PENULISN REFERENSI
Referensi disebut juga sumber acuan atau rujukan atau petunjuk. Dalam tulisan-tulisan
ilmiah, referensi biasanya ditemukan melalui dua medium. Pertama, rujukan langsung (body
note atau running note) dan footnote. Kedua bibliografi atau daftar pustaka.
Ade Hikmat dan Nani Solihati membagi cara penulisan rujukan berdasarkan sumber
penulisan atas dua variasi, yakni body note (catatan dalam tubuh karangan) dan footnote (catatan
kaki).
Dalam "Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta, 2012, tercatat padanan istilah body note dengan running note. Running note berarti
referensi langsung atau penyebutan sumber rujukan yang diletakkan pada teks utama sebuah
karya ilmiah.
6.2.2 Catatan Kaki Berisikan Penjelasan Disertai Sumber Acuan atau Referensi
Jika penjelasan di dalam catatan kaki disertai penulisan sumber rujukan, cara penulisan
rujukan dapat dibuat dengan menggunakan body note atau running note, dan dapat dibuat dengan
menggunakan format khusus penulisan referensi footnote.
Berkaitan dengan format khusus penulisan referensi footnote, Arief Suadi menjelaskan
bahwa pada umumnya penulisan format referensi footnote mengikuti cara penulisan referensi
yang diterapkan oleh tiga lembaga besar berpengaruh pada literatur ilmu sosial, yaitu University
of Chicago (CHI), Modern Language Association (MLA), dan American Psychological
Association (APA).
Masing-masing lembaga ini menerapkan aturan yang berbeda untuk berbagai jenis
penerbitan, seperti jurnal, buku teks, surat kabar, kumpulan artikel. Walaupun demikian, tetap
terdapat beberapa prinsip dan pedoman penulisan footnote yang berlaku umum.
Sebagaimana dicatat Widjono Hs, pedoman penulisan footnote atau catatan kaki ialah
sebagai berikut:
1. Catatan kaki dipisahkan tiga spasi dari naskah halaman sama, yang diletakkan
langsung dan lurus pada marjin kanan halaman dan tidak dibuat seolah-olah sebagai
sebuah paragraf.
2. Antarcatatan kaki dipisahkan dengan satu spasi.
3. Catatan kaki diberi nomor urut angka arab dan tidak diberi tanda apa pun.
4. Font nomor urut dan isi catatan kaki ditulis lebih kecil daripada huruf lainnya.
5. Catatan kaki yang merupakan rujukan atau data pustaka ditulis berdasarkan cara
berikut ini:
a. Nama pengarang ditulis sama dengan nama yang tertulis pada sumber kutipan.
b. Jika nama pada sumber acuan tertulis lengkap dengan gelar akademis, penulisan
catatan kaki dibuat dengan mencantumkan gelar tersebut.
c. Setelah nama pengarang diikuti penulisan tanda baca koma (,).
d. Setelah tanda baca koma diikuti penulisan judul karangan atau judul rujukan.
e. Khusus untuk buku, judul buku dicetak miring, tanpa diikuti tanda baca apa pun.
f. Jika sumber acuan merujuk pada artikel, judul artikel diketik tegak, dan diapiti
tanda baca petik ganda pembuka dan penutup ("..."), diikuti tanda baca koma (,), dan
diikuti pengarang buku dan judul buku. Judul buku dicetak miring.
g. Setelah judul buku diikuti penulisan nama penerbit dan tahun terbitan.
h. Nama penerbit dan angka tahun terbitan diapiti tanda kurung [(...)] dan jika
terdapat informasi, halaman kutipan diikuti tanda baca koma (,).
i. Setelah nama penerbit dan angka tahun terbitan, yang diikuti tanda baca koma,
diikuti penulisan halaman rujukan, yang dapat disingkat hlm, atau h, atau p, dan
diikuti nomor atau angka halaman, dan diakhiri tanda baca titik (.). Jika informasi
nomor halaman kutipan tidak ada, sesudah tahun terbitan ditutup dengan tanda baca
titik.
6.2.3 Penulisan Footnote untuk Beberapa Jenis Buku dan Artikel
Satu Pengarang
1. Nama pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang pada buku.
2. Setelah nama pengarang, diberi tanda koma.
3. Judul buku dicetak miring.
4. Setelah judul buku diikuti informasi buku, subjudul, jilid, edisi (jika ada), lalu
tidak diikuti koma atau titik.
5. Informasi penerbitan diapiti tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan
tahun.
6. Setelah kurung tutup, diberi koma.
7. Dapat diikuti kata halaman (disingkat hlm atau h, dapat juga tanpa kata halaman),
nomor halaman angka arab, dan diakhir dengan titik.
Contoh:
Ibarruri, Kisah Pengembaraan Ibarruri Putri Alam Anak Sulung D. N. Aidit (Maumere:
Penerbit Ledalero, 2015), hlm. 5.
Dua Pengarang:
1) Kedua pengarang ditulis sesuai dengan nama pengarang pada buku, dan diikuti koma.
2) Judul buku dicetak miring.
3) Informasi penerbitan diapiti tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun.
Setelah kurung tutup, diberi koma.
4) Dapat diikuti kata halaman yang disingkat hlm atau h, atau dapat juga tanpa kata
halaman, nomor halaman angka arab, dan diakhiri dengan titik.
Contoh:
Dr. Ade Hikmat, M. Pd. dan Dr. Nani Solihati, M. Pd., Bahasa Indonesia (Jakarta:
Grasindo, 2013), hlm. 10-12.
Tiga Pengarang
1) Ketiga nama pengarang ditulis seluruhnya.
2) Tidak menggunakan singkatan dkk atau et al.
3) Setelah nama pengarang diberi tanda koma,
4) Judul buku dicetak miring
5) Informasi penerbitan diapiti tanda kurung dengan urutan nama kota, penerbit, dan tahun.
Setelah kurung tutup, diberi koma, dan dapat diikuti kata halaman yang biasanya disingkat hlm
atau h, atau dapat tanpa kata halaman.
Contoh:
Harold Bierman, Jr., Thomas R. Dyckman, dan Ronald W. Hilton, Cost Accounting (Boston:
PWS-Kent Publishing Company, 1990), hlm. 4.
Lebih dari Tiga Pengarang
Cara penulisan
1. Nama pengarang pertama diikuti singkatan “dkk" (dan kawankawan) atau et al. (et alii).
Boleh pilih singkatan et al atau singkatan bahasa Indonesia "dkk", tetapi harus konsisten.
Umumnya jika rujukan berbahasa Inggris, singkatan yang digunakan ialah et al, sedangkan jika
kutipan mengacu pada sumber berbahasa Indonesia, singkatan yang dipakai ialah “dkk”.
2. Antara nama dan singkatan tidak dibubuhi tanda baca koma.
3. Setelah singkatan dibubuhi tanda baca titik dan diikuti tanda baca koma.
4. Judul buku dicetak miring dan diikuti informasi penerbitan yang diapiti tanda kurung lalu
diketik nama kota, titik dua, spasi, penerbit, koma, spasi, tahun. Setelah tutup kurung diberi
koma, dan diikuti keterangan halaman buku yang biasanya disingkatkan hlm atau h, dan dapat
juga tanpa penulisan kata halaman.
5. Nomor halaman ditulis dengan angka arab, dan diakhiri dengan titik.
Contoh:
"Petrus Rentung et al., A Short History of the World (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm. 40-43.
'Riyanti Sinta dkk., Bahasa Lipstik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 100.
Alton C. Morris et al., College English, the First Year (New York, 1964), 51-56.
Buku Terjemahan
Catatan:
a. Unsur-unsur penulisan footnote untuk kagegori buku atau karangan terjemahan sama
dengan unsur-unsur penulisan footnote pada kategori buku sebagaimana telah dijelaskan di atas.
b. Hal khusus di dalam footnote kategori buku terjemahan ialah setelah judul buku
dicantumkan keterangan "penerjemah" atau "terjemahan", yang biasanya ditulis dengan
singkatan atau "penerj.", atau "terj.", dan atau "a.b" (alih bahasa). Dengan tetap menuntut
konsistensi penulisan, penulis disilakan untuk memilih salah satu dari model singkatan di atas.
Contoh:
L. William N. Dunn, Analisis Kebijaksanaan Publik, penerj. Muhajir Darwin (Yogyakarta:
Hanindita, 2001), hlm. 20-23.
Atau
'Josef Keown dkk., Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku 2, terj. Chaerul D. Djakman,
S.E., MBA dan Dwi Sulistryorini, S.E. (Jakarta: Salemba empat, 2000), hlm. 456-458.
Atau
"Canfield et al., Chicken Soup for the Women's Soul, a.b. Anton MGS (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2000), 100.
Buku dari Editor sebagai Penulis
Catatan:
a. Unsur-unsur penulisan footnote untuk kagegori buku dengan editor sebagai sama dengan
unsur-unsur penulisan footnote pada kategori buku sebagaimana telah dijelaskan di atas.
b. Hal khusus di dalam footnote kategori buku dengan editor sebagai penulis ialah, setelah
nama penulis (editor) diketik keterangan editor dalam bentuk singkatan “ed.” atau singkatan
"edit." (opsional), yang bisa diletakkan di dalam tanda kurung (ed./edit.) tanpa didahului tanda
baca koma, atau bisa ditulis langsung setelah nama pengarang yang didahului tanda baca koma
dan tanpa tanda kurung. Setelah itu dicantumkan judul buku yang dicetak miring.
Contoh:
Lukman Ali (ed.), Bahasa dan Kesustraan Indonesia sebagai Tjerminan Manusia Indonesia
Baru (Djakarta, 1967), hlm. 84-86.
Atau
"Lukman Ali, ed., Bahasa dan Kesustraan Indonesia sebagai Tjerminan Manusia Indonesia
Baru (Djakarta, 1967), hlm. 84-86.
c. Apabila selain pengarang, pada buku disebutkan pula editor penerjemah atau penyunting,
nama-nama editor, penerjemah, atau penyunting tersebut diletakkan sesudah judul buku
Contoh:
Emile Durkheim, On Morality and Society, ed. Robert N. Bellah (New York: Doubleday,
1967), hlm. 17.
Emile Durkheim, On Morality and Society, penerj. Dominikus Rewos (Ende: Nusa Indah,
1985), hlm. 20.
Footnote dari Sumber Tanpa Nama Penulis
Catatan:
a. Jika pada buku atau naskah tertentu tidak terdapat nama penulis, biasanya judul buku
diletakkan pada posisi penulis buku dan dicetak miring (italic). Setelah judul buku dicantumkan
keterangan "tanpa penulis" yang ditulis dalam bentuk singkatan "t.p" dan diletakkan di antara
kurung.
b. Setelah singkatan "t.p." diikuti tanda baca koma, dan diikuti penulisan nama kota,
penerbit, dan tahun terbitan yang diletakkan di dalam kurung, diikuti koma, dan nomor halaman.
Contoh: Orang Miskin Dilarang Sakit [t.p.], (Ende: Nusa Indah, 1998), hlm. 45.
Institusi sebagai Penulis
Catatan:
a. Jika pada buku atau naskah tertentu tidak terdapat nama penulis, dan sebagai penulisnya
ialah lembaga atau institusi, nama lembaga atau institusi tersebut diletakkan pada posisi penulis.
b. Sesudah nama institusi, diikuti tanda baca koma, dan diikuti judul buku yang dicetak
miring. Sesudahnya, nama kota, penerbit, dan tahun terbitan yang diletakkan di dalam kurung,
dan diikuti nomor halaman.
Contoh:
Biro Pusat Statistik, Proyek Angkatan Kerja Indonesia Sampai Tahun 2000 (Jakarta: BPS,
2000), hlm. 1.
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 12-13.
Footnote dari Undang-Undang dan Penerbitan Resmi Pemerintah
Unsur yang perlu dicantumkan ialah nama instansi yang berwenang dan judul naskah (yang
dicetak huruf italic). Jika data dikutip dari sumber sekunder, unsur sumber tersebut dicantumkan
dengan menambahkan unsur-unsur nama buku (huruf italic) dan data penerbitan. Jika sumber
sekunder tersebut mempunyai penyusun, nama penyusun ditempatkan sebelum nama buku, dan
nama penerbit dimasukkan sebagai data penerbit.
Contoh:
10
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab I, Pasal 1.
"Republik Indonesia, "Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1985 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 1969," dalam Undang-Undang Keormasan. (Parpol & Golkar)
1985 (Jakarta: Dharma Bhakti, t.th.), hlm. 4.
Republik Indonesia, "Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara," dalam S.F.. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta: Liberty, 1988),
hlm. 198.
Artikel di dalam Ensiklopedi
Ketiga contoh berikut memperlihatkan cara membuat catatan kaki yang menunjuk kepada
artikel yang diambil dari sebuah ensiklopedi. Cara pertama menunjuk kepada sebuah ensiklopedi
yang terkenal. Dalam hal ini, penulisan penerbit dan tempat terbit diabaikan. Jika ensiklopedi
yang ada belum terkenal, penerbit dan tempat terbit dicantumkan. Hal ini tampak pada contoh
kedua. Contoh ketiga memperlihatkan artikel ensiklopedi tanpa nama penulis.¹1
¹ºRobert Ralph Bolgar, "Rhetoric", Encyclopaedia Britannica (1970), XIX, 257-260.
"T. Wright, "Language Varieties: Language and Dialect," Encyclopedia of Linguistics,
Information and Control (Oxford: Pergamon Press Ltd., 1969), hlm. 243-245.
12”
Vaccination", Encyclopaedia Britannica (14 th ed.), XXII, 921-923.
Catatan:
a. Nama pengarang di dalam ensiklopedi tertentu, seperti Encyclopaedia Britannica, ditulis
dengan inisial. Nama lengkap pengarang dimaksud didapat pada keterangan tentang singkatan-
singkatan yang biasanya terdapat pada jilid awal ensiklopedi.
b. Bila pada artikel yang dikutip tidak dicantumkan nama pengarang, judul artikel yang
didahulukan.
c. Bila dicantumkan penanggalan tanpa tempat terbit dan penerbit, tahun terbit atau nomor
edisi itu ditempatkan dalam kurung sesudah judul ensiklopedi.
Footnote Artikel di dalam Jurnal
1. Nomor urut catatan kaki.
2. Nama pengarang artikel ditulis sesuai asli.
3. Judul artikel diapiti tanda petik diikuti koma.
4. Nama jurnal dicetak miring diikuti koma.
5. Nomor volume diikuti titik dua (:) diikuti nomor terbitan.
6. Tempat, bulan, dan tahun penerbitan diapiti kurung dan diikuti koma, diikuti nomor
halaman dan ditutup dengan titik.
Contoh:
ºRobert Mirsel, "Pembonceng Gratis Gerakan Reformasi," Jurnal Ledalero, 13:2 (Ledalero:
Desember 2014), hlm. 239.
"John Mansford Prior, "Narasi Diri," Jurnal Ledalero, 11:1 (Ledalero, Juni 2012), hlm. 1-4.
¹¹Bagus Sumargo, "Validitas dan Realibilitas Pengukuran Kemiskinan," Jurnal Ilmiah Mat
Stat, 2:2 (Jakarta: Juli 2002), hlm. 208.
Syamsul Arifin, "Konflik dan Harmonitas Sosial dalam Relasi dengan Sesama", Jurnal
Character Building, 1:1 (Jakarta: Juni 2015), hlm. 20-23.
Artikel di dalam Buku yang Diedit
Dr. Albert Wijaya, "Pembangunan Pemukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di
Kota,” dalam Prof. Ir. Eko Budihardjo, MSc. (ed.), Sejumlah Masalah Pemukiman Kota
(Bandung: Alumni, 2004), hlm. 120-121.
Catatan: Karena kutipan dalam kasus ini merujuk pada artikel dan bukan pada buku, unsur
yang ditulis pertama pada footnone ialah penulis dan judul artikel.
Footnote dari Majalah
Menurut Goris Keraf, ada tiga cara pembuatan catatan kaki yang merujuk kepada artikel di
dalam majalah. Ketiga cara tersebut tampak pada tiga contoh berikut.
Ny. H. Soebadio, "Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah Baru," Madjalah
Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I (April, 1963), hlm. 47-58.
Harimurti Kridalaksana, "Perhitungan Leksikostatistik atas Delapan Bahasa Nusantara Barat
serta Penentuan Pusat Penyebaran Bahasabahasa itu Berdasarkan Teori Migrasi," Madjalah Ilmu-
ilmu Sastra Indonesia, 2:319-352, Oktober, 1964.
Samsuri, M.A., "Sistim Fonem Indonesia dan Suatu Penyusunan Ejdaan Baru," Medan Ilmu
pengetahuan, Oktober, 1960, hlm. 323-341.
Catatan:
Contoh pertama memperlihatkan bentuk yang standar. Nomor jilid ditempatkan sesudah
judul makalah, dipisahkan oleh tanda koma, penanggalan ditempatkan dalam kurung, nomor
halaman dengan angka Arab sesudah penanggalan, dipisahkan dari kurung penutup oleh sebuah
koma.
b. Contoh kedua ialah contoh yang biasa dipakai untuk karya-karya ilmiah. Baik nomor jilid
maupun nomor halaman dicantumkan dalam angka Arab, tetapi dipisahkan oleh sebuah titik dua;
sesudah jilid dan nomor halaman baru dicantumkan bulan dan tahun.
c. Contoh ketiga memperlihatkan suatu referensi yang tidak menyebut nomor jilid. Dianggap
tidak perlu nomor jilid karena sudah jelas pada bulan dan tahunnya.
Footnote untuk Dokumen Konsili Vatikan II
Dokumen Konsili Vatikan II yang dipakai di Indonesia merupakan terjemahan naskah resmi
bahasa Latin oleh R. Hardawiryana, SJ dan diterbitkan oleh Penerbit Obor yang bekerja sama
dengan Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. Sebagaimana tercatat di dalam edisi
cetakan keduabelas tahun 2013, dokumen ini pertama kali diterbitkan di Indonesia pada tahun
1993 dan sampai tahun 2013, ia sudah dicetak sebanyak dua belas kali. Walaupun selalu
dianjurkan, referensi untuk tulisan ilmiah seyogyanya mengacu pada buku atau dokumen cetakan
terakhir, penulisan tahun terbitan dokumen ini di dalam daftar referensi disesuaikan dengan edisi
cetakan yang dipakai penulis di dalam karya ilmiahnya.
Walaupun di dalam dokumen tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit pihak (perorangan,
tim, atau lembaga) penulis dokumen tersebut, diakui secara resmi lembaga yang menulis
dan/atau menghasilkan dokumen ini ialah Konsili Vatikan II, yaitu Konsili Ekumenis XXI dalam
sejarah Gereja. Berdasarkan pengakuan tersebut, jika dokumen ini dijadikan rujukan di dalam
tulisan ilmiah, penulisannya pada referensi footnote dan daftar pustaka dibuka dengan
pencantuman Konsili Vatikan II sebagai penulis dokumen yang selanjutnya diikuti judul buku
(dalam hal ini judul dokumen yaitu ,"Dokumen Konsili Vatikan II" yang dicetak miring), diikuti
keterangan penerjemah atau terjemahan (yang bisa disingkat menjadi penerj. atau terj.), diikuti
nama penerjemah (dalam hal ini R. Hardawiryana SJ), diikuti keterangan tentang kota terbitan,
nama penerbit, dan tahun terbitan, dan ditutup dengan pencantuman nomor halaman atau jenis
singkatan footnote (untuk referensi footnote).
Contoh penulisan footnote Dokumen Konsili Vatikan II
Paus yang berani mengundang suatu konsili untuk Gereja semesta dalam mengevaluasi
kehidupan dan pelaksanaannya ialah Paus Yohanes XXIII.¹
¹Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, penerj. R. Hardawirayana SJ, Cetakan XII
(Jakarta: Obor, 2013), hlm. xi-xii.
Footnote untuk Konstitusi, Dekret, dan Pernyataan (Dokumen KV II)
Ketentuan Umum
a. Referensi (footnote dan daftar pustaka) untuk dokumen-dokumen khusus seperti
Konstitusi, Dekret, dan Pernyataan adalah informasi tentang sumber acuan dokumen-
dokumen khusus tersebut diambil dan/atau diacu.
b. Berdasarkan batasan tersebut, penulisan referensi rujukan artikel dan/atau informasi
kutipan harus disesuaikan dengan sumber artikel tersebut diambil atau diacu.
c. Jika sumber dokumen-dokumen tersebut diambil dari buku “Dokumen Konsili Vatikan
II” sebagai sumber resmi pencantuman dokumen-dokumen tersebut, penulisan
keterangan sumber acuan "Dokumen Konsili Vatikan II” itu mengikuti ketentuan umum
penulisan referensi Dokumen Konsili Vatikan II di atas.
d. Karena biasanya acuan artikel kutipan ialah pada nama dokumen (Konstitusi, Dekrit, atau
Pernyataan) dan nomor dokumen, nama dan nomor dokumen yang diacu dicantumkan
secara tepat dan benar pada batang tubuh naskah. Dengan demikian unsur yang terdapat
pada footnote hanyalah informasi tentang buku yang di dalamnya terdapat dokumen
(nama dan nomor) yang dikutip atau diacu.
e. Nama dokumen pada batang tubuh naskah harus ditulis secara tepat dan benar, termasuk
jika penulis menganggap perlu untuk secara konsisten menampilkan nama asli dokumen
dalam bahasa Latin dan menyebutkannya dalam bentuk singkatan. Nama (dan singkatan)
dokumen dicantumkan pada bagian paling awal ia disebutkan dan dicantumkan.
Contoh penulisan nama (dan singkatan) dokumen:
1. Dokumen utama Konsili ialah Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium)
yang selanjutnya disebut dengan singkatan LG.
2. Konstitusi tentang Liturgi Suci (Sacrosanctum Concilium, yang selanjutnya disebutkan
dengan singkatan SC) berisikan asas dan kaidah liturgi praktis.
Contoh penulisan nama (dan nomor) dokumen dan penulisan referensi footnote
atasnya:
Dekret tentang Ekumenisme (Unitas Redintegratio [UR]) Nomor 2 menandaskan pola dan
prinsip terluhur misteri kudus kesatuan Gereja, yaitu kesatuan Allah Tunggal dalam tiga Pribadi:
Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, penerj. R. Hardawirayana SJ, cetakan XII
(Jakarta: Obor, 2013), hlm. 190.
Footnote Dokumen Konsili dari Sumber Sekunder
Dapat saja terjadi nama dan nomor dokumen seperti disebutkan di atas disinggung atau
terdapat di dalam naskah lain (bukan di dalam buku "Dokumen Konsili Vatikan”). Jika terjadi
kasus seperti ini, sedapat mungkin informasi tentang sumber kutipan harus dibuat secara tepat
dan benar, yaitu dengan menyertakan nama pengarang, judul artikel atau judul buku, dan data
publikasi. Dalam hal ini nama dan nomor dokumen dinyatakan di dalam batang tubuh naskah,
sedangkan pada footnote diisi informasi sumber acuan. Selain itu, hendaknya redaksi kutipan
terhadap nama dan nomor dokumen harus disesuaikan dengan sumber yang diacu.
Katakanlah jika nama dan nomor dokumen terdapat di dalam sebuah tesis, cara penulisan
kutipan dan footnote yang sesuai ialah seperti berikut:
Dekret tentang Ekumenisme (Unitas Redintegratio [UR]) Nomor 2, sebagaimana dikutip
Yohanes Soul Mambei, menandaskan pola dan prinsip terluhur misteri kudus kesatuan Gereja,
yaitu kesatuan Allah Tunggal dalam tiga Pribadi: Bapa, Putra, dan Roh Kudus.1
1
Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, cetakan XII, penerj. R. Hardawirayana SJ
(Jakarta: Obor, 2013), hlm. 190, dalam Yohanes Soul Mambei, "Pembentukan Aspek Rohani
Para Calon Imam di Seminari Tinggi Interdiosesan St Petrus Ritapiret dalam Terang Anjuran
Apostolik Pastores Dabo Vobis dan Rekomendasinya bagi Pendidikan Calon Imam Diosesan"
(Tesis Program Studi Teologi Kontekstual, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere,
2018), hlm. 25.