Anda di halaman 1dari 17

DOI 10.17605/OSF.

IO/3A2NV Jurnal Kesehatan

DIFTERI DALAM LINGKUP ASUHAN


KEPERAWATAN
MUHAMAD ANDIKA SASMITA SAPUTRA

Pendahuluan tertinggi ketiga dengan 193 kasus difteri.


Corynebacterium diphtheriae pada tahun 2011 Nepal merupakan negara
merupakan bakteri yang menginfeksi saluran tertinggi ketiga dengan 146 kasus difteri pada
pernafasan, terutama bagian tonsil, tahun 2010, 277 kasus pada tahun 2009, dan
nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ 149 kasus pada tahun 2008 (Lestari, 2012).
tenggorokan) dan laring. Infeksi yang Indonesia sendiri telah lama
dihasilkan oleh bakteri ini disebut difteri, mengenal penyakit difteri dan sempat
merupakan salah satu penyakit toksik akut menurun pada tahun 1985 sebelum akhirnya
sangat menular (contagious disease) dan meningkat lagi (Izza & Soenarnatalina, 2015).
menjadi fenomena penyakit yang negatif. Pada tahun 2003 data Depkes RI
Difteri dapat menular melaui beberapa hal menunjukkan bahwa terjadi 54 KLB
seperti kontak hubungan dekat, melalui udara (Kejadian Luar Biasa) dengan 86 kasus dan
yang tercemar oleh penderita yang akan CFR (Case Fatality Rate) 23% (Kartono,
sembuh, serta melalui batuk dan bersin dari 2007). Sementara itu pada tahun 2011, dunia
si penderita. Kebanyakan penderita difteri kesehatan dan masyarakat Indonesia
adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 dikejutkan oleh adanya penyebaran penyakit
tahun dengan usia rentan yakni 2-10 tahun, difteri di Provinsi Jawa Timur (Jatim).
dan dalam beberapa kejadian kasus difteri Sebanyak 11 orang anak meninggal dunia
berakibat fatal hingga menimbulkan dari 333 kasus difteri. Dengan adanya
kematian (Alfina & Isfandiari, 2015; Rusmil, kejadian ini maka pemerintah Provinsi Jatim
Chairulfatah, Fadlyana, & Dhamayanti, menetapkan hal tersebut dalam KLB
2011). penyakit difteri. Penetapan status KLB
Selama permulaan awal dari abad ke- dilakukan atas dasar pertimbangan karena
20, penyakit ini merupakan penyebab umum kasus ini telah tersebar hampir di seluruh
dari kematian bayi dan anak-anak muda. kabupaten/kota se-Jawa Timur. Begitu pula
Daerah padat penduduk dengan tingkat pada tahun 2012 dan tahun 2013 dengan
sanitasi rendah juga tidak luput dari serangan korban utamanya adalah anak-anak (Utama,
difteri. Data WHO tahun 2012 menunjukkan Chatarina, & Martini, 2012).
bahwa pada tahun 2011 Indonesia merupakan Data Kementerian Kesehatan tahun
negara tertinggi kedua setelah India yaitu 806 2017 menunjukkan, ada 11 provinsi yang
kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan melaporkan terjadinya kejadian luar biasa
tahun 2010 dimana Indonesia juga (KLB) difteri periode Oktober dan November
merupakan negara tertinggi kedua dengan 2017 yakni Sumatera Barat, Jawa Tengah,
kasus difteri yaitu 385 kasus. Pada tahun Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan,
2009 sebanyak 189 kasus, dan 219 kasus Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI
pada tahun 2008. Sedangkan kasus difteri Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Puluhan
tertinggi pertama di dunia tahun 2011 adalah anak meninggal sepanjang 2017. Salah
India dengan 3485 kasus. Tahun 2010 kasus satunya, seorang anak asal Pasaman Barat
difteri di India sebanyak 3123 kasus yang Sumatera Barat yang meninggal dunia karena
kasusnya menurun dari tahun ke tahun yaitu difteri pada bulan September (Faisal, 2017).
3529 kasus pada tahun 2009, 3977 kasus Amindoni (2017) menambahkan dalam News
pada tahun 2008. Sudan merupakan negara BBC Indonesia, bahwa data Kementerian
Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |
DOI 10.17605/OSF.IO/3A2NV Jurnal Kesehatan

Kesehatan sampai dengan November 2017 (SOP) yang telah ditetapkan seperti
menunjukkan ada 95 kabupaten dan kota dari kolaborasi dalam pemberian antitoksin,
20 provinsi yang melaporkan kasus difteri. antibiotik maupun imunisasi, mengisolasi
Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32 pasien di unit perawatan intensif guna
diantaranya meninggal dunia. pencegahan difteri agar tidak menular pada
Dengan maraknya kejadian ini makan orang lain terutama pada orang yang tidak
pemerintah mengambil sikap sigap dengan mendapatkan imunisasi difteri. Selain
melakukan tindakan penanggulangan untuk berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain,
menurunkan angka kesakitan dan kematian perawat juga harus menegakkan diagnosa
pada semua kasus difteri. Berbagai upaya keperawatan sendiri dalam mengatasi
dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan permasalahan yang dialami pasien, dengan
masyarakat, seperti menjaga serta begitu sisi medis pasien terobati dan sisi
mempertahankan lingkungan yang bersih perawatan pasien juga terobati.
(Utama et al., 2012). Sari & Zain (2012)
mengatakan bahwa kebersihan lingkungan Definisi Difteri
sangat penting dan kewajiban dari setiap Difteri adalah penyakit yang
orang adalah menjaga kebersihan tersebut diakibatkan oleh serangan bakteri yang
agar tidak dikotori karena sumber dari segala bersumber dari Corynebacterium
penyakit berawal dari lingkungan yang buruk, Diphtheriae. Difteri merupakan penyakit
selain itu pemberian imunisasi akan sangat yang mengerikan dimana telah menyebabkan
membantu dalam pencegahan terjadinya ribuan kematian, dan masih mewabah di
serangan difteri pada anak. Difteri daerah-daerah dunia yang belum berkembang.
merupakan salah satu penyakit menular yang Orang yang selamat dari penyakit ini
dapat dicegah dengan imunisasi (Izza & menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan
Soenarnatalina, 2015). kerusakan permanen pada jantung dan ginjal.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT Anak-anak yang berumur satu sampai
(Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit
difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin ini (Jurnal Pediatri, 2017).
imunisasi difteri diberikan pada anak-anak Dalam Jurnal Pasarpolis (2017)
untuk meningkatkan system kekebalan tubuh Penyakit difteri didefinisikan sebagai
agar tidak terserang penyakit berbahaya ini penyakit yang menyerang saluran pernafasan
(Muryani, Machfoedz, & Hasan, 2013). terutama pada bagian laring, amandel, atau
Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin tonsil, dan tenggorokan. Ketika saluran
difteri akan lebih rentan terhadap penyakit pernafasan terinfeksi oleh virus ini, membran
yang menyerang saluran pernafasan. Satu atau lapisan lengket yang berwarna abu-abu
orang penderita difteri saja bisa menularkan akan berkembang di area tenggorokan
satu keluarganya, ayah, ibu, dan saudara. sehingga menyebabkan batuk disertai sesak
Dari percikan ludah saja, difteri bisa nafas akut yang akan berujung kepada
menularkan sejumlah orang yang berada di kematian. Kemudian ada juga resiko
depannya (Faisal, 2017). langsung berupa kerusakan jantung dan
Sebagai tenaga kesehatan yang syaraf (neuro-damage). Bakteri induk Difteri
profesional perawat memiliki peran penting ini juga menghasilkan racun yang berbahaya
dalam memberikan pengetahuan akan bahaya jika menyebar ke bagian tubuh yang lain.
difteri serta membantu meningkatkan Sudoyo (2009) mendefinisikan difteri
kewaspadaan akan penularan penyakit ini sebagai suatu penyakit infeksi yang sangat
(Muryani et al., 2013). kolaborasi perawat menular yang terjadi secara lokal pada
dengan tenaga kesehatan lain juga sangat mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang
penting, terutama dalam perawatan pasien disebabkan oleh basil gram positif
yang telah terjangkit difteri agar dapat segera Corynebacterium Diphtheriae, ditandai oleh
dirawat dengan standar operasional prosedur terbentuknya eksudat yang berbentuk

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI 10.17605/OSF.IO/3A2NV Jurnal Kesehatan

membran pada tempat infeksi, dan diikuti Klasifikasi difteri secara klinis menurut
oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan lokasinya (Sudoyo, 2009):
oleh eksotoksin yang diproduksi oleh basil. 1. Infeksi ringan, jika pseudomembrane
Ciri yang khusus pada difteri ialah hanya terdapat pada mukosa hidung
terbentuknya lapisan yang khas selaput lendir dengan gejala hanya pilek dan nyeri
pada saluran nafas, serta adanya kerusakan waktu menelan.
otot jantung dan saraf. 2. Infeksi sedang, jika pseudomembrane
Dari beberapa definisi di atas dapat telah menyerang sampai faring dan
diartikan bahwa difteri adalah penyakit laring sehingga keadaan pasien terlihat
infeksi menular berbahaya pada saluran lesu dan agak sesak.
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri 3. Infeksi berat, jika terjadi sumbatan nafas
Corynebacterium Diphtheriae. yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti
Etiologi miokarditis, paralisis, dan nefritis.
Penyebab penyakit difteri adalah jenis
bakteri yang diberi nama Cornyebacterium Patofisiologi
Diphteriae. Bakteri ini bersifat polimorf, Kuman masuk melalui mukosa/kulit,
tidak bergerak dan tidak membentuk spora, melekat serta berbiak pada permukaan
aerobik dan dapat memproduksi eksotoksin mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai
(Sudoyo, 2009). Uji schick merupakan memproduksi toksin yang merembes ke
pemeriksaan untuk mengetahui apakah sekeliling serta selanjutnya menyebar ke
seseorang telah memiliki antitoksin seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan
(Mansjoer, Suprohaita, Wardhani, & darah. Setelah melalui masa inkubasi selama
Setiowulan, 2007). 2-4 hari kuman difteri membentuk racun atau
Terdapat tiga jenis basil, yaitu bentuk toksin yang mengakibatkan timbulnya panas
gravis, mitis, dan intermedius. Basil dapat dan sakit tenggorokan. Kemudian berlanjut
membentuk (Mansjoer et al., 2007) : dengan terbentuknya selaput putih di
1. Pseudomembrane yang sulit diangkat, tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas,
mudah berdarah, dan berwarna putih kerusakan jantung dan saraf. Difteri ini akan
keabu-abuan yang meliputi daerah yang berlanjut pada kerusakan kelenjar limfe,
terkena; terdiri dari fibrin, leukosit, selaput putih mata, vagina. Komplikasi lain
jaringan nekrotik, dan basil adalah kerusakan otot jantung dan ginjal
2. Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat (Sudoyo, 2009).
meracuni jaringan setelah beberapa jam
diabsorbsi dan memberikan gambaran
perubahan jaringan yang khas terutama
pada otot jantung, ginjal, dan jaringan
saraf. Minimum Lethal Dose (MLD)
toksin ini adalah 0,02 ml.

Klasifikasi difteri secara klinis menurut


lokasinya (Sudoyo, 2009):
1. Difteri nasal anterior
2. Difteri nasal posterior
3. Difteri fausial (farinks)
4. Difteri laryngeal
5. Difteri konjungtiva
6. Difteri kulit
7. Difteri vulva/vagina

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI 10.17605/OSF.IO/3A2NV Jurnal Kesehatan

Patoflow

Imunisasi tidak lengkap Faktor lingkungan Daerah epidemik bakteri


Faktor Pencetus Bakteri difteriae Masuk melalui mukosa dan kulit

Meproduksi toksin
Berkembang biak pada permukaan
mukosa saluran nafas bagian atas

Toksin

Seluruh tubuh Resiko Infeksi

Jantung Syaraf Ginjal


Menghambat Sel mati respon Inflasi lokal
pembentukan
protein dalam sel
Tampak perdarahan adrenal dan nekrosis tubular
Nekrosistoksik dan degenerasi hialin Nekrosistoksik dengan
Pseudomembrane (eksudat fibrin sel radang eritrosit, nekrosis sel-sel epitel degenerasi lemah pada
selaput mielin
Toksi
Proteinuria
Miokarditis payah jantung Paralisis dipalatumeole otot mata, ektremitas inferior
Obstruksi saluran pernapasan
Menyumbat jalan napas Inkontinensia urine aliran berlebih

Edema kongesti infiltrasi


Ketidak efektipan pola napas sel morte nuclear pada
serat otot dan sistem Gangguan menelan
Ansietas
konduksi

Hambatan Komunikasi Verbal


Kelebihan volume cairan Penurunan curah jantung

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

Cara Penularan palatum molle atau ke distal ke laring


Difteri dapat menular dengan cara dan trachea.
kontak langsung maupun tidak langsung. Air 3. Diphtheria Laring
ludah yang berterbangan saat penderita Pada diphtheria laring primer gejala
berbicara, batuk atau bersin membawa serta toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa
kuman kuman difteri. Melalui pernafasan gejala obstruksi saluran nafas atas.
kuman masuk ke dalam tubuh orang 4. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
disekitarnya, maka terjadilah penularan Diphtheria kulit berupa tukak di kulit,
penyakit difteri dari seorang penderita tepi jelas dan terdapat membran pada
kepada orang orang disekitarnya (Rusmil et dasarnya. Kelainan cenderung menahun.
al., 2011). Diphtheria pada mata dengan lesi pada
Biasanya bakteri berkembang biak konjungtiva berupa kemerahan, edema
pada atau di sekitar permukaan selaput lendir dan membran pada konjungtiva palpebra.
mulut atau tenggorokan dan menyebabkan Pada telinga berupa otitis eksterna
peradangan. Beberapa jenis bakteri ini dengan sekret purulen dan berbau.
menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang
dapat menyebabkan kerusakan pada jantung Komplikasi
dan otak (Pasarpolis, 2017). Racun difteri dapat menyebabkan
kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal
Manifestasi Klinis ataupun organ lainnya (Mansjoer et al.,
Gejala diphtheria (Sudoyo, 2009): 2007):
1. Demam, suhu tubuh meningkat 1. Saluran nafas : obstruksi jalan nafas,
sampai 38o Celcius bronkopneumonia, atelektasis paru
2. Batuk dan pilek yang ringan 2. Kardiovaskular : miokarditis akibat
3. Sakit dan pembengkakan toksin kuman
pada tenggorokan 3. Urogenital : nefritis
4. Mual, muntah , sakit kepala 4. Susunan saraf : paralisis/paresis palatum
5. Adanya pembentukan selaput di mole (minggu I dan II), otot mata
tenggorokan berwarna putih ke (minggu III), dan umum (setelah minggu
abu abuan kotor IV)
6. Rinorea, berlendir kadang-
kadang bercampur darah Pencegahan dan Prognosis Penyakit
Ada beberapa cara yang dapat
Keluhan serta gejala lain tergantung pada dilakukan dalam menangani atau mencegah
lokasi penyakit diphtheria (Sudoyo, 2009) : penyebaran maupun penularan difteri
1. Diphtheria Hidung (Mansjoer et al., 2007):
Pada permulaan mirip common cold, 1. Isolasi pasien. Isolasi dihentikan jika
yaitu pilek ringan tanpa atau disertai hasil pemeriksaan terhadap bakteri
gejala sistemik ringan. Sekret hidung Cornyebacterium Diphteriae dinyatakan
berangsur menjadi serosanguinous dan negatif setelah melewati dua hari
kemudian mukopurulen mengadakan pemeriksaan.
lecet pada nares dan bibir atas. Pada 2. Pemberian imunisasi. Biasanya
pemeriksaan tampak membran putih imunisasi ini bersamaan dengan
pada daerah septum nasi. imunisasi polio, hepatitis B, sedangkan
2. Diphtheria Tonsil-Faring imunisasi Difteri tergabung dalam
Gejala anoroksia, malaise, demam Imunisasi DPT atau Difteri, Pertusis dan
ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari Tetanus. Untuk bayi umur sembilan
timbul membran yang melekat, berwarna bulan dilengkapi dengan imunisasi
putih-kelabu dapat menutup tonsil dan Campak (Morbili). Imunisasi pada bayi
dinding faring, meluas ke uvula dan

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

umur dua bulan sebanyak tiga kali saluran nafas atas dan mengalami pilek
dengan selang satu bulan. dengan sekret bercampur darah
3. Pencarian dan pengobatan pasien. 5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dilakukan dengan uji schick. Bila hasil Adanya keluarga yang mengalami difteri
negatif, dilakukan apusan tenggorokan. 6. Pola Fungsi Kesehatan
Jika ditemukan bakteri Cornyebacterium a. Pola nutrisi dan metabolisme
Diphteriae maka harus diobati. Jumlah asupan nutrisi kurang
4. Biasakan hidup bersih dan selalu disebabkan oleh anoreksia
menjaga kebersihan lingkungan b. Pola aktivitas
(Kartono, 2007). Klien mengalami gangguan aktivitas
karena malaise dan demam
Prognosis lebih buruk pada pasien
dengan usia yang lebih muda, perjalanan c. Pola istirahat dan tidur
penyakit yang lama, letak lesi yang dalam, Klien mengalami sesak nafas
gizi kurang, dan pemberian antitoksin yang sehingga mengganggu istirahat dan
terlambat. tidur
d. Pola eliminasi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Klien mengalami penurunan jumlah
PASIEN ANAK DENGAN DIFTERI urin dan feses karena jumlah asupan
nutrisi kurang disebabkan oleh
Pengkajian anoreksia
1. Biodata 7. Pemeriksaan Fisik
Umur : Biasanya terjadi pada a. Tanda-tanda Vital
anak-anak umur 2-10 Nadi : meningkat
tahun dan jarang Tekanan darah : menurun
ditemukan pada bayi Respirasi rate : meningkat
berumur dibawah 6 Suhu : ≤ 38°C
bulan dari pada orang b. Inspeksi :
dewasa diatas 15 tahun Lidah kotor, anoreksia, ditemukan
Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh pseudomembran
dunia terutama di c. Auskultasi :
negara-negara miskin Napas cepat dan dangkal
Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada 8. Pemeriksaan Penunjang
penduduk di tempat- a. Pemeriksaan terhadap apus
tempat pemukiman tenggorokan dan uji schick di
yang rapat-rapat, laboratorium.
higien dan sanitasi b. Untuk melihat kelainan jantung, bisa
jelek dan fasilitas dilakukan pemeriksaan EKG.
kesehatan yang kurang 9. Penatalaksanaan
2. Keluhan Utama Penderita diisolasi sampai biakan negatif
Klien marasakan demam yang tidak 3 kali berturut-turut setelah masa akut
terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, terlampaui. Kontak penderita diisolasi
anoreksia, lemah sampai tindakan-tindakan berikut
3. Riwayat Kesehatan Sekarang terlaksana :
Klien mengalami demam yang tidak a. Biakan hidung dan tenggorok
terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, b. Sebaiknya dilakukan tes schick (tes
anoreksia kerentanan terhadap diphtheria)
4. Riwayat Kesehatan Dahulu c. Diikuti gejala klinis setiap hari
Klien mengalami peradangan kronis sampai masa tunas terlewati.
pada tonsil, sinus, faring, laring, dan

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

d. Anak yang telah mendapat 3. Gangguan menelan


imunisasi dasar diberikan booster 4. Kelebihan volume cairan
dengan toksoid diphtheria. 5. Inkontinensia urine aliran berlebih
6. Ansietas
Masalah yang Lazim Muncul 7. Resiko infeksi
Ada beberapa diagnosa keperawatan 8. Hambatan komunikasi verbal
yang lazim muncul dalam pasien dengan
kasus difteri, antara lain (NANDA
Internasional, 2015) :
1. Ketidak efektifan pola napas
2. Penurunan curah jantung

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

Rencana Tindakan Keperawatan


NIC Intervention Lebel and
Diagnosa Keperawatan NOC Outcomes and Indicators
No (NANDA Internasional, 2015) (Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2016) Select Nursing Activities
(Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)
1 00032 Ketidak efektifan pola 0415 Status Pernapasan 3140 Manajemen Jalan Nafas
napas b.d edema laring Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Skala Indikator : ventilasi
041501 Frekunsi pernapasan  Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana
1 2 3 4 5 NA mestinya
041502 Irama pernapasan  Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam,
1 2 3 4 5 NA berputar dan batuk
041503 Kedalaman inspirasi  Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan
1 2 3 4 5 NA batuk efektif
041504 Suara auskultasi napas
1 2 3 4 5 NA 6680 Monitor Tanda-tanda vital
041532 Kepatenan jalan napas Aktivitas-aktivitas :
1 2 3 4 5 NA  Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
041508 Saturasi oksigen pernafasan dengan tepat
1 2 3 4 5 NA  Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan
041511 Retraksi dinding dada darah
1 2 3 4 5 NA  Monitor dan laporkan tanda dan gejala
041507 Kapasitas vital hipotermia serta hipertermia
1 2 3 4 5 NA  Monitor keberadaan dan kualitas nadi
 Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
tanda-tanda vital

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 | 8


DOI Jurnal

2 00029 Penurunan curah jantung 0414 Status Jantung Paru 2000 Manajemen Elektrolit
b.d edema kongesti, perubahan Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
tekanan darah, perubahan Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Monitor menifestasi ketidakseimbangan
kontraktilitas jantung Skala Indikator : elektrolit
041401 Tekanan darah sistol  Pertahankan kepatenan akses IV
1 2 3 4 5 NA  Berikan cairan sesuai resep, jika diperlukan
041402 Tekanan darah diastol  Pertahankan pencatatan asupan dan huluaran
1 2 3 4 5 NA yang akurat
041403 Denyut nadi  Pertahankan pemberian cairan intravenous
perifer 12 3 4 5 berisi elektrolit dengan laju yang lambat
NA
041404 Denyut nadi apikal 4130 Monitor Cairan
1 2 3 4 5 NA Aktivitas-aktivitas :
041405 Irama Jantung  Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan
1 2 3 4 5 NA serta kebiasaan eliminasi
041406 Tingkat pernapasan  Tentukan faktor-faktor risiko yang mungkin
1 2 3 4 5 NA menyebabkan ketidakseimbangan cairan
041407 Irama pernapasan  Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan
1 2 3 4 5 NA sekitar tulang seperti tangan atau tulang kering,
041412 Saturasi oksigen mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan
1 2 3 4 5 NA kedua tangan dan lepaskan (jika kulit turun
kembali dengan cepat apabila terhidrasi dengan
baik)
 Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan
respon haus
 Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urin
 Cek grafik asupan dan pengeluaran berkala

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 | 9


DOI Jurnal

3 00103 Gangguan menelan b.d 1010 Status Menelan 1050 Pemberian Makan
abnormalitas jalan napas atas, Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
laring, orofaring, gangguan Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Identifikasi diet yang disarankan
neuromaskular Skala Indikator :  Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
101001 Mempertahankan makanan di mulut selama makan
1 2 3 4 5 NA  Identifikasi adanya refleks menelan, jika
101003 Produksi ludah diperlukan
1 2 3 4 5 NA  Catat asupan dengan tepat
101004 Kemampuan mengunyah  Dorong orangtua/keluarga untuk menyuapi
1 2 3 4 5 NA pasien
101009 Durasi makan dengan respek pada
jumlah yang dikonsumsi 2380 Manajemen Obat
1 2 3 4 5 NA Aktivitas-aktivitas :
101010 Reflek menelan sesuai dengan  Monitor efektifitas cara pemberian obat yang
waktunya 1 2 3 4 5 NA sesuai
101016 Penerimaan makanan  Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
1 2 3 4 5 NA  Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
101011 Perubahan kualitas suara
 Monitor efek samping obat
1 2 3 4 5 NA
 Ajarkan pasien dan/atau anggota keluarga
101017 Tidak nyaman dengan
mengenai metode pemberian obat yang sesuai
menelan 1 2 3 4 5
NA
1100 Manaejemen Nutrisi
Aktivitas-aktivitas :
 Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki pasien
 Monitor kalori dan asupan makanan
 Berikan arahan bila diperlukan

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

4 00026 Kelebihan volume cairan 0601 Keseimbangan Cairan 4200 Terapi Intravena
b.d gangguan mekanisme regulasi Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Verifikasi perintah untuk terapi IV
Skala Indikator :  Intruksikan pasien tentang prosedur
060101 Tekanan darah  Jaga teknik aseptik dengan ketat
1 2 3 4 5 NA  Berikan pengobatan IV, sesuai yang diresepkan,
060122 Denyut nadi radial dan monitor untuk hasilnya
1 2 3 4 5 NA  Monitor kecepatan aliran intravena dan area
060102 Tekanan arteri rata-rata intravena selama pemberian infus
1 2 3 4 5 NA  Monitor tanda-tanda vital
060103 Tekanan vena sentral  Monitor tanda dan gejala plebitis dan infeksi
1 2 3 4 5 NA lokal
060107 Keseimbangan intake dan output dalam  Dokumentasikan terapi yang diberikan, sesuai
24 jam prosedur di institusi
1 2 3 4 5 NA
060109 Berat baadan stabil 1260 Manaejemen Berat Badan
1 2 3 4 5 NA Aktivitas-aktivitas :
060116 Turgor kulit
 Hitung berat badan pasien
1 2 3 4 5 NA
 Hitung persentase lemak ideal pasien
060117 Kelembaban membran mukosa
1 2 3 4 5 NA  Bantu pasien membuat perencanaan makanan
060118 serum elektrolit yang seimbang dan konsisten dengan jumlah
1 2 3 4 5 NA energi yang dibutuhkan setiap harinya
060115 Kehausan
1 2 3 4 5 NA 4130 Monitor Cairan
060123 Kram otot Aktivitas-aktivitas :
1 2 3 4 5 NA  Cek grafik asupan dan pengeluaran berkala

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

5 00176 Inkontinensia urine aliran 0502 Kontinensia Urin 0610 Perawatan Inkontinensia Urin
berlebih b.d hiperkontraksilitas Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
detrusor Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Identifikasi faktor apa saja penyebab
Skala Indikator : inkontinensia pada pasien
050201 Mengenali keinginan untuk berkemih  Jaga privasi pasien saat berkemih
1 2 3 4 5 NA  Jelaskan penyebab terjadinya inkontinensia dan
050202 Menjaga pola berkemih yang rasionalisasi setiap tindakan yang dilakukan
teratur 1 2 3 4 5 NA  Monitor eliminasi urin, meliputi frekuensi,
050203 Respon berkemih sudah tepat waktu konsistensi, bau, volume dan warna urin
1 2 3 4 5 NA  Diskusikan bersama pasien mengenai prosedur
050204 Berkemih pada tempat yang tindakan target yang diharapkan
tepat 1 2 3 4 5 NA  Bantu untuk meningkatkan atau
050209 Mengosongkan kantong kemih mempertahankan harapan pasien
sepenuhnya  Sediakan popok kain yang nyaman dan
1 2 3 4 5 NA melidungi
050215 Mengkonsumsi cairan dalam jumlah  Bersihkan kulit sekitar area genitalia secara
yang cukup teratur
1 2 3 4 5 NA  Berikan umpan balik jika inkontinensia
050207 Urin merembes ketika membaik
berkemih 1 2 3 4 5 NA
 Batasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur
050214 Infeksi saluran kemih
 Berikan obat-obatan diuretik sesuai jadwal
1 2 3 4 5 NA
minimal untuk mempengaruhi irama sirkandian
tubuh
 Intruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat
pola dan jumlah urin output
 Batasi makanan yang mengiritasi kandung
kemih

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

6 00146 Ansietas b.d pajanan pada 1211 Tingkat Kecemasan 5820 Pengurang Kecemasan
toksin, ancaman pada status terkini, Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
krisis situasi Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Gunakan pendekatan yang tenang dan
Indikator : meyakinkan
121105 Perasaan gelisah  Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang
1 2 3 4 5 NA akan dirasakan yang mugkin akan dialami klien
121101 Tidak dapat beristirahat selama prosedur dilakukan
1 2 3 4 5 NA  Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif
121122 Gangguan tidur klien
1 2 3 4 5 NA  Dorong Keluarga untuk mendampingi klien
dengan cara yang tepat
2008 Status Kenyamanan  Kaji untuk tanda verbal dan nonverbal
Skala Target Outcomes : kecemasan
Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Berikan objek yang menunjukkan perasaan
Indikator : aman
200806 Dukungan sosial dari keluarga  Dengarkan klien
1 2 3 4 5 NA
200808 Hubungan Sosial 5380 Peningkatan Keamanan
1 2 3 4 5 NA Aktivitas-aktivitas :
200812 Mampu mengkomunikasikan kebutuhan  Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
1 2 3 4 5 NA  Fasilitasi orang tua agar dapat menginap
bersama anak yang dirawat di rumah sakit
 Dengarkan ketakutan keluarga pasien
 Diskusikan situasi khusus atau individu yang
mengancam pasien atau keluarga
 Bantu pasien/keluarga mengidentifikasi faktor
apa yang meningkatkan rasa keamanan

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

7 00004 Resiko infeksi b.d proses 0702 Status Imunitas 6530 Manajemen Imunisasi/Vaksinisasi
penyakit Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Ajarkan pada orang tua imunisasi yang
Skala Indikator : direkomendasikan bagi anak, cara
070207 Suhu tubuh imunisasinya, alasan dan kegunaan dari
1 2 3 4 5 NA imunisasi, efek samping dari reaksi yang
070211 Imunisasi saat ini mungkin terjadi
1 2 3 4 5 NA  Ajarkan pada individu/keluarga mengenai
070221 Skrining untuk infeksi saat vaksinasi yang diperlukan jika ada paparan atau
ini 1 2 3 4 5 NA insiden khusus
070212 Titer antibodi  Sediakan informasi mengenai vaksin yang
1 2 3 4 5 NA disampaikan oleh pusat pencegahan dan kontrol
070213 Reaksi uji kulit terhadap penyakit
paparan 1 2 3 4 5 NA  Sediakan dan perbarui catatan terkait tanggal
070214 Jumlah sel darah putih absolut dan tipe imunisasi
1 2 3 4 5 NA  Jadwalkan imunisasi sesuai tenggang waktu
070215 Jumlah sel darah putih diferensial yang ada
1 2 3 4 5 NA
070201 Infeksi berulang 5602 Pengajaran : Proses Penyakit
1 2 3 4 5 NA Aktivitas-aktivitas :
 Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga
terkait dengan proses penyakit yang spesifik
 Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana
hubungannya dengan anatomi dan fisiologi,
sesuai kebutuhan
 Review pengetahuan pasien mengenai
kondisinya
 Hindari memberikan harapan yang kosong

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

8 00051 Hambatan komunikasi 0902 Komunikasi 5440 Peningkatan Sistem Dukungan


verbal b.d gangguan fisiologis, Skala Target Outcomes : Aktivitas-aktivitas :
hambatan fisik Dipertahankan pada ….. Ditingkatkan ke …..  Identifikasi respon psikologis terhadap situasi
Skala Indikator : dan ketersediaan sistem dukungan
090201 Menggunakan bahasa tertulis  Identifikasi tingkat dukungan keluarga,
1 2 3 4 5 NA dukungan keuangan, dan sumber daya lainnya
090202 Menggunakan bahasa lisan  Identifikasi sumberdaya yang tersedia terkait
1 2 3 4 5 NA dengan dukungan pemberi perawatan
090203 Menggunakan foto dan  Jelaskan kepada pihak penting lain bagaimana
gambar 1 2 3 4 5 mereka dapat membantu
NA
090204 Menggunakan bahasa 0180 Manajemen Energi
isyarat 12 3 4 5 NA Aktivitas-aktivitas :
090205 Menggunakan bahasa non verbal  Kaji status fisiologi pasien yang menyebabkan
1 2 3 4 5 NA kelelahan sesuai dengan konteks usia dan
090206 Mengenali pesan yang perkembangan
diterima 1 2 3 4 5  Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan
NA secara verbal mengenai keterbatasan yang
090210 Interpretasi akurat terhadap pesan yang dialami
diterima  Gunakan instrumen yang valid untuk mengukur
1 2 3 4 5 NA kelelahan
090208 Pertukaran pesan yang akurat dengan  Perbaiki defisit status fisiologis sebagai
orang lain prioritas utama
1 2 3 4 5 NA  Monitor/catat waktu dan lama istirahat/tidur
pasien
 batasi jumlah dan gangguan pengunjung,
dengan tepat

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018 |


DOI Jurnal

Kesimpulan Izza, N., & Soenarnatalina. (2015). Analisis


Difteri merupakan salah satu penyakit Data Spasial Penyakit Difteri di
toksik yang berbahaya dan menular Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 DAN
(Contagious Disease). Penyakit ini 2011. Buletin Penelitian Sistem
diakibatkan oleh infeksi bakteri Kesehatan, 18(2), 211–219.
Corynebacterium Diphtheriae, yakni kuman
yang menginfeksi saluran pernafasan, Kartono, B. (2007). Hubungan Lingkungan
terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian Rumah Dengan Kejadian Difteri Pada
antara hidung dan faring/tenggorokan) dan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di
laring. Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2005 –
Difteri dapat menular melaui 2006 dan di Kabupaten Garut Bulan
beberapa hal seperti kontak hubungan dekat, Januari Tahun 2007. Universitas
melalui udara yang tercemar oleh penderita Indonesia, Jakarta.
yang akan sembuh, serta melalui batuk dan Lestari, K. S. (2012). Faktor-faktor yang
bersin dari si penderita. Kebanyakan Berhubungan Dengan Kejadian Difteri
penderita difteri adalah anak-anak yang di Kabupaten Siduarjo. Universitas
berusia di bawah 15 tahun dengan usia rentan Indonesia, Jakarta.
yakni 2-10 tahun, dan dalam beberapa
kejadian kasus difteri berakibat fatal hingga Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I.,
menimbulkan kematian. Selain menjaga & Setiowulan, W. (Ed.). (2007). Kapita
kebersihan lingkungan pemberian vaksin Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
defteri saat imunisasi merupakan salah satu Aesculapius.
upaya dari menghindari serangan virus ini. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., &
Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Daftar Pustaka Classifications (NOC). (I. Nurjannah &
R. D. Tumanggor, Penerj.) (5 ed.).
Alfina, R., & Isfandiari, M. A. (2015). Faktor
Jakarta: Moco Media.
yang Berhubungan Dengan Peran Aktif
Kader Dalam Penjaringan Kasus Muryani, Machfoedz, I., & Hasan, M. N.
Probable Difteri. Jurnal Berkala (2013). Tingkat Pengetahuan Ibu
Epidemiologi, 3(3), 353–365. Tentang Difteri Berhubungan Dengan
Perilaku Pencegahan Penyakit Difteri Di
Amindoni, A. (2017). Wabah Difteri di 20
Dusun Ngrame Kasihan Bantul. Jurnal
Provinsi: Lima Hal yang Perlu Anda
Ners dan Kebidanan Indonesia, 1(2),
Ketahui. Diambil 5 Januari 2018, dari
61–65. Diambil dari
http://www.bbc.com/indonesia/majalah-
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/J
42215042
NKI/ article/view/239/231
Bulechek, G. M., Butcher, H. K.,
NANDA Internasional. (2015). Diagnosis
Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
(2016). Nursing Interventions
2015-2017. (T. H. Herdman & S.
Classification (NIC). (I. Nurjannah & R.
Kamitsuru, Ed., B. A. Keliat, H. D.
D. Tumanggor, Penerj.) (6 ed.). Jakarta:
Windarwati, A. Pawirowiyono, & A.
Moco Media.
Subu, Penerj.) (10 ed.). Jakarta: EGC.
Faisal. (2017). Waspada Penyakit Difteri
Pasarpolis, Jurnal. (2017). Waspadai
“Sepanjang 2017 Puluhan Anak
Penyakit Difteri, Bahaya yang
Meninggal Karena Difteri.” Diambil 5
Mengintip. Diambil 5 Januari 2018, dari
Januari 2018, dari
https://jurnal.pasarpolis.com/2017/12/19
http://www.jurnalmediaindonesia.com/2
/waspadai-penyakit-difteri-bahaya-
017/12/waspada-penyakit-difteri-
yang-mengintip/
sepanjang-2017.html

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018|


DOI Jurnal

Pediatri, Jurnal. (2017). Gejala dan Sudoyo, A. W. (2009). Buku Ajar Ilmu
Penanganan Difteri. Diambil 5 Januari Penyakit Dalam Jilid 2 (5 ed.). Internal
2018, dari https://jurnalpediatri.com/ Publishing.
2017/12/09/gejala-dan-penanganan-
difteri/ Utama, F., Chatarina, & Martini, S. (2012).
Determinan Kejadian Difteri Klinis
Rusmil, K., Chairulfatah, A., Fadlyana, E., & Pasca Sub Pin Difteri Tahun Di
Dhamayanti, M. (2011). Wabah Difteri Kabupaten Bangkalan. Jurnal Berkala
di Kecamatan Cikalong Wetan, Epidemiologi, 2(1), 71–82. Diambil dari
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, http://journal.unair.ac.id/download-
Indonesia. Sari Pediatri, 12(6), 397–403. fullpapers-jbe0aa2479ea6full.pdf
Sari, P. M., & Zain, I. M. (2012). Pengaruh
Kondisi Sanitasi Rumah, Status
Imunisasi, dan Pengetahuan Ibu
Terhadap Kejadian Difteri pada Bayi di
Kota Surabaya.

Muhamad Andika Sasmita Edisi : Januari 2018|

Anda mungkin juga menyukai