Anda di halaman 1dari 9

Model Konseptual Keperawatan Jiwa - Model Perilaku

thinkgoodone.blogspot.com /2012/07/model-konseptual-keperawatan-jiwa-model_8690.html

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Profesi pembedahan adalah profesi yang unik dan kompleks. Dalam melaksanakan
praktiknya, perawat harus mengacu pada model konsep dan teori konservasi yang sudah
ada. Konsep merupakan suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat
diorganisir dengan simbol-simbol yang nyata. Sedangkan konsep perlindungan merupakan
ide untuk menyusun suatu kerangka konsep atau model perlindungan. Model kontekstual
merupakan suatu cara untuk mengamati situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan
perawat di dalamnya.

Model konseptualisasi jiwa sebagai usaha-usaha untuk menguraikan fenomena mengenai


perlindungan jiwa. Teori pembunuhan jiwa digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu
model konsep dalam pembunuhan dan model konsep pembunuhan yang digunakan dalam
menentukan model praktik pembunuhan.

Model lanskap jiwa terdiri dari beberapa pendekatan salah satunya model prilaku. Model
prilaku sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara
stimulus dengan respon yang menyebabkan seseorang memperoleh pengalaman baru.

B.Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami model konteks
jiwa : model prilaku.

2. Tujuan Khusus

Setelah membaa makalah ini siswa diharapkan mampu memahami tentang :

A. Menjelaskan model skenario kemiskinan jiwa

B. Menjelaskan model perilaku

1/9
C. Mengaplikasikan model perilaku pada pemeliharaan jiwa

C.Metode Penulisan
Metode penyusunan makalah ini menggunakan metode deskriptif untuk menyelesaikan
makalah ini yaitu dengan mencari sumber-sumber buku yang ada dan literatur yang lain.

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisannya yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis yang terdiri dari model konteks yang mencakup jiwa, model
perilaku.
BAB III : Kasus terdiri dari penerapan model perilaku pada jiwa
BAB IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Model Konseptual pemeliharaan jiwa

Model adalah contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik tentang fenomena,


menggambarkan teori dari skema konsep melalui penggunaan simbol dan diafragma
(christensen.2009, hal 123 ). Konsep adalah suatu keyakinan yang kompleks terhadap
suatu objek, benda, suatu peristiwa atau fenomena berdasarkan pengalaman dan persepsi
seseorang berupa ide, pandangan atau keyakinan. Model konsep adalah rangkaian
konstruksi yang sangat abstrak dan berkaitan yang menjelaskan secara luas fenomena-
fenomena, menyampaikan asumsi dan mencerminkan masalah. ( christensen.2009, hal 29 )
Teori adalah hubungan beberapa konsep atau suatu kerangka konsep atau definisi yang
memberikan suatu pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena –fenomena
dengan menentukan hubungan spesifik antara konsep tersebut dengan maksud untuk
menguraikan, menerangkan, meramalkan dan atau mengendalikan suatu fenomena. Teori
dapat diuji, diubah atau digunakan sebagai suatu pedoman dalam penelitian. (
christensen.2009, hal 26 )
Model kontekstual merupakan suatu cara untuk mengamati situasi dan kondisi pekerjaan
yang melibatkan perawat di dalamnya. Model pemandangan yang menampilkan
pemandangan bagi organisasi dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka
terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga
dan mengetahui apa yang harus perawat kerjakan. Konsep perlindungan terus
dikembangkan dan diterapkan serta diuji melalui pendidikan dan praktik keperawatan (
christensen.2009, hal 29). Tujuan dari model konflik (christensen.2009, hal 33) :
1. Menjaga konsistensi pelestarian.
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan tidak terlaksananya pemeliharaan oleh tim
penyebab kematian.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.

2/9
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan penyelamatan bagi setiap anggota
tim yang melakukan bunuh diri.
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan
mempertahankan perilaku paien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien
atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American
Nurses' Association mendefinisikan aborsi kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi
praktik pembedahan yang menerapkan teori perilaku manusia sebaai ilmunya dan
penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya (Stuart. 2007, hal. 2).
B.Model Perilaku
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul jika hubungan antara
stimulus dan respons tidak terkondisikan dengan baik oleh seorang individu sehingga
menimbulkan kecemasan yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan jiwa.
Behaviorism sebagai ilmu psikologi timbul dari rcaksi terhadap model introspeksi yang
berfokus pada isi dan opcrasi pikiran. Behaviorismadalah ilmu psikologi yang berfokus pada
perilaku yang dapat diamati dan apa yang dapat dilakukan individu secara eksternal untuk
mengubah perilaku. Ilmu ini tidtak berupaya menjelaskan cara kerja pikiran ( videbeck.2008
hal 66 ).
Para ahli behaviorismyakin bahwa perilaku dapat diubah oleh sisteni pujian dan hukuman.
Untuk individu dewasa, menerima gaji secara teratur merupakan umpan balik positif yang
konstan. Gaji merupakan umpan balik positif yang kontinu dan merupakan salah satu alasan
individu terus bekerja setiap hari dan berupaya melaksanakan tugas de- ngan baik. Gaji ini
membantu memotivasi perilaku positif di tempat kerja. Apabila seseorang tidak menerima
gaji, ia kemungkinan besar berhenti bekerja ( videbeck. 2008 hal 66 ).
Apabila seorang pengendara motor terus- menerus mengebut (perilaku negatif dan tidak
pernah tertangkap, ia cenderung terus mengebut. Apabila pengendara tersebut ditilang
(umpan balik negatiO, ia cenderung mengurangi kecepatan motor- nya. Akan tetapi, jika
pengendara tersebut tidak ditangkap karena mengebut selama empat minggu berikutnya
(umpan balik negatif dihilangkan), ia cenderung kembali mengebut ( videbeck. 2008 hal 66 ).
1. Edward Lee Thorndike (1874 - 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara
peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). ( videbeck, 2008 hal 66 )
a Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
b Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa
supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-
percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari
belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting lerning” dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang

3/9
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon
ini mengikuti hukum-hukum berikut ( videbeck. 2008, hal 66 ) :
a Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan
kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang/dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut ( videbeck. 2008 hal
67 ):
a Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan bahwa pada
individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam
respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang
dihadapi.
b Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang
tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan
keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum ini mengatakan
bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja
sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).
d Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat melakukan
respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah
dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi
baru. Makin banyak unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
e Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini mengatakan bahwa
proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara
tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit
demi sedikit unsur lama.
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain ( videbeck. 2008 67 ):
a Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.
b Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk
perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
c Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya
saling sesuai antara stimulus dan respon.
d Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang lain
maupun pada individu lain.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849 - 1936)

4/9
Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan
Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, di mana perangsang asli dan netral
dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan
reaksi yang diinginkan. Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing ( cheney. 2004,
hal 11 ):
a US (unconditioned stimulus) = stimulus asli atau netral: Stimulus tidak dikondisikan
yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon, misalnya daging dapat merangsang
anjing untuk mengeluarkan air liur.
b UR (unconditioned respons): disebut perilaku responden (respondent
behavior) respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur
anjing keluar karen anjing melihat daging.
c CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang tidak dapat
langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan respon perlu dipasangkan dengan
US secara terus-menerus agar menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan
anjing mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
d CR (conditioning respons): respons bersyarat, yaitu rerspon yang muncul dengan
hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena anjing mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat diketahui bahwa
daging yang menjadi stimulus alami (UCS = Unconditional Stimulus = Stimulus yang tidak
dikondisikan) dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan (CS
= Conditional Stimulus = Stimulus yang dikondisikan). Ketika lonceng dibunyikan ternyata air
liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Dengan menerapkan strategi Pavlov
ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus
yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya (cheney.
2004, hal 11 ).
3. Burrhus Frederic Skinner (1904 - 1990)
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi
perilaku (behavior modification) antara lain dengan proses penguatan (reinforcement) yaitu
memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun
pada perilaku yang tidak tepat. ( Rantus. 2011, hal 200 )
Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku
operasn (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat
berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. ( Rantus. 2011, hal 200 )
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas Skinner
membuat eksperiment sebagai berikut: dalam laboratorium. Skinner memasukkan tikus yang
telah dilaparkan dalam kotak yang disebut”Skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan
berbagai peralatan, yaitu tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan, lampu yang
dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. ( Rantus. 2011, hal 200 )
Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.
Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan
tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai

5/9
peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shaping. ( Rantus. 2011,
hal 201 )
Yang terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah
pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi
penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku
berkurang atau menghilang. ( Rantus. 2011, hal 201 )
Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dan lain-
lain), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujuim bertepuk tangan,
mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, juara 1 dan sebagainya). ( Rantus. 2011,
hal 201 )
Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda / tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening
berkerut, muka kecewa dan lain-lain). ( Rantus. 2011, hal 201 )
Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain: ( Rantus. 2011, hal 202 )
a Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
b Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwalvariable rasio reinforcer.
g Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori, Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai
salah satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut Skinner hukuman yang baik adalah
anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami
sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba
maupun fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada
siswa. ( Rantus. 2011, hal 202 )
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan
seperti penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua
mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampun yang
diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan
prestasi yang ditunjukkan para siswa; misalnya: penghargaan di bidang bahasa,
matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga. ( Rantus. 2011, hal 200 )

C. Aplikasi Model Perilaku


1. Pandangan tentang penyimpangan perilaku

6/9
Perilaku dipelajari. Penyimpangan terjadi karena manusia telah membentuk kebiasaan
perilaku yang tidak diinginkan. Karena perilaku dapat dipelajari, maka perilaku juga tidak
dipelajari. Perilaku menyimpang terjadi berulang karena berguna untuk mengurangi
ansietas. Jika demikian, perilaku yang lain dapat mengurangi ansietas dapat dipakai sebagai
pengganti.
2. Indikasi model Perilaku
Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya
impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada
pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap,
enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia)
dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat
dan (hipo) mania
3. Proses terapeutik
Terapi merupakan proses pendidikan. Penyimpangan perilaku tidak dihargai. Perilaku yang
lebih produktif dikuatkan. Terapi relaksasi dan latihan keasertifan merupakan pendekatan
perilaku.
4. Peran pasien dan terapis
Pasien. Mempraktekan teknik perilaku yang digunakan. Mengerjakan pekerjaan rumah dan
penggalakan latihan. Pasien membantu mengembangkan hierarki perilaku.
Terapis. Mengajar pasien tentang pendekatan perilaku, membantu mengembangkan hierarki
perilaku, dan menguatkan perilaku yang diinginkan.

BAB III
KASUS
A. Kasus
Klien bernama surya dengan umur 18 tahun. Mahasiswa yang nakal, susah ditegur dan
sering mendapatkan masalah disekolah. akibatnya masalah sekolahnya terganggu, karena
tugas – tugas kuliah tidak pernah dikerjakan. masalah yang paling utama adalah dia sering
tidak masuk kuliah karena tidak mau mengikuti ujian, pada saat dikelas dia selalu diam dan
suka melawan dosen serta mengganggu teman.
B. Analisa Masalah
Pada saat ditanya kepada klien, rupanya klien kecewa kepada salah satu dosen yang
sepertinya tidak menyukainya selain itu klien memiliki masalah keluarga dikarenakan orang
tua klien yang tidak pernah perduli dengan masalah klien. Tapi setelah melihat akibat dari
apa yang telah dilakukannya seperti kuliahnya yang terbengkalai, klien merasa menyesal
dan ingin berubah.
1. Thorndike
Pertama kita akan menggunakan hukum kesiapan yaitu dengan cara melihat apakah
individu tersebut siap berubah, dan setelah itu menggunakan hukum latihan yaitu hukum
yang melatih perilaku yang baik agar asosiasi semakin kuat setelah dengan menggunakan
hukum akibat yaitu apakah hasil dari latihan tersebut memuaskan atau tidak. Jika
memuaskan akan membuat stimulus dan respons yang semakin kuat.

7/9
a Hukum kesiapan
Pertama – tama perawat perlu mengetahui secara mendalam ( inquiry ) bahwa klien benar –
benar ingin berubah. Kemudian barulah kita memberikan tugas berupa hukuman kepada
klien untuk mengerjakan tugas kuliahnya yang telah dia tinggalkan, dan memberikan laporan
kepada perawatnya. setelah kien berhasil mengerjakan hukuman atau tugas dari perawat
barulah kita ketahap yang kedua.
b Hukum latihan
Yang harus dilakukan perawatdalam tahap ini adalah memberikan sebuah solusi kepada
klien berupa tugas atau hukuman yang diberikan perawat kepada klien tapi dengan latihan
yang berulang – ulang. Perawat memberikan hukuman kepada klien agar klien berpartisipasi
dalam segala kegiatan kuliah dari inroom ( seperti diskusi kelompok, bimbingan belajar, dll )
maupun outroom ( seperti pengabdian masyarakat, kegiatan ekskull )
c Hukum akibat
Setelah tahap kedua dilewati, kemudian masuklah ketahap yang ketiga. Dalam tahap ini
perawat tidak perlu memberikan tugas atau hukuman kepada klien tetapi perawat perlu
mengetahui apa respons pasien setelah melakukan hukum latihan apakah memuaskan atau
tidak memuaskan, sehingga keputusan berubah kita letakkan kepada klien.
2. Pavlov
Dengan memberikan stimulus yang netral ditambah dengan stimulus yang tidak netral
sehingga menimbulkan respons yang bersyarat.
Pertama yang harus kita lakukan adalah memberikan suatu solusi kepada klien dengan cara
memberikan sebuah stimulus yang dikondisikan sehingga menghasilkan respon yang
terkondisikan. Dengan cara memberikan pasien sebuah penyelesaian masalah ( stimulus )
sehingga menghasilka perilaku yang positif ( respons ). Kita memberikan sebuah syarat
yang perlu pasien lakukan jika klien ingin berubah syarat pertama klien harus aktif dalam
perkuliahan dan selalu masuk kuliah, kedua klien harus mulai berkomunikasikan kepada
orang tuanya segala keluhan dan apa yang klien inginkan dari orang tua, syarat ketiga klien
harus mematuhi segala peraturan yang terdapat di kampus, syarat yang ketiga klien harus
mengerjakan tugas perkuliahan, syarat keempat klien harus melaporkan kepada perawat
apa yang klien rasakan setiap harinya dengan cara mobile dan/dengan saksi dari dosen
serta orang tua. Kemudian perawat harus melihat respons dari syarat – syarat tersebut.
3. Skinner
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya
penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment). Penguatan dan
Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas
bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi
yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Yang harus dilakukan perawat dalam model ini adalah perawat memberikan penguatan
kepada klien. Dengan cara perawat berkerjasama dengan orangtua agar memberikan
sebuah hadiah kepada klien jika klien berubah. Hadiah dapat berupa benda ataupun
perhatian yang lebih jika dia dapat berubah.
BAB IV

8/9
Penutup
A. Kesimpulan
Model perencanaan pembedahan mempunyai fungsi sebagai perencanaan pedekatan
penyelesaian masalah perdarahan. Rancanga tentunya merupakan rencana kerja yang
berfungsi sebagai gambaran kepada perawat untuk menyelesaikan masalah perdarahan.
Model konsep keperawan jiwa digunakan perawatan sebagai senjata dasar dalam
menyelesaikan masalah gangguan kesehatan jiwa. Model konteks kematian jiwa
menggambarkan bagaimana seseorang perawat dapat menyelesaikan suatu masalah
kematian yang mempunyai kerangka konsep yang profesional.
Salah satunya adalah model konteks perilaku yang menyelesaikan masalah jiwa dengan
melihat interaksi antara stimulus dan respon yang berasosiasi dengan baik.
B.saran ​
1. Perawat dalam menyelesaikan masalah kematian jiwa dengan model perilaku yang
harus diperhatikan terfokus pada bagaimana hubungan stimulus dan respon dari individu
sehingga perawat bisa mencegah timbulnya kecemasan yang mengakibatkan gangguan jiwa
pada individu.
2. Pendidikan pembasmian : dalan model pengajaran perilaku harus memberikan
penjelasan dan gambaran metode ini sehingga para mahasiswa perawat dapat mengerti
konsep dasarnya.

9/9

Anda mungkin juga menyukai