Anda di halaman 1dari 287

Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Manajemen
Berbasis Sekolah

i
Manajemen Berbasis Sekolah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002


tentang Hak Cipta, Pasal 72 Ketententuan Pidana

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumpulkan atau memperbayak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mendengarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau
hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidanakan dengan pidana penjara.

ii
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Drs. Lukas Manu, M.Pd.


Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Manajemen
Berbasis Sekolah

iii
Manajemen Berbasis Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah


Penulis: Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Penata sampul: Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Penata letak: Zuvyati A. Tlonaen, S.S.

Hak cipta © pada Penulis

Penerbit Jusuf Aryani Learning


Jl. Flamboyan, No. 12, RT. 007, RW. 002, Lasiana
Kotamadya Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 85228
Telp. (0380) 8552354, Hp. 082232055550
e-mail. jal_penerbit@yahoo.com

Cetakan pertama, Mei 2017


xiv + 271; 15 x 21 cm

ISBN: 978-602-61202-5-0

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku


dalam bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit

iv
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Dipersembahkan kepada:

Isteri tercinta Nelfiet Manu-Giri


Anak-anak tersayang Theodora S. N. Manu, S.Pd., M.Pd.
bersama suaminya Jonathan Foeh, S.Pd., M.Pd.
Theofilus A. M. Manu, S.Pd., dan Frederika N. Manu
Mahasiswa/alumni FKIP UKAW Kupang

Drs. Lukas Manu, M.Pd.

Almamater tercinta
TK Artha Asih
SD GMIT Kabola
SMP Negeri 2 Kalabahi
SMA Kristen 1 Kalabahi
Universitas Kristen Artha Wacana
Universitas Negeri Surabaya

Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

v
Manajemen Berbasis Sekolah

vi
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Kata Pengantar

D ampak praktis dan positif yang dialami manusia dalam setiap


aspek kehidupan adalah kilatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek). Hampir disetiap dimensi
kehidupan mengalami hal yang sama, tidak terkecuali wilayah
sentral yaitu pendidikan. Dibalik kilatnya transformasi ini, tentu
menyisahkan perhelatan kompetisi yang semakin ketat. Negara-
negara berjibaku untuk menjadi yang terdepan dengan
memanfaatkan kemajuan Iptek, siapa yang tidak lihai, tentu akan
menyimak laksana penonton. Lantas siapa yang bangga dengan
status penonton selamanya? Tentu tidak, wajibnya kita juga
berpacu agar memproduksi inovasi-inovasi yang berdaya saing via
program-program pendidikan yang merata, ampuh, dan unggul.
Manajemen berbasis sekolah atau school based management
merupakan salah satu segmen yang muncul sebagai konsekuensi
logis dalam pemutakhiran organisasi pendidikan di Indonesia. Atas
kepercayaan yang tinggi, sekolah-sekolah “dikondisikan” sehingga
tidak bergantung sepenuhnya pada pemerintah selama
mendramatisasi dan menyelenggarakan peran dan fungsinya.
Pergeseran ini (asas sentralis ke desentralis) membuat gairah baru

vii
Manajemen Berbasis Sekolah

bagi segenap sumber daya manusia di sekolah guna


mengeksplorasi potensi-potensi secara merata untuk kepentingan
pendidikan. Serta sekolah memperluas jaringan silahturahmi dan
kerja sama yang apik dan erat lintas sektor agar mampu membawa
komponen organisasinya menuju puncak kualitas yang sejalan
dengan aspirasi masyarakat dan pemerintah.
Gagasan terbitan Jusuf Aryani Learning ini sekiranya dapat
memberi panduan praktis bagi pembaca yang hendak
mengidentifikasi lebih jauh tentang tips dan trik mengendalikan
dan mengembangkan sekolah untuk menjejali standar kualitas
pendidikan. Setidaknya ada delapan tajuk penting yang dapat
dinikmati pembaca, antara lain: 1) Manajemen berbasis sekolah
dan ruang lingkupnya, 2) Manajemen kurikulum, program
pembelajaran, dan pendekatan pengembangannya, 3) Kurikulum
pendidikan, 4) Kurikulum tingkat satuan pendidikan, 5) Kurikulum
2013, 6) Penilaian dan evaluasi dalam kurikulum 2013, 7)
Manajemen tenaga pendidik, dan 8) Manajemen pendukung
lainnya.
Kami selalu terbuka dan berbesar hati atas masukan dan
kritikan yang pembaca layangkan atas kerinduan karya ini menjadi
rujukan menarik dihadapan khalayak. Inilah asas keberlanjutan
proses diskusi dari pembaca dalam momen-momen akademik
terkait karya ini. Di atas segala syukur kepada Maha Kuasa,
kiranya kemunculan karya ini mampu memberi dampak
pengetahuan dan tindakan bagi pembaca guna menyajikan
pendidikan yang bertaraf untuk kesejahteraam masyarakat
Indonesia.

Kupang, 17 Januari 2017


Tim penulis,

viii
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Daftar Isi

Kata Pengantar | vii


Daftar Isi | ix
Daftar Tabel | xii
Daftar Gambar | xiv

Bab 1. Manajemen Berbasis Sekolah dan Ruang Lingkupnya


A. Konsep MBS | 2
B. Pengertian MBS | 8
C. Tujuan MBS | 13
D. Manfaat MBS | 14

Bab 2. Manajemen Kurikulum, Program Pembelajaran, dan


Pendekatan Pengembangannya
A. Manajemen kurikulum dan program pembelajaran | 17
B. Perkembangan pendekatan pengembangan kurikulum | 21

Bab 3. Kurikulum Pendidikan


A. Pengertian kurikulum secara teoritis | 30

ix
Manajemen Berbasis Sekolah

B. Pengertian kurikulum secara substansial | 34


C. Fungsi kurikulum dalam pendidikan di sekolah | 36
D. Komponen-komponen utama kurikulum | 40

Bab 4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


A. Landasan penyusunan KTSP | 49
B. Konsep dasar KTSP | 61
C. Tujuan KTSP | 64
D. Karakteristik KTSP | 65
E. Prinsip dan acuan pengembangan KTSP | 71

Bab 5. Kurikulum 2013


A. Model pengembangan kurikulum | 84
B. Dasar pemikiran perubahan KTSP menjadi
kurikulum 2013 | 90
C. Penyempurnaan pola pikir | 91
D. Karakteristik kurikulum 2013 | 92
E. Landasan pengembangan kurikulum 2013 | 93
F. Struktur program kurikulum | 98
G. Perangkat administrasi kurikulum | 122

Bab 6. Penilaian dan Evaluasi dalam Kurikulum 2013


A. Pengertian penilaian dan evaluasi | 133
B. Tujuan penilaian dan evaluasi pembelajaran | 139
C. Dasar hukum penilaian dan evaluasi pembelajaran dalam
sistem pendidikan nasional | 147
D. Prinsip penilaian dan evaluasi pembelajaran menurut
konsep dari model KTSP dan KBK | 148
E. Proses penilaian dan evaluasi pembelajaran | 153

Bab 7. Manajemen Tenaga Pendidik


A. Standar kompetensi guru | 166
B. Tugas dan peran guru | 176
C. Jenjang jabatan dan pangkat guru | 185

x
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

D. Kode etik guru | 188


E. Program pemberdayaan tenaga pendidik dan
kependidikan | 194

Bab 8. Manajemen Pendukung Lainnya


A. Manajemen peserta didik | 235
B. Manajemen keuangan dan pembiayaan | 237
C. Manajemen sarana dan prasarana | 242
D. Manajemen hubungan sekolah dan masyarakat | 243
E. Manajemen layanan khusus | 246

Daftar Pustaka | 251


Glosarium | 259
Indeks | 265
Tentang Penulis | 267

xi
Manajemen Berbasis Sekolah


Daftar Tabel

Tabel 1. Model pengembangan kurikulum | 85


Tabel 2. Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan | 89
Tabel 3. Kompetensi inti kelas I, II, dan III Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah | 101
Tabel 4. Kompetensi inti kelas IV, V, dan VI Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah | 103
Tabel 5. Mata pelajaran Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah | 104
Tabel 6. Daftar tema setiap kelas | 108
Tabel 7. Struktur kurikulum SD/MI | 112
Tabel 8. Daftar tema kelas I, II, dan III | 114
Tabel 9. Daftar tema kelas IV, V, dan VI | 115
Tabel 10. Kata kerja operasional domain kognitif | 142

xii
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Tabel 11. Kata kerja operasional domain kognitif


pembaharuan | 143
Tabel 12. Kata kerja operasional domain afektif | 145
Tabel 13. Kata kerja operasional domain psikomotor | 146
Tabel 14. Contoh daftar check list | 158
Tabel 15. Soal-soal diskusi kelompok | 159
Tabel 16. Daftar penilaian terhadap dokumen hasil diskusi
kelompok | 160
Tabel 17. Komponen, kompetensi, dan indikator standar
kompetensi guru (SKG, 2003) | 177
Tabel 18. Jenjang jabatan fungsional guru | 186
Tabel 19. Jenjang jabatan Struktural berdasarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 | 187
Tabel 20. Kompetensi guru kelas/guru mata pelajaran | 221
Tabel 21. Kompetensi guru bimbingan konseling/konselor | 221
Tabel 22. Kompetensi kepala sekolah/madrasah | 223
Tabel 23. Kompetensi wakil kepala sekolah/madrasah | 223
Tabel 24. Kompetensi kepala perpustakaan | 224
Tabel 26. Kompetensi kepala laboratorium/
bengkel/sejenisnya | 224
Tabel 27. Kompetensi ketua program keahlian | 225
Tabel 28. Penentuan bobot skor PKG dilakukan dengan rentang
skor nilai | 227
Tabel 29. Persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan
jabatan fungsional guru | 230

xiii
Manajemen Berbasis Sekolah


Daftar Gambar

Gambar 1. Pengembangan kurikulum dan pendekatannya | 22


Gambar 2. Kurva normal distribusi prestasi belajar | 23
Gambar 3. Unit kegiatan pelajaran | 24
Gambar 4. Pendekatan belajar tuntas | 24
Gambar 5. Sistem komponen kurikulum | 41
Gambar 6. Keterkaitan antara domain pembelajaran | 138
Gambar 7. Tugas guru | 179

xiv
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Bab 1
Manajemen Berbasis Sekolah dan
Ruang Lingkupnya

S istem manajemen berbasis sekolah menyaratkan sekolah


untuk secara mandiri mencari, mengekplorasi, mengalokasi,
memprioritaskan, mengontrol, serta akuntabel terhadap
pemberdayaan sumber-sumber sekitar, baik dari masyarakat
maupun pemerintah. Pemberian otonomi yang luas kepada sekolah
merupakan kepedulian pemerintah atas fluktuatifnya dinamika
sosial di masyarakat. Serta upaya meningkatkan mutu pendidikan
yang sesuai dengan konteks sekolah. Upaya ini mendorong sekolah
dengan kiat-kiatnya menyelenggarakan pembelajaran dan
pendidikan yang efektif, efisien, dan produktif dengan
mengakomodasi beragam sumber daya untuk kepentingan peserta
didik. Sebagai warna baru dalam dunia manajemen pendidikan,
MBS hadir guna memberi solusi atas pengendalian pendidikan
yang lebih mereferensi pada “otonomisasi” sekolah.

1
Manajemen Berbasis Sekolah

A. Konsep MBS
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai suatu konsep
memiliki istilah banyak arti, bergantung pada orang yang
mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan
dengan istilah adminstrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat
tiga pandangan berbeda. Pertama, mengartikan administrasi lebih
luas daripada manajemen (manajemen merupakan inti dari
administrasi). Kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada
administrasi. Ketiga, pandangan yang menganggap bahwa
manajemen identik dengan adminstrasi. Dalam tulisan ini kata
manajemen diartikan sama dengan kata adminstrasi atau
pengelolaan, meski kedua istilah itu tersebut sering diartikan
berbeda. Untuk berbagai kepentingan, pemakaian kedua istilah
tersebut sering digunakan secara bergantian, demikian halnya
dalam berbagai literatur, acapkali dipertukarkan. Berdasarkan
fungsi pokoknya istilah manajemen dan adminstrasi mempunyai
fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah tersebut
tidak konsisten dan tidak signifikan (Suryata, 2003:45).
Manajemen pendidikan ialah rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok
orang untuk mencapai tujuan pendidikan, secara berencana dan
sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama
lembaga pendidikan formal (Nawawi, 1981:11). Manajemen
pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan,
sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
(Atmodiwirio, 2003:23).
Manajemen merupakan komposisi integral yang tidak dapat
dipisahkan dari proses pendidikan secara holistik. Argumentasinya,
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat

2
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

diwujudkan secara optimal, efektif, dan efisien. Konsep tersebut


berlaku di sekolah yang memerlukan manajemen yang efektif, dan
efisien. Dalam rangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya
manajemen berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh
kepada sekolah dan pendidik dalam mengatur pendidikan dan
pengajaran, merencanakan mengorganisasi, mengawasi,
mempertanggung jawabkan, mengatur serta memimpin sumber-
sumber daya insani serta barang-barang untuk membantu
pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah.
Manajemen berbasis sekolah juga perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan minat peserta didik, pendidik, serta kebutuhan
masyarakat setempat. Untuk itu, perlu dipahami fungsi-fungsi
pokok manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan pembinaan. Dalam prakteknya keempat fungsi tersebut
merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
Keempat fungsi tersebut selanjutnya dicandrakan sebagai
berikut. Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam
pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada
waktu yang akan datang. Perencanaan juga merupakan kumpulan
kebijakan yang secara sistematis disusun dan dirumuskan
berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan serta dapat
dipergunakan sebagai pedoman kerja. Dalam perencanaan
terkandung makna pemahaman terhadap apa yang telah dikerjakan,
permasalahan yang dihadapi dan alternatif pemecahannya, serta
untuk melaksanakan prioritas kegiatan yang telah ditentukan
memiliki dua fungsi utama, pertama, perencanaan merupakan
upaya sistematis yang menggambarkan penyusunan rangkaian
tindakan yang akan dilakukan untuk mencapi tujuan organisasi atau
lembaga dengan mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia
atau sumber-sumber yang dapat disediakan, kedua perencanaan
merupakan kegiatan untuk mengarahkan atau menggunakan

3
Manajemen Berbasis Sekolah

sumber-sumber yang terbatas secara efisien dan efektif untuk


mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan
rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Rencana yang telah disusun akan
memiliki nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Dalam
pelaksanaan, setiap organisasi harus memiliki kekuatan yang
mantap dan meyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses
pendidikan seperti yang diinginkan sulit terealisasi. Pengawasan
dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis
dan berkesinambungan, merekam memberi penjelasan, petunjuk,
pembinaan dan meluruskan berbagai hal yang kurang tepat, serta
memperbaiki kesalahan. Pengawasan, merupakan kunci
keberhasilan dalam keseluruhan proses manajemen, perlu dilihat
secara komprehensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal-hal
tertentu.
Pembenahan merupakan rangkaian upaya pengendalian secara
profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana
mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat terlaksana
secara efektif dan efisien. Pelaksanaan manajemen sekolah yang
efektif dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat fungsi
pokok manajemen tersebut secara terpadu dan terintegrasi dalam
pengelolaan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan.
Melalui manajemen sekolah yang efektif dan efisien tersebut,
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan
kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Peningkatan kualitas kualitas pendidikan bukanlah tugas yang
ringan karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan teknis,
tetapi mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan
kompleks, baik yang menyangkut perencanaan, pendanaan,

4
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

maupun efisiensi dan efektivitas, serta penyelenggaraan sistem


sekolah. Peningkatan kulitas pendidikan juga menuntut manajemen
pendidikan yang lebih baik. Sayangnya, selama ini sektor
manajemen pendidikan di berbagai tingkat dan satuan pendidikan
belum mendapat perhatian yang serius sehingga seluruh komponen
sistem pendidikan kurang berfungsi dengan baik. Lemahnya
manajemen pendidikan juga memberikan dampak terhadap
efisiensi internal pendidikan yang terlihat dari jumlah peserta didik
yang mengulang kalas dan putus sekolah.
Manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Pada tahun 1991 Badan
Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan
melaporkan hasil penelitiannya bahwa manajemen sekolah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
pendidikan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, 2007:228).
Sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan
efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu
mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya
peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan
manajemen sekolah, disamping peningkatan kualitas pendidik dan
pengembangan sumber belajar.
Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme
pengaturan, yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi. Dalam
sistem sentralisasi, segala sesuatu yang berkenaan dengan
penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah
pusat. Sementara dalam sistem desentralisasi, wewenang
pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Kedua
sistem tersebut dalam prakteknya tidak berlaku secara ekstrim,
tetapi merupakan bentuk kontinum, dengan pembagian tugas dan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (lokal).

5
Manajemen Berbasis Sekolah

Hal ini juga berlaku dalam manajemen pendidikan di Indonesia,


sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 2 tahun 1989 bahwa
pendidikan nasional diatur secara terpusat (sentralisasi), namun
penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan
secara tidak terpusat (desentralisasi). Hal tersebut cukup beralasan
karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan
sehingga untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan
mengurangi segi-segi negatif, pengelolaan pendidikan tersebut
memadukan sistem sentralisasi dan desentralisasi.
Dalam struktur organiasi desentralisasi ditunjukkan dengan
tingkat pengambilan keputusan yang terjadi dalam organsiasi.
Struktur desentralisasi membuat sebagian keputusan diambil pada
level hirarki organiasi tertinggi dan apabila sebagian otoritas
didelegasikan pada level yang rendah dalam organsiasi, maka
organisasi tersebut tergolong pada organisasi yang
terdesentralisasi. Sari dari desentralisasi adalah adanya pembagian
kewenangan oleh level organisasi di atas kepada organisasi yang
ada di bawahnya. Implikasi dari hal tersebut adalah desentralisasi
akan membuat tanggung jawab yang lebih besar kepada pemimpin
disetiap level organanisasi dalam melaksanakan tugasnya serta
memberikan kebebasan dalam beraksi. Desentralisasi akan
meningkatkan independensi para administrator untuk berpikir dan
beraksi dalam satu tim tanpa mengorbankan kebutuhan organisasi.
Akhirnya, desentralisasi membutuhkan keseimbangan antara
independensi para administrator serta komitmennya terhadap
kelangsungan hidup organisasi (Irianto & Sa’ud, 2012:23)
Dalam bidang pendidikan, desentralisasi mengandung arti
sebagai pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat
pengelolaan pendidikan yang ada di daerah baik pada tingkat

6
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Provinsi maupun Kabupaten, sebagai perpanjangan aparat pusat


untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam pengelolaan pendidikan
di daerah. Dalam manajemen pendidikan dasar, desentralisasi
memang dapat melemahkan tumbuhnya perasaan nasional yang
sehat, dapat menimbulkan rasa kedaerahan yang berlebihan, serta
akan menjurus kepada isolasi dan pertentangan. Namun, dengan
pengakuan dan kesepakatan untuk menjadikan Pancasila sebagai
satu-satunya asas bangsa dan negara, kecenderungan separatisme
dapat dikurangi dan ditekan seminimal mungkin.
Implikasi nyata desentralisasi manajemen pendidikan adalah
kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota
untuk mengelolah pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan
daerahnya, perubahan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan
dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam perencanaan
dan pelaksanaan pada unit-unit kerja di daerah, kepegawaian yang
menyangkut perubahan dan pemberdayaan sumber daya manusia
yang menekankan pada profesionalisme, serta perubahan-
perubahan anggaran pembangunan Pendidikan (DIP) yang
dikelolah langsung dari BKPN (Bappenas) ke kabupaten dalam
bentuk block grant sehingga menghilangkan ketentuan dan
pengotakan dalam penanganan anggaran.
Desentralisasi pengelolaan perlu diletakan dalam rangka
mengisi kebinekaan dalam wadah negara kesatuan yang dijiwai
oleh rasa persatuan dan kesatuan bangsa, bukan berdasarkan
kepentingan kelompok dan daerah secara sempit. Pelaksanaan
desentralisasi berhasil, yaitu: 1) Peraturan perundang-undangan
yang mengatur desentralisasi pendidikan dari tingkat daerah,
provinsi sampai tingkat kelembagaan, 2) Pembinaan kemampuan
daerah, 3) Pembentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab
untuk menyusun perencanaan pendidikan, dan 4) Perangkat sosial,

7
Manajemen Berbasis Sekolah

berupa kesiapan masyarakat setempat untuk menerima dan


membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan
desentralisasi tersebut.
MBS memerlukan upaya-upaya penyatuan atau penyelarasan
sehingga pelaksanaan pengaturan berbagai komponen sekolah tidak
tumpang tindih, berbenturan, saling lempar tugas dan tanggung
jawab. Dengan begitu, tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
secara efektif dan efisien.

B. Pengertian MBS
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan
dari “school-based management” istilah ini pertama kali muncul di
Amerika Serikat ketika masyarakat mulai pertanyakan relevansi
pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBS merupakan tawaran paradigma baru dalam lingkup
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
(pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan Pendidikan
Nasional. Atau menurut Sutarto, Darmansyah, & Warsono
(2014:343) sebagai upaya memperbaiki pendidikan dengan
mendelegasikan pengambilan keputusan penting dari pusat dan
wilayah sekolah. Maka tidak heran Raihani (2007:175)
menambahkan MBS sekarang menjadi fenomena umum yang
diyakini sebagai sarana untuk perbaikan dan peningkatan
kualitas penyelenggaran pendidikan di sekolah.
Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelolah sumber
daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih
memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan.

8
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Dalam hal ini, kebijakan nasional yang menjadi prioritas


pemerintah harus pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS,
sekolah dituntut secara mandiri menggali mengalokasikan,
menentukan prioritas, mengendalikan, dan
mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik
kepada masyarakat maupun pemerintah.
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan
yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan
yang lebih baik dan memadai bagi peserta didik. Otonomi dalam
manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung ke kelompok-
kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan. Sejalan dengan jiwa dan semangat
desentralisasi serta otonomi dalam bidang pendidikan, kewenangan
sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum yang
meyakini bahwa sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat
oleh mereka yang memiliki akses paling baik terhadap informasi
setempat, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan,
dan terkena akibat-akibat dari kebijakan tersebut.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari
MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta
memberikan beberapa keuntungan berikut:
1. Kebijakan dan kewenangan sekolah membawah pengaruh
langsung kepada peserta didik, orang tua, dan pendidik.
2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti
kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus
sekolah, moral pendidik, dan iklim sekolah.

9
Manajemen Berbasis Sekolah

4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,


memberdayakan pendidik, manajemen sekolah, rancang ulang
sekolah, dan perubahan perencanaan (Fattah, 2000:55).
Dalam pelaksanaan di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita
tidak harus meniru secara persis model-model MBS dari negara
lain. Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-
pengalaman pelaksanaan MBS di negara lain, kemudian
memodifikasi, merumuskan, dan menyusun model dengan
mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah,
geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi
di bidang pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang
berlangsung selama ini.
Istilah manajemen selalu bertalian makna dengan istilah
“administrasi”. Istilah administrasi yang digunakan sampai
sekarang adalah dalam bahasa Inggris, yaitu “administration”.
Cakupan dari kegiatan administrasi sangatlah luas, yaitu
keseluruhan proses mulai dari menentukan bentuk dan tujuan
organisasi, cara mencapai tujuan, siapa saja yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan pencapaian tujuan ini, pengendalian
proses pelaksanaan, sampai bagaimana mendayagunakan instrumen
atau sumber yang terbatas.
Pada prinsipnya, cakupan dari kegiatan penataan usaha ini
adalah bagian dari disiplin ilmu lain. Sehingga kegiatan ilmu
administrasi hanya dibatasi pada aktivitas-aktivitas
penyelenggaraan atau pelaksanaan saja yang direpresentatifkan
dengan penataan usaha. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa
kegiatan administrasi dalam arti sempit adalah kegiatan yang
dilakukan oleh para administrator (pimpinan). Sedangkan dalam
arti luasnya adalah keseluruhan kegiatan yang terjadi dalam
organisasi.

10
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Administrasi dan manajemen adalah suatu ilmu yang saling


berhubungan dan tidak terpisahkan, karena di dalam administrasi
terdapat manajemen yang berfungsi sebagai penggerak jalannya
administrasi organisasi. Banyak hal yang membedakan
administrasi dengan manajemen. Manajemen didefinisikan
Handoko (2000:10) sebagai kemampuan bekerja dengan orang-
orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai
tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia,
pengarahan, kepemimpinan dan pengawasan. Sedangkan
Engkoswara (1987:1) dan Suhardan & Suharto (2012:10)
mengutarakan administrasi merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan sumber daya manusia. Jika dikaitkan dengan
pendidikan, maka administrasi pendidikan merupakan kegiatan
atau proses kerjasama yang ditujukan untuk mengoptimalkan
(efektif dan efisien) pencapaian tujuan pendidikan melalui
penataan berbagai sumber daya, manusia, kurikulum, dan fasilitas.
Kegiatan administrasi pendidikan melibatkan banyak pihak
seperti kepala sekolah, para pembina, pengawas, serta pejabat
departemen pendidikan. Keterlibatan tersebut meliputi fungsi dan
tugas masing. Semua unsur yang terlibat berkontribusi terhadap
peningkatan dan pencapaian tujuan pendidikan. Boleh dikatakan
bahwa semua unsur tersebut adalah bagian dari administrator
pendidikan. Dalam rangka peningkatan kinerja berbagai sumber
daya dalam kegiatan administrasi pendidikan, maka administrator
pendidikan perlu memperhatikan beberapa prinsip administrasi.
Menurut Burhanuddin (1998:16), ada lima prinsip yang harus
diperhatikan, antara lain:
1. Prinsip efisiensi.
2. Prinsip pengelolaan.

11
Manajemen Berbasis Sekolah

3. Prinsip pengutamaan tugas pengelolaan.


4. Prinsip kepemimpinan yang efektif.
5. Prinsip kerjasama.
Keberhasilan kegiatan administrasi pendidikan dalam jangka
panjang dapat dilihat dari sejauh mana tujuan pendidikan
diwujudnyatakan. Untuk mencapai hasil yang maksimal tersebut
dibutuhkan tenaga administrator pendidikan yang ampuh dan
bertanggung jawab. Dalam kaitannya, administrasi pendidikan
berfungsi untuk mengkordinasikan perilaku manusia dalam
pendidikan untuk menata sumber daya yang ada dengan sebaik-
baiknya sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara
produktif.
Administrasi pendidikan merupakan ilmu yang membahas
pendidikan dari sudut pandang kerjasama dan proses mencapai
tujuan pendidikan. Semua proses dan usaha kerjasama dalam
mencapai tujuan pendidikan dilakukan dengan melibatkan semua
aspek yang dipandang perlu dan positif dalam usaha mencapai
keberhasilan, baik berupa benda atau material seperti uang dan
fasilitas, spiritual seperti keyakinan dan nilai-nilai, ilmu
pengetahuan seperti ilmu dan teknologi, maupun manusia atau
human. Oleh karena itu disebut dengan melibatkan sumber daya
material maupun sumber daya manusia (Suhardan & Suharto,
2012:18).
Secara general, komponen administrasi pendidikan dapat
digolongkan menjadi:
1. Administrasi personil sekolah.
2. Administrasi kurikulum.
3. Administrasi sarana dan prasarana pendidikan.
4. Administrasi peserta didik.

12
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

5. Administrasi sekolah dan masyarakat (Burhanuddin, 1998:18).


Jadi MBS dapat dikategorikan sebagai bagian dari administrasi
pendidikan secara keseluruhan dan administrasi sekolah secara
khusus. Sebab MBS merupakan sistem pengelolaan pendidikan
yang dilakukan oleh sekolah sebagai institusi atau organisasi
penyelenggara pendidikan formal. Manajemen dapat diartikan
sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu
hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan
orang lain. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa
manajemen merupakan alat pelaksana utama administrasi (Siagian,
1997:5). Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang
terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
menggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan
serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lainnya.

C. Tujuan MBS
MBS sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mancapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan
teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan
dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di
Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan baik secara makro,
maupun mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan
masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala
yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efesiensi mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi,
antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelolah sumber daya
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain melalui partisipasi

13
Manajemen Berbasis Sekolah

orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan


kelas, peningkatan profesionalisme pendidik dan kepala sekolah,
maupun diberlakukannya sistem intensif serta disintensif.
Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan
partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih
berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan
karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang
tinggi terhadap sekolah.

D. Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dari kekuasaan yang besar pada
sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya
otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber
daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi
setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
pendidik sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas dan
fungsinya. Keleluasaan dalam mengelolah sumber daya dan dalam
menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi dan mendorong
profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya sebagai manejer
maupun pemimpin sekolah.
Atas keluasan sekolah untuk menyusun kurikulumnya,
pendidik dipacu untuk berinovasi dengan melakukan eksperimen-
eksperimen di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian, MBS
mendorong profesionalisme pendidik dan kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum
efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat
meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan
tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta
didik dapat dimaksimalkan lewat partisipasi orang tua, contohnya
orang tua dapat mengawasi langsung proses belajar anaknya.

14
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak,


seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi
staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas dalam
perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan
berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka
terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya
akan mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah.
Adanya kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah,
pengelolaan sekolah menjadi lebih akuntabel, transparan, egaliter,
serta demokratis. Selain itu, menghapus monopoli dalam
pengelolaan pendidikan. Untuk kepentingan tersebut diperlukan
kesiapan pengelolaan pada berbagai level untuk melakukan
perannya sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.

15
Manajemen Berbasis Sekolah


Bab 2
Manajemen Kurikulum, Program
Pembelajaran, dan Pendekatan
Pengembangannya

P ada hakekatnya manajemen sekolah mempunyai pengertian


yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang
lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan
ruang lingkup dan kajian manajemen pendidikan. Namun
demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang
lebih luas dari pada manajemen sekolah. Dengan kata lainnya,
manajemen sekolah merupakan bagian dari manajemen
pendidikan, atau penerapan manajemen pendidikan yang berlaku.
Manajemen pendidikan meliputi seluruh komponen sistem
pendidikan, bahkan bisa menjangkau sistem yang lebih luas dan
besar (supra-sistem) secara regional, nasional, bahkan
internasional.

16
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Kajian materi ini menggunakan istilah manajemen sekolah,


terjemahan dari “school management”, dan akan melihat
bagaimana manajemen substansi-substansi pendidikan di suatu
sekolah atau manajemen berbasis sekolah (school based
management) agar dapat berjalan dengan tertib, lancar dan benar-
benar terintegrasi dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Hal yang paling penting dalam
implementasi MBS adalah manajemen terhadap komponen-
komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen
sekolah yang harus dikelolah dengan baik dalam rangka MBS,
yaitu kurikulum dan program pembelajaran, tenaga kependidikan,
kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana pendidikan,
pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen
pelayaran khusus lembaga pendidikan.
A. Manajemen Kurikulum dan Program Pembelajaran
Manajemen kurikulum dan program merupakan bagian dari
MBS. Manajemen kurikulum dan program pembelajaran mencakup
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada
umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional
pada tingkat pusat. Karena itu level sekolah yang paling penting
adalah bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum
tersebut dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu, sekolah
juga bertugas dan berwewenang untuk mengembangkan kurikulum
muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan
setempat.
Pengembangn kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak
digunakannya kurikulum 1984, khususnya di sekolah dasar (SD).
Pada kurikulum tersebut muatan lokal lebih diintensifkan lagi
pelaksanaannya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum 1994,

17
Manajemen Berbasis Sekolah

muatan lokal tidak lagi disiapkan pada setiap bidang studi, tetapi
menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik
bidang wajib maupun pilihan. Pengembangan kurikulum muatan
lokal dimaksudkan untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan
pengembangan kurikulum sentralisasi, dan bertujuan agar peserta
didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau dan
mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam,
kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan
nasional, pembangunan regional, maupun pembangunan lokal
sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya
lingkungannya.
Kurikulum muatan lokal pada hakekatnya merupakan suatu
perwujudan pasal 38 ayat I Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional yang berbunyi pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam
satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara
nasional dan kurikulum disesuaikan dengan keadaan serta
kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan. Sebagai
tindak lanjut hal tersebut, muatan lokal telah dijadikan strategi
pokok untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang
relevan dengan kebutuhan lokal dan sejauh mungkin melibatkan
peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
Dengan kurikulum muatan lokal, setiap sekolah diharapkan mampu
mengembangkan program pendidikan tertentu yang sesuai dengan
keadaan dan tuntutan lingkungan setempat.
Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum,
baik kurikulum nasional maupun muatan lokal, yang diwujudkan
melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, institusional, kurikuler, dan instruksional. Agar proses
pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta
mencapai hasil yang diharapkan diperlukan kegiatan manajemen

18
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

progaram pembelajaran. Manajemen atau administrasi


pembelajaran adalah keseluruhan proses penyelenggaraan kegiatan
di bidang pembelajaran bertujuan agar seluruh kegiatan
pembelajaran terlaksana secara efektif dan efisien.
Manajemen sekolah diharapkan dapat membimbing dan
mengarahkan pengembangan kurikulum dan program pembelajaran
serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaannya. Dalam proses
pengembangan program sekolah, manajer hendaknya tidak
membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus
menghubungkan progaram-program sekolah dengan seluruh
kehidupan peserta didik dan kebutuhan lingkungan.
Kepala sekolah merupakan seorang manejer di sekolah. Ia
harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian perubahan atau perbaikan program pembelajaran di
sekolah. Untuk kepentingan tersebut, sedikitnya terdapat empat
langkah yang harus dilakukan, yaitu menilai kesesuaian program
yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan peserta didik,
meningkatkan perencanaan program, memilih dan melaksanakan
program, serta menilai perubahan program.
Untuk menjamin efektivitas pengembangan kurikulum dan
program pembelajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai
pengelolah program pembelajaran bersama dengan pendidik harus
menjabarkan isi kurikulum secara rinci dan operasional ke dalam
program tahunan, catur wulan, dan bulanan. Adapun program
mingguan atau program satuan pelajaran, wajib dikembangkan
pendidik sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar. Berikut
diperinci beberapa prinsip yang harus diperhatikan.

19
Manajemen Berbasis Sekolah

1. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional


tujuan makin mudah terlibat dan makin tepat program-
program yang dikembangkan untuk mencapai tujuan.
2. Program itu harus sederhana dan fleksibel.
3. Program-program yang disusun dan dikembangkan harus
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Program yang dikembangkan harus menyeluruh dan harus
jelas pencapaiannya.
5. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksanaan program di
sekolah.
Guna kelancarannya perlu dilakukan pembagian tugas
pendidik, penyusunan kalender pendidikan dan jadwal pelajaran,
pembagian waktu yang digunakan, penetapan pelaksanaan evaluasi
belajar, penetapan penilaian, penetapan norma kenaikan kelas,
pencatatan kemajuan belajar peserta didik, serta peningkatan
perbaikan pembelajaran serta pengisian waktu jam kosong.
Untuk itu, perlu dikenal model kurikulum berbasis kompetensi
yang sekarang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan nasional
dengan nama Kurikulum 2004.
Penyempurnaan kurikulum pendidikan nasional melalui jalur
sekolah dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu
Pendidikan Nasional melalui lulusan dari setiap jenjang pendidikan
yang memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif sesuai
standar mutu nasional dan internasional. Untuk itu, kurikulum
perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi
(KBK) dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia dilakukan
untuk menjawab perkembangan kehidupan masyarakat yang makin
mengalami kemajuan pesat pada berbagai aspek kehidupan. Oleh
karena KBK merupakan suatu model kurikulum yang berorientasi
pada kepribadian dan kehidupan peserta didik selaku manusia.

20
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Artinya KBK menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga


filosofi yang mendasarinya adalah pada kesadaran eksistensi
kehidupan yang bersifat humanistik selaku makhluk hidup yang
memiliki kemampuan-kemampuan bawaannya secara generatif
sesuai kodratnya sebagai makhluk yang berakal budi.
Hal ini harus dilakukan agar sistem pendidikan nasional dapat
merespons secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni serta tuntutan desentralisasi
sistem pemerintahan yang berada pada otonomi daerah serta
tuntutan perkembangan masyarakat dari aspek kehidupan sosial
budaya menuju kepada globalisasi. Dengan cara seperti ini
lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program
pembelajarannya terhadap kepentingan dan kebutuhan hidup
manusia terutama peserta didik sesuai taraf perkembangan
kepribadian masing-masing serta tetap memiliki fleksibilitas dalam
melaksanakan kurikulum yang berdiversifikasi. Kurikulum
berbasis kompetensi harus menjamin pertumbuhan keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan
ketrampilan hidup, akademik, dan seni sebagai pengembangan
kemampuan-kemampuan kepribadian peserta didik yang mencakup
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan
kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlak mulia.

B. Perkembangan Pendekatan Pengembangan


Kurikulum
Setelah dikaji, perkembangan literatur, kurikulum, buku
panduan dan buku teks negara-negara maju, seperti Amerika
Serikat, Inggris, Australia, dan Singapura. Perkembangan antara
pendekatan dalam pengembangan kurikulum dapat digambarkan
sebagai berikut.

21
Manajemen Berbasis Sekolah

Kurun waktu Pendekatan pengembangan kurikulum

Pendekatan berbasis materi


1910 s.d 1960-an
(content bassed approach)

Akhir 1960-an s.d Pendekatan berbasis kompetensi dan


tengah 1980 an pendekatan belajar tuntas

Akhir 1980-an s.d Pendekatan berbasis outcome


awal 1990-an (outcome based approach)

Tengah 1990-an s.d Pendektan berbasis standar


sekarang (standar bassed approach)

Gambar 1. Pengembangan kurikulum dan pendekatannya.

1. Pendekatan berbasis materi


Pendekatan berbasis materi berorientasi kepada body of
language, berbagai ilmu dan disiplin ilmu, lembaga pengembangan
kurikulum merumuskan behavioral objectives dalam bentuk tujuan
instruksional umum yang selanjutnya dijabarkan dalam tujuan
instruksional khusus. Akibatnya, ada ribuan behavioral objectives
yang harus dicapai peserta didik melalui upaya pendidik mencapai
target kurikulum yang pada materi.
2. Pendekatan berbasis kompetensi
Karena materi kurikulum yang terlalu padat dan behavioral
objectives cenderung melalaikan pengembangan unsur kepribadian
yang tak dapat diukur, pengembangan kurikulum beralih menganut

22
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

berbasis kompetensi (competence bassed approach). Pendekatan


ini menekankan kompetensi minimal dalam mata pelajaran yang
harus dikuasai peserta didik. Akan tetapi, ribuan behavioral
objectives pada pendekatan berbasis materi hanya diganti diganti
dengan ribuan outcome yang harus dicapai. Kelemahan lain
pendekatan ini adalah terlalu banyak testing yang dilakukan pada
akhir tiap tingkat. Seorang peserta didik yang lulus tes pada akhir
suatu tingkat tidak diperkenankan naik ke kelas/tingkat berikutnya.
3. Pendekatan belajar tuntas
Penekanan berlebihan pada testing menyebabkan para peserta
didik beralih ke pemberian perhatian pada pembelajaran, jika
dipertentukan dengan testing. Pemberian perhatian ini terwujud
melalui pendekatan belajar tuntas, yang dipelopori Benjamin S.
Bloom. Bloom mengamati bahwa pembelajaran kelas besar yang
melibatkan penyajian informasi (biasanya berdasarkan buku teks)
pada suatu interval waktu, yang diakhiri dengan tes, akan
menghasilkan distribusi prestasi seperti tergambar dalam kurva
normal.

E D C B A
Prestasi rendah Prestasi tinggi

Gambar 2. Kurva normal distribusi prestasi belajar.

Untuk menanggulangi kelemahan ini, Bloom membagi materi


ke dalam unit-unit dan mengecek, penguasaan peserta didik
terhadap tiap unit melalui tes pada akhir. Tiap unit sebagai suatu

23
Manajemen Berbasis Sekolah

teknik instruksional. Kemudian dalam model Bloom, tes dilakukan


pada awal suatu unit yang hendak diajarkan (sering disebut tes
normatif) peserta yang lulus tes ini mendapatkan kegiatan
pengayaan (enrichment activities). Sedangkan, peserta yang tidak
lulus tes formatif harus mengikuti kegiatan korektif atau remedial
(corrective activities). Lalu mengikuti tes agar dapat berpindah
mempelajari unit pelajaran berikutnya. Uraian tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut.

Kegiatan pengayaan Pelajaran unit 2

Pelajaran Tes Kegiatan Kegiatan


unit 1 formatif remidial formatif

Gambar 3. Unit kegiatan pelajaran.

Guskey (1995:97) menjelaskan bahwa melalui pendekatan


belajar tuntas tersebut 80% peserta didik dapat mencapai tingkat
keberhasilan yang sama tinggi. Padahal hanya 20%, atau 30%
peserta didik mencapai prestasi yang sama pada kelas tradisional.
Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Prestasi rendah C B A Prestasi tinggi

Gambar 4. Pendekatan belajar tuntas.

24
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Menurut Spady (1994:19) kelemahan pendekatan belajar


tuntas adalah bahwa pendekatan ini terlalu radikal bagi sistem
penidikan AS tidak mampu mengatasi faktor-faktor organisasional
yang terlalu besar, khususnya dalam sistem pengaturan waktu yang
amat ketat. Selain itu, Jhon B. Carroll (1963:729) mengamati
bahwa lembaga pendidikan pada umumnya amat toleran terhadap
perbedaan individual dalam prestasi peserta didik tetapi amat tidak
toleran terhadap perbedaan waktu yang dibutuhkan peserta didik
untuk belajar. Spady menambahkan bahwa pendekatan belajar
tuntas tidak terlalu fleksibel dalam memberi waktu belajar lebih
lama kepada peserta didik untuk menguasai serangkaian learning
objectives dalam interval waktu tertentu. Kepada peserta yang
lamban yang harus mengikuti kegiatan remedial. Dalam kenyataan,
kegiatan pengayaan umumnya tidak menentang peserta didik
sehingga hanya membuang waktu dan tidak memberi kemajuan
belajar berarti kepada mereka.
Guna mengatasi masalah ini Spady mengusulkan peringkatan
peserta dalam peringkat A, B, atau I (incompletez/tidak selesai).
Peserta yang mendapat peringkat I harus mendapat kegiatan
kompensasi yang disepakati dengan pendidik. Sejumlah lembaga
pendidikan dan kabupaten (distrik) mengikuti pola Spady, dan hal
ini membuka jalan ke penerapan pendekatan outcome. Peserta yang
merasa diri mampu mendemonstrasikan penguasaannya terhadap
suatu materi dapat menuntut diberikan tes sebelum suatu unit
berkahir atau malah sebelum unit pelajaran itu dimulai.
4. Pendekatan berbasis outcome
Penekanan berlebihan pendekatan kompetensi dan pendekatan
belajar tuntas terhadap learning dan input pendidikan, seperti jatah
waktu yang dialokasikan pada suatu mata pelajaran, jumlah buku
teks di perpustakaan dan fasilitas fisik dan sejenisnya

25
Manajemen Berbasis Sekolah

mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap outcome belajar yang


aktual dalam pendidikan.
Kekurangan tersebut menyebabkan berbagai kalangan beralih
ke pendekatan berbasis outcome. Outcome sebagai hasil belajar
yang berdampak terhadap kegiatan belajar selanjutnya harus
dirumuskan dalam pernyataan yang dapat didemonstrasikan peserta
didik (demonstrable) agar dapat diobservasi pendidik (observable).
Outcome dirumuskan per mata pelajaran sebagai hasil belajar yang
diharapkan dapat dicapai peserta didik pada akhir tiap kelas. Dalam
penerapannya, pendekatan ini tidak secara eksplisit menentukan
kegiatan belajar yang harus dilaksanakan pendidik. Pendidik bebas
menentukan atau memilih kegiatan belajar asalkan peserta didik
dijamin mencapai outcome yang telah dirumuskan.
Berbeda dengan pendekatan belajar tuntas, pendekatan
berbasis outcome memberi peluang lebih besar kepada peserta
didik untuk maju dalam mencapai outcome belajar sesuai dengan
irama kecepatanya. Setelah kurang lebih 15 tahun pendekatan
berbasis outcome diterapkan, berbagai kritik dilancrarkan terhadap
pendekatan ini, antara lain:
a. Bukti riset efektivitas pendekatan ini tidak terlalu banyak.
b. Rumusan outcome terlalu umum dan pendekatan ini kurang
menekankan mata-mata pelajaran tradisional yang ditekankan
lembaga pendidikan yang berorientasi nilai keagamaan yang
konservatif.
c. Paket outcome dirumuskan dalam bahasa yang kurang tepat
sehingga cenderung “menyesatkan orang tua”.
d. Pendekatan ini menggunakan peserta didik sebagai kelinci
percobaan dalam suatu eksperimens sosial berskala luas.
e. Pendekatan ini mengabaikan prinsip egalitarian karena
menekankan potensi individual untuk berprestasi setinggi

26
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

mungkin (bagi peserta didik yang cepat) sambil melalaikan


penanganan peserta didik yang lamban.
f. Pendekatan ini memasang “file komputer” pada tiap peserta.
Komputer mencatat bagaimana seseorang meresponi
perubahan tingkah laku dan apakah ia mengembangkan sikap
positif terhadap outcome yang dituntut.
g. Kelemahan utama pendekatan ini adalah kurangny bukti riset
yang mendukung dan kritik terhadap hakikat outcome yang
luas yang dapat digugat. Rumusan outcome terlalu umum
sehingga sulit sekali diukur apakah peserta didik telah
mencapainya.
Kritik-kritik tajam terhadap pendekatan berbasis outcome
menyebabkan peralihan ke pendekatan berbasis standar.
Pendekatan ini tetap memanfaatkan gagasan-gagasan yang baik
pada pendekatan belajar tuntas dan pendekatan berbasis outcome.
Pendekatan berbasis standar (PBS) menerapkan 7 prinsip sebagai
berikut:
a. PBS menuntut peserta didik bertanggung jawab terhadap isi
standar (patokan) yang menyertainya. Tidak seperti
pendekatan belajar tuntas yang berisi ribuan outcome. PBS
melibatkan sektor-sektor sebagai standar.
b. PBS menuntut peserta didik bertanggung jawab terhadap
standar berpikir dan penalaran (thinking and reasoning
standard). Standar-standar ini pada suatu pihak dirumuskan
terpisah dari mata-mata pelajaran yang relevan. PBS lebih
menekankan rumusan standar berpikir dan penalaran secara
terpisah agar dapat dilayani dalam beranekaragam rumpun
mata pelajaran yang luas.
c. PBS memisahkan standar belajar seumur hidup. Seperti
pendekatan berbasis outcome. PBS mengidentifikasikan

27
Manajemen Berbasis Sekolah

belajar seumur hidup sebagai suatu kategori yang unik. Namun


tidak seperti pendekatan berbasis outcome, standar tersebut
bukan merupakan subordinasi tipe standar yang lain. Peserta
didikpun tidak dituntut bertanggung jawab terhadap standar
tersebut. Yang ditempuh adalah kemajuan peserta pada standar
tersebut tetapi tidak menuntut peserta mencapai tingkat unjuk
kerja yang spesifik (specific performance levels).
d. PBS tidak menuntut model pembelajaran (instruksional) yang
eksplisit pendidik bebas mengorganisasikan KBM yang sesuai
dengannya. Namun pendidik tetap bertanggung jawab agar
peserta didik belajar secara efektif untuk mencapai
pengetahuan dan ketrampilan.
e. PBS menekankan aplikasi pengetahuan melalui penggunaan
tugas untuk kerja (performance task) dalam ruang kelas
melalui penilaian eksternal.
f. PBS memberi umpan balik langsung kepada peserta didik
mengenai posisinya yang berhubungan dengan standar.
Umpan balik dilakukan melalui pelaporan tentang pemahaman
dan ketrampilan peserta didik yang berkaitan dengan spesifik.
g. PBS amat bergantung pada pendidikan untuk data penilaian.
Penilaian internal berkali-kali dengan beragam cara dilakukan
pendidik untuk mendapatkan data penilaian. Sebagai
pelengkap, digunakan pula penilaian eksternal. Karena istilah
kompetensi dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
telah memasyarakatkan, istilah tersebut tetap dipakai tetapi
tidak hanya diartikan sebagai serangkaian kemampuan yang
membentuk kompetensi tatapi juga merujuk ke arah prinsip-
prinsip kurikulum berbasis standar.

28
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Bab 3
Kurikulum Pendidikan

K ualitas suatu pendidikan terjawab melalui desain kebijakan


pendidikan yang terintegrasi dalam kesatuan sistem
pendidikan nasional. Sistem inilah yang menyangga beragam
macam program dan kebijakan hingga penyelenggaran pendidikan
di Indonesia memiliki kualitas yang bertaraf setiap tahunnya, tidak
terkecuali penggunaan kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah.
Kurikulum adalah “wadah atau lintasan” yang dipakai untuk
mengaya atau melintaskan sesuatu aktivitas. Dalam konteks
pendidikan sendiri, kurikulum dipakai untuk mengeksekusi seluruh
rangkaian kegiatan yang bersentuhan dengan aktivitas
pembelajaran. Melihat urgensitasnya, kurikulum lakasana dasar
dalam suatu bagunan proses pembelajaran. Maka tidak heran,
dalam periode waktu tertentu, kurikulum pendidikan selalu direvisi
pemerintah karena tidak lagi mengakomodasi kecakapan-
kecakapan yang disyaratkan zaman.

29
Manajemen Berbasis Sekolah

A. Pengertian Kurikulum secara Teoritis


Webster’s third new international distionary menyebut
curiculum berasal dari kata curerre. Dalam bahasa Latin “curerre”
berarti: 1) Berlari cepat (pada perlombaan lari di stadion), 2)
Tergesa-gesa, dan 3) Menjalani. Arti kata curerre di atas menunjuk
pada kata sifat yang perlu diwujudkan dalam bentuk perilaku
mengerjakan dan menyelesaikan sesuatu tugas yang didorong oleh
suatu keinginan tertentu berdasarkan kebutuhan atau kepentingan
yang ingin dipenuhi.
Secara harafiah, arti kata curere dari bahasa Latin yakni berlari
cepat menunjuk pada suatu aktivitas/kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang secara individual maupun bersama orang/individu lain
karena ingin mencapai atau mendapat sesuatu hal tertentu.
Pengertian lainnya bahwa tergesa-gesa adalah suatu dorongan yang
nampak dari aktivitas berlari cepat. Sedangkan arti menjalani
menunjuk pada langkah-langkah yang akan ditempuh dan arah dari
kegiatan itu sendiri. Karena itu, dalam kata ini terkandung pula arti
kata kerja atau kata tugas yang berorientasi pada pencapaian
sesuatu tujuan akhir. Dalam pengertian ini terdapat unsur perilaku,
tujuan, metode atau cara, teknik atau strategi dan sarana atau alat
yang dapat dipergunakan sebagai penunjang dan tempat
dilangsungkannya kegiatan dan tugas itu.
Nampak di sini bahwa kata kurikulum dipakai pada awalnya
dalam bidang kegiatan olahraga khususnya suatu kegiatan yang
mengarah pada perlombaan atau pertandingan untuk memperoleh
suatu kemenangan sebagai hasil usaha yang telah ditempuh. Oleh
karena itu, kata curerre dalam bahasa Latin, dikata bendakan
dengan menunjuk pada beberapa arti lagi, yaitu: 1) Lari cepat,
pacuan, balapan berkereta, berkuda, berlari, 2) Perlombaan,
pacuan, balap, dan 3) Peredaran, gerakan berkeliling lamanya.

30
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Dalam perkembangan dari waktu ke waktu, kata kurikulum


kemudian digunakan dalam bidang kegiatan pendidikan yang
mengandung berbagai makna atau pengertian yang lebih luas lagi.
Karena kegiatan pendidikan adalah usaha untuk menjadikan
manusia lebih matang atau dewasa kepribadiannya dalam
menjalani kehidupan di bumi ini sekarang ataupun nanti.
Menurut sejarah peradaban hidup manusia, bangsa yang
pertama-tama mengenal dan melakukan perlombaan/pertandingan
olahraga adalah bangsa Yunani dan Romawi. Secara geografis,
memang keberadaan kedua bangsa ini berdampingan dekat atau
bertetangga, sehingga dalam pergaulan bermasyarakat pasti saling
mempengaruhi satu terhadap yang lain-nya terutama dalam
kebudayaannya masing-masing. Kedua bangsa ini berada di bagian
Timur Benua Eropa yang pertama-tama maju peradaban
kebudayaannya setelah bangsa-bangsa Babilonia kuno dan Persia
kuno.
Pada abad ke-4 dan ke-3 sebelum Kristus (Masehi), di
lingkungan bangsa Yunani telah adanya kebudayaan Hellenisme
yang mendorong berbagai aktivitas kemasyarakatan makin diatur
secara sistematis dan terorganisir. Pada masa ini lahir sistem
pendidikan yang berpusat dalam wadah sekolah-sekolah yang
disebut akademi, misalnya akademi Plato dan akademik
Aristoteles. Lahirnya sistem pendidikan yang terorganisir ini,
menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan manusia makin
meningkat terutama dalam bidang-bidang yang bersifat
sekularistis, seperti: ilmu kedokteran, ilmu filsafat, ilmu alam, llmu
hayat atau biologi, ilmu jiwa, ilmu hitung dan ilmu ukur, ilmu etika
dan logika. Ilmu-ilmu ini dikembangkan melalui pendidikan di
sekolah-sekolah, misalnya pada tahun 334 sebelum masehi,
Aristoteles mendirikan sekolahnya dalam suatu gedung Lyceum,

31
Manajemen Berbasis Sekolah

yakni suatu ruang olahraga yang merupakan bagian dari kuil


Apolos di kota Athena. Aristoteles mengembangkan ilmu
pengetahuan filsafat terutama dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya
dalam sekolah tersebut. Dalam taman Lyceum itu, Aristoteles
berjalan hilir mudik sambil berbicara dengan peserta didik tentang
berbagai ilmu dengan gaya mengajar yang membuat sekolah itu
dikenal sebagai sekolah peripatetis. Kata ini merupakan kata dari
bahasa Yunani “Peripatein” yang artinya “berjalan-jalan”.
Dari sistem pendidikan di sekolah seperti itu terbentuklah
suatu konsep mengenai kurikulum sebagai suatu perangkat yang
disusun atau ditetapkan sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan.
Perangkat itu mencakup berbagai unsur/komponen yang tentunya
meliputi subyek didik yakni peserta didik, materi pelajaran, metode
mengajar, lingkungan belajar, pendidik atau pengajar, sarana/alat
pelajaran dan sebagainya. Rupanya inilah rintisan sejarah
kurikulum dalam dunia pendidikan pada masa Yunani kuno di
bawah kepeloporan filsuf dan dibantu oleh para Paedagogos (kata
Yunani, paedagogis berarti pelayan atau bujang yang
pekerjaannya mengantar dan menjemput anak ke dan dari
sekolah). Pekerjaan demikian menciptakan suatu relasi pergaulan
dengan anak-anak, sehingga kata pendidikan diartikan dengan
istilah Yunani “paedagogiek” yang artinya adalah pergaulan
dengan anak-anak. Jadi pendidikan di sekolah merupakan suatu
keberadaan yang tercipta situasi pergaulan antara pendidik dan
peserta didik (kata paedos = anak dan agoge = saya membimbing,
memimpin).
Masih dalam perkembangan kehidupan manusia, pendidikan
kemudian dipelajari atau dikaji sebagai suatu bidang ilmu
pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan kepribadian
seseorang menjadi lebih matang atau dewasa. Sebagai suatu bidang

32
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

ilmu pengetahuan, pendidikan memliki sejumlah komponen yang


saling kait mengait fungsinya masing-masing menjadi satu,
sehingga di sebut sebagai sistem.
Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu sistem yang
terdiri dari 3 komponen utama, yaitu:
1) Komponen raw-input, yaitu peserta didik yang disebut
siswa/mahasiswa.
2) Komponen instrumental-input, yaitu: a) Tujuan, b) Pendidik
yang disebut guru/dosen, c) Kurikulum, dan d) Sarana dan
prasarana.
3) Komponen environmental-input, yaitu: a) Lingkungan sekolah
(lingkungan belajar-mengajar), b) Lingkungan keluarga, c)
Lingkungan masyarakat, dan d) Lingkungan pergaulan.
Komponen-komponen tersebut memiliki sub komponen
masing-masing sesuai posisi dan fungsinya yang saling kait
mengait atau saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Misalnya komponen raw-input yakni peserta didik masih terdiri
dari tingkatan umur dan kelas sesuai tingkatan pendidikan yang
berlaku serta jenis pendidikan yang dibutuhkan dalam masyarakat
suatu bangsa atau negara. Karena itu dalam pendidikan melalui
jalur sekolah dikenal peserta didik. Siswa di sekolah dasar dan
sekolah menengah serta mahasiswa di perguruan tinggi.
Menurut satuan pelajaran SPG yang dibuat oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum berasal dari bahasa
Yunani yang berarti jarak yang ditempuh. Semula kata kurikulum
dipakai dalam lapangan olahraga.
Pada pertengahan abad ke XX pengertian kurikulum
berkembang dan dipakai dalam dunia pendidikan dengan

33
Manajemen Berbasis Sekolah

pengertian sebagai sejumlah pelajaran yang harus ditempuh oleh


peserta didik untuk kenaikan kelas atau untuk memperoleh Ijazah.

B. Pengertian Kurikulum secara Substansial


1. Pengertian kurikulum menurut kategori/kelompok
ahli pendidikan tradisional antara lain:
a. Kurikulum SD dengan nama: “Rencana pelajaran sekolah
rakyat” tahun 1927 yang isinya meliputi sejumlah mata
pelajaran yang akan diberikan pada kelas I sampai dengan
kelas VI.
b. Pada tahun 1949 dalam sistem pendidikan sesudah proklamasi
kemerdekaan yang masih di warnai oleh sistem kolonial, maka
kurikulum bagi sekolah rendah yang lamanya 6 tahun itu
berarti daftar pelajaran.
c. Pada tahun 1952 dalam pendidikan sekolah rakyat, kurikulum
yang diterapkan pada tahun 1954 diartikan sebagai, “Rencana
pelajaran terurai”.
d. Pada tahun 1964 dalam pendidikan taman kanak-kanak dan
sekolah Dasar, kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran
dengan adanya sistem pancawardhana.
2. Pengertian kurikulum menurut kelompok ahli
pendidikan moderen
a. Menurut Franklin Bobbitt (1918:43) kurikulum adalah
keseluruhan rangkaian pengalaman, baik yang diarahkan dan
tidak diarahkan, berkaitan dengan kemampuan individu.
b. Menurut Harold O. Rugg (1927:8) Kurikulumnya merupakan
suksesi pengalaman yang memiliki tingkat ketelitian maksimal
untuk memberi pelajaran tentang perkembangan yang
membantu memenuhi dan mengendalikan situasi kehidupan.

34
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

c. Menurut Robert Gagne (1967:23) kurikulum adalah urutan


unit konten yang diatur sedemikian rupa sehingga
pembelajaran setiap unit dapat dilakukan sebagai tindakan
tunggal, asalkan kemampuan yang dijelaskan oleh unit awal
tertentu (dalam urutan) telah dikuasai oleh pelajar.
d. Menurut Robert S. Zais (1976:3) kurikulum sebagai bidang
studi yang mempelajari: 1) Kisaran pokok bahasan yang
bersangkutan (struktur substantif), dan 2) Prosedur inkuiri dan
praktiknya mengikuti (struktur sintaksis).
e. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
(Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional, pasal 1 butir 19).
f. Menurut Purnomo & Munaji (2005:261) William B. Ragam,
kurikulum dalam arti sempit sebagai susunan mata pelajaran
yang harus diajarkan agar peserta didik memiliki kemampuan.

Dari defenisi-defenisi tersebut di atas dapat disimpulkan


bahwa:
a. Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi
uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus
dilaksanakan dari tahun ke tahun.
b. Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang
dimaksudkan untuk digunakan oleh pendidik dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik.
c. Kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan azas-azas
dari ciri-ciri yang penting dari suatu rencana pendidikan dalam
bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan
oleh pendidik di sekolah.

35
Manajemen Berbasis Sekolah

d. Kurikulum diartikan sebagai tujuan pembelajaran, pengalaman


belajar, alat-alat pembelajaran dan cara-cara penilaian yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
e. Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan digunakan dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan secara sistematis dan berkesinambungan menurut
jenjang dan jurusan yang berlaku secara nasional.

C. Fungsi Kurikulum dalam Pendidikan di Sekolah


Pada proses belajar mengajar, sekolah yang merupakan wadah
pendidikan sesuai jenjang dan jurusan masing-masing, maka
kurikulum sangat penting fungsinya karena dengan kurikulum
peserta didik sebagai individu yang sedang berkembang dapat
memperoleh manfaat. Namun selain peserta didik, masih ada lagi
pihak-pihak lain yang akan memperoleh manfaat dari kurikulum
itu. Untuk itu kurikulum mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan mencakup:
a. Tujuan Pendidikan Nasional atau yang dikenal sebagai tujuan
nasional pendidikan yang ditetapkan dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) sebagai hasil ketetapan badan
legeslatif yakni Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) setiap
lima tahun sesuai kebijakan pembangunan nasional.
b. Tujuan Institusional/tujuan lembaga pendidikan sesuai dengan
jenis dan jenjangnya. Dalam model Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dapat disamakan dengan istilah Standar
Kompetensi Lulusan (SKL).

36
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

c. Tujuan Kurikuler/tujuan mata pelajaran/bidang studi. Dalam


model Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dapat
disamakan dengan istilah Standar Kompetensi Isi.
d. Tujuan instruksional/tujuan pokok bahasan/sub pokok
bahasan. Dalam model Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
dapat disamakan dengan istilah Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar.
2. Fungsi kurikulum bagi peserta didik
Kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yang disiapkan
kepada peserta didik sebagai salah satu konsumsi pendidikan.
Dengan ini maka diharapkan mereka akan mendapat sejumlah
pengalaman baru kelak dikemudian hari dan dapat dikembangkan
seirama dengan perkembangan kepribadian anak, guna melengkapi
bekal hidupnya. Perkembangan kepribadian peserta didik berfokus
pada kompetensinya yang mencakup pengetahuan/kognitif,
sikap/afektif, dan ketrampilan/psikomotor.
3. Fungsi kurikulum bagi pendidik
Adapun bagi pendidik, maka kurikulum berfungsi sebagai:
a. Pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi
pengalaman belajar para peserta didik.
b. Pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan
peserta didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman
yang diberikan.

37
Manajemen Berbasis Sekolah

4. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan bagi


pembina sekolah
Kepala sekolah sebagai administrator dan supervisor juga
mempunyai tanggung jawab dalam kurikulum. Itu sebabnya, fungsi
kurikulum bagi kepala sekolah dan para pembina antara lain:
a. Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi, yaitu
memper-baiki situasi belajar.
b. Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi
dengan menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar
peserta didik ke arah yang lebih baik (roster/waktu).
c. Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi dalam
memberi bantuan kepada pendidik untuk memperbaiki situasi
mengajar.
d. Sebagai seorang adminstrator maka kurikulum dapat dijadikan
pedoman dalam memperkembangkan kurikulum lebih lanjut.
e. Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan
belajar mengajar.
5. Fungsi kurikulum bagi orang tua
Bagi orang tua, kurikulum juga mempunyai fungsi yaitu agar
orang tua dapat turut serta membantu usaha sekolah dalam
memajukan putra-putrinya. Bantuan orang tua dalam memajukan
pendidikan ini dapat melalui konsultasi langsung dengan sekolah
atau pendidik tentang masalah-masalah yang menyangkut anak-
anaknya. Di samping itu bantuan orang tua ini juga dapat melalui
lembaga BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan) yang
kini telah berubah nama menjadi komite sekolah. Dengan
membaca kurikulum sekolah, orang tua dapat mengetahui
pengalaman belajar apa yang diperlukan putera-puterinya. Dengan

38
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

demikian, orang tua dapat berpartisipasi untuk membimbing


putera-puterinya secara berkelanjutan.
6. Fungsi kurikulum bagi tingkatan sekolah di atasnya
Ada 2 jenis fungsi kurikulum bagi sekolah pada tingkatan di
atasnya, yaitu:
a. Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan
Dengan mengetahui kurikulum yang digunakan oleh suatu
sekolah tertentu, sekolah pada tingkatan di atasnya dapat
mengadakan penyesuaian di dalam kurikulumnya sebagai berikut:
1) Bila sebagian dari kuikulum sekolah tersebut telah diajarkan
pada sekolah yang berada di bawahnya, maka sekolah dapat
meninjau kembali perlu/tidaknya bagian tersebut diajarkan,
sehingga tidak terjadi tumpah tindih materi pelajaran.
2) Bila kecakapan-kecakapan tertentu yang dibutuhkan untuk
mempelajari kurikulum suatu sekolah belum diajarkan pada
sekolah yang berada di bawahnya, sekolah dapat
mempertimbangkan memasukkan program mengenai
kecakapan-kecakapan tersebut ke dalam kurikulumnya.
b. Penyiapan tenaga baru
Bila suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik
yang berada di bawahnya, maka perlu sekali sekolah mengetahui
kurikulum sekolah yang berada di bawahnya tersebut. Pengetahuan
tentang kurikulum sekolah yang berada di bawahnya menyangkut
pengetahuan tentang isi, susunan organisasi, maupun cara
mengajarkannya, dimana hal itu akan membantu sekolah, pendidik
tersebut di dalam mengadakan perubahan dan penyesuaian di
dalam kurikulum. Misalnya, bila pada kurikulum SD telah
diperkenalkan Matematika moderen, maka tentunya pembelajaran

39
Manajemen Berbasis Sekolah

Matematika di SLTP hendaknya disesuaikan dengan pendekatan


yang berlaku di SD (unsur keberlanjutan).
7. Fungsi kurikulum bagi masyarakat dan pemakai
lulusan sekolah (dunia lapangan kerja)
Selain berfungsi bagi sekolah yang bersangkutan dan sekolah
pada tingkat di atasnya, kurikulum suatu sekolah berfungsi pula
bagi masyarakat dan pihak pemakai lulusan sekolah tersebut.
Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah,
masyarakat/pemakai dapat melakukan sekurang-kurangnya dua hal
yaitu:
a. Ikut memberikan bantuan guna memperlancar pelaksanaan
program pendidikan yang membutuhkan kerjasama dengan
pihak orang tua/ masyarakat.
b. Ikut memberikan kritik/saran yang membangun dalam rangka
menyempurnakan program pendidikan di sekolah, agar lebih
serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.

D. Komponen-Komponen Utama Kurikulum


Sebagai sistem maka kurikulum terdiri dari bebarapa
komponen yaitu: 1) Tujuan, 2 Materi, 3) Metode, 4) Evaluasi, 5)
Sarana, 6) Supervisi dan administrasi, dan 7) Bimbingan dan
penyuluhan. Secara sederhana maka model suatu kurikulum
berdasarkan pendekatan sistem dapat digambarkan sebagai berikut
(lihat gambar 5):

40
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Tujuan

Tu-Nas Tu-Inst Tu-Kur TIU TIK

Materi
Isi-struktur Evaluasi
program

Sarana
Metode
Personal Kepemimpinan Material Adm.

Gambar 5. Sistem komponen kurikulum.

Seperti yang telah diketahui, bahwa kurikulum sebagai suatu


pendekatan sistem yang senantiasa memiliki seperangkat
komponen yang saling kait mengait secara fungsional antara satu
dengan yang lain. Untuk itu komponen-komponen dari sebuah
kurikulum dikembangkan menjadi:
1. Tujuan.
2. Materi (isi dan struktur program).
3. Organisasi dan strategi.
4. Sarana dalam kurikulum lembaga pendidikan pendidik.
5. Evaluasi.
Setiap komponen dalam sistem pendidikan di sekolah
memiliki makna dan fungsinya masing-masing sebagaimana pada
uraian lanjutan berikut ini.

41
Manajemen Berbasis Sekolah

1. Tujuan
Komponen tujuan merupakan salah satu komponen utama
yang harus ditetapkan dan dirumuskan oleh karena komponen
tujuan merupakan penunjuk arah dan titik sasaran yang harus
dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Selama
tujuan tidak ditetapkan dengan baik, maka perjalanan pendidikan
hanyalah sia-sia sebab tidak ada sasaran yang dicapai. Banyak
tenaga dan energi akan terbuang percuma karena tidak berdampak.
Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, ada 2 tujuan
yang ingin dicapai, yaitu:
a. Tujuan pendidikan melalui sekolah secara keseluruhan.
b. Tujuan pendidikan melalui sekolah pada setiap bidang studi.
Dalam model Kurikulum Berbasis Materi (KBM) seperti yang
di-kenal dalam ciri kurikulum yang pernah dipakai oleh sekolah-
sekolah di Indonesia sebelum tahun pelajaran 2004/2005, seperti
kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994, kedua jenis tujuan ini
masih ada dibagi lagi atas beberapa tujuan secara hirarkhi, yaitu:
Tujuan sekolah secara keseluruhan dirumuskan dan ditetapkan
dalam 1) Tujuan pendidikan Nasional, 2) Tujuan institusional, dan
3) Tujuan kurikuler. Tujuan pendidikan di sekolah pada setiap
bidang studi di-kembangkan menjadi TIU (Tujuan Instruksional
Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus).
Sedangkan dalam model KBK/KTSP mengenal konsep tujuan-
tujuan tersebut dengan rumusan istilah-istilah:
a. Standar Nasional Pendidikan.
b. Standar Kompetensi Lulusan.
c. Standar Kompetensi Isi yang terdiri dari Standar Kompetensi
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

42
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

2. Materi pembelajaran (isi dan struktur program)


a. Isi kurikulum
Di dalam komponen-komponen materi yang merupakan isi
dari kurikulum yang mesti dirumuskan, yaitu:
1) Pokok bahasan atau topik materi adalah perincian bidang
pembelajaran untuk dijadikan bahan pelajaran bagi peserta
didik agar mencapai tujuan pendidikan yang akan dicapai
terlebih dahulu.
2) Bahan pembelajaran adalah urutan penyampaian pokok
bahasan yang telah dialokasikan waktunya untuk disampaikan
kepada peserta didik.
3) Sumber bahan yaitu sumber dimana bahan pelajaran diangkat/
diperoleh dan sumber bahan bisa berupa tempat, berupa orang
dan bisa berupa barang.
b. Struktur program
Struktur Program ialah susunan program pembelajaran yang
dirumuskan dalam kurikulum menurut karakteristik dan ruang
lingkup dari masing-masing bahan pembelajaran.
Ada 2 jenis struktur program, yaitu:
1) Struktur program untuk pendidikan umum
Struktur program pendidikan merupakan unit-unit kesatuan
mata pelajaran yang disedian untuk diberikan dalam rangka
membentuk kompetensi-kompetensi kepribadian dari peserta
didiknya, seperti, bidang studi Pendidikan Agama, PMP, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, dan Penjasorkes.

43
Manajemen Berbasis Sekolah

2) Struktur program untuk pendidikan kejuruan


Sedangkan struktur program pendidikan kejuaruan adalah
unit-unit bahan pembelajaran yang ciri dan ruang lingkupnya
meliputi bahan-bahan pembelajaran yang diberikan atau diajarkan
untuk membentuk kompetensi-kompetensi profesional dari peserta
didik secara spesifik dalam rangka pengembangan spesialisasi yang
diminati oleh subyek didik yang bersangkutan.
3. Organisasi dan strategi
a. Organisasi
Organisasi kurikulum adalah suatu susunan program
pembelajaran yang akan diajarkan kepada subyek didik pada suatu
jenjang dan jenis sekolah. Organisasi kurikulum itu dibuat
berdasarkan jenis bahan pembelajaran yang homogen. Ada dikenal
dua macam organisasi, yaitu:
1) Organisasi kurikulum secara horisontal
Yang dimaksud dengan kurikulum secara horisontal adalah a)
Susunan mata pelajaran yang dibuat secara terpisah, b) Susunan
mata pelajaran menurut kelompok muatan jenis, dan c) Kesatuan
program yang disusunan tanpa mengenal mata pelajaran.
2) Organisasi kurikulum secara vertikal
Yang dimaksud dengan organisasi kurikulum secara vertikal
adalah susunan kurikulum yang dibuat dengan mempertimbangkan:
a) Sistem kelas secara berjenjang (SD, SMP), b) Susunan program
tanpa kelas secara berjenjang melainkan susunan program yang
dibuat berdasarkan keunikan atau kompleksivitas dari suatu unit
program pembelajaran (PT), dan c) Kombinasi (SMA).

44
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

b. Strategi
Strategi pelaksanaan kurikulum tergambar dengan cara yang
ditempuh di dalam melaksanakan pembelajaran atau yang
ditempuh pada saat melaksanakan bimbingan dan penyuluhan serta
cara yang ditempuh dalam mengatur kegitan sekolah secara
keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pembelajaran mencakup
baik cara yang berlaku untuk umum maupun cara yang ditempuh
dalam menyajikan bidang studi, termasuk metode mengajar dan
alat pelajaran yang digunakan. Komponen metode ini menyangkut
metode/upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat
tecapai. Metode yang digunakan hendaknya relevan dengan tujuan
yang ditetapkan sebelumnya, dengan mempertimbangkan
kemampuan pendidik, lingkungan anak dan sarana pendidikan
yang ada.
Dalam pelaksanaan tidak ada suatu metode yang baik untuk
segala tujuan sehingga pemilihan dan penggunaan metode
memperhatikan tujuan dan situasi dalam pelaksanaan suatu
program pembelajaran. Untuk itu pendidik harus mengetahuinya
terlebih dahulu agar ia bisa menggunakannya. Kombinasi metode
mengingat sifat-sifat polivalent dan poli-pragmatis dari suatu
metode. Yang dimaksud dengan sifat polivalent adalah penggunaan
lebih dari satu metode untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan
poliprag-matis adalah penggunaan satu metode untuk mencapai
beberapa tujuan.
4. Komponen sarana
Dalam merumuskan sebuah kurikulum dibutuhkan sarana
sebagai sebuah komponen yang perlu ditetapkan agar menjadi
penunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah terutama dalam

45
Manajemen Berbasis Sekolah

rangka menunjang proses belajar mengajar. Komponen sarana


terdiri dari:
a. Sarana personal
Sarana ini meliputi tanaga-tenaga pelaksana/penyelenggara
pen-didikan yang berkompeten dalam tugas dan tanggung jawab
yang melekat pada kepribadiannya masing-masing. Komponen
sarana personal itu terdiri dari:
1) Pendidik bidang studi atau mata pelajaran.
2) Tenaga edukatif yang tidak mengajar seperti konselor.
3) Tenaga administrasi atau non edukatif seperti tata usaha
sekolah.
4) Tenaga khusus dan penasehat, seperti inspeksi atau penilik
sekolah .
b. Sarana material
Komponen sarana material merupakan komponen yang
memiliki fungsi sebagai alat/instrumen yang berdimensi fisik/
bendawi yang mati, yaitu:
1) Bahan instruksional dalam bentuk bahan instruksional, teks
book, alat atau media pendidikan seperti OHP, gambar/poster,
dsb, serta sumber yang menyedian bahan Instruksional atau
pengalaman belajar seperti majalah, buletin, dan sebagainya.
2) Sarana fisik yang terdiri dari gedung sekolah, kantor,
laboratorium, lapangan, halaman sekolah, dan sebagainya.
3) Biaya operasional yaitu tersedianya biaya atau dana untuk
penyelenggaraan pendidikan berupa uang.

46
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

c. Sarana kepemimpinan
Sarana kepemimpinan ini akan memberi dukungan dan
pengamanan pelaksanaan, serta memberi bimbingan, pembinaan,
dan penyempurnaan program pendidikan seperti peraturan dan
disiplin sekolah.
d. Sarana administratif
1) Pedoman khusus bidang pembelajaran.
2) Pedoman penyusunan satuan pelajaran.
3) Pedoman praktek keguruan.
4) Pedoman bimbingan peserta didik.
5) Pedoman administrasi dan supervisi.
5. Komponen evaluasi
Komponen ini dibutuhkan untuk mengukur tingkat
keberhasilan atau pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan
di sekolah terutama keberhasilan belajar mengajar pendidik dan
peserta didik untuk itu di bawah ini beberapa jenis kegiatan
evaluasi, yaitu:
a. Evaluasi formatif berupa tes-tes harian seperti, pre-test
ataupun post-test, dan tugas-tugas terstruktur.
b. Evaluasi sumatif berupa test tengah semester dan tes akhir
semester.
c. Evaluasi Belajar Tahap akhir (EBTA) baik lokal maupun
Nasional yang disebut Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional
(UN).

47
Manajemen Berbasis Sekolah


Bab 4
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

K urikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan


langkah strategis pemerintah dalam memperbahrui
kececakapan pembelajaran di sekolah. Ini dilandasi dengan
semangat bahwa peningkatan mutu pendidikan sangat dibutuhkan
bangsa ini untuk mendapatkan pembelajaran dan pendidikan yang
berkualitas tinggi. Melalui KTSP, guru lebih “otonom” dalam
mengemas kegiatan pembelajaran diharapkan memberikan dampak
yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa selama
proses pembelajaran. Memanfaatkan “kearifan lokal” untuk
menjembatani lahirnya proses belajar yang lebih bermakna.
Otonomisasi ini tidak serta merta melepaskan guru secara mandiri,
namun aturan atau konsep-konsep umum tetap diayomi guru.
Namun praksisnya, dikontekstualisasikan dengan kemajemukan
siswa. Ini bukan untuk kepentingan guru, melainkan kepentingan
siswa-siswa itu sendiri sebab merekalah estafetor bangsa ini.

48
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

A. Landasan Penyusunan KTSP


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dalam
rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan peraturan pemerintah republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan
menengah mengacuh kepada peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006
tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 22 tahun 2006 dan nomor 23 tahun 2006, dan berpedoman
pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP).
Apa saja bunyi UU, PP, dan Peraturan Menteri yang terkait
dengan penyusunan KTSP?
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (19), Pasal 18
ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 32 ayat (1), (2), (3). Pasal 35 Ayat (2)
pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4), Pasal 37 ayat (1), (2), (3) Pasal 38
Ayat (1), (2).
Pasal 1
19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

49
Manajemen Berbasis Sekolah

Pasal 18
1. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
2. Pendidikan Menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan.
3. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas
(SMA), Madrasah aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk
lain yang sederajat.
4. Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 32
1. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
2. Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat
adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3. Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan
pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 35
2 Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

50
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Pasal 36
1. Pengembangn kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
2. kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan Taqwa.
b. Peningkatan akhlak mulia.
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
e. Tuntutan pembangunan daerah nasional
f. Tuntutan dunia kerja.
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
h. Agama.
i. Dinamika perkembangan global.
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
4. Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan.
Pasal 37
1. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. Pendidikan agama.
b. Pendidikan kewarganegaraan.
c. Bahasa.
d. Matematika.

51
Manajemen Berbasis Sekolah

e. Ilmu pengetahuan alam.


f. Ilmu pengetahuan sosial.
g. Seni dan budaya.
h. Pendidikan jasmani.
i. Ketrampilan/kejuruan.
j. Muatan lokal.
2. Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. Pendidikan agama.
b. Pendidikan kewarganegaraan.
c. Bahasa.
3. Ketentuan mengenai Kurikulum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 38
1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan
menengah ditetapkan oleh pemerintah.
2. Kurikulum pendidikan dasar menengah dikembangkan sesuai
dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan dan komite sekolah /madrasah di bawah koordinasi
dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 ayat (5), (13),
(14), (15). Pasal 5 ayat (1), (2), Pasal (6), Pasal 7 ayat (1), (2), (3),
(4), (5), (6), (7), (8). Pasal 8 ayat (1), (2), (3) Pasal 10 ayat (1), (2),
(3) Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4) Pasal 13 (1), (2), (3), (4) Pasal 14
ayat (1), (2), (3) Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5). Pasal 17 ayat
(1), (2). Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Pasal 20.

52
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Pasal 1
5. Standar isi adalah ruang linkup materi dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi bahan mata pelajaran,
dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta
didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
13. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
14. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang
ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini untuk dijadikan
pedoman dalam penyusunan kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
15. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan.
Pasal 5
1. Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidika tertentu.
2. Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik.
Pasal 6
1. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.

53
Manajemen Berbasis Sekolah

b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan


kepribadian.
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d. Kelompok mata pelajaran estetika.
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan.
Pasal 7
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada
SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan atau kegiatan
agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pegetahuan dan
teknologi, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan.
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan /atau kegiatan
agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan
budaya, dan pendidikan jasmani.
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
pada SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan /atau kegiatan bahasa,
matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
ketrampilan, kejujuran, dan muatan lokal yang relevan.
4. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
pada SMP/MTs/SMPLB/Paket B, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan /atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu

54
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

pengetahuan sosial, ketrampilan/kejuruan, dan atau teknologi


informasi dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
5. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
pada SMA/MA/SMALB/Paket C, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, ketrampilan /kejuruan, teknologi informasi
dan komunikasi, serta
6. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan bahasa,
matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
ketrampilan, kejuruan, teknologi informasi informasi dan
komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
7. Kelompok mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket
A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan
melalui muatan dan atau/ kegiatan bahasa, seni dan budaya,
ketrampilan, dan muatan lokal yang relevan.
8. Kelompok mata pelajaran Jasmani, olahraga, dan kesehatan
pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain
yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu
pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
Pasal 8
1. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan
dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan /atau
semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.

55
Manajemen Berbasis Sekolah

2. Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas


standar kompetensi dan kompetensi dasar
3. Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 10
1. Beban belajar untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB,
SMA,MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat
menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester
dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas
masing-masing.
2. MI/MTs/MA atau bentuk lain yang sederajat dapat
menambahkan beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
3. Ketentuan mengenai beban belajar, jam pelajaran, waktu
efektif tatap muka, dan presentase beban belajar setiap
kelompok mata pelajaran ditetapkan dengan peraturan Menteri
berdasarkan usulan BSNP.
Pasal 11
1. Beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang
sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester
(SKS).
2. Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal
kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit
semester.

56
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

3. Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau


bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal
kategori mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester.
4. Beban belajar minimal dan maksimal bagi satuan pendidikan
yang menerapkan sistem SKS ditetapkan dengan peraturan
Menteri berdasarkan usul dari BSNP.
Pasal 13
1. Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang
sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat,
SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukan
pendidikan kecakapan hidup.
2. Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan
akademik, dan kecakapan vokasional.
3. Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan (2) dapat merupakan bagian diri pendidikan kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pendidikan
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi,
kelompok mata pelajaran pendidikan estetika, atau kelompok
mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan.
4. Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), (2), dan (3) dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan
nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Pasal 14
1. Kurikulum untuk SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang
sederajat dan kurikulum untuk SMA/MA/SMALB atau bentuk

57
Manajemen Berbasis Sekolah

lain yang sederajat dapat memasukan pendidikan berbasis


keunggulan lokal.
2. Pendidikan berbasis keunggulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat merupakan bagian dari pendidikan kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, pendidikan kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian pendidikan
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi,
pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, atau kelompok
mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan.
3. Pendidikan berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan (2) dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan
nonformal yang sudah memperoleh akreditasi.
Pasal 16
1. Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan
yang disusun oleh BSNP.
2. Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-
kurangnya:
a. Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk
SD/MI/SDLB/SMP/ MTs/SMPLB/ SMA/MA/ SMALB,
dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori
standar.
b. Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk
SD/MI/SDLB/SMP/MTs/ SMPLB/ SMA/MA/ SMALB,
dan SMK/MAK pada jalur pendidikan formal kategori
mandiri.
c. Penyusunan Kurikulum pada tingkat satuan pendidikan
jenjang pendidikan dasar dan menengah keagamaan
berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.

58
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

d. Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berisi


sekurang-kurangnya model-model kurikulum satuan
pendidikan kegamaan jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
e. Model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) sekurang-
kurangnya meliputi model kurikulum tingkat satuan
pendidikan apabila menggunakan sistem paket dan model
kurikulum tingkat satuan pendidikan apabila
menggunakan sistem kredit semester.
Pasal 17
1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah /karakteristik daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan peserta didik.
2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite
madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi
dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan untuk SD, SMP,SMA, dan SMK dan departemen
yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk
MI, MTs, MA, dan MAK.
Pasal 18
1. Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan
tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran
efektif, dan hari libur.

59
Manajemen Berbasis Sekolah

2. Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu minggu
dan jeda antar semester.
3. Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 20
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar isi memuat putusan sebagai berikut.
Pasal 1
1. Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
yang selanjutnya disebut Standar isi mencakup lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai
kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
2. Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan memuat putusan sebagai
berikut.
Pasal 1
1. Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik.

60
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

2. Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan
pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan
minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi
lulusan minimal mata pelajaran.
3. Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud paada ayat
(1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.

B. Konsep Dasar KTSP


Dalam standar nasional pendidikan (SNP pasal 1, ayat 15)
dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP)
adalah kurikuluam operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. Penyusun KTSP dilakukan oleh
satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar
kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendididkan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-
Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
1. Pengembangan kurikulum mengacuh pada Standar Nasional
Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesusai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami kaitannya dengan Kuriulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai berikut:
1. KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan
pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial
budaya masyarakat setempat dan peserta didik.

61
Manajemen Berbasis Sekolah

2. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum


tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulsan,
dibawah supervisi dinas pendidikan Kabupaten/Kota, dan
Departemen Agabma yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan.
3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program
studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh
masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada
Standar Pendidikan Nasional.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan strategi
pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif,
produktif dan berprestasi. Kurikulum tingkat satuan pendidikan
merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang
memberikan otonomi luas kepada setiap satuan pendidikan, dan
pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar
mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap pendidikan dan
sekolah memiliki keleluasan dalam mengelola sumber daya,
sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan, serta leih tanggap terhadap kebutuhan
setempat.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah ide tentang
pengembangan kurikulum yang dilakuka pada posisi yang paling
dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan.
Pemberdayaan sekolah dan satuan pendidikan dengan memberikan
otonomi yang lebih besar, disamping menunjukan sikap tanggap
pemerintah terhadap tuntutan masyarakat juga merupakan sarana
peningkatan kualitas, efisiensi dan pemerataan pendidikan.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan merupakan salah satu wujud
reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah

62
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum dan


satuan pendidikan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan
masing-masing.
Otonomi dalam mengembangkan kurikulum dan pembelajaran
merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru
dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-
kelompok terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan, khususnya kurikulum. Pada sistem KTSP,
sekolah memiliki “full authorityand responsibility” dalam
menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dngan visi, misi
dan tujuan satuan pendidikan. Untuk mewujudkan visi, misi dan
tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator kompetensi,
mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan
pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar,
serta mempertanggung-jawabkannya kepada masyarakat dan
pemerintah.
Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru,
kepala sekolah, serta Komite Sekolah dan dewan pendidikan.
Badan ini merupakan lembaga yang ditetapkan berdasarkan
musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pejabat pendidikan
daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan, perwakilan orang tua
peserta didik dan tokoh masyarakat. Lembaga ini yang menetapkan
segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang
pendidikan yang berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu
meneruskan dan menetapkan visi, misi dan tujuan sekolah dengan
berbagai implikasinya terhadap program-program kegiatan
operasional untuk mencapai tujuan sekolah.

63
Manajemen Berbasis Sekolah

Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan suatu pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan
inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola
dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat
dalam mengembangkan kurikulum melalui pengambilan
keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan
tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan diatas, KTSP dapat dipandang sebagai
suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam
konsep otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. Oleh
karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan,
terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagai berikut:
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan
lembaganya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya
input pendidikan yang akan dikembangkan dan yang
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.

64
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

3. Pengabilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih


cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak
sekolahlah yang paling tau apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat.
5. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan
masing-masing kepada pemerintah, orang tua, peserta didik
dan masyarakat pada umumnya, sehingga ia akan berupaya
semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai
sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan
sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan
melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua
peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan yang berubah dengan cepat, serta
mengakomodasikan dalam KTSP.

C. Karakteristik KTSP
KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan
kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi
daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem
yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat
membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas
kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran. Mengingat peserta didik datang dari berbagai latar
belakang kesukuan dan tingkat sosial. Salah satu perhatian sekolah
harus ditujkan pada asas pemerataan, baik dalam bidang sosial,

65
Manajemen Berbasis Sekolah

ekonomi maupun politik. Disini lain sekolah juga harus


meningkatkan efisiensi, parisipasi dan mutu, serta bertanggung
jawab kepada masyarakat dan pemerintah.
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana
sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja,
proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme
tenaga kependidikan serta sistem penilaian. Berdasarkan uraian
diatas, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai
berikut:
1. Pemberian otonomi yang luas kepada sekolah dan satuan
pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi,
2. Kepemimpinan yang demokratis dan profesional serta team
kerja yang kompak dan transparan.
Untuk lebih jelasnya, masing-masing karakteristik tersebut
dideskripsikan sebagai berikut:
1. Pemberian otonomi luas kepada sekolah dan
satuan pendidikan
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan
pendidikan, disertai seperangkat tanggungjawab untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat.
Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan
kekuasaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan
masyarakat. Selain itu, sekolah dan satuan pendidikan juga
diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana
sesuai dengan prioritas kebutuhan. Melalui otonomi yang luas,
sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan
menawarkan partisipasi aktif mereka dalam mengambil keputusan

66
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

dan tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang


diambil secara proporsional dan profesional.
2. Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi
Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh
partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi.
Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung
sekolah melalui bantuan keuangan, tetapi melalui komite sekolah
dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan
program-program yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu
sekolah sebagai nara sumber pada berbagaii kegiatan sekolah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Kepemimpinan yang demokratis dan profesional
Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan
profesional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga
pelaksana kurikulum merupakan orang-orang yang memiliki
kemampuan dan integritas profesional. Kepala sekolah adalah
manajer pendidikan profesional yang direkrut komite sekolah
untuk mengelola segala kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan. Guru-guru yang direkrut oleh sekolah adalah
pendidik profesional dalam bidangnya masing-masing, sehingga
mereka bekerja berdasarkan pola kinerja profesional yang
disepakati bersama untuk memberi kemudahan dan mendukung
keberhasilan pembelajaran peserta didik. Dalam proses
pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan
proses “bottom up” secara demokratis, sehingga semua pihak
memiliki tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil serta
pelaksanaannya.

67
Manajemen Berbasis Sekolah

4. Team-kerja yang kompak dan transparan


Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan
pembelajaran didukung oleh kinerja kerja team yang kompak dan
transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan.
Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya pihak-
pihak yang terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan
posisinya masing-masing untuk mewujudkan suatu “sekolah yang
dapat dibanggakan” oleh semua pihak. Mereka tidak saling
menunjukan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing
berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja
sekolah secara keseluruhan.
Dalam pembelajaran misalnya pihak-pihak terkait bekerja
sama secara profesional untuk mencapai tujuan-tujuan atau target
yang disepakati bersama. Dengan demikian keberhasilan KTSP
merupakan hasil sinergi (sinergistic effect) dari kolaborasi team
yang kompak dan transparan. Dalam konsep KTSP yang utuh
kekuasaan yang dimiliki sekolah dan satuan pendidikan terutama
mencakup pengambilan keputusan tentang pengembangan
kurikulum dan pembelajaran serta penilaian hasil belajar peserta
didik. Disamping beberapa karakteristik di atas terdapat beberapa
faktor penting yang perlu diperlihatkan dalam pengembangan
KTSP. Terutama berkaitan dengan sistem informasi serta sistem
penghargaan dan hukuman.
a. Sistem informasi yang jelas dan transparan
Sekolah dan satuan pendidikan yang mengembangkan dan
melaksanakan KTSP perlu memiliki informasi yang jelas tentang
program yang netral dan transparan karena dari informasi tersebut
seseorang akan mengetahui kondisi dan posisi sekolah. Informasi
ini diperlukan untuk memonitoring evaluasi dan akuntabilitas

68
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

pembelajaran. Informasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah


antara lain berkaitan dengan kemampuan guru, prestasi peserta
didik, sumber-sumber belajar kepuasan orang tua dan peserta didik
serta visi, dan misi sekolah.
b. Sistem penghargaan dan hukuman
Sekolah dan satuan pendidikan yang mengembangkan dan
melaksanakan KTSP perlu menyusun sistem penghargaan (reward)
dan hukuman (punishment) bagi warganya untuk mendorong
kinerjanya. Sistem ini juga diharapkan dapat meningkatkan
motivasi dan produktivitas warga sekolah, khususnya yang
berkaitan dengan prestasi belajar peserta didik. Oleh karena itu
sistem penghargaan dan hukuman yang dikembangkan harus
bersifat proporsional, adil dan transparan.
Berdasarkan beberapa prinsip KTSP terurai di atas, maka
KTSP yang kini dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional
di Indonesia adalah model Kurikulum Berbasis Standar
Kompetensi (KBSK). Mengingat bahwa yang menjadi standar yang
harus dicapai dalam seluruh proses pendidikan yang bervokus pada
kegiatan pembelajaran adalah pembentukan
kompetensi/kemampuan peserta didik (siswa/mahasiswa). Ini
dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia
Indonesia yang berkualitas demi kemajuan kehidupan masyarakat
Indonesia secara holistik dari berbagai aspek/bidang kehidupan
sebagai manusia yang beradab dan bermartabat.
Dengan demikian, KBSK dan KTSP setidaknya memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Berbasis kompetensi dasar (curriculum based competencies),
bukan materi pelajaran.

69
Manajemen Berbasis Sekolah

2. Bertumpu pada pembentukan kemampuan yang dibutuhkan


oleh siswa (developmentally-appropriate practice), bukan
penerusan materi pelajaran.
3. Berpendekatan atau berpusat pembelajaran (learner centered
curriculum), bukan pengajaran.
4. Berpendekatan terpadu atau integratif (integrative curriculum
atau learning across curriculum), bukan diskrit.
5. Bersifat diverifikatif, pluralistis, dan multikultural
6. Bermuatan empat pilar pendidikan kesejagatan, yaitu belajar
memahami (learning to know), belajar berkarya (lerning to
do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be one self), dan
belajar hidup bersama (learning to live together).
7. Berwawasan dan bermuatan manajemen berbasis sekolah
dengan karakteristik tersebut, KBSK dan KTSP telah
memungkinkan hal-hal berikut:
a. Terkuranginya materi pembelajaran yang demikian
banyak dan padat.
b. Tersusunnya perangkat standar dan patokan kompetensi
yang perlu dikuasai siswa, baik kompetensi tamatan,
kompetensi umum, maupun kompetensi dasar mata
pelajaran.
c. Terkurangnya beban tugas guru yang selama ini sangat
banyak dan beban belajar siswa yang selama ini sangat
berat.
d. Memperbesar kebebasan, kemerdekaan, dan keleluasaan
tenaga pendidikan dan pengelola pendidikan di daerah,
dan memberikan peluang mereka untuk berimprovisasi,
berinovasi, dan berkreasi.
e. Terbukanya kesempatan dan peluang bagi daerah (Kota
dan Kabupaten), bahkan pengelolah pendidikan dan
tenaga pendidikan, untuk melakukan berbagai adaptasi,

70
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

modivikasi, dan kontekstualisasi kurikulum sesuai dengan


kenyataan lapangan, baik kenyataan demografis,
geografis, sosiologis, kultural, maupun psikologis siswa.
f. Terakomodasinya kepentingan dan kebutuhan daerah
setempat, terutama kota dan kabupaten, baik dalam
rangka melestarikan dan mengembangkan kebudayaan
setempat, maupun melestarikan karakteristik daerah,
tanpa harus mengabaikan kepentingan bangsa dan
nasional.
g. Terbuka lebarnya kesempatan bagi sekolah untuk
mengembangkan kemandirian demi peningkatan mutu
sekolah, yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Sementara itu, Pusat Kurikulum (puskur) di Departemen
Pendidikan Nasional RI yang kini telah berubah nama menjadi
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) berpegang pada lima
karakteristik utama, yaitu: 1) Menekankan pada ketercapaian
kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal, 2)
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman, 3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi, 4) Guru bukan satu-
satunya sumber belajar, dan 5) Penilaian menekankan pada proses
dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi. Dalam praktiknya, ciri-ciri tersebut harus tercermin
dalam pembelajaran.

D. Prinsip dan Acuan Pengembangan KTSP


Seperti telah diuraikan pada bahasan sebelumnya, bahwa
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan
KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan

71
Manajemen Berbasis Sekolah

dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang


dikembangkan BSNP. Pengembangan KTSP diserahkan kepada
para pelaksana pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah,
dan dewan pendidikan) untuk mengembangkan berbagai
kompetensi pendidikan (pengetahuan, ketrampilan dan sikap) pada
setiap satuan pendidikan, di sekolah dan daerah masing-masing.
Mengingat bahwa penyusunan KTSP diserahkan kepada
satuan pendidikan, sekolah dan daerah masing-masing,
diasumsikan bahwa guru, kepala sekolah, komite sekolah dan
dewan pendidikan akan sangat bersahabat dengan kurikulum
tersebut. Diasumsikan demikian, karena mereka terlibat secara
langsung dalam proses penyusunannya, dan mereka (guru) yang
akan melaksanakannya dalam proses pembelajaran di kelas,
sehingga memahami betul apa yang harus dilakukan dalam
pembelajaran sehubungan dengan kekuatan, kelemahan, peluang
dan tantangan yang dimiliki oleh setiap satuan pendidikan di
daerah masing-masing. Mereka pula yang akan melakukan
penilaian terhadap hasil pembelajaran yang dilakukannya, sehingga
keberhasilan pembelajaran merupakan tanggungjawab guru secara
profesiaonal.
Keterlibatan guru, kepala sekolah, masyarakat yang tergabung
dalam komite sekolah dan dewan pendidikan dalam pengambilan
keputusan akan membangkitkan rasa kepemilikan yang lebh tinggi
terhadap kurikulum, sehingga mendorong mereka untuk
mendayagunakan sumber daya yang ada se-efisien mungkin untuk
mencapai hasil yang optimal. Konsep ini didasarkan pada Self
Determination Theory yang menyatakan bahwa jika seseorang
memiliki kekuasaan dalam pengambilan suatu keptusan, maka akan
memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan
keputusan tersebut.

72
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Hampir sama dengan KBK, KTSP dikembangkan berdasarkan


prinsip-prinsip berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkunganya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang masa.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan
daerah.
Selain itu, KTSP disusun dengan memperhatikan acuan
operasional sebagai berikut:
1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Penyusunan kurikulum harus dapat membentuk kepribadian
peserta didik secara utuh dalam aspek pengetahuan, sikap dan
ketrampilan sesuai dengan nilai-nilai yang tercermin dalam iman
dan takwa serta akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kemampuan
peserta didik
Penyusunan kurikulum pada setiap tingkat satuan pendidikan
dapat menunjang peningkatan kemampuan pribadi peserta didik
secara utuh baik secara fisik maupun psikis emosional yang
mencakup ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

73
Manajemen Berbasis Sekolah

3. Keseragaman potensi dan karakteristik daerah dan


lingkungan
Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan,
dan keragaman karakteristik lingkungan. Karena itu, kurikulum
harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan
yang dapat memberikan kontribusi bagi pegembangan daerah.

4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional


Pengembangan kurikulum harus memperhatikan
keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5. Tuntutan dunia kerja
Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali
peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya
bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan


seni
Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi
dan kerukunan umat beragama, dan memperhatikan norma agama
yang berlaku di lingkungan sekolah.

74
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

8. Dinamika perkembangan global


Kurikulum harus dikembangkan agar peserta didik mampu
bersaing secara global dan tepat hidup berdampingan dengan
bangsa lain.

9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan


Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan
dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang
kelestarian keragaman budaya.

11. Kesetaraan/gender
Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang
berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan/
gender antara laki-laki dan perempuan dalam kesempatan peran
dan fungsi untuk mengembangkan diri.

12. Karakteristik satuan pendidikan


Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi,
tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.

75
Manajemen Berbasis Sekolah

E. Struktur Pengembangan KTSP


Struktur pengembangan KTSP sebagai salah satu model
KBSK dapat dibagi atas 4 Bab dengan urutan isinya sebagai
berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang (dasar pemikiran penyusunan KTSP)
B. Tujuan Pengembangan KTSP
C. Prinsip Pengembangan KTSP
Catatan: Prinsip pengembangan KTSP sesuai dengan
karakteristik sekolah yang bersangkutan.
BAB II
TUJUAN, VISI, DAN MISI
A. Tujuan Pendidikan (Disesuaikan dengan jenjang satuan
Pendidikan)
B. Visi Sekolah
C. Misi Sekolah Tujuan Sekolah
Catatan: Penyusunan visi, misi tujuan satuan pendidikan bisa
dilakukan dengan tiga tahap:
Tahap 1, Hasil belajar siswa
Apa yang harus dicapai siswa berkaitan dengan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap setelah mereka menamatkan sekolah?
Tahap 2, Suasana pembelajaran
Suasana pembelajaran seperti apa yang dikehendaki untuk
mencapai hasil belajar tersebut?

76
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Tahap 3, Suasana sekolah


Suasana sekolah-sebagai lembaga/organisasi pembelajaran-
seperti apa yang diinginkan untuk mewujudkan hasil belajar bagi
siswa.
BAB III
STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM
Meliputi sub-komponen
A. Mata Pelajaran
Berisi Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah yang disusun
berdasarkan kebutuhan siswa dan sekolah terkait dengan upaya
pencapaian SKL.
Pengembangan Struktur Kurikulum dilakukan dengn cara
antara lain:
1. Mengatur alokasi waktu pembelajaran “tatap muka” seluruh
mata pelajaran wajib dan pilihan ketrampilan/bahasa asing
lain);
2. Memanfaatkan 4 jam tambahan untuk menambah jam
pembelajaran pada mata pelajaran tertentu atau menambah
mata pelajaran baru.
3. Mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal dalam
struktur kurikulum
4. Tidak boleh mengurangi mata pelajaran yang tercantum dalam
standar isi.
B. Muatan Lokal
Berisi tentang jenis, Strategi Pemilihan dan pelaksanaan
Mulok yang diselenggarakan oleh sekolah. Dalam
pengembangannya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

77
Manajemen Berbasis Sekolah

1. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler yang bertujuan


untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ciri khas
dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah.
2. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
3. Substansi yang akan dikembangkan, materinya tidak sesuai
menjadi bagian dari Mapel lain, atau terlalu luas substansinya
sehingga harus dikembangkan menjadi Mapel tersendiri.
4. Merupakan mata pelajaran wajib yang tercantum dalam
struktur kurikulum.
5. Bentuk penilaiannya kuantitatif (angka).
6. Setiap sekolah dapat melaksanakan Mulok lebih dari satu jenis
dalam setiap semester, mengacu pada minat dan/atau
karakteristik program studi yang diselenggarakan di sekolah.
7. Siswa boleh mengikuti lebih dari satu jenis Mulok pada setiap
tahun pelajaran, sesuai dengan minat dan program Mulok yang
diselenggarakan sekolah.
8. Substansinya dapat berupa program ketrampilan produk dan
jasa, contoh:
a. Bidang budi daya: tanaman hias, tanaman obat, sayur,
pembibitan ikan hias dan konsumsi, dan lain-lain.
b. Bidang pengolahan: pembuatan abon, kerupuk, ikan asin,
baso, dan lain-lain.
c. Bidang TIK dan lain-lain: web desain, berkomunikasi
sebagai guide, akuntansi komputer, kewirausahaan, dan
lain-lain.
9. Sekolah harus menyusun SK, KD, dan silabus untuk mata
pelajaran Mulok yang diselenggarakan oleh sekolah.
10. Pembelajarannya dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran
atau tenaga ahli dari luar sekolah yang relevan dengan
substansi Mulok.

78
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

C. Kegiatan Pengembangan diri


1. Bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan, bakat, minat peserta didik, dan
kondisi sekolah.
2. Dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:
a. Pelayanan konseling (kehidupan pribadi, sosial, kesulitan
belajar, karier), dan /atau
b. Pengembangan kreativitas, kepribadian siswa seperti:
kepramukaan, kepemimpinan, KIR, dan lain-lain.
3. Bukan mata pelajaran dan tidak perlu dibuatkan SK, KD, dan
silabus.
4. Dilaksanakan melalui ekstrakulikuler.
5. Penilaian dilakukan secara kualitatif (deskripsi), yang
difokuskan pada perubahan sikap dan perkembangan perilaku
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pengembangan diri.
D. Pengaturan Beban Belajar
1. Berisi tentang jumlah beban belajar per mata pelajaran, per
minggu, per semester, dan per Tahun Pelajaran yang
dilaksanakan di sekolah, sesuai dengan alokasi waktu yang
tercantum dalam struktur kurikulum.
2. Sekolah dapat mengatur alokasi waktu untuk untuk setiap
mata pelajaran pada semester ganjil dan genap dalam satu
tahun pelajaran sesuai dengan kebutuhan, tetapi jumlah beban
belajar per tahun secara keseluruhan tetap.
3. Alokaksi waktu kegiatan praktik diperhitungkan sebagai
berikut:
2 JPL praktek di sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka, dan
4 JPL praktek di luar sekolah setara dengan 1 JPL tatap muka.

79
Manajemen Berbasis Sekolah

a. Sekolah dapat memanfaatkan alokasi Tambahan 4 JPL


dan alokasi waktu penugasan terstruktur (PT) dan
penugasan tidak terstruktur (PTT) sebanyak 0% - 60% per
mata pelajaran (Maks. 60% x 38 JPL = 22 JPL) untuk
kegiatan remedial, pengayaan, penambahan, jam praktek,
dan lain-lain, sesuai dengan potensi dan kebutuhan siswa
dalam mencapai kompetensi pada mata pelajaran tertentu.
b. Pemanfaatan alokasi waktu PT dan PTT, harus dirancang
secara tersistem dan terprogram menjadi bagian integral
dari KBM pada Mapel yang bersangkutan.
c. Alokasi waktu PT dan PTT tidak perlu dicantumkan
dalam struktur kurikulum dan silabus, tetapi dicantumkan
dalam Skenario Pembelajaran, Satpel.
d. Sekolah harus mengendalikan agar pemanfaatan waktu
dimaksud dapat digunakan oleh setiap guru secara efisien,
efektif, dan tidak membebani siswa.
E. Ketuntasan Belajar
Berisi tentang kriteria dan mekanisme penetapan ketuntasan
Minimal Per Mata Pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1. Ketuntasan belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0-100%,
dengan batas kriteria ideal minimal 75%.
2. Sekolah harus menetapkan kriteria kelulusan minimal (KKM)
per mata pelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan
rata-rata siswa, kompleksitas, SD pendukung.
3. Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal,
tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan
ideal.

80
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

F. Kenaikan Kelas dan Kelulusan


Berisi tentang kriteria dan mekanisme kenaikan kelas dan
kelulusan, serta strategi penanganan siswa yang tidak naik atau
tidak lulus yang diberlakukan oleh Sekolah. Program disusun
mengacu pada hal-hal sebagai berikut.
1. Panduan kenaikan kelas yang akan disusun oleh Direktorat
pembinaan SMA.
2. Sedangkan ketentuan kelulusan akan diatur secara khusus
dalam peraturan tersendiri.
G. Penjurusan
Berisi tentang kriteria dan mekanisme penjurusan serta
strategi/kegiatan penulusuran bakat, minat, dan prestasi yang
diberlakukan oleh sekola, yang disusun dengan mengacu pada
panduan penjurusan yang akan disusun oleh Direktorat terkait.
H. Pendidikan Kecakapan Hidup
1. Bukan mata pelajaran tetapi substansinya merupakan bagian
integral dari semua mata pelajaran.
2. Tidak masuk dalam struktur kurikulum.
3. Dapat disajikan secara terintegrasi dan /atau berupa
paket/modul yang direncanakan secara khusus.
4. Substansi Kecakapan Hidup meliputi: kecakapan pribadi,
sosial, akademik dan/atau vokasional.
5. Untuk kecakapan vokasional, dapat diperoleh dari satuan
pendidikan yang bersangkutan, antara lain melalui mata
pelajaran Mulok dan/atau mata pelajaran keterampilan.
6. Apabila SK dan KD pada mata pelajaran ketrampilan tidak
sesuai dengan kebutuhan siswa dan sekolah, maka sekolah
dapat mengembangkan SK, KD, silabus bahan ajar dan
penyelenggaraan pembelajaran ketrampilan vokasional dapat

81
Manajemen Berbasis Sekolah

dilakukan melalui kerja sama dengan satuan pendidikan


formal/nonformal lain.
I. Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
1. Program pendidikan yang dikembangkan dengan
memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing
global.
2. Substansinya mencakup aspek: ekonomi, budaya, bahasa, TIK,
ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi
pengembangan kompetensi peserta didik.
3. Dapat merupakan bagian dari semua mata pelajaran yang
terintegrasi, atau menjadi mata pelajaran Mulok.
4. Dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan formal
lain dan/atau satuan pendidikan nonformal.
Catatan: Untuk LB/PK ditambah dengan program khusus.
BAB IV
KALENDER PENDIDIKAN
Berisi tentang kalender pendidikan yang digunakan oleh
sekolah, yang disusun sesuai dengan kebutuhan daerah,
karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik dan masyarakat,
dengan memerhatikan kalender pendidikan sebagaimana tercantum
dalam standar isi.

82
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Bab 5
Kurikulum 2013

I stilah Kurikulum 2013 muncul di era kemepimpinan Menteri


Pendidikan dan Kebudayaan Mohamad Nuh. Nuh beserta
jajarannya menginisiasi K13 seiring dengan kebutuhan zaman yang
kian maju dan komplek serta pertimbangan-pertimbangan lain yang
sejalan dengan perkembangan peserta didik itu sendiri.
Penyempurnaan dari KTSP lebih menonjolkan kreatifitas peserta
didik pada pemecahan-pemecahan masalah pada lingkungan
sekitar. Pembelajaran didorong agar peserta didik membangun
konsep dan makna atas kesenjangan sosial yang dijumpaianya dari
proses mengamati. Selain itu, K13 juga telah mempertimbangan
dua domain lain yang cenderung “terlupakan” pada kemasan-
kemasan kurikulm sebelumnya. Untuk itu, K13 diharapkan
menciptakan peserta didik yang seimbang dalam pengetahuan,
sikap, jasmani, dan religiuitas untuk kemajuan bangsa Indonesia
dalam persaingan global yang dimulai dari pembelajaran di kelas.

83
Manajemen Berbasis Sekolah

A. Model Pengembangan Kurikulum 2013


Berdasarkan cita-cita perubahan paradigma pendidikan
nasional di era reformasi yang dimulai sejak tahun 1999, maka
usaha Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat
Pengembangan Kurikulum Nasional mepilih model pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Perubahan paradigma
pendidikan nasional yang dicita-citakan adalah sistem manajemen
yang bersifat sentralis menjadi desentralis. Prinsip dari sistem
manajemen pendidikan yang desentralis didukung dengan adanya
pembagian dan pelimpahan kewenangan pengelolaan pendidikan di
setiap daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini
berkonsekwensi juga terhadap pelimpahan kewenangan
pengelolaan pendidikan di setiap satuan pendidikan yang dikenal
dengan sistem MBS.
Ketika tahun 2000/2001 model KBK disusun draf dan diuji
coba pada tahun pelajaran 2002/2003, maka draf tersebut dikritik
oleh berbagai kalangan karena adanya kepincangan kewenangan
pengelolaan manajemen sekolah pada komponen kurikulum.
Artinya draf KBK yang disusun oleh Pusat Kurikulum Nasional
(Puskurnas) di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI masih
dominan kewenangan pemerintah pusat dengan menyusun hampir
semua aspek atau komponen kurikulum mulai dari perumusan
kompetensi dasar, indikator, materi pelajaran, sistem penilaian,
sampai sumber bahan dan media pembelajaran. Padahal pemikiran
tim penyusun KBK Puskurnas didasarkan pada perkembangan
pendidikan di negara-negara lain yang sudah mencapai tingkat
mutu lebih tinggi dari capaian pendidikan nasional di Indonesia.
Salah satu komponen pendidikan yang dianggap menjadi faktor
pemicu rendahnya tingkat mutu pendidikan nasional di Indonesia
adalah kurikulum yang dipakai dianggap sudah tidak relevan

84
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

dengan perkembangan zaman. Hal ini ditemukan misalnya di


negara Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Singapura yang
sudah berubah terus model pengembangan kurikulum yang dipakai
dalam sistem pendidikan nasional di negaranya.
Di bawah ini akan digambarkan model-model pengembangan
kurikulum yang pernah di pakai negara-negara tersebut. Model-
model itu dikembangkan sesuai dengan karakteristik tujuan yang
ingin dicapai.
Tabel 1. Model pengembangan kurikulum
Kurun waktu Model pendekatan pengembangan kurikulum
1910 s/d 1960-an Pendekatan berbasis materi (content bassed
approach)
Akhir 1960-an s/d Pendekatan berbasis kompetensi (competence-
tengah 1980 an bassed approach dan pendekatan belajar tuntas
(mastery learning approach)
Akhir 1980-an s/d awal Pendekatan berbasis outcome (outcome based
1990-an approach)
Tengah 1990-an Pendektan berbasis standar (standar bassed
sampai sekarang approach)

Ketika uji coba draf KBK yang disusun oleh Puskurnas maka
kritikan muncul dan menganggap kurikulum ini masih tetap
ketinggalan zaman sebab telah ditinggalkan negara-negara tersebut
di atas. Oleh sebab itu, model KBK direvisi lagi dengan
menetapkan standar pendidikan nasional sebagai mana di atur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, walaupun
KBK baru diterapkan/diberlakukan di awal tahun pelajaran
2004/2005 secara nasional. Muculnya standar nasional pendidikan
yang mencakup komponen standar isi, standar kompetensi lulusan,
standar proses, standar penilaian, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, dan standar pembiayaan, maka KBK
mengalami revisi lagi. Alasan pemerintah melalui Depdiknas

85
Manajemen Berbasis Sekolah

adalah diperlukan suatu standar yang menjadi sasaran pelaksanaan


pendidikan nasional. Itulah sebabnya di Depdiknas, lembaga
penyusun kurikulum nasional yang disebut Puskurnas diubah
menjadi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
BNSP sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan nasional
yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem
pendidikan nasional. Guna mencapai standar mutu pendidikan,
KBK kemudian direvisi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang sebenarnya merupakan paduan antara
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Berbasis
Standar (KBS). KTSP dikembangkan untuk memenuhi standar
mutu pendidikan nasional demi mendorong meningkatnya indeks
kualitas sumber daya manusia Indonesia atau Human Development
Index (HDI) yang sangat rendah bila dibanding dengan HDI bangsa
lain di bumi ini. Dengan KTSP, pengelolaan sistem pendidikan
nasional pada komponen yang mengacu sistem manajemen
berbasis sekolah diberi keleluasaan yang lebih besar, sehingga
paradigma pendidikan nasional yang bersifat desentralis dapat
diimplementasikan.
Atas dasar pertimbangan pengembangan KTSP untuk
meningkatkan HDI bangsa Indonesia dan mengimplementasikan
sistem pendidikan nasional yang bersifat desentralis, maka Menteri
Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan tentang komponen
standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses dan standar
penilaian KTSP yang menjadi acuan pengelolaan kegiatan
pembelajaran. Model KTSP sebagai kurikulum berbasis standar
kompetensi memberikan otonomi luas kepada pihak pengelola
satuan pendidikan untuk mengembangkan isi kurikulum terutama
yang berhubungan dengan materi pembelajaran dan karakteristik
peserta didik di setiap satuan pendidikan yang berbeda. Otonomi

86
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

pengembangan KTSP tentunya memberikan kepercayaan kepada


guru terutama sebagai perencana dan pelaksana kegiatan
pembelajaran di sekolah-sekolah mulai dari jenjang pendidikan
dasar sampai jenjang pendidikan menengah. Di sini kompetensi
guru yang multi-kompleks dihargai untuk dikembangkan demi
pembentukan kompetensi peserta didik untuk kepentingan mutu
lulusan melalui peningkatan pretasi belajar siswa.
Implementasi KTSP dilakukan dengan mengacu pada standar
Isi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006, lalu standar kompetensi
Lulusan dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006, dan standar
proses dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 serta standar
penilaian dalam Permendiknas nomor 20 tahun 2007. Pelaksanaan
KTSP sejak tahun 2006/2007 mengalami peningkatan mutu dari
tahun ke tahun, walaupun di sana-sini patut diakui masih ada
kekurangan tertentu. Namun belumlah berjalan sampai 10 tahun,
maka KTSP dinilai secara parsial oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional bahwa KTSP tidaklah mampu mendorong
percepatan peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga harus
segera direvisi lagi.
Atas dasar asumsi penilaian tersebut, maka KTSP segera
direvisi dan lahirlah Kurikulum 2013 yang dikatakan sebagai suatu
model KBK. Nampak di sini suatu ironi mengenai pengembangan
konsep dasar kurikulum 2013 yang kembali lagi ke model KBK
yang dinilai sebagai suatu model kurikulum yang secara filosofis
telah ketinggalan zaman bila dilihat dari segi waktu penerapannya
pada sistem pendidikan di negara-negara lain.
Sari dari Kurikulum 2013 adalah pada upaya penyederhanaan,
dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu

87
Manajemen Berbasis Sekolah

kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa


depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik
atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan),
apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima
materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran
dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan
pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki
kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik.
Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga
nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan
dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih
baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari
melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu,
sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional
yang telah disepakati. Kurikulum 2013 dikembangkan sebagai
model KBK dengan pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu
(tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata
pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis
penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk
mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya
kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat
disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang

88
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project-based


learning).
Tabel 2. Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Sikap Pengetahuan Keterampilan
Menerima Mengingat Mengamati
Menjalankan Memahami Menanya
Menghargai Menerapkan Mencoba
Menghayati Menganalisis Menalar
Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji
Mencipta

Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan


karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di
SD/MI/SDLB/Paket A disesuaikan dengan tingkat perkembangan
peserta didik.
Karakteristik proses pembelajaran disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di
SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Proses pembelajaran di
SMP/MTs/SMPLB/Paket B disesuaikan dengan karakteristik
kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan
mempertahankan tematik terpadu pada IPA dan IPS.
Karakteristik proses pembelajaran di
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/Paket C Kejuruan secara
keseluruhan berbasis mata pelajaran, meskipun pendekatan tematik
masih dipertahankan.

89
Manajemen Berbasis Sekolah

B. Dasar Pemikiran Perubahan KTSP menjadi Kurikulum


2013
Menurut konsep pemikiran Menteri Pendidikan Nasional yang
menjadi dasar pertimbangan perubahan KTSP menjadi Kurikulum
2013 berbasis kompetensi adalah bahwa terdapat sejumlah
permasalahan dari KTSP, seperti:
1. Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan
dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang
keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan
usia anak.
2. Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai
dengan tuntutan fungsi dan tujun pendidikan nasional.
3. Kompetensi belum menggambarkan secara holistik dominan
sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
4. Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter,
metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan
hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam
kurikulum.
5. Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial
yang terjadi pada tingkat lokal, nasional maupun global.
6. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan
pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang
penafsiran yang beranekaragam dan berujung pada
pembelajaran yang berpusat pada guru.
7. Standar penilaian belum mengarahkan peda penilaian berbasis
kompetensi (sikap, ketrampilan, dan pengetahuan) dan belum
tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
8. Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih
rinci agar tidak menimbulkan multi-tafsir.

90
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

C. Penyempurnaan Pola Pikir


Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola
pikir sebagai berikut:
1. Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi
pembelajaran berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus
memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk
memiliki kompetensi yang sama.
2. Pola pembelajaran satu arah (interaksi pendidik-peserta didik)
menjadi pembelajaran interaktif (interaktif pendidik-peserta
didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/media lainnya).
3. Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara
jejaring (peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan
dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui
internet).
4. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif mencari
(pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan
model pembelajaran pendekatan sains).
5. Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim).
6. Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis
alat multimedia.
7. Pola pembelajaran berbasis masal menjadi kebutuhan
pelanggan (users) dengan memperkuat pengembangan potensi
khusus yang dimiliki setiap peserta didik.
8. Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (mono-
discipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak
(multi-disciplines).
9. Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.

91
Manajemen Berbasis Sekolah

D. Karakteristik Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap
spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama
dengan kemampuan intelektual dan psikomotor.
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar terencana dimana peserta didik
menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat.
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan
berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas
yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata
pelajaran.
6. Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi
(organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua
kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan
untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam
kompetensi inti.
7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip
akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya
(enriched) antarmata pelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).

92
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

E. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013


1. Landasan filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum
menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum,
sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta
didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan
masyarakat dan lingkungan alam disekitarnya.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis
yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi
peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang
dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan kurikulum
yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas. Berdasarkan
hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi
sebagai berikut.
a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun
kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan
ini menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan
budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk
membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun
dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan
selalu menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung
makna bahwa kurikulum adalah rancangan pendidikan untuk
mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa. Dengan
demikian, tugas mempersiapkan generasi muda bangsa
menjadi tugas utama suatu kurikulum. Untuk mempersiapkan
kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik, Kurikulum

93
Manajemen Berbasis Sekolah

2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan


kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan
masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap
mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris budaya
bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan
masyarakat dan bangsa masa kini.
b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif.
Menurut pandangan filosofi ini, prestasi bangsa di berbagai
bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus
termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik.
Proses pendidikan adalah suatu proses yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan
kecemerlangan akademik dengan memberikan makna terhadap
apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari warisan
budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa
budayanya dan sesuai dengan tingkat kematangan psikologis
serta kematangan fisik peserta didik. Selain mengembangkan
kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam akademik,
Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut
dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi
sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan
berbangsa masa kini.
c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan
intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan
disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum
adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran
disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini mewajibkan
kurikulum memiliki nama mata pelajaran yang sama dengan

94
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

nama disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan


kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik.
d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa
depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai
kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap
sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun
kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik
(experimentalism and social reconstructivism). Dengan
filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk
mengembangkan potensi peserta didik menjadi kemampuan
dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di
masyarakat, dan untuk membangun kehidupan masyarakat
demokratis yang lebih baik.
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi
sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu
peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi,
nilai dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri
seorang peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa, dan umat
manusia.
2. Landasan teoritis
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan
berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori
kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum).
Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar
nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci
menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan
prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang
untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta

95
Manajemen Berbasis Sekolah

didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap,


berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut, pertama, pembelajaan yang
dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang
dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan
masyarakat. Kedua, pengalaman belajar langsung peserta didik
(learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik,
dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung
individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya,
sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil
kurikulum.
3. Landasan yuridis
Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala
ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
e. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 54
Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

96
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

f. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 65


Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah.
g. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 66
Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
h. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 69
Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Menengah 2013 Atas/Madrasah Aliyah.
i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 81A
Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum.
j. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 71
Tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan
Guru Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 67
sampai nomor 71 tahun 2013 berisi Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidayah (SD/MI), Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) atau
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMK/MAK) yang menjadi draff untuk disosialisasikan kepada
semua sekolah dan atau guru di seluruh Indonesia. Namun setelah
isi draff kurikulum ini disosialisasi dan diuji coba ada sejumlah
masukan atau kritik, sehingga direvisi lagi dan kemudian
ditetapkan untuk dilaksanakan dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI yang baru pada tahun 2014.
Peraturan untuk kerangka dasar dan struktur program
kurikulum setiap tingkat/jenjang satuan pendidikan diubah dengan
urutan nomor sebagai berikut:

97
Manajemen Berbasis Sekolah

a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 57


Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidayah (SD/MI).
b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 58
Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs).
c. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 59
Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
d. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 60
Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).
Secara substansial Peraturan-Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI tahun 2013 dan 2014 mengalami perbedaan isi
untuk setiap jenjang satuan pendidikan (Lihat lampiran salinan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI) dalam
rangkuman materi kuliah ini.

F. Struktur Program Kurikulum


Sebelum struktur program kurikulum dibahas pada bagian ini,
maka perlu dipahami mengenai penguatan tata kelola kurikulum
serta penguatan materi yang menjadi dasar penetapan struktur
program kurikulum 2013. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI nomor 67 Tahun 2013 tentang Kurikulum
SD/MI (2013:2) menjelaskan mengenai Pelaksanaan kurikulum
selama ini telah menempatkan kurikulum sebagai daftar mata
pelajaran. Pendekatan Kurikulum 2013 untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah diubah sesuai dengan kurikulum satuan
pendidikan.

98
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Oleh karena itu dalam Kurikulum 2013 dilakukan penguatan


tata kelola sebagai berikut:
1. Tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi tata
kerja yang bersifat kolaboratif.
2. Penguatan manajeman sekolah melalui penguatan kemampuan
manajemen kepala sekolah sebagai pimpinan kependidikan
(educational leader).
3. Penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen
dan proses pembelajaran.
Penguatan materi dilakukan dengan cara pendalaman dan
perluasan materi yang relevan bagi peserta didik.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
tahun 2013 untuk struktur kurikulum 2013 pada setiap jenjang
satuan pendidikan.
1. Satuan jenjang pendidikan dasar untuk Sekolah Dasar (SD)
dan Madrasah Ibtidayah (MI).
2. Satuan jenjang pendidikan dasar untuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).
3. Satuan jenjang pendidikan menengah untuk Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA).
4. Satuan jenjang pendidikan menengah untuk Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK).
Struktur Program Kurikulum pada setiap satuan jenjang
pendidikan tersebut ditetapkan dalam rumusan Kompetensi Inti
(KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi inti merupakan
keseluruhan kemampuan dalam kepribadian peserta didik pada
suatu ruang lingkup atau ranah tertentu yang saling terintegrasi
menjadi suatu kesatuan kemampuan yang saling berkaitan dan

99
Manajemen Berbasis Sekolah

saling mengisi serta melengkapi melalui tampilan keberadaan diri


seseorang yang mencirikan sifat-sifat hakiki sebagai gambaran
karakter kepribadian secara komprehensif. Sedangkan kompetensi
dasar (KD) merupakan keseluruhan kemampuan pada suatu ranah
tertentu yang dijadikan titik tolak dan titik akhir yang menjadi
sasaran dalam proses pembentukan dan pengembangan dalam
kegiatan pembelajaran yang ditempuh setiap peserta didik. Ada 3
ranah kompetensi yang paling utama untuk dibentuk dan
dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran, yakni ranah
kompetensi kognitif/pengetahuan, ranah kompetensi afektif/sikap
dan ranah kompetensi psikomotor/ketrampilan-ketrampilan.
Ranah kompetensi kognitif/pengetahuan ruang lingkupnya
berada pada kemampuan berpikir dari hasil fungsi syaraf-syaraf
otak di kepala manusia dan fungsi kelenjar sel-sel dalam organ hati
yang menghasilkan perasaan-perasaan, keinginan-keinginan,
pengertian-pengertian. Ranah kompetensi ini dapat diukur sebagai
suatu kecerdasan intelektual (intelectual quality/IQ). Sedangkan
ranah kompetensi afektif/sikap berada pada ruang lingkup fungsi
sel-sel darah yang menimbulkan hawa nafsu atau emosi-emosi.
Ranah kompetensi ini disebut juga sebagai emotionality
quality/EQ.
Sementara ranah kompetensi psikomotor/ketrampilan-
ketrampilan berada pada ruang lingkup fungsi organ-organ
motorik/tubuh seperti otot-otot, tulang dan daging di bantu oleh
kelenjar sel hormon-horman yang menimbulkan kekuatan/energi
untuk bergerak sebagai makhluk hidup dalam berusaha bekerja
mengolah, menata dan memanfaatkan sesuatu di alam semesta ini.
Ranah kompetensi ini dapat menampilkan dalam tingkah laku yang
penuh semangat untuk hidup seseorang, sehingga dapat
digolongkan dalam konsep spiritual quality/SQ. Tiga (3) ranah

100
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

kompetensi tersebut yang perlu dibentuk dan dikembangkan dalam


kepribadian seseorang manusia sebagai peserta didik. Setiap ranah
kompetensi memiliki kadar atau ukuran kekuatan/energi masing-
masing yang dapat ditampilkan dalam tingkah laku seseorang, baik
dalam bentuk tutur kata dan sikap-sikap maupun dalam perbuatan
secara motorik.
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia
peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi
vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat
dijaga.
Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai
berikut:
1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual.
2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial.
3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan.
dan
2. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.
3. Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Kompetensi inti kelas I, II, dan III Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
Kompetensi inti Kompetensi inti Kompetensi inti
kelas I kelas II kelas III
1. Menerima dan 1. Menerima dan 1. Menerima dan
menjalankan ajaran menjalankan ajaran menjalankan ajaran
agama yang agama yang agama yang
dianutnya dianutnya dianutnya
2. Memiliki perilaku 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
jujur, disiplin, perilaku jujur, perilaku jujur,
tanggung jawab, disiplin, tanggung disiplin, tanggung
santun, peduli, dan jawab, santun, jawab, santun,
percaya diri dalam peduli, dan percaya peduli, dan percaya

101
Manajemen Berbasis Sekolah

berinteraksi dengan diri dalam diri dalam


keluarga, teman, berinteraksi dengan berinteraksi dengan
dan guru keluarga, teman, keluarga, teman,
dan guru guru dan
tetangganya.
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan faktual pengetahuan faktual
dengan cara dengan cara dengan cara
mengamati mengamati mengamati
[mendengar, [mendengar, [mendengar,
melihat, membaca] melihat, membaca] melihat, membaca]
dan menanya dan menanya dan menanya
berdasarkan rasa berdasarkan rasa berdasarkan rasa
ingin tahu tentang ingin tahu tentang ingin tahu tentang
dirinya, makhluk dirinya, makhluk dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan kegiatannya, dan kegiatannya, dan
benda-benda yang benda-benda yang benda-benda yang
dijumpainya di dijumpainya di dijumpainya di
rumah dan di rumah dan di rumah dan di
sekolah sekolah sekolah
4. Menyajikan 4. Menyajikan 4. Menyajikan
pengetahuan faktual pengetahuan faktual pengetahuan faktual
dalam bahasa yang dalam bahasa yang dalam bahasa yang
jelas dan logis, jelas dan logis, jelas, sistematis dan
dalam karya yang dalam karya yang logis, dalam karya
estetis, dalam estetis, dalam yang estetis, dalam
gerakan yang gerakan yang gerakan yang
mencerminkan anak mencerminkan anak mencerminkan anak
sehat, dan dalam sehat, dan dalam sehat, dan dalam
tindakan yang tindakan yang tindakan yang
mencerminkan mencerminkan mencerminkan
perilaku anak perilaku anak perilaku anak
beriman dan beriman dan beriman dan
berakhlak mulia berakhlak mulia berakhlak mulia

102
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Tabel 4. Kompetensi inti kelas IV, V, dan VI Sekolah


Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
Kompetensi inti Kompetensi inti Kompetensi inti
kelas IV kelas V kelas VI
1. Menerima, 1. Menerima, 1. Menerima,
menjalankan, dan menjalankan, dan menjalankan, dan
menghargai ajaran menghargai ajaran menghargai ajaran
agama yang agama yang agama yang
dianutnya. dianutnya. dianutnya.
2. Menunjukkan 2. Menunjukkan 2. Menunjukkan
perilaku jujur, perilaku jujur, perilaku jujur,
disiplin, tanggung disiplin, tanggung disiplin, tanggung
jawab, santun, jawab, santun, jawab, santun,
peduli, dan percaya peduli, dan percaya peduli, dan percaya
diri dalam diri dalam diri dalam
berinteraksi dengan berinteraksi dengan berinteraksi dengan
keluarga, teman, keluarga, teman, keluarga, teman,
guru, dan guru, dan guru, dan
tetangganya. tetangganya serta tetangganya serta
cinta tanah air. cinta tanah air.
3. Memahami 3. Memahami 3. Memahami
pengetahuan faktual pengetahuan faktual pengetahuan faktual
dengan cara dan konseptual dan konseptual
mengamati dan dengan cara dengan cara
menanya mengamati, mengamati,
berdasarkan rasa menanya dan menanya dan
ingin tahu tentang mencoba mencoba
dirinya, makhluk berdasarkan rasa berdasarkan rasa
ciptaan Tuhan dan ingin tentang ingin tahu tentang
kegiatannya, dan dirinya, makhluk dirinya, makhluk
benda-benda yang ciptaan Tuhan dan ciptaan Tuhan dan
dijumpainya di kegiatannya, dan kegiatannya, dan
rumah, di sekolah benda-benda yang benda-benda yang
dan tempat bermain dijumpainya di dijumpainya di
rumah, di sekolah rumah, di sekolah
dan tempat bermain dan tempat bermain.

103
Manajemen Berbasis Sekolah

4. Menyajikan 4. Menyajikan 4. Menyajikan


pengetahuan faktual pengetahuan faktual pengetahuan faktual
dalam bahasa yang dan konseptual dan konseptual
jelas, sistematis dan dalam bahasa yang dalam bahasa yang
logis, dalam karya jelas, sistematis, jelas, sistematis,
yang estetis, dalam logis dan kritis, logis dan kritis,
gerakan yang dalam karya yang dalam karya yang
mencerminkan anak estetis, dalam estetis, dalam
sehat, dan dalam gerakan yang gerakan yang
tindakan yang mencerminkan anak mencerminkan anak
mencerminkan sehat, dan dalam sehat, dan dalam
perilaku anak tindakan yang tindakan yang
beriman dan mencerminkan mencerminkan
berakhlak mulia . perilaku anak perilaku anak
beriman dan beriman dan
berakhlak mulia. berakhlak mulia.

Berdasarkan kompetensi inti disusun mata pelajaran dan


alokasi waktu yang sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan.
Susunan mata pelajaran dan alokasi waktu untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah sebagaimana tabel berikut.
Tabel 5. Mata pelajaran Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
Alokasi waktu per minggu
Mata pelajaran
I II III IV V V
Kelompok A
1. Pendidikan agama dan budi 4 4 4 4 4 4
pekerti
2. Pendidikan pancasila dan 5 5 6 5 5 5
kewarganegaran
3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7
4. Matematika 5 6 6 6 6 6
5. Ilmu pengetahuan alam - - - 3 3 3
6. Ilmu pengetahuan sosial - - - 3 3 3
Kelompok B
1. Seni budaya dan prakarya 4 4 4 5 5 5
2. Pendidikan jasmani, olahraga, 4 4 4 4 4 4
dan kesehatan
Jumlah alokasi waktu per minggu 30 32 34 36 36 36

104
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Keterangan:
1. Mata pelajaran seni budaya dan prakarya dapat memuat
Bahasa Daerah.
2. Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam
struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan
ekstrakurikuler Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah antara lain
pramuka (wajib), usaha kesehatan sekolah, dan palang merah
remaja.
3. Kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka (terutama), unit
kesehatan sekolah, palang merah remaja, dan yang lainnya
adalah dalam rangka mendukung pembentukan kompetensi
sikap sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli.
Disamping itu juga dapat dipergunakan sebagai wadah dalam
penguatan pembelajaran berbasis pengamatan maupun dalam
usaha memperkuat kompetensi keterampilannya dalam ranah
konkrit. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler ini dapat
dirancang sebagai pendukung kegiatan kurikuler.
4. Mata pelajaran kelompok A adalah kelompok mata pelajaran
yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran
kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran seni budaya dan
prakarya serta pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan
adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya
dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal
yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
5. Bahasa daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara
terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya
atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu
untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah
jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan
pendidikan tersebut.

105
Manajemen Berbasis Sekolah

6. Sebagai pembelajaran tematik terpadu, angka jumlah jam


pelajaran per minggu untuk tiap mata pelajaran adalah relatif.
Guru dapat menyesuaikannya sesuai kebutuhan peserta didik
dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan.
7. Jumlah alokasi waktu jam pembelajaran setiap kelas
merupakan jumlah minimal yang dapat ditambah sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
8. Khusus untuk mata pelajaran pendidikan agama di Madrasah
Ibtidaiyah dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang
ditetapkan oleh Kementerian Agama.
Pembelajaran tematik-terpadu
Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus
diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu
tahun pembelajaran.
1. Beban belajar di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
dinyatakan dalam jam pembelajaran per minggu.
a. Beban belajar satu minggu Kelas I adalah 30 jam
pembelajaran.
b. Beban belajar satu minggu Kelas II adalah 32 jam
pembelajaran.
c. Beban belajar satu minggu Kelas III adalah 34 jam
pembelajaran.
b. Beban belajar satu minggu Kelas IV, V, dan VI adalah 36
jam pembelajaran.
2. Durasi setiap satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
a. Beban belajar di Kelas I, II, III, IV, dan V dalam satu
semester paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20
minggu.

106
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

b. Beban belajar di kelas VI pada semester ganjil paling


sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu.
c. Beban belajar di kelas VI pada semester genap paling
sedikit 14 minggu dan paling banyak 16 minggu.
d. Beban belajar dalam satu tahun pelajaran paling sedikit 36
minggu dan paling banyak 40 minggu.
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi
inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta
ciri dari suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi
empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti
sebagai berikut:
1. Kelompok 1 yaitu kelompok kompetensi dasar sikap spiritual
dalam rangka menjabarkan KI-1.
2. Kelompok 2 yaitu kelompok kompetensi dasar sikap sosial
dalam rangka menjabarkan KI-2.
3. Kelompok 3 yaitu kelompok kompetensi dasar pengetahuan
dalam rangka menjabarkan KI-3.
4. Kelompok 4 yaitu kelompok kompetensi dasar keterampilan
dalam rangka menjabarkan KI-4.
Berdasarkan rumusan kompetensi inti dan kompetensi dasar
setiap jenjang kelas, maka kegiatan pembelajaran dapat
berlangsung dengan memperhatikan muatan pembelajaran yang
ditetapkan dalam bentuk tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas
VI. Mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti
dikecualikan untuk tidak menggunakan pembelajaran tematik-
terpadu.
Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari

107
Manajemen Berbasis Sekolah

berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema seperti yang


terdapat dalam tabel berikut ini.
Tabel 6. Daftar tema setiap kelas
No Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI
1 Diri Hidup Sayangi Indah- Bermain Selamat-
sendiri rukun hewan nya dengan kan
dan keber benda- makhluk
tumbu- samaan benda di hidup
han di sekitar
sekitar
2 Kegem- Bermain Pengala- Selalu Peristiwa Persatuan
aranku di man berhe- dalam dalam
lingku- yang mat kehidup- perbe-
nganku menge- energi an daan
sankan
3 Kegia- Tugasku Menge- Peduli Hidup Tokoh
tanku sehari- nal cuaca terha-dap rukun dan
hari dan makh-luk penemu
musim hidup
4 Kelu- Aku dan Ringan Berb- Sehat itu Globa-
argaku sekolah- sama agai penting lisasi
ku dijinjing, peker-
berat jaan
sama
dipikul
5 Pengala- Hidup Mari kita Mengh- Bangga Wira-
manku bersih bermain argai jasa sebagai usaha
dan sehat dan pahla- bangsa
berolah- wan Indo-
raga nesia
6 Lingku- Air, Indah- Indah- Keseh-
ngan bumi dan nya nya atan
bersih, matahari persah- negeri-ku masya-
sehat dan abatan rakat
asri
7 Benda, Merawat Mari kita Cita-
binatang hewan hemat citaku
dan dan energi
tanaman tumbu- untuk
di han masa

108
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

sekitarku depan
8 Peristiwa Kesela- Berperi- Daerah
alam matan laku baik tempat
di rumah dalam ting-
dan kehidu- galku
perja- pan
lanan sehari-
hari
9 Menjaga Makan-
kelesta- an sehat
rian dan
lingku- bergizi
ngan

Pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan


kompetensi dasar dari berbagai mata pelajaran yaitu intra-
disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner.
Integrasi intra-disipliner dilakukan dengan cara mengintegrasikan
dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu
kesatuan yang utuh di setiap mata pelajaran. Integrasi inter-
disipliner dilakukan dengan menggabungkan kompetensi-
kompetensi dasar beberapa mata pelajaran agar terkait satu dengan
yang lainnya, sehingga dapat saling memperkuat, menghindari
terjadinya tumpang tindih, dan menjaga keselarasan pembelajaran.
Integrasi multi-disipliner dilakukan tanpa menggabungkan
kompetensi dasar tiap mata pelajaran sehingga tiap mata pelajaran
masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri. Integrasi trans-
disipliner dilakukan dengan mengaitkan berbagai mata pelajaran
yang ada dengan permasalahan-permasalahan yang dijumpai di
sekitarnya sehingga pembelajaran menjadi kontekstual.
Tema merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta
didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian,
pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta
didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Tematik

109
Manajemen Berbasis Sekolah

terpadu disusun berdasarkan gabungan proses integrasi seperti


dijelaskan di atas sehingga berbeda dengan pengertian tematik
seperti yang diperkenalkan pada kurikulum sebelumnya.
Selain itu, pembelajaran tematik-terpadu ini juga diperkaya
dengan penempatan mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas I, II,
dan III sebagai penghela mata pelajaran lain. Melalui perumusan
kompetensi inti sebagai pengikat berbagai mata pelajaran dalam
satu kelas dan tema sebagai pokok bahasannya, sehingga
penempatan mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai penghela
mata pelajaran lain menjadi sangat memungkinkan.
Penguatan peran mata pelajaran Bahasa Indonesia dilakukan
secara utuh melalui penggabungan kompetensi dasar mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu Pengetahuan Alam ke
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kedua ilmu pengetahuan
tersebut menyebabkan pelajaran Bahasa Indonesia menjadi
kontekstual, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi
lebih menarik.
Pendekatan sains seperti itu terutama di Kelas I, II, dan III
menyebabkan semua mata pelajaran yang diajarkan akan diwarnai
oleh mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Untuk kemudahan pengorganisasiannya,
kompetensi-kompetensi dasar kedua mata pelajaran ini
diintegrasikan ke mata pelajaran lain (integrasi inter-disipliner).
Kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
diintegrasikan ke kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan kompetensi dasar mata pelajaran Matematika.
Kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
diintegrasikan ke kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia, ke kompetensi dasar mata pelajaran Pendidikan

110
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Pancasila dan Kewarganegaraan, dan ke kompetensi dasar mata


pelajaran Matematika. Sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI,
kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu
Pengetahuan Alam masing-masing berdiri sendiri, sehingga
pendekatan integrasinya adalah multi-disipliner, walaupun
pembelajarannya tetap menggunakan tematik terpadu.
Prinsip pengintegrasian inter-disipliner untuk mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial seperti
diuraikan di atas dapat juga diterapkan dalam pengintegrasian
muatan lokal. Kompetensi dasar muatan lokal yang berkenaan
dengan seni, budaya, keterampilan, dan bahasa daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya.
Kompetensi Dasar muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga
serta permainan daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.
Setelah beberapa bulan kemudian kurikulum 2013 berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 67 Tahun
2013 disosialisasikan, maka keluar Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 yang membatalkan
peraturan sebelumnya. Isi Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 menetapkan silabus mata
pelajaran dan tema-tema tiap tingkat kelas yang perlu
dikembangkan guru dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Semua mata pelajaran dalam Peraturan Menteri ini
dirumuskan dengan pendekatan tematik kecuali mata pelajaran
Pendidikan Agama. Sementara mata pelajaran lainnya ditetapkan
tema terpadu untuk semuanya mengembangkan materi pelajaran
sesuai dengan satu tema bersama. Struktur program kurikulum
untuk SD/MI menurut Peraturan Menteri ini ditata seperti tabel di
bawah ini.

111
Manajemen Berbasis Sekolah

Tabel 7. Struktur kurikulum SD/MI


Alokasi waktu per minggu
Mata pelajaran
I II III IV V V
Kelompok A (umum)
1. Pendidikan agama dan budi 4 4 4 4 4 4
pekerti
2. Pendidikan pancasila dan 5 5 6 5 5 5
kewarganegaran
3. Bahasa Indonesia 8 9 10 7 7 7
4. Matematika 5 6 6 6 6 6
5. Ilmu pengetahuan alam - - - 3 3 3
6. Ilmu pengetahuan sosial - - - 3 3 3
Kelompok B (umum)
1. Seni budaya dan prakarya 4 4 4 4 4 4
2. Pendidikan jasmani, olahraga, 4 4 4 4 4 4
dan kesehatan
Jumlah alokasi waktu per minggu 30 30 32 34 36 36
Keterangan:
1. Mata pelajaran Kelompok A merupakan kelompok mata
pelajaran yang muatan dan acuannya dikembangkan oleh
pusat.
2. Mata pelajaran Kelompok B merupakan kelompok mata
pelajaran yang muatan dan acuannya dikembangkan oleh pusat
dan dapat dilengkapi dengan muatan/konten lokal.
3. Mata pelajaran Kelompok B dapat berupa mata pelajaran
muatan lokal yang berdiri sendiri.
4. Muatan lokal dapat memuat bahasa daerah.
5. Satu jam pelajaran beban belajar tatap muka adalah 35 menit.
6. Beban belajar penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri,
maksimal 40% dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran
yang bersangkutan.
7. Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu
sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik dan/atau

112
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

kebutuhan akademik, sosial, budaya, dan faktor lain yang


dianggap penting.
8. Untuk mata pelajaran seni budaya dan prakarya, satuan
pendidikan wajib menyelenggarakan minimal 2 aspek dari 4
aspek yang disediakan. Peserta didik mengikuti salah satu
aspek yang disediakan untuk setiap semester, aspek yang
diikuti dapat diganti setiap semesternya.
9. Khusus untuk Madrasah Ibtidaiyah struktur kurikulum dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang diatur oleh
Kementerian Agama.
10. Kegiatan ekstrakurikuler terdiri atas Pendidikan Kepramukaan
(wajib), usaha kesehatan sekolah (UKS), palang merah remaja
(PMR), dan lainnya sesuai dengan kondisi dan potensi masing-
masing satuan pendidikan.
11. Pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran
Tematik-Terpadu kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama
dan Budi Pekerti
Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus
diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu
tahun pelajaran.
1. Beban belajar di SD/MI dinyatakan dalam jumlah jam
pelajaran per minggu.
a. Beban belajar satu minggu Kelas I adalah 30 jam
pelajaran.
b. Beban belajar satu minggu Kelas II adalah 32 jam
pelajaran.
c. Beban belajar satu minggu Kelas III adalah 34 jam
pelajaran.

113
Manajemen Berbasis Sekolah

d. Beban belajar satu minggu Kelas IV, V, dan VI adalah 36


jam pelajaran.
2. Beban belajar di Kelas I, II, III, IV, dan V dalam satu semester
paling sedikit 18 minggu minggu efektif.
3. Beban belajar di kelas VI pada semester ganjil paling sedikit
18 minggu minggu efektif.
4. Beban belajar di kelas VI pada semester genap paling sedikit
14 minggu minggu efektif.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui
pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari Kelas I
sampai Kelas VI. Mata pelajaran pendidikan agama dan budi
pekerti dikecualikan untuk tidak menggunakan pembelajaran
tematik-terpadu.
Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari
berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema seperti yang
terdapat dalam tabel berikut ini.
Tabel 8. Daftar tema kelas I, II, dan III
Kelas I Kelas II Kelas II
1. Diriku 1. Hidup rukun 1. Perkembangbiakan
hewan dan
tumbuhan
2. Kegemaranku 2. Bermain di 2. Perkembangan
lingkunganku. teknologi.
3. Kegiatanku 3. Tugasku sehari-hari 3. Perubahan di alam
4. Keluargaku 4. Aku dan sekolahku 4. Peduli lingkungan
5. Pengalamanku 5. Hidup bersih dan 5. Permainan
sehat tradisional
6. Lingkungan bersih, 6. Air, bumi, dan 6. Indahnya
sehat, dan asri matahari persahabatan
7. Benda, hewan, dan 7. Merawat hewan dan 7. Energi dan
tanaman di tumbuhan perubahannya
sekitarku

114
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

8. Peristiwa alam 8. Keselamatan di 8. Bumi dan alam


rumah dan semesta
perjalanan

Tabel 9. Daftar tema kelas IV, V, dan VI


Kelas IV Kelas V Kelas VI
1. Indahnya 1. Benda-benda di 1. Selamatkan
kebersamaan lingkungan sekitar makhluk hidup
2. Selalu berhemat 2. Peristiwa dalam 2. Persatuan dalam
energi kehidupan perbedaan
3. Peduli terhadap 3. Kerukunan dalam 3. Tokoh dan penemu
lingkungan hidup bermasyarakat
4. Berbagai pekerjaan 4. Sehat itu penting 4. Globalisasi

5. Pahlawanku 5. Bangga sebagai 5. Wirausaha


bangsa Indonesia
6. Indahnya negeriku 6. Organ tubuh 6. Kesehatan
manusia dan hewan masyarakat
7. Cita-citaku 7. Sejarah peradaban 7. Organisasi di
Indonesia sekitarku
8. Tempat tinggalku 8. Ekosistem 8. Bumiku
9. Makananku sehat 9. Lingkungan sahabat 9. Menjelajah angkasa
dan bergizi kita luar.

Pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan


Kompetensi Dasar dari berbagai mata pelajaran yaitu
intradisipliner, interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner.
Integrasi intradisipliner dilakukan dengan cara mengintegrasikan
dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu
kesatuan yang utuh di setiap mata pelajaran. Integrasi
interdisipliner dilakukan dengan menggabungkan Kompetensi
dasar beberapa mata pelajaran agar terkait satu dengan yang
lainnya, sehingga dapat saling memperkuat, menghindari terjadinya
tumpang tindih, dan menjaga keselarasan pembelajaran. Integrasi
multidisipliner dilakukan tanpa menggabungkan kompetensi dasar

115
Manajemen Berbasis Sekolah

tiap mata pelajaran sehingga tiap mata pelajaran masih memiliki


kompetensi dasarnya sendiri.
Integrasi transdisipliner dilakukan dengan mengaitkan
berbagai mata pelajaran yang ada dengan permasalahan-
permasalahan yang dijumpai di sekitarnya sehingga pembelajaran
menjadi kontekstual. Tema merajut makna berbagai konsep dasar
sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial.
Dengan demikian, pembelajarannya memberikan makna yang utuh
kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang
tersedia. Tematikterpadu disusun berdasarkan gabungan proses
integrasi seperti dijelaskan di atas sehingga berbeda dengan
pengertian tematik seperti yang diperkenalkan pada kurikulum
sebelumnya.
Selain itu, pembelajaran tematik terpadu ini juga diperkaya
dengan penempatan mata pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas I, II,
dan III sebagai penghela mata pelajaran lain. Melalui perumusan
kompetensi inti sebagai pengikat berbagai mata pelajaran dalam
satu kelas dan tema sebagai pokok bahasannya, sehingga
penempatan Mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai penghela
mata pelajaran lain menjadi sangat memungkinkan.
Penguatan peran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia dilakukan
secara utuh melalui penggabungan kompetensi dasar mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial ke
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kedua ilmu pengetahuan
tersebut menyebabkan Mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi
kontekstual, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi
lebih menarik.
Pendekatan sains seperti itu terutama di Kelas I, II, dan III
menyebabkan semua mata pelajaran yang diajarkan akan diwarnai

116
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

oleh mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan


Sosial. Untuk kemudahan pengorganisasiannya, kompetensi dasar
kedua mata pelajaran ini diintegrasikan ke mata pelajaran lain
(integrasi interdisipliner).
Kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
diintegrasikan ke kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan kompetensi dasar mata pelajaran Matematika.
Kompetensi dasar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
diintegrasikan ke kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa
Indonesia, ke kompetensi dasar mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, dan ke kompetensi dasar mata
pelajaran Matematika.
Sedangkan untuk kelas IV, V, dan VI, Kompetensi dasar mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial
masing-masing berdiri sendiri, sehingga pendekatan integrasinya
adalah multidisipliner, walaupun pembelajarannya tetap
menggunakan tematik terpadu.
Prinsip pengintegrasian interdisipliner untuk mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial seperti
diuraikan di atas dapat juga diterapkan dalam pengintegrasian
muatan lokal.
Kompetensi dasar muatan lokal yang berkenaan dengan seni,
budaya, keterampilan, dan bahasa daerah diintegrasikan ke dalam
mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya. Kompetensi dasar
muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan
daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani,
Olahraga, dan Kesehatan.
Nampak dalam kegiatan pembelajaran ditetapkan langkah-
langkah kegitan dengan pendekatan scientific, yakni mengamati,

117
Manajemen Berbasis Sekolah

menanya, mengumpulkan informasi, menalar/mengasosiasi dan


mengkomunikasikan. Tanggung jawab guru mata pelajaran adalah
mengembangkan langkah-langkah tersebut menjadi langkah-
langkah kegiatan operasional/praktis, sehingga mudah diukur
dalam penilaian proses.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
nomor 57 Tahun 2014 terdapat reformulasi atau penataan ulang
rumusan kompetensi inti dan kompetensi dasar. Rumusan
kompetensi inti (KI-1) dan (KI-2) selalu merupakan rumusan
kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran dari semua mata
pelajaran yang terintegrasi atau terpadu dalam bentuk tema-tema
materi pembelajaran. Sedangkan KI-3 dan KI-4 merupakan
kompetensi yang dapat dicapai melalui materi pembelajaran setiap
mata pelajaran secara khusus atau spesifik.
Rumusan kompetensi dasar (KD) setiap mata pelajaran
merupakan jabaran kompetensi inti (KI) yang dapat mengandung
aspek-aspek kompetensi sesuai ranahnya. Setiap rumusan KD
berisi pokok materi pembelajaran yang menjadi alat untuk
membentuk dan mengembangkan kompetensi-kompetensi sesuai
aspek dan ranahnya. Misalnya rumusan KD 1 untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama Kristen (PAK) di SD berbunyi: “Menerima dan
mensyukuri dirinya sebagai ciptaan Allah”. Rumusan KD
menunjuk pada 2 aspek kompetensi pada ranah kompetensi
sikap/afektif. Aspek kompetensi “menerima” berada pada ranah
kompetensi sikap/afektif tingkat pertama sedangkan rumusan aspek
kompetensi dengan kata “mensyukuri” berada pada tingkat ke-5
yakni menunjukkan tingkah laku bersyukur melalui sembah sujud
dan pemujaan serta perbuatan baik mengikuti norma-norma.
Kata “menerima” sebagai sikap yang ditunjukkan setelah
mencapai proses penilaian terhadap kebaikan dari sesuatu yang

118
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

berada sebagai konsep pengetahuan. Artinya sikap penilaian lebih


tinggi dari ranah kompetensi pengetahuan, sebab sikap menerima
terjadi setelah seseorang mencapai pengetahuan tentang kebenaran
dan kebaikan dari sesuatu konsep. Sedangkan kata “mensyukuri”
merupakan suatu kata yang mengandung pengertian “sikap” yang
perlu ditunjukkan dalam tingkah laku merendahkan diri kepada
kuasa yang lebih tinggi. Karena itu, kedua kata ini menjadi
kompetensi dasar yang berada pada ranah kompetensi afektif/sikap.
Di dalam rumusan kompetensi dasar 1 tersebut juga
mengandung atau berisi pokok materi pembelajaran tentang
“dirinya sebagai ciptaan Allah”. Tentunya yang dimaksud dengan
“dirinya” di sini adalah keberadaan kepribadian siswa sebagai
peserta didik baik yang berwujud fisik dengan segala organ
tubuhnya maupun segala keberadaan diri yang non fisik, seperti
jiwa dan rohnya. Sebab dengan keberadaan diri sebagai tubuh, jiwa
dan roh merupakan kesatuan kepribadian yang membuat siswa
berada sebagai makhluk hidup manusia berbeda dengan makhluk
hidup lain. Tentunya yang dimaksud dengan dirinya sebagai
realitas keberadaan kepribadian manusia yang terdiri dari tubuh,
jiwa dan roh yang senantiasa memiliki kekuatan atau energi
sebagai potensi-potensi yang membuat manusia selalu sadar diri.
Tubuh manusia terdiri dari organ-organ fisik yang terbentuk
dari unsur daging, otot, tulang, sumsum dan hormon-hormon serta
sel-sel darah maupun kelenjar-kelenjar sel yang saling menyatu dan
saling melengkapi fungsi sesuai bentuk dan isinya masing-masing.
Setiap unsur dari organ fisik manusia memiliki kekuatan dan atau
energi yang dihasilkan sesuai fungsinya masing-masing secara
realistis/nyata untuk menyatakan bahwa manusia merupakan
makhluk hidup yang sadar diri dan keberadaannya bersifat fana.
Roh manusia menjadi suatu energi kehidupan yang dihasilkan oleh

119
Manajemen Berbasis Sekolah

syaraf-syaraf berpikir otak dan kelenjar-kelenjar sel hati untuk


merasakan, mengingini, mengerti. Sedangkan jiwa atau gejala
psikis manusia merupakan hasil fungsi sel-sel darah yang
menimbulkan energi kehidupan yang diwujudkan dalam emosi atau
tekanan (tensi) yang bergejolak tinggi dan rendah ataupun normal.
Realitas keberadaan manusia yang demikian sebenarnya
merupakan hasil dari tindakan penciptaan tokoh Ilahi Yang Maha
Kuasa yang disadari oleh manusia dalam dirinya sendiri.
Kesadaran diri demikian membuat manusia memilih untuk hidup
beragama dengan sistem religius atau keagamaan yang dilakukan
dengan beriman atau percaya, mengaku percaya, melakukan
perbuatan penyembahan melalui upacara atau ritus-ritus
peribadahan kepada Tokoh Ilahi yang dianggap sakral/suci
keberadaan-Nya. Karena itu, muncul komunitas agama tertentu
dalam sejarah kehidupan manusia didorong oleh kesadaran dirinya
sebagai makhluk hidup eksistensial berdasarkan potensi-potensi
dirinya yang terdapat dalam tubuh, roh dan jiwanya itu.
Jadi dalam proses pembelajaran, siswa perlu dituntun oleh
guru untuk mencapai tingkat kesadaran diri yang demikian untuk
menerima dan mensyukuri dirinya sebagai wujud kenyataan dari
hasil ciptaan Allah. Dalam proses pembelajaran, siswa perlu
dituntun guru untuk mengenal dan mengetahui keberadaan dari
bagian organ-organ tubuh yang menunjukkan bahwa dirinya secara
fisik berada dalam keadaan normal ataupun keadaan cacat. Semua
bentuk keberadaan tubuh demikian menjadi nyata sebagai hasil
ciptaan Allah yang perlu diterima dan kemudian membuat
keputusan untuk bersyukur dengan ibadah melalui doa dan puji-
ppujian sebagai ucapan terima kasih kepada Allah. Ataupun
bersyukur dengan menunjukkan perbuatan baik dalam menolong
atau memberi perhatian kepada keberadaan kehidupan orang lain.

120
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Jika guru mengetahui dan memahami cakupan isi materi


pembelajaran seperti uraian di atas, maka pasti ketika membuat
perencanaan kegiatan pembelajaran perlu mengidentifikasi
cakupan isi materi pelajaran dengan memulai dari usaha mengenal
dan mengetahui bagian organ-organ tubuh. Ha ini tentunya dimulai
demikian karena siswa kelas SD belum dapat membaca sendiri
untuk mempelajari tubuh manusia secara konseptual, kecuali
dituntun perlahan untuk mengenal dan mengetahui secara nyata
atau visual dengan pandangan mata. Setiap organ tubuh perlu
dikenal keberadaannya secara fisik sesuai bentuk, isi dan fungsinya
masing-masing. Materi pembelajaran demikian memang sangat
berkaitan dengan ilmu hayat tentang manusia atau Biologi
manusia. Tidak akan lepas juga dengan ilmu bahasa dan ilmu
bilangan untuk mengenal simbol-simbol bahasa tentang nama
masing-masing organ tubuh dan jumlah bagian organ tubuh. Inilah
yang akan nampak integrasi ilmu pengetahuan dari setiap isi materi
mata pelajaran yang tidak berdiri sendiri dari isi materi mata
pelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) di SD.
Karena itu KD dari mata pelajaran PAK di SD senantiasa
mendukung terbentuknya KI-1, KI-2 dan KI-3 maupun KI-4
sebagai suatu kesatuan kompetensi dalam kepribadian siswa.
Artinya setiap rumusan KD senantiasa akan merujuk dan
mengandung makna kompetensi yang mencakup keseluruhan
bagian dalam kepribadian siswa. Untuk mengetahui tercapaian
pembentukan kompetensi dalam proses pembelajaran, maka guru
perlu merumuskan indikator-indikator kompetensi pada saat
menyusun RPP dan menyusun bahan ajar, sehingga kemudian
diukur melalui penilaian proses dan penilaian hasil belajar siswa.
Karena RPP, bahan ajar dan instrumen penilaian merupakan
perangkat administrasi kurikulum yang peru dikerjakan guru pada
saat membuat persiapan atau perencanaan kegiatan pembelajaran.

121
Manajemen Berbasis Sekolah

G. Perangkat Administrasi Kurikulum


Sama seperti model KBK dan KTSP, maka kurikulum baru
2013 masih menggunakan perangkat administrasi yang akan
dikerjakan oleh guru mata pelajaran atau guru kelas mulai dari
program tahunan, program semesteran, silabus, dan RPP. Rencana
Depdikbud untuk menyiapkan bahan ajar dengan menyusun buku
teks pegangan guru dan siswa dengan instrumen penilaian. Hal ini
tentunya akan mulai mengurangi sedikit pekerjaan guru, namun ini
akan membuat ketergantungan guru untuk menyampaikan materi
pelajaran apa adanya dalam tek buku pegangan guru dan siswa.
Lagi-lagi persoalan penguasaan materi secara tekstual pasti terjadi
lagi setelah 6 atau 7 tahun dimulai diusahakan untuk ditinggalkan
kebiasaan tersebut. Kondisi ini menuju pada suatu usaha
pemerintah pusat memasung lagi guru untuk tidak
mengembangkan kreatifitasnya juga untuk menyiapkan materi
pelajaran sesuai konteks kehidupan peserta didik.
Bagaimana mungkin suatu teks tertulis dikatakan implikatif
secara empiris sesuai konteks kehidupan peserta didik jika teks
tersebut ditulis oleh orang yang hidup dan bergaul dalam konteks
lingkungan sosial, geografis dan budaya yang berbeda dengan
dunia kehidupan peserta didik di tiap daerah. Hal ini merupakan
suatu bukti kecenderungan sistem pengajaran yang berorientasi
tektual dan bukannya konstekstual lagi sebagaimana diidamkan
dalam model KBK atau KTSP sesungguhnya. Apalagi bila
informasi materi pelajaran dipublikasi melalui jaringan media
informasi internet yang hanya bersifat maya adanya. Peserta didik
akan dituntun memasuki dunia khayal mengenai konteks suatu
daerah/lingkungan di mana informasi itu berasal.
Penetapan mengenai silabus dan RPP sebagai perangkat
administrasi kurikulum 2013 terdapat dalam Peraturan Menteri

122
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 65 tahun 2013 tentang


Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Salinan lampiran
peraturan tersebut menetapkan bahwa perencanaan pembelajaran
dirancang dalam bentuk silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang mengacu pada standar isi. Perencanaan
pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat
penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran.
Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan
pembelajaran yang digunakan.
1. Silabus
Silabus merupakan acuanpenyusunan kerangka pembelajaran
untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus paling sedikit
memuat:
a. Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/paket B
dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/paket C/ paket C
kejuruan).
b. Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas.
c. Kompetensi inti, merupakan gambaran secara kategorial
mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu
jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
d. Kompetensi dasar, merupakan kemampuan spesifik yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait
muatan atau mata pelajaran.
e. Tema (khusus SD/MI/SDLB/paket A).
f. Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai
dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

123
Manajemen Berbasis Sekolah

g. Pembelajaran,yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan


peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
h. Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta
didik.
i. Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam
struktur kurikulum untuk satu semester atau satu tahun.
j. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar atau sumber belajar lain yang relevan.
Silabus dikembangkan berdasarkan standar kompetensi
lulusan dan standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah sesuai dengan pola pembelajaran pada setiap tahun
ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
2. Rencana pelaksanaan pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana
kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih.
RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan
pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi
dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun
berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih.

124
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Komponen RPP terdiri atas:


a. Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan.
b. Identitas mata pelajaran atau tema/sub tema.
c. Kelas/semester.
d. Materi pokok.
e. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan
jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD
yang harus dicapai.
f. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD,
dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
g. Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi.
h. Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir
sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi.
i. Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai.
j. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
untuk menyampaikan materi pelajaran.
k. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan.
l. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, dan penutup.
m. Penilaian hasil pembelajaran.

125
Manajemen Berbasis Sekolah

3. Prinsip penyusunan RPP


Dalam menyusun RPP, hendaknya memperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan
awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi
belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan
khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai,
dan/atau lingkungan peserta didik.
b. Partisipasi aktif peserta didik.
c. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat
belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi,
dan kemandirian.
d. Pengembangan budaya membaca dan menulisyang dirancang
untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman
beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk
tulisan.
e. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat
rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, dan remedi.
f. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam
satu keutuhan pengalaman belajar.
g. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan
lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman
budaya.
h. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara
terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan
kondisi.

126
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Bila memperhatikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional


Nomor 41 tahun 2007 ditetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan inti
merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi
proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
1) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan
dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan
menerapkan prinsip alam tidak ambang jadi guru dan belajar
dari aneka sumber.
2) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar lain.
3) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta
antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya.
4) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran.
5) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
laboratorium, studio, atau lapangan.

127
Manajemen Berbasis Sekolah

b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang
beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.
2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi,
dan lainlain untuk memunculkan gagasan baru baik secara
lisan maupun tertulis.
3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.
4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif
dan kolaboratif.
5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar.
6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok.
7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja
individual maupun kelompok.
8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen,
festival, serta produk yang dihasilkan.
9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan
peserta didik.
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.

128
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

3) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk


memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
4) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman
yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
a) Berfungsi sebagai nara sumber dan fasilitator dalam
menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi
kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan
benar.
b) Membantu menyelesaikan masalah.
c) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi.
d) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh.
e) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang
atau belum berpartisipasi aktif.
Berdasarkan karakteristik model pengembangan Kurikulum
2013 yang berorientasi pada pengembangan kompetensi, maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan scientific
(pengembangan ilmu pengetahuan). Proses pengembangan ilmu
pengetahuan dilakukan dengan kegiatan mengamati (observasi),
menanyakan, mengeksplorasi, mengasosiasikan dan
mengkomunikasikan. Tentu aktivitas mengamati membutuhkan
kemampuan yang ditampilkan dengan dukungan fungsi-fungsi
motorik dari alat-alat indera manusia (mata untuk melihat, telinga
untuk mendengar, lidah untuk mengecap, kulit untuk merasakan
dan hidung untuk mencium). Orang yang ingin memperoleh
pengetahuan pasti menggunakan fungsi indera untuk memperoleh
sesuatu kesan yang membekas dalam ingatan dan menyentuh
perasaan bathin untuk menikmati sesuatu yang bermakna dari hasil
tangkapan indera. Kesan yang membekas di otak merangsang
pikiran untuk mengolah kesan yang ditangkap indera lalu
memproses kesan itu menjadi pengetahuan yang dapat

129
Manajemen Berbasis Sekolah

diungkapkan melalui tutur kata atau bahasa (lisan dan tulisan dan
isyarat/tubuh).
Setelah proses menanya dan menemukan makna konsep
pengetahuan dari hasil mengamati, maka proses selanjutnya adalah
mengeksplorasi atau menjejaki dan menggali lebih dalam sesuatu
makna yang dapat mengandung nilai manfaat bagi kehidupan
manusia baik individual maupun berkelompok/bersama. Proses
mengeksplorasi ini diasosiasikan atau dihubungkan lebih jauh dan
atau banyak lagi dengan konsep informasi pengetahuan yang lain
untuk dikomunikasikan atau disajikan kepada pihak atau orang lain
supaya mendapat tanggapan atau koreksi kritis lagi. Proses
mengkomunikasikan bertujuan tidak sekedar untuk diberi
tanggapan dan koreksi kritis melainkan untuk mempengaruhi
kemampuan berpikir otak dan olah batin orang lain lagi supaya
mengalami proses belajar memperoleh pengetahuan yang sama dan
atau pengetahuan itu dikembangkan lebih luas lagi.
Proses pengembangan ilmu pengetahuan dengan kegiatan-
kegiatan seperti itu membutuhkan fungsi akal budi sebagai
kegiatan roh manusia yang dihasilkan oleh fungsi syaraf-syaraf di
otak kepala manusia dan fungsi kelenjar sel di hati manusia. Dua
organ tubuh manusia itu membuat manusia menjadi makhluk
berakal budi karena mendorong manusia perseorangan sadar akan
dirinya untuk berpikir dan merasakan dan mengingini sesuatu
sebagai hasil olah pengetahuannya terhadap hal-hal yang dianggap
bernilai atau mengandung kemanfaatan bagi kelangsungan hidup
manusia. Di sini proses olah pikir dan olah bathin berlangsung
terpadu dan tidak boleh terpisah atau mengabaikan salah satunya
melalui kegiatan belajar. Proses itu juga tidak hanya merangsang
gejolak jiwa manusia pribadi dengan adanya reaksi dari tekanan
darah untuk menghasil emosi-emosi saja dari dalam diri seseorang.

130
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Ketika kegiatan belajar berlangsung, maka tanggung jawab


guru adalah mendorong menghidupkan fungsi roh dan jiwa
manusia untuk terpadu dengan fungsi motorik/organ tubuh lain
sehingga menghasilkan tingkah laku dalam bentuk tutur kata lewat
simbol bahasa dalam interaksi komunikasi manusia perseorangan
dengan yang lain dan dalam bentuk sikap dan perbuatan. Inilah
keterpaduan kemampuan diri manusia yang perlu didorong dan
dibentuk fungsi keterpaduannya dalam proses pembelajaran
bersama guru sebagai pengajar, pendidik, pembimbing atau pelatih.
Kompetensi inti dalam kurikulum 2013 sebenarnya ingin
mencapai keterpaduan fungsi-fungsi dari bagian-bagian diri
manusia baik yang bersifat fisiologis maupun yang bersifat
psikologis. Kompetensi inti mencakup keterpaduan dari kognitif
yang dihasilkan otak dan perasaan atau keinginan-keinginan dari
hati yang ditampilkan melalui sikap dan perbuatan motorik
seseorang. Taksonomi Bloom menentukan tingkatan kemampuan
atau potensi diri tersebut sesuai dengan cakupan fungsinya masing-
masing. Hal ini akan diuraikan lebih dalam pada bagian sistem
evaluasi dan penilaian dalam kurikulum 2013.

131
Manajemen Berbasis Sekolah


Bab 6
Penilaian dan Evaluasi
dalam Kurikulum 2013

T erminologi penilaian dan asesmen dalam kurikulum 2013


memiliki makna yang sama. Penilaian adalah suatu proses
atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk
mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta
didik dalam rangka membuat keputusan berdasarkan kriteria dan
pertimbangan-pertimbangan tertentu (Arifin, 2012:4). Kegiatan
penilaian dan evaluasi sering digunakan tumpang tindih. Ini
memberikan kehirarkisan dalam penerapannya. Siswa yang
mendapatkan nilai baik maupun buruk berdasarkan keputusan
tertentu selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses evaluasi. Ini
membantu guru untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan
masalah-masalah yang dijumpai yang menghambat ketidaktuntasan
siswa. Itulah sebabnya mengapa evaluasi dipandang Nurgiyantoro
(1988:5) sebagai proses mengukur kadar pencapaian tujuan.

132
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

A. Pengertian Penilaian dan Evaluasi


Kata penilaian merupakan kata benda dari nilai. Kata nilai
mengandung arti yang berharga secara kuantitatif dan atau
bermanfaat secara kualitatif. Kata nilai sebagai harga secara
kuantitatif mengarah pada ukuran jumlah dari sesuatu seperti besar
atau kecil, banyak atau sedikit, tinggi atau rendah.Dalam ilmu
filsafat atau ilmu tentang berpikir manusia terhadap sesuatu subyek
keberadaan, yang oleh Max Scheler (1874-1928) yang lahir di
Munchen, Jerman, mengatakan nilai adalah hal yang dituju oleh
perasaan, yang mewujudkan apriori atau anggapan ekstrim dari
emosi seseorang manusia. Nilai bukan idea atau cita yang
dihasilkan oleh pikiran manusia. Tetapi nilai adalah gejolak
pertimbangan perasaan seseorang terhadap hal yang memberi
manfaat atau berguna. Nilai merupakan sesuatu yang dialami
dengan perasaaan yang bergetar dan disebut emosi. Nilai tidak
dapat dilihat oleh akal atau pikiran manusia, melainkan getaran
perasaan seseorang terhadap sesuatu yang bermanfaat atau berguna
(Ahmadi, 2009:105).
Saat nilai diartikan secara filsafati semisal pendapat Max
Scheler, maka nilai selalu dinyatakan merujuk pada perasaan atau
keinginan seseorang terhadap sesuatu yang dipandang secara
konkrit. Karena nilai menyatakan perasaan atau keinginan
seseorang, maka nilai selalu bertitik tolak secara subyektif dari
seseorang untuk menentukan besaran harga sebagai ukuran
kemanfaatan atau kegunaan yang terdapat pada subyek yang
diamati secara konkrit. Contohnya, nilai sebuah benda seperti buku
yang didalamnya ada pengungkapan buah pikiran seseorang
tentang sesuatu yang setelah dibaca oleh orang itu sendiri ataupun
orang lain, lalu menentukan besaran kemanfataannya, sehingga
buku itu kemudian ditentukan besaran harga jualnya. Besaran

133
Manajemen Berbasis Sekolah

harga jual diukur dengan jumlah angka mata uang, seperti sekian
rupiah. Di sini, terjadi penentuan harga barang itu dilakukan
dengan pertimbangan perasaan penulis atau pembaca yang
dianggap pantas untuk menggambarkan besaran manfaat buku itu.
Bila berbicara mengenai pertimbangan perasaan sebagai
gejolak jiwa untuk menentukan ukuran dari sesuatu yang dianggap
bernilai, maka tentunya kita mesti memahami di mana jiwa itu
berada. Para ahli ilmu jiwa beranggapan yang berbeda-beda
mengenai titik tolak keberadaan jiwa. Namun menurut hemat
penulis, jiwa sebenarnya adalah kekuatan atau energi kehidupan
yang ada dalam diri makhluk hidup yang dihasilkan dari fungsi sel-
sel darah yang bergejolak menimbulkan kesadaran kehidupan. Oleh
karena sel-sel dari itu berpusat pada hati dan jantung dari organ
tubuh makhluk hidup, maka jiwa merupakan gejalak emosi yang
dihasilkan oleh fungsi sel-sel darah merah atau darah putih. Jika
seseorang mengalami gejolak darah yang dominan emosi (terasa
mendidih di hati dan jantung yang bergetar/berdenyut kencang),
maka orang yang mengalami gejolak itu menunjukkan emosi jiwa
yang menggambarkan amarah. Jika gejolak jiwa seperti itu yang
dipakai untuk menentukan harga sesuatu sebagai gambaran nilai,
maka penentuan nilai sifatnya sangat emosional atau yang sering
disebut sebagai bentuk penilaian subyektif. Oleh karena titik tolak
penilaiannya berangkat pada perasaan orang yang menentukan
ukuran besaran harga secara kuantitatif atau dengan ukuran simbol
angka-angka. Sebuah contoh penilaian subyektif selalu didasarkan
pada keputusan pribadi orang yang mengamati sesuatu untuk
menentukan ukuran besaran harga yang terkandung didalam
subyek amatannya. Saya rasa nilai yang pantas bagi pekerjaan
orang ini adalah 70. Ternyata angka 70 adalah ukuran besaran
harga yang pantas menurut perasaan sang penilai setelah
mengamati hasil pekerjaan orang itu.

134
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Jika pengertian nilai seperti ini terjadi dalam menentukan


proses dan hasil belajar, maka nampaknya kurang tepat untuk
menentukan kuantitas atau angka dari nilai itu, sehingga biasanya
penilaian macam itu selalu berakibat ketidak puasan pihak yang
dinilai. Oleh karena gejolak perasaan sebagai getaran jiwa orang itu
berbeda dengan sang penilai. Oleh karena itu, penilaian selalu
berhubungan dengan pengukuran yang dinyatakan dalam simbol
angka-angka yang bersifat kuantitatif. Tentunya penilaian terhadap
kegiatan pembelajaran dalam dunia pendidikan dengan pengertian
seperti ini, maka kecenderungan subyektif para penilai akan lebih
dominan dalam pengambilan keputusan terhadap besaran angka
yang diberikan sebagai ukuran harga kegiatan pribadi dari orang
yang dinilai.
Untuk penilaian itu tidak cenderung subyektif, maka perlu
dilakukan evaluasi juga. Kata evaluasi dalam kamus Oxford adalah
to find out, decide the ampunt or value, artinya sesuatu upaya
untuk menentukan nilai atau jumlah. Defenisi ini menunjukkan
bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati,
bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Kegiatan evaluasi merupakan usaha untuk
mengumpulkan informasi yang dapat dijadikan dasar alternatif atau
dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang tepat
dengan kenyataan secara kualitatif (Arikunto & Jabar, 2009:1-2).
Pengertian evaluasi lebih mengarah kepada fungsi pertimbangan
akal atau buah pikiran dari syaraf-syaraf otak di kepala seseorang
manusia dalam memberikan pertimbangan rasional terhadap
ukuran manfaat sesuatu bukan secara matematis. Pengertian seperti
ini menunjuk kepada makna obyektif dari pengukuran terhadap
manfaat atau kegunaan yang terkandung pada sesuatu subyek yang
diamati. Dengan kata lain, evaluasi selalu mengarah kepada pihak
yang dinilai dan bukan penilai. Dengan demikian, sebenarnya

135
Manajemen Berbasis Sekolah

dalam kegiatan pembelajaran, proses penilaian yang tepat perlu ada


pertimbangan obyektif dan bukan saja subyektif.
Nampaknya kedua kata atau istilah itu ketika dipakai perlu ada
pemahaman yang lengkap terhadap makna konsep yang terkandung
didalamnya. Karena kata penilaian cenderung kepada makna
subyektif dan evaluasi cenderung kepada makna obyektif untuk
menentukan harga atau manfaat dari sesuatu yang tampil
kepermukaan secara konkrit dan yang tidak tampil secara konkrit.
Biasanya proses penilaian yang subyektif selalu akan menimbulkan
kepuasan pihak penilai dan obyektif selalu menimbulkan kepuasan
pihak yang dinilai. Walaupun memang, kadang kala penilaian
subyektif muncul kecenderungan penilai memberikan kepuasan
kepada yang dinilai, namun tidak akan membawa manfaat
maksimal apa-apa untuk perubahan atau perbaikan perilaku.
Sebagai contoh: bentuk tes esai yang ditentukan skor nilai oleh
penilai bukan karena atas ketepatan penguasaan konsep atau pokok
pikiran terhadap sesuatu dan kebenaran makna konsep, tetapi
penilai menentukan skor nilai tinggi untuk memuaskan hati yang
dinilai. Ketika yang dinilai mengetahui skor nilainya tinggi,
sehingga ia menjadi puas, maka ia tidak akan berusaha lebih keras
lagi untuk belajar menguasai dan memahami konsep-konsep
informasi dari materi pembelajaran.
Sadar atau tidak sadar, banyak penilaian yang dilakukan oleh
guru terhadap siswa kecenderungan seperti ini terjadi, sehingga
ketika evaluasi dengan bentuk tes obyektif, maka banyak siswa
tidak berhasil atau dinyatakan tidak lulus. Oleh karena biasanya tes
obyektif akan menentukan ketepatan penguasaan konsep dan
pemahaman makna konsep yang benar. Suatu ironi atau lelucon
yang terjadi selama ini dalam dunia pendidikan nasional kita
dengan bentuk tes subyektif dan tes obyektif. Misalnya dalam

136
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

bentuk tes obyektif yang dipakai lebih banyak dalam Ujian


Nasional akan mencapai hasil yang skor nilai sangat rendah. Oleh
karena membutuhkan ketepatan penguasaan konsep dan
pemahaman makna konsep yang benar secara ilmiah. Sementara
penilaian proses yang dilakukan guru setiap saat di sekolah
cenderung kepada hal yang subyektif, maka skor nilai yang
diberikan selalu lebih tinggi. Hal ini akan menimbulkan kepuasan
kepada siswa sehingga ia tidak akan berusaha belajar lebih giat dan
serius lagi untuk menguasai konsep dan memahami makna konsep
dengan baik.
Kegiatan penilaian dan evaluasi mata pelajaran PAK
seyogianya perlu disadari perbedaan makna dari kegiatan penilaian
dan kegiatan evaluasi. Sering kali, percakapan sehari-hari membuat
kita untuk memberikan perbedaan makna dari kedua istilah/kata
tersebut. Pengertian yang sama makna cenderung mendorong
seorang guru PAK bahkan guru mata pelajaran apa saja untuk
merencanakan kegiatan pengukuran terhadap proses dan hasil
belajar siswa yang kurang tepat dalam penentuan strategi penilaian
atau evaluasi. Pengukuran pada akhirnya cenderung bersifat
subyektif atau sebaliknya obyektif untuk mengukur kecerdasan
intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) siswa. Padahal
diperlukan juga pengukuran terhadap kecerdasan spiritual (SQ). IQ
cenderung kepada kemampuan kognitif atau pengetahuan dari daya
ingat dan penalaran otak.
Sedangkan EQ cenderung kepada kemampuan emosi,
keinginan-keinginan sebagai gejolak jiwa dari fungsi sel-sel darah.
EQ dapat ditampilkan dalam tutur kata dan sikap seperti
kelembutan, kasar, penakut, pemberani, pemberontak, dan
sebagainya. Sementara SQ cenderung kepada kemampuan yang
dihasilkan oleh fungsi kelenjar sel-sel hati yang memberikan gejala

137
Manajemen Berbasis Sekolah

rohaniah yang terdiri dari keyakinan/kepercayaan diri, ketekunan


dan kedisiplinan atau integritas, dan ketrampilan atau kesadaran
keindahan dan kerapihan dalam bekerja menghasilkan sesuatu. Di
sini selalu muncul kreatifitas siswa untuk mengalami perubahan
sifat-sifat hakiki (karakter diri) seseorang siswa yang disebut
kecenderungan inovatif.
Dalam taksonomi Bloom, kemampuan IQ di sebut domain
kognitif, EQ disebut domain afektif, dan SQ disebut domain
psikomotor. Kata domain sama dengan ranah atau lingkup, luasnya
suatu wilayah, kawasan dari kemampuan atau kompetensi yang
terdapat dalam diri manusia. Kemampuan-kemampuan itu terletak
dalam fungsi bagian-bagian diri manusia baik secara fisik maupun
psikis, dan rohaniah. Bagan Hubungan antara domain-domain itu
dapat digambarkan sebagai berikut:

Afektif (A)
EQ

a. KA

Kognitif (K) KAP b. AP


IQ

c. KP

Psikomotor (P)
SQ

Gambar 6. Keterkaitan antara domain pembelajaran.

138
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Fenomena perilaku yang menggambarkan kemampuan-


kemampuan di atas dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Perilaku yang dominan domain kognitif /IQ dan atau dominan
domain kognitif dan afektif atau IQ dengan EQ.
2. Perilaku yang dominan domain afektif/EQ dan atau dominan
domain Afektif dan psikomotor atau EQ dengan SQ.
3. Perilaku yang dominan domain psikomotor/SQ dan atau
dominan Kogntif dan psikomotor atau domain IQ dengan SQ.
Contohnya bila dalam kehidupan seseorang lebih menonjolkan
atau mengandalkan kepintarannya, maka dia lebih dominan domain
IQ-nya. Tetapi jika dalam kehidupannya, seseorang tidak hanya
menunjukkan kepintarannya, tetapi sikap mental, seperti rajin,
jujur, setia, maka sebenarnya terpadu dalam perilaku kehidupannya
domain IQ dan domain EQ-nya. Selanjutnya bila seseorang dalam
hidupnya menonjol kepintarannya dan terampil kerja, yakni indah
dan rapih tetapi mengabaikan kejujuran, ketulusan, terburu-buru
ingin dapat hasil dengan jalan pintas atau tidak mengikuti
kaidah/prosedur kerja yang benar, maka sebenarnya sedang
domanan domain IQ dan domain SQ. Akan tetapi yang diperlukan
dalam perilaku kehidupan yang berkualitas perlu adanya
keterpaduan yang seimbang antara semua kemampuan, yakni IQ,
EQ dan SQ. Di sinilah terletak kualitas sumber daya manusia yang
bermartabat atau terhormat dan terpuji.

B. Tujuan Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran


Penilaian dan evaluasi pembelajaran dalam dunia pendidikan
formal melalui sekolah atau kampus perguruan tinggi memiliki
tujuan untuk mngukur pembentukan dan pencapaian
pengembangan kompetensi atau kemampuan siswa, yakni siswa
atau mahasiswa. Tujuan penilaian dan evaluasi pembelajaran

139
Manajemen Berbasis Sekolah

dimaksud untuk mengukur pencapaian tujuan pembelajaran yakni


pembentukan dan pengembangan kompetensi siswa yang meliputi
kognitif, afektif dan psikomotor (IQ, EQ, dan SQ).
Taxonomi Bloom yang lama dibuat kategori setiap
domain/ranah kompetensi sesuai tingkatan kesulitannya. Domain
kognitif/cognitive dibagi 6 tingkatan, yakni pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), penerapan (C3), Analisis (C4), sintesis (C5), dan
penilaian (C6). Domain afektif dikategorikan menjadi menerima
(A1), menanggapi (A2), menilai (A3), mengelola (A4) dan
menghayati (A5). Sedangkan domain psikomotor terdiri dari
menirukan (P1), memanipulasi (P2), pengalamiahan (P3) dan
artikulasi (P4).
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti
klasifikasi berhirarkhi dari sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan
kejadian-sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan
menurut beberapa skema taksonomi. Konsep Taksonomi Bloom
dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin S. Bloom, seorang
psikolog bidang pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan
pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi,
pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah afektif meliputi fungsi
yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Sedangkan ranah
psikomotor berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan
fisik. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian
berpikir yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses
berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan yang harus
siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah

140
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam


perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan terbaiknya
sehinggi dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk
inovasi pikirannya. Untuk lebih mudah memahami taksonomi
Bloom, maka dapat dideskripsikan dalam dua pernyataan di bawah
ini:
1. Memahami sebuah konsep berarti dapat mengingat informasi
atau ilmu mengenai konsep itu.
2. Seseorang tidak akan mampu mengaplikasikan ilmu dan
konsep jika tanpa terlebih dahulu memahami isinya.
Konsep tersebut mengalami perbaikan seiring dengan
perkembangan dan kemajuan jaman serta teknologi. Salah seorang
murid Bloom yang bernama Lorin W. Anderson merevisi
taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya
dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi
Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori
dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori masih
diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi.
Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis
diintegrasikan menjadianalisis saja. Dari jumlah enam kategori
pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Anderson
memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak
ada (http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/taksonomi-
bloom-yang-baru/).
Untuk mengukur setiap tingkatan domain tersebut, biasanya
ditentukan Kata Kerja Operasional (KKO) berupa tingkah laku
sebagai alat ukur (indikator).
Di bawah ini akan dipaparkan kecocokan KKO pada untuk
setiap indikator sesuai domainnya.

141
Manajemen Berbasis Sekolah

1. Domain kognitif
Tabel 10. Kata kerja operasional domain kognitif
Pengeta- Pemaha-
Penerapan Analisis Sintesis Penilaian
huan man
Mengutip Memper- Menugas- Mengana- Meng- Memban-
Menyebut- kirakan kan lisis abstraksi dingkan
kan Menjelas- Mengurut- Meng- Mengatur Menyim-
Menjelas- kan kan audit Mengani- pulkan
kan Mengka- Menen- Meme- masi Menilai
Menggam- tegorikan tukan cahkan Mengum- Mengarah-
bar Menciri- Menerap- Menegas- pulkan kan
Membi- kan kan kan Mengka- Meng-
lang Merinci Menye- Mende- tegorikan kritik
Mengiden- Mengaso- suaikan teksi Mengkode Menim-
tifikasi siasikan Mengkal- Men- Mengom- bang
Mendaftar Memban- kulasi diagnosis binasikan Memutus-
Menunju- dingkan Memodi- Menye- Menyusun kan
kkan Menghi- fikasi leksi Meng- Memisah-
Memberi- tung Mengkla- Merinci arang kan
label Mengkon- sifikasi Menomi- Memban- Mempre-
Memberi- traskan Meng- nasikan gun diksi
indeks Mengubah hitung Mendia- Menang- Memper-
Memasa- Memper- Mem- gramkan gulangi jelas
ngkan tahankan bangun Megkore- Menghu- Menugas-
Menamai Mengurai- Mem- lasikan bungkan kan
Menandai kan biasakan Merasio- Mencip- Menafsir-
Membaca Menjalin Mencegah nalkan takan kan
Menyadari Membeda- Menen- Menguji Mengkre- Memperta-
Mengha- kan tukan Mencerah- asikan hankan
fal Mendisku- Menggam- kan Mengo- Memerinci
Meniru sikan barkan Menjela- reksi Mengukur
Mencatat Menggali Meng- jah Meran- Merang-
Mengu- Mencon- gunakan Memba- cang kum
lang tohkan Menilai gankan Merenca- Membuk-
Merepro- Menerang- Melatih Menyim- nakan tikan
duksi kan Menggali pulkan Mendikte Memvali-
Meninjau Mengem- Menge- Menemu- Mening- dasi
Memilih ukakan mukakan kan katkan Mengetes
Menyata- Mempola- Meng- Menelaah Memper- Mendu-
kan kan adaptasi Memaksi- jelas kung
Mempela- Memper- Menye- malkan Memfa- Memilih

142
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

jari luas lidiki Memerin- silitasi Mempro-


Mentabu- Menyim- Meng- tahkan Memben- yeksikan
lasi pulkan operasikan Mengedit tuk
Memberi- Meramal- Memper- Mengait- Merumus-
kode kan soalkan kan kan
Menelu- Merang- Mengkon- Memilih Mengge-
suri kum sepkan Mengukur neralisasi
Menulis Menjabar- Melak- Melatih Mengga-
kan sanakan Mentrans- bungkan
Meramal- fer Memadu-
kan kan
Mempro- Membatas
duksi Merepa-
Mem- rasi
proses Menam-
Mengait- pilkan
kan Menyiap-
Menyusun kan
Mensimu- Mempro-
lasikan duksi
Memecah- Merang-
kan kum
Melaku- Merekon-
kan struksi
Mentabu-
lasi
Mem-
proses
Meramal-
kan

2. Domain kognitif pembaharuan


Tabel 11. Kata kerja operasional domain kognitif pembaharuan
Mengeta- Mema- Mengapli- Mengana- Mengeva-
Membuat
hui hami kasikan lisis luasi
Mengutip Memper- Menugas- Mengan- Memban- Mengabs-
Menyebut- kirakan kan alisis dingkan traksi
kan Menjelas- Mengurut- Meng- Menyim- Mengatur
Menjelas- kan kan audit pulkan Mengani-
kan Mengka- Menen- Memecah- Menilai masi
Menggam- tegorikan tukan kan Mengarah- Mengum-

143
Manajemen Berbasis Sekolah

bar Menciri- Menerap- Menegas- kan pulkan


Membilang kan kan kan Meng- Mengkate-
Mengiden- Merinci Menye- Mende- kritik gorikan
tifikasi Mengaso- suaikan teksi Menim- Mengkode
Mendaftar siasikan Mengkal- Mendiag- bang Mengkom-
Menunjuk- Memban- kulasi nosis Memutus- binasikan
kan dingkan Memodi- Menyelek- kan Menyusun
Memberi- Menghitu- fikasi si Memisah- Menga-
label ng Mengkla- Memerinci kan rang
Memberi- Mengkon- sifikasi Menomi- Mempre- Memban-
indeks traskan Menghi- nasikan diksi gun
Memasa- Mengubah tung Mendia- Memper- Menang-
ngkan Memperta Memba- gramkan jelas gulangi
Menamai -hankan ngun Mengko- Menugas- Menghu-
Manandai Meng- Mengurut- relasikan kan bungkan
Membaca uraikan kan Merasio- Menafsir- Mencipta-
Menyadari Menjalin Membiasa- nalkan kan kan
Menghafal Membe- kan Menguji Memper- Meng-
Meniru dakan Mencegah Mencerah- tahankan kreasikan
Mencatat Mendis- Menggam- kan Memerinci Mengorek-
Mengulang kusikan barkan Menjelajah Mengukur si
Merepro- Menggali Menggu- Memba- Merang- Merancang
duksi Mencon- nakan gankan kum Merenca-
Meninjau tohkan Menilai Menyim- Membukti- nakan
Memilih Menera- Melatih pulkan kan Mendikte
Menyata- ngkan Menggali Menemu- Mem- Mening-
kan Menge- Menge- kan validasi katkan
Mempela- mukakan mukakan Menelaah Mengetes Memper-
jari Mempola- Meng- Memaksi- Mendu- jelas
Menta- kan adaptasi malkan kung Memfa-
bulasi Memper- Menyeli- Memerin- Memilih silitasi
Memberi- luas diki tahkan Mempro- Memben-
kode Menyim- Meng- Mengedit yeksikan tuk
Menelu- pulkan operasikan Mengait- Merumus-
suri Meramal- Memper- kan kan
Menulis kan soalkan Memilih Mengge-
Merang- Mengkon- Mengukur neralisasi
kum sepkan Melatih Mengga-
Menjabar- Melak- Mentrans- bungkan
kan sanakan fer Memadu-
Meramal- kan
kan Membatas
Mempro- Mereparasi

144
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

duksi Menam-
Mempro- pilkan
ses Menyiap-
Mengait- kan
kan Mempro-
Menyusun duksi
Mensimu- Merang-
lasikan kum
Memecah- Merekon-
kan struksi
Melakukan Membuat
Mentabu-
lasi

3. Domain afektif
Tabel 12. Kata kerja operasional domain afektif
Menerima Menanggapi Menilai Mengelola Menghayati
Memilih Menjawab Mengasumsi Menganut Mengubah
Memper- Membantu Meyakini Mengubah perilaku
tanyakan Mengajukan Melengkapi Menata Berakhlak-
Mengikuti Mengom- Meyakinkan Mengklasi- mulia
Memberi promi Memperjelas fikasi Mempenga-
Menganut Menyenangi Memprakar- Mengom- ruhi
Mematuhi Menyambut sai binasi Mendengar-
Meminati Mendukung Mengimani Memper- kan
Menyetujui Mengundang tahankan Mengkuali-
Menampil- Mengga- Membangun fikasi
kan bungkan Membentuk Melayani
Melaporkan Mengusul pendapat Menunjuk-
Memilih kan Memadukan kan
Mengatakan Menekan- Mengelola Membukti-
Memilah kan Menegosiasi kan
Menolak Menyum- Merembuk Memecahkan
bang

145
Manajemen Berbasis Sekolah

4. Domain psikomotor
Tabel 13. Kata kerja operasional domain psikomotor
Menirukan Memanipulasi Pengalamiahan Artikulasi
Mengaktifkan Mengoreksi Mengalihkan Mengalihkan
Menyesuaikan Mendemonstrasi Menggantikan Mempertajam
Menggabungkan Merancang Memutar Membentuk
Melamar Memilah Mengirim Memadamkan
Mengatur Melatih Memindahkan Menggunakan
Mengumpulkan Memperbaiki Mendorong Memulai
Menimbang Mengidentifikasi Menarik Menyetir
Memperkecil Mengisi Memproduksi Menjeniskan
Membangun Menempatkan Mencampur Menempel
Mengubah Membuat Mengoperasikan Mensketsa
Membersihkan Memanipulasi Mengemas Melonggarkan
Memposisikan Mereparasi Membungkus Menimbang
Mengonstruksi Mencampur

Tentunya dengan KKO yang dipakai pada setiap indikator


kompetensi dipilih dengan mempertahankan tingkat kesukaran
tingkah laku yang menggambarkan kompetensi/kemampuan yang
dimiliki atau telah dicapai dalam perkembangan dirinya setelah
mengalami proses belajar. Sebagai contoh, ketika ingin mengukur
kemampuan kognitif siswa pada tingkatan pengetahuna (C1) yang
mengadalkan daya ingat di otak yang menggambarkan kemampuan
menguasai informasi materi pelajaran tertentu, maka perlu
seseorang guru memperhatikan jenis materi yang menggambarkan
karakter/ciri isi materi pelajaran, misalnya mengingat konsep
dalam bentuk kata/istilah, mengingat fakta dalam bentik atribut,
mengingat prosedur dalam bentuk rumus atau dalil/pernyataan
tertentu atau mengingat prinsip dalam bentuk simbol anutan atau
pilihan nilai.

146
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

C. Dasar Hukum Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran


dalam Sistem Pendidikan Nasional
Yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah semua produk hukum dari badan legeslatif atau
parlemen dan pemerintah berupa berbagai peraturan-perundangan.
Untuk itu, dasar hukum dari kegiatan penilaian dan evaluasi
pembelajaran dalam penyelenggaraan pendidikan formal di sekolah
dari berbagai jenjang yakni jenjang pendidikan dasar dan
menengah sampai perguruan tinggi terdiri dari:
1. Undang-Undang Nomor 2003 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, pasal 1 ayat 21 bahwa Evaluasi
pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan dan Bab XVI bagian 1 pasal 58 ayat 1 : Evaluasi
hasil belajar siswa dilakukan oleh pendidik untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar siswa secara
berkesinambungan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 63 ayat 1
dan Pasal 64.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses.
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 65
tentang tahun 2013 Standar Proses.

147
Manajemen Berbasis Sekolah

6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 66


tahun 2013 tentang Standar Penilaian.
7. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang diterbitkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
8. Panduan Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
dikeluarkan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

D. Prinsip Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran


menurut Konsep dari Model KTSP dan KBK
Upaya peningkatan mutu pendidikan nasional di Indonesia
dari masa ke masa sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945,
maka dari periode pemerintahan selalu adanya perbaikan-perbaikan
sistem pendidikan nasional melalui perbaikan komponen-
komponen pendidikan, seperti perbaikan/revisi kurikulum. Upaya
revisi kurikulum pendidikan di sekolah dari jenjang pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi selalu didasarkan pada filosofi
pendidikan tertentu yang dianggap relevan dengan perkembangan
kehidupan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pada tahun 1996 Commision on education for the twenty first
century melapor kepada Unesco bahwa pendidikan sepanjang hayat
sebagai suatu bangunan yang ditopang oleh empat pilar, yaitu: 1)
Learning to know, yang juga learning to learn, yaitu belajar untuk
memperoleh pengetahuan dan untuk melakukan pembelajaran
selanjutnya, 2) Learning to do, yaitu belajar untuk memiliki
kompetensi dasar dalam berhubungan dengan situasi dan tim kerja
yang berbeda-beda, 3) Learning to life together, yaitu belajar untuk

148
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

mampu mengapresiasi dan mengamalkan kondisi saling


ketergantungan, keanekaragaman, memahami dan perdamaian
intern dan antarbangsa, serta 4) Learning to be, yaitu belajar untuk
mengaktualisasikan diri sebagai individu dengan kepribadian yang
memiliki timbangan dan tanggungjawab pribadi.
Pada tahun 1998, Unesco mencanangkan empat pilar
pendidikan di atas. Dengan demikian keluaran proses pendidikan
merupakan suatu pribadi utuh dengan keunggulan secara
berimbang dalam aspek spiritual, sosial, intelektual, emosional, dan
fisikal. Juga pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk
memperoleh kebahagiaan hidup secara seimbang antara kehidupan
dunia dan akhirat, antara kehidupan pribadi dengan kehidupan
bersama. Kerangka pendidikan dunia inilah yang mendasari
kebijakan berbagai negara untuk menerapkan kurikulum berbasis
kompetensi. Negara-negara Afrika seperti Beliz, Trinidad, dan
Tobago sudah lebih dahulu menerapkan kurikulum berbasis
kompetensi daripada Indonesia. Bahkan Amerika telah
menerapkannya sejak tahun 1970-an yang disebut sebagai
Competency Based Education (CBE) dan kurikulumnya disebut
Competency Based Curriculum. Menyusul Inggris dan Jerman
tahun 1980-an dan Australia pada tahun 90-an (Majid & Andayani,
2004:1-2).
Ketika tahun 2002/2003 dilakukan uji coba draf KBK yang
disusun oleh Puskurnas maka kritikan muncul dan menganggap
kurikulum ini masih tetap ketinggalan zaman sebab telah
ditinggalkan negara-negara tersebut di atas. Oleh sebab itu, model
KBK direvisi lagi dengan menetapkan standar pendidikan nasional
sebagai mana di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun
2005, walaupun KBK baru diterapkan/diberlakukan di awal tahun
pelajaran 2004/2005 secara nasional. Muculnya standar nasional

149
Manajemen Berbasis Sekolah

pendidikan yang mencakup komponen standar isi, standar


kompetensi lulusan, standar proses, standar penilaian, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan dan standar pembiayaan,
maka KBK mengalami revisi lagi. Alasan pemerintah melalui
Depdiknas adalah diperlukan suatu standar yang menjadi sasaran
pelaksanaan pendidikan nasional. Itulah sebabnya di Depdiknas,
lembaga penyusun kurikulum nasional yang di sebut Puskurnas
diubah menjadi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Lembaga BNSP sebagai lembaga penjaminan mutu
pendidikan nasional yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan sistem pendidikan nasional.Untuk mencapai
standar mutu pendidikan, maka KBK kemudian direvisi menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sebenarnya
merupakan paduan antara Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
dan Kurikulum Berbasis Standar (KBS). KTSP dikembangkan
untuk memenuhi standar mutu pendidikan nasional demi
mendorong meningkatnya indeks kualitas sumber daya manusia
Indonesia atau Human Development Index (HDI) yang sangat
rendah bila dibanding dengan HDI bangsa lain di bumi ini. Dengan
KTSP, pengelolaan sistem pendidikan nasional pada komponen
yang mengacu sistem manajemen berbasis sekolah diberi
keleluasaan yang lebih besar, sehingga paradigma pendidikan
nasional yang bersifat desentralistik dapat diimplementasikan.
Atas dasar pertimbangan pengembangan KTSP untuk
meningkatkan HDI bangsa Indonesia dan mengimplementasikan
sistem pendidikan nasional yang bersifat desentralistik, maka
Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan tentang
komponen standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses
dan standar penilaian KTSP yang menjadi dasar acuan pengelolaan
kegiatan pembelajaran. Model KTSP sebagai kurikulum berbasis

150
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

standar kompetensi memberikan otonomi luas kepada pihak


pengelola satuan pendidikan untuk mengembangkan isi kurikulum
terutama yang berhubungan dengan materi pembelajaran dan
karakteristik siswa di setiap satuan pendidikan yang berbeda.
Otonomi pengembangan KTSP tentunya memberikan kepercayaan
kepada guru terutama sebagai perencana dan pelaksana kegiatan
pembelajaran di sekolah-sekolah mulai dari jenjang pendidikan
dasar sampai jenjang pendidikan menengah. Di sini kompetensi
guru yang multikompleks dihargai untuk dikembangkan demi
pembentukan kompetensi siswa untuk kepentingan mutu lulusan
melalui peningkatan pretasi belajar siswa.
Implementasi KTSP dilakukan dengan mengacu pada standar
Isi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006, lalu standar kompetensi
Lulusan dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006, dan standar
proses dalam Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 serta standar
penilaian dalam Permendiknas nomor 20 tahun 2007. Pelaksanaan
KTSP sejak tahun 2006/2007 mengalami peningkatan mutu dari
tahun ke tahun, walaupun di sana-sini patut diakui masih ada
kekurangan tertentu. Namun belumlah berjalan sampai 10 tahun,
maka KTSP dinilai secara parsial oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional bahwa KTSP tidaklah mampu mendorong
percepatan peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga harus
segera direvisi lagi.
Atas dasar asumsi penilaian tersebut, maka KTSP segera
direvisi dan lahirlah Kurikulum 2013 yang dikatakan sebagai suatu
model KBK. Nampak di sini suatu ironi mengenai pengembangan
konsep dasar kurikulum 2013 yang kembali lagi ke model KBK
yang dinilai sebagai suatu model kurikulum yang secara filosofis

151
Manajemen Berbasis Sekolah

telah ketinggalan zaman bila dilihat dari segi waktu penerapannya


pada sistem pendidikan di negara-negara lain.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya
penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan
untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa
depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi
perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk
mendorong siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan),
apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima
materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran
dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan
pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki
kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik.
Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga
nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan
dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih
baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari
melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu,
sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional
yang telah disepakati.

152
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

E. Proses Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran


Proses memperoleh data proses dan hasil belajar, pendidik
dapat menggunakan berbagai teknik penilaian secara
komplementer sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Proses
penilaian dan evaluasi dilakukan melalui tahap-tahap:
1. Perencanaan dengan membuat pemetaan, kisi-kisi penilaian,
kisi-kisi soal, penyusunan instrumen penilaian dan uji coba
instrumen penilaian serta perbaikannya.
2. Pelaksanaan kegiatan penilaian dan evaluasi pembelajaran
baik proses maupun hasil belajar siswa sesuai jadwal yang
ditetapkan.
3. Pemeriksaan hasil tes dan analisis nilai hasil pelaksanaan
penilaian dan evaluasi.
Menurut pedoman umum BSNP, teknik penilaian yang dapat
digunakan secara komplementer ataupun sendiri-sendiri sesuai
dengan kompetensi yang akan dinilai antara lain:
a. Tes kinerja
Tes kinerja dalam hal ini adalah berbagai jenis tes yang dapat
berbentuk tes keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes simulasi, uji
petik kerja, dan sebagainya. Melalui tes kinerja ini siswa
mendemonstrasikan unjuk kerja sebagai perwujudan kompetensi
yang telah dikuasainya.
Guru dapat melakukannya dengan meminta siswa
menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang akan digunakan untuk
menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan menggunakan
informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik terhadap kinerja
siswa baik dalam bentuk laporan naratif maupun laporan kelas.
Ada 4 cara untuk merekam penilaian berbasis kinerja, yakni:

153
Manajemen Berbasis Sekolah

1) Daftar cek (check list). Digunakan untuk mengetahui muncul


atau tidaknya unsur-unsur tertentu dari indikator atau
subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau
tindakan.
2) Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records).
Digunakan dengan cara guru menulis laporan narasi tentang
apa yang dilakukan oleh masing-masing siswa selama
melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat
menentukan seberapa baik siswa memenuhi standar yang
ditetapkan.
3) Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan
menggunakan skala numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5
= baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang
sekali.
4) Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh
guru dengan cara mengamati siswa ketika melakukan sesuatu,
dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan informasi
dari memorinya untuk menentukan apakah siswa sudah
berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun
tidak cukup dianjurkan.
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan
khusus. Pertama, langkah-langkah kinerja harus dilakukan siswa
untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk suatu atau beberapa
jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan
aspek kinerja yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan
khusus yang diperlukan oleh siswa untuk menyelesaikan tugas-
tugas pembelajaran. Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan
dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima,
urutan dari kemampuan atau keerampilan siswa yang akan diamati.

154
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Pengamatan atas kinerja siswa perlu dilakukan dalam berbagai


konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan
tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa siswa, dari aspek
keterampilan berbicara, misalnya, guru dapat mengobservasinya
pada konteks yang, seperti berpidato, berdiskusi, bercerita, dan
wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai
keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja siswa
dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap,
observasi perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun
penilaian kinerja. Penilaian diri merupakan suatu teknik penilaian
di mana siswa diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan
dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang
dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri
dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan
psikomotor.
1) Penilaian ranah sikap
Misalnya, siswa diminta mengungkapkan curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan.
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang
terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon
sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau
pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat
dibentuk, sehingga terjadinya perilaku atau tindakan yang
diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif,
kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang
dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap sesuatu objek.
Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang

155
Manajemen Berbasis Sekolah

mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan


untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan
dengan kehadiran objek sikap.
Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses
pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut.
Sikap terhadap materi pelajaran. Siswa perlu memiliki
sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam
diri siswa akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih
mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi
pelajaran yang diajarkan.
Sikap terhadap guru/pengajar. Siswa perlu memiliki sikap
positif terhadap guru. Siswa yang tidak memiliki sikap positif
terhadap guru akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan.
Dengan demikian, siswa yang memiliki sikap negatif terhadap
guru/pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang
diajarkan oleh guru tersebut.
Sikap terhadap proses pembelajaran. Siswa juga perlu
memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang
berlangsung. Proses pembelajaran mencakup suasana
pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang
digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan
menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa,
sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang
berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya kasus
atau masalah lingkungan hidup, berkaitan dengan materi PAK.
Siswa juga perlu memiliki sikap yang tepat, yang dilandasi oleh
nilai-nilai positif terhadap kasus lingkungan tertentu (kegiatan
pelestarian/kasus perusakan lingkungan hidup sebagai bentuk tugas

156
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

dan tanggung jawab manusia terhadap semua hasil ciptaan Tuhan


Allah). Misalnya, siswa memiliki sikap positif terhadap program
perlindungan satwa liar. Dalam kasus yang lain, siswa memiliki
sikap negatif terhadap kegiatan ekspor kayu glondongan ke luar
negeri.
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau
teknik. Teknik-teknik tersebut antara lain: observasi perilaku,
pertanyaan langsung, dan laporan pribadi.
2) Penilaian ranah keterampilan
Misalnya, siswa diminta untuk menilai kecakapan atau
keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan
kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
3) Penilaian ranah pengetahuan
Misalnya, siswa diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari
suatu mata pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan
yang telah disiapkan.
Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat
positif. Pertama, menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Kedua,
siswa menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga,
mendorong, membiasakan, dan melatih siswa berperilaku
jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju secara
personal.
Tes kinerja dapat dilakukan pengukurannya dengan teknik
penilain observasi/pengamatan terhadap seluruh proses kerja yang
menggambarkan mengenai kinerja siswa. Kinerja itu menampilkan
kemampuan siswa dalam melakukan sesuatu aktifitas. Observasi
terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat

157
Manajemen Berbasis Sekolah

dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan


instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja
dan kemajuan belajar siswa, maupun observasi informal yang dapat
dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
Contoh daftar check list terhadap pengamatan/observasi dari
kinerja siswa yang menggambarkan pengetahuan, pemahaman dan
penerapan cara hidup orang beriman/percaya.
Daftar check list disusun dengan menetapkan skor nilai untuk
setiap tampilan kemampuan yang diamati dalam aktivitas siswa:
1 = Tidak pernah (rentang nilai 0-49).
2 = Jarang (rentang nilai 50-69).
3 = Selalu (rentang nilai 70-100).
Tabel 14. Contoh daftar check list
Nama Sikap dalam diskusi kel. Peng. Pem. Apli. Total
No
siswa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 1 2 3 1 2 3 skor
1
2
3
4
5
6
Keterangan sikap dalam diskusi kelompok:
1 = Memberi kesempatan teman untuk menyampaikan pendapat.
2 = Memotong pembicaraan teman lain.
3 = Menyampaikan pendapat dengan jelas.
4 = Mau menerima pendapat teman.
5 = Mau menerima kritik dari teman.
6 = Memaksa teman untuk menerima pendapatnya.
7 = Menyanggah pendapat teman dengan sopan.
8 = Mau mengakui kalau pendapatnya salah.

158
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

9 = Menerima kesepakatan hasil diskusi dan menuliskan


rangkuman pikiran yang berkembang dan membuat
simpulan.
Tabel 15. Soal-soal diskusi kelompok
No Pokok isi materi pelajaran
A. Penciptaan langit B. Manusia dengan C. Ibadah penyemba-
dan bumi beserta segala kesukaan han manusia
isinya dengan dan penderita- sebagai umat
segala fenomena annya di bumi ini beriman dan
alam yang terjadi (40%) beragama kepada
didalam-nya Allah sebagai
(40%) Yang Maha Kuasa
(20%)
1 Sebutkan urutan Mengapa manusia Bagaimana cara
penciptaan langit dan selalu tidak sanggup manusia mengucap
bumi menurut menahan terjadinya syukur kepada Allah
Kejadian 1:1-30 bencana alam di bumi atas kemahakuasaan-
ini seperti gempa Nya menyelamatkan
bumi, banjir bandan? hidupnya dari setiap
bencana alam yang
terjadi?
2 Mengapa manusia Bagaimana manusia Bagaiman cara ibadah
diberikan amanat/ berusaha untuk yang benar dari
perintah untuk menghindar dari semua orang percaya
beranak cucu, akibat bencana alam atau beriman sebagai
bertambah banyak, disekitarnya? ungkapan syukur atas
penuhi bumi dan kemahakuasaan
berkuasa serta Allah?
menaklukkan segala
sesuatu di bumi ini

159
Manajemen Berbasis Sekolah

Tabel 16. Daftar penilaian terhadap dokumen hasil diskusi


kelompok
Skor nilai terhadap
Total
No Aspek dokumen yang dinilai kualitas pelaporan
skor
1 2 3 4
1 Sistematika laporan
2 Penggunaan bahasa Indonesia
3 Penulisan (teknik ejaan, tanda baca,
dsb)
4 Sumber bahan yang digunakan
5 Tampilan yang menarik perhatian
secara fisik
Keterangan skor nilai:
1 = Tidak baik (rentang nilai 0-49).
2 = Kurang baik (rentang nilai 50-69).
3 = Baik (rentang nilai 70-85).
4 = Sangat baik (rentang nilai 86-100).
b. Penugasan/proyek
Penugasan adalah bentuk evaluasi yang dapat dilakukan
dengan model proyek yang berupa sejumlah kegiatan yang
dirancang, dilakukan dan diselesaikan oleh siswa di luar kegiatan
kelas dan harus dilaporkan baik secara tertulis maupun lisan.
Penugasan ini dapat pula berbentuk tugas rumah yang harus
diselesaikan siswa.
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan
penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh siswa
menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud
berupa investigasi yang dilakukan oleh siswa, mulai dari
perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan,
analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek
bersentuhan dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan,

160
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

penyelidikan, dan lain-lain. Selama mengerjakan sebuah proyek


pembelajaran, siswa memperoleh kesempatan untuk
mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Karena
itu, pada setiap penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang
memerlukan perhatian khusus dari guru.
1) Keterampilan siswa dalam memilih topik, mencari dan
mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi
makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.
2) Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan
pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
dibutuhkan oleh siswa.
3) Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang
dikerjakan atau dihasilkan oleh siswa.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan
produk proyek. Dalam kaitan ini serial kegiatan yang harus
dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan instrumen
penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan
laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar
cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat
dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan
penilaian khusus. Penilaian produk dari sebuah proyek
dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara
holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi
penilaian atas kemampuan siswa menghasilkan produk, seperti
makanan, pakaian, hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan
lain-lain), barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit, keramik,
karet, plastik, dan karya logam.Penilaian secara analitik merujuk
pada semua kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan

161
Manajemen Berbasis Sekolah

produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi


atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
c. Portofolio
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya siswa
dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui
minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. Penilaian
portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan
pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan
kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut
dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran yang dianggap
terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban
dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh
topik atau mata pelajaran tertentu. Fokus penilaian portofolio
adalahkumpulan karya siswa secara individu atau kelompok pada
satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan
oleh guru, meski dapat juga oleh siswa sendiri.
Melalui penilaian portofolio guru akan mengetahui
perkembangan atau kemajuan belajar siswa. Misalnya, hasil karya
mereka dalam menyusun atau membuat karangan, puisi, surat,
komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur,
laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu,
guru dan/atau siswa dapat melakukan perbaikan sesuai dengan
tuntutan pembelajaran.
Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah seperti berikut ini.
1) Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.
2) Guru atau guru bersama siswa menentukan jenis portofolio
yang akan dibuat.

162
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

3) Siswa, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah


bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.
4) Guru menghimpun dan menyimpan portofolio siswa pada
tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
5) Guru menilai portofolio siswa dengan kriteria tertentu.
6) Jika memungkinkan, guru bersama siswa membahas bersama
dokumen portofolio yang dihasilkan.
7) Guru memberi umpan balik kepada siswa atas hasil penilaian
portofolio.
d. Tes tertulis
Tes tertulis merupakan teknik penilaian yang paling banyak
digunakan oleh pendidik, adalah tes yang bisa berupa tes dengan
jawaban pilihan atau isian, baik pilihan ganda, benar salah ataupun
menjodohkan, serta tes yang jawabannya berupa isian ataupun
uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut siswa mampu
mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya
atasmateri yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian
sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan
siswa.
Tes tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis pola
jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau jawaban
terbatas (restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot
soal yang diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi
kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil belajar siswa
pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.

163
Manajemen Berbasis Sekolah


Bab 7
Manajemen Tenaga Pendidik

A da sejumlah definisi yang diutarakan dalam Undang-Undang


nomor 14 Tahun 2005 agar tidak membingungkan atau
membatasi definisi dalam memudahkan pemaknaan terhadap
istilah-istilah yang dipakai dalam ruang lingkup pendidikan,
misalnya pada Bab I ketentuan umum Pasal 1 ayat 1, 4 dan 10
disebutkan: Pertama, guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal (pendidikan dasar dan
pendidikan menengah). Kedua, profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran,
atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu
serta memerlukan pendidikan profesi.

164
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Ketiga kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,


keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Selanjutnya dalam Pasal 10 disebutkan lagi bahwa
kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi. Sedangkan dalam Pasal 20 ditetapkan lagi bahwa dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran.
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial
ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum,
dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Berdasarkan pemaparan mengenai dasar hukum dari
kompetensi guru sesuai kebijakan pembangunan sistem pendidikan
nasional di Indonesia, maka di bawah ini akan digambarkan lebih
rinci mengenai jenis-jenis kompetensi profesional seorang guru
yang perlu dimiliki oleh tenaga pendidik, sehingga dapat
melaksanakan tugas-tugas pendidikan secara baik terutama
melakukan kegiatan intrakurikuler di sekolah secara efektif dan
efesien.

165
Manajemen Berbasis Sekolah

A. Standar Kompetensi Guru


Berdasarkan uraian mengenai kompetensi profesional guru
yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan sistem pendidikan
nasional, maka pemerintah telah membentuk Badan Nasional
Standar Pendidikan (BNSP) dan telah menentukan standar
kompetensi guru yang perlu dipenuhi oleh seseorang yang ingin
menjadi guru. Standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga
komponen yang saling mengait, yakni: 1) Pengelolaan
pembelajaran, 2) Pengembangan profesi, dan 3) Penguasaan
akademik.
Ketiga komponen SKG tersebut, masing-masing terdiri atas
beberapa kompetensi, komponen pertama terdiri atas empat
kompetensi, komponen kedua memiliki satu kompetensi, dan
komponen ketiga terdiri atas dua kompetensi. Dengan demikian,
ketiga komponen tersebut secara keseluruhan meliputi 7 (tujuh)
kompetensi dasar, yaitu:
1. Penyusunan rencana pembelajaran.
2. Pelaksanaan interaksi belajar mengajar.
3. Penilaian prestasi belajar peserta didik.
4. Pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar
peserta didik.
5. Pengembangan profesi.
6. Pemahaman wawasan kependidikan.
7. Penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata
pelajaran yang diajarkan).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa selain ketiga komponen yang
secara keseluruhan meliputi tujuh kompetensi tersebut, guru
sebagai pribadi yang utuh harus juga memiliki sikap dan
kepribadian yang positif (SKG, 2003:9) yang senantiasa melekat

166
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

pada setiap kompetensi yang haru dimiliki guru. Hubungan antara


tiga komponen, tujuh kompetensi, dan indikator dalam Standar
Kompetensi Guru tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 17. Komponen, kompetensi, dan indikator standar
kompetensi guru (SKG, 2003)
Komponen Kompetensi Indikator
Pengelolaan 1. Penyusunan 1.1. Mampu mendeskripsikan
pembelajaran rencana tujuan pembelajaran
pembelajaran 1.2. Mampu memilih/ menentukan
materi
1.3. Mampu mengorganisasi materi
1.4. Mampu menentukan metode/
strategi pembelajaran
1.5. Mampu menentukan media/alat
peraga pembelajaran
1.6. Mampu menyusun perangkat
penilaian
1.7. Mampu menentukan teknik
penilaian
1.8. Mampu mengalokasikan
waktu
2. Pelaksaan 2.1. Mampu membuka pelajaran
interaksi 2.2. Mampu menyajikan materi
belajar- 2.3. Mampumenggunakan metode/
mengajar strategi
2.4. Mampu menggunakan alat
peraga/ media
2.5. Mampu menggunakan bahasa
yang komunikatif
2.6. Mampu memotivasi siswa
2.7. Mampu mengorganisasi
kegiatan
2.8. Mampu berinteraksi dengan
siswa secara komunikatif
2.9. Mampu menyimpulkan
pembelajaran
2.10. Mampu memberikan
umpan balik
2.11. Mampu melaksanakan
penilaian

167
Manajemen Berbasis Sekolah

2.12. Mampu menggunakan waktu


3. Penilaian 3.1. Mampu memilih soal
prestasi berdasarkan tingkat kesukaran
belajar peserta 3.2. Mampu memilih soal
didik berdasarkan tingkat pembeda
3.3. Mampu memperbaiki soal yang
tidak valid
3.4. Mampu memeriksa jawaban
3.5. Mampu mengklasifikasikan
hasil-hasil penilaian
3.6. Mampu mengolah dan
menganalisis hasil penilaian
3.7. Mampu menyusun laporan
hasil penilaian
3.8. Mampu membuat interpretasi
kecenderungan hasil penilaian
3.9. Mampu menentukan korelasi
antara soal berdasarkan hasil
penilaian
3.10. Mampu mengidentifikasi
tingkat variasi hasil penilaian
3.11. Mampu menyimpulkan dari
hasil penilaian secara jelas
dan logis
4. Pelaksanaan 4.1. Menyusun program tindak
tindak lanjut lanjut hasil penilaian
hasil penilaian 4.2. Mengklasifikasikan
prestasi kemampuan siswa
belajar peserta 4.3. Mengidentifikasi kebutuhan
didik tindak lanjut hasil penilaian
4.4. Melaksanakan tindak lanjut
4.5. Mengevaluasi hasil tindak
lanjut hasil penilaian
4.6. Menganalisis hasil evaluasi
program tindak lanjut hasil
penilaian
Pengembangan Pengembangan 1. Mengikuti informasi
profesi diri perkembangn IPTEK yang
mendukung profesi melalui
berbagai kegiatan ilmiah
2. Mengalihbahasakan buku
pelajaran/karya ilmiah
3. Mengembangkan berbagai

168
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

model pembelajaran
4. Menulis makalah
5. Menulis/menyusun diktat
pelajaran
6. Menulis buku pelajaran
7. Menulis modul pelajaran
8. Menulis karya ilmiah
9. Melakukan penelitian ilmiah
(action research)
10. Menemukan teknologi tepat
guna
11. Membuat alat peraga/media
12. Menciptakan karya seni
13. Mengikuti pelatihan
terakreditasi
14. Mengikuti pendidikan
kualifiakasi
15. Mengikuti kegiatan
pengembangan kurikulum
Penguasaan 1. Pemahaman 1.1. Memahami visi dan misi
akademik wawasan pendidikan nasional
1.2. Memahami hubungan
pendidikan dan pengajaran
1.3. Memahami konsep pendidikan
dasar dan menengah
1.4. Memahami fungsi sekolah
1.5. Mengidentifikasi permasalahan
umum pendidikan dalam hal
proses dan hasil pendidikan
1.6. Membangun sistem yang
menunjukan keterkaitan
pendidikan sekolah dan luar
sekolah
2. Penguasaan 2.1. Memahami struktur
bahan kajian pengetahuan
akademik 2.2. Menguasai substansi materi
2.3. Menguasai substansi
kekhususan sesuai dengan jenis
pelayanan yang dibutuhkan
siswa.

169
Manajemen Berbasis Sekolah

Usman (2006:16-19) dalam bukunya: “Menjadi guru


profesional” mengidentifikasi tentang jenis-jenis kompetensi guru,
yang mencakup:
1. Kompetensi pribadi
Kemampuan pribadi ini meliputi hal-hal berikut:
a. Mengembangkan kepribadian
1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
a) Mengkaji ajaran agama yang dianut.
b) Mengamalkan ajaran-ajaran agama yang dianut.
c) Menghayati peristiwa yang mencerminkan sikap saling
menghrgai antar umat beragama.
2) Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang
berjiwa Pancasila
a) Mengkaji berbagai ciri manusia Pancasila.
b) Mengkaji sifat-sifat kepatriotan bangsa Indonesia.
c) Menghayati urunan para patriot dalam merebut,
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
d) Membiasakan diri menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan.
e) Mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan alamiah
dan buatan.
f) Membiasakan diri menghargai dan memelihara mutu
lingkungan hidup.
3) Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan bagi
jabatan guru
a) Mengkaji sifat-sifat terpuji yang harus dimiliki oleh guru.

170
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

b) Membiasakan diri menerapkan sifat-sifat sabar,


demokratis, menghargai pendapat orang lain, sopan,
santun, dan tanggap terhadap pembaharuan.
b. Berinteraksi dan berkomunikasi
1) Berinteraksi dengan sejawat untuk meningkatkan kemampuan
profesional
a) Mengkaji ajaran struktur organisasi Depdikbud.
b) Mengkaji hubungan kerja profesional.
c) Berlatih menerima dan membrikan balikan.
d) Membiasakan diri mengikuti perkembangan profesi.
2) Berinteraksi dengan masyarakat untuk menunaikan misi
pendidikan
a) Mengkaji berbagai lembaga kemasyarakatan yang
berkaitan dengan pendidikan.
b) Berlatih menyelenggarakan kegiatan kemasyarakatan
yang menunjang usaha pendidikan.
c. Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan
1) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar
a) Mengkaji konsep-konsep dasar bimbingan.
b) Berlatih mengenal kesulitan belajar siswa.
c) Berlatih memberikn bimbingan kepada siswa yang
mengalami kesulitan belajar.
2) Membimbing siswa yang berkelainan dan berbakat khusus
a) Mengkaji ciri-ciri anak berkelainan dan berbakat khusus.
b) Berlatih mengenal anak berkelainan dan berbakat khusus.
c) Berlatih menyelenggarakan kegiatan untuk anak
berkelainan dan berbakat khusus.

171
Manajemen Berbasis Sekolah

d. Melaksanakan administrasi sekolah


1) Mengenal pengadministrasian kegiatan sekolah
a) Mengkaji berbagai jenis dan sarana administrasi sekolah.
b) Mengkaji pedoman administrasi pendidikan.
2) Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
a) Berlatih membuat dan mengisi berbagai format
administrasi sekolah.
b) Berlatih menyelenggarakan administrasi sekolah.
e. Melaksanakan penelitian sederhana untuk
keperluan pengajaran
1) Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah
a) Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah yang sederhana.
b) Memahami laporan penelitian seerhana untuk kepentingan
pengajaran.
2) Melaksanakan penelitian sederhana
a) Menyelenggarakan penelitian seerhana untuk keperluan
pengajaran.
b) Membiasakan diri melakukan penelitian untuk keperluan
pengajaran.
2. Kompetensi profesional
Kemampuan profesional ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Menguasai landasan kependidikan
1) Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
a) Mengkaji tujuan pendidikan nasional .
b) Mengkaji tujuan pendidikan dasar dan menengah.

172
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

c) Meneliti kaitan antara tujuan pendidikan dasar dan


menengah dengan tujuan pendidikan nasional.
d) Mengkaji kegiatan-kegiatan pengajaran yang menunjang
pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2) Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat
a) Mengkaji peranan sekolah sebagai pusat pendidikan dan
kebudayaan.
b) Mengkaji peristiwa-peristiwa yang mencerminkan
sekolah sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan.
c) Mengelolah kegiatan sekolah yang mencerminkan sekolah
sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan.
3) Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat
dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar.
a) Mengkaji jenis perbuatan untuk memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
b) Mengkaji prinsip-prinsip belajar
c) Menerapkan prinsip-prinsip belajar dalam kegiatan belajar
mengajar.
b. Menguasai bahan pengajaran
1) Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan
menengah.
a) Mengkaji kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
b) Menelaah buku teks pendidikan dasar dan menengah.
c) Menelaah buku pedoman khusus bidang studi.
d) Melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dinyatakan dalam
buku teks dan buku pedoman khusus.
2) Menguasai bahan pengayaan
a) Mengkaji bahan penunjang yang relevan dengan bahan
bidang studi /mata pelajaran.

173
Manajemen Berbasis Sekolah

b) Mengkaji bahan penunjang yang relevan dengan profesi


guru.
c. Menyusun program pengajaran
1) Menetapkan tujuan pembelajaran
a) Mengkaji ciri-ciri tujuan pembelajaran.
b) Dapat merumuskan tujuan pembelajaran.
c) Menetapkan tujuan pembelajaran untuk satu satuan
pembelajaran/pokok bahasan.
2) Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran
a) Dapat memilih bahan pembelajaran sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
b) Mengembangkan bahan pembelajaran sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
3) Memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar
a) Mengkaji berbagai metode mengajar.
b) Dapat memilih metode mengajar yang tepat .
c) Merancang prosedur belajar yang tepat.
4) Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
a) Mengkaji berbagai media pengajaran.
b) Memilih media pengajaran yang tepat.
c) Membuat media pengajaran yang sederhana.
d) Menggunakan media pengajaran.
5) Memilih dan memanfaatkan sumber belajar
a) Mengkaji berbagai jenis dan kegunaan sumber balajar.
b) Memanfaatkan sumber belajar yang tepat.
d. Melaksanakan program pengajaran
1) Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
a) Mengkaji prinsip-prinsip pengelolaan kelas.

174
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

b) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi suasana


belajar mengajar.
c) Menciptakan suasana belajar mengajar yang baik.
d) Menangani masalah pengajaran dan pengelolaan.
2) Mengatur ruangan belajar
a) Mengkaji berbagai tata ruang belajar.
b) Mengkaji kegunaan sarana dan prasarana kelas.
c) Mengatur ruang belajar yang tepat.
3) Mengelolah interaksi belajar mengajar
a) Mengkaji cara-cara mengamati kegiatan belajar mengajar.
b) Dapat mengamati kegiatan belajar mengajar.
c) Menguasai berbagai ketrampilan dasar mengajar
d) Dapat menggunakan berbagai ketrampilan dasar mengajar
e) Dapat mengatur siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
e. Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang
telah dilaksanakan
1) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
a) Mengkaji konsep dasar penilaian.
b) Mengkaji berbagai teknik penilaian.
c) Menyusun alat penilaian.
d) Mengkaji cara mengolah dan menafsirkan data untuk
menetapkan taraf pencapaian siswa.
e) Dapat menyelenggarakan penilaian pencapaian siswa.
2) Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
a) Menyelenggarakan penilaian untuk perbaikan proses
belajar mengajar.
b) Dapat memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan
proses belajar mengajar.

175
Manajemen Berbasis Sekolah

B. Tugas dan Peran Guru


1. Tugas guru
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas
maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita
kelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam
bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang
kemasyarakatan.
Guru merupakan profesi/jabatan atau pekerjaan yang
memerlukan keahlian khususnya sebagai guru. Jens pekerjaan ini
tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang
kependidikan walaupun kenyataannya masih dilakukan oleh orang
di luar kependidikan. Itulah sebabnya jenis profesi ini paling
mudah terkena pencemaran.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan
melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-
nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup. Mengajar juga berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu penetahuan dan teknologi (Iptek).
Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-
keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat
menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Harus mampu
menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran
apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi
siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya
sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama ialah ia tidak akan
dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya.
Siswa enggan menghadapi guru yang tidak menarik pelajaran tidak
dapat diserap sehingga setiap lapisan masyarakat (homo ludens,

176
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

homo puber, dan homo sapiens) dapat mengerti bila menghadapi


guru.
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih
terhormat di lingkungan karena dari seorang guru diharapkan
masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa
guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila. Tugas
dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru
pada hakekatnya merupakan komponen strategis yang memilih
peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan
bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisiosine
quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun
dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era
kontenporer ini.
Keberadaan guru sebagai suatu bangsa amatlah penting,
apabila bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-lebih
bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan
perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala
perubahan serta pergeseran nilai yang sering memberi nuansa
kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar
dinamika untuk dapat mengadaptasikan diri. Semakin akurat para
guru melakukan fungsinya, semakin terjamin, tercipta, dan
terbinanya kesiapan dan keberadaan seseorang sebagai manusia
pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di
masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan
gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan
citra para guru di tengah-tengah masyarakat.
Sejak dulu dan mudah-mudahan sampai sekarang guru
menjadi panutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh
para siswa di ruang-ruang kelas, tetapi juga dperlukan oleh

177
Manajemen Berbasis Sekolah

masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam


permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat
mendudukan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan
masyarakat, yakni di depan memberi suri teladan, di tengah-tengah
membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi.
Ing Ngarso Sang Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri
Handayani.
Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan
zaman dan sampai kapan pun yang diperlukan. Kedudukan seperti
itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil artinya
bagi para guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut
prestise dan prestasi yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap
guru. Bukan saja di depan kelas, tidak saja di batas-batas pagar
sekolah, tetapi juga di tengah-tengah masyarakat (Soedarsono
dalam Adibah, 2016:86). Secara singkat tugas guru dapat di
gambarkan Usman (2006:8) melalui bagan berikut:

178
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Merumuskan dan
Mendidik mengembangkan nilai-
nilai hidup

Meneruskan dan
Profesi Mengajar mengembangkan ilmu
PROFESI MENDIDIK pengetahuan dan teknologi
PROFESI
IDIK
PROFESI
Melatih/ Mengembangkan ketram-
membimbing pilan dan penerapannya

Tugas Menjadi orang tua ke dua


guru
Auto pengertian:
 Homo ludens/makhluk berkarya
Kemanusiaan
 Homo faber/makhluk bermain
 Homo sapiens/makhluk berpikir

Transformasi diri

Auto identifikasi

Mendidik dan mengajar warga


masyarakat untuk menjadi
………………
Kemasyarakatan
Mencerdaskan bangsa

Gambar 7. Tugas guru

179
Manajemen Berbasis Sekolah

2. Peran guru
Peranan dan kompetensi yang dikemukakan dalam proses
belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang
dikemukakan oleh Harold P. Adams dan Frank G. Decey 1956
dalam Basic principles of student teaching. Antara lain guru
sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur
lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor,
motivator, dan konselor, yang akan dikemukakan disini adalah
peranan yang dianggap paling dominan dan diklasifikasikan
sebagai berikut.
a. Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau
pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya. Dalam arti meningkatkan kemampuannya
dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri
adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus.
Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan
berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehinggu mampu
memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya
agar apa yang disampaikan itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.
Juga seseorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam
merumuskan TPK memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai
sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada
kelas. Sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembangan
anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai

180
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Ilmu Pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya mampu memotivasi


siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan.
Akhirnya seorang guru akan dapat memainkan peranannya sebagai
pengajar dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan
ketrampilan-ketrampilan mengajar yang dibahas pada bab
selanjutnya.
b. Guru sebagai pengelolah kelas
Dalam perannya sebagai pengelolah kelas (learning manager),
guru hendaknya mampu mengelolah kelas sebagai lingkungan
belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu
diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-
kegiatan belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana
lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik ialah yang
bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar
memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung
pada berbagai faktor, antara lain ialah guru, hubungan pribadi
antara siswa di kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam
kelas.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan
belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan, tujuan
khususnya adalah menyediakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa
untuk memperolah hasil yang diharapkan.
Sebagai manajer guru bertanggung jawab memelihara
lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk
belajar dan mengarahkan atau membimbing proses-proses
intelektual dan sosial di dalam kelasnya. Dengan demikian guru

181
Manajemen Berbasis Sekolah

tidak hanya memungkinkan siswa belajar, tetapi juga


mengembangkan kebiasaan bekerja dan belajar secara efektif di
kalangan siswa.
Tanggung jawab yang lain sebagai manajer yang penting bagi
guru ialah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari
ke arah self derected behavior. Salah satu manajemen kelas yang
baik ialah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit-demi
sedikit mengurangi kebergantungannya pada guru sehingga mereka
mampu membimbing kegiatannya sendiri. Siswa harus belajar
melakukan self control dan self activity melalui proses bertahap.
Sebagai manejer, guru hendaknya mampu memimpin kegiatan
belajar yang efektif serta efisien dengan hasil optimal. Sebagai
manejer lingkungan belajar, guru hendaknya mampu
mempergunakan pengetahuan tentang teori belajar-mengajar dan
teori perkembangan sehingga kemungkinan untuk menciptakan
situasi belajar mengajar yang menimbulkan kegiatan belajar pada
siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus memudahkan
pencapaian tujuan pendidikan.
c. Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media
pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan
proses belajar-mengajar. Dengan demikian media pendidikan
merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi
dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan
dan pengajaran di sekolah.
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang media
pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan
menggunakan serta mengusahakan media itu dengan baik. Untuk

182
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

itu guru perlu mengalami latihan-latihan praktik kontinyu dan


sistematis, baik melalui pre-service maupun melalui in-service
training. Memilih dan menggunakan media pendidikan harus
sesuai dengan tujuan, materi, metode, evaluasi, dan kemampuan
guru serta minat dan kemampuan siswa.
Sebagai mediator guru pun menjadi perantara dalam hubungan
antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus trampil
mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang
berinteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya agar guru dapat
menciptakan secara maksimal kualitas lingkungannya yang
intraktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat
dilaksanakan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah
laku social yang baik, mengembangkan interaksi pribadi, dan
menumbuhkan hubungan yang positif dengan para siswa.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan
sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian
tujuan dan proses belajar-mengajar, baik yang berupa nara sumber,
buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
d. Guru sebagai evaluator
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita ketahui
bahwa setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-
waktu tertentu selama satu periode pendidikan orang selalu
mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama
satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap
hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh
pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses belajar-mengajar guru
hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah

183
Manajemen Berbasis Sekolah

dirumuskan itu tercapai atau belum? Dan apakah materi yang


diajarkan sudah cukup tepat atau belum? Semua pertanyaan
tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau
penilaian.
Dengan penilaian, guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta
ketetapan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari
penilaian di antaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di
dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat
mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok
siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya
jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Dengan menelaah pencapaian tujuan pengajaran, guru dapat
mengetahui proses belajar yang dilakukan cukup efektif
memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Jadi,
jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan
penilaian. Karena dengan penilaian, guru dapat mengetahui prestasi
yang dicapai oleh siswa setelah ia melakukan proses belajar.
Dalam fungsinya sebagai penilaian hasil belajar siswa, guru
hendaknya terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah
dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh
melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap
proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak
untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar
selanjutnya. Alhasil proses belajar-mengajar akan terus menerus
ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
e. Peran guru dalam pengadministrasian
Dalam hubungan dengan kegiatan pengadministrasian,
seorang guru dapat berperan sebagai berikut:

184
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

1) Pengambilan inisiatif pengaruh, dan penilaian kegiatan-


kegiatan pendidikan. Hal ini berarti guru turut serta
memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang direncanakan
serta nilainya.
2) Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah
guru menjadi anggota suatu masyarakat. Guru harus
mencerminkan suasana dan keamauan masyarakat dalam arti
yang baik.
3) Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggung
jawab untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda
yang berupa pengetahuan.
4) Penegak disiplin, guru harus menjaga tercapainya suatu
disiplin.
5) Pelaksanaan adminstrasi pendidikan, disamping menjadi
pengajar, gurupun bertanggung jawab akan kelancaran
jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan
kegiatan-kegiatan adminstrasi.
6) Pemimpin generasi muda, masa depan generasi muda terletak
di tangan guru. Guru berperan sebagai pemimpin mereka
dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang
dewasa.
7) Penerjemah kepada masyarakat, artinya guru berperan untuk
menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia sekitar
kepada masyarakat, khususnya masalah-masalah pendidikan.

C. Jenjang Jabatan dan Pangkat Guru


Menurut Keputusan Menpan Nomor 84/1993 tanggal 24
Desember 1993 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam
Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
menegaskan bahwa jabatan guru adalah jabatan fungsional bagi

185
Manajemen Berbasis Sekolah

PNS yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk


melaksanakan pendidikan di sekolah.
Berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya, guru digolongkan
dalam 4 jenis, yaitu: guru kelas, guru mata pelajaran, guru praktek,
dan guru pembimbing. Secara rinci jenjang jabatan fungsional guru
diperlihatkan dalam tabel berikut:
Tabel 18. Jenjang jabatan fungsional guru
Angka
No Pangkat Golongan Jabatan
kredit
1 Pengatur muda II/a Guru pratama 25
2 Pengatur muda Tk. I II/b Guru pratama Tk. I 40
3 Pengatur II/c Guru muda 60
4 Pengatur Tk. I II/d Guru muda Tk. I 80
5 Penata muda III/a Guru madya 100
6 Penata muda Tk. I III/b Guru madya Tk. I 150
7 Penata III/c Guru dewasa 200
8 Penata Tk. I III/d Guru dewasa Tk. I 300
9 Pembina IV/a Guru pembina 400
10 Pembina Tk. I IV/b Guru pembina Tk. I 550
11 Pembina utama muda IV/c Guru utama muda 700
12 Pembina utama madya IV/d Guru utama madya 850
13 Pembina utama IV/e Guru utama 1000

Dari jabatan dan pangkat yang dicapai guru, maka guru dapat
diberi jabatan struktural dalam organisasi pendidikan dan atau
institusi lain yang berhubungan dengan kepentingan pendidikan.
Peraturan tentang jabatan struktural diatur dalam Keputusan
Presiden RI nomor 9 tahun 1985 tentang Jenjang Pangkat dan
Tunjangan Jabatan Struktural yang telah diganti dengan Peraturan
Pemerintah nomor 13 tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural dan diubah dengan Peraturan
Presiden RI nomor 3 tahun 2006.

186
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Jabatan struktural terbagi menjadi esalon-esalon yang


menunjukkan tingkatan masing-masing jabatan tersebut. Untuk
masing-masing esalon jabatan struktural ditetapkan jenjang
pangkatnya yang meliputi pangkat terendah dan pangkat tertinggi.
Dengan jenjang jabatan struktural tersebut akan ditetapkan
tunjangan struktural.
Tabel 19. Jenjang jabatan Struktural berdasarkan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006
Jenjang pangkat, golongan/ruang
No Eselon Terendah Tertinggi
Pangkat Golongan Pangkat Golongan
1 Ia Pembina IV/e Pembina IV/e
utama utama
2 Ib Pembina IV/d Pembina IV/e
utama utama
Madya
3 IIa Pembina IV/c Pembina IV/d
utama muda utama madya
4 IIb Pembina IV/b Pembina IV/c
tingkat I utama muda
5 IIIa Pembina IV/a Pembina IV/b
tingkat I
6 IIIb Penata III/d Pembina IV/a
tingkat I
7 IVa Penata III/c Penata III/d
tingkat I
8 IVa Penata muda III/b Penata III/c
tingkat I
9 Va Penata muda III/a Penata muda III/b
tingkat I
10 Vb Pengatur II/d Penata muda III/a
tingkat I

187
Manajemen Berbasis Sekolah

D. Kode Etik Guru


Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
yang harus dilaksanakan oleh guru. Dengan adanya kode etik,
pegawai, maka guru sebagai unsur aparatur dan abdi masyarakat,
mempunyai (pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari).
Dalam kode etik akan digariskan prinsip-prinsip, yang pada
pokoknya antara lain:
1. Pegawai yang berdasarkan pancasila, yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan bersikap hormat-menghormati
antara sesama warga negara yang memeluk agama/
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berlainan.
2. Pegawai sebagai ..., taat dan setia sepenuhnya kepada
Pancasila, UUD 945, negara, pemerintah serta mengutamakan
kepentingan negara diatas kepentingan diri sendiri seseorang
atau golongan pegawai, menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah dan martabat pegawai, serta mentaati segala
peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan dan
perintah-perintah atasan dengan kesadaran, pengabdian, dan
tanggung jawab. Pegawai memberikan pelayanan terhadap
masyarakat sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing.
3. Pegawai tetap memelihara keutuhan, kekompakan, persatuan,
dan kesatuan negara dan bangsa Indonesia serta korps
pegawai.
Berkaitan dengan kode etik profesi keguruan disebutkan
bahwa, kode etik keguruan adalah kumpulan peraturan-peraturan
atau norma-norma kesusilaan bagi para guru sebagai pedoman
bersikap, berbuat, atau bertindak dalam praktek keguruannya. Bagi

188
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

guru Indonesia, hal ini secara implisit terkandung dalam prinsip-


prinsip dasar etika baik yang universalistik maupun nasiolistik.
Akan tetapi supaya lebih jelas, makna “pedoman” bertindak para
guru yang terlibat dalam profesi keguruan itu, perlu dirumuskan
dan tersusun dalam yang disebut kode etik profesi keguruan.
Adapun rumusan kode etik profesi keguruan antara lain:
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-
masing.
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari
bentuk penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara
hubungan dengan orangtua siswa dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk
kepentingan pendidikan.
6. Guru secara mandiri dan/atau bersama-sama mengembangkan
dan meningkatkan mutu profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama
guru baik berdasarkan lingkugan kerja maupun di dalam
hubungan keseluruhan.
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan
meningkatkan organisasi profesi guru sebagai sarana
pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

189
Manajemen Berbasis Sekolah

Karena kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan


perbuatan yang harus dilaksanakan oleh guru, maka sangsi
terhadap pelanggaran kode etik adalah sangsi moril.
1. Penegakan disiplin profesi guru
Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa,
pemerintah telah menetapkan disiplin yang dipelopori oleh aparatur
negara termasuk juga guru dan dosen sejak PELITA V (lima).
Peningkatan disiplin dengan berbagai upaya yang sedang dan akan
terus dilakukan harus terus dioptimalkan untuk mencapai
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Pemerintahan yang bersih dan berwibawa merupakan salah satu
persyaratan pokok bagi terselenggaranya pembangunan yang
berhasil guna dan berdaya guna.
Kedudukan guru dan dosen dalam proses peningkatan disiplin
tersebut adalah sebagai pelopor, yang pertama dan utama
menerapkan disiplin, sehingga mempunyai pengaruh positif
terhadap perubahan perilaku. Masalahnya, sejauhmana kemampuan
guru dan dosen dalam mencerminkan pola hidup berdisiplin,
sehingga pola hidupnya itu menjadi penutan bagi masyarakat. Perlu
diingat, pada masyarakat umum ada kecenderungan untuk
menjadikan aparatur pemerintah termasuk guru dan dosen sebagai
tolak ukur atau idola (parameter) dalam berperilaku. Hal ini yang
perlu didasari oleh semua guru dan dosen.
Dengan demikian kita harapkan bahwa tingkat pelanggaran
tehadap berbagai peraturan-peraturan tentang kedisiplinan dapat
ditekan sekecil-kecilnya, kalau tidak dapat dihapuskan. Peraturan
disiplin pada dasarnya adalah sesuatu peraturan yang membuat
keharusan, larangan, dan sanksi, apabila keharusan itu tidak
dituruti atau larangan itu dilanggar. Untuk menjamin tata tertib dan

190
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

kelancaran pelaksanaan tugas, maka dengan tidak mengurangi


ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, diadakan
peraturan disiplin pegawai.
Keharusan yang akan dimuat dalam peraturan disiplin guru/
dosen lain:
a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945,
negara dan pemerintah.
b. Menempati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku serta melaksanakan
perintah-perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang
berhak.
c. Melaksanakan tugas sebaik-baiknya serta memberikan
pelayanan yang baik terhadap masyarakat sesuai bidang
tugasnya.
d. Menggunakan dan memelihara barang-barang dinas dengan
sebaik-baiknya.
e. Bersikap dan bertingkahlaku sopan santun terhadap
masyarakat, sesama pegawai, dan terhadap atasan.
f. Dan lain-lain.
Larangan yang akan dimuat dalam peraturan disiplin
guru/dosen antara lain:
a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan
martabat, negara, pemerintah atau guru/dosen.
b. Menyalahgunakan wewenang.
c. Menjadi pegawai negara asing tanpa ijin pemerintah.
d. Dan lain-lain.

191
Manajemen Berbasis Sekolah

2. Sanksi profesi guru


Guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah atau
pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban dikenai
sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tingkatan
hukuman disiplin meliputi hukuman disiplin ringan, disiplin
sedang, dan disiplin berat. Hukuman disiplin ringan berupa,
teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara
tertulis. Hukuman disipin sedang meliputi penundaan kenaikan gaji
berkala untuk paling lama 1 tahun, penurunan gaji sebesar satu kali
kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 tahun dan penundaan
kenaikan pangkat paling lama 1 tahun. Adapun hukuman disiplin
berat meliputi:
a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah
untuk paling lama 1 tahun.
b. Pembebasan dari jabatan.
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
sebagai PNS.
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai guru/dosen.
Guru atau dosen yang berstatus ikatan dinas yang di angkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
apabila tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
Guru atau dosen yang di angkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban profesi dikenai
sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.

192
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin bagi guru atau dosen


yang di angkat, pejabat yang berwenang menghukum wajib
memeriksa lebih dahulu guru atau dosen yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin. Tujuannya adalah untuk mengetahui benar
dan tidaknya seorang guru atau dosen telah melakukan pelanggaran
disiplin. Juga untuk mengetahui hal-hal yang mendorong yang
bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin. Pemeriksaan
tersebut dilakukan dengan lisan atau tertulis, dan secara tertutup.
Apabila dipandang perlu dapat mendengar atau meminta
keterangan dari orang lain.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pejabat yang berwewenang
menghukum mempelajari dengan saksama hasil pemeriksaan
sebagai bahan untuk memutuskan jenis hukuman disiplin yang
akan dijatuhkan. Hukuman disiplin yang dijatuhkan harus setimpal
dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, dan dapat diterima
dengan rasa keadilan.
Untuk jenis hukuman tertentu, guru/ dosen yang dikenai sanksi
peraturan disiplin mempunyai hak membela diri. Yang mana
sebelum dijatuhkannya sanksi, kepada guru atau dosen diberikan
hak pembelaan yang berupa alasan ketidaktaat asas dalam
menjalankan tugas profesi, apabila alasan tersebut atau keberatan
atas hukuman disiplin.
Keberatan atas hukuman disiplin dapat diajukan dalam jangka
waktu 14 hari berhitung mulai tanggal yang bersangkutan
menerima keputusan hukuman disiplin. Keberatan diajukan secara
tertulis melalui saluran hierarki dan di dalamnya harus memuat
alasan-alasan dari keberatan tersebut. Apabila alasan-alasan
tersebut cukup masuk akal maka kepada yang bersangkutan dapat
ditempatkan kembali dalam jabatan sesuai dengan tugas dan
kewajibannya.

193
Manajemen Berbasis Sekolah

E. Program Pemberdayaan Tenaga Pendidik dan


Kependidikan
Mutu pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Pada
tanggal 10 Februari tahun 2013, Abdul Malik Fadjar menyatakan
dengan tegas bahwa guru yang utama. Belajar bisa dilakukan di
mana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan oleh siapa atau alat
apapun juga, untuk membangun pendidikan yang bermutu. Yang
paling penting bukan membangun gedung sekolah atau sarana dan
prasarana, melainkan harus dengan upaya peningkatan proses
pembelajaran yang berkualitas, yakni proses pembelajaran yang
menyenangkan, mengasyikan, dan mencerdaskan. Hal ini hanya
dapat dilakukan oleh guru yang bermutu
(http://holsthea.blogspot.co.id/2015/11/peningkatan-kinerja-
guru.html).
Sebagai wadah pelaksana dari semua kegiatan pendidikan di
sekolah, maka KKG dan MGMP perlu membuat program kegiatan
secara internal di lingkungan sekolah baik di aras Gugus maupun di
aras Kecamatan dan Kota/Kabupaten. Untuk itu perlu dibentuk
Badan Pengurus KKG dan MGMP pada setiap aras dengan tugas
utama menyusun program kegiatan untuk menjadi acuan dalam
pertemuan-pertemuan dengan anggota-anggota yang berasal dari
guru-guru di tiap sekolah. Dalam menyusun program kegiatan
perlu diperhatikan beberapa pokok pikiran yang dianggap
urgen/penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Musayawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau
Musyawarah Guru Bidang Studi (MGBS) dan Kelompok Kerja
Guru (KKG) merupakan organisasi guru yang pada saat ini
keberadaannya pada sebagian sekolah dan satuan pendidikan
sedang mati suri. Dikatakan demikian, karena kebanyakan
organisasi tersebut pada saat ini sudah tidak memiliki dan tidak

194
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

melakukan program kerja sesuai dengan tujuan awalnya. Tujuan


MGMP dan KKG terutama adalah untuk meningkatkan kompetensi
dan profesionalisme guru dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan. Namun demikian dalam perjalanannya, kegiatan
organisasi tersebut banyak yang perlu diluruskan. Misalnya
organisasi tersebut hanya sebagai ajang arisan, bahkan tidak sedikit
yang menggunakan organisasi tersebut hanya untuk membicarakan
jadwal les bagi peserta didik menjelang ujian.
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di negeri ini dapat dilakukan dengan menghidupkan
dan meluruskan MGMP dan KKG. Bagi yang hampir mati suri
karena tidak ada kegiatan perlu dihidupkan kembali, sementara
bagi yang melakukan kegiatan tetapi melenceng atau diluar rel
perlu diluruskan dan diingatkan agar kembali ke “jalan yang lurus”,
yakni upaya meningkatkan kualitas pendidikan tanpa merugikan
peserta didik atau kelompok lain.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah guru pada sekolah-
sekolah dewasa ini pada umumnya sudah cukup memadai, tetapi
suasana belajar belum cukup kondusif akibat metode pengajaran
guru yang kurang bervariasi. Persoalan tersebut dapat diatasi
melalui MGMP, termasuk cara mengembangkan KTSP dan
komponen-komponen lainnya, serta mencari alternatif
pembelajaran yang tepat dan menemukan berbagai variasi, metode
dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kegiatan tersebut dapat dilakukan dibawah koordinasi
pengawas sekolah, atau Wakasek Kurikulum, dan untuk setiap
mata pelajaran dipimpin oleh guru senior yang ditunjuk oleh
Kepala Sekolah. MGMP dan KKG biasa bertemu satu kali setiap
minggu guna menyusun strategi pembelajaran dan mengatasi
masalah yang muncul. Disamping itu MGMP dan KKG bisa

195
Manajemen Berbasis Sekolah

mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk
membantu guru dalam memahami materi yang masih dianggap
sulit atau membantu memecahkan masalah yang muncul di kelas,
maupun berbagai metode pembelajaran untuk menemukan cara
yang paling sesuai dalam membentuk kempetensi tertentu.
MGMP dan KKG juga dapat menyusun dan mengevaluasi
perkembangan kemajuan belajar. Evaluasi kemajuan dilakukan
secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan
rencana berikutnya. Kegiatan MGMP dan KKG yang dilakukan
dengan intensif, dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan
diri guru untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta
menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang yang
diajarkan.
Beberapa sekolah yang telah mengembangkan kegiatan
MGMP dan KKG secara efektif pada umumnya dapat mengatasi
berbagai kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan
siswa, bukan saja dalam kegiatan belajar mengajar tetapi dalam
kegiatan lainnya di sekolah, bahkan masalah pribadipun dapat
dipecahkan. Oleh karena itu, kegiatan MGMP dan KKG ini perlu
dihidupkan dan diluruskan agar dapat dijadikan sebagai wadah
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah melalui
peningkatan mutu pembelajaran (effective teaching).
Melalui MGMP dan KKG, guru dapat mengembangkan diri,
dengan cara saling melengkapi pengetahuan dan pengalaman.
Banyak guru yang setelah di angkat dan ditempatkan dengan bekal
ilmu pengetahuan yang dimiliki selama mengikuti pendidikan
formal sebagai calon guru di Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) seperti Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) di Universitas, atau di Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) atau Intitut Keguruan dan

196
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Ilmu Pendidikan (IKIP) mereka tidak lagi belajar hal-hal yang


berkenaan dengan perkembangan ilmu kependidikan.
Ada semacam sikap arogansi guru yang menganggap dirinya
sudah mengetahui segala hal dan tidak perlu belajar lagi. Karena
itu, dengan mengandalkan kemampuan pengetahuan yang dimiliki,
guru itu mengajar siswa-siswinya apalagi hanya menggunakan
sumber pelajaran dari buku pegangan guru yang telah ada di
perpustakaan sekolah. Tidak ada referensi lain kecuali buku
pegangan guru di sekolah atau didapat dari teman yang sama
bidang spesialisasi keilmuannya dengan segala perangkat
administrasi kurikulum lainnya. Hal ini nampak bahwa guru hanya
berperan mentransfer ilmu pengetahuan dari dirinya sendiri yang
telah dimiliki dan atau dari buku referensi sekolah yang
didapatnya.
Nampak pada sekolah-sekolah bahwa banyak guru tidak mau
mengikuti kegiatan MGMP atau KKG karena merasa diri telah ahli
di bidangnya sendiri. Kalaupun hadir, lebih banyak apatis dalam
kegiatan dan tidak suka untuk bekerja keras mengutak atik apa
yang dianggapnya sudah benar dari pengetahuannya sendiri. Ada
guru yang juga tidak mau ambil pusing dengan perubahan sistem
pembelajaran yang baru karena baginya siswa-siswinya memiliki
kemampuan seadanya, sehingga tidak perlu hal yang baru lagi, dan
masih banyak lagi anggapan yang dapat menjadi penghalang
perubahan yang dapat dicapai melalui kegiatan MGMP atau KKG.
Pada hal sebenarnya MGMP dan KKG merupakan wadah
yang dapat dimanfaatkan oleh guru-guru untuk saling bekerja sama
dalam memberdayakan dan meningkatkan kompetensi-kompetensi
yang diperlukan sebagai guru untuk melaksanakan tugas-tugas
dengan baik. Pada umumnya guru membutuhkan pengembangan
kompetensi yang mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi

197
Manajemen Berbasis Sekolah

profesional, kompetensi paedagogik dan kompetensi sosial


sebagaimana disyaratkan oleh Undang-Undang.
1. Pengaktifan kegiatan KKG dan MGMP
Melalui KKG dan MGMP sekolah diharapkan persoalan-
persoalan pelaksanaan pendidikan dapat diatasi, termasuk
bagaimana mensiasati kurikulum yang padat dan mencari alternatif
pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metoda
dalam mengajarkan setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Kegiatan ini di bawah koordinasi Wakasek Kurikulum dan
untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh guru senior yang
ditunjuk oleh Kepala Sekolah. KKG dan MGMP minimal bertemu
satu kali per minggu guna menyusun strategi pengajaran dan
mengatasi masalah yang muncul. Di samping itu, KKG dan
MGMP sekolah dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli
substansi mata pelajaran untuk membantu guru dalam memahami
materi yang masih dianggap sulit atau membantu memecahkan
masalah yang muncul di kelas, maupun berbagai metode
pembelajaran untuk menemukan cara yang paling sesuai dalam
memberikan materi mata pelajaran tertentu.
KKG dan MGMP sekolah juga menyusun dan mengevaluasi
dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar sekolah.
Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya
digunakan untuk menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan
KKG dan MGMP sekolah yang dilakukan dengan intensif, dapat
dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru untuk
meningkatkan kapasitas dan kemampuan gurru serta menambah
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang diajarkan.

198
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

2. Peningkatan disiplin siswa


Berdasarkan hasil analisis dinyatakan bahwa disiplin siswa
sangat rendah, baik dalam mengikuti aturan dan tata tertib sekolah,
maupun dalam mengikuti pelajaran dan mengakibatkan lingkungan
sosial sekolah menjadi kurang kondusif. Diperlukan adanya
peningkatan disiplin siswa untuk menciptakan iklim sekolah yang
lebih kondusif dan dapat memotivasi siswa dalam belajar.
Sekolah membuat aturan-aturan yang harus diataati,
khususnya oleh siswa dan warga sekolah lainnya, termasuk guru,
karyawan dan kepala sekolah. Aturan tersebut dapat meliputi tata
tertib waktu masuk dan pulang sekolah, kehadiran di sekolah dan
kelas serta mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung, dan tata
tertib sekolah lainnya. Dengan meningkatnya disiplin siswa,
diharapkan dapat meningkatkan efektivitas jam belajar sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan dan meningkatkan iklim
belajar yang lebih kondusif untuk mencapai hasil belajar yang lebih
baik.
3. Perkembangan kelompok diskusi terbimbing
Kelompok diskusi terbimbing ini dibentuk untuk mengatasi
siswa yang kurang persiapan untuk belajar di sekolah. Kegiatan
diskusi ini, minimal 1 kali per minggu untuk setiap mata pelajaran
di luar jam pelajran sekolah. Pembentukan kelompok dilakukan
oleh siswa dan dibimbing oleh guru. Dalam setiap kegiatan
didskusi daptat dihadirkan nara sumber yang berasal dari guru,
alumnni, atau orang lain yang dianggap ahli dalam mata pelajaran
yang berkaitan dan bertempat tinggal di sekitar kelompok tersebut
berada.
Adanya dukungan orangtua dalam meningkatkan motivasi
belajar, memberikan peluang dan kesempatan melaksanakan

199
Manajemen Berbasis Sekolah

kegiatan kelompok diskusi, yaitu setiap kali pertemuan dapat


menggunakan rumah anggota kelompok secara bergiliran. Setiap
kelompok diskusi menunjuk pemimpin kelompok dan guru
pembimbingnya.
Untuk keperluan pengembangan materi pada KKG dan
MGMP sekolah, setiap guru pembimbing dapat menyampaikan
hasil diskusi kelompok, sehingga terjadi saling tukar pengalaman
dan saling membantu bila terjadi kesulitan. Kelompok diskusi
terbimbing ini, sebaiknya melibatkan guru BK, khususnya untuk
meningkatkan motivasi siswa serta membimbing siswa untuk
menghindari pengaruh pergaulan sosial yang negatif.
4. Peningkatan layanan perpustakaan dan
pengaduan buku
Dari hasil analisis, ternyata sekolah masih memmerlukan
buku-buku bacaan wajib maupun penunjang untuk mendukung
kegiatan belajar siswa. Pengadaan buku pustaka diarahkan untuk
mendukung kegiatan guru mengajar, termasuk kegiatan KKG dan
MGMP sekolah dan mendukung belajar siswa. Untuk mendukung
kegiatan guru, diadakan buku-buku pegangan guru dari sumber
yang relevan. Sedangkan untuk mendukung belajar siswa, diadakan
buku-buku yang diperlukan siswa untuk pendalalman matari
Ebtanas.
Pengadaan buku-buku tersebut hendaknya dimulain dengan
melakukan identifikasi buku-buku yang dibutuhkan oleh guru dan
siswa dan mencatat buku-buku yang tidak ada atau tidak
mencukupi kebutuhan sekolah. Berbagai cara dapat dilakukan
untuk memerlukan kekurangan buku-buku tersebut, antara lain
dengan mengadakan kerjasama dengan perpustakaan pada instansi
lain yang mempunyai potensi untuk membantu pengadaan buku

200
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

sekolah atau sekolah dapat membeli buku-buku tersebut secara


langsung apabila tersedia dana untuk pengembangan perpustakaan.
Disamping itu, -perlu diupayakan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan pengelolah perpustakaan. Apabila dimungkinkan,
sekolah dapat memberikan kesempatan untuk mengukuti pelatihan
singkat bagi pengelolah perpustakaan. Hal yang lebih penting
adalah memperhatikan peningkatan dan pengembangan
perpustakaan untuk dapat menyediakan buku-buku yang sesuai
dengan kebutuhan siswa dan keperluan guru dalam meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya. Hal itu berarti sekolah memiliki
kewajiban untuk memperhatikan penyediaan anggaran
perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki
sekolah.
Berdasakan langkah-langkah pemecahan persoalan, sekolah
bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya termasuk BP3
(Komite Sekolah) membuat rencana dan program-programnya
untuk merealisasikan rencana dan mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.
Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan
lugas tentang aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan yang
harsus dilakukan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan
dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan. Hal itu
juga diperlukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan
dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun orang tua
peserta didik, baik secara moral maupun finansial untuk
melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan.

201
Manajemen Berbasis Sekolah

Dalam menyusun rencana tersebut, sekolah “X” menuliskan


sebagai berikut:
Sasaran : Meningkatkan pencapaian nilai selisih (gain
score) minimal + 0,5
Rencana : Peningkatan hasil belajar siswa.
Program kerja
Program kerja 1 : Pengaktifan KKG dan MGMP sekolah.
Rincian program
a. Menyusun strategi mengajar untuk mensiasati kurikulum
yang padat antara lain menyusun program tahunan,
program semesteran, analisis materi pelajaran, penyiapan
media pembelajaran, dsb.
b. Membahas dan mencari pemecahan dari masalah yang
timbul dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
c. Membantu guru dalam pemahaman materi ajar yang sulit
dengan menyusun bahan ajar bersama sebagai acuan
kegiatan proses belajar mengajar.
d. Pertemuan periodik sekali setiap minggu, untuk
diseminasi hasil KKG dan MGMP Kota/Kabupaten
Program kerja 2 : Kelompok diskusi terbimbing dari siswa.
Rincian program
a. Menyusun jadwal pembimbing dan lokasi untuk setiap
kelompok.
b. Membimbing siswa yang sedang mengadakan diskusi.
c. Mengoptimalkan peran alumni untuk membimbing siswa.
d. Melakukan evaluasi hasil bimbingan setiap kelompok.
Program kerja 3 : Meningkatan disiplin siswa.
Rincian program
a. Mengidentifikasi pelanggaran yang sering dikakukan
siswa.

202
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

b. Membentuk tim guru yang akan menangani pelanggaran


siswa.
c. Menyusun aturan, tindakan dan sanksi membuat laporan
berdasarkan jenis pelanggaran secara berkala untuk
disampaikan pada rapat guru.
d. Membuat laporan berdasarkan jenis pelanggaran secara
berkala untuk disampaikan pada rapat guru.
Program kerja 4 : Peningkatan layanan perpustakaan dan
pengadaan buku.
Rincian program:
a. Mengidentifikasi kebutuhan buku untuk guru dan untuk
siswa.
b. Membeli buku sesuai dengan kebutuhan dan anggaran
yang tersedia.
c. Menyusun layanan perpustakaan agar mendukung
pelaksanaan diskusi kelompok terbimbing.
5. Kemandirian guru
Di samping mengikuti MGMP dan KKG untuk menemukan
solusi terhadap berbagai masalah dalam pembelajaran, dalam
KTSP guru juga harus mampu bekerja mandiri untuk memperbaiki
diri dalam pembelajaran. Hal ini penting agar ia benar-benar
menjadi guru yang mampu digugu dan ditiru, sehingga tidak saja
mampu mengembangkan KTSP tetapi juga mampu
melaksanakannya dalam pembelajaran secara efektif dan
menyenangkan.
Kemandirian guru terutama dperlukan dalam menghadapi dan
memecahkan berbagai problema yang sering muncul dalam
pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus mampu mengambil
tindakan terhadap berbagai permasalahan secara tepat waktu dan

203
Manajemen Berbasis Sekolah

tepat sasaran. Kemandirian guru juga akan menjadi figur bagi


peserta didik, sehingga mereka terbiasa untuk memecahkan
masalah secara mandiri dan profesional. Oleh karena itu dalam
rangka menyukseskan KTSP diperlukan kemandirian guru,
terutama dalam melaksanakan, menyesuaikan, dan
mengadaptasikan KTSP tersebut dalam pembelajaran di kelas.
Kemandirian ini sangat penting dalam kaitannya penyesuaian
KTSP dengan situasi aktual didalam kelas, serta menyesuaikan
KTSP dengan perbedaan karakteristik peserta didik yang beragam.
Dengan demikian implementasi KTSP yang ditunjang oleh
kemandirian guru diharapkan dapat menciptakan Pembelajaran
yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM), yang
akan bermuara pada peningkatan prestasi belajar peserta didik dan
prestasi sekolah secara keseluruhan.
Dalam kaitan dengan penilaian kinerja guru, biasanya ada
penilaian yang dilakukan melalui kegiatan supervisi kepala sekolah
dan atau bersama Pengawas sekolah untuk menentukan kualitas
dan bukti-bukti pelaksanaan tugas guru. Kegiatan atau jenis
supervisi biasanya terdiri dari supervisi administrasi, supervisi
akademik, dan supervisi klinis.
a. Supervisi administrasi
Pengertian istilah supervisi administrasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pimpinan lembaga yang berada dalam struktur
organisasi teratas/tertinggi, untuk mengamati/mengobservasi
dengan melihat dan memeriksa secara teliti sejumlah dokumen
yang dikerjakan guru sebagai bukti pelaksanaan administrasi
sekolah. Tugas guru sebagai pendidik sekaligus tenaga
kependidikan karena guru selain melaksanakan kegiatan
pembelajaran untuk mengajar, mendidik dan melatih atau
membimbing siswa. Guru juga mempunyai tugas untuk

204
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

mengerjakan administrasi sekolah dengan mengisi dan mengolah


data yang berhubungan program-program pendidikan dan hasil
kerja yang dicapai setiap jenis kegiatan program kerja.
Administrasi merupakan suatu kegiatan mengelola, menata dan
mengevaluasi setiap jenis program pendidikan di sekolah. Sebagai
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, seorang guru tidak
hanya menjadi guru mata pelajaran tetapi juga menjadi guru kelas
atau wali kelas untuk melaksanakan atau mengerjakan segala
dokumen yang berhubungan dengan administrasi sekolah.
Jenis dokumen yang biasa dikoreksi hasil kerja dalam
pengisian data yang dikerjakan guru kelas di SD dan selalu
diobservasi setiap semester atau setiap tahun pelajaran terdiri dari:
1) Jadwal pelajaran.
2) Silabus/program pengajaran.
3) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
4) Buku program bimbingan.
5) Buku daftar nilai.
6) Data analisis pencapaian target dan daya serap kurikulum.
7) Buku penyerahan dan pengembalian raport.
8) Buku kumpulan nilai.
9) Papan absen harian siswa.
10) Buku absen siswa.
11) Buku mutasi siswa.
12) Buku daftar kenaikan kelas.
13) Buku daftar kelas.
14) Buku tamu umum.
15) Buku tamu khusus (supervisi).
16) Buku inventaris kelas.
17) Buku administrasi kalistung (3M).
18) Buku notulen rapat.

205
Manajemen Berbasis Sekolah

19) Buku kunjungan rumah.


20) Jumlah siswa menurut kelamin, usia, agama.
21) Grafik absensi.
22) Grafik pencapaian kurikulum.
23) Grafik daya serap siswa.
24) Kalender pendidikan/analisis hari belajar efektif.
25) Portofolio.
26) Ulangan harian/formatif dan analisis.
27) Kisi-kisi dan soal ulangan sumatif dan analisis.
28) Program evaluasi.
29) Program perbaikan dan pengayaan.
30) Kriteria ketuntasan minimal (KKM).
31) Program pengembangan diri (Sumber format isian supervisi
kepada SD se-Kota Kupang
Bobot skor nilai tiap aspek dokumen
1 = Sangat tidak baik ( tidak ada sama sekali nilai 0-49).
2 = Tidak baik ( ada tapi kurang lengkap nilai 50-59).
3 = Cukup baik (ada dan lengkap nilai 60-74).
4 = Baik (ada, lengkap dan runtun nilai 75-89).
5 = Sangat baik (ada, lengkap, runtun dan rapi nilai 90-100).
Supervisi administrasi yang berkaitan dengan perencanaan
kegiatan pembelajaran dilakukan koreksi terdadap dokumen
administrasi kurikulum.
Aspek-aspek kegiatan perencanaan pembelajaran yang
diobservasi:
1) Perumusan tujuan pembelajaran
a) Kejelasan rumusan.
b) Kelengkapan cakupan rumusan.
c) Kesesuaian dengan kompetensi dasar.

206
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

2) Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar


a) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran.
b) Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik.
c) Keruntutan dan sistematika materi.
d) Kesesuaian materi dengan alokasi waktu.
3) Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran
a) Kesesuaian sumber belajar/media pembelajaran dengan
tujuan pembelajaran.
b) Kesesuaian sumber belajar/media pembelajaran dengan
materi pelajaran.
c) Kesesuaian sumber belajar/media pembelajaran dengan
karakteristik peserta didik.
4) Metode pembelajaran
a) Kesesuaian strategi dan metode pembelajaran dengan
tujuan pembelajaran.
b) Kesesuaian strategi dan metode pembelajaran dengan
materi pembelajaran.
c) Kesesuaian strategi dan metode pembelajaran dengan
karakteristik peserta didik.
d) Kesesuaian alokasi waktu dengan tahapan pembelajaran.
5) Penilaian hasil belajar
a) Kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan pembelajaran
b) Kejelasan prosedur.
c) Kelengkapan instrumen (soal dan kunci jawaban/pedoman
penskoran).

207
Manajemen Berbasis Sekolah

Bobot skor nilai tiap aspek dokumen


1 = Sangat tidak baik (tidak ada sama sekali nilai 0-49).
2 = Tidak baik ( ada tapi kurang lengkap nilai 50-59).
3 = Cukup baik (ada dan lengkap nilai 60-74).
4 = Baik (ada, lengkap dan runtun nilai 75-89).
5 = Sangat baik (ada, lengkap, runtun dan rapi nilai 90-100).
b. Supervisi akademik
Supervisi akademik merupakan suatu kegiatan melihat atau
memandang dari atas seorang pemimpin sekolah (kepala sekolah
atau pengawas sekolah/pengawas guru mata pelajaran) terhadap
kemampuan dan kinerja guru dalam melaksanakan tugas-tugas
pokoknya yakni mengajar, mendidik dan melatih atau membimbing
siswa. Kegiatan melihat atau mengobservasi dalam supervisi
akademik dari pelaksanaan tugas guru dilakukan tidak hanya
mengoreksi data isian dokumen administrasi kegiatan perencanan
dan pelaksanaan pembelajaran serta penilaian hasil belajar siswa
tetapi melakukan observasi langsung di dalam ruang kelas, di ruang
laboratorium/praktek untuk mengukur kualitas kerja dan
konsistensi kerja guru sesuai dengan dokumen perencanaan.
Aspek yang diobservasi:
1) Penguasaan materi.
2) Sistematika penyajian.
3) Kemampuan menyajikan.
4) Relevansi materi dengan tujaun.
5) Penggunaan metode kegiatan belajar dan media pembelajaran.
6) Penggunaan bahasa.
7) Pembelajaran karakter.
8) Nada dan suara.
9) Gaya/sikap dan perilaku.

208
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

10) Cara menjawab.


11) Pemberian motvasi kepada siswa.
12) Kualitas bahan/materi modul.
13) Kerapihan berpakaian.
14) Disiplin kehadiran.
15) Kerja sama dengan teman guru lainnya (Sumber format isian
supervisi Kepala SMK Se-Kota Kupang.
Bobot skor nilai tiap aspek dokumen
1 = Sangat tidak baik (tidak ada sama sekali nilai 0-49).
2 = Tidak baik ( ada tapi kurang lengkap nilai 50-59).
3 = Cukup baik (ada dan lengkap nilai 60-74).
4 = Baik (ada, lengkap dan runtun nilai 75-89).
5 = Sangat baik (ada, lengkap, runtun dan rapi nilai 90-100).
Ada aspek kegiatan pembelajaran yang lebih rinci diobservasi
dalam kegiatan supervisi akademik seperti nampak dalam rincian
format isian Kepala SMP Se-Kota Kupang di bawah.
Aspek-aspek kegiatan pembelajaran yang diobservasi:
1) Pra pembelajaran
a) Menyiapkan ruang/alat pembelajaran dan media.
b) Memeriksa kesiapan siswa.
2) Membuka pembelajaran
a) Melakukan kegiatan apersepsi.
b) Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai dan
rencana kegiatan.
3) Kegiatan pembelajaran
a) Penguasaan materi pelajaran
(1) Menunjukkan penguasaan mataeri pembelajaran.

209
Manajemen Berbasis Sekolah

(2) Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang


relevan.
(3) Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan.
b) Pendekatan/strategi pembelajaran
(1) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
kompetensi (tujuan) yang ingin dicapai.
(2) Melaksanakan pembelajaran secara runtut.
(3) Menguasai kelas.
(4) Melaksanakan pembelajaran yang bersifat
kontekstual.
(5) Melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan
tumbuhnya kebiasaan positif.
(6) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi
waktu yang direncanakan.
c) Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran
(1) Menunjukkan ketrampilan dalam pengggunaan media
belajar/mendia pembelajaran secara efektif dan
efesien.
(2) Menghasilkan pesan yang menarik.
(3) Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media.
d) Pembelajaran yang memicu dan memeliharan keterlibatan
siswa
(1) Menumbuhkan prestasi aktif siswa dalam
pembelajaran.
(2) Merespons positif partisipasi siswa.
(3) Menunjukkan sifat terbuka terhadap respons siswa.
(4) Menunjukkan hubungan antar pribadi yang kondusif.
(5) Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme siswa
dalam belajar.

210
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

e) Penilaian proses dan hasil belajar


(1) Memantau kemajuan belajar selama proses.
(2) Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi
(tujuan).
f) Penggunaan bahasa
(1) Menggunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar.
(2) Menggunakan bahasa tulis yang baik dan benar.
(3) Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai.
4) Penutup
a) Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan
melibatkan siswa.
b) Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan
atau kegiatan atau tugas sebagai bagian
remidial/pengayaan (Sumber format isian supervisi
Kepala SMP Se-Kota Kupang).
Bobot skor nilai tiap aspek dokumen
1 = Sangat tidak baik (tidak ada sama sekali nilai 0-49)
2 = Tidak baik ( ada tapi kurang lengkap nilai 50-59).
3 = Cukup baik (ada dan lengkap nilai 60-74).
4 = Baik (ada, lengkap dan runtun nilai 75-89).
5 = Sangat baik (ada, lengkap, runtun dan rapi nilai 90-100).
c. Supervisi klinis
Supervisi klinis merupakan suatu kegiatan supervisi untuk
memberikan pertolongan kepada guru yang mengalami kesulitan-
kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya dengan baik.
Supervisi merupakan salah satu usaha untuk membantu
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan guru dalam
proses pengajaran. Agar supervisi dapat efektif, supervisor
diharapkan memiliki pemahaman untuk memilih teknik-teknik

211
Manajemen Berbasis Sekolah

supervisi yang cocok dengan tujuan yang diharapkan. Ada


beberapa teknik supervisi individual yang dikemukakan oleh
Sahertian (2000:52), antara lain: 1) Berkunjung kelas, 2) Observasi
kelas, 3) Percakapan pribadi, 4) Intervitasi, 5) Penyeleksi berbagai
sumber materi untuk mengajar, dan 6) Menilai diri sendiri.
Selanjutnya Bush (2005:39) dan Danim & Khairil (2013:181-
182) memaparkan tujuan dari supervisi klinis dalam kegiatan
pembelajaran yaitu:
1. Memelihara konsistensi motivasi dan kinerja guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
2. Mendorong keterbukaan guru kepada supervisor mengenai
kelemahan-kelemahannya sendiri dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
3. Menciptakan kondisi agar guru terus menjaga dan
mngingkatkan mutu praktik profesional sesuai dengan standar
kompetensi dan kode etik yang telah disepakati.
4. Menciptakan kesadaran guru tentang tanggung jawabnya
terhadap proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas.
5. Membantu guru senantiasa memperbaiki dan meningkatkan
kualitas proses pembelajaran dengan jalan meningkatkan
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, wawasan umum, dan
keterampilan khusus yang diperlukan dalam proses
pembelajaran.
6. Membantu guru untuk mengidentifikasi dan menganalisis
masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran.
Tugas dan tanggung jawab Kepala Sekolah sebagai supervisor
bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum yang berlaku di
sekolah agar dapat berjalan dengan lancar dan dapat memberikan
hasil yang sesuai dengan target yang telah ditentukan.

212
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Adapun aspek-aspek kurikulum menurut Soetopo & Wasty


(1998:42), meliputi:
1) Membantu guru-guru dalam merencanakan, melaksanakan dan
menilai kegiatan program satuan pelajaran.
2) Membantu guru dalam menyusun kegiatan belajar mengajar.
3) Membantu guru dalam menilai proses dan hasil belajar
mengajar.
4) Membantu guru dalam menilai hasil belajar siswa.
5) Membantu guru dalam menterjemahkan kurikulum ke dalam
pengajaran.
Sedangkan Neagley sebagaimana dikutip Pidarta (1997:67)
menulis 10 (sepuluh) tugas supervisor sebagai berikut:
1) Mengembangkan kurikulum.
2) Mengorganisasi pengajaran.
3) Menyiapkan staf pengajaran.
4) Menyiapkan fasilitas belajar.
5) Menyiapkan bahan-bahan pelajaran.
6) Menyelenggarakan penataran-penataran guru.
7) Memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar.
8) Mengkoordinasi layanan terhadap para siswa.
9) Mengembangkan hubungan dengan masyarakat.
10) Menilai pengajaran.
Berdasarkan hasil supervisi dapat menjadi dasar untuk guru
diberdayakan melalui program-program pendidikan dan pelatihan
ataupun untuk kepentingan Penilaian Kinerja dan pengisian Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Program pemberdayaan
guru oleh sekolah terus direncanakan dan dilaksanakan setiap tahun
sesuai kebutuhan. Melalui Penilaian Kinerga Guru (PKG), maka
dapat dilakukan konversi nilai untuk kepentingan kenaikan pangkat

213
Manajemen Berbasis Sekolah

fungsional sesuai peraturan dan juga dengan pengisian DP3 guru


setiap tahun, maka diakhir tahun ke-4 guru yang bersangkutan
dapat memperoleh kenaikan pangkat dan golongan administrasi
secara reguler.
Program Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang dicanangkan dan
ditetapkan sebagai upaya pembinaan dan pengembangan
keprofesian guru berkelanjutan oleh Direktorat Jenderal
Ketenagakerjaan di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)
atau Departemen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) RI sekarang merupakan langkah strategis untuk
meningkatkan kinerja dan kompetensi guru di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari berbagai jenjang
satuan pendidikan mulai dari jenjang Pendidikan Dasar di SD dan
SMP sampai jenjang Pendidikan Menengah di SMA/SMK.
Penilaian Kinerja Guru (PKG) merupakan penilaian yang
dilakukan terhadap setiap butir kegiatan tugas utama guru dalam
rangka pembinaan karier, kepangkatan dan jabatan. Pelaksanaan
tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang
guru dalam penguasaan dan penerapan kompetensinya (Daryanto,
2013:196-197).
Sistem Penilaian Kinerja Guru adalah sebuah sistem
pengelolaan kinerja berbasis guru yang didesain untuk
mengevaluasi tingkatan kinerja guru dalam rangka mencapai
kinerja sekolah secara maksimal yang berdampak pada
peningkatan prestasi peserta didik. Ini merupakan bentuk penilaian
yang sangat penting untuk mengukur kinerja guru dalam
melaksanakan pekerjaannya sebagai bentuk akuntabilitas sekolah.
Pada dasarnya sistem penilaian kinerja guru bertujuan: 1)
Menentukan tingkat kompetensi seorang guru, 2) Meningkatkan
efesiensi dan efektifitas kinerja guru dan sekolah, 3) Menyajikan

214
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

suatu landasan untuk pengambilan keputusan dalam mekanisme


penetapan efektif atau kurang efektif kinerja guru, 4) Menyediakan
landasan untuk program pengembangan keprifesian berkelanjutan
bagi guru, 5) Menjamin bahwa guru melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya serta mempertahankan sikap positif dalam
mendukung pembelajaran peserta didik untuk mencapai prestasi,
dan 6) Menyediakan dasar dalam sistem peningkatan promosi dan
karier guru serta bentuk penghargaan lainnya.
Selanjutnya Daryanto (2013:197-199) menambahkan bahwa
Penilaian Kinerja Guru memiliki dua fungsi utama, yaitu untuk:
a. Menilai unjuk kerja (kinerja) guru dalam menerapkan semua
kompetensi yang diperlukan pada proses pembelajaran,
pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan
dengan fungsi sekolah/madrasah. Dengan demikian, hasil
penilaian kinerja guru merupakan profil guru yang
menggambarkan kekuatan dan kelemahan guru. Profil guru
tersebut dapat dianalisis sebagai dasar pertimbangan bagi
kebutuhan program pengembangan keprofesian yang
berkelanjutan.
b. Penilaian kinerja guru dapat dijadikan dasar nilai konversi ke
angka kredit guru bagi kepentingan pengembangan karier dan
promosi untuk kenaikan pangkat dan golongan guru.
Berdasarkan fungsi penilaian kinerja guru tersebut, maka
penilaian kinerga guru perlu memenuhi persyaratan valid, reliabel
dan praktis. Valid karena aspek-aspek yang dinilai dengan istrumen
yang dipakai benar-benar dapat mengukur kompetensi guru.
Reliabel karena aspek-aspek yang dinilai dapat dipercaya dapat
menunjukkan secara nyata kesungguhan kerja yang dilakukan guru.
Sedangkan persyaratan praktis karena instrumen yang disusun
dapat memungkinkan penilaian dapat dilakukan oleh siapa saja

215
Manajemen Berbasis Sekolah

yang memahami ilmu kependidikan dan yang bersimpati terhadap


kualitas pendidikan yang baik dan bertanggung jawab.
Panduan pelaksanaan penilaian terhadap kinerja dan
kompetensi guru ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Apatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 16
Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya. Penilaian kinerja guru mencakup 3 unsur menurut
Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (2010:5-6), yakni:
1. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses
pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas;
meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil
penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian
dalam menerapkan kompetensi-kompetensi personal, sosial,
paedagogik dan profesional.
2. Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses pembimbingan
bagi guru Bimbingan dan Konseling (BK).
3. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah,
yakni tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap
muka sebagai kepala sekolah/madrasah per tahun, wakil
kepala sekolah/madrasah, ketua program keahlian/program
studi dan sejenisnya, kepala perpustakaan, kepala
laboratorium, kepala bengkel, kepala unit produksi atau yang
sejenisnya. Selain itu tugas tambahan kurang dari satu tahun
(misalnya: menjadi pengawas penilaian dan evaluasi
pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan sejenisnya).
Dalam pelaksanaan penilaian kinerja ditetapkan beberapa
komponen dari masing-masing kompetensi yang perlu diamati dan
dipantau selama pelaksanaan tugas-tugas guru seperti tersebut di

216
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

atas. Komponen-komponen yang ditetapkan dari setiap kompetensi


sesuai Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (2010:43),
yakni:
1. Kompetensi pedagogik meliputi komponen:
a. Menguasai karakteristik peserta didik.
b. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
yang mendidik.
c. Pengembangan kurikulum.
d. Kegiatan pembelajaran yang mendidik.
e. Pengembangan potensi peserta didik.
f. Komunikasi dengan peserta didik.
g. Penilaian dan evaluasi.
2. Kompetensi kepribadian meliputi komponen:
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan
kebudayaan.
b. Menujukkan pribadi yang dewasa dan teladan.
c. Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi dan rasa bangga
menjadi guru.
3. Kompetensi sosial meliputi komponen:
a. Bersikap inklusif, bertindak obyektif serta tidak
diskriminatif.
b. Komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan,
orang tua, peserta didik, dan masyarakat.
4. Kompetensi profesional meliputi komponen:
a. Penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir
keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
b. Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan yang
reflektif.

217
Manajemen Berbasis Sekolah

Dasar hukum dari PKG adalah:


1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Konselor.
6. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010
tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.
8. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 dan
Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya.
Secara umum, PKG memiliki 2 fungsi utama sebagai berikut.
1. Untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua
kompetensi dan keterampilan yang diperlukan pada proses
pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
Dengan demikian, profil kinerja guru sebagai gambaran
kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan
dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan

218
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

untuk setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis


untuk merencanakan Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB).
2. Untuk menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas
kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang
dilakukannya pada tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja
dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses
pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan
pangkat dan jabatan fungsionalnya.
Hasil PKG diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan
berbagai kebijakan yang terkait dengan peningkatan mutu dan
kinerja guru sebagai ujung tombak pelaksanaan proses pendidikan
dalam menciptakan insan yang cerdas, komprehensif, dan berdaya
saing tinggi. PKG merupakan acuan bagi sekolah/madrasah untuk
menetapkan pengembangan karir dan promosi guru. Bagi guru,
PKG merupakan pedoman untuk mengetahui unsur-unsur kinerja
yang dinilai dan merupakan sarana untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan individu dalam rangka memperbaiki kualitas
kinerjanya.
PKG dilakukan terhadap kompetensi guru sesuai dengan tugas
pembelajaran, pembimbingan, atau tugas tambahan yang relevan
dengan fungsi sekolah/madrasah. Khusus untuk kegiatan
pembelajaran atau pembimbingan, kompetensi yang dijadikan
dasar untuk penilaian kinerja guru adalah kompetensi pedagogik,
profesional, sosial dan kepribadian, sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007.
Keempat kompetensi ini telah dijabarkan menjadi kompetensi
guru yang harus dapat ditunjukkan dan diamati dalam berbagai
kegiatan, tindakan dan sikap guru dalam melaksanakan

219
Manajemen Berbasis Sekolah

pembelajaran atau pembimbingan. Sementara itu, untuk tugas


tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, penilaian
kinerjanya dilakukan berdasarkan kompetensi tertentu sesuai
dengan tugas tambahan yang dibebankan tersebut (misalnya;
sebagai kepala sekolah/madrasah, wakil kepala sekolah/madrasah,
pengelola perpustakaan, dan sebagainya sesuai dengan Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam Penilaian Kinerja Guru ada beberapa subunsur yang
perlu dinilai menurut pedoman pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru
(2010:6-24) adalah sebagai berikut:
1. Penilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan
proses pembelajaran bagi guru mata pelajaran
atau guru kelas
Meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran, mengevaluasi dan menilai, menganalisis hasil
penilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam
menerapkan 4 (empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh
guru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi.
Akademik dan Kompetensi Guru. Pengelolaan pembelajaran
tersebut mensyaratkan guru menguasai 24 (dua puluh empat)
kompetensi yang dikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Untuk mempermudah
penilaian dalam PKG, 24 (dua puluh empat) kompetensi tersebut
dirangkum menjadi 14 (empat belas) kompetensi sebagaimana
dipublikasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Rincian jumlah kompetensi tersebut diuraikan dalam tabel 20
berikut ini.

220
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Tabel 20. Kompetensi guru kelas/guru mata pelajaran


Jumlah
No Ranah kompetensi
Kompetensi Indikator
1 Pedagogik 7 45
2 Kepribadian 3 18
3 Sosial 2 6
4 Profesional 2 9
Total 14 78

2. Penilaian kinerja dalam melaksanakan proses


pembimbingan bagi guru bimbingan konseling
(BK)/konselor
Meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan
pembimbingan, mengevaluasi dan menilai hasil bimbingan,
menganalisis hasil evaluasi pembimbingan, dan melaksanakan
tindak lanjut hasil pembimbingan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor terdapat 4
(empat) ranah kompetensi yang harus dimiliki oleh guru
BK/konselor. Penilaian kinerja guru BK/konselor mengacu pada 4
domain kompetensi tersebut yang mencakup 17 (tujuh belas)
kompetensi seperti diuraikan dalam tabel 21.
Tabel 21. Kompetensi guru bimbingan konseling/konselor
Jumlah
No Ranah kompetensi
Kompetensi Indikator
1 Pedagogik 3 9
2 Kepribadian 4 14
3 Sosial 3 10
4 Profesional 7 36
Total 17 69

221
Manajemen Berbasis Sekolah

3. Kinerja yang terkait dengan pelaksanaan tugas


tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah
Pelaksanaan tugas tambahan ini dikelompokkan menjadi 2,
yaitu tugas tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka
dan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap muka. Tugas
tambahan yang mengurangi jam mengajar tatap muka meliputi: 1)
Menjadi kepala sekolah/madrasah per tahun, 2) Menjadi wakil
kepala sekolah/madrasah per tahun, 3) Menjadi ketua program
keahlian/program studi atau yang sejenisnya, 4) Menjadi kepala
perpustakaan, atau 5) Menjadi kepala laboratorium, bengkel, unit
produksi, atau yang sejenisnya.
Tugas tambahan yang tidak mengurangi jam mengajar tatap
muka dikelompokkan menjadi 2 juga, yaitu tugas tambahan
minimal satu tahun (misalnya menjadi wali kelas, guru
pembimbing program induksi, dan sejenisnya) dan tugas tambahan
kurang dari satu tahun (misalnya menjadi pengawas penilaian dan
evaluasi pembelajaran, penyusunan kurikulum, dan sejenisnya).
Penilaian kinerja guru dalam melaksanakan tugas tambahan yang
mengurangai jam mengajar tatap muka dinilai dengan
menggunakan instrumen khusus yang dirancang berdasarkan
kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan tugas
tambahan tersebut.

222
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Rincian jumlah kompetensi dan jumlah indikator pelaksanaan


tugas tambahan disampaikan dalam tabel 22, 23, 24, 25, dan 26.
a. Tugas tambahan sebagai kepala
sekolah/madrasah
Tabel 22. Kompetensi kepala sekolah/madrasah
No Kompetensi Kriteria
1 Kepribadian dan Sosial 7
2 Kepemimpinan 10
3 Pengembangan Sekolah/Madrasah 7
4 Pengelolaan Sumber Daya 8
5 Kewirausahaan 5
6 Supervisi Pembelajaran 3
Total 40

b. Tugas tambahan sebagai wakil kepala


sekolah/madrasah
Tabel 23. Kompetensi wakil kepala sekolah/madrasah
No Kompetensi Kriteria
1 Kepribadian dan sosial 7
2 Kepemimpinan 10
3 Pengembangan sekolah/madrasah 7
4 Kewirausahaan 5
Jumlah kriteria 29
Jumlah kriteria ke empat kompetensi tersebut kemudian
ditambahkan dengan banyaknya kriteria bidang tugas tertentu
yang diampu oleh wakil kepala sekolah/madrasah yang
bersangkutan
 Akademik 5
 Kesiswaan 4
 Sarana prasarana 3
 Hubungan masyarakat 3
Contohnya jika seorang wakil kepala sekolah/madrasah
mengampu bidang akademik, maka total kriteria penilaian
kompetensinya adalah 29 + 5 = 34

223
Manajemen Berbasis Sekolah

c. Tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan


Tabel 24. Kompetensi kepala perpustakaan
No Kompetensi Kriteria
1 Perencanaan kegiatan perpustakaan 8
2 Pelaksanaan program perpustakaan 9
3 Evaluasi program perpustakaan 8
4 Pengembangan koleksi perpustakaan 8
5 Pengorganisasian layanan jasa informasi 8
perpustakaan
6 Penerapan teknologi informasi dan 4
komunikasi
7 Promosi perpustakaan dan literasi 4
informasi
8 Pengembangan kegiatan perpustakaan 4
sebagai sumber belajar kependidikan
9 Kepemilikan integritas dan etos kerja 8
10 Pengembangan profesionalitas 4
kepustakawanan
Total 65

d. Tugas tambahan sebagai kepala


laboratorium/bengkel/sejenisnya
Tabel 26. Kompetensi kepala laboratorium/bengkel/sejenisnya
No Kompetensi Kriteria
1 Kepribadian 11
2 Sosial 5
3 Pengorganisasian guru, laboran/teknisi 6
4 Pengelolaan program dan administrasi 7
5 Pengelolaan pemantauan dan evaluasi 7
6 Pengembangan dan inovasi 5
7 Lingkungan dan K3 5
Total 46

224
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

e. Tugas tambahan sebagai ketua program keahlian


Tabel 27. Kompetensi ketua program keahlian
No Kompetensi Kriteria
1 Kepribadian 6
2 Sosial 4
3 Perencanaan 5
4 Pengelolaan pembelajaran 6
5 Pengelolaan sumber daya manusia 4
6 Pengelolaan sarana dan prasarana 4
7 Pengelolaan keuangan 4
8 Evaluasi dan pelaporan 4
Total 37

Pada tahap ini penilai menetapkan nilai untuk setiap


kompetensi dengan skala nilai 1, 2, 3, atau 4. Sebelum pemberian
nilai tersebut, penilai terlebih dahulu memberikan skor 0, 1, atau 2
pada masing-masing indikator untuk setiap kompetensi. Pemberian
skor ini harus didasarkan kepada catatan hasil pengamatan dan
pemantauan serta bukti-bukti berupa dokumen lain yang
dikumpulkan selama proses PKG. Pemberian nilai untuk setiap
kompetensi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.
Pemberian skor 0, 1, atau 2 untuk masing-masing indikator
setiap kompetensi. Pemberian skor ini dilakukan dengan cara
membandingkan rangkuman catatan hasil pengamatan dan
pemantauan di lembar format laporan dan evaluasi per
kompetensi dengan indikator kinerja masing-masing kompetensi
(lihat contoh di tabel 27). Aturan pemberian skor untuk setiap
indikator adalah:
1. Skor 0 menyatakan indikator tidak dilaksanakan, atau tidak
menunjukkan bukti.
2. Skor 1 menyatakan indikator dilaksanakan sebagian, atau ada
bukti tetapi tidak lengkap.

225
Manajemen Berbasis Sekolah

3. Skor 2 menyatakan indikator dilaksanakan sepenuhnya, atau


ada bukti yang lengkap.
Perolehan skor untuk setiap kompetensi tersebut selanjutnya
dijumlahkan dan dihitung persentasenya dengan cara: membagi
total skor yang diperoleh dengan total skor maksimum kompetensi
dan mengalikannya dengan 100%. Perolehan persentase skor pada
setiap kompetensi ini kemudian dikonversikan ke skala nilai 1, 2,
3, atau 4. Konversi skor 0, 1 dan 2 ke dalam nilai kompetensi.
Nilai total ini selanjutnya dikonversikan ke dalam skala nilai
sesuai Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009. Konversi ini
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Nilai PKG
Nilai PKG (skala 100)  x 100
Nilai PKG Tertinggi

Keterangan:
1. Nilai PKG (skala 100) maksudnya nilai PK Guru Kelas/Mata
Pelajaran, Bimbingan dan Konseling/Konselor atau tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah
dalam skala 0-100 menurut Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 16 Tahun 2009.
2. Nilai PKG adalah nilai PK GURU Kelas/Mata Pelajaran,
Bimbingan dan Konseling/Konselor atau pelaksanaan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang
diperoleh dalam proses PK GURU sebelum diubah dalam
skala 0-100 menurut Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 16 Tahun 2009.

226
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

3. Nilai PKG Tertinggi adalah nilai tertinggi PKG yang dapat


dicapai, yaitu 56 (=14 x 4) bagi PKG pembelajaran (14
kompetensi), dan 68 (17 x 4) bagi PKG pembimbingan (17
kompetensi). Nilai tertinggi PKG dengan tugas tambahan
disesuaikan dengan instrumen terkait untuk masing-masing
tugas tambahan yang sesuai dengan fungsi sekolah/madrasah.
Berdasarkan hasil konversi nilai PKG ke dalam skala nilai
sesuai dengan Permeneg PAN dan RB Nomor 16 tahun 2010
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, selanjutnya
dapat ditetapkan sebutan dan persentase angka kreditnya.
Nilai tertinggi adalah nilai tertinggi Penilaian Kinerja Guru
yang dicapai dari total skor tabulasi, yakni 56 (= 14 x 4) bagi guru
kelas/mata pelajaran untuk 14 kompetensi. Contoh : bila guru A
memperoleh nilai PKG = 50; maka dengan formula matematika
diperoleh nilai PKG skala 100 = 50/56 x 100 = 89.
Tabel 28. Penentuan bobot skor PKG dilakukan dengan rentang
skor nilai
Nilai hasil PKG Sebutan bobot nilai
91-100 Amat baik/sangat tinggi
76-90 Baik/tinggi
61-75 Cukup baik/cukup tinggi
51-60 Sedang/rendah
≤ 50 Kurang/sangat rendah

Setelah melaksanakan penilaian, penilai wajib


memberitahukan kepada guru yang dinilai tentang nilai hasil PKG
berdasarkan bukti catatan untuk setiap kompetensi. Penilai dan
guru yang dinilai melakukan refleksi terhadap hasil PK guru,
sebagai upaya untuk perbaikan kualitas kinerja guru pada periode
berikutnya.

227
Manajemen Berbasis Sekolah

Khusus bagi guru yang mengajar di 2 (dua) sekolah atau lebih


(guru multi sekolah/madrasah), maka penilaian dilakukan di
sekolah/madrasah induk. Meskipun demikian, penilai dapat
melakukan pengamatan serta mengumpulkan data dan informasi
dari sekolah/madrasah lain tempat guru mengajar atau
membimbing.
Nilai kinerja guru hasil PKG perlu dikonversikan ke skala nilai
menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Hasil konversi ini
selanjutnya digunakan untuk menetapkan sebutan hasil PKG dan
persentase perolehan angka kredit sesuai pangkat dan jabatan
fungsional guru. Sebelum melakukan pengkonversian hasil PKG ke
angka kredit, tim penilai harus melakukan verifikasi terhadap hasil
PK guru. Kegiatan verifikasi ini dilaksanakan dengan
menggunakan berbagai dokumen (hasil PK guru yang
direkapitulasi dalam format rekap hasil PKG, catatan hasil
pengamatan, studi dokumen, wawancara, dan sebagainya yang
ditulis dalam format laporan dan evaluasi per kompetensi beserta
dokumen pendukungnya) yang disampaikan oleh sekolah untuk
pengusulan penetapan angka kredit.
Jika diperlukan dan dimungkinkan, kegiatan verifikasi hasil
PK Guru dapat mencakup kunjungan ke sekolah/madrasah oleh tim
penilai tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Pusat.
Pengkonversian hasil PK guru ke angka kredit adalah tugas tim
penilai angka kredit kenaikan jabatan fungsional guru di tingkat
Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Pusat. Penghitungan angka kredit
dapat dilakukan di tingkat sekolah, tetapi hanya untuk keperluan
estimasi perolehan angka kredit guru. Angka kredit estimasi
berdasarkan hasil perhitungan PKG yang dilaksanakan di sekolah,

228
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

selanjutnya dicatat dalam format penghitungan angka kredit yang


ditanda-tangani oleh penilai, guru yang dinilai dan diketahui oleh
kepala sekolah. Bersama-sama dengan angka angka kredit dari
unsur utama lainnya (pengembangan diri, publikasi ilmiah dan
karya inovatif) dan unsur penunjang, hasil perhitungan PK guru
yang dilakukan oleh tim penilai tingkat kabupaten/kota, provinsi,
atau pusat akan direkap dalam daftar usulan penetapan angka kredit
(Dupak) untuk proses penetapan angka kredit kenaikan jabatan
fungsional guru.
Angka kredit per tahun = (AKK-AKPKB-AKP)XJM/JWMXNPK
4
Keterangan:
1. AKPKB adalah angka kredit PKB yang diwajibkan (subunsur
pengembangan diri, karya ilmiah, dan/atau karya inovatif).
2. AKP adalah angka kredit unsur penunjang sesuain ketentuan
Permeneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009.
3. JM adalah jumlah jam mengajar (tatap muka) guru di
sekolah/madrasah atau jumlah konseli yang dibimbing oleh
guru BK/Konselor per tahun.
4. JWM adalah jumlah jam wajib mengajar (24-40 jam tatap
muka per minggu) bagi guru pembelajaran atau jumlah konseli
(150-250 konseli per tahun) yang dibimbing oleh guru
BK/konselor.
5. NPK adalah persentase perolehan angka kredit sebagai hasil
penilaian kinerja.
6. 4 adalah waktu rata-rata kenaikan pangkat reguler (4 tahun).
7. JM/JWM = 1 bagi guru yang mengajar 24-40 jam tatap muka
per minggu atau membimbing 150-250 konseli per tahun.
8. JM/JWM = JM/24 bagi guru yang mengajar kurang dari 24
jam tatap muka per minggu atau JM/150 bagi guru

229
Manajemen Berbasis Sekolah

BK/Konselor yang membimbing kurang dari 150 konseli per


tahun.
AKK, AKPKB dan AKP yang dipersyaratkan untuk guru
dengan jenjang/pangkat tertentu ditetapkan berdasar Pasal 18
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009.
Menurut peraturan ini, jenjang jabatan fungsional guru terdiri
dari Guru Pratama, Guru Muda, Guru Madya, dan Guru Utama.
Seorang guru yang akan dipromosikan naik jenjang pangkat dan
jabatan fungsionalnya setingkat lebih tinggi, dipersyaratkan harus
memiliki angka kredit kumulatif minimal sebagai berikut:
Tabel 29. Persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan
jabatan fungsional guru
Persyaratan angka kredit
Jabatan Pangkat dan kenaikan pangkat dan jabatan
guru golongan ruang Kumulatif Kebutuhan
minimal per jenjang
Guru Penata muda, III/a 100 50
pratama Penata muda tingkat I, III/b 150 50
Guru muda Penata, III/c 200 100
penata tingkat I, III/d 300 100
Guru Pembina, IV/a 400 150
madya pembina tingkat I, IV/b 550 150
pembinaan utama muda, IV/c 700 150
Guru Pembina utama madya, IV/d 850 200
utama Pembina utama, IV/e 1.050 200
Keterangan:
1. Angka kredit kumulatif minimal pada kolom 3 adalah jumlah
angka kredit minimal yang dimiliki untuk masing-masing
jenjang jabatan/pangkat.

230
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

2. Angka kredit pada kolom 4 adalah jumlah peningkatan


minimal angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan
pangkat/jabatan setingkat lebih tinggi.
Persyaratan angka kredit yang diperlukan untuk kenaikan
pangkat dan jabatan fungsional dari satu jenjang ke jenjang
berikutnya yang lebih tinggi terdiri dari unsur utama paling kurang
90% dan unsur penunjang paling banyak 10%. Unsur utama terdiri
dari unsur pendidikan, pembelajaran dan tugas tambahan yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, serta pengembangan
keprofesian berkelanjutan (PKB). Unsur PKB terdiri dari
pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Angka
kredit dari unsur PKB yang harus dipenuhi untuk naik pangkat dan
jabatan fungsional dari jenjang tertentu ke jenang lain yang lebih
tinggi adalah sebagai berikut.
1. Guru Pratama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a
yang akan naik pangkat menjadi Guru Pratama, pangkat
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b mensyaratkan
paling sedikit 3 (tiga) angka kredit dari subunsur
pengembangan diri.
2. Guru Pratama, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan
ruang III/b yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru
Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c mensyaratkan
paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari subunsur publikasi
ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 3 (tiga)
angka kredit dari subunsur pengembangan diri.
3. Guru Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c yang akan
naik pangkat menjadi Guru Muda, pangkat Penata Tingkat I,
golongan ruang III/d mensyaratkan paling sedikit 6 (enam)
angka kredit dari subunsur publikasi ilmiah dan/atau karya

231
Manajemen Berbasis Sekolah

inovatif, dan paling sedikit 3 (tiga) angka kredit dari subunsur


pengembangan diri.
4. Guru Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d
yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru Madya, pangkat
Pembina, golongan ruang IV/a mensyaratkan paling sedikit 8
(delapan) angka kredit dari subunsur publikasi ilmiah dan/atau
karya inovatif, dan paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari
subunsur pengembangan diri.
5. Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a yang
akan naik pangkat menjadi Guru Madya, pangkat Pembina
Tingkat I, golongan ruang IV/b mensyaratkan paling sedikit 12
(dua belas) angka kredit dari subunsur publikasi ilmiah
dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 4 (empat) angka
kredit dari subunsur pengembangan diri.
6. Guru Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang
IV/b yang akan naik pangkat menjadi Guru Madya, pangkat
Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c mensyaratkan
paling sedikit 12 (dua belas) angka kredit dari subunsur
publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 4
(empat) angka kredit dari subunsur pengembangan diri.
7. Guru Madya, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang
IV/c yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru Utama,
pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d,
mensyaratkan paling sedikit 14 (empat belas) angka kredit dari
subunsur publiksi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling
sedikit 5 (lima) angka kredit dari subunsur pengembangan diri.
8. Guru Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang
IV/d yang akan naik pangkat menjadi Guru Utama, pangkat
Pembina Utama, golongan ruang IV/e mensyaratkan paling
sedikit 20 (dua puluh) angka kredit dari subunsur publikasi

232
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 5 (lima)


angka kredit dari subunsur pengembangan diri.
Contoh, guru mata pelajaran Hermanus Taemnanu, S.Pd.
adalah guru Bahasa Indonesia dengan jabatan Guru Pratama
pangkat dan golongan ruang Penata Muda III/a TMT 1 April 2012.
Hermanus Taemnanu, S.Pd. yang mengajar 24 jam tatap muka dan
telah mengikuti PKG pada Desember 2012 mendapat nilai 50.
Maka untuk menghitung angka kredit yang diperoleh oleh
Hermanus Taemnanu, S.Pd. dalam tahun tersebut digunakan
langkah-langkah perhitungan sebagai berikut.
1. Konversi hasil PK guru ke skala nilai 0-100 sesuai Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 dengan
menggunakan formula matematika berikut: Nilai PKG
tertinggi untuk pembelajaran adalah 56, maka dengan formula
matematika tersebut diperoleh Nilai PKG skala 100 = 50/56 x
100 = 89.
2. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009,
nilai 89 berada dalam rentang 76-90, sehingga Hemanus
Taemnani, S.Pd. memperoleh nilai “Baik” (100%).
3. Bila Hermanus Taemnanu, S.Pd. mengajar 24 jam per minggu
maka berdasarkan rumus tersebut angka kredit yang diperoleh
Hermanus Taemnanu, S.Pd. untuk subunsur pembelajaran
pada tahun 2012 (dalam periode 1 tahun) adalah: Angka
Kredit satu tahun = {(50-3-5) x 24/24 x 100%} = 10,5 4
4. Angka kredit yang diperoleh Hermanus Taemnanu, S.Pd.
selama tahun 2012 adalah 10.5 per tahun. Apabila Hermanus
Taemnanu, S.Pd. memperoleh nilai kinerja tetap “Baik”,

233
Manajemen Berbasis Sekolah

selama 4 tahun, maka angka kredit untuk unsur pembelajaran


yang dikumpulkan adalah 10.5 x 4 = 42.
5. Apabila Hermanus Taemnanu, S.Pd. melaksanakan kegiatan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan dan memperoleh 3
angka kredit dari pengembangan diri, dan 5 angka kredit dari
kegiatan penunjang, maka Hermanus Taemnanu, S.Pd.
memperoleh angka kredit kumulatif sebesar 42 + 3 + 5 = 50.
Karena angka kredit yang dipersyaratkan untuk naik
pangkat/jabatan dari Guru Pratama pangkat Penata Muda,
golongan ruang III/a ke Guru Muda pangkat Penata Muda
Tingkat I, golongan ruang III/b adalah 50, maka Hermanus
Taemnanu, S.Pd. dapat naik pangkat/jabatan tepat dalam 4
tahun.

234
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Bab 8
Manajemen Pendukung Lainnya

A papun pendekatan dan strategi yang diambil guna


mendukung keberlangsungan sekolah semuanya harus
ditujukan untuk optimalisasi upaya pengembangan peserta didik.
Menyajikan seperangkat program baik bersifat eksternal maupun
internal untuk memberikan kualitas dalam pelayanan pendidikan
amat diperlukan. Menciptakan sekolah laksana rumah bagi peserta
didik. Hingga akhirnya mereka dapat belajar dengan nyaman,
tenang, tentram, serta bebas dalam mengeksplorasi potensi-potensi
yang terbenam dalam dirinya. Oleh karena itu, fokus sekolah tidak
terbatas pada pengembangan kurikulum dan tenaga pendidik
semata. Melainkan dapat meluas kepada peserta didik serta
konektivitas dengan masyarakat luas untuk memberikan pelayanan
kesehatan maupun dukungan sarana prasarasa yang semata-mata
untuk kepentingan peserta didik dan sekolah dalam menjalankan
pendidikan yang berkualitas standar dan bahkan tinggi.

235
Manajemen Berbasis Sekolah

A. Manajemen Peserta Didik


Manajemen peserta didik merupakan bagian dari pengelolaan
sekolah sepertihalnya pengelolaan personalia, kurikulum,
keuangan, sarana prasarana, layanan khusus yang dipandang ikut
menentukan mutu pendidikan (Tini & Irawati, 2013:55).
Manajemen kesiswaan atau manajemen pemuridan atau peserta
didik merupakan salah satu bidang operasional atau MBS.
Manajemen peserta didik adalah penataan dan pengaturan terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai
keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah (Imron, 2011:6).
Manajemen peserta didik bukan hanya membentuk pencatatan data
peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang
secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.
Menurut Kurniawati & Roesminingsih (2014:206) manajemen
peserta didik merupakan proses pendampingan pada peserta didik,
dalam mengembangkan kemampuan yang dimiliki peserta didik
agar dapat berkembang secara maksimal.
Manajemen peserta didik bertujuan untuk mengatur berbagai
kegiatan dalam peserta didik agar pembelajaran di sekolah dapat
berjalan lancar, tertib, teratur, serta mencapai tujuan pendidikan
yang ditetapkan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
bidang manajemen peserta didik sedikitnya memiliki tiga tugas
utama yang harus diperhatikan. Ketiga tugas pokok tersebut yaitu
1) Penerimaan peserta didik baru, 2) Kegiatan kemajuan belajar,
dan 3) Bimbingan pembinaan disiplin peserta didik.
Berdasarkan tiga tugas utama tersebut, Sutisna (Mulyasa,
2009:46) menjabarkan tanggung jawab kepada sekolah dalam
mengelola peserta didik berkaitan kehadirannya di sekolah dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan itu, mencakup:

236
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

1. Penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penujukan peserta didik


ke kelas dan program studi.
2. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar.
3. Program supervisi bagi peserta didik yang mempunyai
kelaianan, seperti pengajaran, perbaikan, dan pengajaran luas
biasa.
4. Pengendalian disiplin peserta didik.
5. Program bimbingan dan penyuluhan.
6. Program kesehatan dan keamanan.
7. Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosional.
Penerimaan peserta didik baru perlu dikelola sedemikan rupa
mulai dari perencanaan penentuan daya tampung sekolah atau
jumlah peserta didik baru yang akan diterima, yaitu dengan
mengurangi daya tampung dengan jumlah anak yang tinggal kelas
atau mengulang kegiatan penerimaan peserta didik baru biasanya
dikelola panitia penerimaan siswa baru (PSB) atau panitia
penerimaan siswa baru (PMB). Dalam kegiatan ini kepala sekolah
membentuk panitia untuk menunjuk para peserta didik diterima
lalu dilakukan pengelompokan dan orientasi sehingga secara fisik,
mental, dan emosional agar siap dalam mengikuti pendidikan di
sekolah.
Keberhasilan, kemajuan, dan prestasi belajar para peserta didik
memerlukan data yang otentik, dapat dipercaya, dan memiliki
keabsahan yang tinggi. Data ini diperlukan untuk mengeidentifikasi
dan mengontrol keberhasilan atau prestasi kepala sekolah sebagai
manajer pendidikan di sekolahnya. Kemajuan belajar peserta didik
ini secara periodik harus dilaporkan kepada orangtua, sebagai
masukan untuk berpartisipasi dalam proses pendidikan dan
membimbing anaknya belajar (baik di rumah maupun di sekolah).
Agar adanya berkerjasama pula dalam membina anak-anaknya.

237
Manajemen Berbasis Sekolah

Tujuan pendidikan tidak hanya untuk mengembangkan


pengetahuan anak, tetapi juga sikap kepribadian, serta aspek sosial
emosional, disamping keterampilan-keterampian lain. Sekolah
tidak hanya bertanggung jawab memberikan berbagai ilmu
pengetahuan, tetapi memberi bimbingan dan bantuan terhadap
peserta didik yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional,
maupun sosial, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal dan seimbang sesuai dengan potensi masing-masing.
Untuk kepentingan tersebut, diperlukan data yang lengkap tentang
peserta didik. Selain itu, aspek penting dalam manajemen peserta
didik adalah soal intensitas dan eksistensinya dalam
implementasinya (Nurkholis, 2003:46; Rohiat, 2008:67). Sekolah
juga perlu melakukan pendataan dan ketatalaksanaan peserta didik
dalam bentuk buku induk, buku klaper, buku laporan keadaan
peserta didik, buku prestasi peserta didik buku rapor, daftar
kenaikan kelas, buku mutasi dan sebagainya.

B. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan


Manajemen keuangan adalah manajemen terhadap fungsi-
sungsi keuangan. Fungsinya adalah mengunnakan dana dan
mendapatkan dana (Husnan, 1992:4). Keuangan dan pembiayaan
merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung
menjunjung efektivitas dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Hal
tersebut lebih terasa lagi dalam implimentasi (MBS) yang
menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan
dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan
dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam penyelenggaran pendidikan, keuangan dan pembiayaan
merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam kajian manajemen pendidikan.

238
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Komponen keuangan dan pembiayaan pada satu sekolah


merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya
kegiatan-kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama
komponen-komponen lain. Dengan kata lain setiap kegiatan yang
dilakukan sekolah memerlukan biaya, baik itu disadari maupun
tidak disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu
dikelola sebaik-baiknya, dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan
secara optimal untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
Hal ini penting, terutama dalam rangka MBS yang
memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mencari dan
memanfaatkan berbagai sumber dana sesuai dengan keperluan
masing-masing sekolah. Sebab pada umumnya dunia pendidikan
selalu dihadapkan pada masalah keterbatasan dana dalam upaya
pengembangan kualitas pelayanan sekolah.
Sumber keuangan dan pembiayaan pada satu sekolah secara
garis besar dapat dikelompokan atas 3 sumber, yaitu:
1. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah kedua-
duanya, yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukan
bagi kepentingan pendidikan.
2. Orang tua atau peserta didik.
3. Masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat.
Berkaitan dengan penerimaan keuangan dari orang tua dan
masyarakat ditegaskan pada tahun 1989 dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional bahwa karena keterbatasan
kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana
pendidikan, tanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dana
pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran meliputi
biaya rutin dan biaya pembangunan.

239
Manajemen Berbasis Sekolah

Biaya rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke


tahun, seperti gaji pegawai (pendidik dan non pendidik), serta
biaya operasional, biaya pemeliharaan gedung, fasilitas, dan alat-
alat pengajaran atau barang-barang habis pakai. Sementara biaya
pembangunan, misalnya, biaya pembelian atau pengembangan
tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehap gedung,
penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain untuk
barang-barang yang tidak habis pakai.
Dalam rangka implementasinya (MBS), manajemen
komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti
mulai tahap penyusunan anggaran, penggunaan anggaran, sampai
dengan pengawasan dan pertanggung jawaban anggaran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana sekolah benar-
benar dimanfaatkan secara efektif, efesien, tidak ada kebocoran-
kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Tugas manajemen keuangan dapat dibagi 4 fase, yaitu:
financial, planning, implementation, and evaluation. Perencanaan
financial yang disebut budgeting, merupakan kegiatan
mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai
sasaran yang diinginkan secara sistematis tanpa menyebabkan efek
samping yang merugikan. Implementation involves accounting
(pelaksanaan anggaran) ialah kegiatan berdasarkan rencana yang
telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan.
Evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap
pencapaian sasaran (Jones, 1984:35).
Komponen utama manajemen keuangan meliputi:
1. Prosedur anggaran.
2. Prosedur akuntansi keuangan.

240
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

3. Pembelajaran, pergudangan dan prosedur pendistribusian.


4. Prosedur investasi.
5. Prosedur pemeriksaan.
Dalam pelaksanaan, manajemen keuangan ini menganut asas
pemisahan tugas antara fungsi otorisator, ordonator, dan
bendaharawan. Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang
untuk mengambil satu tindakan yang mengakibatkan penerimaan
dan pnegeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang
berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran
atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang
telah ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang
berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran
uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan
uang serta diwajibkan membuat pertanggungjawaban.
Kepala sekolah atau manajer berfungsi sebagai otorisator dan
dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran.
Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan
karena berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam.
Bendaharawan, disamping mempuyai fungsi-fungsi bendaharawan,
juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas
pembayaran. Sejumlah riset mengidentifikasi problem seputar
BOS. Pertama pengawasan atas penggunaan dana BOS yang
minim dan keberadaan komite sekolah sering dipakai untuk
bersekongkol menyelewengkan penggunaan dana BOS. Kedua
pemberian dana BOS tambah tidak membuat gratis melainkan
menambah biaya sebab alokasi APBD untuk sekolah sering
dihilangkan karena sudah ada BOS, ketiga penggunaan dana BOS
tidak sesuai dengan APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah) dan malahan sebagian kembali ke pusat karena adanya
pengenaan pajak pembelian barang.

241
Manajemen Berbasis Sekolah

Dana pendidikan yang rendah dan budaya korupsi membawa


rumit persoalan pendidikan di Negara tercinta ini. Dengan
dukungan pendanaan rendah, maka yang menjadi korban pertama
adalah kualitas infrastruktur sekolah. Sejumlah gedung sekolah,
terutama SD mengalami kondisi fisik yang sangat memprihatinkan.
Dibanding dengan daya tahan bangunan sekolah kolonial,
bangunan pendidikan sekarang jauh dari kata mutu. Itu sebabnya
dana bantuan banyak digunakan untuk pembangunan fisik sekolah.
Alokasi dana untuk pembangunan fisik yang besar tersirat dua
makna, pertama memang memberi petunjuk buruknya bangunan
sekolah dasar dan kedua sebagai cara untuk membagi proyek
dimana kontraktornya kebanyakan kerabat atau kolega dari
pegawai pendidikan. Proyek-proyek inilah yang kemudian
membuat celah tindakan korupsi dalam pengelolaan pendidikan di
sekolah.
Hampir dalam setiap jaring pendidikan gejala pemborosan
dana terjadi. Pengadaan buku misalnya, telah menyeret banyak
aparat dinas pendidikan ke meja peradilan. Begitu pula dengan
pelaksanaan Ujian Nasional yang dikeluhkan banyak orang tua
karena memakan biaya tidak sedikit. Rincian di bawah ini
merupakan rekaman biaya besar yang dihabiskan karena proyek
Ujian Nasional. Apalagi „tanda kelulusan‟ sangat menentukan nilai
jual sebuah sekolah, sehingga tiap sekolah berlomba-lomba untuk
melatih dan meningkatkan ketrampilan peserta didiknya, dan untuk
ini semua tentu butuh biaya lagi.
1. Biaya bimbel di luar sekolah Rp 2 juta/anak.
2. Biaya bimbel di sekolah Rp 500 ribu/anak.
3. Biaya tryout sekolah Rp 10 ribu/anak.
4. Biaya pelaksanaan ujian Rp 200 ribu/anak.
5. Biaya buku dan soal ujian Rp 100 ribu/anak.

242
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

6. Biaya perpisahan kelas Rp 300 ribu/anak.


7. Biaya perpisahan Sekolah Rp 500 ribu/anak.
8. Total Rp 3.610.000/anak (Sumber Aliansi orang tua peduli
transparansi pendidikan).

C. Manajemen Sarana dan Prasarana


Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengakapan yang
secara langsung dipergunakan dan menjunjung proses pendidikan,
khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas,
meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang
dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara
tidak langsung menjunjung jalannya proses pendidikan atau
pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju
sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses
belajar mengajar seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi,
halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga, komponen
tersebut merupakan sarana pendidikan. Sarana dan prasarana
pendidikan ini dipergunakan guna menunjang proses pendidikan,
khususnya proses pembelajaran, seperti gedung, ruang kelas, meja
kursi, serta alat-alat dan media pembelajaran (Mulyasa, 2009:49).
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan petugas
mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat
memberi kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses
pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpangan inventarisasi,
dan penghapusan serta penataan. Manajemen sarana dan prasarana
yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah yang bersih, rapi,
indah sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi
pendidik maupun peserta didik untuk berada di sekolah. Di
samping itu juga diharapkan tersedianya alat-alat atau fasilitas

243
Manajemen Berbasis Sekolah

belajar yang memadai secara kuantitatif, kualitatif dan relevan


dengan kebutuhan serta dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
kepentingan proses pendidikan dan pengajaran, baik oleh pendidik
sebagai pengajar maupun peserta didik sebagai pelajar.

D. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat


Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan
mengembangan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.
Menurut Soetopo dan Soemanto hubungan sekolah dan masyarakat
diartikan sebagai suatu proses komunikasi dengan tujuan
meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan
praktik pendidikan serta berupaya dalam memperbaiki sekolah
(Aedi & Rosalin, 2012:278). Sekolah sebagai sistem sosial
merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu
masyarakat.
Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat
dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif dan
efesien. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian
tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya
kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban
untuk memberi penerangan tentang tujuan-tujuan, program-
program, kebutuhan, serta keadaan masyarakat. Sebaliknya,
sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan,
harapan dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah.
Dengan perkataan lain, antara sekolah dan masyarakat harus dibina
suatu hubungan yang harmonis. Hubungan sekolah dengan
masyarakat bertujuan untuk: 1) Memajukan kualitas pembelajaran
dan pertumbuhan peserta didik, 2) Memperkokoh tujuan serta
meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, dan 3)

244
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Mengarahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan


sekolah.
Sebagaimana sistem terbuka, sekolah juga selalu siap
menerima warga masyarakat, terhadap ide-ide yang disampaikan,
kebutuhan-kebutuhan mereka dan terhadap nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Sebaliknya masyarakat juga membuka diri untuk
menerima dan mengakomodir aktivitas-aktivitas sekolah (Umar,
2016:19). Untuk merealisasikannya, banyak cara yang bisa
dilakukan oleh sekolah dalam menarik simpati masyarakat
terhadap sekolah dan menjalin hubungan yang harmonis antara
sekolah-masyarakat. Hal tersebut antara lain dapat dilakukan
dengan memberitahu masyarakat mengenai progam-program
sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang
dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga
masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang
bersangkutan.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat ini
semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah
menyadari dan memahami pentingnya pendidikan bagi peserta
didik. Namun tidak berarti pada masyarakat yang masih kurang
menyadari pentingnya pendidikan, hubungan kerja sama ini tidak
perlu dibina. Pada masyarakat yang kurang menyadari akan
pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif dan lebih
kreatif untuk menciptakan hubungan kerja sama yang lebih
harmonis. Santibanez, Abreu-Lastra, & O‟Donoghuec (2014:97)
menemukan pola manajemen yang baik memiliki efek positif pada
nilai pembelajaran. Selain itu sebagian besar keuntungan diperoleh
sekolah dengan adanya penerimaan dana-dana hibah dari sponsor.
Jika hubungan sekolah dengan masyarakat berjalan dengan
baik, rasa tanggung jawab dan partisipasi untuk memajukan

245
Manajemen Berbasis Sekolah

sekolah juga akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan kerja
sama yang baik antar sekolah dan masyarakat, masyarakat perlu
mengetahui dan memiliki gambaran dan kondisi sekolah ini dapat
diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada orang
tua peserta didik, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran
sekolah, open house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah
peserta didik, penjelasan staf sekolah, peserta didik, radio dan
televisi, serta laporan tahunan.
Kepala sekolah yang baik merupakan salah satu kunci untuk
bisa menciptakan hubungan yang baik antar sekolah dan
masyarakat secara efektif. Oleh karena harus menaruh perhatian
tinggi tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan
apa yang dipikirkan orang tua tentang sekolah. Kepala sekolah
dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan
hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat
guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efesien.
Saat hubungan yang harmonis ini dilaksanakan, maka akan
membentuk iklim, misalnya:
1. Saling berpengertian antara sekolah, orangtua, masyarakat,
dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk
dunia kerja.
2. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena
mengetahui manfaat, arti, dan pentingnya peranan masing-
masing.
3. Kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak
yang ada di masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung
jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan
hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu terlaksananya proses

246
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

pendidikan di sekolah secara produkif, efektif, dan efesien


sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan kualitas
dan mampu terserap di lapangan kerja. Lulusan yang kualitas ini
tampak dari penguasaan peserta didik terhadap ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, yang dapat dijadikan bekal atau modal
untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya atau hidup
di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. Di
tengah masyarakat, mereka diharapkan berkontribusi dan produktif
dalam memecahkan masalah-masalah.

E. Manajemen Layanan Khusus


Manajemen layanan khusus meliputi manajemen
perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah. Manajemen
dalam komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting
dari untuk memberikan dukungan pelaksanaan MBS yang efektif
dan efesien. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
yang berlangsung begitu pesat pada masa sekarang menyebabkan
pendidik tidak bisa lagi melayani kebutuhan peserta didik akan
informasi, dan pendidik-pendidik juga tidak bisa mengandalkan
apa yang diperbolehkan di bangku sekolah. Sedangkan dalam
pandangan Kusmintardjo (1991:3), manajemen layanan khusus
merupakan penataan kegiatan yang diselenggarakan sekolah untuk
melayani siswa dan personel lainnya, dalam manajemen layanan
khusus ada beberapa bidang yaitu kantin, perpustakaan,
laboratorium, bimbingan konseling dan lain sebagainya.
Perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik
memungkinkan peserta didik untuk lebih mengembangkan dan
mendalami pengetahuan yang diperolehnya di kelas melalui belajar
mandiri, baik pada waktu-waktu kosong di sekolah maupun di
rumah. Hal juga senada dengan pandangan Mulyasa (2009:52)

247
Manajemen Berbasis Sekolah

bahwa perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik akan


menunjang perkembangan peserta didik dalam hal perkembangan
pengetahuan. Selain itu, juga memungkinkan pendidik untuk
mengembangkan pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat
mengajar dengan metode bervariasi, misalnya belajar individual
serta membuat penelitian tindakan kelas untuk keperluan belajar.
Manajemen layanan khusus lain adalah layanan kesehatan dan
keamanan. Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan
bertanggung jawab melaksanakan proses pembelajaran, tidak
hanya bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan,
dan sikap saja, tetapi harus menjaga dan meningkatkan kesehatan
jasmani dan rohani peserta didik. Hal ini disesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu: mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu “... manusia yang memiliki kesehatan jasmani dan
rohani” (UUSPN, bab II, pasal 4).
Untuk kepentingan tersebut, di sekolah-sekolah dikembangkan
program Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan,
menyediakan pelayanan kesehatan sekolah melalui usaha kesehatan
sekolah (UKS), dan berusaha meningkatkan program pelayanan
melalui kerjasama dengan unit-unit dinas kesehatan setempat.
Sekolah juga bisa memanfaatkan kemitraan dengan puskesmas-
puskesmas setempat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala. Dengan keadaan kesehatan yang terjamin, peserta
didik akan lebih bugar dan sehat untuk melakukan rangkaian
kegiatan jasmani di sekolah secara optimal.
Hal terakhir yang bertalian dengan manajemen layanan khusus
adalah pelayanan keamanan. Akhir-akhir ini kenyamanan dan
keselamatan peserta didik mulai terancam, semisal kasus yang
terjadi di Sabu, NTT bisa kita petik sebagai hikmah untuk
dijadikan alasan mengapa pelayanan keamanan di sekolah menjadi

248
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

penting. Menempatkan pegawai keamanan atau pengamanan


sekolah sebagai upaya preventif atau untuk mempersempit ruang
gerak pelaku teror bagi peserta didik selama berlangsungnya
aktivitas peserta didik di sekolah.

249
Manajemen Berbasis Sekolah

250
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Daftar Pustaka

Adams, H. P., & Dickey, F. G. (1956). Basic Principles of Student


Teaching. New York: American Book Company.
Adibah. (2016). Kompetensi Guru dalam Perspektif Pendidikan
Islam. Sumbula: Jurnal Studi Keagamaan, Sosial, dan
Budaya, 1(1), 85-108.
Aedi, N., & Rosalin, E. (2012). Kerjasama Sekolah dan
Masyarakat. Dalam Riduwan (ed.). Manajemen Pendidikan
(hal. 277-287). Bandung: Alfabeta.
Ahmadi, A. (2009). Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, S., & Jabar, C. S. A. (2009). Evaluasi Program
Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara.
Atmodiwirio, S. (2000). Manajemen Pendidikan Indonesia.
Jakarta: Ardadizya Jaya.

251
Manajemen Berbasis Sekolah

Bloom, B. S. (1965). Taxonomy of Educational Objectives: The


Classification of Educational Goals. New York: David
McKay Company, Inc.
Bobbitt, J. (1918). The Curriculum. Boston, USA: Houghton
Mifflin Company.
Burhanuddin, Y. (1998). Administrasi Pendidikan. Bandung:
Pusaka Setia.
Bush, T. (2005). Overcoming the Barriers to Effective Clinical
Supervision. Nursing Times, 101(2), 38-41.
Carroll, J. B. (1963). A model of School Learning. Teachers
College Record, 64, 723-733.
Danim, S., & Khiril, H. (2013). Profesi Kependidikan. Bandung:
Alfabeta.
Daryanto. (2013). Standard Kompetensi dan Penilaian Kinerja
Guru Profesional. Yogyakarta: Gava Media.
Engkoswara. (1987). Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan.
Jakarta: P2LPTK.
Fattah, N. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: IKA
IKIP.
Gagne, R. M. (1967). Curriculum Research and the Promotion of
Learning. In R. W. Tyler, R. M. Gagne, & M. Scriven (ed).
Perspectives of Curriculum Evaluation (pp. 19-38). Chicago,
IL: Rand McNallu.
Guskey, T. R. (1995). Mastery Learning. In J. H. Block, S. T.
Everson, & T. R. Guskey (ed.). School Improvment Program
(p. 91-108). New York: Scholastic.
Handoko, H. T. (2000). Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: BPFE.
http://holsthea.blogspot.co.id/2015/11/peningkatan-kinerja-
guru.html)

252
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/taksonomi-bloom-
yang-baru/
Husnan, S. (1992). Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan.
Yogyakarta: BPFE.
Imron, A. (2011). Manajemen Peserta Didik berbasis Sekolah.
Jakarta: Bumi Aksara.
Irianto, Y. B., & Sa’ud, U. S. (2012). Desentralisasi Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Riduwan (ed.). Manajemen
Pendidikan (hal. 21-66). Bandung: Alfabeta.
Jones, D. P. (1984). Higher Education Budgeting at the State
Level: Concepts and Principles. Boulder, Colorado: National
Center for Higher Education Management Systems.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Kurniawati, E., & Roesminingsih, E. (2014). Manajemen
Kesiswaan di SMA Negeri Mojoagung Jombang. Jurnal
Inspirasi Manajemen Pendidikan, 4(4), 206-213.
Kusmintardjo. (1991). Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah.
Malang: IKIP Malang.
Majid, A., & Andayani, D. (2004). Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2009). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nawawi, H. (1981). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung
Agung.
Nurgiyantoro, B. (1988) Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan
Sastra. Yogyakarta: BPFE.

253
Manajemen Berbasis Sekolah

Nurkholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Gramedia


Widiasarana Indonesia.
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2010 dan
Nomor 03/V/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun
2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidayah (SD/MI).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun
2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun
2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun
2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun
2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

254
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun


2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun
2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah 2013 Atas/Madrasah Aliyah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun
2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 71 Tahun
2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Panduan Guru
Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun
2013 tentang Implementasi Kurikulum.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010
tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.

255
Manajemen Berbasis Sekolah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010


tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses.
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.
Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Tunjangan
Jabatan Struktural.
Pidarta, M. (1997). Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan.
Surabaya: Sarana Press.
Purnomo, E., & Munadi, S. (2005). Evaluasi Hasil Belajar dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah
Menengah Kejuruan. Cakrawala Pendidikan, 24(2), 259-272.
Raihani. (2007). Education Reforms in Indonesia in the Twenty-
First Century. International Education Journal, 8(1), 172-
183.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama.
Rugg, H. O. (1927). The Foundation of Curriculum-Making
(Twenty-Sixth Yearbook of the National Society for the Study

256
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

of Education, Part II). Bloomington, IN: Public School


Publishing.
Sahertian, P. A. (2000). Konsep Dasar & Teknik Supervisi
Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Santibaneza, L., Abreu-Lastrab, R., & O’Donoghuec, J. L. (2014).
School Based Management Effects: Resources or Governance
Change? Evidence from Mexico. Economics of Education
Review, 33, 97-109.
Siagian, S. P. (1997). Manajemen Organisasi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Soetopo, H., & Wasty, S. (1998). Kepemimpinan yang Efektif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Spady, W. (1994). Choosing Outcomes of Significance.
Educational Leadership, 51(5), 18-23.
Suhardan, D., & Suharto, N. (2012). Filsafat Administrasi
Pendidikan. Dalam Riduwan (ed.). Manajemen Pendidikan
(hal. 1-20). Bandung: Alfabeta.
Suryata. (2003). Manajemen Sekolah. Jakarta: Gramedia.
Sutarto, M., Darmansyah, & Warsono, S. (2014). Manajemen
Berbasis Sekolah. The Manager Review Jurnal Ilmiah
Manajemen, 13(3), 343-355.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan
Indonesia. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Ilmu
Pendidikan Praktis. Bandung: Imperial Bhakti Utama.
Tini, & Irawati, I. (2013). Manajemen Kesiswaan di SD N 2
Barenglor Klaten. Magistra, 84(25), 55-60.
Umar, M. (2016). Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
dalam Pendidikan. Jurnal Edukasi, 2(1), 18-29.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

257
Manajemen Berbasis Sekolah

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala
ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang bahwa Sistem
Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 2003 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Usman, M. U. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Zais, R. S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. New
York: Crowell.

258
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Glosarium

Akhlak mulia, jiwa yang selalu mewarnai setiap tindakan dan


perbuatan, tanpa pertimbangan lama ataupun keinginan. Untuk
beberapa kasus, hal ini menjadi bagian dari watak dan karakter
seseorang. Tapi, dalam kasus yang lain, merupakan perpaduan
dari hasil proses latihan dan kemauan keras seseorang. Sifat
jujur misalnya, bisa jadi telah tertanam dalam diri seseorang
tanpa usaha membiasakan atau memaksakan diri untuk
bersikap demikian. Dengan perilaku baik, karakter manusia
didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan demi meraih
kehidupan terbaik untuk berinteraksi dengan Allah dan
makhluk-Nya.
Akuntabilitas pembelajaran, suatu kondisi pembelajaran
pertanggunganjawab atau keadaan pembelajaran yang dituntut
pertanggungjawabnya atau keadaan pembelajaran yang
dilaksanakan guru yang perlu untuk diminta
pertanggunganjawab.
Angka kredit, satuan nilai dari tiap butir aktivitas dan atau
akumulasi nilai butir-butir aktivitas yang diberikan/ditetapkan
berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai oleh

259
Manajemen Berbasis Sekolah

seorang pendidik dan yang dipergunakan sebagai salah satu


syarat dalam rangka pembinaan karier dalam jabatan
fungsional/kepangkatannya.
Bantuan operasional sekolah, program pemerintah yang pada
dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi
nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana
program wajib belajar.
Berbakat khusus, peserta didik yang berbakat atau memiliki
kemampuan yang lain, sperti lambat (slow) atau mengalami
gangguan (retarded) yang tidak tejadi pada peserta didik
umumnya di lingkungan pendidikan.
Block grant, pemberian dukungan anggaran untuk melaksanakan
suatu kegiatan tertentu, baik dalam bidang pendidikan,
pembangunan sosial politik, hukum, atau pembangunan
aspek lainnya dengan tujuan untuk mempercepat laju
pembangunan nasional.
Budi pekerti, tingkah laku, perangai, akhlak. Budi pekerti juga
mengandung makna perilaku yang baik, bijaksana, dan
manusiawi. Kata ini mencerminkan sifat, watak seseorang
dalam perbuatan sehari-hari sehinnga bernilai positif.
Catatan anekdot, cara pengumpulan data melalui pengamatan
langsung tentang sikap dan perilaku anak yang muncul secara
tiba-tiba (peristiwa yang terjadi secara insidental).
Data otentik, proses pengumpulan data tentang proses
pembelajaran peserta didik yang sesuai dengan keadaan
sebernya, dapat dipercaya, atau asli.
Demokratis, bentuk atau sistem pendidikan atau pembelajaran
yang seluruh organisasinya turut serta menjadi bagian
pengambilan keputusan, sehingga pemimpin tidak otoriter.
Desentralisasi, penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah
tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari

260
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

anggotanya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik


Indonesia.
Diskusi terbimbing, suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan
menugaskan peseta didik atau kelompok pelajar melaksanakan
percakapan ilmiah untuk mencapai kebenaran dalam rangka
mewujudkan tujuan pengajaran dengan bimbingan dari
pendidik maupun ketua kelompok.
Evaluasi formatif, proses evaluasi yang dilakukan pada setiap
akhir pembahasan suatu pokok bahasan atau topik dengan
maksud untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses
pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan.
Evaluasi sumatif, kegiatan evaluasi yang dilaksanakan setelah
selesainya sekumpulan program pembelajaran. Dengan kata
lain evaluasi yang dilaksanakan setelah seluruh unit pelajaran
selesai diajarkan. Adapun tujuan utama dari evaluasi sumatif
ini adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan
keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh program
pengajaran dalam jangka waktu tertentu.
Fenomena sosial, kondisi di mana manusia menganggap segala hal
yang dialaminya adalah sebuah kebenaran absolut.
Homo ludens,sebuah konsep yang memahami bahwa manusia
merupakan seorang pemain yang memainkan permainan
Humanistik, aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an
sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran
ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi
manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam
pengembangan teori psikologis.
Kata kerja operasional, kata kerja yang dapat diukur
ketercapaiannya, dapat diamati perubahan tingkah laku atau
tindakanya, dapat diuji, dan digunakan untuk merumuskan
tujuan pembelajaran

261
Manajemen Berbasis Sekolah

Kode etik profesi, suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya
termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang
memiliki sanksi yang agak uk dalam kategori norma hukum
yang didasari kesusilaan.
Kompetensi, merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan
diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan
Kualitas pelayanan, upaya pemenuhan kebutuhan yang dibarengi
dengan keinginan konsumen serta ketepatan cara
penyampaiannya agar dapat memenuhi harapan dan kepuasan
pelanggan tersebut.
Muatan lokal, kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak
dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Otonomi, hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusannya dan kepentingan
organisasi setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Otorisator, Pejabat yang memiliki wewenang untuk melakukan
tindakan-tindakan yang akan membawa kearah penerimaan
dan pengeluaran dana anggaran (APBN).
Pembelajaran kontekstual, suatu proses pendidikan yang holistik
dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat
diterapkan (ditransfer) dari satu konteks ke konteks lainnya.

262
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Pendekatan ilmiah, pendekatan disipliner dan pendekatan ilmu


pengetahuan yang fungsional terhadap masalah yang
wujudnya adalah metode ilmiah (mengamati, menanya,
menalar, mencoba, dan membentuk jejaring)
Pendekatan monolitik, pendekatan yang didasarkan kepada sutu
pemikiran bahwa setiap mata pelajaran itu merupakan sebuah
komponen yang berdiri sendiri dan memiliki tujuan tertentu
dalam suatu sistem.
Pendidikan profesi, pendidikan tinggi setelah program pendidikan
sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Lulusan
pendidikan profesi akan mendapatkan gelar profesi.
Penelitian ilmiah, rangkaian pengamatan yang sambung
menyambung, berakumulasi dan melahirkan teori-teori yang
mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena.
Penelitian ilmiah sering diasosiasikan dengan metode ilmiah
sebagai tata cara sistimatis yang digunakan untuk melakukan
penelitian.
Project based learning, metode pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai media utamanya. Peserta didik
melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan
informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Reformasi pendidikan, usaha perubahan untuk memperbaiki
keadaan. Istilah ini dipertukarkan dengan istilah;
pembaharuan, perubahan, perbaikan, restrukturisasi, atau
pembangunan.
Satuan kredit semester, suatu sistem pendidikan dimana beban
studi mahasiswa, beban kerja tenaga pengajar dan beban
penyelenggaraan program lembaga pendidikan dinyatakan
dalam kredit. Semester adalah satuan waktu terkecil untuk
menyatakan lamanya suatu program pendidikan dalam suatu
jenjang pendidikan.

263
Manajemen Berbasis Sekolah

Self determination theory, salah satu konsep yang berkaitan


dengan motivasi dan kepribadian manusia. Seseorang
dikatakan telah memiliki self-determination ketika seseorang
tersebut lebih dipengaruhi oleh motivasi dari dalam dirinya
sendiri (intrinsic motivation) daripada motivasi dari
lingkungan eksternal (external motivation).
Self-directed behavior, merupakan teknik dimana perubahan
perilaku diarahkan pada diri peserta didik itu sendiri. Peserta
didikah harus merasa bahwa terapi atau pembelajaran ini
penting untuk mengatasi masalahnya.
Sistem sosial, sebagai suatu keseluruhan dari unsur-unsur sosial
yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain dan saling
pengaruh-mempengaruhi dalam kesatuan.
Supervisor, seseorang yang diberikan tugas dalam sebuah
perhimpunan pendidikan atau perusahaan sebagaimana ia
mempunyai kuasa dan wewenang untuk mengeluarkan intruksi
kepada rekan kerja bawahannya.
Tematik, pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk
mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada
peserta didik. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok
yang menjadi pokok pembicaraan atau pembahasan.
Tes obyektif, tes yang cara penilaiannya bersifat obyektif, dalam
arti, sudah jelas jawaban mana yang benar dan mana yang
salah dan hanya satu jawaban yang benar.
Tes subyektif, tes yang jawabannya berupa uraian dan
penyekorannya dilakukan dengan mempertimbangkan benar
kategori-kategori yang sudah ditentukan oleh pembuat tes atau
pendidik.

264
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Indeks

A F
Adibah 179, 251. Fattah 10, 252.
Administrasi pendidikan 11, Filosofi pendidikan 93, 148
12, 13, 173, 252, 253,
257. K
Administrator 6, 10, 11, 12, Komite sekolah 38, 52, 59,
38. 62, 63, 67, 68, 71, 72,
Ahmadi 133, 141, 251. 202, 242.
Arikunto 135, 251. Kompensasi 25.
Aspirasi viii, 65, 260. Komponen kurikulum ivx,
41, 84.
B Konselor xiii, 46, 181, 219,
Belajar tuntas xiv, 22, 23, 222, 227, 230, 231, 255.
24, 25, 26, 27, 85. Kemajuan belajar 20, 25,
Bobbitt 34, 252. 38, 158, 162, 197, 199,
212, 237, 238.
E Kalender pendidikan 20, 53,
Effective teaching 197. 59, 60, 82, 207.
Evaluasi belajar 20, 47

265
Manajemen Berbasis Sekolah

Kontekstual 89, 109, 110, 174, 215, 254, 255, 256,


116, 211, 262. 260.
Kualitas pelayanan 240, Pengambilan keputusan 3, 6,
262. 8, 64, 67, 68, 72, 135,
Kualitas pendidikan viii, 4, 216, 260.
5, 64, 196, 217. Pengawasan 4, 13, 19, 86,
Kusmintardjo 248, 253. 150, 241, 242.
Penilaian kinerja 155, 205,
L 214, 215, 216, 217, 218,
Lorin W. Anderson 141. 220, 221, 222, 223, 228,
230, 252.
M Penilaian pendidikan 95, 97,
Manajemen pendidikan 1, 2, 254.
4, 5, 6, 7, 16, 84, 148, Perbaikan pengajaran 20,
239, 151, 253, 257. Pidarta 214, 256.
Mulyasa 237, 244, 248, 253. Prestasi belajar xiv, 23, 69,
128, 167, 169, 205, 238.
N
S
Nawawi 2, 253.
Siagian 13, 257.
P Sumber belajar 5, 60, 62,
Paradigma pendidikan 84, 66, 69, 71, 92, 123, 124,
86, 150. 125, 126, 127, 174, 175,
Pedoman kerja 3, 37. 181, 184, 208, 211, 225.
Pembelajaran aktif 90, 91. Supervisi akademik 205,
Pemerintah daerah 5, 6, 65, 209, 210.
105, 193, 260. Supervisi klinis 205, 212,
Pemerintah pusat 5, 6, 84, 213.
122, 240, 260. T
Pemimpin 6, 14, 181, 186,
201, 209, 260. Tujuan pendidikan 2, 11, 12,
Pendidikan dasar 7, 49, 50, 18, 35, 36, 42, 43, 45, 49,
51, 52, 53, 58, 59, 60, 61, 51, 53, 61, 76, 93, 140,
87, 97, 99, 123, 124, 147, 173, 174, 237, 239, 249.
148, 151, 165, 170, 173, Tunjangan jabatan 187.

266
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.


Tentang Penulis

Drs. Lukas Manu, M.Pd., lahir di Siso,


Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) tanggal
03 Nopember 1962. Tamat SD Negeri Polen
tahun 1977, SMP Kristen 3 So’e tahun 1981,
Sekolah Pendidikan Guru Agama Kristen
Protestan (PGAK/P) So’e tahun 1985, wisuda
Sarjana (S1) dari Program Studi Pendidikan
Agama Kristen (PAK) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Kristen Artha Wacana (FKIP-UKAW)
Kupang tahun 1992 dan wisuda Strata Dua (S2) tahun 2014 pada
program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) dengan
konsentrasi Ilmu Pendidikan di Program Pascasarjana Universitas
Nusa Cendana (Undana) Kupang.
Pada Oktober 1992 di angkat oleh Badan Pengurus Yayasan
Pembina UKAW Kupang sebagai calon dosen dan pada Oktober
1993 sebagai dosen tetap di FKIP-UKAW Kupang. Semenjak di
angkat sebagai dosen FKIP-UKAW Kupang awal Oktober 1992-

267
Manajemen Berbasis Sekolah

1998 dibimbing oleh Pdt. Drs. Max Jacob, M.Th. (alm.) di bidang
Etika/Moral di program Studi PAK FKIP-UKAW yang berubah
namanya menjadi Program Studi Ilmu Pendidikan Teologi tahun
1998 setelah mengalami akreditasi pertama kalinya dari Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Sejak tahun 1992 sampai sekarang konsentrasi mengasuh mata
kuliah Pengantar Etika dan mata kuliah Moral, serta mata kuliah
Kurikulum Pendidikan Agama Kristen (PAK) di Program studi
Pendidikan Agama Kristen atau Program Studi Ilmu Pendidikan
Teologi (IPT) FKIP-UKAW Kupang. Sedangkan ada mata kuliah
yang diasuh sewaktu-waktu sebagai beban tambahan di Program
studi IPT adalah mengasuh mata kuliah Pengetahuan Alkitab PL
dan Pengetahuan Alkitab PB serta mata kuliah Kepemimpinan
Kristen. Pada tahun 1998-2000 sebagai asisten dosen untuk mata
kuliah Sejarah Gereja Indonesia (SGI) dari Pdt. Dr. Fred Djara
Wellem, M.Th., pada Fakultas Teologia/Filsafat UKAW Kupang.
Pada tahun 2001-2007 menjadi dosen pengasuh mata kuliah
Sejarah Gereja Indonesia (SGI) dan Sejarah Gereja Asia (SGA)
serta Theologia Alkitab Perjanjian Lama pada Program Studi
Lanjut Strata Satu (PSL-S1) dari Guru-guru Pendidikan Agama
Kristen di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atas kerja
sama Bidang Bimas Kristen, Kantor Wilayah Departemen Agama
Propinsi NTT dengan Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK)
Marturia Yogyakarta. PSL-S1 Guru PAK ini kemudian menjadi
cikal bakal didirikannya STAK Kupang pada tahun 2007
selanjutnya dialihkan statusnya menjadi STAK Negeri Kupang
sejak tahun 2012 tetap dipercayakan mengasuh mata kuliah Etika
sampai sekarang.
Di lingkungan FKIP-UKAW penulis juga mengajar mata
kuliah Ilmu Pendidikan seperti Pengantar Pendidikan, mata kuliah

268
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

Profesi Pendidikan, mata kuliah Belajar dan Pembelajaran pada


Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris dan Pendidikan Biologi.
Di samping itu, pernah mengajar mata kuliah Analisis Kebijakan
Pendidikan di Program studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan
Rekreasi (PJKR) di FKIP-UKAW tahun 2004-2011. Semua mata
kuliah yang diasuh penulis telah disusun bahan ajarnya masing-
masing dan dipublikasikan di kalangan mahasiswa peserta kuliah
secara terbatas.
Semenjak berkarya di UKAW Kupang, telah dipercayakan
memegang jabatan struktural sebagai Sekretaris Unit Pelaksana
Teknis Bimbingan Kerohanian Kampus (UPT-Binrohpus) tahun
1995-1996, Pembantu Dekan II FKIP-UKAW Kupang tahun 1998-
1999, Ketua Program Studi Ilmu Pendidikan Teologi (IPT) FKIP-
UKAW Kupang tahun 1999-2003, Pembantu Dekan I tahun 2003-
2008, Dekan FKIP-UKAW Kupang masa bakti tahun 2008-2012.
Buku yang pernah diterbitkan adalah Profesi pendidikan dalam
regulasi sistem pendidikan nasional di Indonesia (Jusuf aryani
learning, Maret 2017). Penulis dapat dihubungi melalui nomor
handpone 08123662604.

Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd., lahir pada tanggal


4 Juli 1988 di Kalabahi, Kabupaten Alor,
Provinsi Nusa Tenggara Timur, merupakan anak
pertama dari enam bersaudara pasangan Semuel
Blegur dan Debora M. Minta. Penulis
mengawali pendidikan formalnya dari TK Artha
Asih, Kalabahi (1993-1994), SD GMIT Kabola,
Kalabahi (1994-2000), SMP Negeri 2 Kalabahi (2000-2003), SMA
Kristen 1 Kalabahi (2003-2006). Menamatkan pendidikan sarjana
pada program studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi,

269
Manajemen Berbasis Sekolah

Universitas Kristen Artha Wacana Kupang (2006-2011) dan pada


tahun yang sama melanjutkan magister Pendidikan Olahraga di
Universitas Negeri Surabaya (2011-2013). Tercatat sebagai dosen
tetap pada Program Studi PJKR FKIP UKAW Kupang sejak bulan
April 2014.
Penulis aktif melaksanakan penelitian yang telah dipublikasi
dalam bentuk proseding maupun jurnal, antara lain: 1) Mental
toughness: Studi deskriptif pada atlet nomor lari PPLP Provinsi
Nusa Tenggara Timur (Jurnal iptek olahraga, vol. 18, no. 1, hal.
84-104, April, 2016), 2) Evaluasi ketangguhan mental atlet nomor
lari PPLD Provinsi NTT (Proseding seminar nasional pendidikan
jasmani dan olahraga, hal. 128-142, April, 2016), 3) Feedback and
sport performance: Study at PPLD athletes of East Nusa Tenggara
Province (Proceedings international conference of sport science, p.
167-170, Juni, 2016), 4) Perilaku indisipliner peserta didik dan
implikasinya dalam proses belajar-mengajar (Proseding seminar
nasional, hal. 433-449, Agustus, 2016), 5) Eksplorasi motivasi
belajar peserta didik dengan mediasi metode mengajar (Proseding
seminar hasil penelitian pendidikan, hal. 140-150, Januari, 2017),
6) Keterampilan berpikir kreatif dan hubungannya dengan hasil
belajar peserta didik (Jurnal kejaora, vol. 2, no. 1, hal. 60-67, April,
2017), dan 7) Students’ indiscipline behavior and alternative
solutions in learning process (Proceedings international seminar on
physical education, sport, and health (ismina), p. 3-11, April,
2017).
Buku yang telah diterbitkan adalah Psikologi olahraga: Suatu
pengantar berbasis penelitian (Desna life ministry, Desember,
2016) dan Permainan kecil: Teori dan aplikasi, (Jusuf aryani
learning, Maret, 2017). Sebagai dosen untuk mata kuliah: 1)
Permainan kecil, 2) Strategi pembelajaran, 3) Micro teaching, dan

270
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.

4) Psikologi olahraga. Penulis dapat dihubungi melalui handpone:


082232055550 atau e-mail: blegur04@yahoo.co.id.

271

Anda mungkin juga menyukai