Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme endokrin akibat


kekurangan insulin secara keseluruhan (Tipe 1) atau fungsi insulin yang rusak (Tipe
2) yang menyebabkan kondisi hiperglikemia. DM tipe 1 biasanya terlihat pada pasien
yang lebih muda, menyumbang 5-10 % kasus di seluruh dunia, disebabkan oleh
penghancuran secara autoimun sel B-islet pankreas penghasil insulin yang akan
mengakibatkan defisiensi insulin lengkap. DM tipe 2 menyumbang 90-95% kasus di
seluruh dunia, disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan yang akan
mengakibatkan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas sehingga terjadi
defisiensi insulin relatif (Packer, Ali & Manna, 2021).
Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik penyakit diabetes
melitus (DM). Ulkus diabetikum merupakan komorbiditas utama diabetes melitus,
dengan persentase 15-25% pasien DM mengalami ulkus diabetikum selama hidup
mereka (Wahbi, 2019).
International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa terdapat 463
juta orang menderita DM pada tahun 2019. Diperkirakan bahwa DM akan mencapai
629 juta penderita pada tahun 2045. Prevalensi global DM terus meningkat secara
substansial, membuat ulkus diabetikum menjadi masalah kesehatan yang utama
(Zhang, Sun, & Jiang, 2018; IDF, 2019). Indonesia berada di peringkat ke-7 diantara
10 negara dengan jumlah penderita DM terbanyak, yaitu 10,7 juta (InfoDatin, 2019).
Prevalensi ulkus diabetikum berkisar 15-25% dengan prevalensi lebih rendah pada
orang muda dan lebih tinggi pada orang tua. Sekitar 14-24% pasien ulkus diabetikus
membutuhkan amputasi dengan angka rekurensi 50% setelah tiga tahun (Langi,
2011).
Mengobati ulkus diabetikum tidak mudah karena aliran darah yang
terganggu dan antibiotik biasa tidak dapat mencapai area target tersebut. Pada banyak
pasien DM, ulkus akan berkembang dan penyembuhanya memakan waktu yang lebih
lama dibandingkan dengan non-DM (Murphy-Lavoei, Ramsey & Nguyen, 2021).
Berikut ini dilaporkan kasus …… yang dirawat di RSUD dr. Hasri Ainun
Habibie Gorontalo.
ULKUS DM

1. DEFINISI
Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik penyakit
diabetes melitus (DM). Ulkus diabetikum merupakan komorbiditas utama
diabetes melitus, dengan persentase 15-25% pasien DM mengalami ulkus
diabetikum selama hidup mereka (Wahbi, 2019).
2. EPIDEMIOLOGI
International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa terdapat
463 juta orang menderita DM pada tahun 2019. Diperkirakan bahwa DM akan
mencapai 629 juta penderita pada tahun 2045. Prevalensi global DM terus
meningkat secara substansial, membuat ulkus diabetikum menjadi masalah
kesehatan yang utama (Zhang, Sun, & Jiang, 2018; IDF, 2019). Indonesia berada
di peringkat ke-7 diantara 10 negara dengan jumlah penderita DM terbanyak,
yaitu 10,7 juta (InfoDatin, 2019).
Prevalensi ulkus diabetikum berkisar 15-25% dengan prevalensi lebih
rendah pada orang muda dan lebih tinggi pada orang tua. Sekitar 14-24% pasien
ulkus diabetikus membutuhkan amputasi dengan angka rekurensi 50% setelah
tiga tahun (Langi, 2011).
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang tepat sangat penting untuk menentukan karakteristik
ulkus, yang akan membantu dalam perencanaan tatalaksana ulkus diabetikum.
Klaisikasi luka berdasarkan parameter seperti tingkat infeksi, neuropati, iskemik,
kedalaman kehilangan jaringan dan lokasi. Berikut beberapa klasifikasi ulkus
diabetikum : (Ghotaslou & Memar, 2018).
Tabel 1. Klasifikasi Diabetic Foot Infection
4. ETIOLOGI
Penyebab dari ulkus diabetikum berkembang dari 4 cabang utama
patofisiologi, melitupi :
a. Neuropati
Sensasi (sensorik) berkurang, hilangnya kelenjar keringat dan minyak yang
menyebabkan kulit kering pecah-pecah dan respon peradangan saraf yang
berkurang terhadap rangsangan nyeri.
b. Iskemia
Karena terjadi atheroscerosis pada pembuluh darah arteri perifer akhirnya
aliran darah ke jaringan berkurang dan menjadi iskemik, kemudian akan
berkembang menjadi nekrosis.
c. Disfungsi nutrisi
Akibat aliran darah yang berkurang, maka kebutuhan nutrisi jaringan pun
akan berkurang.
d. Mikroorganisme infeksi
o Stadium primer infeksi superficial
 Kokus gram positif aerobik : Staphylococcus aureus dan
Streptococci
o Infeksi kronis, nekrosis luas dan gangren basah
 Kokus gram positif : Peptostrptococcus spp
 Batang gram negatif : Escherichia, Proteus dan Klebsiella spp
 Gram negatif non fermentatif : Pseudomonas aeruginosa
 Anaerob : Finegoldia dan Bactericides
(Noor, Zubair & Ahmad, 2015; Ghotaslou & Memar, 2018; Murphy-Lavoei,
Ramsey & Nguyen, 2021).
5. FAKTOR RESIKO
a. Usia tua
b. Pendidikan rendah
c. Terapi DM yang buruk : hiperglikemia
d. HbA1c yang tinggi
e. Merokok
f. Deformitas kaki : claw toes, hammer toes, kekakuan tendon achilles
g. Ancle brachial index (ABI) < 0.9
h. Perawatan kaki yang buruk
i. Tidak menggunakan alas kaki
j. Kulit kering
(Yusuf at al., 2016)
6. PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI

Diabetes Melitus (DM)

Hiperglikemia

Komplikasi kronis

Atherosclerosis Neuropati perifer

Peripheral artery disease Saraf sensorik Saraf motorik Saraf otonom

Penurunan aliran darah Sensasi menurun Anatomi dan


Keringat
Penebalan membran basemen kapiler biomekanik
berkurang
Elastisitas berkurang kaki yang
Deposit lipid Cedera ringan oleh abnormal
karena tekanan
berlebih, mekanis Tekanan Kulit kering
Hipoksia atau termal meningkat & pecah

Pembentukan
Callus

Ulkus Diabetikum

Infeksi Iskemik Anemia & defisiensi nutrisi

Nekrosis

Gangrene
Gambar 1. Mekanisme ulkus karena trauma berulang

Gambar 2. Perbedaan penyembuhan luka normal vs DM


(IWGDF, 2019; Packer, Ali & Manna, 2021; Murphy-Lavoei, Ramsey &
Nguyen, 2021)
7. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala DM (polifagi, polidipsi, poliuri & penurunan berat badan)
b. Terdapat luka / ulkus / gangrene
c. Nyeri
d. Demam
e. Gejala neuropati perifer : hypoesthesia, hyperesthesia, paresthesia &
dysesthesia
f. Gejala insufisiensi vascular : asimptomatik atau terdapat gejala claudicatio
intermiten
(Packer, Ali & Manna, 2021)
8. PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Tanda dan gejala manifestasi klinis
b. Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi
 Karakteristik ulkus (lokasi, ukuran, kedalaman, perubahan warna,
tanda infeksi dan nekrosis)
 Deformitas kaki
 Callus
 Penialian alas kaki

Gambar 3. Area Beresiko Ulkus Diabeticum


Gambar 4. Penilaian dan Pemilihan Alas Kaki

o Palpasi
 Nyeri tekan
 Capillary refill time (CRT)
o Pemeriksaan Vascular
 Palpasi nadi poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis
 Pemeriksaan ankle-brachial index (ABI)
o Pemeriksaan neurologis
 Motorik (kekuatan dan apakah jari bisa digerakan)
 Sensorik (raba, tajam, tumpul, getaran dan propiosepsi)
 Otonom (Kulit kering dan pecah
 Reflex achilles
Tabel 2. Screening Pemeriksaan Kaki

c. Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium
 Darah lengkap
 GDS, GDP, HbA1c
 Ureum & creatinin
o Radiologi
 X-ray : melihat penyebaran, keterlibatan jaringan lunak & tulang dan
subkutan gas
 MRI : jika ada kecurigaan osteomyelitis, tendonitis, atau peradangan
sendi
o Kultur jaringan dan tulang
 Guna pemilihan antibiotik yang tepat
o Transcutaneus oxygen measurements (TCOM)
 Sebagian besar pasien DM akan memiliki tekanan oksigen transkutan
< 40 mmHg, sehingga diperlukan terapi oksigen hiperbarik dan
koreksi
(IWGDF, 2019, Packer, Ali & Manna, 2021; Murphy-Lavoei, Ramsey &
Nguyen, 2021)
9. DIAGNOSIS BANDING
a. Venous ulcer
Varises, edema dan ulkus dengan hiperpigmentasi kulit sekitar
b. Diabetic dermatopathy
Lesi berwarna keunguan asimptomatik
c. Malignancy
Keganasan dapat hadir dengan ulkus disertai demam, penurunan berat badan
dan malaise
d. Superficial trombophlebitis
Nyeri, eritem, peradangan dan trombosis vena dalam
e. Leukocytoclatis vaculitis
Inflamasi pembuluh darah dan jaringan sekitarnya
f. Gouty arthritis
Inflamasi karena penumpukan kristal monosodium urat
g. Infection
Ulkus infeksi primer
h. Sickle cell disease
Ulkus yang nyeri
i. Ulcer by drugs
Warfarin, heparin dan hidroksiurea
(Packer, Ali & Manna, 2021)
10. TATALAKSANA
a. Non farmakologi
o Edukasi pasien
 Edukasi penyakit
 Edukasi perawatan kaki
 Edukasi kontrol gula darah
o Menurunkan tekanan dan mencegah trauma baru atau lebih lanjut, dengan
cara menggunakan tongkat kruk, kursi roda atau total contact casting
b. Farmakologi
o Kontrol gula darah : insulin
o Meningkatkan sikulasi vaskuler perifer
 Agen anti-platelet
 Bypass bedah
o Mencegah dan mengontrol infeksi
 Antibiotik
Durasi pemberian antibiotik selama 2-4 minggu, jika terdapat
osteomyelitis pemberian antibiotik minimal selama 6 minggu.

o Perawatan topikal ulkus


 Dressing oklusif dan semi-oklusif yang mengandung asam
hyaluronik dan kolagen
o Terapi oksigen hiperbarik
Berguna untuk : peningkatan pengiriman oksigen ke jaringan iskemik,
peningkatan pembunuhan bakteri yang di mediasi oleh sel darah putih,
angiogenesis, percepatan sintesis kolagen & pertumbuhan fibroblas,
mengurangi edema serta menurunkan angka amputasi.
c. Operasi
o Debridemen
Debridemen merupakan prosedur untuk membersihkan semua
jaringan nekrotik baik pada jaringan lunak atau tulang, karena luka tidak
akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula.
Tujuan debridemen untuk mengevakuasi jaringan yang terkontaminasi
bakteri, mengangkat jaringan nekrotik, menghilanghkan jaringan callus,
dan mengurngi resiko infeksi lokal.
Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan
memelihara ulkus tetap bersih dan merangsang pembentukan jaringan
granulasi sehat sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus.
o Amputasi
Gangrene dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1) Gangrene kering : nekrosis jaringan akibat iskemik kronis, dimana
jaringan menjadi mati rasa, kering dan berkerut. Pada gangrene
kering, revascularisasi tidak menunjukan manfaat yang signifikan,
sehingga amputasi lebih diutamakan. Amputasi dibagi menjadi dua
jenis yaitu amputasi bedah dan autoamputasi.
2) Gangrene basah : nekrosis karena stasis vena atau arteri yang
menyebabkan infeksi bakteri atau sepsis. Penderita DM beresiko
tinggi terhadap gangguan integritas kulit dan gangguan penyembuhan
luka sehingga sangat rentang terhadap kondisi gangrene basah. Pada
kasus gangren basah, amputasi bedah dilakukan untuk mencegah
penyebaran infeksi ke jaringan lain
3) Gas gangrene : infeksi mengancam jiwa, dimana adanya gas di tempat
infeksi yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium perfringens. Gas
gangrene akan mengubah jaringan pucat perunggu menjadi merah
keunguan dan berkembangya bula hemoragik multipel. Pada kasus
gas gangrene tatalaksana amputasi radikal merupakan pilihan terbaik

Tabel 3. Klasifikasi Keparahan Infeksi


Algoritma 1. Tatalaksana Ulkus Diabetikum
(IWGDF, 2019; Wahbi, 2019; Packer, Ali & Manna, 2021; Murphy-Lavoei,
Ramsey & Nguyen, 2021)
11. KOMPLIKASI
a. Cellulitis
b. Necrosis
c. Gangrene
d. Sepsis
e. Abcess
f. Ascending lymphangitis
g. Osteomyelitis
h. Bone fracture
i. Limb iskemik
j. Amputasi
(Packer, Ali & Manna, 2021; Murphy-Lavoei, Ramsey & Nguyen, 2021)
12. PROGNOSIS
Prognosis dari ulkus diabetikum tergantung pada berbagai factor
seperti konrol penyakit diabetes melitius, pendidikan pasien, gaya hidup yang
sehat, dan perawatan luka yang tepat. Faktor suplai darah yang buruk, infeksi,
durasi yang lama, dan ulkus berulang berhubungan dengan prognosis yang buruk
(Packer, Ali & Manna, 2021)
DAFTAR PUSTAKA

Ghotaslou, R., & Memar, M.Y. (2018) Classification, microbiology and treatment of
diabetic foot infection. Journal of Wound Care . 27 (7) : 434-440.
InfoDatin. (2019). Diabetes Melitus. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
IDF. (2019). Diabetes Atlas. 9th Edition. Belgium : International Diabetes Federation.
IWGDF. (2019). Guidelines on the Prevention and Management of Diabetic Foot
Ulcer. Netherland : Interntional Working Group on the Diabetic Foot.
Langi, Y.A. (2011). Penatalaksanaan ulkus kaki diabetes secara terpadu. Jurnal
Biomedik. 3 (2) : 95-101.
Murphy-Lavoei, H.M., Ramsey, A., & Nguyen, M. (2021). Diabetic Foot Infections.
Treasure Island : StatPearls Publishing.
Noor, S., Zubair M., & Ahmad, J. (2015). Diabetic foot ulcer : a review on
pathophysiology, classification dan microbial etiology. Elsevier. 9 : 192-199
Packer, C.F., Ali S.A., & Manna, B. (2021). Diabetic Ulcer. Treasure Island :
StatPearls Publishing.
Wahbi, A.A. (2018). Autoamputation of diabetic toe with dry gangrene : a myth or a
fact. Dovepress. 11 : 255-264.
Wahbi, A.A. (2019). Operative versus non-operative tretment in diabetic dry toe
gangrene. Elsevier. 13 : 959-963.
Yusuf, S., Okuwa, M., Irwan, M., Rassa, S., Laitung, B., Thalib, A., Kasim,S.,
Sanada, H., Nakatani, T., & Sugama, J. (2016). Prevaence and risk factor of
diabetic foot ulcer in regional hospital, estern Indonesia. Open journal of
Nursing. 6 : 1-10.
Zhang, X., Sun, D., & Jiang, G.C. (2018). Comparative efficacy of nine different
dressings in healing diabetic foot ulcer. Journal of Diabetes. 11: 418-426.

Anda mungkin juga menyukai