Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HAKIKAT APLIKASI DAN PENGEMBANGAN KONSTRUK TEORI


Disusun Sebagai Syarat Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Pendididkan

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Ketut Gading, M.Psi.
Dr. I Gede Astawan, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Ni Putu Manik Erlin Cahyani (2329171014)
Maria Katarina Euprasia Pelitiyer Billo (2329171017)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hakikat Aplikasi Dan Pengembangan Konstruk Teori”. Adapun
maksud tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu Pendidikan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Prof. Dr. I Ketut Gading, M.Psi. dan Bapak Dr. I Gede Astawan, S.Pd.,
M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan masyarakat pada umumnya. Dengan menyadari
ketidak sempurnaan adalah dinamika kita sebagai manusia biasa, maka penulis
memohon maaf apabila terjadi kesalahan-kesalahan dalam menyusun makalah ini,
serta kritik maupun saran akan sangat penulis hargai sebagai perbaikan untuk
kedepanya. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian makalah “Hakikat Aplikasi Dan
Pengembangan Konstruk Teori”.

Singaraja, 19 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5

1.3 Tujuan........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6

2.1 Hakikat Konstruk Teori.............................................................................6

2.2 Aplikasi Dan Pengembangan Konstruk Teori...........................................7

BAB III PENUTUP...............................................................................................15

3.1 Kesimpulan..............................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filsafat pendidikan anak usia bertujuan untuk mengkaji secara teoretis
dasar fundamental awal mula terbentuknya pendidikan anak. Selain itu, untuk
mengungkap dan mengkaji realitas yang terjadi dalam proses pendidikan anak
usia dini. Pelaksanaan pendidikan dalam bentuk apapun termasuk pendidikan
anak usia dini harus dilandasi filsafat dan teori pendidikan. Sebab, praktik
pendidikan yang tidak bersumber pada filsafat dan teori pendidikan yang
benar justru menjadikan pendidikan tanpa arah yang jelas, tujuan yang tidak
relevan dengan sifat, kebutuhan dan perkembangan anak, malah dapat
memberikan perlakuan yang salah terhadap anak. Oleh karena itu, praktik
pendidikan anak usia dini harus berbasis filosofis dan teori pendidikan yang
sesuai dengan tumbuh kembang dan tingkat capaian usia anak. Sebab,
pendidikan anak usia dini bertugas menstimulasi perkembangan anak secara
holistik dan optimal melalui sentuhan-sentuhan yang kondusif.
Pada dasarnya suatu teori dirumuskan untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena yang ada. Bangunan suatu teori yang merupakan
abstrak dari sejumlah konsep yang disepakatkan dalam definisi-definisi akan
mengalami perkembangan, dan perkembangan itu terjadi apabila teori sudah
tidak relevan dan kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah. Jika suatu
teori ingin diakui sebagai ilmiah, teori ini haruslah cocok (compatible) dengan
teori-teori lain yang telah diakui sebelumnya. Dan jika suatu teori memiliki
kesimpulan prediktif yang berbeda dengan teori lainnya, salah satu di antara
kedua teori tersebut salah.
Penerimaan suatu teori di dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa
teori tersebut memiliki kebenaran mutlak. Setiap teori selalu sudah
dipengaruhi oleh pengandaian-pengandaian dan metode dari ilmuwan yang
merumuskannya. Kemampuan suatu teori untuk memprediksi apa yang akan
terjadi merupakan kriteria bagi validitas teori tersebut. Semakin prediksi dari
teori tersebut dapat dibuktikan, semakin besar pula teori tersebut akan diterima
di dalam komunitas ilmiah. Ketika suatu bentuk teori telah dianggap mapan di
dalam komunitas ilmiah, maka hampir semua ilmuwan dalam komunitas
ilmiah tersebut menggunakan teori yang mapan itu didalam penelitian mereka.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 Apa itu kebutuhan akan teori?
1.2.2 Apa saja definisi dari istilah-istilah dalam konstruk teori?
1.2.3 Apa hakikat konstruk teori?
1.2.4 Bagaimana memverifikasi teori?
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam
makalah ini sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui kebutuhan akan teori
1.3.2 Untuk mengetahui definisi dari istilah-istilah dalam konstruk teori
1.3.3 Untuk mengetahui hakikat dari konstruk teori
1.3.4 Untuk menegtahui verifikasi teori
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kebutuhan Akan Teori


Mengapa kita membutuhkan teori, mengapa tidak cukup fakta-fakta saja?
Mengapa kita membuang waktu untuk berspekulasi, bila usaha kita itu lebih baik
digunakan untuk memperoleh data konkret, data factual, data empiris tentang
belajar dan pendidikan apakah diperlukan teori atau tidak? Semua pertanyaan ini
merupakan pertanyaan yang sahih, dan hal ini menjadi bahan perdebatan yang
makin meningkat dalam psikologi dan pendidikan.
Snelbecker (1974) berpendapat, bahwa perumusan teori itu bukan hanya
penting, melainkan vital bagi psikologi dan pendidikan, untuk dapat maju atau
berkembang, dan memecahkan masalah-masalah yang ditemukan dalam setiap
bidang itu.
1. Perubahan-Perubahan yang Tidak Ada Hentinya
Bila kita baca sejarah sains, kemajuan-kemajuan dalam sains telah
dicapai karena para ilmuwan mau menyusun gagasan-gagasan mereka
dalam bentuk teori-teori, dan meminta orang lain menilai teori-teori yang
telah mereka susun itu. Teori-teori lama telah menimbulkan teori-teori
baru, dan teori-teori baru menyebabkan dilakukan eksperimen-eksperimen
menghasilkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman. Walaupun apa
yang dihasilkan oleh psikologi dan pendidikan kurang menggemparkan,
dan teori-teori yang disusun tidak selalu secara jelas ditunjang oleh
kenyataan empiris, namun pernyataan-penyataan teoretis inilah yang lebih
mempunyai dampak daripada fakta-fakta yang terpisah-pisah,
bagaimanapun prosedur-prosedur penelitian yang dilaksanakan.
Hal ini tidak berarti bahwa observasi empiris kurang penting
daripada teori, atau eksperimentasi harus dilakukan untuk pertimbangan-
pertimbangan teoretis murni. Sains berkembang bila teori dan observasi
empiris berjalan seiring dengan cara saling menguntungkan – teori
menunjukkan pernyataan-pernyataan yang paling bermakna untuk
diajukan, dan observasi menunjukkan dimana letak kekurangannya teori.
Keduanya harus selalu ada – teori yang kurang sekali berlandasan
observasi sama tidak berartinya dan berbahannya dengan fakta-fakta yang
kurang sekali terpusat pada teori.
2. Fungsi-Fungsi Teori
Banyak kegunaan teori yang telah diketahui, namun hanya
beberapa kegunaan saja yang akan dibahas dalam makalah ini:
 Mensistematikkan penemuan-penemuan
Suatu teori dapat digunakan untuk mensistematikkan penemuan-
penemuan penelitiana dan memberi arti pada peristiwa-peristiwa yang
kelihatannya tidak saling berhubungan. Jumlah penelitian yang dilakukan
dalam psikologi dan pendidikan banyak sekali. Kerap kali hasil-hasil dan
eksperimen-eksperimen dan penelitian-penelitian ini kelihatannya
berlawanan. Hal yang serupa juga dijumpai pada pengamatan-pengamatan
sambil lalu. Kompleknya perilaku yang oleh seseorang dalam satu hari,
apalagi perilaku yang diperhatikan oleh satu kelas, adalah mengejutkan.
Dilihat secara sepintas kekompleksan ini tidak berarti. Suatu teori dapat
menunjukkan bagaimana kekompleksan ini sehingga dapat dianalisis, dan
juga memperlihatkan bagaimana hasil-hasil dari berbagai eksperimen itu
cocok satu dengann yang lain.
Untuk memperjelas kegunaan pertama dan dari suatu teori lebih konkret,
marilah kita ambil teori warna. Persepsi dalam dunia tampak ditentukan
oleh kekompleksan permukaan yang begitu rumit. Dalam berbagai teori
warna yang telah dirumuskan, misalnya teori young-Helmholz,
kekomplesan ini dianalisis sebagai hasil interaksi dari sejumlah kecil
reseptor warna dasar (biasanya tiga) yang terdapat dalam mata. Teori ini
bukan hanya menyederhanakan, dan dengan demikian tidak saja
membantu pemahaman, melainkan juga dapat diatur sejumlah besar
fenomena menjadi suatu yang koheren, misalnya buta warna, dan lain-lain.
Kegunaan semacam ini menunjukkan salah satu keuntungan yang
dimiliki teori dibandingkan dengan kumpulan fakta-fakta.
 Melahirkan hipotesis-hipotesis
Suatu teori merupakan teori generator yang tidak ternilai dari
hipotesis-hipotesis penelitain. Salah satu kegunaan teori ialah untuk
menyampaikan pada para ilmuwan tempat menemukan jawaban-jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan. Suatu teori yang baik dapat menghemat
usaha-usaha yang tidak berguna dengan menunjukkan di mana kiranya
letak segi keuntungannya bila dilakukan penelitian. Nilai heuristic yang
dimiliki teori ini sangat penting untuk penelitan pada berbagai tingkatan.
Mari kita perhatikan teori warna kembali. Ketika dikemukakan
bahwa teori persepsi warna dapat disebabkan hanya oleh tiga reseptor,
para pelaku eksperimen dapat maju terus atas dasar psikologi seakan-akan
reseptor-reseptor itu betul-betul ada, walaupun sifat nyatanya tidak
diketahui. Dengan jelasnya implikasi psikologi dari teori ini, para ahli
fisiologi dapat mulai mencari adanya ketiga reseptor ini. dengan cara
demikian, masalah warna pada berbagai tingkat dapat dipecahkan, dengan
menggunakan suatu teori dasar.
Tetapi, harus diperhatikan, bahwa keuntungan ini dapat ditinjau
dari dua segi. Suatu teori yang kurang baik kontruksinya pertanyaan-
pertanyaan yang salah, dan karena itu menyebabkan dilakukannya
penelitian yang tidak terarah.
 Membuat predikat
Suatu teori dapat digunakan untuk melakukan prediksi. Fungsi ini
mirip dengan fungsi kedua yang telah dikemukakan di atas, tetapi dengan
implikasi yang telah kuat. Suatu teori bukan hanya membawa ilmuwan
pada pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan berguna,
melainkan juga teori itu dapat memperhatikan apa yang dapat
diharapkannya untuk ditemukan, bila ia telah melakukan eksperimen atau
pengamatan. Sebagai contoh dapat dikemukakan teori Newton. Teori ini
memprediksi adanya planet-planet yang pada saat itu belum diamati.
Dengan menggunakan teori Newton, dan dengan mengamati orbit-orbit
dari planet-planet yang telah dikenal, diprediksi bahwa harus ada planet-
planet pada kedudukan-kedudukan tertentu terhadap matahari. Dengan
cara ini planet-planet luar akhirnya ditemukan. Demikian pula, pada suatu
saat dalam masa perkembangan teori genetika diprediksi adanya
kromosom-kromosom, walaupun kromosom-kromosom ini tidak pernah
diamati dengan mikroskop. Kedua contoh di atas menunjukkan, bahwa
realita-realita tertentu ditemukan hanya sesudah (dan mungkin juga hanya
karena) teori yang memprediksi adanya realita-realita telah dirumuskan.
 Memberikan penjelasan
Suatu teori dapat digunakan untuk menjelaskan. Jadi, fungsi teori
dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan “mengapa”. Mengapa terjadi
peristiwa-peristiwa tertentu, dan mengapa manipulasi suatu variable
menghasilkan perubahan pada variable yang lain, banyak kejadian di alam
ditentukan atau disebabkan oleh factor-faktor yang tidak diketahui, atau
hanya diketahui tidak sempurna. Jadi, penjelasan kejadian-kejadian
semacam itu harus dilakukan secara teoritis.
Fungsi menjelaskan dari suatu teori secara luas sekali, dan kerap
kali disalahgunakan. Setiap kejadian dapat dijelaskan oleh suatu teori
selama penjelasan itu masuk akal, dan paling sedikit melibatkan kejadian
yang diamati. Suatu teori yang adekuat bukan menjelaskan dengan cara
past hoc, melainkan dengan cara menghubungkan-menghubungakan
beberapa kejadian, kejadian yang satu dikaitkan dengan kejadian yang
lain. suatu teori merupkan generator penjelasan-penjelasan. Dengan
demikian fungsi teori yang terakhir ini mendekati fungsi teori yang
pertama yang telah dikemukkan sains tentu masih ada kegunaan-kegunaan
lain dari teori. Tanpa membahas kegunaan-kegunaan teori itu semuanya,
dengan empat kegunaan yang telah dibahas di atas, jelas bahwa teori itu
merupakan alat yang sangat ampuh bagi ilmuwan. Snelbecker (1974)
mengemukakan, bahwa kontruksi teori merupakan suatu bagian dari
proses keberlangsungan dalam psikologi dan pendidikan, apakah yang
diperhatikan itu suatu proses, belajar misalnya, ataukah suatu individu.
Bahwa manusia itu belajar, merupakan fakta yang nyata; yang tidak jelas
ialah bagaimana manusia itu belajar, atau mengapa manusia belajar. Suatu
teori belajar dapat menolong kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Perlu diingat bahwa bagaimanapun baiknya atau insklusifnya suatu teori,
tidak setiap masalah dapat dipecahkan oleh teori itu. Akan tetapi, kerap
kali kita tidak di mana kita harus mulai.

2.2 Definisi Beberapa Istilah


Dalam bagian ini akan diberikan definisi beberapa istilah yang banyak
digunakan. Seperti kata Snelbecker (1974), untuk definisi istilah-istilah itu,
sebenarnya belum ada persetujuan secara universal di antara para ahli filsafat
sains. Untuk keprluan makalah ini akan diberikan hanya satu definisi untuk setiap
istilah itu.
 Teori
Dalam penggunaan secara umum, teori berarti sejumlah proposisi-
proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (artinya, kumpulan proposisi
ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara
logis proposisi-proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, dan juga
pada data yang diamati), dan yang digunakan untuk memprediksi dan
menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati (Snelbecker, 1974).
 Hipotesis
Suatu hipotesis merupakan suatu pertanyaan tentang hubungan
yang diduga antara variable-variabel. Tidak seperti teori, hipotesis tidak
perlu menyangkut dan juga tidak perlu merupakan hasil dari suatu system
yang tersusun dari proposisi-proposisi, hipotesis itu hanya menyatakan
bahwa suatu observasi mendatang akan mempunyai suatu bentuk tertentu.
Pertanyaan-pertanyaan ini pada umumnya terbagi menjadi uda kategori:
(1) hubungan itu bersifat korelatif (suatu perubahan dalam x secara
sistematis berhubungan dengan suatu perubahan dakam y); atau (2)
hubungan itu dapat bersifat sebab akibat (suatu perlakuan terhadap x
mengakibatkan perubahan dalam Y).
Dapat dimengerti bahwa antara teori dan hipotesis terdapat suatu
hubungan. Semua pertanyaann per definisi hipotesis, bila para ilmuwan
menerima teori-teori ini sebagai pertanyaan-pertanyaan yang tentative
dalam pencarian yang tidak ada hentinya tentang penjelasan yang lebih
teliti mengenai bidang studi. Tetapi, tidak perlu setiap hipotesis diturunkan
dari teori (Snelbecker, 1974).
 Model
Model merupakan suatu analog konseptual yang digunakan untuk
menyarankan bagaimana meneruskan penelitian empiris sebaiknya tentang
suatu masalah. Jadi, model ialah suatu struktur konseptual yang telah
berhasil berkembang dalam suatu bidang, dan sekarang diterpakan,
terutama untuk membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain,
biasanya dalam bidang yang belum begitu berkembang (Marx, 1976).
Ada berapa bentuk model, di antaranya yang paling banyak
digunakan ialah model-model fisika (physical models), model-model
komputer, dan model-model matematik. Semua model mempunyai sifat
“jika-maka”, dan model-model ini terikat sekali pada teori (Snelbecker,
1974).
 Konstruk
Konstruk-konstruk merupakan jantung teori-teori. Konstruk
merupakan semacam konsep. seperti semua konsep, konstruk menyajikan
suatu kategorisasi atau klasifikasi dari benda-benda atau kejadian-
kejadian, sehingga dengan satu symbol sejumlah observasi-observasi
konkret dapat disajikan (Marx. 1976).
Sebagai suatu konstruk, inteligensi banyak artinya, tergantung pada
teoriwan tertentu. Bila seorang mendefiniskan intelegensi sebagai sesuatu
seperti “jumlah neron-neron dalam korteks” atau “penggunaan DNA yang
lebih cepat, orang ini jelas menggunakan konsep itu sebagai suatu
konstruk hipotetis. Sebaliknya, suatu definisi seperti “intelegensi ialah
suatu yang diukur oleh tes intelefensi,” adalah jelas merupakan suatu
contoh veriabel pengganggu. Walaupun kedua hal yang dibahas di atas
mewakili kasus-kasus yang eksterm, dan mungkin tidak representative,
soalnya sama, bila kita membicarakan konstruk-konstruk psikologi yang
lain. “Belajar” dapat berarti sesuatu yang dipandang dari segi fisiologi
(suatu perubahan dalam otot), dan dapat pula dipandang dari segi perilaku
(kemampuan untuk menampilkan suatu respons baru). Pada umumnya
apakah seorang teoriwan itu menggunakan pendekatan variable
penggangguan, atau konstruk hipotetis, itu tergantung pada kesukaan
pribadi teriwan itu dalam konstruksi teori (Snelbecker, 1974).
 Hukum dan Prinsip
Suatu hukum merupakan suatu pernyataan tentang suatu hubungan
antara variable-variabel, dan kemungkinan terjadinya hubungan ini begitu
tinggi, sehingga dapat dikatakan, bahwa variable-variabel itu sangat saling
bergantung (Sneilbecker, 1974).
Suatu, prinsip merupakan suatu pernyataan tentang hubungan-
hubungan yang dapat dikatakan mempunyai dasar empiris, tetapi belum
dapat disebut suatu hukum karena, atau belum dapat mendasar, atau belum
cukup mantap. Banyak penulis-penulis psikologi, dan pendidikan
menggunakan istilah hukum dan prinsip saling bergantian (Snelbecker,
1974).Untuk merangkum berbagai defines ini , dapat dikatakan bahwa
teori merupakan istilah yang paling inklusif dan umum, sedangkan istilah-
istilah yang lain dapat diturunkan dari istilah teori itu.
2.3 Hakikat Kontruk Teori
Ada asumsi, bahwa seakan-akan metode-metode untuk menkonstruksi
teori-teori itu mengikuti rumus yang direncanakan secara hati-hati dan secara
universal disetujui. Walaupun memang ada aturan-aturan bagaimana
menkonstruksi suatu teorinya, namun tidak disangksikan bahwa cara untuk
menkonstruksi teori itu merupakan suatu proses yang sangat individual, dan tidak
dapat dimasukkan dalam satu pun klasifikasi.
Perlu diingat bahwa setiap pernyataan tentang bagaimana suatu teori itu
dikonstruksi, sangat disederhanakan, dan hanya mewakili dalam keadaan umum,
sekali-kali tidak khas bagi seseorang yang sebenarnya menkonstruksi teori itu.
Walaupun demikian pada umumnya di setujui, bahwa ada dua metode konstruksi
teori, yaitu metode deduktif dan metode induktif.

 Konstruksi Teori Secara Deduktif


Teoriwan deduktif bekerja dari atas ke bawah. Ia membangun suat
teori yang kelihatannya logis, dengan dasar apriori. Kemudian teori itu
diuji dengan melakukan eksperimen-ekspreimen yang sifatnya ditentukan
oleh teori tersebut. Dalam teori semacam ini mula-mula dirumuskan
sekumpulan asumsi-asumsi dasar atau postulat-postulat, dengan
memperhatikan factor-faktor tertentu yang telah dikenal. Dri postulat-
postulat ini kemudian dikeluarkan hipotesis-hipotesis atau teorema-
teorema. Hipoetsis-hipotesis ini kemudian diui, dan hipotesis yang terbukti
benar, dipertahankan. Dengan cara yangs ama, postulat-postulat yang
menghasilkan teorema-teorema atau hipotesis-hipotesis yang benar,
dipertahankan, sehingga selama periode tertentu teori itu mengalami
koreksi sendiri. Pada umumnya inilah cirri teori deduktif. Teori deduktif
selalu berada dalam proses koreksi, dan karena itu meminta banyak
dilakukan penelitian. Masalhnya dengan teori semacam ini ialah andaikata
sebagaian besar dari postulat-postulat itu tidak benar, teori akan
menyebabkan dilakukannya penelitian-penelitian yang sedikit tidak
berguna.
 Konstruksi Teori Secara Indukatif.
Menurut cara ini, teori-teori menjadi generalisasi-generalisasi dari
fakta-fakta empiris. Teoriwan induktif bekerja dari bawah ke atas,
menyusun system-sistem (dapat disebut teori-teori mini) yang
memperhatikan hasil-hasil penelitian yang telah berkali-kali diuji. Lalu
menyusun system-sistem yang lebih tinggi tingkatnya sebagai generalisasi
dari teori-teori mini itu, dan akhirnya merumuskan suatu teori yang dapat
mencakup semua pernyataan yang lebih rendah tingkatannya. Pendekatan
semacam ini mempunyai satu keuntungan, yaitu orang yang
merekonstruksi teori itu tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan
yang ‘kebenarannhya’ cukup tinggi. Tetapi ada masalah yang dihadapinya,
yaitu cara ini kerap kali menyebabkan timbulnya teori-teori yang rendah
tingkatnya. Di antaranya ada yang tidak khas, fungsinya tindih satu dengan
yang lain.
 Keadaan Sekarang
Dua cara konstruksi teori yang telah dikemukakan di atas
sebenarnya merupakan dua hal yang ekstrem. Teoriawan pada
kenyataanya ada yang lebih suka pada cara yang satu, dan ada pula yang
lebih suka pada cara yang lain, walaupun setiap teoriwan itu akan
menggunakan strategi yang mengandung unsure-unsur kedua pendekatan
itu. Pilihan antara metode deduktif atau cara induktif mungkin didasarkan
atas keyakinan seorang teoriwan terdap ‘hal-hal yang telah diketahuui’
dalam bidangnya. Bila seseorang merasa, bahwa dalam psikologi ada
fakta-fakta tertentu yang sudah mantap sekali, dan sudah ada cukup
pemahaman tentang bekerjanya proses-proses dasar psikologi, maka
penggunaan metode deduktif dibenarkan. Sebaliknya, bila seseorang
kurang yakin akan nilai-nilai ilmiah dari data psikologi yang ada, metode
induktif yang lebih baik. Dalam psikologi ada teoriwan-teoriwan yang
secara sengaja menggunakan kedua metode ini dalam penelitian mereka
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Mereka ini disebut para
fungsionalis. Pendekatan fungsionalis dalam konstruksi teori merupakan
cirri khas psikologi dewasa ini.
 Secara Sintaks
Salah satu tes suatu teori ialah apakah teori itu secara internal
konsisten dan logis. Oleh karena semua teori itu disusun atas dasar
postulasi hubungan-hubungan antar akonstruk-konstruk, maka dari
seorang teoriwan diminta bahwa teorinya tunduk pada peraturan-peraturan
sintatik, di mana ia memperlihatkan bahwa konstruk-konstruk yang
digunakannya dalam teorinya dapat saling dihubungkan, dan akhirnya
dihubungkan pada data yang sebenarnya. Aturan-aturan ini dapat bersifat
matematik (dalam physical science) atau verbalitas (seperti dalam
psikologi dan pendidikan).
Presisi (ketelitian) secara sintatik lebih diharapkan dari sains
(physical science) daripada psikologi ataupun pendidikan, terutama sintaks
matematika. Psikologi lebih banyak menggunakansyntaks verbalistik,
karena sifat keilmuannya.

ecara Semantik
Suatu teori terutama diuji apakah teori itu membuat generalisasi-generalisasi
yang benar dan prediksi-prediksi yang sahih (valid). Hal ini disebut semantic.
Pada dasarnya suatu teori dapat lulus atau gagal waktu diuji secara eksperimen.
Hal ini berarti, bahwa suatu teori harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga
dapat diuji. Inilah yang merupakan masalah yang ditemukan berulang kali dalam
menilai ‘kebenaran’ teori-teori.
Eksperimen-eksperimen akan banyak digunakan untukmengetahui nilai
relative dari suat teori terhadap teori yang lain. suatu teori dinilai lebih daripada
teori yang lain, bila kedua teori itu membuat prediksi-prediksi yang berbeda dan
bukti-bukti empiris yang lebih menyokong prediksi-prediksi dari teori yang satu
dibandingkan dengan prediksi-prediksi yang berasal dari teori yang lainnya. Inilah
yangd isebut tes semantic dari suatu teori. Tetapi dalam kenyataannya, setelah
dilakukan eksperimen-ekspreimen, hanya sedikit kasus yang menunjukkan, bahwa
suatu teori jelas lebih unggul daripada teori yang lain. kerap kali para peneliti
menafsirkan suatu bukti yang negative dari suatu tes semantic. Hal ini merupakan
suatu petunjuk bahwa teori itu tidak boleh digunakan lagi. Para peneliti itu dapat
memutuskan, bahwa konsep yang mereka teliti mungkin berpengaruh pada
proses-proses belajar, tetapi mungkin mereka menemukan masalah dalam ‘definisi
operasional’ mereka (cara mereka mengukur konsep itu).d alam hal ini mungkin
diperlukan alat ukur yang lain atau variable-variabel lain yang harus diteliti.
Misalnya, dalam penelitian tentang pengaruh umpan balik pada belajar. Mereka
mungkin mengambil kesimpulan, bahwa umpan balik belum diberikan secara
jelas pada subjek, atau umpan balik diberikan terlalu sering. Jadi, penelitian baru
harus direncanakan dan dilakukan.
Hal lain yang juga harus diperhatikan ialah bagaimana “sempurnanya”
prediksi-prediksi seharusnya dalam suatu teori. Tentang hal ini, dalam sains
terdapat dua konsepsi. Konsepsi ‘klasik’ beranggapan bahwa seseorang dapat
membuat prediksi-prediksi yang sempurna, dan menghasilkan penjelasan-
penjelasan yang tidak dapat disangkal. Konsepsi yang kedua menerima
pendekatan ‘probabilitas’ tentang prediksi. Ini berarti, bahwa pada akhirnya kita
akan memperoleh derajat ketelitian yang paling tinggi dalam membuat prediksi-
prediksi, tetapi kita tidak dapat mengharapkan akan mempunyai ketelitian yang
sempurna dalam prediksi-prediksi kita. Kedua konsepsi itu diperdebatkan dalam
sains dan filsafat sains dalam beberapa decade yang lampau. Posisi klasik disebut
pula posisi ‘deterministik’, sedangkan posisi yang kedua disebut posisi
‘probabilistik’.
Posisi apa pun yang dianut oleh seseorang tentang hal ini, namun tes yang
penting tentang suatu teori adalah sejauh mana prediksi-prediksi yang dihasilkan
dari teori itu ditunjang oleh bukti-bukti empiris.

3. Parsimoni
Yang kurang penting bila dibandingkan dengan kedua tes tentang teori yang
telah diuraikan di atas ialah aturan parsimony, aturan ini mengemukakan, bahwa
bila dua teori kelihatannya sama sahihnya ditinjau dari segi semantic maupun segi
sintatik, maka teori yang lebih sederhanalah yang diterima.
Dalam psikologi dan pendidikan pada kenyataannya, parsimony tidak begitu
menjadi masalah, karena masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum
terawab mengenai kesahihan semantic dari sebagaian besar teori-teori dalam
kedua bidang ini (Snelbecker, 1974).
Selain ketiga tes untuk teori yang telah dikemukakan diatas, tentunya masih
ada beberapa yang lain yang tidak dibahas dalam buku ini. tetapi dengan
memperhatikan criteria seperti tersebut diatas kita telah mempunyai cara-cara
untuk menilai teori-teori. Sekali ini perlu ditekankan, bahwa yang penting ialah
bukannya untukmenemukan suatu teori yang benar, atau dipercaya, atau
sempurna, melainkan untuk menemukan suatu teori yang lebih baik
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang disusun
secara sistematis untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Suatu teori
akan mengalami perkembangan apabila teori tersebut sudah tidak relevan dan
kurang berfungsi lagi untuk mengatasi masalah.
Penerimaan suatu teori dalam komunitas ilmiah, tidak berarti bahwa
teori tersebut memiliki kebenaran mutlak.Teori yang telah mapan dan
digunakan oleh mayoritas ilmuwan dalam komunitas ilmiah dalam penelitian
selanjutnya disebut sebagai paradigma.
Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran cenderung menekankan
satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan
keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan
eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup
biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan
pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling
bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi
tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan
dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan
tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah
pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-
pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan
faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis. Uraian dan ulasan mengenai
berbagai teori kebenaran di atas telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan
dari berbagai teori kebenaran. Teori kebenaran kelebihan kekurangan
korespondensi sesuai dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta
koherensi bersifat rasional dan positivistik mengabaikan hal-hal non fisik
pragmatis fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak performatif bila
pemegang otoritas benar, pengikutnya selamat tidak kreatif, inovatif dan
kurang inisiatif konsensus didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah
perlu waktu lama untuk menemukan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens. (2002). Kamus Filsafat. Gramedia: Jakarta

Drajat, Amroeni. (2006). Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu. Erlangga:
Jakarta

Komaruddin, Yooke Tjuparmah S. Komaruddin. (2002). Kamus Istilah Karya


Tulis Ilmiah, Bumi Aksara: Jakarta

Kuntowijoyo. (1998). Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Mizan: Bandung

Patrick, G.T.W, C.A. van Peursen, Ayn Rand, et al. (2008), Apakah Filsafat dan
Filsafat Ilmu itu?. Pustaka Sutra: Bandung

Anda mungkin juga menyukai