dasar Penddikan Agama Islam. Jakarta. Bumi Aksara, hlm 45

12
Sifat Ma’nawiyah, yaitu kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat Ma’nawiyah tidak
dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. 9

1. Qadiran (maha Kuasa), adalah sifat yang selalu menetap pada qudrat Allah.
2. Muridan (maha Berkehendak), adalah sifat yang melazimi sifat iradat Allah.
3. ’Aliman (maha Mengetahui), yang melazimi sifat ‘ilmu Allah.
4. Hayyan (maha hidup), yang melazimi sifat haayat Allah.
5. Sami’an (maha mendengar), yang melazimi sifat sama’ Allah.
6. Bashiran (maha melihat), yang melazimi sifat bashor Allah.
7. Mutakalliman (maha berbicara), yang melazimi sifat kalam Allah.

BAB III
PENUTUP

9
Akbar, S., Nafis, A., & Suryani, I. (2022). SIFAT DUA PULUH TELAAH PEMIKIRAN AL-FUDHOLI DALAM
KITAB KIFAYATUL AWAM. Humantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 2(Spesial Issues 1), 65-77.

13
A. Kesimpulan
Dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa sifat 20 yang wajib bagi
Allah terbagi menjadi 4 bagian :
a. sifat nafsiyah yaitu wujud
b. sifat salbiyah yaitu qidam, baqo’, mukholafatuhu lil hawadis, qiyamuhu binafsihi,
wahdaniyat
c. sifat ma’ani yaitu qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama’, bashor, kalam
d. sifat ma’nawiyah yaitu qadiran, muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, bashiran,
mutakalliman

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sunarto, Ilmu Tauhid Terjemah Fathul Majid,Mutiara Ilmu, Surabaya: 2014.

14
Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar-Dasar Penddikan Agama Islam. Jakarta. Bumi Aksar

Akbar, S., Nafis, A., & Suryani, I. (2022). SIFAT DUA PULUH TELAAH PEMIKIRAN AL-
FUDHOLI DALAM KITAB KIFAYATUL AWAM. Humantech: Jurnal Ilmiah
Multidisiplin Indonesia, 2(Spesial Issues 1).

Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta.
Depatemen Agama RI

H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha
putra,2009), hal. 16

Husaini, H. (2021). Sifat 20 Pembuka Mengenal Tuhan.

Ibrahim Allaqqani,Terjemah Jauharut Tauhid,.Surabaya:Mutiara Ilmu,2010.

Nawawî al-Bantanî, Tîjân al-Darârî, Surabaya: Maktabat Muĥammad ibn Aĥmad ibn Nabhân wa
Awlâdihi, tt.

Taher, Y. R. (2017). KONSEP TAUHID MENURUT SYAIKH NAWAI AL-BANTANI. Jaqfi:


Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, 2 (1).

15

Anda mungkin juga menyukai