Disusun oleh :
Kelompok 8
Amir Coyrul Sabri (10020123028)
Dosen Pengampu :
Dr. H. Ahmad Suyuthi, M.Ag., M.Si. (197407212006041001)
Tiada kata yang mewakili perasaan kami saat ini kecuali rasa syukur. Untuk itu, kami
ucapkanterima kasih kepada Tuhan atas rahmat-Nya, kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik.
Meski mendapatkan kendala, tapi kami bisa melaluinya sehingga makalah berjudul
“MENDEFINISIKAN HADITS GHARIB DAN HADITS AZIZ’’ ini dapat terselesaikan tepat
waktu.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Saya ucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah studi al- qur’an yaitu bapak hikam. Yang tak
lelah membimbing untuk penyusunan makalah yang baik dan benar serta memberikan detail
ketentuandan memberikan akses e – book gratis.
Selain itu kami sangat berterima kasih kepada orang tua, sahabat, dan teman-teman. Mereka
telah memberikan dukungan serta doa sehingga saya memiliki kekuatan lebih untuk
mengumpulkan niat dan dapat segera menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Sebagai penulis, kami
berharappembaca bisa memberikan kritik agar tulisan selanjutnya jauh lebih baik. Di sisi
lain, kami berharap pembaca menemukan pengetahuan baru dari makalah yang kami
susun ini. Walaupuntulisan ini tidak sepenuhnya bagus, kami berharap ada manfaat yang
bisa diperoleh oleh pembaca. Demikian sepatah dua patah kata dari kami. Terima kasih.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam ilmu hadis terdapat beberapa pembagian. Salah satunya yaitu pembagian hadis
berdasarkan jumlah perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadits tersebut. Dan pembagian
hadis ini, para ulama membaginya menjadi dua, yaitu hadis Mutawatir dan hadits Ahad.
Dan pada hadits–hadits itu sendiri juga terdapat pembagian macam-macam haditsnya lagi.
Seperti pada hadis Mutawatir terdapat dua macam hadis, yaitu hadis mutawatir lafzhi dan hadis
mutawatir ma’nawi. Sedangkan pada hadis Ahad terbagi menjadi tiga macam hadis, yaitu hadis
‘Aziz, hadits Gharib, Dan hadits Masyhur. Yang mana hadits Gharib dan hadits Aziz tersebut
akan menjadi materi pembahasan kami pada makalah ini.
1.3 Tujuan
1. Supaya kita bisa mengerti definisi dari hadits gharib
2. Supaya kita bisa mengerti definisi dari hadits aziz
3. Supaya kita bisa mengerti macam macam hadits gharib
4. Memberikan contoh tentang hadits gharib serta penjelasannya
5. Memberikan contoh tentang hadits aziz serta penjelasannya
6. Supaya kita bisa mengetahui keterkaitan hadits gharib dengan hadits shahih
7. Supaya kita bisa mengetahui keterkaitan hadits aziz dengan hadits shahih
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Gusela Anggi, Ilmu gharib al-hadist (Ulum al-hadith, Garut) 4-5
2
Sujai’I, Fitriadi, Alfiah, Studi ilmu hadits, (Pekanbaru, Kreasi edukasi, 2016) 119
2
“Hadis yang diriwayatkan oleh satu orang perawi pada asal sanad” (tingkatan sahabat).
Sebuah hadits dikatakan gharib mutlaq ketika tafarrud (kesendirian) perawi terjadi
pada muara sanad, yakni seseorang yang berperan menjadi madarul isnad (tumpuan
sanad). Ini dapat terjadi meskipun tingkatan setelahnya menjadi banyak.
“Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya
mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan
tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang
dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya,
4
Sujai’I, Fitriadi, Alfiah, Studi ilmu hadits, (Pekanbaru, Kreasi edukasi, 2016) 118
3
maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena
dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan
bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah
bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi
An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang
pernah dikarang).
Catatan :
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad
dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya
adalah bahwa perbuatan hamba tergantung dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan,
sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa
dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada
yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Adapun asbabul wurud dari Hadis ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke
Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu
Qais”, bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah atau mengharap keridhaan Allah SWT.
Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah
karena Ummu Qais).
4
Dalam tataran realitas kita pun mengakui bahwa setiap perbuatan yang kita kerjakan pasti
didasari motivasi ataupun tujuan tertentu. Jika tidak ada tujuan, maka perbuatan itu pastilah
bersifat spekulatif. Ini menunjukkan bahwa niat mempunyai posisi sangat krusial atau penting.
Dianggap krusial karena ia menentukan segala gerak langkah dan konstruksi pekerjaan yang
kita lakukan, yang berkonsekuensi pada perbuatan itu menjadi bernilai baik atau tidak.
Termasuk ibadah atau tidak. Berpahala disisi Allah atau hambar tak bermakna.
Sedangkan ikhlas adalah sebuah fase paling akhir dan penting, yaitu ketaatan yang sama sekali
bukan karena alasan-alasan yang bersifat duniawi atau material, melainkan semata-mata hanya
untuk mengharap ridha Allah SWT. Wallahu A'lam.
Itulah contoh hadits gharib. Pada tingkatan sahabat, hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang
shahabat, yaitu Umar bin Khatthab. Meskipun mungkin setelah itu diriwayatkan oleh beberapa
tabi’in. 5
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Tidaklah seorang
di antara kalian beriman, sehingga aku menjadi orang yang paling dia cintai. Dibandingkan
ayahnya, anaknya, dan seluruh umat manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada tingkat sahabat, hadis tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu, sahabat Anas
dan abu Hurairah. Lalu pada tingkat tabi’in oleh Anas diriwayatkan kepada Qatadah dan Abdul
Aziz bin Shuhaib, Selanjutnya pada tingkatan tabi’ut tabiin hadits ini diriwayatkan dari
Qatadah kepada dua orang perawi yaitu Syu’bah dan Sa’id, dari Abdul aziz bin Shuhaib
meriwayatkan kepada dua orang perowi juga yaitu Ismail bin ’Ulaiyah dan Abdul Warits. Lalu
setelah itu, masing-masing dari para perawi itu diriwayatkan kepada banyak perawi.6
5
Bina Ahda, https://www.ahdabina.com/hadits-gharib-pengertian-contoh-dan-pembagian/ 25 Agustus 2021
6
Syah Mansyur, https://www.arobiyahinstitute.com/2023/05/hadits-aziz-pengertiannya-dan-contohnya.html
18 Mei 2023
5
1.6 Keterkaitan hadist gharib dengan hadist shahih
Hadis gharib dan hadis sahih adalah dua istilah yang digunakan dalam ilmu hadis dalam Islam
untuk menggambarkan tingkat keandalan atau keautentikan suatu hadis. Mari kita bahas
keterkaitan antara keduanya:
2. Hadis Gharib:
• Hadis gharib adalah hadis yang memiliki sanad yang kurang lengkap atau tidak
memiliki perawi lain yang meriwayatkannya. Sanad gharib bisa terdiri dari hanya
satu perawi atau hanya beberapa perawi yang meriwayatkannya.
• Meskipun tidak selalu mencakup informasi yang salah, hadis gharib dianggap
memiliki tingkat kelemahan dalam hal keandalan karena kekurangan dalam
sanadnya. Oleh karena itu, mereka tidak dianggap sekuat hadis sahih.
• Hadis gharib dapat digunakan dalam mendukung atau memberikan pemahaman
tambahan tentang suatu masalah asalkan tidak bertentangan dengan hadis-hadis
sahih atau kuat lainnya.
Jadi, keterkaitan antara hadis gharib dan hadis sahih adalah sebagai berikut:
• Hadis sahih adalah hadis yang memiliki tingkat keandalan tertinggi dalam ilmu
hadis.
• Hadis gharib adalah jenis hadis yang memiliki tingkat keandalan yang lebih rendah
daripada hadis sahih karena memiliki sanad yang kurang lengkap atau tidak terlalu
banyak perawi yang meriwayatkannya.
• Hadis gharib biasanya tidak digunakan sebagai dasar utama dalam menentukan
hukum atau tindakan dalam Islam, tetapi mereka dapat digunakan sebagai sumber
6
sekunder atau pendukung jika tidak bertentangan dengan hadis-hadis yang lebih
kuat.
Penting untuk dicatat bahwa penilaian keautentikan suatu hadis melibatkan metodologi ilmu
hadis dan penelitian oleh para ulama hadis yang terampil, dan tidak semua orang dapat secara
mudah menilai tingkat keandalan suatu hadis. Oleh karena itu, penting untuk mengandalkan
otoritas ilmu hadis dan para ulama dalam menentukan keautentikan dan keterkaitan hadis-hadis
tertentu.7
7
Rofiah Khusniati, Studi ilmu hadits (Ponorogo, IAIN PO Press, 2018) 139-140
7
Keterkaitan:
Keterkaitan antara hadits aziz dan hadits sahih adalah bahwa keduanya adalah klasifikasi yang
digunakan oleh para ulama hadis untuk mengevaluasi dan menggolongkan hadits berdasarkan
keandalannya. Hadits sahih adalah kategori tertinggi dalam ilmu hadis karena dianggap paling
otentik dan dapat digunakan sebagai sumber hukum utama dalam Islam. Sementara itu, hadits
aziz adalah kategori di bawahnya yang dapat memiliki nilai penting dalam pemahaman agama
atau hukum, meskipun tidak mencapai tingkat keandalan hadits sahih.
Dalam praktiknya, para ulama hadis melakukan analisis dan penelitian yang mendalam
terhadap setiap hadits untuk menentukan apakah itu sahih, aziz, atau kategori lainnya.
Keputusan ini didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan dalam ilmu hadis,
seperti keandalan perawi, kesinambungan sanad, dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam.8
8
Rofiah Khusniati, Studi ilmu hadits (Ponorogo, IAIN PO Press, 2018) 136-137
8
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Hadis gharib dan aziz adalah dua konsep yang berhubungan dengan hadis dalam tradisi Islam.
Hadis Gharib: Hadis gharib merujuk kepada hadis yang disampaikan oleh seorang perawi
tunggal pada salah satu tingkat sanad (rantai perawi) tertentu. Dalam konteks ini, "gharib"
berarti "asing" atau "aneh" karena hadis tersebut memiliki perawi tunggal pada salah satu
tingkat sanad, sehingga ketidakpastian terkait dengan akurasi dan keabsahannya meningkat.
Hadis gharib biasanya dianggap lemah dan memerlukan perhatian ekstra dalam penelitian
hadis. Kesimpulan yang dapat diambil dari hadis gharib adalah bahwa hadis semacam itu perlu
diperiksa lebih lanjut untuk menentukan kebenarannya sebelum diterima sebagai pedoman
dalam kehidupan beragama.
Hadis Aziz: Hadis aziz adalah hadis yang memiliki perawi yang kuat dan terpercaya di setiap
tingkat sanad. Dalam konteks ini, "aziz" berarti "kuat" atau "berharga." Hadis aziz dianggap
sebagai hadis yang sahih dan dapat diandalkan dalam Islam. Kesimpulan yang dapat diambil
dari hadis aziz adalah bahwa hadis semacam itu memiliki integritas yang tinggi dalam agama
Islam dan dapat dijadikan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan beragama.
Dalam penelitian hadis, penting untuk memahami konsep-konsep seperti hadis gharib dan
hadis aziz untuk menilai keabsahan dan kekuatan suatu hadis. Kesimpulan utamanya adalah
bahwa hadis gharib harus diperlakukan dengan hati-hati dan diperiksa lebih lanjut sebelum
diterima sebagai pedoman, sementara hadis aziz dianggap sebagai sumber yang dapat
dipercaya dalam ajaran dan praktik Islam.
9
DAFTAR PUSTAKA
Alfiah, F. S. (2016). Studi ilmu hadits. (Rismansyah, Ed.) Pekanbaru: Kreasi edukasi.
Bina, A. (2021, Agustus 25). ahdabina.com. Retrieved from https://www.ahdabina.com:
https://www.ahdabina.com/hadits-gharib-pengertian-contoh-dan-pembagian/
Gusela, A. (n.d.). Ilmu gharib al-hadits. Garut: Academia. Edu.
Rofiah, K. (2018). Studi ilmu hadits. (M. Junaidi, Ed.) Ponorogo: IAIN PO Press.
Syah, M. (2023, Mei 18). arobiyahinstitute.com. Retrieved from
https://www.arobiyahinstitute.com:
https://www.arobiyahinstitute.com/2023/05/hadits-aziz-pengertiannya-dan-
contohnya.html
10