Manajemen Berbasis Sekolah Drs. Lukas Manu
Manajemen Berbasis Sekolah Drs. Lukas Manu
Manajemen
Berbasis Sekolah
i
Manajemen Berbasis Sekolah
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumpulkan atau memperbayak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mendengarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau
hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidanakan dengan pidana penjara.
ii
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Manajemen
Berbasis Sekolah
iii
Manajemen Berbasis Sekolah
ISBN: 978-602-61202-5-0
iv
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Dipersembahkan kepada:
Almamater tercinta
TK Artha Asih
SD GMIT Kabola
SMP Negeri 2 Kalabahi
SMA Kristen 1 Kalabahi
Universitas Kristen Artha Wacana
Universitas Negeri Surabaya
v
Manajemen Berbasis Sekolah
vi
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Kata Pengantar
vii
Manajemen Berbasis Sekolah
viii
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Daftar Isi
ix
Manajemen Berbasis Sekolah
x
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
xi
Manajemen Berbasis Sekolah
Daftar Tabel
xii
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
xiii
Manajemen Berbasis Sekolah
Daftar Gambar
xiv
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Bab 1
Manajemen Berbasis Sekolah dan
Ruang Lingkupnya
1
Manajemen Berbasis Sekolah
A. Konsep MBS
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai suatu konsep
memiliki istilah banyak arti, bergantung pada orang yang
mengartikannya. Istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan
dengan istilah adminstrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat
tiga pandangan berbeda. Pertama, mengartikan administrasi lebih
luas daripada manajemen (manajemen merupakan inti dari
administrasi). Kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada
administrasi. Ketiga, pandangan yang menganggap bahwa
manajemen identik dengan adminstrasi. Dalam tulisan ini kata
manajemen diartikan sama dengan kata adminstrasi atau
pengelolaan, meski kedua istilah itu tersebut sering diartikan
berbeda. Untuk berbagai kepentingan, pemakaian kedua istilah
tersebut sering digunakan secara bergantian, demikian halnya
dalam berbagai literatur, acapkali dipertukarkan. Berdasarkan
fungsi pokoknya istilah manajemen dan adminstrasi mempunyai
fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah tersebut
tidak konsisten dan tidak signifikan (Suryata, 2003:45).
Manajemen pendidikan ialah rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok
orang untuk mencapai tujuan pendidikan, secara berencana dan
sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama
lembaga pendidikan formal (Nawawi, 1981:11). Manajemen
pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan,
sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
(Atmodiwirio, 2003:23).
Manajemen merupakan komposisi integral yang tidak dapat
dipisahkan dari proses pendidikan secara holistik. Argumentasinya,
tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat
2
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
3
Manajemen Berbasis Sekolah
4
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
5
Manajemen Berbasis Sekolah
6
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
7
Manajemen Berbasis Sekolah
B. Pengertian MBS
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan
dari “school-based management” istilah ini pertama kali muncul di
Amerika Serikat ketika masyarakat mulai pertanyakan relevansi
pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat. MBS merupakan tawaran paradigma baru dalam lingkup
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah
(pelibatan masyarakat) dalam rangka kebijakan Pendidikan
Nasional. Atau menurut Sutarto, Darmansyah, & Warsono
(2014:343) sebagai upaya memperbaiki pendidikan dengan
mendelegasikan pengambilan keputusan penting dari pusat dan
wilayah sekolah. Maka tidak heran Raihani (2007:175)
menambahkan MBS sekarang menjadi fenomena umum yang
diyakini sebagai sarana untuk perbaikan dan peningkatan
kualitas penyelenggaran pendidikan di sekolah.
Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelolah sumber
daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih
memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan.
8
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
9
Manajemen Berbasis Sekolah
10
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
11
Manajemen Berbasis Sekolah
12
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
C. Tujuan MBS
MBS sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mancapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan
teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan
dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di
Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan baik secara makro,
maupun mikro.
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan
masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala
yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efesiensi mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi,
antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelolah sumber daya
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara
peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain melalui partisipasi
13
Manajemen Berbasis Sekolah
D. Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dari kekuasaan yang besar pada
sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya
otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber
daya dan pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi
setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan
pendidik sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas dan
fungsinya. Keleluasaan dalam mengelolah sumber daya dan dalam
menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi dan mendorong
profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya sebagai manejer
maupun pemimpin sekolah.
Atas keluasan sekolah untuk menyusun kurikulumnya,
pendidik dipacu untuk berinovasi dengan melakukan eksperimen-
eksperimen di lingkungan sekolahnya. Dengan demikian, MBS
mendorong profesionalisme pendidik dan kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum
efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat
meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan
tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi peserta
didik dapat dimaksimalkan lewat partisipasi orang tua, contohnya
orang tua dapat mengawasi langsung proses belajar anaknya.
14
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
15
Manajemen Berbasis Sekolah
Bab 2
Manajemen Kurikulum, Program
Pembelajaran, dan Pendekatan
Pengembangannya
16
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
17
Manajemen Berbasis Sekolah
muatan lokal tidak lagi disiapkan pada setiap bidang studi, tetapi
menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik
bidang wajib maupun pilihan. Pengembangan kurikulum muatan
lokal dimaksudkan untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan
pengembangan kurikulum sentralisasi, dan bertujuan agar peserta
didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau dan
mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam,
kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan
nasional, pembangunan regional, maupun pembangunan lokal
sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya
lingkungannya.
Kurikulum muatan lokal pada hakekatnya merupakan suatu
perwujudan pasal 38 ayat I Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional yang berbunyi pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam
satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara
nasional dan kurikulum disesuaikan dengan keadaan serta
kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan. Sebagai
tindak lanjut hal tersebut, muatan lokal telah dijadikan strategi
pokok untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan yang
relevan dengan kebutuhan lokal dan sejauh mungkin melibatkan
peran serta masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
Dengan kurikulum muatan lokal, setiap sekolah diharapkan mampu
mengembangkan program pendidikan tertentu yang sesuai dengan
keadaan dan tuntutan lingkungan setempat.
Sekolah merupakan ujung tombak pelaksanaan kurikulum,
baik kurikulum nasional maupun muatan lokal, yang diwujudkan
melalui proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, institusional, kurikuler, dan instruksional. Agar proses
pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta
mencapai hasil yang diharapkan diperlukan kegiatan manajemen
18
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
19
Manajemen Berbasis Sekolah
20
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
21
Manajemen Berbasis Sekolah
22
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
E D C B A
Prestasi rendah Prestasi tinggi
23
Manajemen Berbasis Sekolah
24
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
25
Manajemen Berbasis Sekolah
26
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
27
Manajemen Berbasis Sekolah
28
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Bab 3
Kurikulum Pendidikan
29
Manajemen Berbasis Sekolah
30
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
31
Manajemen Berbasis Sekolah
32
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
33
Manajemen Berbasis Sekolah
34
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
35
Manajemen Berbasis Sekolah
36
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
37
Manajemen Berbasis Sekolah
38
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
39
Manajemen Berbasis Sekolah
40
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Tujuan
Materi
Isi-struktur Evaluasi
program
Sarana
Metode
Personal Kepemimpinan Material Adm.
41
Manajemen Berbasis Sekolah
1. Tujuan
Komponen tujuan merupakan salah satu komponen utama
yang harus ditetapkan dan dirumuskan oleh karena komponen
tujuan merupakan penunjuk arah dan titik sasaran yang harus
dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Selama
tujuan tidak ditetapkan dengan baik, maka perjalanan pendidikan
hanyalah sia-sia sebab tidak ada sasaran yang dicapai. Banyak
tenaga dan energi akan terbuang percuma karena tidak berdampak.
Dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, ada 2 tujuan
yang ingin dicapai, yaitu:
a. Tujuan pendidikan melalui sekolah secara keseluruhan.
b. Tujuan pendidikan melalui sekolah pada setiap bidang studi.
Dalam model Kurikulum Berbasis Materi (KBM) seperti yang
di-kenal dalam ciri kurikulum yang pernah dipakai oleh sekolah-
sekolah di Indonesia sebelum tahun pelajaran 2004/2005, seperti
kurikulum 1968, 1975, 1984, dan 1994, kedua jenis tujuan ini
masih ada dibagi lagi atas beberapa tujuan secara hirarkhi, yaitu:
Tujuan sekolah secara keseluruhan dirumuskan dan ditetapkan
dalam 1) Tujuan pendidikan Nasional, 2) Tujuan institusional, dan
3) Tujuan kurikuler. Tujuan pendidikan di sekolah pada setiap
bidang studi di-kembangkan menjadi TIU (Tujuan Instruksional
Umum) dan TIK (Tujuan Instruksional Khusus).
Sedangkan dalam model KBK/KTSP mengenal konsep tujuan-
tujuan tersebut dengan rumusan istilah-istilah:
a. Standar Nasional Pendidikan.
b. Standar Kompetensi Lulusan.
c. Standar Kompetensi Isi yang terdiri dari Standar Kompetensi
(SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
42
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
43
Manajemen Berbasis Sekolah
44
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
b. Strategi
Strategi pelaksanaan kurikulum tergambar dengan cara yang
ditempuh di dalam melaksanakan pembelajaran atau yang
ditempuh pada saat melaksanakan bimbingan dan penyuluhan serta
cara yang ditempuh dalam mengatur kegitan sekolah secara
keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pembelajaran mencakup
baik cara yang berlaku untuk umum maupun cara yang ditempuh
dalam menyajikan bidang studi, termasuk metode mengajar dan
alat pelajaran yang digunakan. Komponen metode ini menyangkut
metode/upaya apa saja yang dipakai agar tujuan pendidikan dapat
tecapai. Metode yang digunakan hendaknya relevan dengan tujuan
yang ditetapkan sebelumnya, dengan mempertimbangkan
kemampuan pendidik, lingkungan anak dan sarana pendidikan
yang ada.
Dalam pelaksanaan tidak ada suatu metode yang baik untuk
segala tujuan sehingga pemilihan dan penggunaan metode
memperhatikan tujuan dan situasi dalam pelaksanaan suatu
program pembelajaran. Untuk itu pendidik harus mengetahuinya
terlebih dahulu agar ia bisa menggunakannya. Kombinasi metode
mengingat sifat-sifat polivalent dan poli-pragmatis dari suatu
metode. Yang dimaksud dengan sifat polivalent adalah penggunaan
lebih dari satu metode untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan
poliprag-matis adalah penggunaan satu metode untuk mencapai
beberapa tujuan.
4. Komponen sarana
Dalam merumuskan sebuah kurikulum dibutuhkan sarana
sebagai sebuah komponen yang perlu ditetapkan agar menjadi
penunjang pelaksanaan pendidikan di sekolah terutama dalam
45
Manajemen Berbasis Sekolah
46
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
c. Sarana kepemimpinan
Sarana kepemimpinan ini akan memberi dukungan dan
pengamanan pelaksanaan, serta memberi bimbingan, pembinaan,
dan penyempurnaan program pendidikan seperti peraturan dan
disiplin sekolah.
d. Sarana administratif
1) Pedoman khusus bidang pembelajaran.
2) Pedoman penyusunan satuan pelajaran.
3) Pedoman praktek keguruan.
4) Pedoman bimbingan peserta didik.
5) Pedoman administrasi dan supervisi.
5. Komponen evaluasi
Komponen ini dibutuhkan untuk mengukur tingkat
keberhasilan atau pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan
di sekolah terutama keberhasilan belajar mengajar pendidik dan
peserta didik untuk itu di bawah ini beberapa jenis kegiatan
evaluasi, yaitu:
a. Evaluasi formatif berupa tes-tes harian seperti, pre-test
ataupun post-test, dan tugas-tugas terstruktur.
b. Evaluasi sumatif berupa test tengah semester dan tes akhir
semester.
c. Evaluasi Belajar Tahap akhir (EBTA) baik lokal maupun
Nasional yang disebut Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional
(UN).
47
Manajemen Berbasis Sekolah
Bab 4
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
48
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
49
Manajemen Berbasis Sekolah
Pasal 18
1. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
2. Pendidikan Menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan.
3. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas
(SMA), Madrasah aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk
lain yang sederajat.
4. Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 32
1. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
2. Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat
adat yang terpencil, dan atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
3. Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan
pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 35
2 Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
50
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Pasal 36
1. Pengembangn kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
2. kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversivikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan Taqwa.
b. Peningkatan akhlak mulia.
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan.
e. Tuntutan pembangunan daerah nasional
f. Tuntutan dunia kerja.
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
h. Agama.
i. Dinamika perkembangan global.
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
4. Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan.
Pasal 37
1. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. Pendidikan agama.
b. Pendidikan kewarganegaraan.
c. Bahasa.
d. Matematika.
51
Manajemen Berbasis Sekolah
52
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Pasal 1
5. Standar isi adalah ruang linkup materi dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi bahan mata pelajaran,
dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta
didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
13. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
14. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang
ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini untuk dijadikan
pedoman dalam penyusunan kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
15. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan.
Pasal 5
1. Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidika tertentu.
2. Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik.
Pasal 6
1. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
53
Manajemen Berbasis Sekolah
54
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
55
Manajemen Berbasis Sekolah
56
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
57
Manajemen Berbasis Sekolah
58
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
59
Manajemen Berbasis Sekolah
60
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
61
Manajemen Berbasis Sekolah
62
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
63
Manajemen Berbasis Sekolah
Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan suatu pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan
inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola
dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat
dalam mengembangkan kurikulum melalui pengambilan
keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan
tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan diatas, KTSP dapat dipandang sebagai
suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam
konsep otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. Oleh
karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan,
terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagai berikut:
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan
lembaganya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya
input pendidikan yang akan dikembangkan dan yang
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
64
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
C. Karakteristik KTSP
KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan
kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi
daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem
yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat
membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas
kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran. Mengingat peserta didik datang dari berbagai latar
belakang kesukuan dan tingkat sosial. Salah satu perhatian sekolah
harus ditujkan pada asas pemerataan, baik dalam bidang sosial,
65
Manajemen Berbasis Sekolah
66
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
67
Manajemen Berbasis Sekolah
68
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
69
Manajemen Berbasis Sekolah
70
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
71
Manajemen Berbasis Sekolah
72
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
73
Manajemen Berbasis Sekolah
74
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
11. Kesetaraan/gender
Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang
berkeadilan dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan/
gender antara laki-laki dan perempuan dalam kesempatan peran
dan fungsi untuk mengembangkan diri.
75
Manajemen Berbasis Sekolah
76
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
77
Manajemen Berbasis Sekolah
78
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
79
Manajemen Berbasis Sekolah
80
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
81
Manajemen Berbasis Sekolah
82
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Bab 5
Kurikulum 2013
83
Manajemen Berbasis Sekolah
84
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Ketika uji coba draf KBK yang disusun oleh Puskurnas maka
kritikan muncul dan menganggap kurikulum ini masih tetap
ketinggalan zaman sebab telah ditinggalkan negara-negara tersebut
di atas. Oleh sebab itu, model KBK direvisi lagi dengan
menetapkan standar pendidikan nasional sebagai mana di atur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, walaupun
KBK baru diterapkan/diberlakukan di awal tahun pelajaran
2004/2005 secara nasional. Muculnya standar nasional pendidikan
yang mencakup komponen standar isi, standar kompetensi lulusan,
standar proses, standar penilaian, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, dan standar pembiayaan, maka KBK
mengalami revisi lagi. Alasan pemerintah melalui Depdiknas
85
Manajemen Berbasis Sekolah
86
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
87
Manajemen Berbasis Sekolah
88
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
89
Manajemen Berbasis Sekolah
90
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
91
Manajemen Berbasis Sekolah
92
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
93
Manajemen Berbasis Sekolah
94
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
95
Manajemen Berbasis Sekolah
96
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
97
Manajemen Berbasis Sekolah
98
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
99
Manajemen Berbasis Sekolah
100
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
101
Manajemen Berbasis Sekolah
102
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
103
Manajemen Berbasis Sekolah
104
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Keterangan:
1. Mata pelajaran seni budaya dan prakarya dapat memuat
Bahasa Daerah.
2. Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam
struktur kurikulum diatas, terdapat pula kegiatan
ekstrakurikuler Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah antara lain
pramuka (wajib), usaha kesehatan sekolah, dan palang merah
remaja.
3. Kegiatan ekstra kurikuler seperti pramuka (terutama), unit
kesehatan sekolah, palang merah remaja, dan yang lainnya
adalah dalam rangka mendukung pembentukan kompetensi
sikap sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli.
Disamping itu juga dapat dipergunakan sebagai wadah dalam
penguatan pembelajaran berbasis pengamatan maupun dalam
usaha memperkuat kompetensi keterampilannya dalam ranah
konkrit. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler ini dapat
dirancang sebagai pendukung kegiatan kurikuler.
4. Mata pelajaran kelompok A adalah kelompok mata pelajaran
yang kontennya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran
kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran seni budaya dan
prakarya serta pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan
adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya
dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi dengan konten lokal
yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.
5. Bahasa daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara
terintegrasi dengan mata pelajaran Seni Budaya dan Prakarya
atau diajarkan secara terpisah apabila daerah merasa perlu
untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah
jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan
pendidikan tersebut.
105
Manajemen Berbasis Sekolah
106
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
107
Manajemen Berbasis Sekolah
108
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
sekitarku depan
8 Peristiwa Kesela- Berperi- Daerah
alam matan laku baik tempat
di rumah dalam ting-
dan kehidu- galku
perja- pan
lanan sehari-
hari
9 Menjaga Makan-
kelesta- an sehat
rian dan
lingku- bergizi
ngan
109
Manajemen Berbasis Sekolah
110
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
111
Manajemen Berbasis Sekolah
112
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
113
Manajemen Berbasis Sekolah
114
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
115
Manajemen Berbasis Sekolah
116
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
117
Manajemen Berbasis Sekolah
118
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
119
Manajemen Berbasis Sekolah
120
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
121
Manajemen Berbasis Sekolah
122
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
123
Manajemen Berbasis Sekolah
124
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
125
Manajemen Berbasis Sekolah
126
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
127
Manajemen Berbasis Sekolah
b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang
beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna.
2) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi,
dan lainlain untuk memunculkan gagasan baru baik secara
lisan maupun tertulis.
3) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut.
4) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif
dan kolaboratif.
5) Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar.
6) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual
maupun kelompok.
7) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja
individual maupun kelompok.
8) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen,
festival, serta produk yang dihasilkan.
9) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan
peserta didik.
2) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.
128
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
129
Manajemen Berbasis Sekolah
diungkapkan melalui tutur kata atau bahasa (lisan dan tulisan dan
isyarat/tubuh).
Setelah proses menanya dan menemukan makna konsep
pengetahuan dari hasil mengamati, maka proses selanjutnya adalah
mengeksplorasi atau menjejaki dan menggali lebih dalam sesuatu
makna yang dapat mengandung nilai manfaat bagi kehidupan
manusia baik individual maupun berkelompok/bersama. Proses
mengeksplorasi ini diasosiasikan atau dihubungkan lebih jauh dan
atau banyak lagi dengan konsep informasi pengetahuan yang lain
untuk dikomunikasikan atau disajikan kepada pihak atau orang lain
supaya mendapat tanggapan atau koreksi kritis lagi. Proses
mengkomunikasikan bertujuan tidak sekedar untuk diberi
tanggapan dan koreksi kritis melainkan untuk mempengaruhi
kemampuan berpikir otak dan olah batin orang lain lagi supaya
mengalami proses belajar memperoleh pengetahuan yang sama dan
atau pengetahuan itu dikembangkan lebih luas lagi.
Proses pengembangan ilmu pengetahuan dengan kegiatan-
kegiatan seperti itu membutuhkan fungsi akal budi sebagai
kegiatan roh manusia yang dihasilkan oleh fungsi syaraf-syaraf di
otak kepala manusia dan fungsi kelenjar sel di hati manusia. Dua
organ tubuh manusia itu membuat manusia menjadi makhluk
berakal budi karena mendorong manusia perseorangan sadar akan
dirinya untuk berpikir dan merasakan dan mengingini sesuatu
sebagai hasil olah pengetahuannya terhadap hal-hal yang dianggap
bernilai atau mengandung kemanfaatan bagi kelangsungan hidup
manusia. Di sini proses olah pikir dan olah bathin berlangsung
terpadu dan tidak boleh terpisah atau mengabaikan salah satunya
melalui kegiatan belajar. Proses itu juga tidak hanya merangsang
gejolak jiwa manusia pribadi dengan adanya reaksi dari tekanan
darah untuk menghasil emosi-emosi saja dari dalam diri seseorang.
130
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
131
Manajemen Berbasis Sekolah
Bab 6
Penilaian dan Evaluasi
dalam Kurikulum 2013
132
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
133
Manajemen Berbasis Sekolah
harga jual diukur dengan jumlah angka mata uang, seperti sekian
rupiah. Di sini, terjadi penentuan harga barang itu dilakukan
dengan pertimbangan perasaan penulis atau pembaca yang
dianggap pantas untuk menggambarkan besaran manfaat buku itu.
Bila berbicara mengenai pertimbangan perasaan sebagai
gejolak jiwa untuk menentukan ukuran dari sesuatu yang dianggap
bernilai, maka tentunya kita mesti memahami di mana jiwa itu
berada. Para ahli ilmu jiwa beranggapan yang berbeda-beda
mengenai titik tolak keberadaan jiwa. Namun menurut hemat
penulis, jiwa sebenarnya adalah kekuatan atau energi kehidupan
yang ada dalam diri makhluk hidup yang dihasilkan dari fungsi sel-
sel darah yang bergejolak menimbulkan kesadaran kehidupan. Oleh
karena sel-sel dari itu berpusat pada hati dan jantung dari organ
tubuh makhluk hidup, maka jiwa merupakan gejalak emosi yang
dihasilkan oleh fungsi sel-sel darah merah atau darah putih. Jika
seseorang mengalami gejolak darah yang dominan emosi (terasa
mendidih di hati dan jantung yang bergetar/berdenyut kencang),
maka orang yang mengalami gejolak itu menunjukkan emosi jiwa
yang menggambarkan amarah. Jika gejolak jiwa seperti itu yang
dipakai untuk menentukan harga sesuatu sebagai gambaran nilai,
maka penentuan nilai sifatnya sangat emosional atau yang sering
disebut sebagai bentuk penilaian subyektif. Oleh karena titik tolak
penilaiannya berangkat pada perasaan orang yang menentukan
ukuran besaran harga secara kuantitatif atau dengan ukuran simbol
angka-angka. Sebuah contoh penilaian subyektif selalu didasarkan
pada keputusan pribadi orang yang mengamati sesuatu untuk
menentukan ukuran besaran harga yang terkandung didalam
subyek amatannya. Saya rasa nilai yang pantas bagi pekerjaan
orang ini adalah 70. Ternyata angka 70 adalah ukuran besaran
harga yang pantas menurut perasaan sang penilai setelah
mengamati hasil pekerjaan orang itu.
134
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
135
Manajemen Berbasis Sekolah
136
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
137
Manajemen Berbasis Sekolah
Afektif (A)
EQ
a. KA
c. KP
Psikomotor (P)
SQ
138
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
139
Manajemen Berbasis Sekolah
140
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
141
Manajemen Berbasis Sekolah
1. Domain kognitif
Tabel 10. Kata kerja operasional domain kognitif
Pengeta- Pemaha-
Penerapan Analisis Sintesis Penilaian
huan man
Mengutip Memper- Menugas- Mengana- Meng- Memban-
Menyebut- kirakan kan lisis abstraksi dingkan
kan Menjelas- Mengurut- Meng- Mengatur Menyim-
Menjelas- kan kan audit Mengani- pulkan
kan Mengka- Menen- Meme- masi Menilai
Menggam- tegorikan tukan cahkan Mengum- Mengarah-
bar Menciri- Menerap- Menegas- pulkan kan
Membi- kan kan kan Mengka- Meng-
lang Merinci Menye- Mende- tegorikan kritik
Mengiden- Mengaso- suaikan teksi Mengkode Menim-
tifikasi siasikan Mengkal- Men- Mengom- bang
Mendaftar Memban- kulasi diagnosis binasikan Memutus-
Menunju- dingkan Memodi- Menye- Menyusun kan
kkan Menghi- fikasi leksi Meng- Memisah-
Memberi- tung Mengkla- Merinci arang kan
label Mengkon- sifikasi Menomi- Memban- Mempre-
Memberi- traskan Meng- nasikan gun diksi
indeks Mengubah hitung Mendia- Menang- Memper-
Memasa- Memper- Mem- gramkan gulangi jelas
ngkan tahankan bangun Megkore- Menghu- Menugas-
Menamai Mengurai- Mem- lasikan bungkan kan
Menandai kan biasakan Merasio- Mencip- Menafsir-
Membaca Menjalin Mencegah nalkan takan kan
Menyadari Membeda- Menen- Menguji Mengkre- Memperta-
Mengha- kan tukan Mencerah- asikan hankan
fal Mendisku- Menggam- kan Mengo- Memerinci
Meniru sikan barkan Menjela- reksi Mengukur
Mencatat Menggali Meng- jah Meran- Merang-
Mengu- Mencon- gunakan Memba- cang kum
lang tohkan Menilai gankan Merenca- Membuk-
Merepro- Menerang- Melatih Menyim- nakan tikan
duksi kan Menggali pulkan Mendikte Memvali-
Meninjau Mengem- Menge- Menemu- Mening- dasi
Memilih ukakan mukakan kan katkan Mengetes
Menyata- Mempola- Meng- Menelaah Memper- Mendu-
kan kan adaptasi Memaksi- jelas kung
Mempela- Memper- Menye- malkan Memfa- Memilih
142
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
143
Manajemen Berbasis Sekolah
144
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
duksi Menam-
Mempro- pilkan
ses Menyiap-
Mengait- kan
kan Mempro-
Menyusun duksi
Mensimu- Merang-
lasikan kum
Memecah- Merekon-
kan struksi
Melakukan Membuat
Mentabu-
lasi
3. Domain afektif
Tabel 12. Kata kerja operasional domain afektif
Menerima Menanggapi Menilai Mengelola Menghayati
Memilih Menjawab Mengasumsi Menganut Mengubah
Memper- Membantu Meyakini Mengubah perilaku
tanyakan Mengajukan Melengkapi Menata Berakhlak-
Mengikuti Mengom- Meyakinkan Mengklasi- mulia
Memberi promi Memperjelas fikasi Mempenga-
Menganut Menyenangi Memprakar- Mengom- ruhi
Mematuhi Menyambut sai binasi Mendengar-
Meminati Mendukung Mengimani Memper- kan
Menyetujui Mengundang tahankan Mengkuali-
Menampil- Mengga- Membangun fikasi
kan bungkan Membentuk Melayani
Melaporkan Mengusul pendapat Menunjuk-
Memilih kan Memadukan kan
Mengatakan Menekan- Mengelola Membukti-
Memilah kan Menegosiasi kan
Menolak Menyum- Merembuk Memecahkan
bang
145
Manajemen Berbasis Sekolah
4. Domain psikomotor
Tabel 13. Kata kerja operasional domain psikomotor
Menirukan Memanipulasi Pengalamiahan Artikulasi
Mengaktifkan Mengoreksi Mengalihkan Mengalihkan
Menyesuaikan Mendemonstrasi Menggantikan Mempertajam
Menggabungkan Merancang Memutar Membentuk
Melamar Memilah Mengirim Memadamkan
Mengatur Melatih Memindahkan Menggunakan
Mengumpulkan Memperbaiki Mendorong Memulai
Menimbang Mengidentifikasi Menarik Menyetir
Memperkecil Mengisi Memproduksi Menjeniskan
Membangun Menempatkan Mencampur Menempel
Mengubah Membuat Mengoperasikan Mensketsa
Membersihkan Memanipulasi Mengemas Melonggarkan
Memposisikan Mereparasi Membungkus Menimbang
Mengonstruksi Mencampur
146
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
147
Manajemen Berbasis Sekolah
148
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
149
Manajemen Berbasis Sekolah
150
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
151
Manajemen Berbasis Sekolah
152
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
153
Manajemen Berbasis Sekolah
154
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
155
Manajemen Berbasis Sekolah
156
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
157
Manajemen Berbasis Sekolah
158
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
159
Manajemen Berbasis Sekolah
160
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
161
Manajemen Berbasis Sekolah
162
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
163
Manajemen Berbasis Sekolah
Bab 7
Manajemen Tenaga Pendidik
164
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
165
Manajemen Berbasis Sekolah
166
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
167
Manajemen Berbasis Sekolah
168
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
model pembelajaran
4. Menulis makalah
5. Menulis/menyusun diktat
pelajaran
6. Menulis buku pelajaran
7. Menulis modul pelajaran
8. Menulis karya ilmiah
9. Melakukan penelitian ilmiah
(action research)
10. Menemukan teknologi tepat
guna
11. Membuat alat peraga/media
12. Menciptakan karya seni
13. Mengikuti pelatihan
terakreditasi
14. Mengikuti pendidikan
kualifiakasi
15. Mengikuti kegiatan
pengembangan kurikulum
Penguasaan 1. Pemahaman 1.1. Memahami visi dan misi
akademik wawasan pendidikan nasional
1.2. Memahami hubungan
pendidikan dan pengajaran
1.3. Memahami konsep pendidikan
dasar dan menengah
1.4. Memahami fungsi sekolah
1.5. Mengidentifikasi permasalahan
umum pendidikan dalam hal
proses dan hasil pendidikan
1.6. Membangun sistem yang
menunjukan keterkaitan
pendidikan sekolah dan luar
sekolah
2. Penguasaan 2.1. Memahami struktur
bahan kajian pengetahuan
akademik 2.2. Menguasai substansi materi
2.3. Menguasai substansi
kekhususan sesuai dengan jenis
pelayanan yang dibutuhkan
siswa.
169
Manajemen Berbasis Sekolah
170
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
171
Manajemen Berbasis Sekolah
172
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
173
Manajemen Berbasis Sekolah
174
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
175
Manajemen Berbasis Sekolah
176
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
177
Manajemen Berbasis Sekolah
178
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Merumuskan dan
Mendidik mengembangkan nilai-
nilai hidup
Meneruskan dan
Profesi Mengajar mengembangkan ilmu
PROFESI MENDIDIK pengetahuan dan teknologi
PROFESI
IDIK
PROFESI
Melatih/ Mengembangkan ketram-
membimbing pilan dan penerapannya
Transformasi diri
Auto identifikasi
179
Manajemen Berbasis Sekolah
2. Peran guru
Peranan dan kompetensi yang dikemukakan dalam proses
belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang
dikemukakan oleh Harold P. Adams dan Frank G. Decey 1956
dalam Basic principles of student teaching. Antara lain guru
sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur
lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor,
motivator, dan konselor, yang akan dikemukakan disini adalah
peranan yang dianggap paling dominan dan diklasifikasikan
sebagai berikut.
a. Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau
pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa
mengembangkannya. Dalam arti meningkatkan kemampuannya
dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri
adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus.
Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan
berbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehinggu mampu
memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya
agar apa yang disampaikan itu betul-betul dimiliki oleh anak didik.
Juga seseorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam
merumuskan TPK memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai
sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada
kelas. Sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembangan
anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai
180
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
181
Manajemen Berbasis Sekolah
182
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
183
Manajemen Berbasis Sekolah
184
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
185
Manajemen Berbasis Sekolah
Dari jabatan dan pangkat yang dicapai guru, maka guru dapat
diberi jabatan struktural dalam organisasi pendidikan dan atau
institusi lain yang berhubungan dengan kepentingan pendidikan.
Peraturan tentang jabatan struktural diatur dalam Keputusan
Presiden RI nomor 9 tahun 1985 tentang Jenjang Pangkat dan
Tunjangan Jabatan Struktural yang telah diganti dengan Peraturan
Pemerintah nomor 13 tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah nomor 100 tahun 2000 tentang pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam jabatan struktural dan diubah dengan Peraturan
Presiden RI nomor 3 tahun 2006.
186
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
187
Manajemen Berbasis Sekolah
188
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
189
Manajemen Berbasis Sekolah
190
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
191
Manajemen Berbasis Sekolah
192
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
193
Manajemen Berbasis Sekolah
194
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
195
Manajemen Berbasis Sekolah
mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk
membantu guru dalam memahami materi yang masih dianggap
sulit atau membantu memecahkan masalah yang muncul di kelas,
maupun berbagai metode pembelajaran untuk menemukan cara
yang paling sesuai dalam membentuk kempetensi tertentu.
MGMP dan KKG juga dapat menyusun dan mengevaluasi
perkembangan kemajuan belajar. Evaluasi kemajuan dilakukan
secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan
rencana berikutnya. Kegiatan MGMP dan KKG yang dilakukan
dengan intensif, dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan
diri guru untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru serta
menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang yang
diajarkan.
Beberapa sekolah yang telah mengembangkan kegiatan
MGMP dan KKG secara efektif pada umumnya dapat mengatasi
berbagai kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan
siswa, bukan saja dalam kegiatan belajar mengajar tetapi dalam
kegiatan lainnya di sekolah, bahkan masalah pribadipun dapat
dipecahkan. Oleh karena itu, kegiatan MGMP dan KKG ini perlu
dihidupkan dan diluruskan agar dapat dijadikan sebagai wadah
guru untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah melalui
peningkatan mutu pembelajaran (effective teaching).
Melalui MGMP dan KKG, guru dapat mengembangkan diri,
dengan cara saling melengkapi pengetahuan dan pengalaman.
Banyak guru yang setelah di angkat dan ditempatkan dengan bekal
ilmu pengetahuan yang dimiliki selama mengikuti pendidikan
formal sebagai calon guru di Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) seperti Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) di Universitas, atau di Sekolah Tinggi
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) atau Intitut Keguruan dan
196
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
197
Manajemen Berbasis Sekolah
198
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
199
Manajemen Berbasis Sekolah
200
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
201
Manajemen Berbasis Sekolah
202
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
203
Manajemen Berbasis Sekolah
204
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
205
Manajemen Berbasis Sekolah
206
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
207
Manajemen Berbasis Sekolah
208
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
209
Manajemen Berbasis Sekolah
210
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
211
Manajemen Berbasis Sekolah
212
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
213
Manajemen Berbasis Sekolah
214
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
215
Manajemen Berbasis Sekolah
216
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
217
Manajemen Berbasis Sekolah
218
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
219
Manajemen Berbasis Sekolah
220
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
221
Manajemen Berbasis Sekolah
222
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
223
Manajemen Berbasis Sekolah
224
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
225
Manajemen Berbasis Sekolah
Keterangan:
1. Nilai PKG (skala 100) maksudnya nilai PK Guru Kelas/Mata
Pelajaran, Bimbingan dan Konseling/Konselor atau tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah
dalam skala 0-100 menurut Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 16 Tahun 2009.
2. Nilai PKG adalah nilai PK GURU Kelas/Mata Pelajaran,
Bimbingan dan Konseling/Konselor atau pelaksanaan tugas
tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang
diperoleh dalam proses PK GURU sebelum diubah dalam
skala 0-100 menurut Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 16 Tahun 2009.
226
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
227
Manajemen Berbasis Sekolah
228
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
229
Manajemen Berbasis Sekolah
230
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
231
Manajemen Berbasis Sekolah
232
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
233
Manajemen Berbasis Sekolah
234
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Bab 8
Manajemen Pendukung Lainnya
235
Manajemen Berbasis Sekolah
236
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
237
Manajemen Berbasis Sekolah
238
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
239
Manajemen Berbasis Sekolah
240
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
241
Manajemen Berbasis Sekolah
242
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
243
Manajemen Berbasis Sekolah
244
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
245
Manajemen Berbasis Sekolah
sekolah juga akan baik dan tinggi. Agar tercipta hubungan kerja
sama yang baik antar sekolah dan masyarakat, masyarakat perlu
mengetahui dan memiliki gambaran dan kondisi sekolah ini dapat
diinformasikan kepada masyarakat melalui laporan kepada orang
tua peserta didik, buletin bulanan, penerbitan surat kabar, pameran
sekolah, open house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke rumah
peserta didik, penjelasan staf sekolah, peserta didik, radio dan
televisi, serta laporan tahunan.
Kepala sekolah yang baik merupakan salah satu kunci untuk
bisa menciptakan hubungan yang baik antar sekolah dan
masyarakat secara efektif. Oleh karena harus menaruh perhatian
tinggi tentang apa yang terjadi pada peserta didik di sekolah dan
apa yang dipikirkan orang tua tentang sekolah. Kepala sekolah
dituntut untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan
hubungan kerja sama yang baik antara sekolah dan masyarakat
guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efesien.
Saat hubungan yang harmonis ini dilaksanakan, maka akan
membentuk iklim, misalnya:
1. Saling berpengertian antara sekolah, orangtua, masyarakat,
dan lembaga-lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk
dunia kerja.
2. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena
mengetahui manfaat, arti, dan pentingnya peranan masing-
masing.
3. Kerjasama yang erat antara sekolah dengan berbagai pihak
yang ada di masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung
jawab atas suksesnya pendidikan di sekolah.
Melalui hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan
hubungan sekolah dengan masyarakat yaitu terlaksananya proses
246
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
247
Manajemen Berbasis Sekolah
248
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
249
Manajemen Berbasis Sekolah
250
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Daftar Pustaka
251
Manajemen Berbasis Sekolah
252
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/taksonomi-bloom-
yang-baru/
Husnan, S. (1992). Manajemen Keuangan: Teori dan Penerapan.
Yogyakarta: BPFE.
Imron, A. (2011). Manajemen Peserta Didik berbasis Sekolah.
Jakarta: Bumi Aksara.
Irianto, Y. B., & Sa’ud, U. S. (2012). Desentralisasi Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Riduwan (ed.). Manajemen
Pendidikan (hal. 21-66). Bandung: Alfabeta.
Jones, D. P. (1984). Higher Education Budgeting at the State
Level: Concepts and Principles. Boulder, Colorado: National
Center for Higher Education Management Systems.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Kurniawati, E., & Roesminingsih, E. (2014). Manajemen
Kesiswaan di SMA Negeri Mojoagung Jombang. Jurnal
Inspirasi Manajemen Pendidikan, 4(4), 206-213.
Kusmintardjo. (1991). Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah.
Malang: IKIP Malang.
Majid, A., & Andayani, D. (2004). Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2009). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nawawi, H. (1981). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Gunung
Agung.
Nurgiyantoro, B. (1988) Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan
Sastra. Yogyakarta: BPFE.
253
Manajemen Berbasis Sekolah
254
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
255
Manajemen Berbasis Sekolah
256
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
257
Manajemen Berbasis Sekolah
258
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Glosarium
259
Manajemen Berbasis Sekolah
260
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
261
Manajemen Berbasis Sekolah
Kode etik profesi, suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya
termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang
memiliki sanksi yang agak uk dalam kategori norma hukum
yang didasari kesusilaan.
Kompetensi, merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan
diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan
Kualitas pelayanan, upaya pemenuhan kebutuhan yang dibarengi
dengan keinginan konsumen serta ketepatan cara
penyampaiannya agar dapat memenuhi harapan dan kepuasan
pelanggan tersebut.
Muatan lokal, kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak
dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Otonomi, hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusannya dan kepentingan
organisasi setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Otorisator, Pejabat yang memiliki wewenang untuk melakukan
tindakan-tindakan yang akan membawa kearah penerimaan
dan pengeluaran dana anggaran (APBN).
Pembelajaran kontekstual, suatu proses pendidikan yang holistik
dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan
materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
(konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat
diterapkan (ditransfer) dari satu konteks ke konteks lainnya.
262
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
263
Manajemen Berbasis Sekolah
264
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Indeks
A F
Adibah 179, 251. Fattah 10, 252.
Administrasi pendidikan 11, Filosofi pendidikan 93, 148
12, 13, 173, 252, 253,
257. K
Administrator 6, 10, 11, 12, Komite sekolah 38, 52, 59,
38. 62, 63, 67, 68, 71, 72,
Ahmadi 133, 141, 251. 202, 242.
Arikunto 135, 251. Kompensasi 25.
Aspirasi viii, 65, 260. Komponen kurikulum ivx,
41, 84.
B Konselor xiii, 46, 181, 219,
Belajar tuntas xiv, 22, 23, 222, 227, 230, 231, 255.
24, 25, 26, 27, 85. Kemajuan belajar 20, 25,
Bobbitt 34, 252. 38, 158, 162, 197, 199,
212, 237, 238.
E Kalender pendidikan 20, 53,
Effective teaching 197. 59, 60, 82, 207.
Evaluasi belajar 20, 47
265
Manajemen Berbasis Sekolah
266
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
Tentang Penulis
267
Manajemen Berbasis Sekolah
1998 dibimbing oleh Pdt. Drs. Max Jacob, M.Th. (alm.) di bidang
Etika/Moral di program Studi PAK FKIP-UKAW yang berubah
namanya menjadi Program Studi Ilmu Pendidikan Teologi tahun
1998 setelah mengalami akreditasi pertama kalinya dari Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Sejak tahun 1992 sampai sekarang konsentrasi mengasuh mata
kuliah Pengantar Etika dan mata kuliah Moral, serta mata kuliah
Kurikulum Pendidikan Agama Kristen (PAK) di Program studi
Pendidikan Agama Kristen atau Program Studi Ilmu Pendidikan
Teologi (IPT) FKIP-UKAW Kupang. Sedangkan ada mata kuliah
yang diasuh sewaktu-waktu sebagai beban tambahan di Program
studi IPT adalah mengasuh mata kuliah Pengetahuan Alkitab PL
dan Pengetahuan Alkitab PB serta mata kuliah Kepemimpinan
Kristen. Pada tahun 1998-2000 sebagai asisten dosen untuk mata
kuliah Sejarah Gereja Indonesia (SGI) dari Pdt. Dr. Fred Djara
Wellem, M.Th., pada Fakultas Teologia/Filsafat UKAW Kupang.
Pada tahun 2001-2007 menjadi dosen pengasuh mata kuliah
Sejarah Gereja Indonesia (SGI) dan Sejarah Gereja Asia (SGA)
serta Theologia Alkitab Perjanjian Lama pada Program Studi
Lanjut Strata Satu (PSL-S1) dari Guru-guru Pendidikan Agama
Kristen di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atas kerja
sama Bidang Bimas Kristen, Kantor Wilayah Departemen Agama
Propinsi NTT dengan Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK)
Marturia Yogyakarta. PSL-S1 Guru PAK ini kemudian menjadi
cikal bakal didirikannya STAK Kupang pada tahun 2007
selanjutnya dialihkan statusnya menjadi STAK Negeri Kupang
sejak tahun 2012 tetap dipercayakan mengasuh mata kuliah Etika
sampai sekarang.
Di lingkungan FKIP-UKAW penulis juga mengajar mata
kuliah Ilmu Pendidikan seperti Pengantar Pendidikan, mata kuliah
268
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
269
Manajemen Berbasis Sekolah
270
Drs. Lukas Manu, M.Pd. & Jusuf Blegur, S.Pd., M.Pd.
271