Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

EKONOMI MORAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sosilogi Ekonomi”
Dosen pengampu: Dr. H. Roni Subhan, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh kelompok 2


Imelia. NIM (221105040003)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2024

KATA PENGANTAR

1
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya kepada kami
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas akalah mata kuliah “Sosiologi Ekonomi” yang berjudul
“Ekonomi Moral”. Kami mengucakan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dan memberikan masukan kepada kami sehingga kami sanggup menyelesaikan tugas
penulisan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna. Sehingga kami sebagai penulis memohon maaf apabila
dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan dan kekuragan. Dengan demikian kami sangat
berharap adanya saran dan kritikan yang bersifat membangun demi menjadikan makalah ini
lebih baik lagi.

Jember, 01 Maret 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
A. Moral dan Perekonomian ...................................................................................... 2
B. Bisnis Amoral ........................................................................................................ 4
C. Fardhu Kifayah menurut al-Ghazali vs Adam Smith ............................................ 6
1. Menurut al-Gazali ..................................................................................... 6
2. Menuru Adam Smith ................................................................................. 7
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 9
B. Saran ..................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Moral ekonomi menjadi topik perbincangan yang semakin menarikakhir-akhir ini seiring
dengan semakin derasnya arus globalisasi. Dalamkajian sosiologi, Moral Ekonomi adalah suatu
analisa tentang apa yangmenyebabkan seseorang berperilaku, bertindak dan beraktivitas
dalamkegiatan perekonomian. Hal ini dinyatakan sebagai gejala sosial yang berkemungkinan
besar sangat berpengaruh terhadap tatanan kehidupansosial. beberapa buku referensi bagi
mahasiswa dalam perkuliahan,diajukan beberapa teori tentang moral ekonomi.

Inti pembahasannyaadalah apa yang menyebabkan sekelompok masyarakat berperilaku,


bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian. Begitu jugadalam berbisnis, apakah
dalam bisnis memerlukan moral atau bahkan tidakada hubungannya sama sekali. Sebelum bisnis
dijalankan, perusahaan-perusahaan wajib memenuhi persyaratan secara legal sesuai dengan
dasarhukum dan aturan yang berlaku, tetapi apakah bisnis dapat diterima secara moral ? Untuk
membahas hal tersebut maka akan dijelaskan pada babdibawah ini mengenai moral dalam
perekonomian.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud moral dalam perekonomian?


2. Apa yang dimaksud bisnis amoral?
3. Apa perbedaan fardhu kifayah menurut al-Ghazali vs Adam Smith?

C. Tujuan

1. Mengetahuai moral dalam perekonomian


2. Mengetahui pengertian bisnis amoral
3. mengetahui perbedaan fardhu kifayah menurut al-Ghazali vs Adam Smith

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Moral dalam perekonomian

Moral ekonomi adalah suatu analisa tentang apa yang menyebabkan seseorang berperilaku,
bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian. Hal ini dinyatakan sebagai gejala
sosial yang berkemungkinan besar sangat berpengaruh terhadap tatanan kehidupan sosial.

Moral ekonomi merupakan suatu proses pertukaran ekonomi dari produsen kepada
konsumen melalui tindakan yang sentimen dan melalui norma yang mengatur tentang moral
dalam melakukan suatu kegiatan ekonomi, dimana pada saat ini norma-norma tersebut sudah
banyak terlupakan dalam melakukan kegiatan ekonomi. 1

Hal ini juga selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sayer dan Adams dan Rais
borough (1998) yaitu moral ekonomi merupakan pertukaran sentimen-sentimen dan norma-
norma moral. Ada dua faktor yang mendasari kenapa moral ekonomi sampai menjadi trending
tropic di tengah-tengah masyarakat Internasional, yaitu : Berkaitan dengan semakin menyebar
nya praktek fair trad yang menuntut komitmen yang tinggi antara produsen dan konsumen. Juga
adanya rutinitas harian masyarakat yang tidak pernah terlepas dari kegiatan bisnis yang memberi
jarak moralitas dalam melakukan kegiatan ekonomi. Moral ekonomi itu sendiri dihadapi oleh
dua komunitas yang berbeda, yaitu komunitas petani dan komunitas pedagang.2

1. Moral ekonomi petani

Dapat di definisikan moral ekonomi sebagai pengertian petani tentang keadilan ekonomi
dan definisi kerja mereka tentang eksploitasi pandangan mereka tentang pungutan-pungutan
terhadap hasil produksi mereka manayang dapat ditolerir mana yang tidak dapat. Dalam
mendefinisikan moral ekonomi, petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma
resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka. Etika subsistensi merupakan perspektif dari
mana petani yang tipikal memandang tuntutan-tuntutan yang tidak dapat di letakkan atas sumber
daya yang dimilikinya dari pihak sesama warga desa, tuan tanah atau pejabat.3

Etika subsistensi tersebut, menurut james Scott (1976), muncul dari kekhawatiran akan
mengalami kekurangan begitu dekat dengan batas-batas substensi dan menjadi sasaran-sasaran
permainan alam serta tuntutan dari pihak luar maka mereka meletekkan landasan etika
subsistensi atas dasar pertimbangan prinsipsafety first (dahulukan selamat).4

Dari sudut pandang moral ekonomi petani, subsistensi itu sendiri merupakan hak, oleh
sebab itu ia sebagai tuntutan moral. Maksudnya adalah petani merupakan kaum yang miskin
1
Hamdani, Moralitas Dan Tindakan Ekonomi (Telaah Gerakan SholatSubuh Berjemaah DanSarapan Pagi Gratis Di
Masjid Agung Kab. Ngawi Jawa Timur), Jurnal Studi Islam dan Sosial,Vol. 12, No. 2, September 2018, hal. 19-20
2
Ibid, hal, 20.
3
Anonim, Moral Ekonomi Dan Tindakan Ekonomi, diakses dari. http://electrarobhy4.blogspot.com/2014/04/moral-
ekonomi-dan-tindakan-ekonomi.html , pada tanggal 09 Maret 2019, pukul 22.41
4
Ibid

5
mempunyai hak pangan dan merupakan konsekuensi dari suatu kehidupan yang begitu dekat
dengan garis batas dari krisis subsistensi. Oleh karena itu kebanyakan rumah tangga petani hidup
sosialitas subsistensi. Oleh karena itu, setiap tuntutan terhadap petani dari pihak tuan tanah
sebagai elit desa atau negara tidaklah adil apabila melanggar kebutuhan subsistensi. Pandangan
moral ini mengandung makna bahwakaum elit tidak boleh melanggar cadangan subsistensi kaum
miskin pada muslim baik dan memenuhi kewajiban moralnya yang positif untuk menyediakan
kebutuhan hidup pada musim jelek.5

2. Moral ekonomi pedagang

Dalam moral ekonomi ini setuju dengan pendapat james scott (1976-176) yang menyatakan
bahwa masyarakat petani umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan
suatu sistem nilai yang menekan kan tolong menolong, pemilikan bersama sumber daya dan
keamanan subsistensi. Hak terhadap subsistensi merupakan suatu prinsip moral yang aktif dalam
tradisi desa kecil. Dalam kondisi seperti ini pedagang menghadapi dilema yaitu memilih antara
memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati
bersama pendapatan yang di perolehnya sendiri di satu pihak dan untuk mengakumulasikan
modal dalam wujud barang dan uang di pihak lain.diluar desa para pedagang di hadapkan
dengan tuntunan anonim yang sering bersifat anarkis dan berasal dari pasar terbuka dengan
fluktuasi harga yangliar. Pedagang cenderung terperangkap ditengah dan dalam hal ini bisa
disebut sebagai tengkulak karena mereka tidak hanya menanggung resiko kerugian secara
ekonomi tetapi juga resiko terhadap diskriminasi dan kemarahan petani.6

Moral Ekonomi dalam Islam

Segala bentuk aktivitas manusia sudah diatur oleh Allah dalam Al-Quran. Baik itu aktivitas
ekonomi, sosial, politik sampai kepada ada bentuk meludah pun ada aturannya. Dalam sistem
ekonomi, Islam menekankan untuk mencari rezki di atas dunia dengan tidak melupakan
kewajiban-kewajiban kepada Allah dan norma-norma yang telah ditetapkan.

Sistem perekonomian dalam islam diatur jelas dalam Al-Quran. Salah satunya terdapat
dalam surat al-jumu`ah ayat 10 “apabila kamu selesai shalat, betebaranlah di muka bumi untuk
mencari rezeki yang diberikan Allah” dalam ayat ini, jelaslah bawah moral ekonomi dalam Islam
sangat terikat pada Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dalam urusan subsistensi dan resiprositas, Al-
Quran mewajibkan zakat bagi yang mampu, dan menganjurkan untuk menunaikan sedekah,
infak dan wakaf. Sehingga kemerataan perekonomian pun terjadi. Hal itu di serukan Allah
sebagai wujud antisipasi dari kemungkinan-kemungkinan negatif. Hal itu bisa saja terjadi
apabila norma subsistensi dan resiprositas sudah sampai pada tarafyang tidak wajar, sebagai
contoh apabila masyarakat di landa sebuah musim paceklik. Maka golongan masyarakat yang
kurang mampu dapat terbantu karena adanya zakat, sedekah, infak dan wakaf.7

Di sisi lain, Al-Quran juga menganjurkan untuk saling tolong menolong. “tolong
menolonglah kamu kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kamu tolong menolong
5
Ibid
6
Ibid
7
Anonim, Moral Eonomi, diakses dari https://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral;ekonomi/ , pada tanggal 09 Maret
2019, pada pukul 22.52

6
dalam berbuat dosa dan keingkaran” Intinya, moral ekonomi dalam Islam sangat tergantung
pada kitab panduan yang diberikan Allah untuk mengatur kehidupannya manusia, tidak saja
pertimbangan norma subsistensi dan resiprositas, tetapi juga mempertimbangkan norma-norma
sosial yang lain. Tindakan yang akan timbul pun akan berbeda. Karena dengan keyakinan dalam
setiap perbuatan ada balasannya, apakah itu kebaikan maupun keburukan, maka Umat Islam
yang beriman pun akan selalu mengerjakan aktivitas ekonomi hanya untuk mengharapkan
keridahaan Allah.

B. Bisnis Amoral

Bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika
tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas.
Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain. Etika justru bertentangan dengan
bisnis yang ketat, maka orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-
norma dan nilai-nilai moral.8

Sebagian besar pendapat mengatakan bahwa bisnis dengan moral tidak ada hubungannya
sama sekali, etika sangat bertentangan dengan bisnis dan membuat pelaku bisnis kalah dalam
persaingan bisnis, karenanya pelaku bisnis tidak diwajibkan mentaati norma, nilai moral, dan
aturan-aturan yang berlaku dalam lingkungan bisnis perusahaan. Hal ini yang menyebabkan
pendapat diatas belum tentu benar, bahkan sebagian besar pendapat lain mengatakan bahwa
bisnis dengan moralitas memiliki hubungan yang sangat erat, etika harus dipraktekkan langsung
dengan kegiatan bisnis dan membuat perusahaan bisa bersaing secara sehat karena memegang
komitmen, prinsip yang terpercaya terhadap kode etis, norma,nilai moral, dan aturan-aturan yang
dianggap baik dan berlaku dalam lingkungan bisnis perusahaan.9

Penggunaan barang dan jasa, dalam hal ini konsumen keberadaannya sangat tidak terbatas,
dengan tingkatan atau kelas yang bermacam-macam menyebabkan pihak produsen melakukan
kegiatan pemasaran dan distribusi barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin
dengan tujuan dapat menarik konsumen yang sangat beraneka ragam (majmuk) tersebut. Oleh
karena itu berbagai usaha dilakukan demi mencapai sasaran atau tujuan tersebut. Usaha-usaha
yang dilakukan tersebut kadang-kadang dapat menjurus pada hal yang negatif, bahkan dari awal
sudah sengaja dengan i'tikad yang tidak baik,misalnya memberikan informasi yang tidak benar,
informasi yang menyesatkan, barang (kualitas) jelek dikatakan bagus, cara-cara penjualan yang
bersifat memaksa dan lain sebagainya.10

Usaha-usaha yang dilakukan tersebut seringkali lebih diperburuk oleh pandangan-


pandangan atau mitos-mitos bisnis itu sendiri. Misalnya bisnis adalah kotor, bisnis itu kejam,
bisnis tidak mengenal saudara, sedikit berbohong dalam bisnis adalah wajar, bisnis dengan jujur
tida kakan untung dan lain sebagainya. Oleh karena mitos-mitos bisnis sepertiitu, maka menurut
sebagian pelaku bisnis itu tidak memerlukan etika, bahkan sebagian pendapat lain mengatakan
8
Anonim, Bisnis Amoral, diakses dari https://ardiansuwarno.wordpress.com/2014/10/26/contoh-kasus-bisnis-amoral, pada
tanggal 09 Maret 2019 pukul 23.01
9
Anonim, Bisnis dan Etika Mitos Bisnis Amoral, diakses dari http://muraini-maryadi.blogspot.com/2010/11/bisnis-dan-
etika-mitos-bisnis-amoral.html, pada tanggal 09 Maret 2019 pukul 23.03
10
Khumedi Ja'far, Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Hukum Bisnis Islam, Jurnal ASAS, Vol.6, No. 1, Januari
2014, hal. 97

7
bahwa dalam berbisnisyang disertai berfikir dan bermoral adalah hal yang mustahil, karena
dianggap akan membuang-buang waktu saja, bahkan bisa menimbulkan kebangkrutan.11

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka ada beberapa pandanganyang pro dan kontra
tentang perlu tidaknya etika dalam berbisnis :

a. Pandangan yang tidak mendukung perlunya etika dalam melakukan kegiatan bisnis
beranggapan bahwa

 Bisnis adalah persaingan. Maksudnya bahwa semua pelaku dalam persaingan ingin
keluar sebagai pemenang. Setiap persaingan adalah pertarungan dan pertarungan itu
mempunyai aturan sendiri.
 Bisnis adalah asosial. Maksudnya bahwa aturan bisnis tidak bisa dikaitkan dengan aturan
moral sosial. Bisnis mempunyai aturan sendiri yang tidak mungkin dicampur adukkan
dengan yang lain. Perasaan sosial apabila dituangkan dalam kegiatan bisnis akandapat
mengganggu dan membuat lemah bisnis itu sendiri.
 Bisnis harus bertujuan untuk keuntungan. Maksudnya bahwatujuan utama bisnis adalah
keuntungan, maka tanggung jawabsosial adalah tidak sesuai dan bertentangan dengan
efisiensi.
 Bisnis harus berkonsentrasi. Maksudnya bahwa dalam berbisnistidak boleh banyak
tujuan, apabila ada tujuan rangkap, misalnya tujuan ekonomi dan tujuan sosial, maka
akan dapat membingungkan manajer.
 Bisnis itu makan biaya. Maksudnya bahwa untuk menggerakkan kegiatan bisnis
diperlukan biaya yang besar, apalagi apabila harus dibebani dengan biaya sosial,
tentunya akan lebih beratlagi.
 Selanjutnya Sony Keraf memberikan contoh tentang pendapat para pelaku bisnis yang
berpandangan bahwa bisnis ituamoral, menurut pandangan tersebut bisnis adalah
bisnis.Bisnis tidak bisa dicampur adukkan dengan etika.12

b. Pandangan yang mendukung perlunya etika dalam melakukan kegiatan bisnis


beranggapan bahwa

 Bisnis mempertaruhkan segalanya


 Bisnis menyangkut hubungan antar manusia
 Bisnis harus mengikuti kemauan masyarakat
 Bisnis harus disertai kewajiban moral
 Bisnis harus mengingat sumber daya yang terbatas
 Bisnis harus menjaga lingkungan sosial
 Bisnis harus menjaga keseimbangan, tanggung jawab dan sosial
 Bisnis harus menggali sumber daya yang bermanfaat
 Bisnis harus dapat memberi keuntungan jangka panjang
 Legalitas bisnis berkatian dengan moralitas.13
11
Ibid
12
Ibid , hal. 97-98
13
Ibid, hal.98

8
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa setiap pelaku bisnis memiliki pandangan
yang berbeda tentang perlu tidaknya etika dalam kegiatan bisnis. Pandangan tersebut tentunya
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern seperti
pemahaman terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya, latar belakang pendidikannya,
faktor biologi dan lain sebagainya. Sedangkan faktor ekstern seperti faktor lingkungan alam dan
lingkunganmasyarakat.14

Contoh Bisnis amoral yaitu Dugaan penggelapan pajak yang dilakukan pihak perusahaan
IM3 dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa
PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak
masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karenaitu, IM3
melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak
membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut.
Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi
negara dan otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi.Manajemen juga melakukan
konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang
menguntungkan dirinyadan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan pemerintah.
Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut. Pihak
pemerintah dan DPR perlu segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan
kredibel untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan
keuangan dari750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang secara
sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin
operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.15

C. Fardhu Kifayah menurut al-Ghazali vs Adam Smith

1. Menurut al-Ghazali

Ilmu fardhu kifayah adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh sebagian masyarakat Islam,
bukan seluruhnya. Dalam fardhu kifayah, kesatuan masyarakat Islam secara bersama memikul
tanggung jawab kefardhuan untuk menuntutnya. 16 Melakukan bisnis, menurut al-Ghazali, dalam
berbagai bentuknya adalah sebuah kewajiban sosial atau fardhu kifayah. Jika kepentingan sosial
menjadi prioritas, maka dengan sendirinya kebersamaan sosial akan terbentuk dan konflik kelas
dapat dihindari. Relevansi etika bisnis al-Ghazali mengenai bisnis sebagai fardhukifayah ini
dapat dikaitkan dengan teori blocked opportunity. Teori tersebut menyatakan bahwa masyarakat
miskin yang memiliki kesempatan terbatasun utuk meraih kekayaan secara legal maka akan
melakukannya dengan cara ilegal, karena cara legal hanya didominasi oleh masyarakat mampu
(Masdiana, 1998). Pemenuhan kebutuhan materi menjadi perhatian penting dalam terciptanya
keseimbangan ekonomi dalam suatu masyarakat, bukan hanya berkaitan dengan pembagian
resources (sumberdaya) yang terbatas secara proporsional, juga berkaitan dengan implikasi

14
Ibid, hal.99
15
Anonim, Contoh Kasus Bisnis Amoral, diakses dari. https://ardiansuwarno.wordpress.com/2014/10/26/contoh-kasus-
bisnis-amoral, pada tanggal 09 Maret 2019, pukul 23.10
16
Anonim, Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam, diakses dari.
http://inpasonline.com/klasifikasi-ilmu-menurut-imam-al-ghazali-sebagai-asas-pendidikan-Islam pada tanggal 09 Maret
2019 pukul 23.20

9
sosiologis bagi kelangsungan tatanan sosial (social order). Oleh karenanya kesenjangan ekonomi
dari kelompok ekonomi informal dengan kelompok ekonomi formal haruslah diperkecil, bahkan
kerja sama lintas sektor ekonomi bisa dibangun secara harmonis. 17 Al-Ghazali sangat
memperhatikan dimensi ukhrawi dalam dunia bisnis, bahkan dikatakannya bahwa ukhrawi
adalah tujuan dan kebahagian materi di dunia hanya sekedar bonus. Tidak Selfish dan Tidak
Serakah dalam Berbisnis. Itulah kalimat yang digunakan oleh al-Ghazali bahwa salah satu etika
dalam berbisnis adalah menghindari ketamakan (az-ziyadah ‘ala alkifayah), karena hal tersebut
justru akan membawa kepada perilaku-perilaku negatif. Pebisnis hendaknya merasa ‘cukup’
dengan apa yang ia dapatkan selama hal itu telah memenuhi need-nya, bukan pada wants-nya.
Namun demikian, sama halnya dengan para sarjana muslim lainnya, al Ghazali tidak
memberikan keterangan yang definitif mengenai batas sebuah ‘kecukupan.’ Tidak serakah dapat
diartikan sebagai tidak mengambil hak orang lain; memberi kesempatan yang sama bagi orang
lain dan memberikan rasa kasih sayang kepada sesama manusia.18

2. Menurut Adam Smith

Apakah Smith mengaitkan aktivitas bisnis dengan fardhu kifayah?Tentu tidak. Namun jika
fardhu kifayah dimaknai dengan kepentingan publik/public interest maka Smith
menyinggungnya, baik di The Theory maupun di The Wealth. Bahkan, The Wealth yang ia tulis
karena ingin membela kepentingan publik, Smith menolak intervensi pemerintah karena saat itu
intervensi yang dilakukan oleh pemerintah adalah hasil “perselingkuhan” antara penguasa dan
pengusaha; antara pejabat dan konglomerat. Imbasnya adalah justru merugikan kepentingan
publik karena intervensi hanya melayani kepentingan kelas pemodal. 19 Berbeda dengan al-
Ghazali yang menekankan pentingnya keseimbangan dunia dan akhirat, Smith hanya
menyinggung sedikit persoalan akhirat. Namun demikian Smith (2006: 83 dan 150) tidak
memandang salah kepercayaan para pemeluk agama yang meyakini adanya kehidupan setelah
mati sebagai tempat dimana orang akan menerima konsekuensi selama ia hidup. Rasa kasih
sayang kepada sesama manusia. Semangat ini pula yang diusung oleh Smith (2006: 213) dalam
berbisnis. Menurutnya, terdapat rasa kasih sayang yang bersifat universal yang menjangkau
seluruh ujung dunia. Semangat kasih sayang itu pula yang mendorong orang untuk
mengorbankan kepentingannya demi kepentingan publik. Bahkan di dalam The Wealth, Smith,
seraya mengutip dari Doktor Pocock, mengatakan bahwa orang-orang Arab yang pulang dari
berdagang, maka mereka akan mengajak para tetangganya, bahkan para pengemis juga, untuk
makan bersama duduk pada satu meja yang sama.20

17
M.Hafidz MS, Sam'ani Sya'roni, Marlina, Etika Bisnis Al-Ghazali Dan Adam Smith Dalam Perspektif Ilmu Bisnis Dan
Ekonomi, Jurnal Penelitian, Vol. 9, No.1, Mei 2012, hal. 22-23
18
Ibid, hal.24-25
19
Ibid, hal.23
20
Ibid, hal.25

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Moral ekonomi merupakan suatu proses pertukaran ekonomi dari produsen kepada
konsumen melalui tindakan yang sentimen dan melalu norma yang mengatur tentang moral
dalam melakukan suatu kegiatan ekonomi, dimana pada saat ini norma-norma tersebut sudah
banyak terlupakan dalam melakukan kegiatan ekonomi. Moral ekonomi itu sendiri dihadapi oleh
dua komunitas yang berbeda, yaitu komunitas petani dan komunitas pedagang.

Bisnis amoral mengungkapkan suatu keyakinan bahwa antara bisnis dan moralitas atau etika
tidak ada hubungan sama sekali. Bisnis tidak punya sangkut paut dengan etika dan moralitas.
Keduanya adalah dua bidang yang terpisah satu sama lain. Etika justru bertentangan dengan
bisnis yang ketat, maka orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan-imbauan, norma-
norma dan nilai-nilai moral. Setiap pelaku bisnis memiliki pandangan yang berbeda tentang
perlu tidaknya etika dalamkegiatan bisnis. Pandangan tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern.

B. Saran

Semakin banyak pengetahuan yang kita miliki maka akan semakinluas pula wawasan kita.
Maka dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap dapat menambah pengetahuan tentang
moral dalam perekonomian dan bisnis amoral secara lebih rinci dan menjadi dasaruntuk
diaplikasikan ke dalam dunia kerja.

11
DATAR PUSTAKA

Hamdani. Moralitas Dan Tindakan Ekonomi (Telaah Gerakan SholatSubuhBerjemaah Dan


Sarapan Pagi Gratis Di Masjid Agung Kab. Ngawi Jawa Timur).2018. Jurnal Studi Islam
dan Sosial. Vol. 12, No. 2

Ja’far, Khumaedi. Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Hukum BisnisIslam. Jurnal ASAS.
2014. Vol. 6, No.1

MS, M.Hafidz, Sam’ani Sya’roni, Marlina. Etika Bisnis Al-Ghazali Dan AdamSmith Dalam
Perspektif Ilmu Bisnis Dan Ekonomi. Jurnal Penelitian. 2012. Vol.9, No. 1

Anonim. Moral Ekonomi Dan Tindakan Ekonomi.

.http://electrarobhy4.blogspot.com/2014/04/moral-ekonomi-dan-tindakan-ekonomi.html.
Diakses pada tanggal 09 Maret 2019

Anonim. Moral Ekonomi.

https://3kh4.wordpress.com/2007/12/18/moral-ekonomi/. Diakses pada tanggal 09Maret 2019

Anonim. Bisnis Amoral.

https://ardiansuwarno.wordpress.com/2014/10/26/contoh-kasus-bisnis-amoral/. Diakses pada


tanggal 09 Maret 2019

Anonim. Bisnis dan Etika Mitos Bisnis Amoral.

http://nuraini-maryadi.blogspot.com/2010/11/bisnis-dan-etika-mitos-bisnis-amoral.html. Diakses
pada tanggal 09 Maret 2019

Anonim. Contoh Kasus Bisnis Amoral

.https://ardiansuwarno.wordpress.com/2014/10/26/contoh-kasus-bisnis-amoral/. pada tanggal 09


Maret 2019

Anonim. Klasifikasi Ilmu Menurut Imam Al-Ghazali Sebagai Asas Pendidikan Islam.

http://inpasonline.com/klasifikasi-ilmu-menurut-imam-al-ghazali-sebagai-asas-pendidikan-
islam/. Diakses pada tanggal 09 Maret 2019

12

Anda mungkin juga menyukai