Anda di halaman 1dari 18

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA – GAGASAN TERTULIS

PENYULUHAN HEALTH & LAW BELIEF MODEL SEBAGAI UPAYA


MENGATASI DAMPAK PSIKOSOSIAL KEKERASAN SEKSUAL ANAK
UNTUK PKSAI (PUSAT KESEJAHTERAAN ANAK INTEGRATIF)
KABUPATEN BLORA

BIDANG KEGIATAN
PKM-GT

Disusun oleh :
Zuyyina Hasna Millenia (30301800388)

Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Islam Sultan Agung

Semarang, 2020
PENGESAHAN USULAN PKM-GAGASAN TERTULIS

Judul Kegiatan : Penyuluhan Health & Law Believe Model Sebagai upaya
mengatasi Dampak Psikososial Kekerasan Seksual Anak Untuk
PKSAI Kabupaten Blora

Bidang Kegiatan : PKM-GT

Pelaksana Kegiatan

Nama Lengkap : Zuyyina Hasna Millenia

NIM : 30301800388

Jurusan

Program Studi : Ilmu Hukum

Perguruan Tinggi : Universitas Islam Sultan Agung

Alamat Rumah : Jl. Agil Kusumodyo no.15B Blora

No. Telp/Hp : 081246237018

Alamat Email : hasnamillenia@gmail.com

Tahun Penulisan : 2020

Dosen Pedamping

Nama Lengkap : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H

NIP : 0602057803

Alamat Rumah dan HP : Jl. Kelapa Sawit 11/97 Plamongan Indah, Semarang, (024) 76737319
081901453309

Blora, 14 Oktober 2020


Menyetujui,

Wakil Dekan Fakultas Hukum, Ketua Pelaksana Kegiatan,

(Dr. Hj. Widayati, S.H, M.H) (Zuyyina Hasna Millenia)


NIP/NIK. 210391031 NIM. 30301800388

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Dosen Pedamping

(Muhammad Qomaruddin, ST.,M.Sc., Ph.D) Dr. Ira Alia Maerani, S.H.,M.H


NIP/NIK. 210600023 NIP/NIK. 0602057803
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan gagasan tertulis yang berjudul “Penyuluhan Health & Law Believe Model
Sebagai Upaya Mengatasi Dampak Psikososial Kekerasan Seksual Anak Untuk PKSAI
Kabupaten Blora”
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri yang telah berusaha menyelesaikan
gagasan tertulis ini. Ucapan terima kasih saya juga sampaikan kepada Allah SWT karena telah
memberikan kelancaran, sehingga karya ini bisa terselesaikan dengan baik. Tidak lupa, terima
kasih saya haturkan kepada dosen pembimbing karena dengan bantuan beliau maka gagasan ini
dapat terselesaikan dengan baik yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menuangkan seluruh ide, gagasan,dan kreatifitasnya dalam mengembangkan inovasi
pengembangan metode Health & Law Believe Model sebagai upaya mengatasi dampak
psikososial kekerasan seksual anak.
Penulis mengharapkan gagasan tertulis ini dapat memberikan manfaat yang besar untuk
memberikan edukasi terhahap masyarakat umum untuk mencegah atau menangani yang
terdampak kekerasan seksual yang terjadi pada anak. Penulis mengharapkan agar gagasan tertulis
ini dapat menjadi bahan dasar penelitian untuk PKM selanjutnya dan memberikan inspirasi bagi
semua masyarakat umum.

Blora,14 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................................................... I
PENGESAHAN USULAN PKM-GAGASAN TERTULIS................................................................................II
KATA PENGANTAR....................................................................................................................................... III
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... IV
RINGKASAN.................................................................................................................................................... V
I. PENDAHULUAN...................................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................................................1
B. TUJUAN...........................................................................................................................................................3
C. MANFAAT....................................................................................................................................................... 3
II. GAGASAN................................................................................................................................................ 4
A. KEKERASAN SEKSUAL ANAK (CHILD SEXUAL ABUSE)................................................................................4
B. DAMPAK PSIKOSOSIAL BAGI KORBAN ANAK TINDAK KEKERASAN SEKSUAL...........................................5
C. PARTISIPAN PROGRAM PENYULUHAN HEALTH & LAW BELIEF MODEL....................................................6
D. UPAYA PENINDAKAN KEKERASAN SEKSUAL ANAK DENGAN PENDEKATAN HEALTH & LAWBELIEVE
MODEL....................................................................................................................................................................7
III. KESIMPULAN..................................................................................................................................... 9
IV. DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................... 10
V. LAMPIRAN............................................................................................................................................ 11

RINGKASAN
Kabupaten Blora masuk dalam kategori 3 besar daerah yang memiliki angka kekerasan
perempuan dan anak di Jawa Tengah, tercatat pada tahun 2016 – Februari 2017 di Blora
terdapat 17 kekerasan seksual. Menurut daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
(DTKS) Kementerian Sosial, bahwa data kekerasan anak di Kabupaten Blora Tahun
2016-2019, yaitu terinci data kekerasan seksual pada tahun 2016 sebanyak 8 kasus.
Tahun 2017 sebanyak 9 kasus. Tahun 2018 ada 11 kasus dan tahun 2019 ada 6 kasus.
Jumlah kasus itu ada di beberapa kecamatan di antaranya Blora, Sambong, Cepu,
Kedungtuban, Randublatung, Jati, Kunduran, Ngawen dan Japah. Dan selain itu juga
pada tahun ini 2020 ada 5 kasus, yakni dari kecamatan Kunduran, Blora dan
Kedungtuban.

Menanggapi kejadian hal tersebut mengutip sumber berita majalah-me.com, Kepala


Seksi Perlindungan Anak, mewakili Kepala Dinsos P3A Kabupaten Blora Indah
Purwaningsih yaitu Wahyu Titis Prasetyawan memerikan respon terkait kasus
kekerasan seksual yang terjadi pada anak bahwa upaya pendampingan korban
kekerasan seksual anak dilakukan dengan pedampingan psikolog dari klinik psikologi
RSUD dr. R. Soetijono Blora untuk pemulihan kondisi psikologis kejiwaan korban
tindak kekerasan seksual serta upaya saling bekerja sama dengan Puskesmas Medang
untuk memastikan janin dalam kandungan bisa lahir dengan selamat termasuk
mengupayakan hak sipil, yaitu akta kelahiran bisa terpenuhi, dan pendampingan proses
kasusnya di pengadilan agama. (Kurniadi, 2020) Sehingga, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Blora (DPRD Blora) dengan persetujuan bersama Bupati Blora
Djoko Nugroho menerbitkan dan mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten Blora
Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan Dan Anak
Korban Kekerasan. Hal ini untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.

Health & Law Believe Model ini merupakan metode pendekatan yang diberikan secara
langsung kepada anak yang terdampak kekerasan seksual berupa penyembuhan secara
mental dan perlindungan hukum terhadap korban sebagaimana cara penyelesaianya
memberikan ruang dialog dengan cara melakukan permainan dengan perantara benda
yang dimainkan bagi siapa yang kalah diantara 2 pihak akan diberikan opsi truth &
dare. Truth artinya kebenaran, misal anak (korban kekerasan seksual) yang kalah
memilih opsi truth maka sebagai yang pewawancara memberikan tantangan kepada
anak agar mempertanggungjawabkan pilihanya, untuk memancing pihak korban dengan
memberikan pertanyaan dan menjawabnya. Cara ini digunakan untuk mengidentifikasi
perilaku kesehatan pada korban yang berkaitan dengan perilaku dalam mengatasi
dampak psikososial akibat kekerasan seksual yang pernah dialaminya, sehingga ruang
dialog yang digunakan tidak membuat anak merasa tertekan dan diharapkan bisa
membuat nyaman dalam proses tersebut. Sebaliknya, untuk dare menyuruh korban,
misal menulis di buku gambar untuk menggambar benda/hal yang dialami oleh anak
(korban kekerasan seksual) yang membuat trauma.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi di Indonesia menunjukan ruang aman
bagi perempuan khususnya anak, tidak lagi mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Hal
tersebut dapat dibuktikan ketika pembahasan RUU PKS (Rancangan Undang Undang
Penghapusan Kekerasan Seksual) ditarik dari Prolegnas di tengah meningkatnya kasus
kekerasan seksual dalam masa Covid-19. Mengutip data pada sistem Informasi Online
Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) dari 1 Januari hingga 18 Agustus 2020
menunjukkan, terjadi 4.833 kasus kekerasan seksual terhadap anak, baik perempuan dan laki-
laki. Selain itu, Kabupaten Blora masuk dalam kategori 3 besar daerah yang memiliki angka
kekerasan perempuan dan anak di Jawa Tengah, tercatat pada tahun 2016 – Februari 2017 di
Blora terdapat 17 kekerasan seksual.

Kekerasan seksual pada anak tidak akan terjadi jika pemerintah ada inisiatif untuk bekerja
sama dan mendesak pihak legislatif selaku wakil rakyat yang mempunyai wewenang khusus
untuk menciptakan produk hukum untuk melindungi korban yang pernah mengalami tindak
kekerasan seksual, verbal maupun non-verbal. Selain itu, Masyarakat juga harus berkolaborasi
bersama Akademisi/Praktisi yang mempunyai bidang ilmu dan keahlian, untuk memberikan
edukasi serta penyuluhan pentingnya mengetahui sex education atau pendidikan seks sebagai
upaya preventif adanya tindak kekerasan seksual.

Presepsi masyarakat menganggap tabu atau hal yang masih memalukan untuk
memperkenalkan pendidikan seks bagi anak, dampaknya membuat anak tidak bisa mengetahui
jenis kekerasan seksual yang pernah dialaminya. Bahkan, pelaku pencabulan terhadap anak di
bawah umur bisa dilakukan oleh orang terdekat sekalipun yang bisa melibatkan ayah kandung,
ayah tiri, saudara, dan kerabat sekalipun. Bentuk modus penyerangan yang dilakukan itu,
bujuk rayu hingga ancaman. Faktor pemicu kekerasan seksual bisa terjadi, karena pelaku
pencabulan anak sering melihat atau terpengaruh konten porno dan bisa saja hasrat seksual
pada si pelaku tidak bisa tersalurkan disebabkan istri yang sibuk bekerja. Di zaman
perkembangan teknologi yang makin pesat, mudah sekali mengakses situs situs porno hanya
dengan memiliki gawai serta bermodal internet. Maka, orangtua dituntut harus bisa
meningkatkan fungsi pengawasan dan pemahaman pendidikan seks terhadap anak. Namun,
masih ada kesulitan yang dihadapi oleh orang tua ketika memberikan penjelasan pendidikan
seks terhadap anak ketika menjawab pertanyaan anak- anaknya yang berkaitan dengan seksual
biologisnya, ini disebabkan karena masalah umur. Sehingga, orangtua cenderung dialihkan ke
hal hal yang kurang rasional dan membuat anak semakin gencar mengejar dengan pertanyaan
yang lebih rumit. Maka, Hal yang harus perlu diperhatikan orang tua mempunyai waktu untuk
bermain serta berdialog dengan anak sangat perlu untuk membangun sebuah hubungan
keluarga yang harmonis karena mendorong anak mau terbuka dan bercerita tentang aktivitas di
luar sekolah atau ketika sedang mengalami pembelajaran di sekolah termasuk perbuatan yang
dilakukan oleh orang lain terhadapnya.

Pendidikan seks perlu diajarkan itu karena bisa memberikan edukasi terhadap anak tentang
bagian vital mana saja yang boleh atau tidak boleh dipegang oleh orang lain, khususnya
edukasi pendidikan seks tidak hanya untuk anak, orang tua, bahkan masyarakat umum juga
berhak tahu. Sehingga pemerintah beserta akademisi/praktisi/stakeholder harus gencar
menyosialisasikanya.

Bahkan korban kekerasan seksual tidak hanya dialami oleh perempuan saja, laki laki juga bisa
menjadi korban oleh pedofil. Sehingga, untuk melindungi terjadinya kekerasan anak,
Kabupaten Blora pada tanggal 23 Februari 2020 akhirnya meresmikan PKSAI (Pusat
Kesejahteraan Sosial Anak Integratif) sebagai layanan integrasi penanganan tindak kekerasan,
eksploitasi, penelantaran dan perlakuan yang salah kepada anak, yang meruapakan salah satu
bentuk pemenuhan hak anak atas perlindugan untuk memberikan respon jika ada kasus
kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran anak.

Pengaturan kekerasan seksual saat ini sudah dirumuskan dalam berbagai peraturan hukum
positif di Indonesia, beberapa peraturan disebutkan antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Dari Komnas Perempuan juga memberikan beberapa jenis kekerasan seksual berdasarkan
tindak pidana dalam perundang undangan dan di dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,
yakni; Pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan penggunaan kontrasepsi, pemaksaan
melakukan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, paksaan pelacuran, perbudakan seksual,
dan penyiksaan seksual. Sebagaimana, menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Pasal 1
angka 5 disebutkan anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun, dan
termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Hal ini dikarenakan, dalam proses investigasi saat melakukan wawancara dengan pihak
(korban) anak yang terdampak kekerasan seksual itu, sangat sulit untuk diajak bekerja sama.
Sebab, anak belum ampu mengatasi dan mengendalikan emosi. Maka, penggunaan metode
dengan pendekatan health & law believe model ini diharapkan bisa memberikan pedampingan
dan ruang advokasi bagi korban.
B. Tujuan
Tujuan penulisan ini disebutkan sebagai berikut
1. Mengulas gambaran mengenai kekerasan seksual terjadi pada anak
2. Mengulas faktor pemicu kekerasan seksual bagi anak
3. Mengulas dampak psikososial bagi korban anak tindak kekerasan seksual
4. Menganalisis upaya penindakan kekerasan seksual anak dengan pendekatan
health & law believe model
C. Manfaat
Manfaat penulisan ini disebutkan sebagai berikut
1. Memberikan edukasi mengenai karakteristik kekerasan seksual pada anak
2. Memberikan pemahamanan dengan penindakan kekerasan seksual anak melalui metode
pendekatan health & law believe model
II. GAGASAN
A. Kekerasan Seksual Anak (Child Sexual Abuse)

Mengadopsi definisi WHO (World Health Organization) definisi kekerasan seksual anak yang
dirumuskan pada tahun 1999, menyatakan bahwa;
“Kekerasan seksual anak adalah keterlibatan seorang anak dalam kegiatan seksual yang tidak
sepenuhnya ia pahami, tidak dapat memberikan persetujuan yang terinformasi, atau yang
karenanya sang anak tidak siap secara perkembangan dan tidak dapat memberikan persetujuan,
atau yang melanggar hukum atau tabu sosial masyarakat. Perundungan seksual anak dibuktikan
oleh kegiatan ini antara seorang anak dan orang dewasa atau anak lain yang berdasarkan usia
atau perkembangan adalah dalam hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kuasa, kegiatan
yang dimaksudkan untuk memuaskan atau memuaskan kebutuhan orang lain.”
Bentuk bentuk kekerasan seksual pada anak bisa berupa bentuk kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan sosial, dan kekerasan seksual, tergambar dalam bagan di bawah ini :

Kekerasan psikis ; penghardikan, Kekerasan Fisik ; penyiksaan,


penghinaan, penyampaian kata-kata pemukulan, penganiayaan terhadap
kasar dan kotor. (mental abuse) anak. yang menimbulkan luka fisik.

Kekerasan seksual ; pemaksaan Kekerasan Sosial ; Penelantaran anak


hubungan seksual(melalui kata, dan eksploitasi anak. Misalnya, anak
sentuhan, gambar visual, dipaksa untuk bekerja di pabrik yang
exhibisionism) membahayakan.
Menurut daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial, bahwa data
kekerasan anak di Kabupaten Blora Tahun 2016-2019. yaitu terinci data kekerasan seksual pada
tahun 2016 sebanyak 8 kasus. Tahun 2017 sebanyak 9 kasus. Tahun 2018 ada 11 kasus dan tahun
2019 ada 6 kasus. Jumlah kasus itu ada di beberapa kecamatan di antaranya Blora, Sambong,
Cepu, Kedungtuban, Randublatung, Jati, Kunduran, Ngawen dan Japah. Dan selain itu juga pada
tahun ini 2020 ada 5 kasus, yakni dari kecamatan Kunduran, Blora dan Kedungtuban.

KEKERASAN SEKSUAL ANAK


KABUPATEN BLORA 2016 - 2020

11
9
Jumlah kasus

7
5
3
1
2016 2017 2018 2019 2020
Jumlah Kasus 8 9 11 6 5

Tahun

Sumber data: https://www.blorakab.go.id/index.php/public/berita/detail/2097/pendampingan-


psikologi-korban-kekerasan-anak-diintensifkan

B. Dampak Psikososial Bagi Korban Anak Tindak Kekerasan Seksual


Dalam aspek ini, dampak yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual anak baik secara psikologi
maupun sosial yang pernah mengalami kekerasan seksual bisa berdampak pada dampak jangka
pendek maupun dampak jangka panjang yang mepengaruhi kondisi anak
1. Dampak jangka pendek anak bisa mengalami mimpi buruk, ketakutan yang mungkin
akan berlebihan kepada orang lain, dan konsentrasi daya pikir anak bisa menurun
sehingga akhirnya akan berdampak pada kesehatan dalam kehidupan sehari hari.
2. Dampak jangka panjang Ketika dewasa nanti ia akan mengalami fobia pada
hubungan seks atau bahkan yang parahnya lagi dia akan terbiasa dengan kekerasan
sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak
tersebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.
Dampak psikologis-sosial yang ditemukan pada korban kekerasan bisa berupa antara lain
yaitu:
1. Traumatik yang bisa berkepanjangan, seperti merasa cemas, ketakutan, depresi, selalu
waspada, terus terbayang bila melihat kasus yang mirip, sering melamun, murung, mudah
menangis, dan bisa sulit tidur sampai mimpi buruk.
2. Hilangnya rasa percaya diri, untuk bertindak merasa tidak berdaya, minat untuk merawat
diri, tidak teratur pola hidup yang dijalani.
3. Menurun konsentrasi seseorang, sering melakukan perbuatan ceroboh, rendah diri dan
tidak yakin dengan kemampuan yang ada.
4. Pendiam, enggan untuk ngobrol, sering mengurung diri di kamar, hilangnya keberanian
dalam berpendapat dan bertindak, serta selalu merasa kebinggungan dan mudah lupa.
5. Sering menyakiti diri sendiri dan melakukan percobaan bunuh diri.
6. Berperilaku berlebihan dan tidak lazim dan cenderung sulit mengendalikan diri, agresif,
menjadi karakter yang tempramen dan emosi kasar dalam berbicara maupun
bertindak.
Hal demikian dalam teori psikologi, yakni kebanyakan anak yang mengalami kekerasan
seksual merasakan kriteria psychological disorder yang disebut post-traumatic stress
disorder (PTSD), yang memunculkan gejala-gejala berupa ketakutan yang intens terhadap
sesuatu yeng membuka (korban) anak, kecemasan yang terlalu berlebih lebihan, dan emosi
yang kaku setelah terjadinya kejadian traumatis. Menurut Beitch-man ( (Tower, 2000) anak
yang mengalami kekerasan seksual itu membutuhkan waktu 1-3 tahun untuk terbuka pada
orang lain. Maka yang bisa dilakukan dalam upaya menyembuhkan trauma kekerasan
(korban) anak yakni dengan konseling, dengan melaksanakan kegiatan :
1. Menghindari hal yang mengingatkan kembali trauma. Hal ini bisa dilakukan
dalam jangka waktu dekat dan disertai dengan usaha yang lain.
2. Melakukan kegiatan menyenangkan yang dapat mengalihkan pikiran.
3. Memperhatikan diri sendiri. Dengan merawat fisik untuk tetap sehat, perasaan dan
pikiran kita akan terbawa menjadi sehat juga. Dengan makanan yang sehat dan
perilau hidup yang sehat akan menyediakan energi positif bagi pikiran dan jiwa.
4. Mengikuti kegiatan kelompok dukungan. Bersinergi dengan anggota
keluarga dan lingkungan sekolah.
5. Membicarakan dengan pendamping, konselor, atau psikolog.
C. Partisipan Program Penyuluhan Health & Law Belief Model
Pelaksanaan program pelaksanaan metode Health & Law Belief Model ini sebagai kegiatan
dalam mengupayakan untuk memberikan cara ketika anak yang mengalami kekerasan seksual
pada saat pelaksaan investigasi untuk mengidentifikasi perilaku dampak psikososial anak yang
menjadi korban kekerasan seksual dengan membuka ruang dialog yang digunakan untuk tidak
membuat anak merasa tertekan dan diharapkan bisa membuat nyaman dalam proses tersebut.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut butuh kerja sama mitra yang dapat diajak untuk bekerja
sama dalam memberikan kemudahan pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini. Beberapa pihak yang
dapat dipertimbangkan untuk menyukseskan pelaksanaan program ini, yakni sebagai berikut ;
A. Pemerintah
Pihak yang terlibat dan dimaksud dalam pemerintah, yakni Dinas Sosial Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Blora (DINSOS P3A), Unit Pelaksana
Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif Kabupaten Blora (UP PKSAI), Dinas
Kesehatan Kabupaten Blora, Psikolog Klinis, Konsultan Hukum, hingga diluar dari
pemerintah khusus orang tua/orang terdekat sebagai pedamping dari korban si (korban)
anak yang terkena dampak kekerasan seksual ikut berperan dalam hal ini. Pemerintah
dalam hal ini berperan sebagai; 1. Penanggung jawab dan pelindung pelaksanan program
kegiatan ini, 2. Pembuat atas kebijakan program ini untuk menunjang tercapai suksesnya
kegiatan, 3. Tim promosi, yang mempromosikan dan memperkenalkan program ini dalam
bentuk yang bisa dicerna oleh informan baik secara online maupun offline serta
diharapkan bisa secara langsung memberikan pengayoman dan pengarahan kepada anak
yang terkena dampak kekerasan sosial pada saat melaksanakan program ini tidak
membuat tertekan dan merasa terlindungi.

B. Tim pelaksana
Tim ini terdiri dari tim promosi dan tim penyuluhan. Tim promosi ini bertugas untuk
melakukan promosi dengan memberikan edukasi pemahaman dampak psikososial yang
terjadi kepada anak (korban) yang terkena kasus kekerasan sekual Sedangkan, Tim
penyuluhan bertugas dalam memberikan upaya pemberian materi penyuluhan dengan
metode health believe & law model.

C. Masyarakat umum
Kegiatan ini bisa didukung jika adanya pastisipasi pihak masyarakat yang sangat peduli
isu kekerasan seksual yang tidak jarang terjadi pada anak, diharapkan masyarakat bisa
menjadi pelaku penggerak dalam menyosialisasikan adanya program in
D. Upaya Penindakan Kekerasan Seksual Anak Dengan Pendekatan Health &
LawBelieve Model

Health & Law Believe Model ini merupakan metode pendekatan yang diberikan secara
langsung kepada anak yang terdampak kekerasan seksual berupa penyembuhan secara
mental dan perlindungan hukum terhadap korban sebagaimana cara penyelesaianya
memberikan ruang dialog dengan cara melakukan permainan dengan perantara benda
yang dimainkan bagi siapa yang kalah diantara 2 pihak akan diberikan opsi truth &
dare. Truth artinya kebenaran, misal anak (korban kekerasan seksual) yang kalah
memilih opsi truth maka sebagai yang pewawancara memberikan tantangan kepada
anak agar mempertanggungjawabkan pilihanya, untuk memancing pihak korban dengan
memberikan pertanyaan dan menjawabnya. Cara ini digunakan untuk mengidentifikasi
perilaku kesehatan pada korban yang berkaitan dengan perilaku dalam mengatasi
dampak psikososial akibat kekerasan seksual yang pernah dialaminya, sehingga ruang
dialog yang digunakan tidak membuat anak merasa tertekan dan diharapkan bisa
membuat nyaman dalam proses tersebut. Sebaliknya, untuk dare menyuruh korban,
misal menulis di buku gambar untuk menggambar benda/hal yang dialami oleh anak
(korban kekerasan seksual) yang membuat trauma.

Ada beberapa metode pendekatan upaya penindakan kekerasan yang dialami oleh anak
yang terdampak kekerasan seksual dengan metode ini, yakni;

a. Isyarat bertindak perilaku korban


Hal ini, mengidentifikasi anak (korban) kekerasan seksual mengenai perilaku
setelah mengalami kekerasan seksual. Dalam tingkatan ini anak perlu adanya
bimbingan dari ahli psikolog klinis yang memberikan penyembuhan dan
pemberian perlindungan terapi bagi anak yang masih trauma dengan melakukan
pendekatan dengan perantara pihak terdekat/ keluarga, dengan cara pelan pelan
sampai anak nyaman.
b. Presepsi kerentanan perilaku korban
Jika mencegah kekerasan seksual terjadi lagi pada (korban) anak, maka selama
pendekatan korban, korban diberikan penyuluhan tentang pendidikan seks sesuai
tahap umurnya melalui medium berupa audio visual yakni video kartun tentang
apa yang harus dipegang oleh orang lain kepada anak, dan yang tidak boleh
dipegang, memberikan informasi di dalam video kartun tersebut jika kekerasan
seksual dihindarkan pada si korban dengan menunjukkan/memperagakan
dengan emosi wajah/gerak tubuh jika ada orang asing yang mencurigakan untuk
menghasut si korban.
c. Presepsi keseriusan perilaku korban

Jika, korban menunjukkan adanya kerentanan dalam meluapkan emosi dengan


memperlihatkan kembali rasa trauma, kesedihan, dan ketakutan yang terjadi lagi
maka, untuk mencegah itu dibentuknya suatu kegiatan yang menunjang adanya
keaktifan dan kretivitas si anak yang menghasilkan suatu profit, missal melatih
menjahit, membuat kerajinan tangan, dll.. karena kesibukan yang dilakukan
(korban) anak bisa menghilangkan beban untuk mencegah munculnya rasa
trauma

d. Investigasi pada perilaku korban untuk melakukan story telling


Pada tahap ini, anak (korban) kekerasan seksual harus dipastikan rileks dan nyaman
terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara kepada anak. Kegiatan ini bisa
dilakukan dalam bentuk permainan melalui benda perantara mainan yang disukai
anak, permaianan yang dilakukan ada unsur truth dan dare dimana anak diberi
tantangan jika kalah dalam permaninan yang di sukai olehnya harus menerima
tantangan tersebut. Yakni dengan cara, truth untuk memberikan pertanyaan kepada
anak (korban) kekerasan seksual mengenai kejadian apa yang sudah dialami semasa
itu dengan memancing si anak untuk mempertanggungjawabkan tatanganya
tersebut. Sedangkan, untuk dare menyuruh korban, misal menulis di buku gambar
untuk menggambar benda/hal yang dialami oleh anak (korban kekerasan seksual) yang
membuat trauma.
e. Perlindungan Hukum Korban Kepada Pelaku Kekerasan Seksual

Banyak asumsi jika korban kekerasan seksual ini mendapatkan perlakuan yang mana
Sering kali dibuat kecewa oleh praktik – praktik penyelenggaraan hukum yang condong
lebih memperhatikan dan melindungi hak hak asasi tersangka, tetapi hak asasi korban
justru malah terabaikan sehingga sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka(2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
menyatakan bahwa korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik,
mental, atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU
35/2014) “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Maka anak perlu dilindungi khusus dari
pemerintah dan masyarakat umum untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual agak
tidak
terjadi lagi, karena Kekerasan pada anak adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan
penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Demikian yang disebut dalam Pasal1 angka 16 UU 35/2014. Selain itu, pelaku juga
harus diberikan hukuman dan sanksi yang seberat beratnya karena setiap orang itu dilarang
untukmenempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan terhadap anak (Pasal 76C UU 35/201) dan ancaman yang mana
sanksinya terdapat dalam Pasal 80 UU 35/2014.

III. KESIMPULAN
Kabupaten Blora masuk dalam kategori 3 besar daerah yang memiliki angka kekerasan
perempuan dan anak di Jawa Tengah, tercatat pada tahun 2016 – Februari 2017 di Blora
terdapat 17 kekerasan seksual. Sehingga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Blora (DPRD Blora) dengan persetujuan bersama Bupati Blora Djoko Nugroho
menerbitkan dan mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 3 Tahun
2017 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan.
Hal ini untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dengan menggunakan Health & Law Believe Model ini diharapkan metode pendekatan
ini dapat diberikan secara langsung kepada anak yang terdampak kekerasan seksual
berupa penyembuhan secara mental dan perlindungan hukum terhadap korban
sebagaimana cara penyelesaianya memberikan ruang dialog dengan cara melakukan
permainan dengan perantara benda yang dimainkan bagi siapa yang kalah diantara 2
pihak akan diberikan opsi truth & dare. Truth artinya kebenaran, misal anak (korban
kekerasan seksual) yang kalah memilih opsi truth maka sebagai yang pewawancara
memberikan tantangan kepada anak agar mempertanggungjawabkan pilihanya, untuk
memancing pihak korban dengan memberikan pertanyaan dan menjawabnya. Cara ini
digunakan untuk mengidentifikasi perilaku kesehatan pada korban yang berkaitan
dengan perilaku dalam mengatasi dampak psikososial akibat kekerasan seksual yang
pernah dialaminya, sehingga ruang dialog yang digunakan tidak membuat anak merasa
tertekan dan diharapkan bisa membuat nyaman dalam proses tersebut. Sebaliknya,
untuk dare menyuruh korban, misal menulis di buku gambar untuk menggambar
benda/hal yang dialami oleh anak (korban kekerasan seksual) yang membuat trauma.

IV. DAFTAR PUSTAKA

INTERNET

BloraNews.com.Anak Jalanan Rentan akan Kekerasan Seksual. https://www.bloranews.com/blora-


masuk-tiga-besar-kasus-kekerasan-perempuan-dan-anak-di-jateng/diakses tanggal 16 Januari 2017.

Blorakab.go.id. Pendampingan Psikologi Korban Kekerasan Anak Diintensifkan


https://www.blorakab.go.id/index.php/public/berita/detail/2097/pendampingan-psikologi-korban-
kekerasan-anak-diintensifkan tanggal 28 Juli 2020

Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Blora No. 3 Tahun 2017. Penyelenggaraan Perlindungan
Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.

BUKU

Aswidah R, Srimulyati E (2014). Darurat Kejahatan Seksual terhadap Anak . Jakarta: Komisi Nasional
HAM.

Bina Kesehatan Masyarakat, UNICEF (2007). Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan terhadap Anak
bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktur Bina Kesehatan Masyarakat dan UNICEF.
Sulistyaningsih E, Faturochman (2002). Dampak Sosial Psikologis Perkosaan. Buletin Psikologi.

JURNAL ILMIAH

World Health Organization (2003). Guidelines for Medico-legal Care for Victims of Sexual Violance.
Geneva: World Health Organization.

Wilson KA (2006). Sexual Assault and Posttraumatic Stress Disorder: A Review of The Biological,
Psychological and Sociological Factors and Treatments. Journal of Medicine

Rosenstock I, Becker HM (1990). The Health Belief Model and Personal Health Behavior. Charles B
Slanck Inc: New Jersey.
V. LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata

pelaksana
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Zuyyina Hasna Millenia
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Progam Studi Ilmu Hukum
4 NIM 30301800380
5 Tempat dan Tanggal Blora, 1 Januari 2000
Lahir
6 E-mail hasnamillenia@gmail.com
7 Nomor Telepon/HP 081246237018

B. Kegiatan Kemahasiswaan Yang Sedang/Pernah diikuti

No. Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan tempat

1. - - -

A. Penghargaan Yang Pernah Diterima


No. Jenis Penghargaan Pihak pemberi penghargaan Tahun
1. -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-GT
Semarang, 14 Oktober 2020
Pengusul

Zuyyina Hasna Millenia

Anda mungkin juga menyukai