SIFAT-SIFAT ALLAH
Disusun Oleh :
Kelompok 10
1. Muhammad Ripki (23061230102)
2. Muhammad Farhan Maulana (23041230075)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menetapkan untuk diri-Nya sifat-sifat yang menunjukkan,
menjelaskan, menggambarkan, dan membuktikan kesempurnaan-Nya. Allah SWT
membuat pilihan-pilihan sesuai dengan kehendak-Nya, baik itu memberikan pahala atau
hukuman, mencipta atau tidak mencipta, memberikan petunjuk atau tidak, dan
sebagainya. Segala perbuatan Allah sesuai dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, yang
menjadi cara Tuhan menyatakan diri-Nya kepada makhluk-Nya. Semua aspek yang
terdapat dalam diri Allah dan berasal dari-Nya adalah manifestasi dari kehendak,
kekuasaan, kesempurnaan, dan kepemilikan Allah yang Maha Suci. Itulah sifat Allah
yang begitu sempurna, mencakup segala hal.
Namun, penting untuk menegaskan bahwa Allah sama sekali berbeda dan tidak
dapat dibandingkan dengan makhluk-Nya. Allah adalah Yang Maha Suci dan tidak
tercampur dengan penyerupaan atau pembentukan apapun. Sifat-sifat Allah bukanlah
substansi-Nya, tetapi tetap tak terpisahkan dari-Nya. Misalnya, ketika dikatakan bahwa
Allah Maha Melihat, hal itu berarti Allah melihat melalui penglihatan-Nya, bukan
melalui substansi-Nya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sifat Wajib bagi Allah dan bagaimana pembagiannya?
2. Apa sifat Nafsiyah Allah?
3. Apa sifat Salbiyah Allah?
4. Apa sifat Ma’ani Allah?
1
5. Apa sifat Ma’nawiyah Allah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sifat Wajib Allah dan pembagiannya
2. Mengetahui sifat Nafsiyah Allah
3. Mengetahui sifat Salbiyah Allah
4. Mengetahui sifat Ma’ani Allah
5. Mengetahui sifat Ma’nawiyah Allah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. ‘Aliman (Maha mengetahui)
4. Hayyan (Maha hidup)
5. Sami’an (Maha mendengar)
6. Basiran (Maha melihat)
7. Mutakalliman (Maha berbicara) 1
B. Sifat Nafsiyah
Sifat nafsiyah hanya satu, yaitu al-Wujud (ada). Ini merupakan sifat nominal
(hanya nama saja). Yang hanya dapat diangan-angan dalam pikiran, melebihi angan pada
dzat itu sendiri, sama sekali bukan dzat yang wujud itu, yang sekitarnya dapat
dilihat ,tetapi yang dimaksud kata-kata tersebut adalah, bahwa wujud (keberadaan Allah)
tidak dapat dilihat jelas oleh penglihatan mata, tetapi wujud tersebut hanya dapat dilihat
dalam hati.2
Sifat wujud diperselisihkan maknanya, selain Imam Abu Al Hasan Al-Asy’ariy
dan para ‘Ulama yang mengikutinya mengatakan wujud adalah hal (keadaan) yang wajib
(pasti ada) bagi Dzat selama Dzat itu masih ada , keadaan ini tidak di ‘illati dengan
sebuah ‘illat (alasan/sebab). Sedangkan Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ariy dan para ulama
yang mengikutinya mengatakan: Wujud (ada) adalah Maujud (yang ada) itu sendiri ,
maka menurut pendapat ini wujud/adanya Allah adalah dzat Allah , bukan lebih dari dzat
dilihat dari luar , wujudnya makhluk adalah dzat makhluk itu sendiri.
Wujud adalah sifat nafsiyyah yakni sifat yang berhubungan dengan diri atau zat.
Sebabnya karena diri atau zat baru dapat dimengerti dengan sifat tersebut. Maka tidaklah
dimengerti akan satu zat kecuali dengan wujudnya. Defenisi ulama tentang sifat
nafsiyyah adalah sifat yang tetap, yang penyifatan dengannya menunjuk terhadap zat itu
sendiri tanpa ada makna yang lebih atasnya.
Hanya saja baharunya alam ini sebagai dalil atas wujudnya Allah karena tidaklah
sah bahwa alam ini baharu dengan sendirinya, dengan tanpa ( penjadi yang
menjadikannya), karena alam ini sebelum wujudnya, adalah wujudnya itu sama dengan
‘adamnya (ketiadaannya). Maka tatkala didapatkan alam ini dan telah lenyap ‘adamnya
tahulah kita bahwa wujudnya menjadi lebih unggul atas ‘adamnya, sedangkan dahulu
1
H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha putra,2009), hal. 16
2
Achmad Sunarto, Ilmu Tauhid Terjemah Fathul Majid,Mutiara Ilmu, Surabaya: 2014.hl.14
4
wujud itu adalah sama bagi ‘adam, maka tidaklah sah bahwa wujudnya tersebut menjadi
lebih unggul atas ‘adam dengan sendirinya.
Mustahil bagi Allah bersifat ‘adam (tidak ada). Dalil yang bisa didatangkan
sebagai penjelasan bahwa Allah bersifat wujud adalah dengan mengatakan alam ini.
Mengapa didalilkan dengan alam ?. Alam adalah baharu atau makhluk, artinya alam ini
ada setelah diciptakan oleh Allah, dan secara otomatis aqal akan mengatakan bahwa “
Allah Ada, Dan Dia Yang Mengadakan Alam Ini”. Karena, yang diciptakan akan ada
yang menciptakan. Bisa diqiyaskan, dengan mengatakan tidak mungkin sepotong roti ada
tanpa ada yang membuatnya. Seperti itu pula alam, takkan ada jika tidak diciptakan oleh
Allah. Karena Allah pencipta alam semesta.
Adanya Allah SWT dapat dibuktikan dengan adanya alam ini. Semua barang yang
ada di lingkungan kita pasti ada yang menbuat. Sebagaimana Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Ali Imran : 2
C. Sifat Salbiyah
Sifat Salbiyah maknanya adalah berasal dari kata SALAB yaitu penghpusan
karerna masing-masing dari sifat tersebut menghapus dari Allah akan apa-apa yang tidak
pantas dengan-Nya.4 Sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak layak dan patut bagi
Allah SWT, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki kekurangan. Yang termasuk
sifat salbiyah Allah adalah :
3
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta. Depatemen Agama RI,
hlm.12
4
Nawawî al-Bantanî, Tîjân al-Darârî, Surabaya: Maktabat Muĥammad ibn Aĥmad ibn Nabhân wa Awlâdihi, tt., h.38
5
Sifat qidam (dahulu) adalah wajib bagi Allah. Artinya, bahwa Allah tidak ada
permulaan bagi Nya dan wujud Allah tidak didahului sifatNya. Antara qidam (dapat juga
disebut dengan istilah qadîm) dan hudûts adalah dua sifat yang berlawanan, tidak mungkin
bersatu. Jika seandainya Allah swt. tidak bersifat qidam (tidak berawal), maka tentulah akan
bersifat hudûts (berawal), dan ini mustahil. Hal ini dapat kita renungkan, kalau Allah swt.
bersifat hudûts, maka tentu Dia memerlukan sesuatu yang menciptakan-Nya atau membuat-
Nya, dan ini menggambarkan tentang sifat lemah atau tidak kuasa. Maka mustahil Allah itu
bersifat lemah. Selain itu, kalau Allah swt. tidak bersifat qidam, tentu akan ada dua
kemungkinan, yaitu:
a. “Dawr” yang berarti saling membuat atau saling mencipta, hal ini mustahil, karena dawr
juga menunjukkan sifat lemah, yaitu sifat saling memerlukan, dan setiap yang saling
memerlukan itu menunjukkan kelemahan.
b. “Tasalsul” yang berarti rentetan, bersambung-sambungan, atau berkelanjutan. Misalnya A
menciptakan B, B menciptakan C, begitu seterusnya. Hal ini tentu akan ditolak oleh akal
karena juga menunjukkan sifat lemah. Jadi, nyatalah dalam akal manusia bahwa Allah swt.
itu mesti bersifat dengan qidam.
Allah SWT adalah pencipta alam semesta. Dia lebih dahulu ada sebelum alam ini ada.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-Hadid :3
6
hudûts (baharu), dan ini mustahil sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sifat qidam
sebelumnya.5
Semua makhluk ciptaan Allah SWT akan rusak, sedangkan Dia sebagai pencipta
tidak akan rusak. Allah SWT akan kekal selamanya dan Dia tidaka akan pernah mati,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Rahman :27
7
berkuasa untuk saling mengatur, hanya saja yang berkuasa untuk mengatur itu adalah apabila
ada yang berbeda statusnya, misalnya kepala sekolah. Demikian juga sesama yang baharu
tidak memiliki kekuasaan, terkecuali kalau statusnya adalah qadîm barulah mampu untuk
menguasai yang baharu.
Allah SWT memiliki sifat yang sempurna dan istimewa. Sifat Allah SWT berbeda
dengan sifat makhluk-Nya. Jika ada kesamaan, hanya sama namanya, sedangkan
kesempunaan-Nya tidak sama. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S. asy-
Syura :11
َفاِط ُر الَّس َم َو اِت َو األْر ِض َج َعَل َلُك ْم ِم ْن َأْنُفِس ُك ْم َأْز َو اًج ا َو ِم َن األْنَعاِم َأْز َو اًج ا َيْذ َر ُؤ ُك ْم
ِفيِه َلْيَس َك ِم ْثِلِه َش ْي ٌء َو ُهَو الَّسِم يُع اْلَبِص يُر
Artinya: (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-
Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan
Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
َو َم ْن َج اَهَد َفِإَّنَم ا ُيَج اِهُد ِلَنْفِسِه ِإَّن َهَّللا َلَغِنٌّي َع ِن اْلَعاَلِم يَن
8
Artinya: Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk
dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kaya '(tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam.
)4( ) َو َلْم َيُك ْن َلُه ُك ُفًو ا َأَح ٌد3( ) َلْم َيِلْد َو َلْم ُيوَلْد2( ) ُهَّللا الَّص َم ُد1( ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد
Artinya :Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia.”
D. Sifat Ma’ani
Sifat ma‘ani adalah sifat-sifat yang wajib bagi Allah swt. yang dapat digambarkan
oleh akal pikiran manusia dan dapat meyakinkan orang lain karena kebenarannya dapat
dibuktikan dengan pancaindera. 7Yaitu sifat yang ada pada zat Allah yang sesuai dengan
kesempurnaan Allah. Karena keberadaaan sifat inilah nantinya sifat ma’nawiyah. Yang
termasuk sifat ma’ani adalah:
9
Dia kuasa menciptakan alam, mampu memelihara, dan sanggup
menghancurkannya tanpa bantuan kekuasaan lain. Sebagaimana Allah berfirman dalam
Q.S. al-Baqarah :20
َيَك اُد اْلَبْر ُق َيْخ َطُف َأْبَص اَر ُهْم ُك َّلَم ا َأَض اَء َلُهْم َم َش ْو ا ِفيِه َو ِإَذ ا َأْظَلَم َع َلْيِهْم َق اُم وا
َو َلْو َشاَء ُهَّللا َلَذ َهَب ِبَس ْم ِع ِهْم َو َأْبَص اِرِهْم ِإَّن َهَّللا َع َلى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد يٌر
Artinya : Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu; dan bila gelap menimpa mereka,
mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran
dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
ِإَّنَم ا َأْم ُرُه ِإَذ ا َأَر اَد َش ْيًئا َأْن َيُقوَل َلُه ُك ْن َفَيُك وُن
Artinya : Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia.
10
َيُم ُّنوَن َع َلْيَك َأْن َأْس َلُم وا ُقْل اَل َتُم ُّنوا َع َلَّي ِإْس الَم ُك ْم َبِل ُهَّللا َيُم ُّن َع َلْيُك ْم َأْن َهَد اُك ْم
ِلإليَم اِن ِإْن ُك ْنُتْم َص اِدِقيَن
“….dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Hujarat :16)
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل ُتَقِّد ُم وا َبْيَن َيَد ِي ِهَّللا َو َر ُس وِلِه َو اَّتُقوا َهَّللا ِإَّن َهَّللا َسِم يٌع
َع ِليٌم
11
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-
Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian perbuat. (Al-Baqarah: 265)
َو ُرُس اًل َقْد َقَصْص َناُهْم َع َلْيَك ِم ْن َقْبُل َو ُرُس اًل َلْم َنْقُصْص ُهْم َع َلْيَك َو َك َّلَم ُهَّللا ُم وَس ى
َتْك ِليًم ا
Artinya : Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. 8
E. Sifat Ma’nawiyah
8
Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar-Dasar Penddikan Agama Islam. Jakarta. Bumi Aksara, hlm 45
12
Sifat Ma’nawiyah, yaitu kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat Ma’nawiyah tidak
dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. 9
1. Qadiran (maha Kuasa), adalah sifat yang selalu menetap pada qudrat Allah.
2. Muridan (maha Berkehendak), adalah sifat yang melazimi sifat iradat Allah.
3. ’Aliman (maha Mengetahui), yang melazimi sifat ‘ilmu Allah.
4. Hayyan (maha hidup), yang melazimi sifat haayat Allah.
5. Sami’an (maha mendengar), yang melazimi sifat sama’ Allah.
6. Bashiran (maha melihat), yang melazimi sifat bashor Allah.
7. Mutakalliman (maha berbicara), yang melazimi sifat kalam Allah.
BAB III
PENUTUP
9
Akbar, S., Nafis, A., & Suryani, I. (2022). SIFAT DUA PULUH TELAAH PEMIKIRAN AL-FUDHOLI DALAM
KITAB KIFAYATUL AWAM. Humantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 2(Spesial Issues 1), 65-77.
13
A. Kesimpulan
Dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa sifat 20 yang wajib bagi
Allah terbagi menjadi 4 bagian :
a. sifat nafsiyah yaitu wujud
b. sifat salbiyah yaitu qidam, baqo’, mukholafatuhu lil hawadis, qiyamuhu binafsihi,
wahdaniyat
c. sifat ma’ani yaitu qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama’, bashor, kalam
d. sifat ma’nawiyah yaitu qadiran, muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, bashiran,
mutakalliman
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sunarto, Ilmu Tauhid Terjemah Fathul Majid,Mutiara Ilmu, Surabaya: 2014.
14
Ahmadi Abu, dkk. 1991. Dasar-Dasar Penddikan Agama Islam. Jakarta. Bumi Aksar
Akbar, S., Nafis, A., & Suryani, I. (2022). SIFAT DUA PULUH TELAAH PEMIKIRAN AL-
FUDHOLI DALAM KITAB KIFAYATUL AWAM. Humantech: Jurnal Ilmiah
Multidisiplin Indonesia, 2(Spesial Issues 1).
Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta.
Depatemen Agama RI
H. Masan AF, Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas V11,(Semarang: Karya Toha
putra,2009), hal. 16
Nawawî al-Bantanî, Tîjân al-Darârî, Surabaya: Maktabat Muĥammad ibn Aĥmad ibn Nabhân wa
Awlâdihi, tt.
15