Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

KLIMATOLOGI DASAR

PENYIANGAN DAN PENYEMPROTAN TANAMAN JAGUNG

OLEH:
ABDURRAHMAN RAFIF
NIM. 2206110623

AGROTEKNOLOGI – A

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
LEMBAR PENGESAHAN

PENYIANGAN DAN PENYEMPROTAN TANAMAN JAGUNG

PEKANBARU, 20 OKTOBER 2023

PRAKTIKAN

ABDURRAHMAN RAFIF
NIM. 2206110623

MENGETAHUI

ASISTEN PRAKTIKUM I ASISTEN PRAKTIKUM II

NAFADHILAH ASTRIANI MUTHIYA WILANDA AMALIA


NIM. 1806111818 NIM. 1806110326

ASISTEN PRAKTIKUM III ASISTEN PRAKTIKUM IV

MAULANA ISHAK AGUSTRA LEONARDI


NIM. 1906156205 SIPAHUTAR
NIM. 1906155290

ASISTEN PRAKTIKUM V ASISTEN PRAKTIKUM VI

EVELYN CINDY SINAGA YUSRI WANDI


NIM. 1906111677 NIM. 1906124467
I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Klimatologi (berasal dari bahasa Yunani Kuno κλίμα, klima, "tempat,

wilayah, zona"; dan -λογία, -logia "ilmu") adalah studi mengenai iklim, secara

ilmiah didefinisikan sebagai kondisi cuaca yang dirata-ratakan selama periode

waktu yang panjang. Menurut Gibbs (1978), klimatologi adalah peluang statistik

berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin dan kelembapan yang

terjadi di suatu wilayah yang terjadi dalam kurun waktu yang panjang.

Klimatologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mencari gambaran dan

penjelasan mengapa iklim dan cuaca di berbagai tempat di bumi bias berbeda,

serta bagiaman hubungan antara iklim dengan kehidupan manusia sehari-hari.

Klimatologi merupakan salah satu dari cabang-cabang ilmu geografi yang sering

disejajarkan dengan meteorologi karena memiliki kemiripan, namun keduanya

memiliki perbedaan mendasar dalam kajiannya, meteorologi fokus megkaji proses

di atmosfer sedangkan klimatologi lebih mengkaji pada hasil akhir dari proses-

proses atmosfer. Pada intinya baik meteorologi dan klimatologi sama-sama

memiliki pengaruh yang besar dalam proses pengamatan prakiraan cuaca.

Jagung (Zea mays L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi

kehidupan manusia dan hewan. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga

merupakan bahan bakumakanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di

Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat

konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk

Indonesia. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan penting, namun tingkat

produksi belum optimal.


Penyiangan jagung adalah proses penghilangan gulma yang tumbuh

bersamaan dengan tanaman jagung. Penyiangan dapat dilakukan secara manual

dengan tangan atau menggunakan alat bantu mekanis, seperti cangkul atau mesin

penyiangan. Kegiatan penyiangan jagung dilakukan pada periode pertumbuhan

tanaman, biasanya pada fase awal pertumbuhan, ketika tanaman jagung masih

rentan terhadap persaingan gulma. Pentingnya penyiangan jagung terletak pada

fakta bahwa pengendalian gulma yang efektif akan membantu tanaman jagung

tumbuh dengan lebih baik, meningkatkan hasil panen, dan mengurangi

ketergantungan pada penggunaan herbisida kimia. Selain itu, penyiangan jagung

juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan, karena mengurangi pencemaran

lingkungan akibat penggunaan bahan kimia pertanian.

Penyemprotan merupakan salah satu metode yang efektif dalam

pengendalian hama dan penyakit pada jagung. Penyemprotan menggunakan

pestisida atau fungisida yang sesuai dapat membantu meminimalkan kerugian

akibat serangan hama dan penyakit. Namun, penting untuk melaksanakan

penyemprotan dengan tepat, mengikuti panduan yang disarankan, dan

memperhatikan aspek lingkungan serta kesehatan manusia. Selain itu,

peningkatan kesadaran akan pentingnya penyemprotan yang tepat dan aman perlu

disosialisasikan kepada para petani. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko

penyalahgunaan pestisida yang dapat berdampak negatif pada lingkungan dan

kesehatan manusia.

I.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan penyiangan dan penyemprotan jagung adalah untuk

mengurangi persaingan antara tanaman dengan gulma, pengendalian hama dan


penyakit untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung serta pengurangan

penggunaan dari herbisida kimia untuk kegiatan penyiangan.

I.3 Manfaat

Manfaat dari mengikuti praktikum ini adalah mengetahui bahwa kegiatan

penyiangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung yang

sudah ditanam agar penggunaan bahan kima dan juga mengetahui cara

meningkatkan hasil panen tanaman jagung.


II TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan tanaman adalah salah satu proses yang penting karena merupakan

faktor yang menentukaan keberlangsungan dari pertumbuhan tanaman kita.

Kebanyakan petani cenderung melewati beberapa tahapan perawatan ini dengan

alasan mengehemat biaya yang dikeluarkan. Perawatan tanaman itu meliputi

kegiatan penyiraman tanaman secara rutin, pemasangan mulsa, pemberian pupuk

secara teratur, pengendalian hama dan penyakit serta pemberian naungan atau

perlindungan pada tanaman. Seperti yang kita ketahui pupuk adalah bahan yang

berfungsi sebagai pemberi unsur atau zat makanan (unsur hara) pada tanaman

yang dimanfaatkan pertumbuhan tanaman (Juanda, 2005).

Penyiangan dilakukan apabila di sekitar tanaman jagung tumbuh gulma

yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyiangan dilakukan 2 minggu

sekali dengan menggunakan tangan atau cangkul kecil. Penyiangan dilakukan

setelah tanaman berumur 15 hst (Prihatman, 2000). Penyiangan dilakukan pada

waktu tanaman jagung berumur kurang lebih 15 hst atau pertumbuhan tanaman

mencapai setinggi lutut. Alat bantu yang digunakan dapat menggunakan tangan,

koret, atau cangkul. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut seluruh gulma

secara hati- hati agar tidak merusak akar tanaman jagung. Setelah dilakukan

penyiangan tanah di sekitar tajuk digemburkan, kemudian dibumbun pada bidang

pangkal batang tanaman jagung sehingga membentuk guludan kecil (Rukmana,

2012).

Pada tanaman yang telah berumur 14 hst, biasanya tumbuhan pengganggu

telah bermunculan dan mulai mengganggu tanaman pokok. Untuk mengatasi

terbaginya unsur hara didalam tanah oleh tanaman jagung dan gulma, pada saat itu
perlu dilakukan penyiangan. Pada umur tersebut tanaman belum cukup kuat

berdiri dan perakaran masih sedikit, maka penyiangan harus dilakukan dengan

hati-hati. Apabila perlu cukup dengan tangan saja, sehingga kerusakan akar

tanaman tidak terjadi atau dapat ditekan sekecil mungkin (Sarnis, 2016).

Salah satu hal yang menyebabkan rendahnya produksi jagung adalah karena

masalah gulma yang mengganggu tanaman jagung. Keberadaan gulma merupakan

masalah yang terus menghadang dalam budi daya jagung. Menurut Pujisiswanto

dan Hidayat (2008), adanya kompetisi antaran tanaman jagung dan gulma

mengakibatkan produksi jagung mengalami penurunan sebesar 13 – 51%.

Keberadaan gulma pada tanaman juga dapat menimbulkan persaingan yang

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan menurunkan hasil atau

produksi.

Kehadiran gulma pada lahan pertanian jagung tidak jarang menurunkan

hasil dan mutu biji. Penurunan hasil bergantung pada jenis gulma, kepadatan,

lama persaingan, dan senyawa allelopati yang dikeluarkan oleh gulma, secara

keseluruhan, kehilangan hasil yang disebabkan oleh gulma melebihi kehilangan

hasil yang disebabkan oleh hama dan penyakit. Meskipun demikian, kehilangan

hasil akibat gulma sulit diperkirakan karena pengaruhnya tidak dapat segera

diamati. Gulma bersaing untuk mendapatkan unsur hara, air, cahaya dan ruang

tumbuh. jika dibiarkan tanpa pengendalian, gulma dapat menurunkan hasil 20 -

80% (Bilman, 2011). Oleh karena itu perlu dilakukannya penyiangan sebagai

upaya untuk mengurangi kompetisi unsur hara pada budi daya jagung, sehingga

bisa memperoleh hasil yang maksimal. Penyiangan gulma dapat mengurangi

persaingan unsur hara tanah serta cahaya matahari pada tanaman budi daya.
Menurut Fadhly (2007) selain jenis gulma, persaingan antara tanaman dan gulma

perlu pula dipahami, terutama dalam kaitan dengan waktu pengendalian yang

tepat. Penyiangan gulma merupakan cara pengendalian yang sangat praktis, aman

dan efisien dan terutama murah jika diterapkan pada suatu area yang tidak begitu

luas dan di daerah yang cukup banyak tenaga kerja. Pemilihan waktu penyiangan

yang tepat akan mengurangi jumlah gulma yang tumbuh serta dapat

mempersingkat masa persaingan, dalam siklus hidup tumbuhan tidak semua fase

pertumbuhan suatu tanaman budi daya peka terhadap kompetisi dari pada gulma

(Moenandir, 2010), penyiangan gulma yang tepat pada budi daya jagung adalah 3

sampai 4 MST, di mana masa itu merupakan masa krisis tanaman jagung.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan untuk menekan angka tanaman

yang terserang hama atau penyakit agar tidak ada kerugian secara keuangan.

Pengendalian hama ini ada yang pelaksanaannya secara alami dan kimia, untuk

yang secara kimia dilakukan penyemprotan memakai salah satunya adalah

pestisida.

Penggunaan pestisida semakin tahun semakin meningkat sejalan dengan

kebutuhan masyarakat akan proteksi hasil pertaniannya. Pestisida adalah zat untuk

membunuh atau mengendalikan hama. Pestisida digolongkan berdasarkan

penggunaan, sifat kimia, dan sasarannya (Keman, 2018). Penggunaan pestisida

kimia di lapangan masih sangat berlebihan. Adanya penggunaan yang berlebihan

dan tidak mempedulikan bahaya kesehatan dan keselamatan dianggap masih

kurang baik. Faktor kurangnya pengetahuan petani akan penggunaan pestisida

yang benar, serta akibat yang ditimbulkannya bagi manusia maupun lingkungan

menjadi penyebab tidak terkontrolnya penggunaan pestisida. Perilaku penggunaan


pestisida yang tidak sesuai anjuran dimungkinkan oleh faktor yang ada dalam diri

petani yaitu persepsi dan pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida sesuai

anjuran yang masih keliru atau rendah (Asmaliyah et al., 2016).

Menurut Prijono (2006) pada dasarnya petani memakai pestisida lebih dari

satu jenis pestisida dalam setiap pemakaian. Petani pada saat melakukan

pencampuran dan penyemprotan pestisida tidak menggunakan alat pelindung diri

(APD) dengan lengkap. Petani mengaduk pestisida menggunakan sendok kayu,

ranting kayu, bahkan langsung menggunakan tangan pada saat proses

pencampuran pestisida. Petani tidak menggunakan pakaian pelindung atau

celemek untuk menghindari bahaya tumpahan dari pestisida pada saat proses

penyemprotan. Sebagian besar petani hanya menggunakan sepatu boot dan topi.

Petani merasa tidak nyaman jika menggunakan APD lengkap, karena kebanyakan

petani menganggap bahwa APD tidak terlalu penting untuk digunakan dan petani

menganggap baik - baik saja ketika tidak menggunakan APD pada saat

menggunakan pestisida (Mahyuni, 2015).

Paparan pestisida berisiko secara langsung dapat terjadi tidak hanya saat

melakukan penyemprotan, akan tetapi dapat terjadi pada saat proses pencampuran

hingga saat setelah melakukan penyemprotan. Kurangnya kesadaran petani untuk

menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan penyemprotan menjadi

faktor risiko terjadinya keracunan. Petani dapat mengalami mual, pusing, muntah,

iritasi pada kulit, mata berair, pingsan, hingga menyebabkan kematian

(Danudianti et al., 2016).


III METODOLOGI

III.1 Waktu dan Tempat

Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini dilakukan pada hari Jumat, 13

Oktober 2023 pada pukul 16.00 WIB di UPT kebun percobaan fakultas pertanian

universitas Riau dan hidroponik Lab. Mekanisasi fakultas pertanian universitas

Riau.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada kegiatan praktikum ini adalah cangkul, parang,

dan alat penyemprot pestisida.

Adapun bahan yang digunakan pada ini adalah insektisida dan air.

III.3 Metode Pelaksana

III.3.1 Penyiangan Jagung

Adapun metode pelaksanaan kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan alat penyiangan seperti cangkul dan parang.

2. Dibersihkan gulma menggunakan cangkul dan parang.

3. Dibuang gulma yang sudah dibersihkan.

III.3.2 Penyemprotan Jagung

Adapun metode pelaksanaan kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Disiapkan alat penyemprot, air, dan insektisida.

2. Diukur satu tutup botol insektisida untuk 16 liter air.

3. Dicampur insektisida dan air dalam alat penyemprot secara merata, lalu

tutup alat penyemprot.


4. Dihidupkan pompa alat penyemprot lalu disiram secara merata ke tanaman

jagung.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
-

IV.2 Pembahasan

Di Indonesia peranan jagung sangat penting baik sebagai bahan makanan,

bahan baku industri maupun bahan pakan ternak. Pertumbuhan dan hasil jagung,

selain dipengaruhi oleh populasi tanaman, juga dipengaruhi oleh kehadiran gulma

pada pertanaman. Menurut Sundaru et al., (1976), gulma adalah setiap tumbuhan

yang tidak diinginkan tumbuh pada suatu tempat dan waktu tertentu, sehingga

manusia berusaha untuk membrantasnya.

Menurut Soedarsan (1983), ada berbagai cara untuk mengklasifikasikan

gulma yaitu:

1. Klsasifikasi berdasarkan umur atau daur hidup yaitu gulma tahunan

(perennial weed), gulma dua musim (biannual weed) dan gulma semusim

(annual weed).

2. Klasifikasi berdasarkan habitat yaitu: gulma obligat yakni gulma yang

tumbuh pada habitat yang belum ada campur tangan manusia.

3. Klasifikasi berdasarkan kerugiaan yang disebabkan yaitu: gulma keras

atau gulma berbahaya (noxius weed) dan gulma lunak (soft weed).

4. Klasifikasi berdasarkan kesamaan dalam sifat saingan atau respon

terhadap herbisida yaitu: gulma rerumputan (grasses), gulma berdaun

lebar (broad leaf), gulma teki (sedges) dan gulma pakis (fern).

Gulma selalu berada disekitar tanaman, karena gulma tertentu berassosiasi

dengannya. Menurut Rukmana dan Saputra (1999), gulma yang banyak tumbuh
pada areal pertanaman jagung antara lain adalah: Babandotan (Ageratum

conyzoides L.); Putri malu (Mimosa pudica); Jajagoan (Echinochloa crusgalli);

Meniran (Phylanthus niruri L.); Jampang (Digitaria sp.); Teki (Cynodon

dactilon); Gelang atau Krokot (Portulaca oleracea L.); Alang-alang (Imperata

cylindrica L.); Carulang atau belulang (Eleuine indica L.); Das-dasan

(Fimbristylis miliacea L.); Bayam duri (Amarantus spinosus) dan Semanggi

(Marsilea crenata).

Persaingan merupakan proses fisik antara dua jenis tumbuhan yang tumbuh

bersama dalam mengambil sumber daya yang diperlukan untuk pertumbuhannya

(Zimdahl, 1980). Dua atau lebih tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang

sama membutuhkan persyaratan tumbuh yang sama, dan jika salah satu tidak

tersedia dalam jumlah yang cukup maka timbulah persaingan (Moenandir, 1988).

Sumber daya pertumbuhan yang diperebutkan dalam persaingan tersebut antara

lain unsur hara, cahaya, air dan ruang tumbuh (Kuntoharjo, 1980).

Tjitrosoedirdjo et al., (1988) menyatakan bahwa derajat persaingan

dipengaruhi oleh jenis tanaman, spesies gulma, densitas kedua jenis, umur

tanaman dan gulma, lamanya waktu gulma berkompetisi, status kesuburan tanah

dan tersedianya air. Persaingan antara tanaman dengan gulma mengakibatkan

pertumbuhan tanaman menjadi tertekan. Hal ini disebabkan karena gulma tumbuh

lebih cepat, menghabiskan sumber daya lebih banyak, mempunyai daya regenerasi

tinggi sehingga populasinya cepat bertambah, dan daya adaptasinya terhadap

lingkungan sangat memungkinkan gulma tumbuh baik walaupun keadaan

lingkungan kurang mendukung. Gulma juga menunjukkan efek allelopati

terhadap
tanaman, dimana allelopati atau senyawa beracun yang dikeluarkannya

menyebabkan keadaan lingkungan tanaman terganggu dan hal ini kurang

menguntungkan bagi tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman tidak normal dan

tidak mampu berproduksi dengan baik (Moenandir, 1988). Tjitrosoedirdjo et al.,

(1988) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi derajat

kompetisi, yaitu spesies (jenis gulma), densitas tumbuhan, waktu, distribusi

gulma, kultur teknik, jenis (varietas tanaman budidaya) dan pemupukan.

Menurut Rukmana dan Saputra (1999) keberadaan gulma pada areal

tanaman budidaya dapat menimbulkan kerugian, baik dari segi kualitas maupun

kuantitas hasil. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Penurunan hasil pertanian akibat persaingan dalam prolehan air, unsur

hara dan tempat hidup.

2. Penurunan kualitas hasil, misalnya biji tanaman tercampur dengan biji

gulma atau bagian lain dari gulma.

3. Menjadi inang hama dan penyakit.

4. Membuat tanaman keracunan akibat senyawa racun (allelopati) yang

dikeluarkan oleh gulma.

5. Menyulitkan pekerjaan dilapangan dan dalam pengolahan hasil.

6. Bisa merusak atau menghambat penggunaan alat pertaniaan.

7. Mengurangi jumlah dan kualitas air.

8. Menghambat pergerakan air.

Pengendalian adalah mengurangi sebagian dari populasi gulma yang

tumbuh agar tidak merugikan baik secara ekonomis maupun ekologis terhadap
tanaman pokok. Sedangkan tindakan memberantas (eradikasi) hanya ditujukan

terhadap gulma yang sangat merugikan dan hanya terbatas pada tempat-tempat

tertentu.

Pengendalian gulma pada tanaman jagung dapat dilakukan dengan beberapa

cara antara lain : 1) Pengendalian gulma dengan tangan; 2) Pengendalian secara

mekanik yaitu dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti sabit maupun

dengan alat yang lebih modern ; 3) Pengendalian secara kultur teknik yaitu cara

pengendalian yang ditujukan kepada perbaikan lingkungan tempat tumbuh

tanaman seperti mengatur pengairannya dengan baik ; 4) pengendalian secara

biologis yaitu dengan menggunakan ternak seperti itik; 5) pengendalian yang

bersifat kimiawi yaitu dngan menggunakan herbisida yang bersifat selektif seperti

Gramoxone, Zelan-D (bahan aktif 2,4-D); dan 6) Pengendalian secara terpadu

yaitu dengan mengkombinasikan beberapa cara yang telah disebutkan tadi dengan

harapan memperoleh hasil yang lebih baik seperti penyemprotan dengan herbisida

yang dilanjutkan dengan penyiangan dengan tangan dengan tujuan gulma yang

tidak mati akibat penggunaan herbisida tersebut dapat dihilangkan dengan

mencabutnya dengan tangan.

Masalah utama dalam budidaya jagung adalah serangan hama dan penyebab

penyakit. Hama tanaman merupakan organisme atau hewan yang dalam populasi

tertentu dapat mengganggu budidaya tanaman dan menimbulkan kerugian secara

ekonomis (Untung, 1993). Penyakit tanaman didefisnisikan sebagai kegagalan

tanaman melaksanakan satu atau lebih fungsi fisiologisnya karena adanya

gangguan terus-menerus dari patogen atau penyebab penyakit dan menimbulkan

gejala (Agrios, 2005). Sebagian besar patogen merupakan golongan jamur,


bakteri, dan virus yang mengganggu tanaman sehingga menurunkan produksi

tanaman.

Pengelolaan agroekosistem merupakan prinsip penting dalam pengendalian

hama dan penyakit tanaman. Hama utama yang ditemukan pada pertanaman

jagung adalah S. frugiperda. Hama S. frugiperda menyerang pangkal batang,

daun, dan titik tumbuh tanaman jagung, bahkan mampu menyerang tongkol

jagung. Kerusakan yang disebabkan oleh hama ini lebih besar dibanding ulat

lainnya. Selain hama, terdapat patogen yang ditemukan dan menjadi masalah pada

pertanaman jagung yaitu Fusarium sp. keberadaan patogen ini mengakibatkan

tanaman jagung menjadi layu dan akhirnya mati. Hingga saat ini upaya

pengendalian yang dilakukan adalah dengan menggunakan pestisida sebagai

solusi utama masalah hama dan penyakit.

Pengendalian gulma dengan menggunakan senyawa kimia akhir- akhir ini

sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia

yang digunakan untuk pengendali gulma ini dikenal dengan herbisida dapat

mengendalikan gulma tanpa menggangu tanaman pokoknya. Herbisidanon-

selektif bisa digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman jagung,

khususnya herbisida kontak seperti paraquat. Teknik pengaplikasiannya dapat

dilakukan dengan teknik direct spray yang menggunakan sungkup atau corong

agar tidak mengenai tanaman jagung (Astri, 2012).


V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Gulma adalah setiap tumbuhan yang tidak diinginkan tumbuh pada suatu

tempat dan waktu tertentu, sehingga manusia berusaha untuk

membrantasnya. Hama tanaman merupakan organisme atau hewan yang dalam

populasi tertentu dapat mengganggu budidaya tanaman dan menimbulkan

kerugian secara ekonomis. Senyawa kimia yang digunakan untuk pengendali

gulma ini dikenal dengan herbisida dapat mengendalikan gulma tanpa menggangu

tanaman pokoknya. Maka dari itu dilakukannya kegiatan penyiangan dan

penyemprotan pada tanaman jagung.

V.2 Saran

Adapun sarang yang dapat praktikkan berikan adalah untuk alat pengamatan

sebaiknya diberikan nama disekitarnya agar praktikkan yang tidak mengetahui

alat tersebut bisa tetap ikut melakukan pengamatan. Bagi praktikkan sebaiknya

mengikuti kegiatan praktikkum dengan sebaik mungkin dan jika ada pertanyaan.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. Fifth Edition.Elsevier Academic Press.

USA Asmaliyah., A.H. Lukman., N. Mindawati. 2016. Pengaruh

teknik persiapan lahan terhadap serangan hama penyakit pada

tegakan bambang lanang. J. Penelit. Hutan Tanam. 13(2): 139–155.

Astri, A. 2012. Teknik Pengendalian Gulma Pada Tanaman Jagung. UGM

Press. Yogyakarta.

Bilman. 2011. Analisis pertumbuhan tanaman jagung (zea mays L.), pergeseran

komposisi gulma pada beberapa jarak tanam dan pengolahan tanah.

Jurnal Ilmu-Ilmu Perta-nian Indonesia. 3(1):25-31.

Danudianti, Y., O. Setiani dan P. Ipmawati. (2016). Analisis faktor - faktor risiko

yang mempengaruhi tingkat keracunan pestisida pada petani di Desa

Jati, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal). 4(1):427– 435.

Fadhly, S. 2007. Budidaya dan Pengantar Panen Sayuran Dataran Rendah.

Penebar Swadaya. Jakarta

Gibbs, W.J. 1987. Defining Climate. WMO Bulletin. 36(3): 64-71.

Juanda, J. I. H. 2005. Screening of soil bacteria for plant growth promoting

activities in vitro. Journal of Agricultural Science. 4(6): 27-31.

Keman, S. 2018. Pengantar Toksikologi Lingkungan. UNAIR Press. Surabaya

Kuntoharjo. 1980. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada

Universitas Press. Yogyakarta

Mahyuni, E. L. 2015. Faktor risiko dalam penggunaan pestisida terhadap


keluhan kesehatan pada petani di Kecamatan Berastagi Kabupaten

Karo. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 9(1): 36-45.

Moenandir J. 1988. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Moenandir, J. 2010.Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press. Malang.

Prihatman, K. 2000. Tentang Budidaya Pertanian Jagung. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Prijono, D. 2006. Pendekatan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Botani.

di Dalam Pedoman Pengembangan dan Pemanfaatan Isektisida

Botani. Kegiatan Pendampingan Tenaga Ahli (Technical Assistance)

pada Program Hibah Kompetisi A2 di Jurusan Proteksi Tanaman,

Fakultas Pertanian Universitas Lampung, 19-21 Juni dan 26-28 Juni

2006. Bogor. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. IPB.

Pujisiswanto dan Hidayat. 2008. Pengaruh jumlah tanaman per lubang dan jarak

tanam terhadap hasil tanaman kacang tanah (Arachis hypogea L.) var.

kancil. Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika. 3 (1): 5 – 8.

Rukmana, H. R. dan U. S. Saputra. 1999. Gulma Dan Teknik Pengendalian.

Kanisius. Jakarta.

Rukmana. 2012. Bertanam Kangkung. Kanisius. Jakarta.

Sarnis. M. 2016. Pengaruh waktu penyiangan dan jarak tanaman terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman nilam. Jurnal JATT. 6(13): 349-356.

Soedarsan, A., S. Basuki., Wirjahardja., M. A. Rifai. 1983. Pedoman Pengenalan

Berbagai Jenis Gulma Penting pada Tanaman Perkebunan.

Departemen Pertanian. Direktorat Jendral Perkebunan.


Sundaru, M., S. Mahyuddin dan J. Bakar. 1976. Beberapa Jenis Gulma pada Padi

Sawah. Bogor. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian.

Tjitrosoedirdjo, S., Utomo, H., Wiroatmojo, J. 1988. Pengelolaan Gulma di

Perkebunan. Gramedia. Jakarta.

Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada Univesity

Press. Yogyakarta.

Zimdahl, R. L. 1980. Weed Crop Compe on, a Review. Int. Plant Protection

Centre. Oregen State Univ. Corvalis. USA. pp.195.


LAMPIRAN

1. Dokumentasi

Gambar 1. Penyiangan gulma pada Gambar 2. Tanaman jagung yang


lahan jagung terdampak serangan OPT

Gambar 3. Spodoptera frugifera (ulat Gambar 4. Penyemprotan pestisida


grayak) penyebab kerusakan pada untuk pengendalian hama ulat grayak
tanaman jagung

Gambar 4. Pestisida untuk Gambar 5. Pestisida Prevathon (Bahan


mengendalikan hama (Bahan aktif: aktif: Klorantraniliprol)
emamectin benzoate)

Anda mungkin juga menyukai