Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lira Yusnidar

NIM : 13020323410011
Rangkuman materi tindak tutur, implikatur, strategi kesantunan, dan kajian wacana
dalam Pragmatik
A. Tindak tutur
Tindak tutur merupakan tindak sosial yang dilakukan melalui tuturan. Dalam hal ini tuturan
dapat berupa pertanyaan, larangan, perintah, pernyataan dan lain sebagainya. Pada saat
dilakukannya. Austin dalam bukunya berpendapat bahwa semua tuturan/ ujaran yang
mengandung makna apa pun menunjukkan kekuatan komunikatif tindakan dari suatu tuturan.
Dalam hal ini berarti bahwa setiap tuturan menunjukkan kemampuannya untuk mencapai
tujuan dari tuturan tersebut diutarakan dalam peristiwa komunikasi. Kekuatan komunikatif
tidak lekang dari pemahaman konteks serta kepekaan dari mitra tutur/lawan tutur pada
peristiwa tutur. Dalam tindak tutur terdapat tiga step yaitu:
- Tindak Lokusi
Tindak tutur lokusi merupakan tindak mengatakan sesuatu (The act of saying
something). Seperti contoh tindak dalam memberikan informasi “hari ini cuaca panas”
yang memberikan informasi kepada mitra tutur.
- Tindak Ilokusi
Tindak sosial yang dilakukan berdasarkan sesuatu yang dikatakan (The act of doing
so. mething by saying something). Seperti contoh “Saya akan menjemputmu pukul
14.00” yang mengandung makna tindak “berjanji”
- Tindak Perlokusi
Tindak sosial sebagai hasil dari efek atau dampak yang diterima oleh mitra tutur dari
sebuah tuturan. Dalam hal ini capaian yang diharapkan dari tuturan tersebut. Seperti
contoh “Saya akan menjemputmu pukul 14.00”. Penutur melakukan tindak berjanji
yang membuat mitra tutur mengharapkan kedatangan penutur dalam memenuhi
janjinya.
Secara general terdapat 5 fungsi yang dilakukan dari tindak tutur.
- Deklaratif, tuturan yang mengandung makna tindak deklarasi (memiliki otoritas)
- Representative, tuturan yang mengandung makna tindak menyampaikan informasi
yang dapat divalidasi kebenerannya.
- Ekspresif, tuturan yang mengandung makna tindak sebagai ungkapan ekspresi (emosi,
perasaan).
- Direktif, tuturan yang mengandung makna tindak berusaha untuk membuat mitra tutur
melakukan sesuatu (perintah, permintaa, memberi saran)
- Komisif, tuturan yang mengandung makna tindak untuk berkomitmen terhadap mitra
tutur untuk masa yang akan akan datang (janji, ancaman)
Setiap tuturan mengandung makna daya lokusi dan ilokusi. Dalam menyampaikan tuturan
pada peristiwa tutur sering terjadinya perbedaan makna antara penutur dengan mitra tutur.
Dimana daya ilokusi terkandung dalam tuturan tidak tersampaikan / tidak dapat dipahami
oleh mitra tutur. Permasalahan ini dapat diatasi dengan du acara yaitu:
1. IFIDs (Illocutionary Force Indicating Devices)
Ungkapan/ tuturan yang masih memiliki celah atau ruang untuk ditempatkannya secara
eksplisit kata kerja yang menyebutkan tindakan ilokusi yang dilakukan. Kata kerja tersebut
dinamakan kata kerja perfomatif. IFIDs dapat dikenali dengan urutan kata dalam tuturab,
tekanan serta intonasi dalam menyampaikan tuturan.
Seperti contoh : Dia lumpuh! = memberi informasi
Dia lumpuh? = membutuhkan klarifikasi
Kenapa dia lumpuh? = membutuhkan informasi
2. Felicity Condition
Tuturan dapat dimaknai mitra tutur dengan keadaan / latar belakang penutur harus memenuhi
kriteria. Sehingga tindak ilokusi tuturan harus melihat/ cek dari felicity condition. Seperti
contoh: “ Saya menyatakan bahwa anda sudah menjadi pasangan suami istri yang sah”.
Orang yang tepat untuk menyatakan tuturan tersebut harusla seseorang yang memiliki otoriter
terhadap bidang tersebut seperti pendeta yang memiliki otoriter dalam memberkati
pernikahan. Felicity Condition meliputi authority (person, time, manner) dan sincerity
(verbal, intonational, behavioural)
Selanjutnya tindak tutur terbagi dua yaitu tindak tutur langsung dan tidak langsung. Tindak
tutur langsung yaitu hubungan secara langsung antara bentuk struktur dengan fungsi
komunikatif dari tuturan. Hubungan tersebut yang meliputi bentuk struktural terdiri dari
bentuk deklaratif, interogatif, dan imperative dan fungsi komunikatif tuturan meliputi fungsi
pernyatan, pertanyaan, perintah dan permintaan. Tindak tutur langsung yang menghubungkan
bentuk struktur dengan fungsi komunikatif yaitu seperti contoh “ Dia menanam pohon
manga” yang menghubungkan (deklaratif- pernyataan). Sedangkan contph tindak tutur tidak
langsung seperti contoh “Anda berdiri di depan TV” yang memiliki bentuk struktu deklaratif
tapi tidak berfungsi sebagai pernyataan melainkan perintah/permintaan untuk berpindah.
B. Implikatur
Implikatur merupakan makna yang terkandung secara tersirat dari penutur melalui tuturan
yang berbeda dari yang apa yang dituturkan dalam peristiwa tutur. Seperti contoh “Apakah
kamu mengerti mengenai algoritma”. Kalimat tersebut dituturkan kepada mitra tutur
memiliki makna yang berbeda dimana makna yang dapat dilihat dari bentuk strukturnya
merupakan pertanyaan yang membutuhkan konfirmasi ya atau tidak namun ada makna lain
dimana penutur ingin mitra tutur mengajarinya mengenai algoritma. Implikatur terdapat dua
tipe yaitu :
- Implicature conventional
Implikatur yang maknanya ditentukan oleh kata-kata yang digunakan. Seperti contoh :
“Dia tidak sekolah, sehingga dia tidak sopan” Pada tuturan tersebut penutur tidak
secara langsung menyatakan bahwa penyebab dari “dia” tidak sopan disebabkan tidak
sekolah padahal kesopanan seseorang tidak diukur dari tingkat pendidikan. tetapi
bentuk ungkapan tersebut secara konvensinal berimplikasi bahwa keduanya memiliki
hubungan yang erat.
- Implicature convertational
Implikasi yang diperoleh dari asumsi percakapan tidak hanya makna kata-kata yang
ada dalam tuturan secara linguistik. Dalam melakukan percakapan hendaknya penutur
menerapkan prinsip kerjasama yang baik yang terdiri dari maksim kuantitas
(memberikan informasi yang diperlukan), kualitas (tidak memberikan informasi yang
salah), relasi ( informasi yang relevan) , dan tata karma atau cara ( bersikap teratur
dan menghindari memberikan informasi yang bersifat ambiguitas). Implikatur ini
terdapat dua jenis yaitu : Implikatur yang dapat diketahui kesimpulan dari tuturan
tanpa harus menyertakan/ mengacu pada konteks tertentu dan implikatur yang dapat
diketahui kesimpulan dari tuturan tersebut dengan konteks yang lebih spesifik.
C. Strategi Kesantunan
Menurut Keraf (1991) mengemukakan bahwa kesantunan berbahasa adalah memberikan
penghargaan kepada orang yang diajak berbicara, khususnya pendengar dan pembicara yang
dimanisfestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Kesantunan mengacu pada bagaimana
ketika dua orang berada dalam konteks sedang melakukan peristiwa tutur maka keduanya
memberikan perhatian lebih kepada lawan tutur sebagai penghargaan sehingga disebut
santun. Beberapa pakar yang menulis mengenai kesantunan berbahasa. Robin Lakoff yang
mengemukakan bahwa ada tiga kaidah yang dipatuhi agar tuturan terdengar santun yaitu
formalitas yang bertujuan agar penutur dan mitra tutur merasa nyaman serta tuturan tidak
bersifat memaksa, ketidaktegasan yaitu adanya pilihan-pilihan dalam bertutur harus saling
diberikan, dan kesekawanan sehingga sifatnya ramah satu sama lain. Bruce Fraser yang
berpendapat bahwa kesantunan merupakan property yang diasosiasikan dengan tuturan dan
penutur tidak melampaui hak-haknya dan memenuhi kewajibannya. Brown Levinson yang
mengemukakan kesantunan berbahasa berkisar ata nosi muka yang dibagi menjadi dua yaitu
nosi muka negative dan nosi muka positif. Nosi muka negative dimana mengacu pada citra
diri setiap orang yang ingin dihargai dengan cara memberikan kebebasan kepada lawan tutur.
nosi muka positif dimana mengacu pada citra diri setiap orang memiliki keinginan, apa yang
dimiliki, dana pa yang dilakukan mendapat pengakuan dari orang lain sebagai sesuatu yang
baik dan patut untuk dihargai. Selanjutnya Geoffrey Leech yang menjabarkan kesantunan
dengan prinsip yang terdiri dari maksim yaitu maksim kearifan, kedermawanan, pujian,
kerendahan hati, kecocokan, kesimpatian. Dari maksim-maksim tersebut dapat dilihat bahwa
Leech lebih berusaha agar tidak terjadinya ketimpangan dalam melakukan peristiwa tutur
dengan lawan tutur dengan memfokuskan pada lawan tutur.

D. Analisis Wacana
Dalam pragmatik, analisis wacana bertujuan untuk mengetahui makna dari sebuah wacana
yang berada diluar dari teks tersebut. Makna dari wacana dibuat oleh pembaca/ pengguna
wacana atau teks tersebut. Makna dari sebuah wacana dapat diketahui dari kohesi dan
koherensinya sebuah teks/wacana. Makna dapat dibentuk apabila wacana kohesi maksudnya
berdasarkan pada bentuk-bentuk linguistik yang ada dalam wacana (Struktur). Selanjutnya
koherensi yaitu makna yang terbentuk akibat dari faktor diluar linguistik yaitu latar belakang
pembaca/pendengar yang mencakup pengetahuan, pengalaman, kebiasaan. Dua teks/wacana
secara kohesi dapat memiliki struktur yang sama namun jika ditinjau dari koherensi dapat
memiliki makna yang berbeda. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang menimbulkan makna
berbeda dari setiap pembaca. Latar belakang pengetahuan diantaranya skema yang
merupakan struktur atau pola pengetahuan yang ada dalam benak seseorang dan frame yaitu
skema yang melekat dan tetap dari suatu budaya sehingga biasanya frame dapat menjadi
prototype dari satu budaya.

Anda mungkin juga menyukai