Lapsus Varisela
Lapsus Varisela
VARISELA
Disusun oleh:
Dokter Pembimbing:
DI PUSKESMAS ABIANSEMAL I
PROVINSI BALI
TAHUN 2023
LAPORAN KASUS
VARISELA
Disusun oleh:
Dokter Pembimbing:
DI PUSKESMAS ABIANSEMAL I
PROVINSI BALI
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia-Nya, penulisan laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti “Program Internsip
Dokter Indonesia” di Puskesmas Abiansemal I Bali.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis memperoleh banyak
bimbingan dan petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat :
1. dr. I Wayan Budiarta, selaku dokter pendamping di Puskesmas
Abiansemal I Bali.
2. Teman sejawat Dokter Internsip di Puskesmas Abiansemal I, serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan
yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam
masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Penulis
ii
Daftar Isi
iii
BAB I
Pendahuluan
Varisela atau yang dikenal dengan chickenpox atau cacar air merupakan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi primer dari virus varicella-zoster. Penyakit
ini umumnya menyerang anak-anak dan merupakan penyakit yang menular.
Varicella zoster virus adalah family human (alpha) herpes virus. Virus ini terdiri
dari genome DNA double-stranded yang tertutup inti dengan kandungan protein
dan dibungkus glikoprotein. Virus ini dapat menyebabkan penyakit varisela dan
herpes zoster. Herpes zoster merupakan reaktivasi infeksi endogen pada periode
laten dari virus varicella zoster yang umumnya menyerang orang dewasa atau pun
anak-anak dengan defisiensi imun. (Kennedy and Gershon, 2018)
Pada tahun 1888, Von Bokay menemukan hubungan antara varisela dan
herpes zoster. Von Bokay menemukan bahwa varisela dicurigai berkembang dari
anak-anak yang tertular dari seseorang yang menderita herpes zoster akut.
Varisela dapat mengenai semua kelompok usia, namun prevalensi terbanyak
ditemukan pada usia di bawah 10 tahun. Sebelum ditemukannya vaksin varisela,
di Amerika Serikat terjadi epidemi varisela tahunan setiap musim semi dan musim
dingin. Pada waktu tersebut tercatat sekitar 4 juta kasus. Pada tahun 2000, setelah
ditemukan vaksin varisela, angka kejadian varisela menurun 71%-84%. Angka
kejadian varisela di Indonesia belum pernah diteliti. (CDC and Ncird, n.d.)
Penularan varisela terjadi melalui kontak langsung dari lesi di kulit atau
melalui droplet sekret saluran nafas yang terjadi 24 hingga 48 jam sebelum
munculnya ruam. Pada anak yang sehat, manifestasi klinis dari varisela bersifat
ringan, dapat sembuh sendiri dan jarang menimbulkan penyulit yang serius.
Penyakit varisela pada anak jarang diawali dengan gejala prodromal. Ruam
muncul biasanya 14 hingga 15 hari setelah masa inkubasi. Sedangkan pada anak-
anak yang lebih tua dan orang dewasa, ruam biasanya didahului oleh gejala
prodromal. Gejala prodromal yang sering timbul dapat berupa demam, malaise,
sakit kepala, anoreksia, sakit punggung, sakit tenggorokan, batuk kering. Ruam
varisela dimulai dari daerah wajah dan skalp, kemudian menyebar ke batang
1
tubuh dan ke ekstremitas namun distribusinya tetap di pusat.
(Dooling, Marin and Gershon, 2022)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Varisela adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi primer
virus varisela zoster. Virus varisela zoster merupakan famili human (alpha)
herpes virus. Virus ini terdiri dari genome DNA double-stranded, tertutup
dengan inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein. Virus ini
dapat menyebabkan dua jenis penyakit yaitu varisela (chickenpox) dan herpes
zoster (shingles). Varisela ditandai dengan lesi vesikuler yang khas pada kulit
bahkan hingga ke mukosa. (Al-Turab and Chehadeh, 2018)
2.2 Epidemiologi
Penyakit varisela dapat menginfeksi manusia pada segala usia, angka
kejadian terbanyak ditemukan pada usia 5-9 tahun. Varisela terdapat di seluruh
dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis kelamin. Data di Amerika
menyebutkan varisela paling banyak terjadi pada anak-anak di bawah usia 10
tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun. Sedangkan data di
Jepang menunjukkan bahwa varisela umumya terjadi pada anak-anak di bawah
usia 6 tahun (81,4%). (SW Menaldi, Bramono and Indriatmi, 2016)
Angka kejadian varisela di negara barat meningkat terutama pada musim
dingin dan awal musim semi. Sedangkan di Indonesia, kejadian varisela
meningkat pada musim peralihan antara musim panas ke musim hujan atau
sebaliknya. Namun, angka insidensi dan prevalensi serologis varisela di
Indonesia belum pernah diteliti. Varisela juga dapat menjadi penyakit musiman
yang terjadi akibat penularan dari seseorang yang menderita varisela dan tinggal
di populasi padat atau menyebar dalam satu lingkungan sekolah.
(SW Menaldi, Bramono and Indriatmi, 2016)
2.3 Etiopatogenesis
Penyakit varisela zoster disebabkan oleh virus varisela zoster (VVZ).
Infeksi primer dari virus ini menyebabkan penyakit varisela zoster, sedangkan
3
reaktivasi dari virus tersebut menyebabkan herpes zoster. Varisela dapat
ditularkan melalui dua cara, yaitu melalui udara dan melalui kontak kulit langsung
dengan cairan vesikel penderita varisela. Virus yang telah masuk ke dalam tubuh
kemudian akan melakukan multiplikasi di tempat masuknya virus (port d’entry),
menyebar melalui pembuluh darah dan limfe, lalu menyebabkan viremia primer.
(Kennedy and Gershon, 2018)
Saat virus masuk ke dalam tubuh, tubuh akan mencoba untuk
mengeliminasi virus melalui sistem pertahanan tubuh non spesifik dan imunitas
spesifik terhadap VVZ. Apabila sistem pertahanan tubuh gagal, maka akan terjadi
viremia sekunder sekitar dua minggu setelah terjadinya infeksi. Viremia ini
ditandai dengan terbentuknya lesi varisela. (CDC and Ncird, n.d.)
Setelah timbul lesi pada kulit dan mukosa, virus dapat masuk ke ujung
saraf sensorik dan kemudian menjadi laten di ganglion dorsalis posterior. Virus ini
kemudian dapat sewaktu-waktu mengalami reaktivasi sesuai dermatome yang
terkena, penyakit ini disebut dengan herpes zoster.
(Al-Anazi*, WK and AM, 2019)
4
papul, dan kemudian berkembang menjadi vesikel yang mengandung cairan jernih
dengan dasar eritematosa. Vesikel ini memiliki gambaran klasik yaitu letaknya
yang superfisial dan mempunyai dinding yang tipis sehingga terlihat seperti
kumpula tetesan air di atas kulit (tear drop), berukuran 2-3 mm, berbentuk elips.
Cairan vesikel dapat berubah menjadi keruh akibat masuknya sel radang pada hari
kedua yang kemudian akan berubah menjadi pustula. Lesi ini kemudian akan
mengering diawali dari bagian tengah membentuk umbilikasi (delle) dan berubah
menjadi krusta dalam waktu 2-12 hari dan akan terlepas dalam waktu 1-3 minggu.
Penyembuhan lesi varisela jarang membentuk jaringan parut, kecuali bila disertai
dengan infeksi sekunder bakteri. (Bereda, 2022)
5
vesikel maupun dari lesi yang sudah berbentuk krusta. Pemeriksaan PCR
dapat menemukan nucleic acid dari VVZ.
- Biopsi kulit
Hasil histopatologis dari pemeriksaan akan menunjukkan vesikel
intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada
dermis bagian atas akan ditemukan lymphocytic infiltrate.
2.6 Diagnosis
Penegakkan diagnosis varisela dilakukan berdasarkan hasil dari
anamnesis, gejala prodromal, dan manifestasi klinis yang sesuai dengan tempat
predileksi dan morfologi yang khas dari varisela.
2.7 Tatalaksana
Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien varisela bersifat
simptomatik, diantaranya dapat diberikan: (Dooling, Marin and Gershon, 2022)
- Bedak dapat diberikan pada lesi yang masih berbentuk vesikel dengan
tujuan agar vesikel tidak mudah pecah
- Salep antibiotik diberikan pada vesikel yang sudah pecah atau sudah
terbentuk krusta untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
- Antipiretik dan analgetik yang dapat diberikan adalah selain golongan
salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya sindorma Reye. Pemberian
antipiretik dan analgetik dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan
rasa gatal dan dapat diberikan sebagai sedatif.
- Memotong kuku jari tangan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder
akibat garukan
Selain tatalaksana simptomatik, obat antivirus juga perlu diberikan kepada
pasien dengan varisela. Pemberian antivitus dengan tujuan untuk mengurangi
lamanya sakit, mengurangi tingkat keparahan, dan agar waktu penyembuhan lebih
singkat. Pemberian antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72
jam setelah erupsi kulit muncul. Obat antivirus yang dapat diberikan yaitu:
(Bereda, 2022)
- Neonatus
6
Asiklovir 500 mg/m2 setiap 8 jam secara IV selama 10 hari
- Anak-anak 2-12 tahun
Asiklovir 20 mg/kgBB/kali (maksimal 800 mg/kali) diberikan 4 kali sehari
peroral selama 5 hari
- Pubertas dan dewasa:
Asiklovir 800 mg diberikan 5 kali sehari peroral selama 7 hari
Valasiklovir 1000 mg diberikan 3 kali sehari selama 7 hari
Famasiklovir 500 mg diberikan 3 kali sehari selama 7 hari
2.8 Pencegahan
Pencegahan varisela diberikan kepada kelompok berisiko tinggi untuk
menderita varisela yang fatal seperti neonates, pubertas atau orang dewasa,
dengan tujuan untuk mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Vaksin
varisela berasal dari virus yang telah dilemahkan. Vaksin ini efektif diberikan
pada usia 12 bulan atau lebih, serta dapat dilakukan pemberian vaksinasi ulang
setelah 4-6 tahun. Vaksin diberikan sebanyak 0.5 ml secara subkutan pada anak
berusia 12 bulan sampai 12 tahun. Sedangkan pada usia di atas 12 tahun diberikan
sebanyak dua dosis, dimana dosis pertama yang diberikan yaitu sebesar 0.5 ml
secara subkutan dan diberikan kembali dengan dosis yang sama setelah 4-8
minggu kemudian. Efek samping yang dapat terjadi diantaranya seperti demam
dan reaksi local seerti ruam makulopapular.
(World Health Organization Geneva, 2014)
7
8
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis dan hetero anamnesis
terhadap pasien pada tanggal 6 Februari 2023 di Poli Anak UPTD Puskesmas
Abiansemal I.
Keluhan utama
Muncul bintil-bintil gatal berair.
Riwayat penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh ibunya dalam kondisi sadar ke Poli Anak
UPTD Puskesmas Abiansemal I pada tanggal 6 Februari 2023 pukul 08.02
WITA dengan keluhan muncul bintil-bintil berair. Keluhan munculnya bintil-
bintil berair ini disadari sejak satu hari sebelum berobat ke Puskesmas (5
Februari 2023). Pasien mengatakan keluhan bintil berair ini muncul pertama
kali di atas kedua alisnya, kemudia menyebar ke leher, punggung, lalu ke
telapak tangan. Keluhan bintil-bintil berair ini disertai rasa gatal, tanpa disertai
rasa nyeri. Hal-hal yang memperberat atau memperingan keluhan tidak ada.
Keluhan lainnya seperti demam, batuk, pilek, mual, muntah disangkal. Pasien
belum mengonsumsi obat apapun untuk mengatasi keluhan yang dirasakan saat
ini.
9
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal. Riwayat alergi, asma,
jantung, ginjal, hati, autoimun, operasi, transfusi darah, dan keganasan
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi,
diabetes mellitus, riwayat alergi, terhadap obat maupun makanan, asma, dan
penyakit jantung pada keluarga pasien.
Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari merupakan seorang pelajar yang duduk di bangku
Sekolah Menengah Pertama. Keluhan serupa yang dialami dalam keluarga atau
di sekitar tempat tinggal pasien disangkal. Pasien mengatakan bahwa teman
sekelasnya ada yang mengalami keluhan serupa sejak beberapa hari sebelum
pemeriksaan. Pasien tidak merokok atau minum minuman beralkohol.
Tanda-tanda Vital
● Suhu : 36,7 ̊C
● Respirasi : 20 x/menit
10
Sistem Deskripsi
3.4 Resume
11
Pasien datang ke Poli Anak dengan keluhan muncul bintil-bintil berair
yang disadari sejak satu hari sebelum berobat ke Puskesmas. Keluhan bintil
berair pertama kali muncul di atas kedua alisnya, kemudian bintil berair
menyebar ke leher, punggung, lalu ke telapak tangan. Bintil berair dikatakan
terasa gatal, tanpa disertai rasa nyeri. Pasien merupakan seorang pelajar SMP.
Pasien mengatakan teman di sekolahnya ada yang mengalami keluhan serupa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vital sign stabil. Hasil tanda vital
berupa tensi 104/62 mmHg, suhu 36,7oC, nadi 84 kali per menit, respirasi 20
kali per menit. Pada pemeriksaan head to toe didapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan efloresensi didapatkan vesikel di atas kulit yang eritema,
multipel, berbentuk bulat, berbatas tegas, berukuran 1-3 mm, berdinding
tegang berisi cairan serus, tersebar diskret dan generalisata.
3.5 Diagnosis
Diagnosis kerja
Varisela Zoster
3.6 Tatalaksana
- Acyclovir tab 800 mg tiap 6 jam secara oral
- Loratadin tab 10 mg tiap 24 jam secara oral
- Vitamin C tab 50 mg tiap 24 jam secara oral
- KIE istirahat yang cukup
- KIE untuk menggunakan masker saat di rumah dan izin tidak
masuk sekolah sehingga mencegah penularan terhadap orang-orang
di sekitar
- KIE untuk memberikan bedak salisilat untuk mencegah vesikel
agar tidak mudah pecah
- KIE untuk tidak menggaruk lesi sehingga tidak menimbulkan
infeksi sekunder dan mencegah terbentuknya jaringan parut
3.7 Prognosis
12
● Ad Vitam : Bonam
● Ad Functionam : Bonam
● Ad Sanationam : Bonam
13
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
4.1 Definisi
Teori Kasus
Varisela adalah penyakit menular Pada kasus, penderita varisela
yang disebabkan oleh infeksi primer merupakan seorang pelajar
virus varisela zoster. Penyakit perempuan yang berusia 13 tahun.
varisela dapat menginfeksi pada Pasien mengatakan bahwa teman
segala usia, angka kejadian sekelasnya di sekolah ada yang
terbanyak ditemukan pada usia 5-9 mengalami keluhan serupa.
tahun. Varisela juga dapat menjadi
penyakit musiman yang terjadi
akibat penularan dari seseorang yang
menderita varisela dan tinggal di
populasi padat atau menyebar dalam
satu lingkungan sekolah.
4.2 Anamnesis
Teori Kasus
Varisela yang terjadi pada anak yang Pasien perempuan berusia 13 tahun
lebih besar (masa pubertas) biasanya datang dengan keluhan muncul
diawali dengan gejala prodormal bintil berair di seluruh tubuh.
seperti demam, malaise, nyeri Keluhan ini terjadi tanpa ada gejala
kepala, mual dan muntah. Varisela seperti demam, batuk, pilek, nyeri
ditularkan melalui udara dan melalui kepala, mual, muntah sebelumnya.
kontak kulit langsung dengan cairan
vesikel penderita varisela.
14
4.3 Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik :
Demam Lesi diawali dari kedua alis yang
Nyeri kepala menyebar ke leher, punggung
Mual lalu ke telapak tangan. Lesi
4.4 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
Bedak Dilakukan KIE untuk
Salep antibiotik memberikan bedak salisilat
Analgetik dan antipiretik untuk mencegah vesikel pecah
15
menimbulkan infeksi sekunder
16
BAB V
SIMPULAN
17
tab 800 mg tiap 8 jam secara oral. Pengobatan terhadap pasien juga dilakukan
secara simptomatik untuk mengurangi keluhan yang dirasakan seperti pemberian
loratadin, serta memberikan KIE untuk mencegah penularan penyakit.
18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Anazi*, K.A., WK, A.-A. and AM, A.-J., 2019. The beneficial effects of varicella
zoster virus. Journal of Hematology and Clinical Research, 3(1), pp.016–049.
https://doi.org/10.29328/journal.jhcr.1001010.
Al-Turab, M. and Chehadeh, W., 2018. Varicella infection in the Middle East:
Prevalence, complications, and vaccination. Journal of Research in Medical
Sciences, https://doi.org/10.4103/jrms.JRMS_979_17.
Bereda, G., 2022. Clinical manifestations, complications and management of
chickenpox infection in pediatric. International Journal of Pregnancy & Child
Birth, 8(3), pp.87–89. https://doi.org/10.15406/ipcb.2022.08.00266.
CDC and Ncird, n.d. Chapter 22: Varicella; Epidemiology and Prevention of
Vaccine-Preventable Diseases 14TH Edition.
Dooling, K., Marin, M. and Gershon, A.A., 2022. Clinical Manifestations of
Varicella: Disease Is Largely Forgotten, but It’s Not Gone. The Journal of
infectious diseases, 226(4), pp.S380–S384.
https://doi.org/10.1093/infdis/jiac390.
Kennedy, P.G.E. and Gershon, A.A., 2018. Clinical features of varicella-zoster
virus infection. Viruses, https://doi.org/10.3390/v10110609.
Leung, J., Harpaz, R., Baughman, A.L., Heath, K., Loparev, V., Vázquez, M.,
Watson, B.M. and Schmid, D.S., 2010. Evaluation of laboratory methods for
diagnosis of varicella. Clinical Infectious Diseases, 51(1), pp.23–32.
https://doi.org/10.1086/653113.
SW Menaldi, S.L., Bramono, K. and Indriatmi, W., 2016. ILMU PENYAKIT
KULIT DAN KELAMIN. Edisi Ketujuh ed. [online] Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Available at: <www.bpfkui.com>.
World Health Organization Geneva, 2014. Weekly epidemiological record Relevé
épidémiologique hebdomadaire. [online] Available at:
<http://www.who.int/wer>.
19