Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Ketut Gading, M.Psi.
Dr. I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh:
Ni Putu Manik Erlin Cahyani (2329171014)
Maria Katarina Euprasia Pelitiyer Billo (2329171017)
Om Swastyastu,
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hakikat Aplikasi Dan Pengembangan Konstruk Teori”. Adapun
maksud tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu Pendidikan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Prof. Dr. I Ketut Gading, M.Psi. dan Bapak Dr. I Gede Astawan, S.Pd.,
M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan masyarakat pada umumnya. Dengan menyadari
ketidak sempurnaan adalah dinamika kita sebagai manusia biasa, maka penulis
memohon maaf apabila terjadi kesalahan-kesalahan dalam menyusun makalah ini,
serta kritik maupun saran akan sangat penulis hargai sebagai perbaikan untuk
kedepanya. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian makalah “Hakikat Aplikasi Dan
Pengembangan Konstruk Teori”.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
3.1 Kesimpulan..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
ecara Semantik
Suatu teori terutama diuji apakah teori itu membuat generalisasi-generalisasi
yang benar dan prediksi-prediksi yang sahih (valid). Hal ini disebut semantic.
Pada dasarnya suatu teori dapat lulus atau gagal waktu diuji secara eksperimen.
Hal ini berarti, bahwa suatu teori harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga
dapat diuji. Inilah yang merupakan masalah yang ditemukan berulang kali dalam
menilai ‘kebenaran’ teori-teori.
Eksperimen-eksperimen akan banyak digunakan untukmengetahui nilai
relative dari suat teori terhadap teori yang lain. suatu teori dinilai lebih daripada
teori yang lain, bila kedua teori itu membuat prediksi-prediksi yang berbeda dan
bukti-bukti empiris yang lebih menyokong prediksi-prediksi dari teori yang satu
dibandingkan dengan prediksi-prediksi yang berasal dari teori yang lainnya. Inilah
yangd isebut tes semantic dari suatu teori. Tetapi dalam kenyataannya, setelah
dilakukan eksperimen-ekspreimen, hanya sedikit kasus yang menunjukkan, bahwa
suatu teori jelas lebih unggul daripada teori yang lain. kerap kali para peneliti
menafsirkan suatu bukti yang negative dari suatu tes semantic. Hal ini merupakan
suatu petunjuk bahwa teori itu tidak boleh digunakan lagi. Para peneliti itu dapat
memutuskan, bahwa konsep yang mereka teliti mungkin berpengaruh pada
proses-proses belajar, tetapi mungkin mereka menemukan masalah dalam ‘definisi
operasional’ mereka (cara mereka mengukur konsep itu).d alam hal ini mungkin
diperlukan alat ukur yang lain atau variable-variabel lain yang harus diteliti.
Misalnya, dalam penelitian tentang pengaruh umpan balik pada belajar. Mereka
mungkin mengambil kesimpulan, bahwa umpan balik belum diberikan secara
jelas pada subjek, atau umpan balik diberikan terlalu sering. Jadi, penelitian baru
harus direncanakan dan dilakukan.
Hal lain yang juga harus diperhatikan ialah bagaimana “sempurnanya”
prediksi-prediksi seharusnya dalam suatu teori. Tentang hal ini, dalam sains
terdapat dua konsepsi. Konsepsi ‘klasik’ beranggapan bahwa seseorang dapat
membuat prediksi-prediksi yang sempurna, dan menghasilkan penjelasan-
penjelasan yang tidak dapat disangkal. Konsepsi yang kedua menerima
pendekatan ‘probabilitas’ tentang prediksi. Ini berarti, bahwa pada akhirnya kita
akan memperoleh derajat ketelitian yang paling tinggi dalam membuat prediksi-
prediksi, tetapi kita tidak dapat mengharapkan akan mempunyai ketelitian yang
sempurna dalam prediksi-prediksi kita. Kedua konsepsi itu diperdebatkan dalam
sains dan filsafat sains dalam beberapa decade yang lampau. Posisi klasik disebut
pula posisi ‘deterministik’, sedangkan posisi yang kedua disebut posisi
‘probabilistik’.
Posisi apa pun yang dianut oleh seseorang tentang hal ini, namun tes yang
penting tentang suatu teori adalah sejauh mana prediksi-prediksi yang dihasilkan
dari teori itu ditunjang oleh bukti-bukti empiris.
3. Parsimoni
Yang kurang penting bila dibandingkan dengan kedua tes tentang teori yang
telah diuraikan di atas ialah aturan parsimony, aturan ini mengemukakan, bahwa
bila dua teori kelihatannya sama sahihnya ditinjau dari segi semantic maupun segi
sintatik, maka teori yang lebih sederhanalah yang diterima.
Dalam psikologi dan pendidikan pada kenyataannya, parsimony tidak begitu
menjadi masalah, karena masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum
terawab mengenai kesahihan semantic dari sebagaian besar teori-teori dalam
kedua bidang ini (Snelbecker, 1974).
Selain ketiga tes untuk teori yang telah dikemukakan diatas, tentunya masih
ada beberapa yang lain yang tidak dibahas dalam buku ini. tetapi dengan
memperhatikan criteria seperti tersebut diatas kita telah mempunyai cara-cara
untuk menilai teori-teori. Sekali ini perlu ditekankan, bahwa yang penting ialah
bukannya untukmenemukan suatu teori yang benar, atau dipercaya, atau
sempurna, melainkan untuk menemukan suatu teori yang lebih baik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang disusun
secara sistematis untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Suatu teori
akan mengalami perkembangan apabila teori tersebut sudah tidak relevan dan
kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.
Penerimaan suatu teori dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa
teori tersebut memiliki kebenaran mutlak.Teori yang telah mapan dan
digunakan oleh mayoritas ilmuwan dalam komunitas ilmiah dalam penelitian
selanjutnya disebut sebagai paradigma.
Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran cenderung menekankan
satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan
keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan
eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup
biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan
pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling
bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi
tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan
dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan
tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah
pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-
pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan
faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis. Uraian dan ulasan mengenai
berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan
dari berbagai teori kebenaran. Teori kebenaran kelebihan kekurangan
korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta
koherensi bersifat rasional dan positivistik mengabaikan hal-hal non fisik
pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak performatif bila
pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat tidak kreatif, inovatif dan
kurang inisiatif konsensus didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah
perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Drajat, Amroeni. (2006). Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu. Erlangga:
Jakarta
Patrick, G.T.W, C.A. van Peursen, Ayn Rand, et al. (2008), Apakah Filsafat dan
Filsafat Ilmu itu?. Pustaka Sutra: Bandung