Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FASHL DAN WASHL


Makalah ini guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Balaghah
Dosen Pengampu:
Dr. Rahmap, S.Ag.
Fery Yanto S.Pd.I.,M.Ag.,Gr.

Disusun Oleh:
Nabila Yazid Syeban (12102022)
Syazana Sri Wahyuni (12102029)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Puja dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Penyusunan makalah ini tidak
bisa selesai dengan baik tanpa bantuan dari banyak pihak.

Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu atas tugas yang telah
diberikan. Dengan tugas ini, ada banyak hal yang dapat kami pelajari melalui pembahasan
dalam makalah ini.

Makalah dengan judul “Fashl dan Washl” disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Balaghah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
penulis dan juga para pembaca.

Kami berharap makalah ini dapat memberi manfaat bagi orang lain. Kami menyadari
bahwa makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran para pembaca yang akan membangun kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Pontianak, 8 November 2023

Kelompok 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................
C. Tujuan........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................

A. Pengertian Fashl dan Washl.....................................................


B. Tempat-tempat Fashl dan Washl.............................................

BAB III PENUTUP...............................................................................

A. Simpulan....................................................................................
B. Saran...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan kepada kejernihan
jiwa dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di
antara macam-macam ungkapan. Ilmu balaghah ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
ilmu badi’, ilmu bayan dan ilmu ma’ani. Di dalam makalah ini penulis memfokuskan
kepada ilmu ma’ani khususnya fashl da washl. Secara bahasa fashl berarti
memisahkan, memotong, memutuskan dan menghilangkan. Sedangkan washl menurut
bahasa adalah menghimpun. Dalam ilmu balaghah, fashl dan washl digunakan untuk
memperjelas makna kalimat dan memudahkan pemahaman pendengar atau pembaca.
Oleh karena itu, pemahaman tentang fashl dan washl sangat penting dalam
pembelajaran bahasa Arab.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fashl dan washl?
2. Dimana fashl dan washl itu ditempatkan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian fashl dan washl
2. Untuk mengetahui tempat-tempat fashl dan washl
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fashl dan Washl


1. Pengertian Fashl
Fashl menurut bahasa yaitu “memisahkan” atau “memutuskan” yang

merupakan tafsir dari masdar ghairu mim ‫ يْف صُل – فْص ًال‬- ‫فصل‬
Sedangkan, menurut istilah Fashl adalah menggabungkan dua kalimat atau
lebih tanpa adanya huruf ‘athaf.1 Maka fashl itu tidak menggunakan huruf (wawu
athaf).
Sedangkan menurut istilah Ulama Ahli Bayan:

‫ من َبْع ِد ُأْخ َر ى عكس َو ْض ٍل َقْد ثبت‬# ‫الفصل ترك عطف مجلة أتت‬
Fashal ialah meninggalkan mengathafkan suatu jumlah yang terletak setelah
jumlah yang lain, fashal adalah kebalikan washal sebagai bentuk yang telah di
tetapkan2.
Contoh terdapat pada Q.S. Al-Baqarah:6, yang berbunyi:

‫ِاَّن اَّلِذ ْيَن َك َف ُر ْو ا َس َو ۤاٌء َعَلْيِه ْم َءَاْنَذ ْر َتُه ْم َاْم ْمَل ُتْنِذ ْر ُه ْم اَل ُيْؤ ِم ُنْو َن‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau
(Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak
akan beriman.”
Pada ayat tersebut terdapat aspek fashl, karena ada penggabungan dua buah
kalimat dan tidak menggunakan huruf ‘athaf.
2. Pengertian Washl

‫ الَو ص ُل‬secara bahasa yang berarti menyambung, menghubungkan,


Lafadz

menggabungkan, tafsir dari masdar ghairu mim dari penafsiran - ‫ ِص‬-


‫َص َل َي ُل‬

1
Robit Hasyim Yasin, Skema dan Tabel Al-Jauhar Al-Maknun, (Cirebon:Yayasan Tunas Partiwi Kebon
Jambu,2017) hal.75
2
Muhammad Zamroji, Mutiara Balaghah: Nadzam al-Jauhar al-Maknun (Dalam Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan dan
Ilmu Badi’), (Pena Santri,2017), hal.252-253
‫َو صًال‬. Dalam kitab Tafsir Al-Balaghah disebutkan bahwa washl menurut bahasa
adalah menghimpun.3

Dan menurut istilah adalah: ‫عطف مجلة على أخرى با الواو و حنوها‬
Artinya: “Mengathafkan suatu kalimat pada kalimat yang lain dengan huruf athaf
wawu dan semisalnya.”4
Sedangkan menurut Ulama Ma’ani, adalah mengathafkan suatu kalimat
dengan kalimat lain dengan huruf athaf wawu, seperti yang dikatakan oleh Al-
Aburdi kepada waktu:

‫ و ا ُّر ْلتهب االحشاِء من ظماِء‬# ‫ال ب ر اُن من مى جتو هبا‬


‫ُحل ُم‬ ‫ُد‬ ‫ُنْع‬ ‫َع ُد ّب‬
Artinya: “Seseorang hamba akan segera segar dengan kenikmatan yang engkau
berikan kepadanya, sedangkan orang merdeka akan panas perutnya karena
5
menahan haus.” Maksudnya, bahwa ada perbandingan antara kondisi seorang
hamba dan seorang merdeka dalam konteks nikmat atau kenikmatan. Hamba akan
merasa segar dengan kenikmatan yang diberikan kepadanya, sementara orang
merdeka akan merasakan kepanasan perutnya karena menahan haus. Dalam hal ini,
penggunaan huruf 'athaf wawu (‫ )و‬berperan sebagai penghubung antara dua
kalimat yang mengandung perbandingan.

B. Tempat-tempat Fashl dan Washl


1. Tempat-tempat fashl
Penggabungan dua kalimat dengan cara difashl kan terdapat kedalam tiga
tempat:
1. Bila diantara kalimat yang pertama dan kalimat kedua terdapat hubungan atau
kesatuan yang sempurna (kamaalul ittishal). Seperti halnya kalimat kedua
yang merupakan taukid (penguat) bagi kalimat pertama atau sebagai bayan
(penjelas) atau sebagai badalnya. Dalam keadaan tersebut dikatakan bahwa
diantara kedua kalimat tersebut.6

3
Imam Akhdlori, Ilmu Balaghah, (Bandung: PT. Alma’arif, 1982), 130.
4
Ali al-Jarim dan Musthafa Amin, al-Balaghoh al-Wadhihah, (Jakarta: Raudhoh Press,2007), 242.
5
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghah Waadhihah, (Bandung, Sinar Baru Algesindo,
2013), hal. 322.
6
Ibid, hal. 324
a. Sebagai taukid (penguat)
Contonya, seperti perkataan Abuth-Thayyib:

‫ ِإَذا ُقلُت ِش عًر ا َأصَبَح الَّدهُر ُمنِش َد ا‬# ‫َو َم ا الَّدهُر ِإاَّل ِم ن ُرَو اِة َقَص اِئِد ى‬
Artinya: Waktu itu tiada lain hanyalah para penutur qasidahku # Bila aku
membacakan sebuah syair, maka waktu akan mendendangkannya.
Dari segi makna, kalimat kedua berfungsi untuk memperkuat isi pada kalimat
pertama, karena fungsi tersebut pada awal kalimat kedua tidak menggunakan
‘athaf.
b. Sebagai bayan
Contohnya, seperti perkataan Abul ‘Ala’:
‫ِل‬ ‫ِض‬ ‫ِل ِم‬
‫ َبعٌض َبعٍض َو ِإن مَل َيشُعُر وا َخ َد ُم‬# ‫َالَّناُس َّناِس ن َبدٍو َو َح ا َر ٍة‬
Artinya: Manusia bagi manusia lain, baik dari pedalaman maupun dari perkotaan
# sebagian bagi sebagian yang lain ealaupun mereka tidak merasa adalah pelayan.
Pada syi’ir terseut terdapat penggabungan dua kalimat. Penggabungan antara dua
kalimat tersebut tidak menggunakan huruf ‘athaf, melainkan dengan cara fashl.
‫ِل‬
Hal ini dikarenakan, kalimat kedua
‫ َبعٌض َبعٍض َو ِإن مَل َيشُعُر وا َخ َد ُم‬berfungsi
sebagai penjelas bagi kalimat pertama.
c. Sebagai badal
Allah SWT. berfirman:

)٢ : ‫ُيَد ِّبُر ٱَأْلْم َر ُيَف ِّص ُل ٱْل َءاَٰيِت َلَعَّلُك م ِبِلَق ٓاِء َر ِّبُك ْم ُتوِقُنوَن (الرعد‬
Artinya: Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan-(mu) dengan Tuhanmu. (Q.S.
ar-Ra’d:2)7

‫ٱَأْل‬ ‫ِّب‬ ‫َد‬ merupakan bagian dari ‫َف ِّص ٱْل اَٰيِت‬
Pada kalimat
‫ْم‬
‫ُر َر‬ ‫ُي‬ ‫ُي ُل َء‬
Antara kalimat pertama dan kedua berbeda sama sekali, seperti yang
pertama kalam khabari dan yang kedua kalam insya’i atau tidak ada keterkaitan

7
Ibid, hal. 321-324
makna antara keduanya. Oleh karena itu penggabungan antara keduanya cukup
dengan fashl, tidak perlu menggunakan huruf ‘athaf.
2. Bila diantara kedua kalimat terdapat perbedaan yang sempurna. Seperti
keduanya berbeda khabar dan insya' nya atau tidak ada kesesuaian sama sekali
diantara ke dua kalimat tersebut.8 Dalam keadaan yang demikian dikatakan
bahwa di antara kedua kalimat tersebut terdapat keterputusan yang sempurna
(kamaalul inqitha').

‫ ُك ُّل امِر ىٍء ه َمِبا َلَد يِه‬# ‫ِإَمَّنا ا ر ِبَأصَغ يِه‬


Contoh:
‫َر ٌن‬ ‫َو َمل ُء َر‬
Artinya: Sesungguhnya setiaap orang hanya bergantung kepada dua benda
kecil miliknya (hati dan mulut) # setiap orang dibalas dengan apa yang telah
dilakukan.
Pada syi’ir di atas terdapat dua kalimat yang tidak ada keserasian antara kedua
kalimat tersebut. “Setiap orang itu bergantung kepada dua benda kecil
miliknya” dan kalimat “Setiap orang itu akan dibalas atas apa yang ia
lakukan.” Disini kita dapatkan bahwa kalimat kedua pada contoh ini di fashal
kan dari kalimat pertamanya.
3. Bila kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari
pemahaman terhadap kalimat pertama. Dalam keadaan demikian, dikatakan
bahwa di antara kedua kalimat tersebut terdapat kemiripan kesinambungan
yang sempurna (syibhu kamaalil ittishaal).9
Contoh: Abu Tamam berkata:
‫ِج‬ ‫ِح‬ ‫ِإ‬ ‫ىِل‬ ‫ِحل‬
‫َليَس ا َج اُب ُمِبقٍس َعنَك َأَم ًال • َّن الَّس َم اُء ُتَر َّج ى َني حَت َت ُب‬
Artinya: Penghalang itu tidak menjauhkan cita-citaku untuk mendapatkan
kamu. Sesungguhnya langit itu diharap-harapkan hujannya ketika ia terhalangi
mendung.
Pada syi’ir di atas bahwa kalimat kedua memiliki hubungan yang sangat erat
dengan kalimat pertama karena ia merupakan jawaban bagi pertanyaan yang
muncul dari kalimat pertama. Jadi, setelah membacakan syathar pertama dari

8
Muhammad Zamroji, Mutiara Balaghah: Nadzam al-Jauhar al-Maknun (Dalam Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan dan
Ilmu Badi’), (Pena Santri,2017), hal.258-259

9
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghah Waadhihah, (Bandung, Sinar Baru Algesindo,
2013), hal. 324.
syairnya, seakan-akan Abu Tamam berpraduga ada orang yang bertanya
“Bagaimana halangan penguasa tidak dapat menghalangi antara dia dan
tercapainya cita-citanya.” Makai a menjawab “Sesungguhnya langit itu
diharap-harapkan hujannya ketika terhalangi mendung.” Kita tahu bahwa
kalimat kedua itu terpisah dari kalimat pertama, dan jawaban itu sangat erat
kaitan dan kesinambungan dengan pertanyaan.
2. Tempat-tempat Washl
Wajib washl di antara dua kalimat itu terdapat dalam tiga tempat, yaitu bila:
1. Kalimat kedua hendak disertakan kepada kalimat pertama dalam hukum I’rab-
nya.
Apabila kalimat pertama mempunyai kedudukan mahal I'rab, sedangkan
kalimat kedua hendak disertakan kepada kalimat pertama dalam hukum
I’rabnya, sekiranya tidak ada penghalang yang mencegah untuk washl.
Contoh: Abul-‘Ala al-Ma’rri berkata:

‫ َعَّل َس اِغًبا َأك ا اِر‬# ‫ُح ُّب الَعيِش َأعَبَد ُك َّل ُح ٍّر‬
‫َل َملَر‬ ‫َو َم‬ ‫َو‬
Artinya: “Cinta kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka dan
mengajarkan orang yang lapar untuk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit.”

Bahwa kalimat pertama ‫ َأعَب َد ُك َّل ُح ٍّر‬memiliki kedudukan dalam I’rab

karena ia menjadi khabar mubtada’ yang jatuh sebelumnya, dan pembicaranya


bermaksud menyertakan kalimat kedua kepada kalimat pertama dalam hal
I’rab ini.

Contoh lainnya: ‫علي يقول و يفعل‬

Pada kalimat ‫ يقول‬adalah mahal rafa’ karena menjadi khabar mubtada’.

Demikian juga kata ‫ يفعل‬di-athaf-kan pada kalimatnya lafadz ‫ يقول‬dan


menyamainya karena dalam posisi mahal rafa’, sebagai khabar kedua dari
mubtada’.
2. Ketika menyengaja menghilangkan kerancuan dalam jawaban.
Artinya, ketika ada dua jenis kalimat yang berbeda, yaitu kalam khabar dan
insya’. Ketika dipisah fashl akan menyebabkan kesalahan makna
yangdikehendaki (kesalahpahaman yang menyalahi makna semula). 10 Seperti
ucapan ketika memberikan jawaban kepada seseorang dengan nafi.

Contoh: ‫ و شفاه اهلل‬،‫ال‬, belum, dan semoga Allah menyembuhkannya.


Ucapan tersebut untuk menjawab pertanyaan yang diperuntukkan bagi orang

yang bertanya kepada kamu: ‫ َه ل برئ علي من املرض‬: apakah Ali sudah
sembuh dari sakit. Ketika tidak di-athof-kan ( ‫) ال شفاه اهلل‬ akan bisa

menimbulkan kesalahan pemahaman yaitu: mendoakan agar Ali tidak diberi


kesembuhan oleh Allah. Padahal, tujuan aslinya adalah mendoakan kepada
Ali. Jadi kalau saja tidak ada kekhawatiran akan kesalahan asumsi ini, niscaya
kedua kalimat itu diwashl, sebab jenis nya benar-benar berbeda antara kalam
insya’ dan khabar.
3. Ketika antara kedua jumlah itu terdapat keserasian disertai kesinambungan.
Baik menurut akal, dugaan atau khayalan. Kedua kalimat tersebut sama-sama
kalam khabar atau sama-sama kalam insya’ dan memiliki keserasian makna
yang sempurna baik secara lafadz dan makna atau makna saja. Namun tidak
ada hal-hal yang mengharuskan di-fashl-kan.
Contoh: terdapat di dalam Q.S Hud:54, berbunyi:

‫َقاَل ِإِّن ُأْش ِه ُد ٱلَّلَه َو ٱْش َه ُد ٓو ۟ا َأىِّن َبِر ٓى ٌء َّمِّما ُتْش ِر ُك وَن‬
Artinya: “Huud menjawab: "Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan
saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa
yang kamu persekutukan.”
‫ٓو ۟ا‬
Kalimat ‫ ِإِّن ُأْش ِه ُد ٱلَّلَه َو ٱْش َه ُد‬maka jumlah yang kedua dalam ayat tersebut
adalah kalam insya secara lafadz tetapi kalam khabar secara makna.11

10
Muhammad Zamroji, Mutiara Balaghah: Nadzam al-Jauhar al-Maknun (Dalam Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan
dan Ilmu Badi’), (Pena Santri,2017), hal.264.

11
Ibid. hal, 265.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
a. Definisi Fashl: menurut bahasa yaitu “memisahkan” atau “memutuskan”.
Sedangkan menurut istilah adalah menggabungkan dua kalimat atau lebih tanpa
adanya huruf ‘athaf.
b. Definisi Washl: secara bahasa yang berarti menyambung, menghubungkan,
menggabungkan. Sedangkan secara istilah adalah mengathafkan suatu kalimat
pada kalimat yang lain dengan huruf athaf wawu dan semisalnya.
c. Tempat-tempat Fashl:
1. Bila diantara kalimat yang pertama dan kalimat kedua terdapat hubungan atau
kesatuan yang sempurna. (kamaalul ittishal).
2. Bila diantara kedua kalimat terdapat perbedaan yang sempurna. Seperti
keduanya berbeda khabar dan insya' nya atau tidak ada kesesuaian sama sekali
diantara ke dua kalimat tersebut. (kamaalul inqitha').
3. Bila kalimat kedua merupakan jawaban dari pertanyaan yang muncul dari
pemahaman terhadap kalimat pertama. Dalam keadaan demikian, dikatakan
bahwa di antara kedua kalimat tersebut terdapat kemiripan kesinambungan
yang sempurna (syibhu kamaalil ittishaal).
d. Tempat-tempat Washl:
1. Kalimat kedua hendak disertakan kepada kalimat pertama dalam hukum I’rab-
nya.
2. Ketika menyengaja menghilangkan kerancuan dalam jawaban.
3. Ketika antara kedua jumlah itu terdapat keserasian disertai kesinambungan.
B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan
kata dan kalimat yang kurang jelas. Kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di
hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, (2013), Terjemahan Al-Balaghah Waadhihah, Bandung,
Sinar Baru Algesindo.

Imam Akhdlori, (1982), Ilmu Balaghah, Bandung: PT. Alma’arif.

Muhammad Zamroji, (2017), Mutiara Balaghah: Nadzam al-Jauhar al-Maknun (Dalam Ilmu
Ma’ani, Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’), Pena Santri

Robit Hasyim Yasin, (2017), Skema dan Tabel Al-Jauhar Al-Maknun, Cirebon:Yayasan
Tunas Partiwi Kebon Jambu.

Anda mungkin juga menyukai