Anda di halaman 1dari 11

TRADISI RITUAL KESENIAN LISAN BALAMUT DI KALIMANTAN

SELATAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Islam dan
Budaya Banjar (FTK18018)
Dosen Pengampu:
Khairiatul Muna, M.Pd

Penyusun :
Selma Nor Rahimah
210101090662

PROGRAM STUDI TADRIS KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN
JANUARI 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat,
pentunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata yang terstruktur pada
mata kuliah “Islam dan Budaya Banjar”. Penulis menyadari bahwasanya makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kritik juga saran akan sangat membantu
penulis agar menjadi lebih baik lagi.
Semoga makalah ini mendapatkan berkah dari Allah SWT. Sehingga dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Amiin.

Minggu, 07 Januari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 4
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 5
C. TUJUAN ...................................................................................................................... 6
BAB II ...................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 7
1. PENGERTIAN LAMUT ............................................................................................ 7
2. ASAL-USUL LAMUT ................................................................................................ 7
3. RITUAL TRADISI LAMUT...................................................................................... 8
KESIMPULAN ..................................................................................................................... 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kalimantan Selatan (Kalsel) sebagai sebuah entitas kebudayaan, memiliki
ragam bentuk kesenian, diantaranya seni tradisi tutur. Di antara seni tradisi tutur
yang ada di Kalsel yaitu madihin, syair, dundam, bapandung dan lamut. Masyarakat
Banjar yang ada di Kalimantan Selatan memiliki sastra daerah yang sangat
beragam. Menurut Ganie sastra daerah Banjar adalah sastra daerah yang hidup di
Kalimantan Selatan dengan ciri-ciri: (1) Berbahasa Banjar, (2) bersifat lisan, (3)
telah hidup dan berkembang selama dua generasi, dan (4) berisi nilai-nilai lokal
dan universal.
Suku Banjar adalah suku terbesar yang mendiami wilayah di Provinsi
Kalimantan Selatan, Indonesia. Selain suku Banjar, suku-suku yang mendiami
Provinsi Kalimantan Selatan antara lain suku Dayak, Jawa, Sunda, Madura, Bugis,
Mandar, dan lain-lain. Suku Banjar sendiri menurut Daud secara nenek moyang
berasal dari pecahan suku Melayu yang berimigran secara besar-besaran dari
Sumatra di tambah dengan orang-orang Dayak yang masuk Islam.
Sastra daerah Banjar itu sendiri menurut Ganie terdiri dari tiga bentuk, yaitu
puisi, prosa, dan drama. Sastra daerah Banjar yang berbentuk puisi terdiri atas
madihin, pantun, syair, peribahasa, dan mantra Banjar. Sastra daerah Banjar yang
berbentuk prosa terdiri atas andi-andi, dongeng Banjar, kisah Banjar, lamut, surat
tarasul, legenda Banjar, mitologi Banjar, dan pandung. Sastra daerah Banjar yang
berbentuk drama terdiri atas japin carita, mamanda, tantayungan, wayang kulit, dan
wayang gung.
Beberapa sastra daerah Banjar ini berdasarkan perkembangan zaman mulai
mengalami bahaya kepunahan. Salah satunya adalah lamut. Kesenian lamut ini
telah hidup dalam masyarakat Banjar selama berabad-abad dan sudah menjadi
bagian integral dari kebudayaan suku Banjar secara keseluruhan.
Sastra daerah berupa lamut ini boleh dikatakan sedang mengalami kepunahan.
Hal itu disebabkan oleh adanya faktor internal dan faktor eksternal dari kesenian
lamut itu sendiri. Kesenian lamut di tanah Banjar ini sangat berbeda keberadaannya
dengan kesenian madihin yang keberadaannya masih diterima oleh masyarakat dan
masih hidup ditengah masyarakat Banjar sampai saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan lamut?
2. Bagaimana asal-usul tradisi lamut?
3. Apa saja ritual dari tradisi lamut?
C. TUJUAN
1. Memahami dan mengetahui pengertian lamut.
2. Memahami dan mengetahui asal usul dari tradisi lamut.
3. Memahami dan mengetahui ritual dari tradisi lamut.
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN LAMUT
Asal usul kata lamut berasal dari bahasa Arab la mauta artinya tidak mati,
keterangan tersebut juga didukung oleh penelitian Saleh (1984, hlm.4) bahwa kata
lamut berasal dari kata la mauta. Ada sementara orang berpendapat bahwa teater
lamut (balamut) asal-usulnya dari kesenian Dundam, yaitu kesenian bercerita
dengan alat yang sama dengan lamut yaitu terbang, pendundam duduk di sentral
rumah, dengan perapian dupa dan menyan, apabila lampu dimatikan, maka
mulailah pendundam bercerita. Tentu saja pendengarnya cuma melihat pendundam
sama-samar dalam gelap. Cerita yang dibawakan pendundam adalah dongeng-
dongeng kerajaan antah berantah.
Balamut dalam tradisi kesenian Islam Banjar termasuk rumpun kesenian
bernuansa melayu. Banyak ragam kesenian Melayu-Banjar, seperti Hadrah,
Sinoman, Madihin, Baturai Pantun, yang diiringi musik tradisional, baik sejenis
musik panting atau terbang, drummer, gigiring, dll. Dengan alunan lagu dan musik
sebagian bisa juga dengan tari-tarian adat, dan tari-tarian Timur Tengah dan
Melayu. Tradisi demikian sudah mulai hilang berganti dengan karaoke dalam setiap
acara pengantinan, atau acara adat keagamaan, bahkan acara maulidan lebih senang
memutarkan lagu-lagu kaset.
Tradisi balamut sebagai bagian dari bernyanyi bersyair yang dilantunkan
berpasangan, mirip sama madihin,misalnya madihin John Tralala yang
berpasangan dengan anaknya Hendra, atau Anang. Balamut berpasangan
dengan perempuan, isteri atau adik.
Balamut secara ideologis dekat dengan pandangan mengenai integrasi antara
manusia, alam, dan ketuhanan. Lamut dalam tuturannya melihat manusia sebagai
bagian dari kehendak dan keberadaan Tuhan. Kehadiran Tuhan dapat dimaknai dari
bermacam sesaji yang dipersembahkan. Sesaji menjadi representasi rasa syukur
terhadap Tuhan sekaligus sarana untuk membuat permohonan.
2. ASAL-USUL LAMUT
Seni sastra pada abad pertama sampai dengan abad ke-15 (gelap). Hikayat raja-
raja Banjar yang diperkirakan bersifat plural-authorship telah ada sejak zaman
Kuripan Tanjung Puri. Dalam tahap-tahap pertama berupa sastra lisan yang dihafal
di luar kepala, pada zaman negara Daha mendapat bentuk tersendiri, kemudian
pada zaman Banjar masih berupa sastra tertulis. Umumnya seni sastra berbentuk
lisan, baik seperti lamut, andi-andi, madihin, dan sebagainya. Dengan demikian,
teater tutur lamut sudah ada pada zaman kuno yaitu sekitar tahun 1500 Masehi dan
menginjak zaman baru (1500-1800 M).
Lamut pertama kali muncul di dearah Amuntai sekitar tahun 1816, diduga
diperkenalkan oleh para pedagang Cina. Perantara pribumi yang mengenalkan
lamut kepada masyarakat Amuntai saat itu adalah Raden Ngabei Surono
Joyonegoro, seorang bangsawan dari Yogyakarta yang sangat tertarik dengan syair
lamut yang diceritakan pedagang Cina, ia lalu minta diajari dan akhirnya menjadi
penutur pertama dengan bahasa lokal masyarakat Amuntai saat itu.
Kesenian itu berkembang pesat akibat penyebaran agama Islam. Selain itu,
agama Islam juga mempengaruhi perkembangan kebudayaan dan kesenian. Syair-
syair banyak tersebar beserta dengan pantun- pantun. Demikian pula teater tutur
balamut, mendapat tempat tersendiri karena jiwanya selaras dengan kehidupan
masyarakatnya. Apabila sebelum Walisanga, menyebarkan agama Islam dengan
memanfaatkan wayang kulit di Jawa, wayang kulit di Kalimantan Selatan juga
tersebar sehingga lamut sebagai teater mendapat pengaruh dari wayang kulit
tersebut. Oleh sebab itu, tokoh-tokoh dalam cerita lamut sering disamakan dengan
tokoh-tokoh dalam cerita wayang kulit, bahkan dialognya mirip dialek wayang.
Pelamutan (orang yang membawakan lamut sama dengan dalang dalam cerita
wayang) biasanya hanya menurunkan keahliannya membawakan lamut kepada
keturunannya saja. Hal ini terjadi karena seniman lamut biasanya akan menikmati
kehidupan yang layak sehingga pelamutan hanya lestari pada garis keturunan. Masa
sekarang ini pelamutan tidak lagi dipergelarkan sebagai tontonan, tetapi lestari
dalam upacara adat keturunan, upacara ini biasa disebut bahajat.
3. RITUAL TRADISI LAMUT
Lamut dapat dipergelarkan dalam berbagai peristiwa seperti hajatan,
nazar, maupun sebagai hiburan. Sebelum lamut dipertunjukkan biasanya
dilengkapi oleh sesajen berupa: bubur merah, bubur putih, beras, ketan, telur,
kelapa muda, ayam panggang, dsb. Sebelum lamut dipergelarkan baik dalam
kegiatan hajatan, nazar, atau hiburan biasanya selalu didahului oleh sebuah
upacara kecil yang sudah mentradisi dalam setiap pergelaran lamut. Berikut
upacara kecil yang dilaksanakan sebelum pelamut tampil:
1. Membakar pedupaan.
2. Menyediakan piduduk berupa:
a) beras ketan,
b) kelapa,
c) gula merah,
d) kopi manis/pahit,
e) kue tradisiona,
f) rokok daun,
g) air putih, dan lain-lain.
3. Menyiapkan air kelapa muda untuk diminum palamutan.
4. Membaca doa selamat (Jarkasi dkk, 1996, hlm. 6).
Fungsi dari upacara kecil ini menurut palamutan (orang yang membawakan
cerita lamut) adalah sajian untuk para leluhur supaya pergelaran lamut tersebut dapat
berjalan lancar. Kesenian lamut ini biasanya diselenggarakan pada malam hari setelah
sholat Isya atau pukul 8 malam. Lamanya pertunjukkan bisa satu malam atau
disesuaikan dengan keinginan penyelenggara.
KESIMPULAN
Kalimantan Selatan memiliki kekayaan sastra daerah yang beraneka ragam.
Salah satunya adalah sastra daerah Banjar. Suku Banjar memiliki sastra lisan
merupakan sastra yang lahir, tumbuh, dan berkembang di Kalimantan Selatan. Sastra
lisan Banjar tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
masyarakatnya. Sastra lisan Banjar dapat berbentuk pertunjukkan dan bukan
pertunjukkan. Sastra lisan Banjar yang berbentuk pertunjukan berupa madihin, lamut,
bapandung, dan mamanda. Sastra daerah Banjar yang berupa pertunjukkan ini telah
sekian lama menjadi sarana hiburan dan juga penanaman moral dan tingkah laku bagi
masyarakat Banjar itu sendiri.
Lamut adalah seni tutur khas masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Kesenian
lamut merupakan teater tutur tunggal dan hanya diiringi oleh satu alat musik yang
bernama tarbang lamut. Orang yang membawakan lamut (pelamutan) biasanya hanya
menurunkan keahliannya membawakan lamut kepada keturunannya saja. Lamut dapat
dipergelarkan dalam berbagai kegiatan seperti hajatan, nazar, maupun sebagai hiburan.
Pertunjukkan atau pergelaran lamut selalu dibantu oleh sebuah alat musik tradisional
yang bernama tarbang lamut.
REFERENSI
Alfianti, Dewi (2023). Sistem Ideologi dan Pewarisan Tradisi Lisan Lamut di Kalimantan
Selatan. Program Studi S3 Pendidikan Seni, Program Pascasarjana, Universitas Negeri
Semarang.
Rahman, Monalisa. Kesenian Lamut Dan Keterkaitannya Sebagai Sumber Belajar IPS.
Program Studi Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung
Mangkurat.
Yulianto, Agus (2023). Lamut Sebagai Seni Tradisi Tutur Di Kalimantan Selatan: Kepunahan
Dan Pelestariannya. Jurnal Tradisi Lisan Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai