Anda di halaman 1dari 25

PANCASILA MENJADI IDEOLOGI NEGARA

Disusun oleh:
Kelompok III
Bastian Damanik (230510017)
Cincan Agustinus Gultom (230510022)
Daniel Sinaga (230510025)
David Iskandar Larosa (230510027)
Fordianus Us Abatan (230510035)
Hedwig Raymond Octavianus Sinurat (230510040)
Johannes Martin Saragih (230510045)
Laimson Siallagan (230510049)
Rindu Arianda Sihotang (230510062)
Risky Tongam Sitanggang (230510064)
Rizky Hieronimus Raymora Purba (230510065)
Viktorius Gulo (230510072)

Dosen Pengampu: Antonius Moa, Lic. S. Th.

FAKULTAS FILSAFAT
UNIVERSITAS KATOLIK ST. THOMAS SUMATERA UTARA
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kelompok haturkan kepada Tuhan atas rahmat-Nya kelompok dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini, yang berjudul “Pancasila Menjadi Ideologi Negara”.
Makalah ini disusun dengan meninjau berbagai sumber dan kasus-kasus aktual yang terjadi
di negara ini dalam perealisasian dan penanaman nilai pancasila menjadi ideologi negara.
Dalam bagian akhir kelompok juga akan mencoba memberikan refleksi kritis mengenai
penanaman nilai Pancasila menjadi ideologi negara dan melihat relevansi-relevansi konkret
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Makalah ini disusun untuk memenuhi penugasan
dalam perkuliahan Pendidikan Pancasila.
Berdasarkan Undang-Undang No 12 tahun 2012, Pendidikan Pancasila menjadi mata
kuliah wajib dan terpisah dari Pendidikan Kewarganegaraan meskipun merupakan satu
cakupan kesatuan. Pendidikan Pancasila menjadi langkah awal pemerintah dalam penanaman
nilai pancasila pada masyarakat Indonesia melalui mahasiswa-mahasiswa yang pancasilais.
Melalui Pendidikan Pancasila diharapkan aktualisasi nilai-nilai dan kecintaan serta kesadaran
masyarakat akan Pancasila sebagai ideologi negara dapat terealisasikan dan tertanam menjadi
karakter dan pola pikir masyarakat indonesia.
Permasalahan mengenai ideologi negara menjadi permasalahan yang aktual di negara
ini dan sering menimbulkan kekacauan dan mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban
masyarakat. Di tengah era globalisasi dan majunya perkembangan teknologi dan informasi,
menimbulkan masalah dalam maraknya percobaan untuk merubah ideologi Pancasila dengan
ideologi-ideologi yang tidak relevan dengan tujuan dan cita-cita bangsa. Pendidikan
Pancasila menjadi langkah konkret dalam menanggulangi permasalahan mengenai ideologi
negara, dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam pacasila sebagai ideologi
negara.
Menyadari permasalahan mengenai ideologi negara yang masih terjadi saat ini dan
menyadari betapa pentingnya penanaman nilai dan kesadaran akan Pancasila sebagai
ideologi negara. Kelompok mencoba memberikan pandangan kritis melalui studi kasus dan
studi pustaka dari sumber-sumber yang terpercaya yang termuat dalam makalah ini.
Akhirnya, kelompok mengucapkan terimakasih dan memohon maaf apabila terdapat
kesalahan dan kekurangan dalam penyampain materi dan penyusuna makalah ini. Kelompok
juga mengharapkan kritik dan saran yang berguna bagi kelompok dalam penulisan-penulisan
berikutnya.
Pematangsiantar, Maret 2024

Mahasiswa Fakultas Filsafat Unika St. Thomas

ii
Daftar Isi
Judul ....................................................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................iii
Pendahuluan...........................................................................................................................iv
Bab I Data Fundamental........................................................................................................1
1. Menelusuri Pancasila sebagai Ideologi Negara...............................................................1
1.1 Konsep tentang Ideologi............................................................................................1
1.2 Pancasila seabgai Ideologi Negara.............................................................................3
2. Pancasila dalam Sejarahnya sebagai Ideologi..................................................................5
3. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara.....................................................................7
Bab II Problematika Aktual...................................................................................................11

Bab III Refleksi dan Relevansi..............................................................................................15

Bab IV Aktualisasi.................................................................................................................18

Daftar Pustaka........................................................................................................................19

iii
Pendahuluan
Ideologi, bagi suatu negara, merupakan hal penting untuk diketahui dan dihidupi.
Dalam pelaksanaan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; ideologi menjadi
landasan atau acuan bagi setiap individu untuk menggerakkan setiap sektor penting. Ideologi
menjadi dasar berpkiri, bertindak, dan bersikap setiap individu, terkhusus dalam menjalankan
roda pemerintahan, sosial, ekonomi, dan politik dalam suatu negara. Tanpa ideologi, gerak
suatu pemerintahan tidak akan jelas.
Di Indonesia sendiri, ideologi yang dipakai atau diterapkan dalam pelaksanaan hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila
sendiri merupakan ideologi yang dirumuskan oleh para bapa pendiri negara Indonesia, yang
digali dari nilai-nilai kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Artinya ialah Pancasila
sendiri lahir dari bangsa Indonesia sendiri, sehingga ideologi Pancasila sangat mengena pada
diri bangsa Indonesia. Setiap komponen yang terdapat dalam bangsa Indonesia menjadi
pembentuk ideologi Pancasila, mulai dari kebudayaan, agama, relasi personal maupun
komunal, etika, moralitas, dan sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa para penganut
ideologi Pancasila ini, terkhusus masyarakat Indonesia akan merasa nyaman dan cocok
dengan ideologi Pancasila itu sendiri karena digali dari nilai-nilai lokal.
Ideologi Pancasila sendiri begitu penting bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu,
pendidikan Pancasila diajarkan di setiap instansi pendidikan guna menumbuhkan kecintaan
padanya. Hal ini juga sekaligus membentuk pola pikir da perilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila, sehingga identitas sebagai bangsa Indonesia tidak akan pudar. Penanaman
nilai-nilai Pancasila ini juga dilakukan bukan hanya dalam instansi-instansi pendidikan,
melainkan juga dalam berbagai bentuk, seperti sosialisasi lewat media sosial. Hal ini
menunjukkan pentingnya ideologi Pancasila dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Namun, dalam perjalanan waktu, Pancasila menghadapi berbagai tantangan, terkhusus
dalam era globalisasi zaman ini. Berbagai kebudayaan asing mencoba masuk ke dalam diri
setiap individu di Indonesia dan mengaburkan identitas diri sebagai bangsa Indonesia.
berbagai bentuk pengaruh kebudayaan asing tersebut, pada umumnya, bersifat negatif.
Dampaknya ialah munculnya aliran-aliran ekstrem, seperti radikalisme, terorisme,
separatisme, dan lain-lain. Di sinilah dibutuhkan peran penting dari Pancasila sebagai
ideologi negara Indonesia. Pancasila menjadi ‘filter’ bagi hal-hal buruk tersebut, sehingga
masyarakat Indonesia tidak kehilangan identitas aslinya. Pancasila hadir sebagai orientasi
bagi setiap masyarakat Indonesia untuk menggapai cita-cita negara yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945.

iv
BAB I
DATA FUNDAMENTAL
1. Menelusuri Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara

1.1 Konsep tentang Ideologi

Agar mencapai suatu tujuan dalam sistem pemerintahan negara, dibutuhkan


suatu konsep yang dijadikan arah dan landasan bertindak serta berpikir bagi sebuah
negara. Konsep atau gagasan tersebut lazim dikenal sebagai ideologi. Kata ‘ideologi’
sendiri, secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani yakni ‘idea’ dan ‘logos’. ‘Idea’
berarti ‘konsep’ atau ‘gagasan’, sedangkan ‘logos’ berati ‘ilmu’. Secara harafiah,
ideologi berarti ‘ilmu tentang ide-ide atau ajaran tentang pengertian dasar. 1 Ideologi
juga dipahami sebagai pandangan atau paham mendasar yang dianut untuk mencapai
suatu cita-cita yang ingin digapai atau diimpikan. Dalam pengertian ini, kata ‘eidos’,
yang artinya ‘bentuk’, dan ‘idein’, yang artinya ‘melihat’, menjadi kata asal mula
kata yang menggambarkannya.2 Maka, dapat disimpulkan bahwa ideologi sendiri
merupakan sebuah paham mendasar yang dianut oleh seorang individu ataupun
kelompok tertentu guna menggapai cita-cita yang harus digapai. Hal terpenting yang
harus diingat dalam ideologi, menurut Koedhi dan Soejadi, ialah sifatnya yang tetap.
Berdasarkan sifatnya yang khas inilah cita-cita tersebut dipahami sebagai gagasan
atau paham.3

Dalam sejarahnya, Destutt de Tracy sendiri, pada tahun 1796, memberikan


pengertian ideologi sebagai ‘scince of ideas’. Kata ini memiliki makna yang dalam
mengenai ideologi sebagai ajaran tentang pemikiran dasar.4 Istilah ini menyiratkan
sebuah konsep atau gagasan yang dianut oleh setiap kelompok, yang dasar atas motif
dalam menjalankan kegiatan yang berkenaan pula dengan hubungan sosial atau
hidup bermasyarakat. Tracy menyatakan bahwa paham ini merupakan suatu harapan
untuk perubahan institusional bagi masyarakat Prancis. Paham ini dimaksudkan oleh
Tracy untuk menuntun masyarakat pada ide-ide mana yang benar dan mana yang
salah. Tujuannya ialah untuk memperbaiki masyarakat. Ia mengusulkan suatu
pendidikan sekuler yang diyakini dapat menghasilkan manusia yang lebih baik. 5
1
Paristiyanti Nurwardani et al., Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia, 2016), hlm. 116.
2
Alwi Kalderi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi (Banjarmasin: Antasari Press, 2015),
hlm. 115.
3
Ujang Suratno et al., Pendidikan Pancasila (Yogyakarta: K-Media, 2020), hlm. 69.
4
Abdul Aziz dan Mohamad Rama, Pudarnya Nilai-Nilai Pancasila (Cirebon: Elsi Pro, 2020), hlm. 23.
5
Eko Handoyo et al., Pertarungan Ideologi: Pancasila di Tengah Kepungan Ideologi-Ideologi
Dominan (Semarang: Unnes Press, 2018), hlm. 5.

v
Namun, Napoloen berpendapat bahwa paham tersebut tidak bersifat praktis. Maka, ia
menyebut paham tersebut sebagai sebuah khayalan.6

Dalam karyanya ‘Il principe’, Machiavelli memperlihatkan bahwa seorang


pemimpin harus bisa menciptakan suatu opini umum yang dapat mengendalikan
tingkah laku masyarakatnya. Hal tersebut dilaksanakan untuk memperkokoh
kekuasaan, dengan cara mengendalikan keinginan mereka yang rendah. Dasar dari
pemikirannya ini berakar dari pernyataannya yakni manusia merupakan makhluk
yang dapat dipengaruhi dengan mudah oleh emosi-emosinya. Ia berpendapat pula
bahwa tidak perlu memperhatikan berbagai pertimbangan moral dalam menjalakan
sistem pemerintah. Pendapatnya ini merupakan suatu paham yang harus dianut oleh
para pangeran atau penguasa di zamannya. Machiavelli membenarkan segala cara
untuk memperkokoh kekuasaan.7

Konsep inipun dilanjutkan oleh Marx, yang menekankan realitas material yang
membentuk suatu kesadaran. Baginya, orang-orang yang memiliki alat produksi
materiallah yang berkuasa; mengontrol kesadaran (mental).8 Baginya, para pemilik
tanah (kaum feodal) merupakan penguasa dan petani merupakan orang-orang yang
berada pada kelas bawah. Modal sendiri dikuasai oleh para kaum Borjuis, sedangkan
kaum proletar hanyalah kaum yang tertindas.9 Berdasarkan paham yang
dikemukakannya ini mengenai ideologi, terdapat tiga ciri utama yakni pertama,
ideologi dilihat sebagai pandangan yang salah atau lazim disebut ‘kesadaran palsu’.
Kedua, adanya fokus pada kaum yang berkuasa, yang serta merta pula berkaitan
dengan kelas-kelas sosial. Ketiga, adanya kepentingan ‘terselubung’ para kaum
kapitalis yang bersifat ekploitatif, sehingga tercerminkan suatu ketidasamaan kelas di
dalamnya.10

Dalam perkembangan lebih lanjut, pemahaman tentang ideologi semakin


berkembang. Martin Seliger menyatakan bahwa ideologi, sebagai sistem
kepercayaan, didasarkan pada dua hal yakni ideologi fundamental dan ideologi
operatif. Dalam ideologi fundamental, terdapat unsur-unsur penting yaitu deskripsi,
analisis, preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan; yang diletakkan dalam
kerangka preskripsi moral. Sedangkan pada ideologi operatif, terdapat beberapa
unsur yaitu deskripsi, analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan. Pusat
dari ideologi operatif ini ialah preskripsi teknis. Kedua bentuk ini, dalam
penerapannya, mengandung konsekuensi yang berbeda. 11 Prof. Dr. H. Kaelan, M. S.
memberikan sebuah pengertian ideologi. Menurutnya, ideologi merupakan luralis

6
Paristiyanti Nurwardani et al., Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm. 117.
7
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2004), hlm. 18-19.
8
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzsche…, hlm, 241.
9
Paristiyanti Nurwardani et al., Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm.118.
10
Ujang Suratno et al., Pendidikan Pancasila…, hlm. 71.
11
Paristiyanti Nurwardani et al., Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm. 119-120.

vi
gagasan, ide, dan kepercayaan yang bersifat sistematis dan luralis, yang menyangkut
dan mengatur tingkah laku manusia dalam pelbagai segi kehidupan.12

Khazanah pemahaman tentang ideologi tentunya membuka cakrawala kita


untuk memahi lebih mendalam makna dari sebuah ideologi. Memang dalam
perjalanan sejarah, ideologi dimengerti dalam berbagai bentuk, baik bersifat positif
maupun negatif. Deskripsi mengenai berbagai jenis pemahaman tentang ideologi
tersebut sangant berguna bagi kita untuk memahami dengan baik arti dan makna dari
ideologi. Di dalamnya, tampak usaha manusia, dengan kekuatan rasional dan
berdasarkan fakta di masyarakat, mencoba untuk merumuskan ideologi yang menjadi
dasar bagi manusia untuk menggapai cita-citanya, baik dalam hidup bernegara
maupun bermasyarakat.

1.1 Pancasila sebagai Ideologi Negara

Dalam pembahasan sebelumnya, kita telah disuguhkan pemahaman mengenai


ideologi dalam sejarah dunia. Dari berbagai pemahaman tersebut, dapat disimpulkan
bahwa ideologi merupakan gagasan atau ide yang menjadi dasar bagi bangsa dan
negara untuk berpikir dan bertindak, serta mengatur jalannya kehidupan bernegara
dan bermasyarakat. Ideologi menjadi arah bagi bangsa dan negara tertentu untuk
menggapai cita-cita yang hendak diraih mereka. Hal inilah sekaligus menjadi alasan
mengapa ideologi begitu penting bagi sebuah bangsa dan negara. Tanpa ideologi,
tidak ada arah yang jelas bagi suatu bangsa dan negara untuk menjalankan sistem
yang ada, terlebih lagi dalam mengarungi zaman.

Demikian halnya Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara menjadi hal
yang amat penting. Pancasila merupakan gagasan atau ide-ide dasar bagi bangsa
Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebagai
ideologi, Pancasila menjadi arah bagi keberlangsungan NKRI. Pancasila sendiri,
sebagai ideologi negara, merupakan inti atau esensi dari kehidupan dan kebudayaan
Indonesia. Hal ini terkuak dalam sejarah lahirnya Pancasila, tatkala Ir. Soekarno
merenungkan falsafah hidup bangsa Indonesia sendiri saat ia diasingkan ke Ende. 13
Artinya ialah Pancasila lahir dari kekayaan bangsa Indonesia sendiri. Soekarno
melihat kekayaan realitas yang ada di Indonesia. Realitas tersebut begitu luas dan
dalam. Refleksi atas hal tersebut pun pada akhirnya melahirkan Pancasila di kemudian
hari. Hal inilah yang membuat Pancasila menjadi ideologi yang unik bila
dibandingkan dari ideologi dari negara yang lain. Pancasila, sebagai ideologi negara,
memiliki sifat yang khas karena digali dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia.
Maka, dengan demikian, Pancasila sangat mengena pada diri bangsa Indonesia.
Pancasila, sebagai ideologi negara, sangat cocok dengan bangsa Indonesia. Sumber

12
Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Modul
Pancasila ([Jakarta]: [tanpa penerbit], 2015), hlm. 10-11, (modul pembelajaran).
13
Panitia Peringatan Hari Lahir Pancasila Direktorat Jendral Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Kisah Pancasila ([Jakarta]: [tanpa penerbit], 2017), hlm. 26-31.

vii
butir- butir Pancasila, sebagai ideologi negara, yang berasal dari kehidupan dan
kebudayaan bangsa Indonesia tersebut merupakan bagian dari dimensi realita, yang
merupakan salah satu kekuatan suatu ideologi menurut Dr. Alfian (1990).14

Pancasila, sebagai ideologi negara, telah diatur pula dalam Ketetapan MPR
nomor 18 tahun 1998. Pancasila dipandang sebagai dasar dari NKRI yang harus
dilaksanakan secara konsisten.15 Dalam Ketetapan MPR tersebut, Pancasila, sebagai
ideologi negara, tidak hanya dipahami sebatas konsep saja, melainkan harus pula
diamalkan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Artinya ialah dituntut pula
peran aktif masyarakat untuk mengimplementasikan butir-butir Pancasila, serta nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya. Masyarakat, secara konsekuen, diminta untuk
menerapakan nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek atau segi kehidupan.

Sebagai ideologi negara, Pancasila juga dikenal sebagai ‘ideologi terbuka’.


Dalam hal ini, Pancasila dimengerti sebagai ideologi yang tidak kalah dengan
perkembangan zaman. Pancasila mampu mengikuti perkembangan zaman, sehingga
sifat dinamis pun melekat padanya.16 Hal tersebut semakin tampak ketika Pancasila
dihadapkan pula pada problematika yang ada pada zamannya. Melalui refleksi
rasional, makna dari Pancasila pun muncul. Gagasan mengenai Pancasila sebagai
ideologi terbuka muncul pada tahun 1985. Bila berbicara mengenai Pancasila sebagai
ideologi terbuka, kita tidak lupa akan hakikatnya. Menurut Dr. Alfian, terdapat tiga
dimensi yang menandakan status Pancasila sebagai ideologi terbuka:

 Dimensi realitas: nilai-nilai fundamental yang ada dalam Pancasila itu


sendiri berasal dari kehidupan dan kebudayaan masyarakat Indonesia
sendiri.
 Dimensi idealitas: di dalam Pancasila, terdapat cita-cita bangsa Indonesia
yang terdapat dalam setiap segi kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga
menjadi motivasi yang positif bagi masyarakat Indonesia untuk meraih
cita-cita tersebut.
 Dimensi fleksibilitas: Pancasila bersifat fleksibel. Hal ini memungkinkan
adanya perkembangan pemikiran yang baru tanpa melenceng dari konsep
dasar Pancasila sendiri dalam menghadapi tantangan zaman.17
Bila ditilik kembali makna dari ideologi dalam awal pembahasan tadi, dapat
dikatakan bahwa Pancasila merupakan gagasan, ide, atau paham yang dianut agar
tujuan atau cita-cita negara Indonesia dapat tercapai. Dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, telah dipaparkan tujuan atau cita-cita bangsa dan negara

14
Abdul Aziz dan Mohamad Rama, Pudarnya Nilai-Nilai Pancasila…, hlm. 30.
15
Andrew Shandy Utama dan Sandra Dewi, “Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia Serta
Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi”, dalam PPKn dan
Hukum, vol. 13 no.1, 2018, hlm 4.
16
Gilang P., https://www.Gramedia.com/literasi/ideologi-terbuka/, diakses tanggal 09 Maret 2024.
17
Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Modul
Pancasila…, hlm. 16.

viii
Indonesia yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial; yang
berlandaskan pada lima sila Pancasila. Driyakara menjelaskan bahwa
pengimplementasian dari ideologi Pancasila dan lima sila tersebut bermula dari
konsep tentang ideologi yang tentunya harus dipahami terlebih dahulu. Kemudian,
diterapkan dalam norma-norma dan praktek hidup.18 Dengan demikian, Pancasila,
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia, dapat dirasakan dan menjadi hal yang
selalu aktual dalam setiap problematika yang terjadi dalam berbagai masa. Hal ini
juga menjadi upaya bagi kita, bangsa Indonesia, untuk menjaga eksistensi Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara kita. Jika eksistensi Pancasila dapat dijaga, maka
kita tidak akan kehilangan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Terlebih lagi,
Pancasila merupakan inti sari dari kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Konsekuensi bila nilai-nilai Pancasila pudar, secara otomatis pula, arah dan tujuan
kita pun menjadi pudar.
Selain itu, sebagai ideologi negara, Pancasila mengandung beberapa fungsi
penting yang dijadikan sebagai dasar bagi bangsa Indonesia: 19

 Pancasila dapat dijadikan sebagai pengetahuan, atau sebagai dasar dan


landasan, untuk mengetahui dan memahami berbagai peristiwa yang ada di
dunia;
 sebagai arah yang fundamental bagi bangsa Indonesia, Pancasila
memberikan makna dan arah bagi masyarakat untuk melakukan setiap
aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat;
 Pancasila menjadi norma yang menjadi panduan bagi segenap masyarakat
Indonesia;
 karena lahir dari kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia sendiri,
Pancasila menjadi identitas;
 Pancasila, sebagai pendidikan bagi segenap masyarakat Indonesia,
membantu segenap masyarakat Indonesia untuk membentuk pola
kehidupan mereka, sehingga menjadi segenap individu pancasilais.

2. Pancasila dalam Sejarahnya sebagai Ideologi


Berbicara mengenai sejarah lahirnya Pancasila, tidak dapat dipisahkan dari sejarah
terbentuknya negara ini. Sebelum bangsa Indonesia merdeka, terbentuk sebuah kelompok
yang disebut dengan BPUPKI (badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia). Bandan ini bertugas unutk menyelidiki segala usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia. Badan ini dibentuk pada tanggal 28 Mei 1945 dibawah pimpinan
Ir. Soekarno. Badan ini juga merumuskan bagaimana perancangan dasar negara Idonesia
secara filosofis dan perancangan UUD. Kedua topik ini menjadi pokok pembahasan dari

18
Wartoyo, Filasafat dan Ideologi Pancasila: Teori, Kajian, dan Isu Kontemporer (Solo: Unisri Press,
2020), hlm. 5.
19
Alwi Kalderi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm. 123.

ix
badan ini, sehingga terjadi dua kali persidangan unutk membahsa kedua topik ini.
Persidangan pertama terjadi pada tanggal 29 Mei-01 Juni 1945. Dengan topik pembahsan
yaitu tentang landasan filosofis dasar negara Indonesia. Persidangan kedua terjadi pada
tanggal 10-16 Juli 1945. Dengan topik pembahasan yaitu mengenai UUD negara
Indonesia.
Perlu juga diketahui bahwa badan ini dibentuk sebelum bangsa Indonesia merdeka.
Hal ini menunjukkan bahwa badan ini sangat berperan aktif dalam kemerdekaan
Indonesia. Terdapat juga banyak tokoh-tokoh penting di dalamnya (Ir. Soekarno, Dr.
Mohammad Hatta dan lain-lain). Para tokoh ini, merumusakan sedemikan rupa landasan
dan UUD negara Indoensia untuk mempertegas dan memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi karena pada masa Indonesia masih dijajah oleh negara
Jepang. Maka, Ir. Soekarno dan tokoh-tokoh lain mulai mecetusakan dan merencanakan
kemerdekaan bangsa Indonesia dengan membentuk BPUPKI. Dalam badan inilah
dirmuskan dan dibahas perancangan dasar negara dan UUD, dan hasil dari pembasan dari
badan ini dapat dilihat yaitu PANCASILA sebagai dasar negara dan UUD 1945. Kedua
topik ini mengalami banyak perubahan hingga menjadi sempurna dan utuh seperti saat
ini.
Sidang BPUPKI yang pertama memulai tugasnya dengan membicarakan masalah
yang sangat penting yaitu tentang dasar negara. Terdapat beberapa tokoh penting yang
memberikan kontribusi dalam menyampaikan ide-ide dan pandangan-pandangan
mengenai dasar negara. Satu pertanyaan yang mendasar kepada seluruh peserta yang
diajukan oleh Radjiman Wediodiningrat selaku ketua BPUPKI yaitu tentang landasan
filsafati dasar Negara Indonesia. Hal ini memberikan dorongan kepada berapa tokoh dari
keseluruhan peserta. Tiga tokoh yang dikenal yang mencoba memberikan jawaban atas
pertanyaan itu yaitu Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Sesuai dengan pidato
yang disampaikan oleh Muhammad Yamin yang berjudul “Azas dan Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia”, naskah persiapan, risalah BPUPKI1 dan Risalah
BPUPKI2 mengandung inti lima hal sebagai berikut,
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat.
Soekarno (Bung Karno) yang pada hari terakhir masa persidangan pertama tampil
menyampaikan rumusan dasar Negara Indonesia. ia mengusulkan bahwa nama rumusan
negara tersebut diberikan nama “Pancasila” yang di dalamnya terdapat lima sila sebagai
berikut:
1. Kebangsaan – Nasionalisme
2. Perikemanusiaan-internasionalisme
3. Mufakat-demokratis
4. keadilan sosial

x
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam catataan sejarah menyatakan bahwa oleh Soekarno kelima gagasan tersebut
diberi nama Pancasila. Pertama adalah angka tiga (3) bila para peserta tidak setuju dengan
angka lima (5) yang disebut dengan Trisila. Trisila ini terdiri atas:
1. Sosio-Nasionalisme
2. Sosio-Demokratisme
3. Ketuhanan Yang Maha Esa. 20

3. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

Dalam arus globalisasi, keterbukaan akan dunia luar terwujud dalam relasi suatu
negara dengan negara yang lain. Hal ini memungkikan masuknya kebudayaan luar ke
suatu negara, sehingga globalisasi dapat membawa dampak positif dan negatif bagi
sebuah negara. Dampak positif dari globalisasi sendiri adalah berkembang teknologi dan
ilmu pengetahuan sebuah negara. Perkembangan di berbagai sektor kehidupan dalam
sebuah negara merupakan tanda globalisasi membawa dampak positif bagi sebuah negara.
Dampak negatif globalisasi bagi sebuah negara adalah, pada umumnya, kebudayaan di
sebuah negara menjadi pudar karena pengaruh dari kebudayaan asing. Hal ini juga
disebabkan oleh acuan hidup yang tidak kuat tertanam dalam diri setiap individu dalam
sebuah negara. Hal ini mengindikasikan bahwa globalisasi dapat membawa perubahan
besar dalam tatanan dunia, terkhusus dalam sebuah negara.
Keterbukaan dan relasi yang terjadi lewat arus globalisasi dapat membentuk suatu
kebudayaan global karena terjadi pertemuan antara kepentingan yang beragama dari
berbagai belahan dunia. Sastrapratedja merumuskan karakteristik kebudayaan global
tersebut: 21
 berbagai bangsa dan kebudayaan menjadi lebih terbuka terhadap pengaruh timbal
balik;
 pengakuan akan identitas dan keanekaragaman masyarakat dalam berbagai
kelompok dengan kemajemukan etnis dan religius;
 masyarakat yang memiliki ideologi dan sistem nilai yang berbeda bekerja sama
dan bersaing, sehingga tidak ada satu pun ideologi yang dominan;
 kebudayaan global merupakan sesuatu yang khas secara utuh, tetapi tetap bersifat
plural dan integral;
 nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan, dan demokrasi menjadi nilai-
nilai yang dihayati bersama, tetapi dengan interpretasi yang berbeda-beda.
Dari uraian di atas, kita dapat melihat begitu besarnya pengaruh globalisasi yang
mungkin terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, globalisasi menjadi tantangan terbesar saat
ini bagi ideologi Pancasila. Masuknya kebudayaan asing, lewat globalisasi, dapat
mengakibatkan lunturnya kebudayaan Indonesia, serta lunturnya nilai-nilai Pancasila.

20
Abdul Aziz dan Mohamad Rama, Pudarnya Nilai-Nilai Pancasila…, hlm. 7-14.
21
Abdul Aziz dan Mohamad Rama, Pudarnya Nilai-Nilai Pancasila…, hlm. 27.

xi
Secara tidak langsung pula, lewat globalisasi, Indonesia menghadapi berbagai ideologi
yang berasal dari berbagai negara, yang terbentuk lewat latar belakang sejarah mereka.
Tentunya tantangan Indonesia ini mengacu pada perbedaannya pula dengan berbagai
ideologi yang ada pada berbagai negara atau daerah di belahan dunia lain.
 Bidang Politik dan Hukum
Dalam bidang politik dan hukum, ideologi Pancasila berperan sebagai
penjunjung tinggi keadilan, serta keberadaan individu dan kelompok. Hal ini
berbeda dengan berbagai ideologi lain pada negara tertentu seperti komunisme
yang melanggengkan atau menjadi kelangsungan otoritas tertentu yang berkuasa
mutlak dalam sebuah negara, misalnya yang terjadi pada negara Korea Utara.
Kekuasaan mutlak rezim Kim Jong Un tidak memungkinkan bagi masyarakat
untuk memberikan aspirasi pribadi. Malahan, otoritas penguasa menguasai
berbagai sektor dalam negaranya.
Secara tidak lansung, dalam menghadapi tantangan ideologi lain lewat arus
globalisasi, Pancasila harus menjadi penjamin bagi negara untuk menegakkan
tiang demokrasi dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila menjadi
landasan hukum dalam negara Indonesia untuk menumpas kepentingan pribadi
dari individu, kelompok, bahkan otoritas tertentu, sehingga kepentingan bersama
dikedepankan. Pancasila pun menjadi landasan penting bagi demokrasi yang
belangsung dalam negara Indonesia yakni demokrasi Pancasila. 22
 Bidang Ekonomi
Ideologi tertentu memberikan sumbangan besar dalam kerangka
perekonomian dalam negara tertentu. Ideologi menjadi dasar dalam tindakan
ekonomis. Artinya adalah ideologi menjadi landasan dalam kegiatan
perekonomian, serta penataannya pula dalam sebuah negara. Pada faktanya, di
beberapa negara, ideologi memiliki andil besar dalam pengolahan perekonomian
negara. Misalnya, di negara-negara yang memiliki ideologi liberalisme, pihak
swasta memiliki dominasi ekonomis yanag cukup besar. Peran negara sendiri
begitu kecil, sehingga terjadilah persaingan antarlembaga swasta dalam sektor
perekonomian. Konsekuensi lainnya adalah adanya monopoli yang terjadi dalam
sistem perekonomian di negara-negara liberal.
Tidak begitu yang terjadi pada Indonesia. Peran pemerintah negara juga ada
dalam sektor perekonomian. Dengan berlandaskan pada ideologi Pancasila, negara
tetap mengontrol pihak swasta dalam kegiatan perekonomian negara. Kontrol
tersebut terwujud dalam aturan yang telah ditetapkan bagi BUMS (Badan Usaha
Milik Swasta), sehingga tidak terjadi monopoli dalam kegiatan perkonomian di
Indonesia. Pancasila tetap menampakkan nilai-nilainya, terkhusus nilai keadilan
dalam sektor perekonomian negara. Secara aktif pula, negara mengembangkan
perekonomian masyarakat dengan membuat perekonomian kreatif. Masyarakat
dibina untuk berani menciptakan lapangan kerja yang baru dengan inovasi-inovasi
tertentu, yang tidak berlawanan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi
negara. 23
22
Alwi Kalderi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm. 134.
23
Alwi Kalderi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm. 134.

xii
 Bidang Agama
Dalam bidang agama, ideologi Pancasila, berlandaskan pada sila I:
‘Ketuhanan yang Maha Esa’, menjadi penjamin kehidupan beragama bangsa
Indonesia. Implikasi lainnya adalah agama harus menjiwai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Agama meresapi berbagai aspek
kehidupan masyarakat. Hal ini menjadi pengaktualisasian pula dari hakikat
manusia sebagai homo religiosus. Dalam kehidupan beragama pula, masyarakat
bebas memilih atau menganut agama tertentu. Hal ini justru berbanding terbalik
dengan berbagai ideologi dari negara lain. Misalnya, dalam ideologi komunisme,
agama dikesampingkan, sehingga ateisme pun berkembang pesat. Agama dilihat
sebagai penghalang bagi negara untuk menegakkan kekuasaanya.24
 Pandangan Individu dan Masyarakat
Dalam implikasi dari beberapa ideologi di berbagai negara, terjadi penekanan
pada eksterem tertentu yang berdasarkan pula pada kepentingan tertentu.
Misalnya, dalam negara liberalis, individu lebih ditekankan daripada masyarakat.
Masyarakat ada untuk mengabdi pada individu tertentu. Lain halnya dengan
negara-negara sosialis, yang menekankan kepentingan masyarakat, sehingga
kepentingan individu dikesampingkan. Dalam ideologi Pancasila, kedua pihak,
individu dan masyarakat, sama-sama diakui keberadaannya. Keseimbangan
melandasi relasi keduanya. Baik individu maupun masyarakat, terdapat korelasi.
Masyarakat ada karena adanya individu. Individu pula harus hidup dalam
masyarakat.25
Berdasarkan uraian perbedaan Pancasila dengan ideologi lain dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; kita dapat melihat adanya potensi
untuk menyusupnya kebiasaan atau kebudayaan yang dihasilkan oleh ideologi-ideologi
tersebut ke dalam negara Indonesia, bahkan potensinya untuk menyusup ke dalam
pemikiran bangsa Indonesia sendiri. Kita tidak boleh melupakan peristiwa G30SPKI,
yang didalangi oleh partai komunis, yang diketuai oleh D. N. Aidit. Partai komunis ini,
pada saat itu, berusaha untuk mengubah ideologi Pancasila. Hal ini menjadi bukti nyata,
serta ancaman potensial, bagi negara Indonesia saat ini, yang berkecimpung dalam arus
globalisasi dunia. Tentunya, ancaman tersebut dalam bentuk yang berbeda. Unsur-unsur
tertentu pun menjadi tantangan yang tampak jelas bagi Pancasila akibat dari pengaruh
ideologi tertentu, seperti ateisme, individualisme, dan kapitalisme. Norma-norma dalam
masyarakat dirongrong pula dengan masuknya kebudayaan luar lewat arus globalisasi.
Wujud nyatanya pun dapat kita lihat sekarang, seperti narkoba dan terorisme.26
Di era globalisasi, dalam menghadapi perbedaan ideologi, ancaman kebudayaan
asing, dan berbagai bentuk ancaman bagi negara dan bangsa Indonesia; Pancasila menjadi
‘penyaring’ bagi kebudayaan atau kebiasaan asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Pancasila menjadi penyaring bagi hal-hal yang dapat memudarkan moralitas
bangsa Indonesia, serta norma-norma yang ada dalam negara Indonesia. Kebudayaan
24
Alwi Kalderi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm. 134.
25
Alwi Kalderi, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm. 134.
26
Paristiyanti Nurwardani et al., Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi…, hlm.126.

xiii
yang sopan, santun, dan arif akan hilang karena masuknya budaya asing, terkhusus yang
bersifat kebaratan. Pancasila pun hadir untuk mengantisipasi terjadinya kemunduran
semacam itu.27
Oleh sebab itu, Pancasila, sebagai ‘penyaring’ terhadap kebudayaan asing yang tidak
sesuai dengan nilai ideologi Pancasila itu sendiri, dapat diaktualisasikan dari masing-
masing sila:
 Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Kepercayaan akan Tuhan membawa umat beriman pada kewajibannya dalam
kehidupan beragama, sehingga tidak akan terpengaruh oleh pengaruh buruk
globalisasi, serta dapat menjaga diri darinya. Sila pertama mengurungkan sikap
radikalisme yang dibawa lewat proses globalisasi. Kepercayaan akan Tuhan akan
membawa masyarakat pada pemahaman mendasar akan agama, sehingga tidak
ada kemungkinan bagi radikalisme untuk berkembang di tengah masyarakat.
 Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila kedua, persamaan derajat manusia akan dijunjung tinggi, terutama
dalam hak-hak dan kewajiban.
 Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Rasa persatuan dibangun oleh dan berdasarkan sila ketiga ini. Rasa persatuan
yang dibangun mmebuat setiap masyarakat Indonesia harus lebih mementingkan
kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi.
 Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permasyarakatan/Perwakilan
Dalam sila ini, pengaktualisasian dari permusyawaratan terwujud. Setiap
keputusan atau kebijakan diambil berdasarkan musyawarah dan selalu mengarah
pada kepentingan bangsa dan negara. Dengan sila keempat ini, filteralisasi terjadi
terhadap kebudayaan barat yang dapat ‘merongrong’ nilai-nilai Pancasila itu
sendiri, serta kebudayaan Indonesia.
 Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Untuk memajukan kehidupan sosial, Pancasila menjaga keseimbangan antar
hak dan kewajiban setiap individu di Indonesia. Ketika unsur-unsur asing
membawa ketidakadilan bagi masyarakat Indonesia, sila kelima menyaring hal
tersebut, sehingga tidak dapat masuk ke Indonesia.28

27
Nadya Kameswari Perbawa, “Peranan Pancasila dalam Menghadapi Era Globalisasi dan
Modernisasi”dalam Jurnal Hukum Universitas Mahasaraswati, [tanpa volume], [tanpa tahun], hlm.34.
28
Nadya Kameswari Perbawa, “Peranan Pancasila dalam Menghadapi Era Globalisasi dan
Modernisasi” dalam Jurnal Hukum Universitas Mahasaraswati…, hlm. 36.

xiv
BAB II
PROBLEMATIKA AKTUAL
Makna ideologi pluralisme bagi negara yakni, sebagai keseluruhan pandangan, cita-
cita, keyakinan dan nilai bangsa pluralisme, yang secara pluralisme perlu
diimplementasikan dalam kehidupan nyata dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.29 Sebagai ideologi bangsa, Pancasila juga tentunya memiliki tantangan
tersendiri. Tantangan pluralisme sebagai ideologi di antaranya adalah tantangan kemajuan
zaman atau globalisasi.30
Salah satu contoh persoalan aktual mengenai ideologi pluralisme di Indonesia adalah
Perusakan Rumah Ibadah yang mana hal ini melanggar sila pertama yang berbunyi “Ke
Tuhanan yang Maha Esa”. Bunyi sila pertama yang ada di dalam pluralisme ini bertujuan
supaya setiap individu masyarakat Indonesia bisa bebas memeluk agama sesuai dengan
kepercayaan mereka masing-masing dan juga beribadah sesuai agama dan saling
menumbuhkan rasa toleransi kepada agama lain.
Contoh persoalan mengenai ideologi pluralisme di Indonesia:
1. Serangan Bom Di Tiga Gereja Surabaya: Pelaku Bom Bunuh Diri ‘Perempuan yang
Membawa Dua Anak’
Menurut keterangan polisi, bom pertama meledak sekitar pukul 07.30 WIB di Gereja
Katolik Santa Maria Tak bercela di Jalan Ngagel Madya Utara, Surabaya. Selang sekitar
lima menit kemudian bom kedua meledak di Gereja Pentakosta di Jalan Arjuno, dan tidak
lama kemudian bom meledak di Gereja GKI di Jalan Diponegoro, kata polisi. Empat
orang tewas akibat ledakan bom di depan Gereja Santa Maria, dua orang tewas di Gereja
Pentakosta serta dua orang tewas lainnya di depan gereja GKI, ungkap Frans Barung.31
Dalam konteks ideologi pluralisme, peristiwa ini menunjukkan bagaimana
ekstrimisme dan terorisme bertentangan dengan nilai-nilai pluralisme. Pancasila adalah
dasar negara Indonesia yang mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan sosial,
persatuan, dan ketuhanan yang maha esa. Namun, aksi terorisme bertentangan dengan
nilai-nilai ini, karena melanggar prinsip-prinsip kemanusian, persatuan dan keadilan,

29
Alwi Kaderi, 2015, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Antasari Press, Banjarmasin,
hlm. 119.
30
Wartoyo, 2020, Filsafat dan ideologi pancasila: teori, kajian dan isu kontemporer, Unisri Press,
Surakarta, hlm. 70
31
BBC, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44097913, diakes pada 03 Maret 2024.

xv
karena melibatkan penggunaan kekerasan, intimidasi, dan ancaman untuk mencapai
tujuan politik atau ideologis tertentu yang sering kali dengan cara merugikan orang-orang
yang tidak bersalah.
Perkembangan globalisasi inilah yang telah memberikan dampak terhadap ketahanan
ideologi Pancasila, terutama dalam konteks munculnya terorisme. Globalisasi membawa
ideologi alternatif yang dapat meresap ke dalam masyarakat, termasuk ideologi terorisme
yang dapat merembes hingga ke desa-desa. Hal ini menimbulkan tekanan terhadap nilai-
nilai Pancasila, seperti pada sila pertama yang seharusnya mengajak persatuan namun kini
banyak mengalami konflik akibat artikulasi agama yang keras. Selain itu, globalisasi juga
dapat memperkuat sikap pluralisme yang bertentangan dengan semangat
multikulturalisme Pancasila.32
Ideologi terorisme sendiri bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila karena dapat
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Terorisme cenderung memecah belah
masyarakat dan menimbulkan permusuhan. Oleh karena itu, penguatan ideologi Pancasila
sebagai pondasi negara sangat penting dalam melawan aksi terorisme. 33 Pancasila sebagai
panduan hidup masyarakat Indonesia diharapkan mampu menyelesaikan persoalan
terorisme di Indonesia.
Dilansir dari (Damanhuri, 2016) mengemukakan bahwa pluralisme merupakan hal
yang sangat penting sebagai acuan maupun pedoman mengenai bagaimana warga negara
dapat berperilaku dengan baik di dalam berkehidupan sosial, atau pluralisme sebut
dengan good citizen.34 Melalui penerapan nilai-nilai pluralisme dalam kehidupan
bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara diharapkan masyarakat dapat mengetahui cara
berpikir dan berperilaku sesuai dengan ideologi bangsa sehingga mengahasilkan
kehidupan yang positif dan tidak bertentangan dengan nilai dan norma.
2. Pelanggaran Sila Ketiga Persatuan Indonesia oleh OPM
Salah satu contoh pelanggaran sila ketiga adalah gerakan Organisasi Papua Merdeka
(OPM) yang kini dikenal sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Gerakan
separatis ini telah berdiri sejak 1963 dan eksis hingga sekarang di Papua dan Papua Barat.
Tujuan mereka adalah untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah istilah umum bagi gerakan
prokemerdekaan Papua yang mulanya adalah reaksi orang Papua atas sikap pemerintah
Indonesia. Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak puas dengan kebijakan pemerintah
Indonesia selama Papua terintegrasi dengan Indonesia. Perjuangan OPM adalah untuk
melapaskan diri dari Negara Kesatuan Indonesia (NKRI). Perjuangan kemerdekaan Papua
mengalami tekanan militer Indonesia baik yang bergerak secara damai maupun dengan
menggunakan senjata demi mewujudkan keutuhan NKRI.

32
Lemhannas RI, https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/844-pancasila-di-tengah-
era-globalisasi, diakes pada 03 Maret 2024.
33
Hana Faridah, “Terorisme Dalam Tinjauan Nilai-Nilai Pancasila”, dalam Jurnal Pancasila, Vol. 3
No. 1, 2022.
34
Ibid.

xvi
Berdasarkan contoh kasus tersebut tampak bahwa adanya cikal bakal perpecahan
dalam suatu tatanan kenegaraan, yang dimana ada suatu kelompok yang berkeinginan
untuk memisahkan diri dari kesatuan NKRI yaitu kelompok OPM di Papua. Yang menjadi
pertanyaan dalam kasus ini adalah apa sebenarnya penyebab atau pemicu sehingga
kelompok ini ingin pisah dari NKRI. Berdasarkan penjelasan yang ada tampak kalau
salah satu alasan atau penyebab konflik ini ialah karena mereka merasa kurang puas
dengan kepemimpinan negara Indonesia sendiri, dengan kata lain mereka masih merasa
kurang dalam mendapat perhatian atau tanggungjawab negara terhadap warga negaranya
sehingga muncullah niat untuk memsisahkan diri dari integritas negara tersebut.
Perlu kita ketahui bahwa kasus ini sudah berlangung lama dan masih belum tuntas
hingga pada saat ini. Hal yang tampak dari kasus ini adalah boleh dikatakan adanya
gerakan separatis dari suatu kelompok di Papua yang ingin lepas dari pimpinan NKRI.
Hanya saja yang menjadi permasalahannya bahwa gerakan ini bersifat agresif dan
berpotensi untuk membahayakan warga sekitar. Disinilah tampak cikal bakal perpecahan
yang melanggar makna nilai Pancasila sila ke tiga yaitu persatuan Indonesia. Maka sudah
menjadi tanggung jawab negara untuk mencari plural dan menemukan penyelesaian
masalah yang tepat dalam kasus sehingga nilai dari sila ke tiga tersebut tetap terjaga. 35
3. Radikalisme
Secara etimologis radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar,
dengan maksud berpikir secara mendalam mengenai sesuatu sampai pada aspek yang
terdalam (sampai ke akar-akarnya). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia radikalisme
berarti (1) paham atau aliran radikal dalam politik; (2) paham yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan; (3) sikap ekstrem
dalam aliran poltik.36
Radikalisme merupakan paham yang menghendaki adanya perubahan dan
pembaruan suatu sistem dalam masyarakat secara ekstrem dan menyeluruh sampai ke
aspek yang terdalam terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat.
Radikalisme telah mendapat penyempitan makna yang sering diartikan negatif. Di
Indonesia sendiri persoalan mengenai radikalisme seringkali berkaitan dengan paham
atau ajaran agama tertentu yang berujung pada bentuk plural yang berupa pengeboman
rumah-rumah ibadat. Kelompok tertentu beranggapan bahwa kekerasan harus ditempuh
untuk memaksa terjadinya purifikasi atau pemurnian kembali ajaran agama yang
dianggap paling benar. Radikalisme menjadi awal dari munculnya gerakan-gerakan
terorisme yang umumnya beralaskan paham keagamaan. Dalam hal ini radikalisme yang
dimaksud adalah radikalisme agama.
Contoh kasus radikalisme yang terjadi di Indonesia adalah maraknya kasus
pelarangan ibadah atau penderiaan tempat ibadah oleh kelompok agama tertentu pada
kelompok agama yang umumnya minoritas di suatu wilayah. Seperti contoh kasus
pelarangan ibadah di gereja di Lampung berikut.

35
https://kmp.im/plus6, diakses pada 03 Maret 2024.
36
KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/.

xvii
Polda Lampung mengambil alih kasus pelarangan ibadah jemaat Gereja Kristen
Kemah Daud GKKD). Saat ini kasus tersebut dinaikkan statusnya dari penyelidikan
menjadi penyidikan. “Benar, statusnya sudah ditingkatkan daru penyelidikan menjadi
penyidikan dan sudah kami (Polda Lampung) ambil alih penanganannya,” kata wakil
Direktur Ditreskrimun Polda Lampung, AKBP Hamid Andri Soemantri, Rabu (22/2/23).
Ditanya lebih lanjut terkait pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus tersebut, Hamid
menuturkan saat ini pemeriksaan saksi masih terus berjalan. “iya pasti ada yang diperiksa
untuk mengetahui kronologi peristiwa itu. Namun sejumlah orang yang diperiksa ini
masih sebatas saksi,” imbuhnya. Terakhir, dirinya mengimbau kepada masyarakat untuk
menahan diri dan percayakan penanganan kasusnya kepada Polda Lampung, “Untuk
masyarakat, kami berharap dan meminta menahan diri dan tidak terprovokasi. Kami
pastikan penanganan kasusnya akan terus berjalan,” tandasnya. 37

37
Tommy Saputra, Kasus Pelarangan Ibadah di Gereja Lampung Naik ke Penyidikan, detiksumut.com,
22 Februari 2023, https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-kriminal/d-6583778/kasus-pelarangan-ibadah-di-
gereja-lampung-naik-ke-penyidikan, diakses 03 Maret 2024.

xviii
BAB III
REFLEKSI DAN RELEVANSI
1. Perlunya Kesadaran dan Aktualisasi akan Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan ‘penyaring’ atau filter terhadap
kebudayaan asing yang dilihat berlawanan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri,
yang digali dari kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam hal ini,
Pancasila harus menjadi bagian dari kesadaran masyarakat Indonesia. Artinya
adalah nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan dengan baik lewat berbagai cara,
seperti pendidikan.
Penanaman nilai-nilai Pancasila ini kemudian diaktualisasikan dalam
kesadaran subjektif dan objektif masyarakat Indonesia. Kesadaran secara subjektif
merupakan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila oleh setiap individu. Kesadaran secara
subjektif ini merupakan hal yang penting karena menjadi jalan bagi pelaksanaan
Pancasila secara objektif. Setiap individu dituntut secara sadar, taat, dan siap untuk
melaksanakan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Kesadaran inilah yang melahirkan
kesadaran akan kewajiban untuk mematuhi hukum dan menjunjung tinggi
moralitas. Setiap individu dituntun untuk mengetahui nilai-nilai moral, sehingga
terbentuk manusia yang berintegritas.
Lickona mengungkapkan adanya karakter yang baik, yang di dalamnya
termuat tiga dimensi moral:
 Wawasan moral; meliputi kesadaran moral, wawasan nilai moral,
kemampuan mengambil pandangan orang lain, penalaran moral,
mengambil keputusan, pemahaman diri sendiri.
 Perasaan moral; meliputi kata hati; harapan diri sendiri, merasakan
perasaan orang lain, cinta kebaikan, control diri, kemanusiaan.
 Perilaku moral; meliputi kompetensi, kemauan, dan kebiasaan.
Dalam pengaktualisasian nilai-nilai Pancasila secara subjektif ini, bila nilai-
nilai tersebut meresap dalam setiap individu (terinternalisasikan), setiap
masyarakat Indonesia telah memiliki moral pandangan hidup. Pancasila sendiri
akan menjadi kepribadian bangsa bila diinternalisasikan secara terus-menerus.
Pengaktualisasian secara subjektif ini akan terungkap dalam kehidupan sehari-hari
lewat kebiasaan dan sikap hidup.
Kesadaran secara objektif merupakan bentuk riil dari niali-nilai Pancasila yang
telah diinternalisasikan dalam penyelenggaraan negara di bidang legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Setiap lembaga yang berada di dalamnya, menjadi
pelaksana, sekaligus pengawas terhadap praktek yang ada di tengah masyarakat.

xix
Pelaksanaan hukum yang berlansung di Indonesia pun dapat berjalan dengan lancar
dalam prakteknya lewat kedua kesadaran ini. Bila dapat berjalan dengan baik,
kasus seperti terorisme, separatisme, dan radikalisme; dapat ditanggulangi dengan
baik. Perrpaduan antara awasan moral bangsa Indonesia dan hukum penghalang
terjadinya tigal hal tersebut. Dengan demikian, terciptalah keharmonisan dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.38

2. Pancasila sebagai Landasan Etika dalam Kehidupan Bermasyarakat,


Berbangsa, dan Bernegara
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; etika sangat
diperlukan. Dalam bukunya yang berjudul ‘Etika Dasar’, Franz Magnis Suseno
menjelaskan bahwa etika merupakan pemikiran kritis dan sistematis tentang
moralitas. Etika sendiri berfungsi sebagai arah atau orientasi di tengah gejolak
moral yang terjadi di dunia. Masyarakat yang semakin majemuk memberi
pengaruh pada kemajemukan moralitas di tengah masyarakat. Etika hadir sebagai
arah bagi manusia untuk meneguhkan pendirian pribadi di tengah moralitas yang
bermcam-macam.39
Selain itu, etika juga menjadi arah bagi kita di tengah peralihan yang terjadi di
masyarakat, khususnya di saat gelombang modernisasi semakin bergejolak.
Gelombang modernisasi membawa dampak besar bagi setiap individu, terkhusus
dalam cara berpikir. Individualisme, konsumerisme, radikalisme religius, dan
sebagainya; bertumbuh di dalam dan akibat dari modernisasi. Tidak kalah penting
lagi, etika membantu kita untuk menghadapi ideologi-ideologi dengan kritis dan
objektif, sehingga kita tidak kehilangan indentitas kita, terkhusus sebagai
masyarakat dan bangsa Indonesia.40
Di sinilah Pancasila hadir sebagai landasan masyarakat Indonesia dalam
beretika. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, menjadi landasan berpikir kritis
bagi masyarakat Indonesia untuk melihat potensi-potensi yang terdapat dalam
setiap ideologi asing. Pancasila sebagai landasan etika mengarahkan masyarakat
Indonesia untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin terjadi. Pancasila sebagai
landasan etika menjadi ‘benteng’ bagi kita untuk mempertahankan identitas kita
sebagai manusia Pancasilais. Kita tidak mudah terpancing oleh tawaran-tawaran
nikmat dari ideologi lain, yang berpotensi menggerus identitas kita sebagai
masyarakat Indonesia.
Dalam etika politik di Indonesia, Pancasila juga harus menjadi landasan dalam
prakteknya. Berlandaskan pada nilai-nilai, serta lima sila Pancasila, pola berpikir
yang benar dalam berpolitik pun dibentuk. Hal ini tentunya berdampak juga pada
moral politik dari setiap individu yang dalam menjalankan perpolitikan Indonesia.
Penegakan unsur-unsur penting pun masuk di dalamnya, seperti HAM, masalah-
38
Syifa Siti Aulia, ‘Pancasila di Arus Globalisasi dalam Memperkuat Reformasi Moral Indonesia’
dalam Jurnal FKIP Universitas Ahmad Dahlan, [tanpa volume], [tanpa tahun], hlm.79-81.
39
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Yogyakarta: Kanisius,
1987), hlm. 14-16.
40
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok…, hlm. 14-16.

xx
masalah perekonomian, dan sebagainya. Dengan menjadikan Pancasila sebagai
landasan etika politik, kewajiban masyarakat terhadap negara pun dapat
dipertanggungjawabkan. Fungsi dari etika polik tersebut dapat adalah memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk mempertanyakan legitimasi politik secara
bertanggung jawab lewat media informasi yang tersedia. Etika memberikan
patokan orientasi bagi penilaian kualitas tatanan dan kehidupan politik, serta
keputusan politik, dengan berbagai aspek di dalamnya.41

3. Pemahaman tentang Agama yang Moderat sebagai Penangkal dari Berbagai


Bentuk Radikalisme Agama
Sila pertama Pancasila, yang berbunyi: ‘Ketuhanan yang Maha Esa’, tersirat
kebebasan beragama bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada dasarnya, kebebasan
tersebut telah menjadi bagian dari manusia sendiri. Dengan kebebasan yang
dimiliki olehnya, manusia memilih untuk menganut agama tertentu, sebagai tanda
ia juga makhluk religius (homo religiosus). Dengan demikian, tidak ada pemaksaan
untuk memeluk agama tertentu, termasuk oleh negara. Kebebasan memeluk agama
tertentu ini pula menjadi kewajiban bagi negara untuk melindunginya. Kewajiban
negara untuk melindungi kebebasan warga negaranya untuk memeluk agama
tertentu tertuang juga dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2.42
Sila pertama dalam dasar negara Indonesia ini seharusnya membuat setiap
individu sadar bahwa pemahaman terhadap agama telah tertanam dengan sangat
baik di dalam dasar negara kita yakni Pancasila. Masyarakat Indonesia yang
memegang teguh nilai-nilai Pancasila, terkhusus sila pertama, seharusnya telah
menggali kekayaan ini dan memahami dengan baik, sehingga penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari tampak jelas. Penerapan tersebut adalah buah dari pencarian
dan pemahaman nilai sila pertama Pancasila. Setiap aspek kehidupan harus diresapi
oleh pemahaman ini agar terciptalah individu yang moderat. Perpaduan antara
pemahaman dan penerapan ini menghasilkan pula individu yang pancasilais.
Dengan demikian, isu-isu masyarakat tidak terjadi di tengah masyarakat.
Perpecahan pun tidak terjadi lagi. Yang ada adalah keharmonisan dalam hidup
bermasyarakat dan beragama.

41
Buhar Hamja, “Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Bangsa” dalam Justia, Vol.3 No. 9, Juni
2017, hlm. 16-17.
42
Indriyono A. Tumanggor, Yohanes Anjar Donobakti, dan Yogi Sinurat, Ketuhanan yang Maha Esa:
Tinjauan Filosofis atas Sila I dari Pancasila, Surip Stanislaus dan Yohanes Anjar Donobakti (ed.), dalam
Prosiding Wawasan Kebangsaan dan Nasionalisme, hlm. 156-157.

xxi
BAB IV
AKTUALISASI

Pengaktualisasian Pancasila sebagai ideologi negara merupakan suatu orientasi


konstitusional bagi penyelenggaraan negara. Hal ini ditegaskan oleh Franz Magnis Suseno,
sekaligus meyiratkan arti bahwa ideologi Pancasila dijabarkan ke dalam berbagai peraturan
perundang-undangan Indonesia. Berikut unsur-unsur penting dalam kedudukan Pancasila
sebagai orientasi kehidupan konstitusional:43

 Kesediaan untuk saling menghargai dalam kekhasan, tanpa ada diskriminasi,


sehingga ideologi Pancasila menutup jalan masuk bagi ideologi eksklusif.
 Aktualisasi lima sila Pancasila:
 Ketuhanan Yang Maha Esa: dirumuskan agar diskriminasi atas dasar
agama, sehingga negara menjamin kebebasan beragama.
 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: dirumuskan agar berjalannya
operasional yang bertujuan untuk menjamin pelaksanaan HAM, sebagai
tolak ukur keberadaban setiap individu.
 Persatuan Indonesia: dirumuskan untuk menjamin jalinan kerjasama yang
menjamin kesejahteraan dan martabat bangsa Indonesia.
 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Himat Kebijaksanaan
Permusyawaratan/Perwakilan: dirumuskan untuk sebagai jaminan bagi
kesuksesan demokrasi di Indonesia.
 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: pengentasan diskriminasi
bagi kaum minoritas dan kelompok-kelompok lemah di Indonesia.
Sebagai ideologi negara Indonesia, Pancasila diaktualisasikan agar setiap nilainya
dapat dirasakan oleh setiap individu. Pengaktualisasian Pancasila sebagai ideologi negara
dapat dilihat sacara langsung dalam setiap aturan atau perundang-undangan negara Indonesia,
yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu unsur yang dijunjung oleh
perundang-undangan negara Indonesia adalah Hak Azasi Manusia. Karena HAM adalah hak
mendasar setiap manusia, peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur terjaminnya
HAM di Indonesia. Hal tersebut diatur dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945, ditindak lanjuti
pada pasal 18 UUDS 1950 dan juga tercantum pada pasal 2 Rancangan MPRS tentang
Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak, serta Kewajiban Warga Negara.44

43
Abdul Aziz dan Mohamad Rama, Pudarnya Nilai-Nilai Pancasila…, hlm. 29-30.
44
Luh Suryani, “Pancasila sebagai Ideologi Negara dan Hak Asasi Manusia dalam Menjaga Keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia” dalam Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara-Fakultas Hukum Universitas
Suryadarma, Vol. 5 No.1, September 2014.

xxii
Daftar Pustaka
Sumber buku:
Aziz, Abdul et al. Pudarnya Nilai-nilai Pancasila. Cirebon: Elsi Pro, 2020.
Handoyo, Eko et al. Pertarungan Ideologi: Pancasila di Tengah Kepungan Ideologi-Ideologi
Dominan. Semarang: Unnes Press, 2018.
Hardiman, Budi. Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Kaderi, Alwi Kader. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Antasari Press,
Banjarmasin: Antasari Press, 2015.
Nurwardani, Paristiyanti et al. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, 2016.
Panitia Peringatan Hari Lahir Pancasila. Kisah Pancasila. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2017.
Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Modul
Pancasila. [Jakarta]: [tanpa penerbit], 2015, (modul pembelajaran).
Suratno, Ujung et al. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: K-Media, 2020.
Suseno, Franz Magnis Suseno. Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Tumanggor, Indriyono A., Yohanes Anjar Donobakti, dan Yogi Sinurat. “KETUHANAN
YANG MAHA ESA: Tinjauan Filosofis atas Sila I dari Pancasila”. Surip Stanislaus
dan Yohanes Anjar Donobakti (ed.), dalam Prosiding Wawasan Kebangsaan Dan
Nasionalisme. Medan: Fakultas Filsafat UNIKA St. Thomas, 2023.
Wartoyo. Filasafat dan Ideologi Pancasila: Teori, Kajian, dan Isu Kontemporer. Solo: Unisri
Press, 2020.

Sumber jurnal:

Aulia, Syifa Siti. “Pancasila di Arus Globalisasi dalam Memperkuat Reformasi Moral
Indonesia”, dalam Jurnal FKIP Universitas Ahmad Dahlan, [tanpa volume], [tanpa
tahun].
Faridah, Hana. “Terorisme Dalam Tinjauan Nilai-Nilai Pancasila”, dalam Jurnal Pancasila,
Vol. 3 No. 1, 2022.
Hamja, Buhar. “Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Bangsa”, dalam Justia, Vol.3
No. 9, Juni 2017.
Nadya Kameswari Perbawa. “Peranan Pancasila dalam Menghadapi Era Globalisasi dan
Modernisasi”, dalam Jurnal Hukum Universitas Mahasaraswati, [tanpa volume], [tanpa
tahun].
Suryani, Luh. “Pancasila sebagai Ideologi Negara dan Hak Asasi Manusia dalam Menjaga
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, dalam Jurnal Ilmiah Hukum
Dirgantara-Fakultas Hukum Universitas Suryadarma, Vol. 5 No.1, September 2014.
Utama, Andrew Shandy dan Sandra Dewi. “Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Serta Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Era
Reformasi”, dalam PPKn dan Hukum, vol. 13 no.1, 2018.

Sumber Internet:

xxiii
BBC. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44097913, diakes pada 03 Maret 2024.
https://kmp.im/plus6, diakses pada 03 Maret 2024.
KBBI Daring, https://kbbi.kemdikbud.go.id/.
P., Gilang. https://www.Gramedia.com/literasi/ideologi-terbuka/, diakses tanggal 09 Maret
2024
RI, Lemnasham. https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/844-pancasila-di-tengah-
era-globalisasi, diakes pada 03 Maret 2024.
Saputra, Tommy. Kasus Pelarangan Ibadah di Gereja Lampung Naik ke Penyidikan,
detiksumut.com, 22 Februari 2023, https://www.detik.com/sumut/hukum-dan-
kriminal/d-6583778/kasus-pelarangan-ibadah-di-gereja-lampung-naik-ke-penyidikan,
diakses 03 Maret 2024.

xxiv
xxv

Anda mungkin juga menyukai