Anda di halaman 1dari 35

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar

kesepakatan bersama. Perdagangan internasional didorong oleh adanya perbedaan

harga antar negara. Faktor utama yang menjadi alasan negara-negara melakukan

perdagangan internasional adalah adanya perbedaan antarnegara dan setiap negara

bertujuan mencapai skala ekonomis dalam produksinya. Perbedaan antar negara

yang mendorong terjadinya perdagangan internasional adalah perbedaan

sumberdaya alam, sumberdaya modal, tenaga kerja dan teknologi yang

mengakibatkan perbedaan efisiensi produksi antar negara.

Perdagangan Internasional memberikan keuntungan bagi semua pelakunya

meskipun salah satu negara lebih efisien dibandingkan negara lainnya. Suatu

negara dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional dengan

mengekspor komoditi yang dapat diproduksi dengan sumberdaya yang melimpah

di negara tersebut dan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan

sumberdaya yang langka di negara tersebut.

Keuntungan-keuntungan dari melakukan perdagangan internasional adalah :

11
12

a. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Beberapa

barang tidak dapat diproduksi sendiri di dalam negeri karena faktor alam

maupun pengetahuan dan teknologi.

b. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi karena faktor-faktor produksi yang

dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien dan setiap Negara

dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat diproduksi di dalam

negeri.

c. Memperluas pasar industri-industri dalam negeri. Dengan perluasan pasar,

kapasitas produksi dapat terus ditingkatkan dengan pasar yang luas sehingga

efisiensi dari skala ekonomi dapat tercapai.

d. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mempelajari teknik

produksi dan manajemen yang lebih baik dari negara lain dan mengimpor

alat- alat dengan teknologi yang lebih canggih dari negara lain untuk

meningkatkan efisiensi.

Terjadinya perdagangan internasional akibat perbedaan harga antar negara

dapat dianalisis melalui analisis keseimbangan parsial. Menurut Salvatore (1997),

harga keseimbangan relatif suatu komoditi dalam perdagangan internasional

ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan komoditas tersebut di pasar

internasional. Penawaran di pasar internasional akan terbentuk ketika suatu negara

mengalami kelebihan penawaran atas suatu komoditi. Sebaliknya, suatu negara

yang mengalami kelebihan permintaan atas suatu komoditi akan memenuhinya

melalui permintaan di pasar internasional. Proses terjadinya kesetimbangan ini


13

dapat dipahami dari analisis kesetimbangan parsial menggunakan kurva

permintaan dan penawaran.

Gambar 2.1 menunjukkan mekanisme terjadinya perdagangan internasional.

Sumbu vertical menunjukkan harga relatif komoditi X (P) dan sumbu horisontal

menunjukkan kuantitas komoditi X (Q) yang diminta maupun ditawarkan. Kurva

Da dan Sa menggambarkan permintaan dan penawaran atas komoditi X di pasar

negara A . Db dan Sb menggambarkan permintaan dan penawaran atas komoditi

X di Negara B, sementara kurva D dan S menggambarkan permintaan dan

penawaran di pasar internasional. Kondisi kesetimbangan pada saat QDa = QSa di

pasar negara A, negara B dan pasar internasional berturut-turut ditunjukkan oleh

EA, EB dan Q1.

Pasar Negara A Pasar Internasional Pasar Negara B


(pengekpor) (pengimpor)

Sumber : Salvatore, 1997

Gambar 2.1 Mekanisme Perdagangan Internasional

Pada saat harga relatif di negara A (Pa) lebih rendah daripada harga di pasar

internasional (P1), negara A mengalami kelebihan penawaran komoditi X dan

kurva penawaran ekspornya (S) mengalami peningkatan. Sementara di negara B,


14

harga relatif komoditi X (P) lebih tinggi dari pada harga di pasar internasional

sehingga terjadi kelebihan permintaan atas komoditi X dan kurva permintaan

impornya (D) mengalami peningkatan.

Kurva permintaan dan penawaran di pasar internasional menunjukkan pada

tingkat harga P1 kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara B persis

sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan negara A. Dengan

demikian P1 adalah harga relatif kesetimbangan atas komoditi X setelah terjadi

perdagangan internasional antara negara A dan negara B.

Teori yang berkaitan dengan Perdagangan Internasional :

a. Teori Absolute Advantage Adam Smith

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan

moneter, sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory)

perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan

perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan

banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin

banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut

(Labor Theory of value).

Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori

nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab

menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta

merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu

tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak

bebas. Namun teori itu mempunyai dua manfat: pertama, memungkinkan kita

dengan secara
15

sederhana menjelaskan tentang spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran.

Kedua, meskipun pada teori-teori berikutnya (teori modern) kita tidak

menggunakan teori nilai tenaga kerja, namun prinsip teori ini tidak bisa

ditinggalkan (tetap berlaku).

b. Teori Comparative Advantage JS Mill

Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian

mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan

mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage (suatu barang yang

dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau

dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar). Teori ini menyatakan bahwa

nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk

memproduksi barang tersebut.

c. Teori Heckscher-Ohlin (Teori H-O)

Menurut teori ini dasar terjadinya perdagangan internasional adalah

perbedaan opportunity cost masing-masing negara karena adanya perbedaan

dalam jumlah faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal) yang dimiliki oleh

masing-masing negara. Teori H-O menekankan bahwa struktur perdagangan

internasional suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas

penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut. Suatu

negara akan berspesialisasi dan mengekspor suatu barang ketika negara tersebut

memiliki faktor produksi utama yang relatif banyak dan akan mengimpor ketika

faktor produksi utama yang diperlukan untuk memproduksi barang hanya sedikit

atau tidak dimiliki oleh negara tersebut.


16

2.1.2 Teori Permintaan

Menurut Sugiarto (2002), pengertian permintaan dapat diartikan sebagai

jumlah barang atau jasa yang diminta oleh pasar. Hal ini berasal dari asumsi

bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

terciptanya permintaan barang pemenuh kebutuhan manusia. Permintaan juga bisa

diartikan sebagai keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai

tingkat harga selama periode waktu tertentu.

Dengan kata lain, permintaan baru bisa terjadi pada saat konsumen memiliki

kebutuhan akan barang tersebut dan juga memiliki daya beli untuk mendapatkan

produk tersebut. Permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli dikenal

dengan istilah permintaan efektif, sedangkan permintaan yang hanya didasarkan

atas kebutuhan saja disebut dengan permintaan potensial. Daya beli konsumen itu

sendiri disokong oleh dua faktor mendasar, yakni pendapatan konsumen dan harga

produk yang dikehendaki.

Ada tiga hal penting dalam permintaan. Pertama, jumlah yang diminta

merupakan kuantitas yang diinginkan (desired). Kedua, apa yang diinginkan tidak

merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, artinya adalah

sejumlah orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar untuk

komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang

kontinyu (Lipsey, 1995).

a) Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

Menurut Mankiw (2006) Faktor-faktor atau variabel yang mempengaruhi

permintaan suatu barang, antara lain adalah :


17

1. Harga

Permintaan konsumen dapat dipengaruhi oleh harga, harga barang yang

akan dibeli, harga barang pengganti (price of subsituation product) maupun

harga barang pelengkap (price of complementary product). Konsumen akan

membatasi pembelian jumlah barang yang diinginkan bila harga barang terlalu

tinggi, bahkan ada kemungkinan konsumen memindahkan konsumsi dan

pembeliannya kepada barang pengganti (barang subtitusi) yang lebih murah

harganya. Harga barang pelengkap juga akan mempengaruhi keputusan

seorang konsumen untuk membeli atau tidak barang utamanya, bila permintaan

barang utama meningkat, maka permintaan akan barang penggantinya akan

menurun dan sebaliknya.

2. Pendapatan konsumen

Konsumen tidak akan dapat melakukan pembelian barang kebutuhan bila

pendapatan tidak ada atau tidak memadai. Dengan demikian, maka perubahan

pendapatan akan mendorong konsumen untuk mengubah permintaan akan

barang kebutuhannya.

3. Jumlah Konsumen

Pertambahan jumlah konsumen, misalnya jumlah penduduk, tidak dengan

sendirinya menyebabkan pertambahan jumlah permintaan suatu barang. Akan

tetapi pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan kesempatan kerja.

Dengan demikian akan lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan hal

ini juga akan menambah daya beli masyarakat. Pertambahan daya beli

masyarakat akan menambah permintaan.


18

4. Selera Konsumen

Perubahan selera dapat termanifestasikan ke dalam perilaku pasar.perubahan

selera konsumen bisa ditunjukkan oleh perubahan bentuk atau posisi dari

indifference map, tanpa ada perubahan harga barang maupun pendapatan,

permintaan akan suatu barang akan suatu barang dapat berubah karena

perubahan selera.

5. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Perubahan – perubahan yang diramalkan mengenai keadaan pada masa yang

akan datang dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen bahwa

harga – harga akan naik pada masa depan akan mendorong konsumen membeli

lebih banyak untuk menghemat pengeluaran pada masa yang akan datang.

b) Kurva permintaan

Kurva permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang

menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah

barang tersebut yang diminta para pembeli. Dalam kurva permintaan terdapat dua

sumbu, yaitu sumbu vertikal yang menunjukkan harga dan sumbu horizontal yang

menunjukkan jumlah permintaan. Kurva permintaan berslope negatif.

Q
Gambar 2.2 Kurva Permintaan
19

Berdasarkan gambar 2.2 diketahui bahwa kurva permintaan berlereng

negatif karena suatu kenyataan bahwa jika terjadi penurunan harga maka akan

menarik pembeli baru dan penurunan harga akan menambah jumlah pembelian

barang. Bila harga naik, pembeli akan mengurangi jumlah barang yang dibeli dan

pembeli akan berusaha mengganti barang tersebut dengan barang lain yang sejenis

atau mengkonsumsi lebih sedikit barang tersebut (Mankiw, 2006).

c) Hukum Permintaan

Hukum permintaan menjelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu

barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan

suatu hipotesis yang menyatakan bahwa jika hal-hal lain tetap (cateris paribus)

makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang

tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit

permintaan terhadap barang tersebut (Sukirno, 2015).

d) Perubahan Permintaan

Dengan adanya asumsi ceteris paribus, yaitu faktor lain selain harga

dianggap tetap, maka sepanjang fungsi permintaan individu akan kita jumpai

adanya perubahan jumlah yang diminta sebagai akibat adanya perubahan harga.

Tepatnya, dalam suatu kurva yang sama akan terdapat gerakan dari suatu

tempat/titik ke tempat/titik yang lainnya, jika harga suatu barang mengalami

perubahan. Hal ini disebut sebagai perubahan jumlah yang diminta, ada

pergerakan dari satu titik ke titik lain (Ahman, 2009).


20

Gambar 2.3 Pergerakan Kurva Permintaan

Gambar 2.3 diatas menunjukkan adanya perubahan jumlah yang diminta

sebagai akibat adanya perubahan harga. Ketika harga mengalami peningkatan dari

P1 ke P2, akan mengakibatkan jumlah yang diminta turun dari Q1 menjadi Q2.

Jadi, perubahan harga mengakibatkan perubahan jumlah barang yang diminta

terjadi pada sepanjang kurva permintaan saja.

Kurva permintaan seperti digambarkan diatas menunjukkan hubungan

antara tingkat harga dengan jumlah barang yang diminta, dimana faktor-faktor di

luar harga dianggap konstan dan salah satu faktor di luar harga berubah, maka

permintaan pun berubah. Pengaruhnya pada kurva permintaan akan mengalami

pergeseran, baik ke kiri atau ke kanan. Jadi ketika ada perubahan di luar faktor

harga akan mengakibatkan perubahan permintaan dengan ciri kurva permintaan

bergeser (Ahman, 2009).


21

Gambar 2.4 Pergeseran Kurva Permintaan

Gambar 2.4 diatas menunjukkan jika pendapatan konsumen naik maka

permintaan akan bertambah dan kurva permintaan akan bergeser kesebelah kanan

(dari D1 ke D2). Sebaliknya, jika pendapatan konsumen turun maka permintaan

akan turun sehingga kurva permintaan akan bergeser kesebelah kiri (dari D1 ke

D3). Beberapa faktor yang menyebabkan kurva permintaan mengalami pergeseran

adalah perubahan harga barang itu sendiri, perubahan pendapatan, perubahan

selera dan perubahan ekspektasi.

2.1.3 Impor

Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

Transaksi impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar

negeri ke dalam daerah pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan

perudang-undangan yang berlaku (Tandjung, 2011).

Menurut Susilo (2008) impor bisa diartikan sebagai kegiatan masukan

barang dari suatu negara (luar negeri) kedalam wilayah bapean negara lain.

Pengertian ini memiliki arti bahwa kegiatan impor berarti melibatkan dua negara.

Dalam hal ini


22

bisa diwakili oleh kepentingan peorangan atau perusahaan antar dua negara

tersebut dimana satu pihak bertindak sebagai penjual (eksportir) dan satnya

sebagai pembeli (importir).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa impor adalah kegiatan perdagangan

internasional dengan memasukkan barang ke wilayah pabean Indonesia yang

dilakukan oleh perorangan atau perusahaan yang bergerak dibidang ekspor impor

dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dikenakan bea masuk.

a) Faktor-faktor yang mempengaruhi impor

Terdapat banyak teori yang mempengaruhi impor. Dilihat dari sisi teori

permintaan, maka impor dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan,

harga barang lainnya dimana didalamnya terdapat barang substitusi dan barang

komplementer, faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi permintaan seperti

selera konsumen, perkiraan dimasa depan, dan jumlah penduduk. Sedangkan di

dalam teori perdagangan internasional penyebab utama impor antara lain jumlah

pekerja dan input lainnya. Jumlah pekerja menjadi teori keunggulan mutlak dan

teori keunggulan komparatif sedangkan input lainnya misal SDA menjadi dasar

teori Heckscher & Ohlin.

Impor juga salah satunya dipengaruhi oleh produk domestik bruto, menurut

Sukirno (2008) impor dapat terjadi dikarenakan produk domestik bruto meningkat

sehingga pendapatan nasional meningkat dan kemampuan penduduk untuk

membeli barang-barang impor meningkat. Selanjutnya impor dipengaruhi harga

suatu komoditi dalam negeri, dan dipengaruhi nilai tukar.


23

b) Kebijakan Impor di Indonesia

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai

berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah baik secara

langsung maupun tidak langsung yang akan mempengaruhi struktur, komposisi

dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan dalam

negeri dan penghematan devisa (Hady, 2001).

1. Kebijakan Tarif

Salah satu kebijakan perdagangan internasional yang paling sederhana

adalah pajak atau tarif bea cukai yang merupakan pajak yang dibebankan oleh

pemerintah pada barang-barang impor. Dalam pelaksanaannya sistem/cara

pemungutan tarif bea masuk dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama adalah bea

harga (Ad valorem tariff) yang besarnya pungutan bea masuk atas barang impor

ditentukan oleh tingkat presentase tarif dikalikan harga CIF dari barang tersebut.

Kedua bea spesifik (Specific tariff) yaitu pungutan bea masuk yang didasarkan

pada ukuran atau satuan tertentu dari barang impor. Ketiga bea campuran

(Compound tariff) yaitu pungutan bea masuk yang merupakan kombinasi antara

sistem bea harga dan bea spesifik. Tujuan dan fungsi tarif bea masuk :

1. Menurut tujuannya, kebijakan tariff bea masul dapat diklarifikasikan sebagai

berikut :

a) Tarif proteksi yaitu pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk

mencegah atau membatasi barang tertentu.

b) Tarif revenue yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk

meningkatkan penerimaan negara.


24

2. Berdasarkan tujuan diatas maka fungsi tarif bea masuk adalah sebagai berikut:

a) Fungsi pengaturan untuk mengatur perlindungan kepentingan

ekonomi/industri dalam negeri.

b) Fungsi budgeter yaitu sebagai salah satu sumber penerimaan negara.

c) Fungsi demokrasi yaitu penetapan besarnya tarif bea masuk melalui

persetujuan DPR.

d) Fungsi pemerataan yaitu untuk pemerataan distribusi pendapatan nasional

misalnya dengan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk barang

mewah.

Macam-macam kebijakan tarif impor :

a. Tarif Nominal

Tarif nominal adalah besarnya presentase tarif suatu barang tertentu yang

tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) yang

menggunakan penggolongan barang sistem digit. Penggolongan barang

dengan sistem digit ini akan mempermudah dan memperlancar arus

perdagangan internasional karena adanya kesatuan kode barang untuk

seluruh negara terutama yang telah menjadi anggota World Customs

Organization (WCO).

b. Tarif Proteksi Efektif

Tarif proteksi efektif disebut juga sebagai Effective Rate of Protection

(ERP) yitu kenaikan Value Added MAnufcturing (VAM) yang terjadi karena

perbedaan antara prosentase tarif nominal untuk barang jadi CBU


25

(Completely Buill-up) dengan tarif nominal bahan baku/komponen input

impornya atau CKD (Completely Knock Down).

2. Kebijakan Kuota Impor

Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas jumlah

barang yang boleh di impor dari luar negeri untuk melindungi kepentingan

industri dan konsumen. Pembatasan ini diberlakukan dengan memberikan lisensi

kepada individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor suatu barang yang

jumlahnya dibatasi secara langsung. Kuota impor dapat digunakan untuk

melindungi sektor pertanian, melindungi sektor manufaktur dan melindungi

kondisi neraca pembayaran yang seringkali mengalami deficit akibat besarnya

impor dari pada ekspor.

Macam-macam kuota impor :

a. Unilateral kuota, yaitu kuota yang ditetapkan secara sepihak tanpa adanya

negosiasi.

b. Bilateral kuota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas kesepakatan atau

menerut perjanjian.

c. Tarif kuota, yaitu pembatasan kuota impor yang dilakukan dengan

mengkombinasikan sistem tarif dan sistem kuota.

d. Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertentu untuk

melindungi industry dalam negeri.

3. Kebijakan Subsidi

Subsidi adalah kebijkan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau

bantuan kepada industri dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak,


26

pengembalian pajak, fasilitas kredit dan subsidi harga yang bertujuan sebagai

berikut :

a. Menambah produksi dalam negeri

b. Mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri.

c. Menjual dengan harga yang lebih murah daripada produk impor.

4. Larangan Impor

Larangan impor adalah kebijakan pemerintah yang melarang masuknya

barang tertentu atau produk asing kedalam pasar domestik. Kebijakan larangan

impor dilakukan untuk menghindari barang yang dapat merugikan masyarakat.

Kebijakan ini dilakukan karena alasan politik dan ekonomi.

2.1.4. Kurs

Krugman (2000) mengartikan kurs (nilai tukar) adalah harga sebuah mata

uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang yang lain.

Nilai tukar suatu mata uang dapat didefinisikan sebagai harga relatif dari mata

uang terhadap mata uang negara lainnya. Pergerakan kurs di pasar dapat

dipengaruhi oleh faktor fundamental dan non fundamental. Faktor fundamental

tercermin dari variabel-variabel ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi,

laju inflasi dan pergerakan ekspor dan impor. Kenaikan kurs dalam negeri disebut

apresiasi atas mata uang (mata uang asing lebih murah). Penurunan kurs disebut

depresiasi mata uang dalam negeri (mata uang asing menjadi lebih mahal, yang

berarti mata uang dalam negeri menjadi merosot). Kurs dolar Amerika Serikat

digunakan sebagai mata uang standar internasional dikarenakan stabilitas nilai

mata uangnya yang


27

tinggi serta dapat mudah perdagangkan dan juga dapat diterima oleh siapapun

sebagai alat pembayaran (Latief, 2001).

Para ahli mengungkapkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

perubahan nilai tukar di pasar valuta asing. Di antara faktor yang dikemukakan

oleh para ahli masih dipandang belum konkrit dan terdapat ketidakkonsistenan.

Madura dan Fox (2011) menyatakan terdapat tiga faktor utama yang

mempengaruhi pergerakan kurs, yaitu :

1. Faktor Teknis

Faktor ini berkaitan dengan permintaan dan penawaran devisa pada saat

tertentu. Bila terdapat kelebihan permintaan sedangkan penawaran tetap,

maka harga valuta asing akan terapresiasi. Sebaliknya bila permintaan

mengalami kekurangan sementara penawaran masih tetap, maka nilai tukar

valuta asing akan terdepresiasi.

2. Faktor Fundamental

Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku

bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar, dan

intervensi bank sentral.

3. Sentimen Pasar

Faktor ini disebabkan oleh berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat

mendorong harga valuta asing naik ataupun turun secara tajam dalam jangka

pendek. Apabila berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
28

2.1.5. Produksi

Produksi adalah suatu proses dimana barang dan jasa yang disebut input

diubah menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang disebut output. Proses perubahan

faktor-faktor produksi tersebut disebut dengan proses produksi (Boediono, 1996).

Pada dasarnya produksi merupakan proses penciptaan atau penambahan faedah

bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga dapat lebih

bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Selain itu produksi dapat ditinjau

dari dua pengertian, yaitu pengertian secara teknis dan pengertian secara ekonomis.

Ditinjau dari pengertian teknis, produksi merupakan proses pendayagunaan

sumber-sumber yang telah tersedia guna memperoleh hasil yang lebih dari segala

pengorbanan yang telah diberikan. Sedangkan bila ditinjau dari pengertian secara

ekonomi, produksi merupakan suatu proses pendayagunaan segala sumber yang

tersedia untuk memperoleh hasil yang terjamin kualitas maupun kuantitasnya,

terkelola dengan baik sehingga merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan.

Dalam ilmu ekonomi dikenal dengan adanya fungsi produksi yang

menunjukkan hubungan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang

diciptakan. Dalam bentuk matematika sederhana fungsi tersebut dituliskan sebagai

berikut :

Y = f (X1, X2, X3, Xn)

Dimana :

Y = hasil produksi fisik

X1, X2, X3, Xn = faktor-faktor produksi


29

Didalam produksi pertanian, faktor produksi memang menentukan besar

kecilnya produksi yang akan diperoleh. Untuk menghasilkan produksi (output)

yang optimal maka penggunaan faktor produksi tersebut dapat digabungkan.

Dalam berbagai literatur menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk

membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah

faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain, seperti tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan atas dua kelompok

yaitu:

a. Faktor biologis, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat

kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan lain

sebagainya.

b. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga tenaga kerja, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan,

tersedianya kredit dan sebagainya.

2.1.6. Konsumsi

Konsumsi yaitu kegiatan menggunakan, mengurangi atau menghabiskan

barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan. orang yang menggunakan barang

atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku masyarakat

membelanjakan sebagian dari pendapatan untuk membeli sesuatu disebut

pengeluaran konsumsi. Konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan siap pakai

(disposable income). Dengan kata lain, fungsi konsumsi menunjukkan hubungan


30

antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan yang siap

dibelanjakan (Prasetyo, 2011).

Berikut ini merupakan teori konsumsi yang dikemukakan oleh para ahli

ekonomi. Teori-teori konsumsi tersebut meliputi:

a) Teori Konsumsi Menurut J.M. Keynes

Menurut Mankiw (2006), teori konsumsi yang dikemukakan oleh JM. Keynes

mengatakan bahwa besar kecilnya pengeluaran konsumsi hanya didasarkan atas

besar kecilnya tingkat pendapatan masyarakat. Keynes menyatakan bahwa ada

pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh masyarakat

(konsumsi outonomous) dan pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan

bertambahnya penghasilan. Beberapa ciri fungsi konsumsi menurut Keynes yaitu,

pertama penentu utama dari konsumsi adalah tingkat pendapatan. Kedua

kecenderungan mengkonsumsi marginal (Marginal Propensity to Consume) –

pertambahan konsumsi akibat kenaikan pendapatan sebesar satu satuan.

b) Teori Kuznet

Kuznet mengembangkan teori dari Keynes, ia menemukan bahwa rasio

konsumsi terhadap pendapatan cenderung stabil dari dekade ke dekade, meskipun

terdapat kenaikan yang besar dalam pendapatan selama periode yang di pelajari.

Dugaan Keynes bahwa kecenderungan mengkonsumsi rata-rata akan turun ketika

pendapatan naik tidak terjadi. Temuan Kuznet menunjukkan bahwa

kecenderungan mengkonsumsi rata-rata hampir konstan selama periode waktu

yang panjang.

c) Teori Irving Fisher


31

Irving Fisher mengembangkan model yang digunakan para ekonom untuk

menganalisa seberapa rasional konsumen yang berpandangan ke depan membuat

pilihan antar waktu yang berbeda. Model fisher menghilangkan hambatan yang

dihadapi oleh konsumen, preferensi yang dimiliki, dan bagaimana hambatan ini

bersama-sama menentukan pilihan terhadap konsumsi dan tabungan. Alasan orang

mengkonsumsi lebih sedikit daripada yang diinginkan adalah konsumsi dibatasi

oleh pendapatan. Ketika seseorang memutuskan seberapa banyak mengkonsumsi

hari ini lawan berapa banyak menabung di masa depan, maka seseorang tersebut

menghadapi batas anggaran antar-waktu yang mengukur sumber daya total yang

tersedia untuk konsumsi hari ini dan di masa yang akan datang.

d) Teori Fungsi Konsumsi

Ada empat hipotesis yang menjelaskan terbentuknya fungsi konsumsi

(Suparmoko, 2009) :

1. Hipotesis Pendapatan Absolut

Hipotesis ini menentukan konsumsi dengan tingkat pendapatan absolut,

sehingga hubungan antara pendapatan dan konsumsi merupakan fungsi konsumsi

jangka pendek. Oleh karena itu kurvanya selalu memotong sumbu vertikal. Tetapi

berdasarkan pengalaman, fungsi konsumsi jangka pendek bergeser ke atas

sepanjang waktu sehingga menghasilkan fungsi konsumsi jangka panjang.

Beberapa hal yang menyebabkan fungsi jangka pendek bergeser ke atas yaitu :

a. Adanya barang produksi baru dalam perekonomian. Pendapatan konsumen

tetap, namun bila ada barang baru maka konsumen akan terangsang untuk

meningkatkan konsumsinya.
32

b. Adanya migrasi penduduk dari desa ke kota, dan penduduk mengetahui

bahwa penduduk kota konsumsinya lebih tinggi dari pada konsumsi desa. Jadi

migrasi cenderung untuk meningkatkan konsumsi walaupun tidak ada

peningkatan pendapatan.

c. Adanya peningkatan dalam kesejahteraan suatu bangsa. Kesejahteraan ini

dapat dilihat dari tersedianya aktiva lancar terutama dalam bentuk uang tunai,

deposito di bank serta tabungan.

2. Hipotesis Pendapatan Relatif

Menurut hipotesis ini konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan saat ini

relatif dalam perbandingannya dengan pendapatan yang tertinggi yang pernah

dicapai sebelumnya. Demikian pula konsumsi lingkungan sekitarnya akan

mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Akibatnya apabila tingkat pendapatan

individu bertambah tinggi maka konsumsi akan meningkat secara proporsional

terhadap peningkatan pendapatan tersebut. Akan tetapi apabila tingkat pendapatan

turun, konsumsi tidak turun secara proporsional mengikuti fungsi konsumsi

jangka panjang, melainkan mengikuti fungsi konsumsi jangka pendek. Jadi fungsi

dasar dari Hipotesis Pendapatan Relatif adalah fungsi jangka panjang.

3. Hipotesis Pendapatan Permanen

Menurut hipotesis ini konsumsi saat ini tergantung pada pendapatan saat ini

dan pendapatan yang dapat diperkirakan pada masa yang akan datang. Alasannya

ialah bahwa pendapatan aktual dapat diperinci menjadi pendapatan permanen dan

pendapatan sementara, demikian juga dengan konsumsi yaitu konsumsi permanen

dan konsumsi sementara yang ditulis sebagai berikut:


33

Y = Yp +

Yt C = Cp +

Ct

Keterangan:

Y = Pendapatan Aktual C = Konsumsi Aktual

Yp = Pendapatan Permanen Cp = Konsumsi Permanen

Yt = Pendapatan Sementara Ct = Konsumsi Sementara

Friedman menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan

sementara dan begitu juga dengan konsumsi sementara dan permanen maupun

konsumsi sementara dan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan

sementara sama dengan nol yang berarti apabila konsumen menerima pendapatan

sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula

bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan

mengurangi konsumsi.

4. Hipotesis Siklus Kehidupan

Teori konsumsi dengan hipotesis ini dikemukakan oleh Ando, Brumberg,

dan Modiglani. Menurut teori ini faktor sosial ekonomi seseorang sangat

mempengaruhi pola konsumsi orang tersebut. Teori ini membagi pola konsumsi

menjadi tiga bagian berdasarkan umur. Yang pertama yaitu seseorang berumur nol

hingga berusia tertentu dimana orang ini dapat menghasilkan pendapatan sendiri,

maka ia mengalami dissaving (mengonsumsi tapi tidak mendapatkan penghasilan

sendiri yang lebih besar dari pengeluaran konsumsinya). Yang kedua yaitu

mengalami persaingan, dan yang terakhir yaitu seseorang pada usia tua dimana ia

tidak mampu lagi menghasilkan pendapatan sendiri dan mengalami dissaving lagi.
34

2.1.7 Hubungan antar variabel

1. Hubungan antara kurs dengan impor beras

Hubungan antara kurs sangat berpengaruh terhadap impor beras di

Indonesia. Perdagangan Internasional baik ekspor maupun impor tidak terlepas

dari proses pembayaran. Apabila kurs mengalami depresiasi yaitu mata uang

dalam negeri melemah dan berarti nilai mata uang asing menguat akan

menyebabkan kemampuan untuk mengimpor menurun karena apabila mata uang

dalam negeri melemah, harga riil komoditas yang dikonversikan ke mata uang

dalam negeri menjadi lebih mahal begitupun sebaliknya.

2. Hubungan antara produksi beras dengan impor beras

Hubungan antara produksi beras sangat berpengaruh terhadap impor beras

di Indonesia. Jika total produksi padi domestik naik, maka permintaan impor beras

akan turun, karena kebutuhan domestik relatif telah terpenuhi. David Ricardo

salah satu penulis Klasik mengembangkan teori comparative advantage atau teori

keunggulan yakni setiap negara akan mengimpor barang apabila faktor produksi

yang dihasilkan oleh negara tersebut dalam jumlah yang kecil dan mengekspor

barang yang comparative advantagenya lebih besar atau memproduksi barang dan

jasa lebih murah dan lebih efisien. Kedua negara akan memperoleh keuntungan

dengan melakukan perdagangan.

3. Hubungan antara konsumsi beras terhadap impor beras

Hubungan antara konsumsi beras sangat berpengaruh terhadap impor beras

di Indonesia. Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang pertambahan

hasil
35

yang semakin berkurang (diminishing returns), Malthus melukiskan suatu

kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan meningkat

secara cepat pada deret ukur atau tingkat geometric (pelipatgandaan: 1, 2, 4, 8, 16,

32, dan seterusnya). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia

maka akan semakin meningkat pula konsumsi terhadap beras karena beras

merupakan makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Hal ini tentunya akan

berdampak pada naiknya volume impor saat produksi dalam negeri tidak mampu

memenuhi kebutuhan konsumsi beras dalam negeri. Meningkatnya jumlah

penduduk harus disertai dengan jumlah bahan pangan yang tersedia agar tidak

terjadi standar kehidupan yang rendah dimana penduduk kekurangan bahan

makanan terutama beras.

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Ratih Kumala Sari (2014) dengan judul “Analisis Impor Beras di Indonesia”.

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah produksi

beras, konsumsi beras, harga beras dalam negeri dan nilai tukar rupiah

terhadap dollar AS, sedangkan variabel dependennya adalah impor beras.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda

dengan model Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara parsial maupun secara bersama-sama produksi beras, konsumsi

beras, harga beras dalam negeri dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS

berpengaruh dan signifikan terhadap impor beras di Indonesia.

2. Edward Christianto (2013) dengan judul “Faktor yang Mempengaruhi

Volume Impor Beras di Indonesia”. Penelitian ini menggunakan data

sekunder dari
36

tahun 2001-2010 dengan variabel dependen adalah impor beras sedangkan

variabel independen yang digunakan adalah produksi beras, harga beras dunia

dan konsumsi beras dengan metode analisis regresi linier berganda. Hasil

penelitian menunjukan bahwa produksi beras pada periode tidak berpengaruh

signifikan terhadap volume impor beras di Indonesia, harga beras dunia pada

periode tidak berpengaruh signifikan terhadap volume impor beras di

Indonesia dan konsumsi masyarakat Indonesia berpengaruh positif dan

signifikan terhadap volume impor beras di Indonesia.

3. Yona Namira, Iskandar Andi Nuhung dan Mudatsir Najamuddin (2016)

melakukan penelitian berjudul “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi

Impor Beras di Indonesia”. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data time series 1994-2013 menggunakan Regresi linier berganda melalui

software SPSS versi 21 untuk menganalisis data. Hasil uji secara bersama-

sama menunjukkan variabel produksi, konsumsi, stok beras, harga beras

dalam negeri, harga beras internasional dan nilai tukar rupiah terhadap dolar

AS mempengaruhi impor beras di Indonesia.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ike Susanti (2017) dengan judul “Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Volume Beras Impor di Jawa Timur”. Teknis

analisis menggunakan regresi linier berganda dan uji hipotesis menggunakan

uji F dan uji t. Variabel independen dalam penelitian ini adalah pupulasi (X1),

produksi padi (X2), harga beras lokal (X3), harga jagung (X4) dan harga

singkong (X5), sedangkan variabel dependennya yaitu volume impor beras

(Y). Hasil dari penelitian menunjukkan populasi, harga jagung dan harga

singkong tidak
37

berpengaruh signifikan terhadap volume impor beras di Jawa Timur. Produksi

beras dan harga beras lokal berpengaruh signifikan terhadap terhadap volume

impor beras di Jawa Timur.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Silvia Rahayu (2018) dengan judul “Pengaruh

Produksi dan Konsumsi Terhadap Impor Beras di Provinsi Jambi Tahun

2010- 2016”. Analisis data menggunakan regresi berganda yang diolah

menggunakan SPSS. Variabel independent dalam penelitian ini adalah

produksi beras dan konsumsi beras sedangkan variabel dependent dalam

penelitian ini adalah impor beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel produksi dan konsumsi beras

terhadap impor beras di Provinsi Jambi tahun 2010-2016 secara simultan, hal ini

dibuktikan dengan hasil penelitian dimana nilai F hitung > F tabel atau nilai

signifikansi > α .

6. Penelitian yang dilakukan oleh Dini Yuniarti (2010) dengan judul

“Agreement on Agriculture And Indonesia Rice Import” dengan data tahunan

1979-2007. Penelitian ini menggunakan Partial Adjustment Model. Variabel

independen yang dimasukkan ke dalam model adalah produksi beras dalam

negeri, pendapatan dalam negeri, harga beras dunia, harga beras domestik,

dan variabel dummy berupa pelaksanaan AoA. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pendapatan dalam negeri, harga domestik dan variabel dummy

pelaksanaan AoA memiliki pengaruh signifikan terhadap impor beras di

Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa harga beras dunia dan produksi beras

dalam negeri tidak berdampak pada impor beras di Indonesia.


38

7. Hyuna T.S, Ekere William dan Bantebya Kyomuhendo Grace (2017)

melakukan penelitian yang berjudul “Determinants of Import Demand of Rice

in Uganda”. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 1961

sampai tahun 2013 dengan metode analisis yang digunakan adalah analisis

regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi beras,

jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan konsumsi beras memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap impor beras di Uganda.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Agung Dwi Prasetyo dan Ratna Anindita

(2016) dengan judul “Import Demand Function of Rice in Indonesia”.

Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan model

Error Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian yaitu secara secara

bersama- sama variabel Produk Domestik Bruto, konsumsi beras dan harga

beras di pasar dunia berpengaruh signifikan terhadap impor beras di

Indonesia.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Soulrymsne Ouedraogo (2018) dengan judul

“Determinants of the Rice Import Bill in Burkina Fuso”. Variabel independen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar, keterbukaan ekonomi,

jumlah penduduk, pendapatan perkapita, harga beras impor dan produksi

beras, sedangkan variabel dependennya adalah impor beras. Metode analisis

yang digunakan adalah Vector error-correction model (VEC) untuk

menjelaskan faktor-faktor penentu tagihan impor beras. Hasil analisis

menunjukkan dalam jangka panjang dan jangka pendek peningkatan populasi,

tingkat keterbukaan ekonomi, harga beras dan pendapatan berpengaruh

terhadap impor beras. Sedangkan produksi beras tidak berpengaruh terhadap

impor beras.
39

10. Onu, D.O., Simonyang, J.B. dan Onyenweaku, C.E (2017) melakukan

penelitian yang berjudul “Determinants of Rice Production and Import in

Nigeria (1970-2016)”. Penelitian ini meneliti tentang faktor yang

mempengaruhi produksi beras dan impor beras di Nigeria dengan data time

series tahun 1970 hingga tahun 2016 dengan Metode analisis yang digunakan

adalah analisis regresi linier berganda dengan O-Integrasi dan model Error

Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel

impor beras, luas panen padi, konsumsi beras, investasi dibidang pertanian,

harga beras domestic dan angkatan kerja sektor pertanian berpengaruh

terhadap produksi beras di Nigeria. Sedangkan variabel produksi beras,

konsumsi beras, harga beras dunia, nilai tukar dan harga beras domestik

berpengaruh terhadap impor beras di Nigeria.

2.3 Definisi Konseptual

1. Impor

Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke

dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih. Impor juga

bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri

ke wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996).

2. Kurs

Kurs (nilai tukar) didefinisikan sebagai harga mata uang domestik. harga

sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang

yang lain (Salvatore, 1997).

3. Produksi
40

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai

guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam

memenuhi kebutuhan (Millers dan Meiners, 2000)

4. Konsumsi

Konsumsi dapat diartikan sebagai bagian pendapatan rumah tangga yang

digunakan untuk membiayai pembelian aneka jasa dan kebutuhan lain. Besarnya

konsumsi selalu berubah-ubah sesuai dengan naik turunnya pendapatan, apabila

pendapatan meningkat maka konsumsi akan meningkat. Sebaliknya, apabila

pendapatan turun maka konsumsi akan turun (Partadireja, 1990).

2.4 Definisi Operasional

1. Impor Beras

Impor Beras yang di maksud dalam penelitian ini yaitu data impor beras

menurut negara asal yang dilakukan Indonesia dengan satuan ton. Data tersebut di

peroleh dari Badan Pusat Statistik tahun 1999-2017.

2. Kurs

Kurs pada penelitian ini menggunakan data nilai tukar tengah rupiah

terhadap dolar Amerika Serikat. Data yang digunakan diperoleh dari Bank

Indonesia tahun 1999-2017 yang dinyatakan dengan Rupiah (Rp).

3. Produksi Beras
41

Produksi beras yang dimaksud dalam penelitian ini menggunakan data total

produksi beras tahunan dalam satuan ton. Data tersebut diperoleh dari Badan

Pusat Statistik Indonesia tahun 1999-2017.

4. Konsumsi Beras

Konsumsi beras yang dimaksud dalam penelitian ini menggunakan data

total konsumsi beras tahunan dengan satuan ton. Data tersebut diperoleh dari

Kementerian Pertanian Indonesia tahun 1999-2017.

2.5 Kerangka Teoritis

Secara skematis kerangka teoritis penelitian pengaruh kurs, produksi beras

dan konsumsi beras terhadap impor beras di Indoneisa dapat disajikan pada

gambar

2.5 sebagai berikut :

Kurs (X1)

Produksi beras (X2) Impor beras (Y)

Konsumsi beras (X3)

Gambar 2.5 Kerangka Teoritis

Banyak faktor yang akan menentukan sejauh mana suatu negara akan

mengimpor barang-barang yang tidak diproduksinya dan pada dasarnya

kepentingan impor di suatu negara selalu berbeda dengan negara lain. Dalam hal

ini Indonesia dalam melakukan impor beras dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Diantara faktor- faktor tersebut adalah kurs, produksi beras dan konsumsi beras.
42

Perubahan kurs, produksi beras dan konsumsi beras akan mempengaruhi

impor beras di Indonesia. Beberapa jurnal penelitian terdahulu menjelaskan ketika

kurs mengalami depresiasi yaitu mata uang dalam negeri melemah dan berarti

nilai mata uang asing menguat akan menyebabkan kemampuan untuk mengimpor

menurun karena apabila mata uang dalam negeri melemah, harga riil komoditas

yang dikonversikan ke mata uang dalam negeri menjadi lebih mahal begitupun

sebaliknya. Semakin baik produksi beras suatu negara maka volume impor beras

akan turun karena kebutuhan domestik relatif telah terpenuhi oleh produksi beras

dalam negeri. Seiring dengan semakin meningkat jumlah penduduk di Indonesia

maka meningkat pula konsumsi terhadap beras karena beras merupakan makanan

pokok bagi sebagian besar penduduk di Indonesia, hal ini akan berdampak pada

naiknya impor beras saat produksi beras dalam negeri tidak mampu memenuhi

konsumsi beras dalam negeri.

2.6 Kerangka Berfikir

Beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia yang memegang

peranan penting dalam kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan

beras harus selalu dijaga oleh pemerintah agar tidak kekurangan bahan makanan

dengan melakukan impor beras. Indonesia merupakan negara agraris yang

mempunyai hasil produksi beras sangat tinggi. Namun, seiring dengan jumlah

penduduk yang meningkat konsumsi terhadap beras mengalami meningkat, hal

tersebut membuat pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan beras nasional.

Impor beras Indonesia diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kurs,

produksi beras dan konsumsi beras. Maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
43

mengetahui ada tidaknya pengaruh kurs, produksi beras dan konsumsi beras

terhadap impor beras di Indonesia. Adapun kerangka berfikir dalam penelitian ini

digambarkan sebagai berikut :

Impor Beras

Kurs Produksi Beras Konsumsi Beras

Pengumpulan Data

Analisis Data

Uji Asumsi Klasik

Analisis Regresi Linear Berganda


Uji Statistik

Hasil Analisis dan Kesimpulan

Gambar 2.6 Kerangka Berfikir Penelitian

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang

kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah:

1. Diduga ada pengaruh dari kurs terhadap impor beras di Indonesia Tahun

1999-2017.
44

2. Diduga ada pengaruh dari produksi beras terhadap impor beras di

Indonesia tahun 1999-2017.

3. Diduga ada pengaruh dari konsumsi beras terhadap impor beras di

Indonesia tahun 1999-2017.

4. Diduga ada pengaruh secara bersama-sama dari kurs, produksi beras dan

konsumsi beras terhadap impor beras di Indonesia tahun 1999-2017.


45

Anda mungkin juga menyukai