Anda di halaman 1dari 19

VI.

PENULISN REFERENSI

Referensi disebut juga sumber acuan atau rujukan atau petunjuk. Dalam tulisan-tulisan
ilmiah, referensi biasanya ditemukan melalui dua medium. Pertama, rujukan langsung (body
note atau running note) dan footnote. Kedua bibliografi atau daftar pustaka.
Ade Hikmat dan Nani Solihati membagi cara penulisan rujukan berdasarkan sumber
penulisan atas dua variasi, yakni body note (catatan dalam tubuh karangan) dan footnote (catatan
kaki).
Dalam "Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta, 2012, tercatat padanan istilah body note dengan running note. Running note berarti
referensi langsung atau penyebutan sumber rujukan yang diletakkan pada teks utama sebuah
karya ilmiah.

6.1 Body Note atau Running Note


Menurut Ade Hikmat dan Nani Solihati, body note (catatan dalam tubuh karangan) biasanya
digunakan pada artikel atau karangan yang dimuat di dalam koran atau majalah. Pola ini dipilih
karena biasanya di dalam koran atau majalah tidak terdapat ruang yang memungkinkan penulisan
sumber rujukan dengan pola foot note atau catatan kaki. Namun, dapat saja terjadi, pola body
note dipakai di dalam penulisan buku. Pola body note bahkan lebih cenderung dipilih, sebab
penggunaannya terintegrasi dengan mudah di dalam teks, dan penyelenggara tulisan akan lebih
mudah membuat proses tata letak artikel atau tulisan.
Di dalam body note terdapat tiga unsur penting yang mesti disertakan dalam penulisan
rujukan, yakni pertama nama pengarang, (bisa ditulis lengkap, bisa hanya ditulis nama
belakang, dan tanpa disertai penulisan gelar), kedua, tahun naskah atau buku diterbitkan,
yang lazimnya terdapat pada katalog buku, dan ketiga halaman teks atau buku rujukan (jika
ada). Informasi tentang body note lasimnya dibuat dengan cara:
1. Jika nama penulis disebutkan dalam kalimat, setelah nama dicantumkan tanda baca buka
kurung, lalu diikuti penulisan tahun terbitan, disusul dengan tanda baca titik dua, diikuti
informasi halaman rujukan (jika ada), dan ditutup dengan tanda baca tutup kurung.
Contoh: Albertus Mberumbengus (2014: 34-35) mengatakan bahwa hidup adalah
perjuangan.
2. Jika keberadaan acuan atau kutipan artikel berfungsi untuk mengafirmasi gagasan atau
pikiran penulis, sumber rujukan tidak dari penulis karya ilmiah, dan nama disebutkan dalam
kalimat, maka nama penulis bersamaan dengan unsur lain sebagaimana telah disebutkan di atas
diletakkan di dalam tanda kurung. Jika demikian, di dalam tanda kurung tersebut berisi nama,
tanda baca koma, tahun terbitan, tanda baca titik dua, dan nomor halaman, yang dijeda dengan
tanda baca titik dua.
Contoh: "Di hadapan korban pelecehan seksual, wajah Tuhan selalu ambigu (Kleden,
2012:10)".
3. Jika kutipan tertentu merujuk pada sumber acuan yang diambil tanpa keterangan halaman,
unsur yang ditulis di dalam body note ialah nama pengarang dan tahun terbitan.
Contoh: Mberumbengus (2002) atau (Mberumbengus, 2002).
4. Terhadap referensi dua pengarang atau lebih, pemisahan antara pengarang dipakai tanda
baca koma (,).
Contoh: Pembahasan yang mendalam tentang militer dan politik di Indonesia banyak
dilakukan oleh para ilmuwan politik asing (Crouch, 1979; Jenkins, 1986; Sundhausen, 1990;
Singh 1988), yang pokok bahasannya bisa dipetakan dalam berbagai perspektif pemikiran
berkenaan dengan hubungan sipil-militer di negara berkembang.
5. Jika referensinya dua buku dengan tahun terbit yang berbeda, tetapi ditulis oleh pengarang
yang sama, penulisannya adalah sebagai berikut:
Menurut Harold Crouch (1979, 1988) keterlibatan militer (military intervention) dalam
politik disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
6. Jika referensinya dua buku dengan tahun terbit berbeda ditulis oleh pengarang yang sama
dan buku lainnya oleh pengarang lain, pemisahannya memakai tanda baca titik koma (;), kecuali
antara tahun untuk penulis yang sama dipisahkan oleh tanda baca koma (,).
Contoh: Pembahasan yang mendalam tentang militer dan politik di Indonesia banyak
dilakukan oleh para ilmuwan politik asing (Crouch 1979, 1986; Sundhausen 1990; Singh 1988),
yang pokok bahasannya bisa dipetakan dalam berbagai perspektif pemikiran berkenaan dengan
hubungan sipil-militer di negara berkembang.
7. Tanda baca titik koma juga dipakai untuk menghindari kekeliruan penggunaan tanda baca
koma (,) dalam pemisahan referensi yang satu dengan referensi yang lainnya dan dalam referensi
ditulis oleh tiga pengarang.
Contoh: Kebijakan terbaru dalam proses pengelolaan sumber daya alam ditulis oleh
beberapa pihak (DENR, 2003; Magno 2003; Pulhin, Inoue, dan Enters 2007). Atau: Di wilayah
Asia Pasifik, Filipina merupakan salah satu negara terdepan dan menjadi pioner dalam
mengembangkan inovasi untuk melakukan devolusi pengelolaan sumber daya alam (Dahal dan
Capistrani 2006; Pulhin, Inoue & Enters 2007).
8. Jika referensinya berupa alamat website URL (United Resource Locator) yang pendek,
running notes bisa dibuat dengan menyebut URL yang hyperlink-nya dihilangkan (remove
hyperlink) dan dicantumkan tanggal tulisan diakses.
Contoh: Menurut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Gerdabangsari adalah program
pembangunan yang memfokuskan diri pada peningkatan kualitas sumber daya manusia,
perbaikan ekonomi rakyat, dan pembangunan pertanian, (www.kutaitimur.go.id, diakses pada 6
Juni 2007).
6.2 Footnote atau Catatan Kaki
Footnote atau catatan kaki ialah catatan pada kaki halaman yang berisikan sumber acuan
kutipan tertentu, termasuk URL yang panjang, dan penjelasan tambahan atas teks atau tulisan.
Jika di dalam catatan kaki terdapat referensi, referensi tersebut bisa dicantumkan dengan
memakai format body note atau running notes, atau bisa juga referensi yang ada dicantumkan
secara lengkap dengan mengikuti ketentuan pembuatan footnote. Ukuran font catatan kaki
biasanya lebih kecil daripada teks utama, yakni sebesar font 10.
Catatan kaki lebih sering digunakan dalam tugas-tugas perkuliahan, seperti makalah, skripsi,
tesis, dan disertasi. Penulisan sumber kutipan dengan cara catatan kaki jauh lebih rumit
dibandingkan dengan sistem body note. Namun, penggunaan catatan kaki pada dasarnya
memudahkan pembaca untuk mengetahui secara cepat sumber referensi yang digunakan penulis.
Biasanya unsur yang terdapat pada catatan kaki menyerupai unsur yang terdapat pada daftar
pustaka. Jika pada daftar pustaka nomor halaman naskah yang dirujuk tidak dicantumkan, pada
catatan kaki biasanya terdapat secara lengkap informasi tentang halaman sumber rujukan.
6.2.1 Catatan Kaki Berisi Penjelasan
Catatan kaki bisa digunakan jika penulis ingin memberi penjelasan tambahan sebuah istilah,
frase, kalimat, dan sejenisnya. Widjono Hs menjelaskan bahwa jika catatan kaki berfungsi untuk
memberi penjelasan atau keterangan tambahan, unsur yang dapat dimasukkan di dalam catatan
kaki ialah penjelasan (keterangan) tambahan atas tubuh teks, penjelasan atas konsep, istilah,
definisi, dan komentar. Sifat dari penjelasan tambahan pada footnote hendaknya tidak
mengganggu fokus analisis atau pembahasan. Pemakaian catatan kaki yang berisikan penjelasan
bisa dilihat dalam contoh berikut:
Jumlah kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Timur terus bertambah.( 1) Pertambahan ini
tentu punya implikasi terhadap meluasnya pemanfaatan lahan untuk perkantoran, perumahan,
dan kegiatan bisnis.
1
Dalam rentang waktu yang cukup lama (era Orde Baru), kabupaten/kotamadya di Kaltim
berjumlah enam buah (Balikpapan, Samarinda, Kutai, Bulungan, Berau, Pasir). Pada pasca-Orde
Baru, jumlah kabupaten/kota meningkat drastis menjadi 13 (Paser, Penajam, Paser Utara,
Balikpapan, Samarinda, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Bontang, Bulungan,
Berau, Tarakan, Malinau, Nunukan), dan baru-baru ini ada penambahan satu kabupaten lagi,
yakni Kabupaten Tanah Tidung, sehingga sekarang terdapat 14 kabupaten/kota di Kalimantan
Timur.

6.2.2 Catatan Kaki Berisikan Penjelasan Disertai Sumber Acuan atau Referensi
Jika penjelasan di dalam catatan kaki disertai penulisan sumber rujukan, cara penulisan
rujukan dapat dibuat dengan menggunakan body note atau running note, dan dapat dibuat dengan
menggunakan format khusus penulisan referensi footnote.
Berkaitan dengan format khusus penulisan referensi footnote, Arief Suadi menjelaskan
bahwa pada umumnya penulisan format referensi footnote mengikuti cara penulisan referensi
yang diterapkan oleh tiga lembaga besar berpengaruh pada literatur ilmu sosial, yaitu University
of Chicago (CHI), Modern Language Association (MLA), dan American Psychological
Association (APA).
Masing-masing lembaga ini menerapkan aturan yang berbeda untuk berbagai jenis
penerbitan, seperti jurnal, buku teks, surat kabar, kumpulan artikel. Walaupun demikian, tetap
terdapat beberapa prinsip dan pedoman penulisan footnote yang berlaku umum.
Sebagaimana dicatat Widjono Hs, pedoman penulisan footnote atau catatan kaki ialah
sebagai berikut:
1. Catatan kaki dipisahkan tiga spasi dari naskah halaman sama, yang diletakkan
langsung dan lurus pada marjin kanan halaman dan tidak dibuat seolah-olah sebagai
sebuah paragraf.
2. Antarcatatan kaki dipisahkan dengan satu spasi.
3. Catatan kaki diberi nomor urut angka arab dan tidak diberi tanda apa pun.
4. Font nomor urut dan isi catatan kaki ditulis lebih kecil daripada huruf lainnya.
5. Catatan kaki yang merupakan rujukan atau data pustaka ditulis berdasarkan cara
berikut ini:
a. Nama pengarang ditulis sama dengan nama yang tertulis pada sumber kutipan.
b. Jika nama pada sumber acuan tertulis lengkap dengan gelar akademis, penulisan
catatan kaki dibuat dengan mencantumkan gelar tersebut.
c. Setelah nama pengarang diikuti penulisan tanda baca koma (,).
d. Setelah tanda baca koma diikuti penulisan judul karangan atau judul rujukan.
e. Khusus untuk buku, judul buku dicetak miring, tanpa diikuti tanda baca apa pun.
f. Jika sumber acuan merujuk pada artikel, judul artikel diketik tegak, dan diapiti
tanda baca petik ganda pembuka dan penutup ("..."), diikuti tanda baca koma (,), dan
diikuti pengarang buku dan judul buku. Judul buku dicetak miring.
g. Setelah judul buku diikuti penulisan nama penerbit dan tahun terbitan.
h. Nama penerbit dan angka tahun terbitan diapiti tanda kurung [(...)] dan jika
terdapat informasi, halaman kutipan diikuti tanda baca koma (,).
i. Setelah nama penerbit dan angka tahun terbitan, yang diikuti tanda baca koma,
diikuti penulisan halaman rujukan, yang dapat disingkat hlm, atau h, atau p, dan
diikuti nomor atau angka halaman, dan diakhiri tanda baca titik (.). Jika informasi
nomor halaman kutipan tidak ada, sesudah tahun terbitan ditutup dengan tanda baca
titik.
6.2.3 Penulisan Footnote untuk Beberapa Jenis Buku dan Artikel
Satu Pengarang
1. Nama pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang pada buku.
2. Setelah nama pengarang, diberi tanda koma.
3. Judul buku dicetak miring.
4. Setelah judul buku diikuti informasi buku, subjudul, jilid, edisi (jika ada), lalu
tidak diikuti koma atau titik.
5. Informasi penerbitan diapiti tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan
tahun.
6. Setelah kurung tutup, diberi koma.
7. Dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm atau h, dapat juga tanpa kata halaman),
nomor halaman angka arab, dan diakhir dengan titik.
Contoh:
Ibarruri, Kisah Pengembaraan Ibarruri Putri Alam Anak Sulung D. N. Aidit (Maumere:
Penerbit Ledalero, 2015), hlm. 5.
Dua Pengarang:
1) Kedua pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang pada buku, dan diikuti koma.
2) Judul buku dicetak miring.
3) Informasi penerbitan diapiti tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun.
Setelah kurung tutup, diberi koma.
4) Dapat diikuti kata halaman yang disingkat hlm atau h, atau dapat juga tanpa kata
halaman, nomor halaman angka arab, dan diakhiri dengan titik.
Contoh:
Dr. Ade Hikmat, M. Pd. dan Dr. Nani Solihati, M. Pd., Bahasa Indonesia (Jakarta:
Grasindo, 2013), hlm. 10-12.
Tiga Pengarang
1) Ketiga nama pengarang ditulis seluruhnya.
2) Tidak menggunakan singkatan dkk atau et al.
3) Setelah nama pengarang diberi tanda koma,
4) Judul buku dicetak miring
5) Informasi penerbitan diapiti tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun.
Setelah kurung tutup, diberi koma, dan dapat diikuti kata halaman yang biasanya disingkat hlm
atau h, atau dapat tanpa kata halaman.
Contoh:
Harold Bierman, Jr., Thomas R. Dyckman, dan Ronald W. Hilton, Cost Accounting (Boston:
PWS-Kent Publishing Company, 1990), hlm. 4.
Lebih dari Tiga Pengarang
Cara penulisan
1. Nama pengarang pertama diikuti singkatan “dkk" (dan kawankawan) atau et al. (et alii).
Boleh pilih singkatan et al atau singkatan bahasa Indonesia "dkk", tetapi harus konsisten.
Umumnya jika rujukan berbahasa Inggris, singkatan yang digunakan ialah et al, sedangkan jika
kutipan mengacu pada sumber berbahasa Indonesia, singkatan yang dipakai ialah “dkk”.
2. Antara nama dan singkatan tidak dibubuhi tanda baca koma.
3. Setelah singkatan dibubuhi tanda baca titik dan diikuti tanda baca koma.
4. Judul buku dicetak miring dan diikuti informasi penerbitan yang diapiti tanda kurung lalu
diketik nama kota, titik dua, spasi, penerbit, koma, spasi, tahun. Setelah tutup kurung diberi
koma, dan diikuti keterangan halaman buku yang biasanya disingkatkan hlm atau h, dan dapat
juga tanpa penulisan kata halaman.
5. Nomor halaman ditulis dengan angka arab, dan diakhiri dengan titik.
Contoh:
"Petrus Rentung et al., A Short History of the World (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm. 40-43.
'Riyanti Sinta dkk., Bahasa Lipstik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 100.
Alton C. Morris et al., College English, the First Year (New York, 1964), 51-56.

Buku Terjemahan
Catatan:
a. Unsur-unsur penulisan footnote untuk kagegori buku atau karangan terjemahan sama
dengan unsur-unsur penulisan footnote pada kategori buku sebagaimana telah dijelaskan di atas.
b. Hal khusus di dalam footnote kategori buku terjemahan ialah setelah judul buku
dicantumkan keterangan "penerjemah" atau "terjemahan", yang biasanya ditulis dengan
singkatan atau "penerj.", atau "terj.", dan atau "a.b" (alih bahasa). Dengan tetap menuntut
konsistensi penulisan, penulis disilakan untuk memilih salah satu dari model singkatan di atas.
Contoh:
L. William N. Dunn, Analisis Kebijaksanaan Publik, penerj. Muhajir Darwin (Yogyakarta:
Hanindita, 2001), hlm. 20-23.
Atau
'Josef Keown dkk., Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku 2, terj. Chaerul D. Djakman,
S.E., MBA dan Dwi Sulistryorini, S.E. (Jakarta: Salemba empat, 2000), hlm. 456-458.
Atau
"Canfield et al., Chicken Soup for the Women's Soul, a.b. Anton MGS (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2000), 100.
Buku dari Editor sebagai Penulis
Catatan:
a. Unsur-unsur penulisan footnote untuk kagegori buku dengan editor sebagai sama dengan
unsur-unsur penulisan footnote pada kategori buku sebagaimana telah dijelaskan di atas.
b. Hal khusus di dalam footnote kategori buku dengan editor sebagai penulis ialah, setelah
nama penulis (editor) diketik keterangan editor dalam bentuk singkatan “ed.” atau singkatan
"edit." (opsional), yang bisa diletakkan di dalam tanda kurung (ed./edit.) tanpa didahului tanda
baca koma, atau bisa ditulis langsung setelah nama pengarang yang didahului tanda baca koma
dan tanpa tanda kurung. Setelah itu dicantumkan judul buku yang dicetak miring.
Contoh:
Lukman Ali (ed.), Bahasa dan Kesustraan Indonesia sebagai Tjerminan Manusia Indonesia
Baru (Djakarta, 1967), hlm. 84-86.
Atau
"Lukman Ali, ed., Bahasa dan Kesustraan Indonesia sebagai Tjerminan Manusia Indonesia
Baru (Djakarta, 1967), hlm. 84-86.
c. Apabila selain pengarang, pada buku disebutkan pula editor penerjemah atau penyunting,
nama-nama editor, penerjemah, atau penyunting tersebut diletakkan sesudah judul buku
Contoh:
Emile Durkheim, On Morality and Society, ed. Robert N. Bellah (New York: Doubleday,
1967), hlm. 17.
Emile Durkheim, On Morality and Society, penerj. Dominikus Rewos (Ende: Nusa Indah,
1985), hlm. 20.
Footnote dari Sumber Tanpa Nama Penulis
Catatan:
a. Jika pada buku atau naskah tertentu tidak terdapat nama penulis, biasanya judul buku
diletakkan pada posisi penulis buku dan dicetak miring (italic). Setelah judul buku dicantumkan
keterangan "tanpa penulis" yang ditulis dalam bentuk singkatan "t.p" dan diletakkan di antara
kurung.
b. Setelah singkatan "t.p." diikuti tanda baca koma, dan diikuti penulisan nama kota,
penerbit, dan tahun terbitan yang diletakkan di dalam kurung, diikuti koma, dan nomor halaman.
Contoh: Orang Miskin Dilarang Sakit [t.p.], (Ende: Nusa Indah, 1998), hlm. 45.
Institusi sebagai Penulis
Catatan:
a. Jika pada buku atau naskah tertentu tidak terdapat nama penulis, dan sebagai penulisnya
ialah lembaga atau institusi, nama lembaga atau institusi tersebut diletakkan pada posisi penulis.
b. Sesudah nama institusi, diikuti tanda baca koma, dan diikuti judul buku yang dicetak
miring. Sesudahnya, nama kota, penerbit, dan tahun terbitan yang diletakkan di dalam kurung,
dan diikuti nomor halaman.
Contoh:
Biro Pusat Statistik, Proyek Angkatan Kerja Indonesia Sampai Tahun 2000 (Jakarta: BPS,
2000), hlm. 1.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 12-13.
Footnote dari Undang-Undang dan Penerbitan Resmi Pemerintah
Unsur yang perlu dicantumkan ialah nama instansi yang berwenang dan judul naskah (yang
dicetak huruf italic). Jika data dikutip dari sumber sekunder, unsur sumber tersebut dicantumkan
dengan menambahkan unsur-unsur nama buku (huruf italic) dan data penerbitan. Jika sumber
sekunder tersebut mempunyai penyusun, nama penyusun ditempatkan sebelum nama buku, dan
nama penerbit dimasukkan sebagai data penerbit.
Contoh:
10
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab I, Pasal 1.
"Republik Indonesia, "Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1985 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 1969," dalam Undang-Undang Keormasan. (Parpol & Golkar)
1985 (Jakarta: Dharma Bhakti, t.th.), hlm. 4.
Republik Indonesia, "Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara," dalam S.F.. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta: Liberty, 1988),
hlm. 198.
Artikel di dalam Ensiklopedi
Ketiga contoh berikut memperlihatkan cara membuat catatan kaki yang menunjuk kepada
artikel yang diambil dari sebuah ensiklopedi. Cara pertama menunjuk kepada sebuah ensiklopedi
yang terkenal. Dalam hal ini, penulisan penerbit dan tempat terbit diabaikan. Jika ensiklopedi
yang ada belum terkenal, penerbit dan tempat terbit dicantumkan. Hal ini tampak pada contoh
kedua. Contoh ketiga memperlihatkan artikel ensiklopedi tanpa nama penulis.¹1
¹ºRobert Ralph Bolgar, "Rhetoric", Encyclopaedia Britannica (1970), XIX, 257-260.
"T. Wright, "Language Varieties: Language and Dialect," Encyclopedia of Linguistics,
Information and Control (Oxford: Pergamon Press Ltd., 1969), hlm. 243-245.
12”
Vaccination", Encyclopaedia Britannica (14 th ed.), XXII, 921-923.
Catatan:
a. Nama pengarang di dalam ensiklopedi tertentu, seperti Encyclopaedia Britannica, ditulis
dengan inisial. Nama lengkap pengarang dimaksud didapat pada keterangan tentang singkatan-
singkatan yang biasanya terdapat pada jilid awal ensiklopedi.
b. Bila pada artikel yang dikutip tidak dicantumkan nama pengarang, judul artikel yang
didahulukan.
c. Bila dicantumkan penanggalan tanpa tempat terbit dan penerbit, tahun terbit atau nomor
edisi itu ditempatkan dalam kurung sesudah judul ensiklopedi.
Footnote Artikel di dalam Jurnal
1. Nomor urut catatan kaki.
2. Nama pengarang artikel ditulis sesuai asli.
3. Judul artikel diapiti tanda petik diikuti koma.
4. Nama jurnal dicetak miring diikuti koma.
5. Nomor volume diikuti titik dua (:) diikuti nomor terbitan.
6. Tempat, bulan, dan tahun penerbitan diapiti kurung dan diikuti koma, diikuti nomor
halaman dan ditutup dengan titik.
Contoh:
ºRobert Mirsel, "Pembonceng Gratis Gerakan Reformasi," Jurnal Ledalero, 13:2 (Ledalero:
Desember 2014), hlm. 239.
"John Mansford Prior, "Narasi Diri," Jurnal Ledalero, 11:1 (Ledalero, Juni 2012), hlm. 1-4.
¹¹Bagus Sumargo, "Validitas dan Realibilitas Pengukuran Kemiskinan," Jurnal Ilmiah Mat
Stat, 2:2 (Jakarta: Juli 2002), hlm. 208.
Syamsul Arifin, "Konflik dan Harmonitas Sosial dalam Relasi dengan Sesama", Jurnal
Character Building, 1:1 (Jakarta: Juni 2015), hlm. 20-23.
Artikel di dalam Buku yang Diedit
Dr. Albert Wijaya, "Pembangunan Pemukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di
Kota,” dalam Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc. (ed.), Sejumlah Masalah Pemukiman Kota
(Bandung: Alumni, 2004), hlm. 120-121.
Catatan: Karena kutipan dalam kasus ini merujuk pada artikel dan bukan pada buku, unsur
yang ditulis pertama pada footnone ialah penulis dan judul artikel.
Footnote dari Majalah
Menurut Goris Keraf, ada tiga cara pembuatan catatan kaki yang merujuk kepada artikel di
dalam majalah. Ketiga cara tersebut tampak pada tiga contoh berikut.
Ny. H. Soebadio, "Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah Baru," Madjalah
Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I (April, 1963), hlm. 47-58.
Harimurti Kridalaksana, "Perhitungan Leksikostatistik atas Delapan Bahasa Nusantara Barat
serta Penentuan Pusat Penyebaran Bahasabahasa itu Berdasarkan Teori Migrasi," Madjalah Ilmu-
ilmu Sastra Indonesia, 2:319-352, Oktober, 1964.
Samsuri, M.A., "Sistim Fonem Indonesia dan Suatu Penyusunan Ejdaan Baru," Medan Ilmu
pengetahuan, Oktober, 1960, hlm. 323-341.
Catatan:
Contoh pertama memperlihatkan bentuk yang standar. Nomor jilid ditempatkan sesudah
judul makalah, dipisahkan oleh tanda koma, penanggalan ditempatkan dalam kurung, nomor
halaman dengan angka Arab sesudah penanggalan, dipisahkan dari kurung penutup oleh sebuah
koma.
b. Contoh kedua ialah contoh yang biasa dipakai untuk karya-karya ilmiah. Baik nomor jilid
maupun nomor halaman dicantumkan dalam angka Arab, tetapi dipisahkan oleh sebuah titik dua;
sesudah jilid dan nomor halaman baru dicantumkan bulan dan tahun.
c. Contoh ketiga memperlihatkan suatu referensi yang tidak menyebut nomor jilid. Dianggap
tidak perlu nomor jilid karena sudah jelas pada bulan dan tahunnya.
Footnote untuk Dokumen Konsili Vatikan II
Dokumen Konsili Vatikan II yang dipakai di Indonesia merupakan terjemahan naskah resmi
bahasa Latin oleh R. Hardawiryana, SJ dan diterbitkan oleh Penerbit Obor yang bekerja sama
dengan Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. Sebagaimana tercatat di dalam edisi
cetakan keduabelas tahun 2013, dokumen ini pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun
1993 dan sampai tahun 2013, ia sudah dicetak sebanyak dua belas kali. Walaupun selalu
dianjurkan, referensi untuk tulisan ilmiah seyogyanya mengacu pada buku atau dokumen cetakan
terakhir, penulisan tahun terbitan dokumen ini di dalam daftar referensi disesuaikan dengan edisi
cetakan yang dipakai penulis di dalam karya ilmiahnya.
Walaupun di dalam dokumen tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit pihak (perorangan,
tim, atau lembaga) penulis dokumen tersebut, diakui secara resmi lembaga yang menulis
dan/atau menghasilkan dokumen ini ialah Konsili Vatikan II, yaitu Konsili Ekumenis XXI dalam
sejarah Gereja. Berdasarkan pengakuan tersebut, jika dokumen ini dijadikan rujukan di dalam
tulisan ilmiah, penulisannya pada referensi footnote dan daftar pustaka dibuka dengan
pencantuman Konsili Vatikan II sebagai penulis dokumen yang selanjutnya diikuti judul buku
(dalam hal ini judul dokumen yaitu ,"Dokumen Konsili Vatikan II" yang dicetak miring), diikuti
keterangan penerjemah atau terjemahan (yang bisa disingkat menjadi penerj. atau terj.), diikuti
nama penerjemah (dalam hal ini R. Hardawiryana SJ), diikuti keterangan tentang kota terbitan,
nama penerbit, dan tahun terbitan, dan ditutup dengan pencantuman nomor halaman atau jenis
singkatan footnote (untuk referensi footnote).
Contoh penulisan footnote Dokumen Konsili Vatikan II
Paus yang berani mengundang suatu konsili untuk Gereja semesta dalam mengevaluasi
kehidupan dan pelaksanaannya ialah Paus Yohanes XXIII.¹
¹Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, penerj. R. Hardawirayana SJ, Cetakan XII
(Jakarta: Obor, 2013), hlm. xi-xii.
Footnote untuk Konstitusi, Dekret, dan Pernyataan (Dokumen KV II)
Ketentuan Umum
a. Referensi (footnote dan daftar pustaka) untuk dokumen-dokumen khusus seperti
Konstitusi, Dekret, dan Pernyataan adalah informasi tentang sumber acuan dokumen-
dokumen khusus tersebut diambil dan/atau diacu.
b. Berdasarkan batasan tersebut, penulisan referensi rujukan artikel dan/atau informasi
kutipan harus disesuaikan dengan sumber artikel tersebut diambil atau diacu.
c. Jika sumber dokumen-dokumen tersebut diambil dari buku “Dokumen Konsili Vatikan
II” sebagai sumber resmi pencantuman dokumen-dokumen tersebut, penulisan
keterangan sumber acuan "Dokumen Konsili Vatikan II” itu mengikuti ketentuan umum
penulisan referensi Dokumen Konsili Vatikan II di atas.
d. Karena biasanya acuan artikel kutipan ialah pada nama dokumen (Konstitusi, Dekrit, atau
Pernyataan) dan nomor dokumen, nama dan nomor dokumen yang diacu dicantumkan
secara tepat dan benar pada batang tubuh naskah. Dengan demikian unsur yang terdapat
pada footnote hanyalah informasi tentang buku yang di dalamnya terdapat dokumen
(nama dan nomor) yang dikutip atau diacu.
e. Nama dokumen pada batang tubuh naskah harus ditulis secara tepat dan benar, termasuk
jika penulis menganggap perlu untuk secara konsisten menampilkan nama asli dokumen
dalam bahasa Latin dan menyebutkannya dalam bentuk singkatan. Nama (dan singkatan)
dokumen dicantumkan pada bagian paling awal ia disebutkan dan dicantumkan.
Contoh penulisan nama (dan singkatan) dokumen:
1. Dokumen utama Konsili ialah Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium)
yang selanjutnya disebut dengan singkatan LG.
2. Konstitusi tentang Liturgi Suci (Sacrosanctum Concilium, yang selanjutnya disebutkan
dengan singkatan SC) berisikan asas dan kaidah liturgi praktis.
Contoh penulisan nama (dan nomor) dokumen dan penulisan referensi footnote
atasnya:
Dekret tentang Ekumenisme (Unitas Redintegratio [UR]) Nomor 2 menandaskan pola dan
prinsip terluhur misteri kudus kesatuan Gereja, yaitu kesatuan Allah Tunggal dalam tiga Pribadi:
Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, penerj. R. Hardawirayana SJ, cetakan XII
(Jakarta: Obor, 2013), hlm. 190.
Footnote Dokumen Konsili dari Sumber Sekunder
Dapat saja terjadi nama dan nomor dokumen seperti disebutkan di atas disinggung atau
terdapat di dalam naskah lain (bukan di dalam buku "Dokumen Konsili Vatikan”). Jika terjadi
kasus seperti ini, sedapat mungkin informasi tentang sumber kutipan harus dibuat secara tepat
dan benar, yaitu dengan menyertakan nama pengarang, judul artikel atau judul buku, dan data
publikasi. Dalam hal ini nama dan nomor dokumen dinyatakan di dalam batang tubuh naskah,
sedangkan pada footnote diisi informasi sumber acuan. Selain itu, hendaknya redaksi kutipan
terhadap nama dan nomor dokumen harus disesuaikan dengan sumber yang diacu.
Katakanlah jika nama dan nomor dokumen terdapat di dalam sebuah tesis, cara penulisan
kutipan dan footnote yang sesuai ialah seperti berikut:
Dekret tentang Ekumenisme (Unitas Redintegratio [UR]) Nomor 2, sebagaimana dikutip
Yohanes Soul Mambei, menandaskan pola dan prinsip terluhur misteri kudus kesatuan Gereja,
yaitu kesatuan Allah Tunggal dalam tiga Pribadi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus.1
1
Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, cetakan XII, penerj. R. Hardawirayana SJ
(Jakarta: Obor, 2013), hlm. 190, dalam Yohanes Soul Mambei, "Pembentukan Aspek Rohani
Para Calon Imam di Seminari Tinggi Interdiosesan St Petrus Ritapiret dalam Terang Anjuran
Apostolik Pastores Dabo Vobis dan Rekomendasinya bagi Pendidikan Calon Imam Diosesan"
(Tesis Program Studi Teologi Kontekstual, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere,
2018), hlm. 25.

Footnote untuk Katekismus Gereja Katolik


Katekismus Gereja Katolik yang digunakan di Indonesia adalah terjemahan edisi Jerman
oleh P. Herman Embuiru SVD, disahkan oleh para uskup Provinsi Gerejawi Ende, dan diakui
oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Edisi pertama buku ini diterbitkan oleh Provinsi
Gerejawi Ende pada tahun 1995. Sejak 2005, Katekismus Gereja Katolik ini diterbitkan bukan
lagi oleh Propinsi Gerejawi Ende, melainkan oleh Penerbit Nusa Indah Ende. Itu berarti
penulisan informasi publikasi buku ini di dalam footnote dan/atau daftar pustaka hendaknya
disesuaikan dengan dua edisi terbitan di atas.
Di dalam buku tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit pihak (perorangan, tim, atau
lembaga) yang menulis atau menghasilkan buku itu. Namun, dengan merujuk pada keterangan
yang terdapat pada informasi tentang "Jadinya teks dan pokok-pokok pemikirannya" yang ditulis
oleh Paus Yohanes Paulus II di dalam Katekismus berupa ucapan terima kasih kepada
Kongregasi Ajaran Iman diketuai Yosef Ratzinger, diakui kongregasi inilah pihak yang patut
ditulis sebagai penulis atau lembaga yang menghasilkan Katekismus Gereja Katolik ini. Dengan
demikian, penulisan referensi ini di dalam footnote dan daftar pustaka, hendaknya diawali
dengan pencantuman Kongregasi Ajaran Iman sebagai penulis yang diikuti sesudahnya judul
buku, penerjemah, dan informasi publikasi.
Footnote Ensiklik dan Surat Anjuran Paus
Ensiklik dan surat anjuran biasanya ditulis oleh seorang paus. Oleh karena itu, footnote
hendaknya diawali dengan penulisan nama paus seperti yang terdapat pada naskah. Sesudah
nama paus, diikuti judul ensiklik atau surat anjuran, diikuti keterangan penerjemah dan nama
penerjemah (jika naskah terjemahan), dan diikuti penulisan informasi publikasi, serta nomor
halaman. Selain itu, karena biasanya ensiklik atau surat anjuran terdiri atas nomor/ artikel, maka
jika memungkinkan redaksi kutipan pada batang tubuh dibuat dengan menyinggung
nomor/artikel dimaksud.
Contoh 1 Ensiklik:
Dalam menjelaskan hubungan antara iman dan kepastian, Paus Fransiskus, dalam Ensiklik
Lumen Fidei Nomor/artikel 27, menyinggung filsuf Wittgetstein. Paus menulis, "Bagi
Wittgenstein, beriman dapat dibandingkan dengan pengalaman jatuh cinta: sesuatu yang
subjektif, yang tidak dapat dianggap sebagai kebenaran bagi setiap orang." 1
¹Paus Fransiskus, Lumen Fidei, penerj. Alb. Deby Setiyanto (Yogyakarta: Kanisius, 2014),
hlm. 43.
Selain itu, walaupun di dalam buku ini terdapat uraian tentang ajaran iman Katolik yang
terbagi atas bagian bab, pasal, ayat, artikel, dan nomor, tetapi karena sistem penomoran dibuat
secara berturut-turut dari awal sampai akhir, maka uraian teks yang dikutip hanya merujuk pada
nomor (bukan pada bagian, bab, pasal, ayat, artikel). Dengan perkataan lain, unsur yang
dicantumkan pada batang tubuh naskah hanya nomor.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, contoh penulisan footnote untuk Katekismus
Gereja Katolik ialah sebagai berikut:
Pada nomor 430-435 Katekismus Gereja Katolik (yang selanjutnya ditulis dengan singkatan
KGK) tertulis arti nama Yesus dalam bahasa Ibrani, yaitu “Allah membebaskan”. Di dalam-Nya,
Allah menyimpulkan seluruh karya keselamatan-Nya untuk umat manusia. ¹
¹Kongregasi Ajaran Iman, Katekismus Gereja Katolik, penerj. P. Herman Embuiru SVD
(Ende: Provinsi Gerejawi Ende, 1995), hlm. 140-141.
Contoh 2 surat anjuran:
Dalam Surat Anjuran Envangelii Gaudium Nomor 85, Paus Fransiskus menyatakan, "Salah
satu godaan paling serius yang mencekik keberanian dan semangat adalah sikap mudah
menyerah. Sikap semacam ini mengubah kita menjadi orang yang suka bersungut-sungut,
pesimis, penuh kekecewaan, dan pengomel." 1
¹Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium, Sukacita Injil, penerj. Banu Viktorahadi, Pr
(Yogyakarta: Kanisius, 2015), hlm. 75.
Jika data dikutip dari sumber sekunder, unsur sumber tersebut dicantumkan dengan
menambahkan unsur-unsur nama pengarang, judul buku, dan data penerbitan. Katakanlah jika
kutipan ensiklik diambil dari sebuah tesis, redaksi penulisan kutipan hendaknya dinyatakan
secara benar pada batang tubuh naskah, dan penulisan sumber sekunder tesis tersebut
dicantumkan secara benar pada tubuh footnote.
Contoh data surat anjuran yang dikutip dari tesis:
Dalam Surat Anjuran Envangelii Gaudium Nomor/Artikel 85, Paus Fransiskus, sebagaimana
dikutip Yohanes Soul Mambei, menyatakan, "Salah satu godaan paling serius yang mencekik
keberanian dan semangat adalah sikap mudah menyerah. Sikap semacam ini mengubah kita
menjadi orang yang suka bersungut-sungut, pesimis, penuh kekecewaan, dan pengomel."1
¹Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium, Sukacita Injil, penerj. Banu Viktorahadi, Pr
(Yogyakarta: Kanisius, 2015), hlm. 75, dalam Yohanes Soul Mambei, "Pembentukan Aspek
Rohani Para Calon Imam di Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret dalam Terang
Anjuran Apostolik Pastores Dabo Vobis dan Rekomendasinya bagi Pendidikan Calon Imam
Diosesan," (Tesis Program Studi Teologi Kontekstual, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero,
Maumere, 2018), hlm. 25.
Footnote Kitab Hukum Kanonik
Problematik Nama Penulis KHK
Jika KHK disamakan dengan undang-undang dan penerbitan resmi pemerintahan, unsur
yang dianggap sebagai pihak penulis atau yang mengeluarkan KHK ialah Gereja Katolik.
Setidaknya, sebagaimana dikatakan Paus Yohanes Paulus II, KHK merupakan naskah legislatif
utama Gereja. Apabila KHK dipandang seperti ini, Gereja Katoliklah yang dicantumkan sebagai
nama penulis naskah. Dia ditulis sebanding dengan penulisan footnote dari undang-undang dan
penerbitan resmi pemerintah, yaitu dengan mencantumkan negara (katakanlah "Republik
Indonesia") sebagai penulis Undang-Undang Dasar 1945, misalnya. Jika demikian, contoh
penulisan footnote KHK menjadi seperti berikut ini:
¹Gereja Katolik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta:
Obor, 2004), hlm. 30.
Namun, jika KHK tidak dilihat seperti di atas, atau jika KHK dipandang sebagai karya yang
dihasilkan penulis (dalam hal ini komisi tertentu), maka sebagaimana dinyatakan di dalam
"Pendahuluan" KHK, Komisi Kepausan Pembaruan Kitab Hukum Kanonik-lah yang disebut
sebagai pihak yang menulis dan/atau mengeluarkan KHK. Jika demikian, contoh penulisan
footnote KHK menjadi seperti berikut:
¹Komisi Kepausan Pembaruan Kitab Hukum Kanonik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V.
Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta: Obor, 2004), hlm. 30.
Walaupun penjelasan tentang tata cara penulisan footnote dari KHK dinyatakan seperti di
atas, sebagian orang tidak yakin dengan pihak yang bertanggung jawab atas KHK. Dalam kasus
seperti ini, penulisan footnote KHK didahului dengan judul KHK yang dicetak miring, dan
diikuti unsur lain. Terhadap ketentuan ini, contoh penulisan footnote ialah seperti berikut:
¹Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta: Obor, 2004), hlm.
30.
Prinsip Umum Kutipan dan Footnote KHK
Prinsip umum penulisan data yang diambil dari Kitab Hukum Kanonik, selanjutnya
disingkat KHK di dalam karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi) ialah sebagai berikut:
a. Walaupun KHK terdiri atas bagian Judul, Bab, dan Artikel, tetapi karena nomor kanon
diurutkan secara bersambung dari bagian awal sampai akhir, maka yang umumnya dicantumkan
dalam batang tubuh naskah ilmiah hanya nomor kanon (dan direktorium, jika ada).
b. Sedapat mungkin nomor kanon dimaksud mesti dinyatakan secara tepat dan benar serta
dicantumkan pada batang tubuh naskah dan bukan pada ruang footnote.
c. Kecuali jika terdapat rincian penjelasan mengenai kaitan antarnomor kanon dan/atau
anjuran untuk membandingkan nomor kanon tertentu dengan nomor kanon lain, nomor kanon
terkait tersebut seyogyanya dicantumkan dalam ruang footnote. Namun, jika kasusnya bukan
rincian sepens itu, unsur yang dicantumkan pada ruang footnose hanya informasi buku KHK.
Contob 1:
Kanon 1365 menandaskan, “Barangsiapa bersalah dengan ikut ambil bagian dalam ibadat
antaragama yang terlarang, hendaknya dihukum dengan hukuman yang wajar.”1
¹Gereja Katolik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Karnosiswoys et. al., cet. XII (Jakarta:
Obor, 2004), hlm. 381.
Atau:
Komisi Kepausan Pembaruan Kitab Hukum Kanonik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V.
Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta Obor 2004), hlm. 381.
Atau.
¹Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta: Obor, 2004), hlm.
30.
Contob 2:
Kanon 1350 $ 2 berbunyi, “Untuk klerus yang dikeluarkan dari status klerikal, yang
karena hukuman itu sungguh-sungguh berkekurangan, Ordinaris hendaknya mencukupi
kebutuhannya dengan cara yang sebaik mungkin” ¹
¹Gereja Katolik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta:
Obor, 2004), hlm. 377.
Atau:
¹Komisi Kepausan Pembaruan Kitab Hukum Kanonik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V.
Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta: Obor, 2004), hlm. 377.
Atau:
¹Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta: Obor, 2004),
hlm. 30.
Contoh 3:
Di dalam Gereja Katolik, terdapat ketentuan hukuman atas tindak pidana melawan agama
dan kesatuan dengan Gereja. Orang yang menerima hukuman ini sebagaimana diatur
Kanon 1364 $ 1 ialah orang yang murtad dari iman, dan kaum heretis atau skismatik.1
1
Gereja Katolik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta:
Obor, 2004), hlm. 381. Kanon 1364 $ 1 menunjuk Kanon 194 $ 1 dan 2, juga Kanon
1336 $ 1 No. 1,2, dan 3 yang berisikan ketentuan rinci hukuman khusus jika yang murtad
ialah klerikus.
Atau:
¹Komisi Kepausan Pembaruan Kitab Hukum Kanonik, Kitab Hukum Kanonik, penerj. V.
Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta: Obor, 2004), hlm. 381. Kanon 1364 $ 1 menunjuk
Kanon 194 $ 1 dan 2, juga Kanon 1336 8 1 no. 1,2, dan 3 yang berisikan ketentuan rinci
hukuman khusus jika yang murtad ialah klerikus.
Atau:
Kitab Hukum Kanonik, penerj. V. Kartosiswoyo et.al., cet. XII (Jakarta: Obor, 2004),
hlm. 381. Kanon 1364 $ 1 menunjuk Kanon 1948 1 dan 2, juga Kanon 1336 $ 1 No. 1,2,
dan 3 yang berisikan ketentuan rinci hukuman khusus jika yang murtad ialah klerikus.

Footnote dari Surat Kabar


Urutan yang dituliskan: nomor urutan catatan kaki, nama pengarang (jika tidak ada nama
pengarang, tuliskan nama jenis halaman pembahasan, misalnya: opini, tajuk, tifa), judul artikel
(diapiti tanda petik), nama surat kabar (dicetak miring), dan tanggal penerbitan.
Contoh:
16
Usep Setiawati, "Pemerintah Baru dan Konflik Agraria," Kompas, 24 September
2004, hlm. 4-5.
17
Tajuk rencana, “Kompromi Politik Wakil Rakyat," Suara Merdeka, 29 Agustus
2005, hlm. 4.
18
Bentara, “Feodalisme Bupati Lembata," Flores Pos, 24 Agustus 2015, hlm. 12.
19
A. Faqih Dewantoro, "Petani Temanggung dalam Soropadan Expo", Suara
Merdeka, 16 Juni 2007.

Footnote dari Skripsi, Tesis, Disertasi, atau Seminar


Judul skripsi, tesis, atau disertasi ditempatkan dalam tanda kutip. Keterangan tentang jenis
karya ilmiah, nama fakultas atau perguruan tinggi atau kesempatan prasaran disampaikan, tempat
dan tahun ditempatkan dalam kurung langsung sesudah judul, tanpa koma, dan dicetak tegak
atau nonitalic.
Contoh:
20
Hermana Sumantri, "Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dan Beberapa Faktor
Psikologis yang Memengaruhinya" (Disertasi, Universitas Negeri Jakarta, Jakarta,
2000), hlm. 20.
"Jos Daniel Parera, "Fonning Bahasa Gowennale" (Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, Jakarta, 1964), hlm. 30.
Harimus Kridalaksana, “Implikasi Sosiolinguistik Pengajaran Bahasa Indonesia
(Prasaran yang disampaikan dalam Seminar Pengajaran Bahasa Indonesia di IKIP
Sanata Dharma Yogyakarta, 6 Juli 1972).

Footnate dari Internet


1. Pastikan agar kutipan dari internet dibuat dengan memperhatikan adanya nama penulis,
judul artikel rujukan pada artikel), judul buku (jika rujukan pada dan nama penerbit (jika
ada).
2. Penulisan nama penulis, judul artikel dan atau judul buku mengikuti ketentuan umum
penulisan footnote.
David Denby, "Killing Joke," review of No Country for Qu directed by Ethan and Joel
Coen, New Yorker Fehy SMZ 73 hp/search.ebscohost.com/login apedret mekt
N=306524888., acessed June 26, 2009.
Salah jika yang dicantumkan di dalam footnote dari internet hanya alamat website,
seperti ini:
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=fah&A N=300332488csi...
accessed June 26, 2009.
Catatan Kaki dari Sumber Kedua
Catatan kaki bagi acuan terhadap tulisan seseorang yang diambil dari sumber kedua, dibuat
dengan mencantumkan kedua sumber, kecuali kalau tekanan diberikan pada ide dari sumber
kedua.
Contoh:
Max Weber, "Politics as a Vocation,” dalam H.H. Gerth and C. Wright Mills et al.,
From Max Weber. Essays in Sociology, Part Three: Religion (New York: Oxford
University Press, 1958) dikutip Suryono Sukanto, Pengantar Sosiologi (Jakarta:
Djambatan, 1975), 27-39.
"Suryono Sukanto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Djambatan, 1975), 27-39
mengutip Max Weber, “Politics as a Vocation,” dalam H.H. Gerth and C. Wright
Mills et al., From Max Weber: Essays in Sociology Part Three: Religion (New
York: Oxford University Press, 1958).
Catatan: Redaksi penulisan kutipan harus secara gamblang dan objektif mengacu
pada sumber kutipan. Hal ini berarti footnote bukan sekadar berisi informasi
referensi, melainkan deskripsi objektif sumber acuan.
Footnote dari Wawancara
Pemakaian hasil wawancara yang disebutkan dalam teks hendaknya dibatasi karena sifatnya
hanya sebagai pelengkap. Jika tulisan atau penelitian memerlukan wawancara sebagai sumber
data utama, catatan kaki ditulis dengan menyebutkan nama orang yang diwawancarai dan
jabatannya, yang didahului dengan kalimat: Hasil wawancara dengan , kemudian tanggal dan
tempat wawancara. Singkatan op. cit., loc. cit., dan ibid., tidak digunakan dalam referensi
wawancara, sehingga keterangannya harus diulang terus.
Contoh:
23
Hasil wawancara dengan Fabiana Pucuwokok, Ketua Stasi Gere, Paroki Wairpelit, pada 20
Mei 2016 di Gere.
Mempersingkat Penulisan Catatan Kaki
Pada prinsipnya semua data tentang sumber harus ditulis lengkap untuk footnote pertama
dari sebuah sumber acuan. Jika sumber yang sama dikutip lebih dari satu kali, footnote dari
sumber itu dituliskan secara singkat, yakni dengan menggunakan istilah ibid, op. cit, dan loc.cit.
Ibid
Ibid merupakan singkatan dari kata "ibidem" (bahasa Latin) yang berarti "pada tempat yang
sama".
Ibid digunakan jika pengutip mengambil kutipan dari sumber yang sama yang telah ada pada
bagian terdahulu tanpa diselingi sumber lain.
JIka halaman yang dikutip masih sama dengan halaman sebelumnya, atau halaman
terdahulu, cukup diketik ulang kata ibid tanpa disertai penulisan halaman.
Jika dipakai untuk membuka uraian, kata ibid dimulai dengan huruf "I" diketik kapital dan
ditulis dengan huruf miring atau jika pengetikan dibuat dengan mesin tik, kata ibid
digarisbawahi, sedangkan jika ibid dipakai untuk melengkapi uraian; katakanlah diketik setelah
nama pengarang, penulisannya tidak mesti didahului huruf kapital. Kecuali itu, posisinya selalu
dicetak miring.
Jika halaman sumber asli yang dikutip berbeda dengan halaman yang dikutip sebelumnya, di
belakang kata ibid diikuti tanda baca titik, tanda baca koma, penulisan keterangan halaman
(hlm/h/p/ pp), dan diikuti nomor halaman.
Contoh:
23
Ferdinandus Bangga Rangga, Ekaristi Hidup (Maumere: Penerbit Ledalero, 2014), hlm.
49.
24
Ibid.
25
Ibid., hlm. 58.
Op. cit
Op. cit merupakan singkatan dari opere citato (bahasa Latin) yang berarti 'pada karya yang
telah dikutip'.
Singkatan ini dipakai untuk footnote dari sumber yang sama dengan sumber yang pernah
dikutip, dan dari nomor halaman berbeda, tetapi di antaranya telah disisipi footnote dari sumber
lain.
Tata cara penulisan op.cit ialah di depan keterangan op.cit dicantumkan kembali nama
penulis sumber tulisan, diikuti dengan tanda baca titik dan koma, diketik dengan huruf pembuka
nonkapital, dan di belakang op. cit. diberikan nomor halaman.
Contoh:
26
Ferdinandus Bangga Rangga, Ekaristi Hidup (Maumere: Penerbit Ledalero, 2014), hlm.
49.
27
Klemens Rigit, Politik Bola Kaki (Jakarta: Gramedia, 2012), hlm. 10.
28
Ferdinandus Bangga Rangga, op. cit., hlm. 50.
Loc. cit
Loc. cit berasal dari kata bahasa Latin "loco citato" yang berarti "pada tempat yang telah
dikutip".
Loc. cit. digunakan untuk menunjuk nomor halaman yang sama dari suatu sumber yang telah
disebut sebelumnya dan sudah diselingi oleh sumber lain.
Karena rujukan mengacu pada nomor halaman yang sama, di belakang loc. cit. tidak lagi
dicantumkan nomor halaman. Penulisan huruf / dan c pada singkatan loc. cit tidak dikapitalisasi.
Di depan singkatan loc. cit masih dituliskan nama penulis yang karyanya dikutip.
Contoh:
29
Ferdinandus Bangga Rangga, Ekaristi Hidup (Maumere: Penerbit Ledalero, 2014), hlm.
49.
30
Klemens Rigit, Politik Bola Kaki (Jakarta: Gramedia, 2012), hlm. 10.
31
Ferdinandus Bangga Rangga, loc. cit.
Contoh lain:
32
Raihan Batubara, Pemimpin yang Demokratis (Jakarta: Diona, 2005), hlm. 55.
33
Ibid.
34
Ibid., hlm. 63
35
Ferdinandus Bangga Rangga, Ekaristi Hidup (Maumere: Penerbit Ledalero, 2014), hlm.
49.
36
Raihan Batubara, op. cit., hlm. 60
37
Ibid., hlm. 63.
38
Maria Klementina Bunga, Seni Merangkai Altar (Ende: Nusa Indah, 2010), hlm. 5.
39
Ferdinandus Bangga Rangga, op. cit., hlm 90.
40
Ibid.
41
Maria Klementina Bunga, loc. cit.
Penulisan Singkatan Footnote untuk Lebih dari Satu Karya dari Penulis yang Sama
Jika kutipan merujuk pada buku atau karya lain dari seorang penulis yang nama dan
karyanya telah disitasi, dan karya-karyanya itu dirujuk dalam karya ilmiah, penulisan singkatan
footnote (ibid., op.cit., dan loc.cit.) didahului selain nama penulis juga judul buku/ karya yang
disitasi. Judul buku dan singkatan footnote dicetak miring. Perhatikan contoh footnote 6, 7, dan 8
berikut ini.
1
Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 9.
2
Paul Budi Kleden, Di Tebing Waktu (Maumere: Penerbit Ledalero, 2010), hlm. 90.
3
Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo, Membaca Pussi Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2016), hlm. 56.
4
Paul Budi Kleden, Teologi Terlibat (Maumere: Penerbit Ledalero, 2003), hlm. 35.
5
Jostein Gaarder, The Orange Girl, penerj. Yuliani Liputo (Yogyakartz Mizan, 2016),
hlm. 100.
6
Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya, op. cit., hlm. 25.
7
Paul Budi Kleden, Di Tebing Waktu, op.cit., hlm. 60.
8
Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo, Membaca Puisi Kontemporer, op.cit., hlm. 60.
Singkatan Lain
Supra: di atas (sudah terdapat lebih dulu pada teks yang sama)
Infra: di bawah (lihat artikel atau tulisan yang sama di bawah)
c. atau ca. singkatan circa yang artinya kira-kira atau sekitar (khusus dipakai untuk tahun
yang diragukan)
Cap atau chap: singkatan caput (Latin) atau chapter (Ing.) yang berarti bab.
Et.seq: singkatan et sequens yang berarti halaman-halam berikutnya. Passim: tersebar di
sana-sini (kompilasi)
c.f. atau conf. bandingkan dengan
a.b: alih bahasa
***

Anda mungkin juga menyukai